Abstract
Background: Diabetes Mellitus is a chronic disease in the form of metabolic disorders
characterized by blood sugar levels above normal. Blood sugar levels in Diabetes Mellitus
patients are influenced by several factors, one of which is stress. Stress that occurs in people
with Diabetes Mellitus results in excess cortisol production, which reduces the body’s sensi-
tivity to insulin and increases blood sugar levels.
Methods: This study used a cross sectional design with consecutive sampling technique.
The number of subjects was 85 Diabetes Mellitus patients. The research instrument used a
Depression, Anxiety, and Stress Scale (DASS) 21 questionnaire and a glucometer. The stress
categories studied were normal stress, mild stress and moderate stress. Meanwhile, the blood
sugar test used is normal blood sugar and is said to be normal if 80-200 mg/dl and high if
>200 mg/dL. The test used in this study is the chi-square test.
Results: The results showed that most of the respondents had normal stress levels (63.5%)
and high blood sugar levels (57.6%). The results of the chi-square test showed that there was
a relationship between stress levels and blood sugar levels in patients with Type II Diabetes
Mellitus (p=0.017).
Conclusion: There is a relationship between stress levels and blood sugar levels in patients
with Type II Diabetes Mellitus at the Secang I Health Center.
Correspondence Address: pISSN 2798-4265
Universitas Negeri Semarang, Indonesia. eISSN 2776-9968
Email : melinaharyono@students.unnes.ac.id
657
Melina Haryono, Oktia Woro Kasmini Handayani / Analisis Tingkat Stres / IJPHN (1) (3) (2021)
658
Melina Haryono, Oktia Woro Kasmini Handayani / Analisis Tingkat Stres / IJPHN (1) (3) (2021)
reaksi psikologis yang negatif seperti depresi, and Stress Scale (DASS) 21 dan glukometer.
putus asa, dan seringnya mengeluh mengenai Sampel dari penelitian ini menerapkan teknik
masalah kesehatannya (ur Rehman & Kazmi, consecutive sampling. Kriteria inklusi antara
2015) lain pasien DM tipe 2 yang siap menjadi
Dalam perspektif fisiologis reaksi stres responden dan kooperatif, berusia 55-65 tahun,
diatur menjadi dua cabang yaitu yang diatur konsumsi karbohidrat tidak lebih dari AKG,
oleh sistem saraf simpatis yang beroperasi dapat melakukan kegiatan sehari-hari secara
dengan cepat dan yang diatur oleh sumbu mandiri, dan pasien DM tipe 2 yang tidak
neuroendokrin (HPA). Yang pertama dimulai mengalami infeksi dan menjalani pengobatan
di inti parvoseluler dari hipotalamusyang dengan oral. Sedangkan kriteria ekslusinya yaitu
dihubungkan oleh serabut saraf ke lokus penderita DM tipe 2 yang memenuhi kriteria
koeruleus di sumsum tulang belakang. Dari dengan penyakit penyerta (jantung, stroke, dan
sini adrenal medula dirangsang sehingga gagal ginjal). Subjek penelitian ini 85 orang
menghasilkan katekolamin (adrenalin, didapatkan menggunakan rumus estimasi
noradrenalin, dan dopamin). Fungsi proporsi. Teknik pengumpulan data dilakukan
sumbu HPA sebaliknya, yaitu dimulai dari dengan wawancara, pemeriksaan gula darah
prevantrikuler hipotalamus yang melepaskan sewaktu, dan dokumentasi. Dalam penelitian
hormon kortikotropin (CRH) dan arginin ini data primer diperoleh secara langsung
vasopresin (AVP). Zat ini merangsang melalui hasil pengisian lembar kuesioner dan
kelenjar pituitari untuk menghasilkan hormon pemeriksaan gula darah sewaktu. Analisis data
adrenokortikotropik (ACTH) yang dilepaskan yang digunakan adalah analisis data univariat
ke aliran darah dan menginduksi korteks dan analisis data bivariat dengan menggunakan
adrenal untuk mengeluarkan kortisol (Falco et uji statistik chi-square. Ethical clearance untuk
al., 2015) penelitian ini telah dikeluarkan oleh Komisi
Hormon kortisol memiliki efek Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Ilmu
meningkatkan kadar gula darah dan fluktuasi Keolahragaan Universitas Negeri Semarang
kadar gula darah akan menyebabkan penderita Nomor 135/KEPK/EC/2021.
