Anda di halaman 1dari 6

LAPORAN FOME

(ANALISIS MASALAH DIABETES MELITUS)


1. Pengertian Diabetes Melitus
Diabetes Millitus (DM) atau kencing manis adalah penyakit dimana kadar gula dalam darah
meningkat karena terganggunya hormon insulin. Menurut Mohamed Yosri Mohamed Yong (2011: 1)
kencing manis atau diabetes melitus merupakan keadaan di mana terdapat glukosa di dalam urine
seseorang, yang disebabkan glukosa (gula) dalam darah tidak dapat dimasukan dalam sel karena
kekurangan penghasilan insulin, kurang kuantitas dan kurang kualitasnya.
2. Epidemiologi
Prevalensi diabetes melitus meningkat secara global teristimewa menjadi perhatian di negara
Asia. Perkiraan secara global 366 juta individu yang diabetes melitus.
(1) Penyakit tidak menular (PTM) terus berlangsung dan menjadi masalah besar kesehatan
masyarakat di dunia yang bertanggung jawab terhadap kematian dan kesakitan. PTM menjadi
kematian dan kecatatan di seluruh penjuru dunia. Perkiraan di tahun 2020 penyakit ini merujuk
kepada kematian dari 7 orang dari setiap 10 orang di negara berkembang.
(2) Diabetes melitus tipe 2 merupakan tipe diabetes yang paling umum di temukan pada pasien di
bandingkan dengan diabetes melitus tipe 1,diabetes gestasional dan, diabetes tipe lain. Mayoritas
pasien diabetes melitus tipe 2 tidak bergantung pada insulin. Kelompok diabetes melitus ini
merupakan akibat dari kurang beresponnya jaringan sasaran (otot, jaringan adiposa dan hepar )
terhadap insulin.
(3) Sekitar 16 juta orang di Amerika terdiagnosis diabetes. Prevalensinya adalah 6% sampai 7%
pada orang usia 45 sampai 65 tahun dan sekitar 10% sampai 12% pada orang yang berusia lebih dari
65 tahun. Sekitar 90% diantaranya menderita diabetes tipe 2.
(4) Sekitar 9.7 juta wanita di Amerika terkena diabetes. Diabetes tipe 2 berkembang pada semua
umur bahkan pada masa anak maupun remaja.
(5) Indonesia, masuk ke dalam peringkat 6 angka kejadian diabetes melitus terbanyak di
dunia.Dalam Diabetes Atlas 2000 (International Diabetes Federation) tercantum perkiraan penduduk
Indonesia diatas 20 tahun sebesar 125 juta dan dengan asumsi prevalensi DM 4,6%, diperkirakan pada
tahun 2000 berjumlah 5,6 juta. Berdasarkan pola perambahan penduduk seperti ini, diperkirakan pada
tahun 2020 nanti akan ada sejumlah 178 juta penduduk berusia diatas 20 tahun da dengan asumsi
prevalensi DM sebesar 4,6% akan didapatkan 8,2% juta pasien diabetes. Temuan kasus diabetes
melitus lebih banyak di daerah perkotaan dari pada di desa. Dari hasil penelitian Waspdji
menyebutkan kejadian diabetes di Jakarta dari tahun 1982 sampai 1992 mengingkat dari 1,7%
menjadi 5,7%. Demikian pula di Depok, di temukan 6,2% penderita diabetes melitus. Selain di
Depok, Manado juga masuk sebagai kota dengan jumlah penderita diabetes melitus terbanyak di
indonesia.
3. Gejala/Tanda Diabetes Melitus

a. Trias poli yaitu:


