Anda di halaman 1dari 11

DIABETES MELITUS TYPE 2

Disusun untuk memenuhi Laporan Tutorial


Modul 1 Berat Badan Menurun pada Blok Endokrin

KELOMPOK 9

1. REZKI AINUN JARIAH (105421103318)


2. REZKY ANGRAENI PUTRI (105421105018)
3. RIFALDI IDRIS (105421106318)
4. RIKO ARDI SAPUTRA (105421103818)
5. RISKA AMELIAH MIMIKA (105421100218)
6. RIZKY INDAH VEBRIANTY (105421100518)
7. RIZKY TRI OCTAVIANI (105421106118)
8. RUSMALA DEWI NURMA DARA BUGIESHA (105421100318)
9. SAGENA NURUL CARISMA (105421103518)
10. SALIM NUR SAPUTRA (105421105818)

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2019
Skenario 1

“Seorang laki-laki umur 20 tahun, mengunjungi dokter oleh karena penurunan


berat badan disertai rasa lemas yang dialami 3 bulan terakhir. Rasa haus dan
sering berkemih pada malam hari. Riwayat orang tua menderita Diabetes Melitus
Tipe 2.”

A. Kata Sulit
Diabetes Melitus
 Berdasarkan definisi American Diabetes Association (ADA) Tahun
2010, Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit
metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena
kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya.
B. Kata Kunci
 Laki-laki 20 tahun
 Penurunan berat badan sejak 3 bulan terakhir
 Rasa lemas
 Poliuri, polidipsi
 Riwayat orang tua menderita Diabetes Mellitus Type 2
C. Pertanyaan
1. Patofisiologi poliuri dan polidipsi serta hubungannya dengan
penurunan berat badan ?
2. Patomekanisme terjadinya penurunan berat badan ?
3. Hubungan keluhan utama dengan riwayat penyakit keluarga ?
4. Langkah-langkah diagnostik
5. Diagnosis Differensial
6. Faktor resiko Diabetes Mellitus
7. Penatalaksanaan
D. Pembahasan
1. Patofisiologi poliuri dan polidipsi serta hubungannya dengan
penurunan berat

A. Peningkatan Rasa Haus


Peningkatan rasa haus dapat terjadi meskipun sudah
mengkonsumsi banyak cairan. Hal ini dikarenakan jaringan pada tubuh
mengalami dehidrasi atau kekurangan cairan ketika kadar glukosa tinggi
dalam darah. Tingginya kadar glukosa dalam darah menyebabkan tubuh
menarik cairan dari jaringan untuk mengencerkan darah dan menurunkan
kadar glukosa dalam darah. Kondisi ini menyebabkan tubuh memberi
sinyal bahwa tubuh sedang membutuhkan banyak cairan (peningkatan rasa
haus). Hal ini juga yang dpaat meningkatkan terjadinya frekusensi buang
air kecil.
B. Peningkatan frekuensi buang air kecil
Hal ini berkaitan dengan terjadinya peningkatan rasa haus. Karena
mengkonsumsi cairan berlebihan sehingga harus buang air kecil lebih
sering. Selain itu, buang air kecil merupakan upaya tubuh untuk
mengeluarkan kelebihan glukosa pada darah.
C. Kehilangan berat badan secara drastis.
Ketika sel-sel tubuh tidak mendapatkan glukosa dan energi dari
makanan, maka tubuh memecah otot dan lemak Ketika jaringan untuk
mendapatkan energi. Hal ini merupakan penyebab terjadinya tubuh
kehilangan berat badan.
2. Patomekanisme terjadinya penurunan berat badan ?
a. Pengaruh Hormon Insulin
Hormon insulin yang berperan dalam perundingan dalam sel, bila ada
masalah pada sekresi dan kerja insulin. Misalnya insulin hiposekresi dan
lesensi, maka akan muncul pengaruh dalam pemanfaatan serta
peningkatana kadar kalsium darah (hiperglikemia). Hiposekresi insulin di
sebabkan oleh rusaknya sel pankreas, resistensi insulin, atau tidak
sensitifnya reseptor insulin yang berada di permukaan sel. Hiposekresi
dan resistensi insulin menyebahkan ikatan tidak masuk ke dalam sel
sehingga tidak menghasilkan energi. Terjadi penguraian glikogen di
dalam otot. Dan pemecahan protein menyebabkan berat badan.

b. Pengaruh Hormon Tiroid


Hormon tiroid yang diambil dalam interaksi yang terjadi dalam tubuh.
Kelebihan hormon tiroid menyebabkan peningkatan kecepatan sebagian
yang terjadi dalam tubuh. Jika Anda tidak membutuhkan mencukupi
kebutuhan tubuh, maka tubuh menggunakan glikwgen dan protein sehagai
bahan bukar penggantinya. Meningkat, massa menurun dan berat badan
pun menurun.