putus asa dalam pengobatan (Eashwar et
al., 2017). Ketika seseorang mengalami stres Hasil dan Pembahasan
yang berlebihan maka produksi kortisol Berdasarkan hasil penelitian diperoleh
akan meningkat dan akan menurunkan distribusi karakteristik responden diketahui
kepekaan tubuh terhadap insulin, sehingga bahwa dari 85 responden yang berjenis
menyulitkan kadar gula darah untuk masuk kelamin laki-laki sebanyak 24 orang (28,2%)
ke sel dan meningkatkan kadar gula darah dan berjenis kelamin perempuan sebanyak 61
(McEwen, 2008). Berdasarkan latar belakang orang (71,8%). Kemudian diketahui bahwa
tersebut dilakukan penelitian dengan tujuan dari 85 responden dengan status pekerjaan
menganalisis tingkat stres terkait kadar gula bekerja sejumlah 54 orang (63,5%) sedangkan
darah pada penderita Diabetes Melitus Tipe 2 responden dengan status pekerjaan tidak
di Puskesmas Secang I Kabupaten Magelang. bekerja sejumlah 31 orang (36,5%). Selanjutnya
dapat diketahui bahwa dari 85 responden
Metode dengan tingkat pendidikan tidak tamat SD
Jenis penelitian yang dihunakan adalah sejumlah 2 orang (2,4%), responden dengan
deskriptif analitik dengan rancangan penelitian tingkat pendidikan SD sejumlah 17 orang
cross sectional. Penelitian ini dilaksanakan pada (20,0%), responden dengan tingkat pendidikan
bulan Juni 2021 di wilayah kerja Puskesmas SMP sejumlah 25 orang (29,4%), responden
Secang I Kabupaten Magelang. Variabel dengan tingkat pendidikan SMA sejumlah 36
bebas pada penelitian ini adalah tingkat stres orang (42,4%), sedangkan responden dengan
sedamgkan variabel terikat pada penelitian tingkat pendidikan perguruan tinggi sejumlah
ini adalah kadar gula darah pada penderita 5 orang (5,9%). Selanjutnya diketahui bahwa
Diabetes Melitus tipe 2. Instrumen penelitian responden dengan status aktivitas fisik ringan
menggunakan kuesioner Depression, Anxiety, sejumlah 44 orang (51,8%) dan responden
659
Melina Haryono, Oktia Woro Kasmini Handayani / Analisis Tingkat Stres / IJPHN (1) (3) (2021)
dengan status aktivitas fisik sedang sejumlah 41 distribusi variabel bebas dan variabel terikat,
orang (48,2%). Diketahui bahwa 85 responden yaitu tingkat stres dan kontrol kadar gula darah
(100,0%) memiliki konsumsi karbohidrat tidak pada penderita DM Tipe 2. Hasil dapat dilihat
melebihi AKG. pada tabel berikut.
Analisis univariat menjelaskan
Tabel 1. Distribusi Tingkat Stres Penderita Diabetes Melitus Tipe 2
Tingkat Stres Jumlah Presentase (%)
Normal 54 63,5
Ringan 19 22,4
Sedang 12 14,1
Jumlah 85 100
660
Melina Haryono, Oktia Woro Kasmini Handayani / Analisis Tingkat Stres / IJPHN (1) (3) (2021)
jumlah, dan jenis), olahraga, penurunan Kadar Gula Darah Pada Penderita Diabetes
aktivitas, memberikan beban bagi keluarga, Melitus Tipe 2
dan pengobatan yang dilakukan sepanjang Berdasarkan hasil penelitian, kadar
hidupnya. Faktor lain yang menyebabkan gula darah pada penderita DM tipe 2 di
munculnya stres pada responden adalah Puskesmas Secang I memiliki kadar gula darah
kurangnya dukungan keluarga, status ekonomi, yang cenderung tinggi. Tingginya kadar gula
dan lamanya menderita DM. Dukungan darah pada lansia disebabkan oleh gangguan
keluarga dapat membantu untuk mencegah stres metabolisme karbohidrat pada lansia meliputi
dan sesuatu yang berbahaya dan mengancam tiga hal yaitu resistensi insulin, hilangnya
(Nurhayati, 2013). Kesulitan ekonomi dalam pelepasan insulin fase pertama sehingga
memenuhi kebutuhan keluarga mengharuskan lonjakan awal insulin postprandial tidak terjadi
