Anda di halaman 1dari 8

PENGARUH RELAKSASI OTOT PROGRESIF TERHADAP TINGKAT ANSIETAS

PENDERITA DIABETES MELLITUS TIPE II


DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PURBOLINGGO
TAHUN 2021

MINI PROPOSAL

OLEH :
DWI HARTANTO
NPM.2020206203252P

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
PRINGSEWU-LAMPUNG
TAHUN 2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perubahan gaya hidup tidak sehat seperti kurang aktivitas fisik dan kebiasaan

mengkonsumsi makanan dengan gizi tidak seimbang saat ini telah membawa dampak buruk

bagi kesehatan masyarakat dan menyebabkan tingginya angka kejadian penyakit diabetes

mellitus yaitu penyakit gangguan metabolisme kronis yang ditandai peningkatan gula darah

(Hiperglikemia) akibat ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan insulin. Kurang lebih 90%-

95% adalah penderita diabetes mellitus akibat penurunan sensitivitas terhadap insulin atau

disebut diabetes tipe 2 selebihnya adalah tipe 1 atau diabetes yang bergantung pada insulin

akibat rusaknya sel beta pankreas penghasil insulin (Tarwoto dkk, 2012).
Berdasarkan laporan World Health Organization (WHO) angka kejadian diabetes

mellitus di dunia saat ini mencapai 422 juta orang, prevalensi global diabetes melitus

dikalangan orang dewasa di atas usia 18 tahun telah meningkat 8,5%. Tahun 2016, sekitar

1,6 juta kematian secara langsung disebabkan oleh diabetes dan 2,2 juta kematian yang

disebabkan komplikasi diabetes. WHO memprediksikan bahwa diabetes akan menjadi

penyebab utama kematian ke-7 di dunia pada tahun 2030 (WHO, 2021).

Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukkan bahwa prevalensi

diabetes melitus di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter pada umur 15 tahun sebesar 2%.

Angka ini menunjukkan peningkatan dibandingkan prevalensi diabetes melitus pada

penduduk 15 tahun pada hasil Riskesdas 2013 sebesar 1,5%. Namun prevalensi diabetes

melitus menurut hasil pemeriksaan gula darah meningkat dari 6,9% pada 2013 menjadi 8,5%

pada tahun 2018,Sedangkan angka kejadian diabetes mellitus di Provinsi Lampung mencapai

0,7% (38.923 kasus dari perkiraan 5.560.440 penduduk usia >14 tahun) (Kemenkes RI,

2021).

Berdasarkan data yang tercatat di Kasie Surveilans & Epidemiologi Dinas Kesehatan

Kabupaten Lampung Timur menunjukkan bahwa pada tahun 2020 tercatat sebanyak 10.331

kasus. Sementara data yang tercatat di Wilayah Kerja Puskesmas purbolinggo menunjukkan

bahwa angka kejadian diabetes mellitus meningkat Pada tahun 2019 tercatat sebanyak 227

kasus dan di tahun 2020 ditemukan sebanyak 466 kasus (Dinkes Kab. Lampung Timur,

2020).

Jumlah ini meningkat hampir 50 % dari jumlah penderita Diabetes militus di wilayah

kerja Purbolinggo. Selain itu, wilayah kerja Puskesmas Purbolinggo juga adalah salah satu

wilayah kerja yang cukup luas, yaitu 60,6 km2 yang terdiri dari 12 desa. Oleh karena itu,

penulis memilih Wilayah Kerja Puskesmas Purbolinggo sebagai tempat penelitian.