1). Poliuria, yaitu banyaknya kencing akibat hiperglikemia, maka terjadilah penambahan bentuk
air kemih dengan jelas penarikan cairan ke sel-sel tubuh.
2). Polidipsia, yaitu banyak minum. Sebenarnya keluhan ini merupakan reaksi tubuh akan adanya
poliuria yang menyebabkan kekurangan cadangan air tubuh.
3). Poliphagia, yaitu nafsu makan bertambah, karena karbohidrat tidak dapat digunakan karena
jumlah insulin tidak dapat menjamin proses metabolisme glukosa.
b. Lemas, ini akibat karbohidrat yang keluarnya bersama urine maka tubuh kekurangan kalori.
c. Berat badan menurun, oleh karena gula yang ada pada darah tidak dapat dioksidasi, maka terpaksa
menghasilkan tenaga, sehingga tubuh kehilangan lemak yang mengakibatkan penderita menjadi
kurus.
d. Polineuritis, yaitu rasa gatal-gatal seluruh tubuh, seperti diketahui untuk metabolisme karbohidrat
diperlukan vitamin B1, dimana vitamin B1 digunakan sebagai co-enzim, karena kadar gula yang
meningkat.
e. Hyperglikemia, yaitu kadar gula tubuh yang meningkat karena tubuh kekurangan insulin, sehingga
glukosa dapat dirubah menjadi glikogen.

4.Patofisiologi Diabetes Melitus


Gangguan produksi dan sekresi insulin akan merubah pengaturan glukosa dalam darah. Jika
produksi isulin menurun, pemasukan glukosa kedalam sel dijaringan akan terhambat. Hal ini akan
memicu terjadinya kondisi hiperglikemia. Efek yang sama akan terjadi pada saat menurunnya
sensitivitas jaringan terhadap ransangan insulin. Apabila sekresi insulin mengalami peningkatan,
kadar glukosa dalam darah akan menurun atau hipoglikemia. Hal ini dapat meminimalkan jumlah
glukosa yang dapat masuk kedalam sel.
Karbohidrat yang masuk dibutuhkan oleh sel dalam bentuk glukosa. Glukosa yang berlebih
akan disimpan didalam hati dalam bentuk glikogen, yang dapat digunakan sebagai cadangan energi.
Ketika energi berkurang maka glikogen yang ada dalam hati akan dirubah kedalam bentuk glukosa
melalui reaksi glukogenolisis. Hati juga memproduksi glukosa yang berasal dari lemak dan protein
melalui proses glukoneogenesis. Kedua proses tersebut menyebabkan penigkatan kadar glukosa dalam
darah. Insulin adalah satu-satunya hormon yang berfungsi dalam menurunkan kadar glukosa dalam
darah.
Pada penderita DM tipe II, terjadi gangguan dalam tiga hal, yaitu :
1.

adanya resistensi jaringan terhadap ransangan hormone insulin, terutama terjadi pada sel otot.

2.

Terjadinya peningkatan produksi glukosa didalam hati

3.

Gangguan dalam sekresi hormone insulin


Meningkatknya resistensi jaringan terhadap insulin secara umum akan diikuti dengan
gangguan sekresi insulin. Hal ini menyebabkan terjadinya gangguan glukosa untuk masuk kedalam

sel dan menyebabkan glukosa cenderung terakumulasi didalam darah dan akan menyebabkan keadaan
hiperglikemia. Adanya akumulasi glukosa dalam darah akan meningkatkan sekresi insulin. Pada
penderita DM tipe II biasanya akan mengalami kondisi hiperinsulinemia
Obesitas merupakan salah satu faktor yang sering menjadi penyebab DM tipe II. Kehilangan
berat badan secara cepat biasanya menyertai penderita DM tipe II. Selain obesitas, DM tipe II
biasanya disebabkan adanya kelainan yang bersifat genetik atau kurangnya aktifitas fisik.