c. Pengaruh Hormon Kortisol


Salah satu bormon yang mengatur berat badan adalah kortisol. Ketika
terjadi penurunan kortisol, akan berakibat pada penurunannya dalam
tubuh. Penurunan kortisol ini sendiri dapat disebabkan oleh desktruksi
korteks adrenal, Penuruman metabolisin dalam tubuh akan mengurangi
jumlah energi yang diperoleh (ATP meningkat). Memperbaiki
penyelesaian di dalam otot itu sendiri, jadi mussa otot berkurang.
Penurunan massa otot pada akhirnya akan menyebabkan penurunan berat
badan.

Penyandang DM akan mengalami defisiensi insulin, sehingga


terganggunya metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan
penurunan berat badan. Penurunan berat badan ini akan mengakibatkan
berkurangnya jumlah simpanan kalori. Penyandang DM dalam keadaan
stress fisiologis dan emosional dapat terjadi hiperglikemia, sehingga
meningkatkan produksi glukosa oleh hati dan mengganggu penggunaan
glukosa dalam jaringan otot serta lemak dengan cara melawan kerja
insulin. Keadaan stress menyebabkan peningkatan sekresi hormon
epinefrin dan kortisol yang meningkatkan kadar glukosa darah.

3. Hubungan keluhan utama dengan riwayat penyakit keluarga ?


Diabetes Melitus (DM), yaitu suatu kelompok penyakit metabolik
yang ditandai oleh meningkatnya kadar glukosa dalam darah sebagai
akibat adanya defek sekresi insulin dan atau adanya resistensi insulin.
Apabila penyakit ini dibiarkan tidak terkendali, maka akan
menimbulkan komplikasi yang dapat berakibat fatal, termasuk penyakit
jantung, ginjal, kebutaan dan amputasi. Seperti yang kita ketahui bahwa
factor genetic sangat berperan penting dalam proses terjadinya DM.

4. Langkah-langkah diagnostik

Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes.


Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik
DM seperti di bawah ini :

 Keluhan klasik DM berupa : poliuria, polidipsia, polifagia, dan


penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
 Keluhan lain dapat berupa : lemah badan, kesemutan, gatal, mata
kabur, dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada
wanita

Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara :

 Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma


sewaktu >200 mg/dL sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM.
 Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL dengan adanya
keluhan klasik.
 Tes toleransi glukosa oral (TTGO).
Meskipun TTGO dengan beban 75 g glukosa lebih sensitif dan
spesifik dibanding dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa, namun
pemeriksaan ini memiliki keterbatasan tersendiri. TTGO sulit untuk
dilakukan berulang-ulang dan dalam praktek sangat jarang dilakukan
karena membutuhkan persiapan khusus.

KRITERIA ADA 2010

 A1C > 6,5%. Test dilakukan pada lab yang memakai sertifikasi
NGSP dan standarisasi pemeriksaan DCCT.

ATAU

 Glukosa plasma puasa > 126 mg/dl (Setelah puasa sekurang-


kurangnya 8 jam)

ATAU

 Tes toleransi glukosa oral (TTGO) 2 jam pasca beban > 200 mg/dl

ATAU

 Adanya keluhan diabetes melitus glukosa plasma sewaktu > 200


mg/dl
5. Diagnosis Differensial

DM Tipe 1 DM Tipe 2 Hipertiroidisme Addison’s


(Graves’ Disease
Disease)
Berat Badan + + + +
Menurun
Rasa Lemas + + + +
Poliuria + + + +
Polidipsi + + + +
Usia Anak-anak – >44 Tahun 20-40 Tahun 30-35 Tahun
Remaja
Riwayat + + - -
Keluarga DM
Polifagi + + + -
Hiperglikemia + + - -

6. Faktor Resiko

Peningkatan jumlah penderita DM yang sebagian besar DM tipe 2,


berkaitan dengan beberapa faktor yaitu faktor risiko yang tidak dapat
diubah, faktor risiko yang dapat diubah dan faktor lain.

