Anda di halaman 1dari 4

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit gangguan metabolik yang disebabkan

oleh pankreas yang tidak mampu memproduksi insulin yang cukup atau tubuh yang tidak

mampu menggunakan insulin yang diproduksi secara efektif. Oleh karena itu tingkat

glukosa (gula darah) diatas normal atau, hiperglikemia. (P2PTM Kemenkes RI, 2018)

Insulin adalah hormon yang berfungsi untuk mengatur dan menyeimbangkan

kadar gula darah. Tingginya gula darah dapat diduga mengarah pada kerusakan serius di

hati atau pangkreas, pembuluh darah, mata, ginjal dan saraf. 1 dari 11 orang telah

mengidap penyakit diabetes mellitus, dan setiap 6 detik 1 orang meninggal akibat

diabetes, dan 673 milyar dolar yakni 12 %dari total pengeluaran kesehatan dihabiskan

untuk diabetes (International Diabetes Federation, 20121).

Di Asia Tenggara jumlah pasien diabetes melitus sebanyak 78.3 juta penderita dan

diperkirakan akan meningkat 140.2 juta penderita pada tahun 2040. ¾ dari penderita

diabetes hidup dinegara dengan pendapatan rendah (International Diabetes Federation,

2021).

Menurut data International Diabetes Federation (IDF) 2021, Indonesia menempati

posisi kelima dalam daftar negara kasus diabetes tertinggi di dunia. Menurut data

International Diabetes Federation (IDF) 2021, saat ini Indonesia menempati posisi kelima

dalam daftar negara kasus diabetes tertinggi di Dunia. Menurut data IDF tahun 2021, 537

juta orang dewasa (20-79 tahun) atau 1 dari 10 hidup dengan diabetes, termasuk diabetes

tipe 1 dan tipe 2, serta didiagnosis dan diabetes yang tidak terdiagnosis. Angka ini

diprediksi akan meningkat menjadi 643 juta pada 2030 dan 784 juta pada 2045.
(Riskesdas) 2018 menunjukkan bahwa prevalensi diabetes melitus di Indonesia

berdasarkan diagnosis dokter pada umur lebih dari 15 tahun sebesar 2%. Angka ini

menunjukkan peningkatan dibandingkan prevalensi diabetes melitus pada penduduk lebih

dari 15 tahun pada hasil Riskesdas 2013 sebesar 1.5%. sedangkan prevalensi provinsi

tertinggi angka kejadian diabetes melitus terdapat di DKI Jakarta dengan 3,4%,

Kalimantan Timur 3,1%, DI Yogyakarta 3,1, Sulawesi Utara 3%.

Data dari Dinas Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara Barat pada tahun 2015

menyatakan bahwa banyak penderita DM di NTB sebesar 53.786 jiwa yang tersebar di

seluruh daerah NTB. Di kota Mataram pada tahun 2013 jumlah penderita DM sebesar

1.680 jiwa yang terdata dari 11 Puskesmas di kota Mataram. Sedangkan data dari RSUD

kota mataram pasien yang rawat inap dari tahun 2015 sapai tahun 2017 mengalami

peningkatan yang mana pasien rawat inap pada tahun 2015 sebanyak 630 jiwa, pada

tahun 2016 sebanyak 893 jiwa, dan pada tahun 2017 sebanyak 1135 jiwa ( Rekam Medis

RSUD Kota Mataram, 2017)

Ada berbagai macam cara pengendalian glukosa darah seperti ; gaya hidup

sehat,pemakaian obat anti diabetes (OAD), dan insulin. Akan tetapi ada beberapa

hambatan yang dinyatakan oleh pasien DM yang menyebabkan pasien cenderung

menolak terapi insulin. Hambatan yang dialami antara lain terjadi hipoglikemi setelah

pemberian terapi insulin. Angka kejadian hipoglikemi karena pemberian terapi insulin

bervariasi, mulai dari 6 – 64 % dan hal itu terjadi karna pemberian terapi insulin dengan