4. Diagnosis
Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Diagnosis tidak dapat
ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Guna penentuan diagnosis DM, pemeriksaan glukosa darah
yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan darah plasma vena.
Penggunaan bahan darah utuh (whole blood), vena ataupun kapiler tetap dapat dipergunakan dengan
memperhatikan angka-angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO.
Sedangkan untuk tujuan pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan
pemeriksaan glukosa darah kapiler.
Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes. Kecurigaan adanya DM perlu
dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM seperti tersebut di bawah ini.
Keluhan klasik DM berupa : poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang
tidak dapat dijelaskan sebabnya.
Keluhan lain dapat berupa : lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur dan disfungsi ereksi
pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita.
Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara.
Pertama, jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu >200
mg/dL sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM.
Kedua, dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa yang lebih mudah dilakukan, mudah
diterima oleh pasien serta murah, sehingga pemeriksaan ini dianjurkan untuk diagnosis DM.
Ketiga dengan TTGO. Meskipun TTGO dengan beban 75 g glukosa lebih sensitif dan spesifik
dibanding dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa, namun memiliki keterbatasan
tersendiri. TTGO sulit untuk dilakukan berulang-ulang dan dalam praktek sangat jarang
dilakukan
Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, maka dapat digolongkan ke
dalam kelompok TGT atau GDPT tergantung dari hasil yang diperoleh.

TGT : Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO didapatkan glukosa
plasma 2 jam setelah beban antara 140 199 mg/dL (7.8-11.0 mmol/L).
GDPT : Diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan glukosa plasma puasa
didapatkan antara 100 125 mg/dL (5.6 6.9 mmol/L)

5. Tatalaksana
1. Diet
Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes hampir sama dengan anjuran makan untuk
masyarakat umum yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi

masingmasing individu. Pada penyandang diabetes perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan
dalam hal jadwal makan, jenis dan jumlah makanan, terutama pada mereka yang menggunakan obat
penurun glukosa darah atau insulin.
Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal
karbohidrat 60-70%, lemak 20-25% danprotein 10-15%. Untuk menentukan status gizi, dihitung
dengan BMI (Body Mass Indeks). Indeks Massa Tubuh (IMT) atau Body Mass Index (BMI)
merupupakan alat atau cara yang sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa, khususnya
yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan.
Untuk mengetahui nilai IMT ini, dapat dihitung dengan rumus berikut:
IMT = BeratBadan (Kg) / Tinggi Badan (m)Xtinggi Badan (m)
2. Latihan/Olahraga
Dianjurkan latihan secara teratur (3-4 kali seminggu) selama kurang lebih 30 menit, yang sifatnya
sesuai dengan Continous, Rhythmical, Interval, Progresive, Endurance (CRIPE). Training sesuai
dengan kemampuan pasien. Sebagai contoh adalah olah raga ringan jalan kaki biasa selama 30 menit.
Hindarkan kebiasaan hidup yang kurang gerak atau bermalasmalasan.
3. Pendidikan Kesehatan
Pendidikan kesehatan sangat penting dalam pengelolaan. Pendidikan kesehatan pencegahan
primer harus diberikan kepada kelompok masyarakat resiko tinggi. Pendidikan kesehatan sekunder
diberikan kepada kelompok pasien DM. Sedangkan pendidikan kesehatan untuk pencegahan tersier
diberikan kepada pasien yang sudah mengidap DM dengan penyulit menahun.
4. Obat : oral hipoglikemik, insulin Jika pasien telah melakukan pengaturan makan dan latihan
fisik tetapi tidak berhasil mengendalikan kadar gula darah maka dipertimbangkan pemakaian
obat hipoglikemik.
6. Pencegahan
1) Pencegahan Primer
Penyuluhan tentang :
A. Program penurunan berat badan. Pada seseorang yang mempunyai risiko diabetes dan
mempunyai berat badan lebih, penurunan berat badan merupakan cara utama untuk
menurunkan risiko terkena DM tipe-2 atau intoleransi glukosa. Beberapa penelitian
menunjukkan penurunan berat badan 5-10% dapat mencegah atau memperlambat munculnya
DM tipe-2.
B. Diet sehat. Dianjurkan diberikan pada setiap orang yang mempunyai risiko. Jumlah asupan
kalori ditujukan untuk mencapai berat badan ideal. Karbohidrat kompleks merupakan pilihan
dan diberikan secara terbagi dan seimbang sehingga tidak menimbulkan puncak (peak)
glukosa darah yang tinggi setelah makan. Mengandung sedikit lemak jenuh, dan tinggi serat
larut.
C. Latihan jasmani. Latihan jasmani teratur dapat memperbaiki kendali glukosa darah,
mempertahankan atau menurunkan berat badan, serta dapat meningkatkan kadar kolesterolHDL. Latihan jasmani yang dianjurkan: dikerjakan sedikitnya selama 150 menit/minggu
dengan latihan aerobik sedang (mencapai 50-70% denyut jantung maksimal), atau 90