Menurut American Diabetes Association (ADA) bahwa DM


berkaitan dengan faktor risiko yang tidak dapat diubah meliputi riwayat
keluarga dengan DM (first degree relative), umur ≥45 tahun, etnik, riwayat
melahirkan bayi dengan berat badan lahir bayi >4000 gram atau riwayat
pernah menderita DM gestasional dan riwayat lahir dengan berat badan
rendah (<2,5 kg). Faktor risiko yang dapat diubah meliputi obesitas
berdasarkan IMT ≥25kg/m2 atau lingkar perut ≥80 cm pada wanita dan
≥90 cm pada laki-laki, kurangnya aktivitas fisik, hipertensi, dislipidemi,
dan diet tidak sehat.
Faktor lain yang terkait dengan risiko diabetes adalah penderita
polycystic ovarysindrome (PCOS), penderita sindrom metabolik memiliki
riwayat toleransi glukosa terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa
terganggu (GDPT) sebelumnya, memiliki riwayat penyakit kardiovaskuler
seperti stroke, PJK, atau Peripheral Arterial Diseases (PAD), konsumsi
alkohol, faktor stress, kebiasaan merokok, jenis kelamin, serta konsumsi
kopi dan kafein.

1. Obesitas (kegemukan)
Terdapat korelasi bermakna antara obesitas dengan kadar glukosa
darah, pada derajat kegemukan dengan IMT >23 dapat menyebabkan
peningkatan kadar glukosa darah menjadi 200mg%.
2. Hipertensi
Peningkatan hipertensi berhubungan erat dengan tidak tepatnya
penyimpanan garam dan air, atau meningkatnya tekanan dari dalam tubuh
pada sirkulasi pembuluh darah perifer.
3. Riwayat Keluarga Diabetes Melitus
Seorang yang menderita Diabetes Melitus diduga mempunyai gen
diabetes. Diduga bahwa bakat diabetes merupakan gen resesif. Hanya
orang yang bersifat homozigot dengan gen resesif tersebut yang menderita
Diabetes Melitus.
4. Dislipedimia
Adalah keadaan yang ditandai dengan kenaikan kadar lemak darah
(Trigliserida >250 mg/dl). Terdapat hubungan antara kenaikan plasma
insulin dengan rendahnya HDL (<35 mg/dl) sering didapat pada pasien
diabetes.
5. Umur
Berdasarkan penelitian, usia yang terbanyak terkena Diabetes Melitus
adalah >45 tahun.
6. Riwayat persalinan
Riwayat abortus berulang, melahirkan bayi cacat atau berat badan bayi
>4000 gram.
7. Faktor Genetik
DM tipe 2 berasal dari interaksi genetis dan berbagai faktor mental
Penyakit ini sudah lama dianggap berhubungan dengan agregasi familial.
Risiko emperis dalam hal terjadinya DM tipe 2 akan meningkat dua
sampai enam kali lipat jika orang tua atau saudara kandung mengalami
penyakitini.
8. Alkohol dan Rokok
Perubahan-perubahan dalam gaya dengan peningkatan frekuensi DM
tipe 2. Walaupun kebanyakan peningkatan ini dihubungkan dengan
peningkatan obesitas dan pengurangan ketidakaktifan fisik, faktor-faktor
lain yang berhubungan dengan perubahan dari lingkungan tradisional
kelingkungan kebarat-baratan yang meliputi perubahan-perubahan dalam
konsumsi alkohol dan rokok, juga berperan dalam peningkatan DM tipe 2.
Alkohol akan menganggu metabolisme gula darah terutama pada
penderita DM, sehingga akan mempersulit regulasi gula darah dan
meningkatkan tekanan darah. Seseorang akan meningkat tekanan darah
apabila mengkonsumsi etil alkohol lebih dari 60ml/hari yang setara
dengan 100 ml proof wiski.

7. Penatalaksanaan
1) Riwayat Penyakit
2) Pemeriksaan Fisik
3) Evaluasi Laboratorium
 HbA1c minimal 2 kali setahun
 GDP dan GD 2 jam setelah makan
4) Penapisan Komplikasi
5) Edukasi
6) Terapi Nutrisi Medis
7) Latihan Jasmani
8) Intervensi Farmakologis
 Antihiperglikemia oral
 Insulin
 Terapi kombinasi

Anti Hiperglikemia Oral

1) Memacu sekresi insulin

• Contoh : Sulfonilurea dan Glinid

• Efek samping : BB naik, hipoglikemia

2) Peningkatan sensitivitas terhadap insulin

• Contoh : Metformin dan Tiazolidindion

• Efek Samping : Dispepsia, diare, asidosis laktat, edema

3) Penghambat absorbsi Glukosa

• Contoh : Penghambat alfa-glukosidase

• Efek Samping : Flatulen, tinja lembek

4) Penghambat DPP-IV

• Efek samping : Sebah, Muntah

5) Penghambat SGLT-2 (menghambat reabsorbi glukosa di tubulus

distal ginjal)

• Efek samping : ISK


REFERENSI

1. Restyana, Noor Fatimah. 2015. “Diabetes Melitus Tipe 2” dalam Jurnal Majority
4 (5).

2.

Anda mungkin juga menyukai