Diabetes mellitus (DM) sendiri diklasifikasikan menjadi 2 yaitu diabetes mellitus tipe 1

atau diabetes yang bergantung insulin dan diabetes tipe 2 atau diabetes yang tidak bergantung

insulin. Dari dua tipe tersebut, yang paling banyak ditemukan adalah DM tipe 2 yaitu terjadi

sekitar 90% dari seluruh penderita diabetes (Black & Hawks, 2014b). Dampak meningkatnya

angka kejadian diabetes mellitus baik tipe 1 maupun tipe 2 akan menyebabkan tingginya

angka kematian di dunia, karena diabetes mellitus memiliki berbagai komplikasi yang

mengancam jiwa seperti gangguan pada sistem kardiovaskular. Perubahan sistem vascular

meningkatkan risiko komplikasi jangka panjang penyakit arteri koroner, penyakit vascular

serebral dan penyakit vascular perifer. Penyandang DM yang mengalami infark miokard

lebih rentan terhadap terjadinya gagal jantung kongestif sebagai komplikasi infark dan juga

cenderung jarang bertahan hidup pada periode segera setelah mengalami infark (LeMone,

Burke, & Bauldoff, 2016)

Penyebab tingginya angka kejadian diabetes mellitus sampai saat ini belum diketahui

secara pasti, namun beberapa faktor yang diduga berhubungan dengan kejadian diabetes

mellitus adalah adanya riwayat keluarga, lingkungan, usia, obesitas, etnik, hipertensi,

perilaku makan, dan kurang olah raga (Tarwoto dkk., 2012).

Terbatasnya informasi mengenai penyakit diabetes mellitus, para penderita diabetes

pada tahun-tahun awal akan mengalami ansietas yang didefinisikan sebagai kebingungan

yang kemudian dicirikan dengan perasaan tidak yakin, putus asa, perasaan tertekan, bimbang

dan gugup. (Novitasari R, 2012)

Ansietas adalah kebingungan atau kekhawatiran, ketidakberdayaan dan

ketidaknyamanan pada sesuatu yang terjadi dengan penyebab yang tidak jelas dan

dihubungkan dengan perasaan tidak menentu dan tidak berdaya

Diantara teknik relaksasi yang diyakini dapat menurunkan ansieatas adalah relaksasi

otot progresif, yaitu salah satu teknik pengelolaan diri yang didasarkan pada cara kerja sistem
saraf simpatetis dan parasimpatetis. Relaksasi otot progresif bertujuan untuk mengatasi

berbagai macam permasalahan dalam mengatasi stres, kecemasan, insomnia, dan juga dapat

membangun emosi positif dari emosi negatif (Triyanto, 2014).

Penelitian yang dilakukan Endah sri rahayu et al (2014) dengan desain penelitian

onegroup pretest-posttest design jumlah sampel 40 responden menggunakan teknik cluster

sampling. Sebelum dilakukan terapi relaksasi otot progresif didapatkan jumlah klien yang

mengalami kecemasan terbanyak adalah kecemasan berat 25 orang (62,5%), dan terkecil

adalah kecemasan berat sekali/panik sebanyak 4 orang (10%). Setelah dilakukan terapi

relaksasi otot progresif bahwa jumlah klien yang mengalami kecemasan terbanyak adalah

kecemasan sedang sebanyak 12 orang (30%), jumlah klien yang mengalami kecemasan

terkecil adalah kecemasan berat sebanyak 6 orang (15%). Dari hasil penelitian yang telah

dilakukan maka dapat disimpulkan, bahwa ada pengaruh terapi relaksasi otot progresif

terhadap penuranan tingkat kecemasan pada klien diabetes mellitus tipe 2 di Wilayah Kerja

Puskesmas Karangdoro Semarang (ρ < 0.05). Penelitian yang dilakukan oleh Adi Antoni dan

Ayus Diningsih didapatkan relaksasi otot progresif dapat digunakan sebagai terapi

komplementer dalam mengelola stres fisiologis dan sres psikologis pada klien dengan

diabetes melitus. Kadar glukosa darah sebelum 293 mg/dl dan sesudah 267,65 mg/dl. Skor

fatigue sebelum diperoleh 4,45 dan sesudah 2,60. Skor kecemasan dari 36,05 menjadi 32,60.

Berdasarkan hasil prasurvey dengan Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS) untuk

mengukur tingkat stress terhadap 10 orang penderita diabetes mellitus, ditemukan sebanyak 8

orang (80%) yang memiliki gangguan tingkat ansietas dan 2 orang (20%) lainnya tidak

memiliki gangguan tingkat ansietas. Oleh karena itu, maka penulis tertarik untuk melakukan

penelitian tentang “Pengaruh Relaksasi Otot Progresif (Progressive Muscle Relaxation)


Terhadap Tingkat Ansietas Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 Di Wilayah Kerja Puskesmas

Purbolinggo tahun 2021”.