menit/minggu dengan latihan aerobik berat (mencapai denyut jantung >70% maksimal).
Latihan jasmani dibagi menjadi 3-4 x aktivitas/minggu.
D. Menghentikan merokok. Merokok merupakan salah satu risiko timbulnya gangguan
kardiovaskular. Meski merokok tidak berkaitan langsung dengan timbulnya intoleransi
glukosa, tetapi merokok dapat memperberat komplikasi kardiovaskular dari intoleransi
glukosa dan DM tipe-2.
2) Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau menghambat timbulnya penyulit pada pasien
yang telah menderita DM. Dilakukan dengan pemberian pengobatan yang cukup dan tindakan
deteksi dini penyulit sejak awal pengelolaan penyakit DM. Dalam upaya pencegahan sekunder
program penyuluhan memegang peran penting untuk meningkatkan kepatuhan pasien dalam
menjalani program pengobatan dan dalam menuju perilaku sehat.
3) Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier ditujukan pada kelompok penyandang diabetes yang telah mengalami penyulit
dalam upaya mencegah terjadinya kecacatan lebih lanjut.
Upaya rehabilitasi pada pasien dilakukan sedini mungkin, sebelum kecacatan menetap. Sebagai
contoh aspirin dosis rendah (80-325 mg/hari) dapat diberikan secara rutin bagi penyandang diabetes
yang sudah mempunyai penyulit makroangiopati.

DAFTAR PUSAKA

Budhiarta,AAG,dkk.2006.Konsesus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melituds di Indonesia.


(http://www.pbpapdi.org/images/file_guidelines/12_Konsensus%20Pengelolaaln%20dan
%20Pencegahan%20Diabets%20Melitus%20Tipe%202%20di%20Indonesia%202006.PDF)

Emma S. Wirakusumah (2000). Tetap Bugar di Usia Lanjut. Jakarta: Trubus Agriwidya
Guyton AC, Hall JE. 2006. TEXTBOOK OF MEDICAL PHYSIOLOGY, 11th Edition. Singapore.
Elsevier. Hal. 1012 1027.

Nugroho,Sigit.2012. PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN DIABETES MELITUS MELALUI


OLAHRAGA.(http://download.portalgaruda.org/article.php?
article=355508&val=469&title=PENCEGAHAN%20DAN%20PENGENDALIAN
%20DIABETES%20MELITUS%20MELALUI%20OLAHRAGA).
Slamet S. Diet pada diabetes Dalam Noer dkk.Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi III.Jakarta: Balai
Penerbit FK-ill;2008.

Tumiwa,Franky A.2010. ANALISIS FAKTOR RESIKO TERJADINYA DIABETES MELITUS


PADA WANITA USIA PRODUKTIF. (http://download.portalgaruda.org/article.php?
article=157349&val=1008&title=ANALISIS%20FAKTOR%20RESIKO%20PENYEBAB
%20TERJADINYA%20DIABETES%20MELITUS%20TIPE%202%20PADA%20WANITA
%20USIA%20PRODUKTIF%20DIPUSKESMAS%20WAWONASA)
Waspadji S. Kaki diabetes. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S,
editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III, edisi kelima. Jakarta: Interna publishing,
2009.Hal :1961.

Anda mungkin juga menyukai