dosis waktu serta pemberian yang tidak tepat (Lau et al. 2012). Penambahan berat badan

juga sering terjadi pada pasien setelah pemberian insulin. Hal ini terjadi pada minggu

pertama atau bulan pertama setelah pemberian insulin dan mencapai 0,3 – 6,4 Kg (Lau et

al.2012)
Oleh karena itu diperlukan pengetahuan yang baik dalam pemberian terapi insulin

tersebut agar efek samping dari penggunaan terapi insuli terminimalisir. Pengetahuan

merupakan tingkatan terendah dalam domain kognitif. Pengetahuan merupakan hasil dari

tingkah laku, hal ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan pada suatu objek

tertentu (Notoadmojo, 2007). Ketidakpahaman pasien terhadap terapi yang sedang

dijalaninya akan meningkatkan terjadinya efek samping terhadap obat tersebut. Faktor

tersebut akibat dari kurangnya informasi dan komunikasi antara tenaga kesehatan dengan

pasien. Biasanya karena kurangnya informasi mengenai hal-hal di atas, maka pasien

melakukan self-regulation terhadap terapi obat yang diterimanya yakni terapi insulin

sendiri (Notoadmojo, 2007).

Hipoglikemia merupakan suatu keadaan dimana kadar glukosa dalam darah

dibawah normal yaitu <70mg/dl (American Diabetes Assosiation, 2016). Rata-rata

kejadian hipoglikemia meningkat 3.2 per 100 orang per tahun menjadi 7.7 per 100 orang

per tahun pada pennggunaan insulin.Pasien yang menggunakan insulin atau obat

hipoglikemik oral dapat mengalami hipoglikemia ringan, yang dapat ditangani sendiri,

dimana episode hipoglikemiknya terjadi sekitar dua kali per minggu. Hipoglikemia berat

yang membutuhkan bantuan orang lain untuk mendapatkan kembali kadar gula darah

normal, minimal terjadi sekali per tahun sebesar 27% pada pasien yang diobati regimen

insulin intensif. Hipoglikemia merupakan penyebab kematian pada sekitar 3% dari

penderita diabetes mellitus yang bergantung pada insulin (Self et al, 2013)

Penanggulangan hipoglikemi dirkomendasikan untuk dilakukannya pemantauan

terhadap nilai glukosa darah, serta disarankan untuk pasien mengatur pola makan yang

sehat dan melakukan aktifitas oah raga yang masih mungkin dapat dilakukan. Bila

penderita diabeter melitus tidak patuh dalam melaksanakan program pengobatan dalam

hal ini insulin dan pengatran pola makan baik yang tlah dianjurkan dokter, ahli gizi atau
petugas kesehatan lainnya maka akan memperburuk kondisi penyakitnya dan akan

menyebabkan terjadinya hipoglikemia (Ayuningtyas,2010)

Hasil penelitian oleh Kristianto (2014), pasien yang menggunakan insulin

mengalami penurunan drastis kadar glukosa darah sebanyak 12,9% yang dikarenakan

penyuntikkan insulin yang tidak diimbangi dengan makanan seimbang sehingga pasien

mengalami penurunan kadar gula darah yang besar yang biasa disebut hipoglikemia .

Penelitian sebelumnya dari Budhidarmaja tahun 2013 mengatakan bahwa diabetes

mellitus diakibatkan karena adanya defisiensi insulin pancreas yang menandakanbahwa

insulin yang ada merupakan insulin eksogen sehingga apabila gula darah turun di bawah

normal, tidak terjadi sekresi insulin.Responden yang memiliki pengetahuan penggunaan

insulin yang baik hanya sedikit yang mengalami hipoglikemia (Budhidarmaja, 2013).

Berdasarkan uraian di atas maka peneliti tertarik melakukan penelitian tentang

“Hubungan Pengetahuan Tentang Terapi Insulin dengan Kejadian Hipoglikemia pada

Pasien Diabetes Melitus di RSUD Kota Mataram”.

Anda mungkin juga menyukai