B. Rumusan Masalah

Diabetes mellitus merupakan salah satu penyakit yang terus mengalami peningkatan

baik di dunia maupun di Indonesia. Diabetes sendiri merupakan salah satu penyakit yang

memiliki banyak komplikasi dan termasuk penyebab angka kematian di dunia. Penderita

diabetes dapat mengalami Gangguan tingkat Ansietas karena adanya gejala yang dirasakan

seperti, kecemasan, depresi, dan nyeri akibat neuropati. Peningkatan tingkat ansietas akan

memperburuk kadar gula darah penderita diabetes.

Upaya untuk menurunkan tingkat ansietas pada penderita diabetes sangat penting

diantaranya melalui teknik relaksasi otot progresif yang diyakini mampu menurunkan tingkat

ansietas. Oleh karena itu, rumusan masalah dalam penelitian yaitu ialah adakah pengaruh

relaksasi otot progresif terhadap tingkat ansietas penderita diabetes mellitus tipe 2 di Wilayah

Kerja Puskesmas Purbolinggo tahun 2021?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Secara umum tujuan penelitian ini adalah diketahuinya pengaruh relaksasi otot

progresif terhadap tingkat ansietas penderita diabetes mellitus tipe 2 di Wilayah Kerja

Puskesmas Purbolinggo tahun 2021.

2. Tujuan Khusus

Secara khusus tujuan dari penelitian ini adalah untuk:

a. Diketahuinya distribusi frekuensi karakteristik responden (umur, jenis kelamin,

pekerjaan, dan pendidikan) penderita diabetes mellitus tipe 2 di Wilayah Kerja

Puskesmas Purbolinggo tahun 2021.


b. Diketahuinya distribusi frekuensi tingkat ansietas penderita diabetes sebelum

pemberian (pretest) relaksasi otot progresif di Wilayah Kerja Puskesmas Purbolinggo

tahun 2021

c. Diketahuinya distribusi frekuensi tingkat ansietas penderita diabetes setelah

pemberian (posttest) relaksasi otot progresif tipe 2 di Wilayah Puskesmas

Purbolinggo tahun 2021.

d. Diketahuinya pengaruh relaksasi otot progresif terhadap ansietas penderita diabetes

mellitus tipe 2 di Wilayah Kerja Puskesmas Purbolinggo tahun 2021

D. Ruang Lingkup Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif studi quasi

experiment design, rancangan Nonequivalent control group design/non randomized control

group pretest posttest design dengan uji paired t test. Objek penelitiannya yaitu pengaruh

relaksasi otot progresif terhadap ansietas penderita diabetes mellitus, sedangkan sebagai

subjek penelitian ini adalah pasien diabetes tipe 2. Penelitian ini akan dilaksanakan di

Wilayah Kerja Puskesmas Purbolinggo.

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi Masyarakat/Aplikatif

Diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat menjadi tambahan informasi yang

berkaitan dengan upaya menurunkan gangguan tingkat ansietas bagi penderita diabetes

mellitus melalui pendekatan terapi komplementer yaitu menggunakan terapi relaksasi

otot progresif (progressive muscle relaxation).

2. Bagi Institusi

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan bacaan yang bersifat

membangun bagi tenaga kesehatan dalam upaya memberikan intervensi yang tepat guna
menurunkan gangguan tingkat ansietas penderita diabetes mellitus melalui terapi

relaksasi otot progresif.

3. Bagi Penelitian Selanjutnya

Hasil penelitian ini diharapkan menjadi bahan masukan dalam mengembangkan

penelitian yang lebih lanjut serta dapat menjadi data awal untuk melakukan penelitian

selanjutnya yang berkaitan dengan upaya menurunkan gangguan tingkat ansietas bagi

penderita diabetes mellitus.

Anda mungkin juga menyukai