mereka bekerja lebih keras sehingga beberapa pada lansia dengan DM dan peningkatan
responden merasa tertekan dan stres. kadar glukosa postprandial. Diantara ketiga
Selanjutnya lama menderita DM memberikan gangguan tersebut, yang paling berperanan
efek pada penderita. Lamanya menderita DM adalah resistensi insulin. Timbulnya resistensi
pada responden dapat berdampak bukan insulin pada lansia dapat disebabkan oleh 4
hanya pada fisik tetapi pada psikis responden faktor perubahan komposisi tubuh: massa otot
sehingga apa yang menjadi keinginan seperti lebih sedikit dan jaringan lemak lebih banyak,
untuk sembuh tidak dapat terwujud, dimana menurunnya aktivitas fisik sehingga terjadi
penyakit sangat sulit bahkan tidak dapat penurunan jumlah reseptor insulin yang siap
disembuhkan. Ini akan mengakibatkan berikatan dengan insulin, perubahan pola
penderita DM mengalami stres memikirkan makan lebih banyak makan karbohidrat akibat
kesehatan mereka (Safitri et al., 2011) berkurangnya jumlah gigi sehingga perubahan
Selain itu penyebab stres pada penderita neurohormonal (terutama insulin-like growth
diabetes melitus tipe 2 ditimbulkan oleh factor-1 (IGF-1) dan dehidroepiandosteron
informasi yang menyatakan bahwa penyakit (DHEAS) plasma) sehingga terjadi penurunan
DM sukar disembuhkan. Penyebab stres ambilan glukosa akibat menurunnya sensitivitas
pada penderita DM tipe 2 juga dipengaruhi reseptor insulin dan aksi insulin (Rochmah,
oleh faktor usia dan pekerjaan. Stres dapat 2007).
disebabkan oleh beberapa faktor, antaranya Selain itu hasil dari penelitian terhadap
usia. Responden pada penelitian ini merupakan 85 responden di wilayah kerja Puskesmas
golongan lansia dengan range umur 55 tahun Secang I dapat diketahui bahwa dari 85
hingga 65 tahun. Seseorang yang memasuki responden memiliki status aktivitas fisik ringan
masa lansia akan mengalami keterbatasan- sejumlah 44 orang (51,8%) dan responden
keterbatasan dimana dirinya akan lebih dengan status aktivitas fisik sedang sejumlah
bergantung kepada orang lain, proses untuk 41 orang (48,2%). Penelitian ini menunjukkan
mencari nafkah terhenti dan sulit berinteraksi bahwa 85 responden (100,0%) memiliki tingkat
secara luas (Indriana et al., 2010). Selain itu konsumsi karbohidrat tidak melebihi AKG,
lansia mengalami kemunduran fisik dan untuk perempuan konsumsi karbohidrat tidak
psikologis secara bertahap dimana penurunan melebihi 280 gram sedangkan untuk laki-laki
kondisi tersebut dapat menimbulkan stres pada konsumsi karbohidrat tidak melebihi 340 gram.
sebagian lansia (Hurlock, 2004). Pekerjaan Berdasarkan ADA (2015), aktivitas fisik dan
juga merupakan salah satu faktor stres. Hasil konsumsi karbohidrat dapat mempengaruhi
penelitian ini menunjukkan sebagian besar kadar gula dalam darah.
responden berstatus bekerja yaitu sebanyak 54 Aktivitas fisik mempengaruhi kadar
(63,5%) responden. Stres kerja dapat terjadi glukosa dalam darah. Peningkatan penggunaan
karena adanya tuntutan dan tekanan yang glukosa oleh otot akan meningkat saat
berlebih dari tugas yang diberikan sehingga seseorang melakukan aktivitas fisik yang tinggi.
mengakibatkan ketegangan yang berdampak Hal tersebut disebabkan glukosa endogen akan
pada tidak seimbangnya keadaan psikologis ditingkatkan untuk menjaga agar kadar gula
pekerja (Hasibuan, 2014). di dalam darah tetap seimbang. Pada keadaan
661
Melina Haryono, Oktia Woro Kasmini Handayani / Analisis Tingkat Stres / IJPHN (1) (3) (2021)
normal keseimbangan kadar gula darah dapat diserap ke aliran darah (Guyton dan Hall,
tersebut dapat dicapai oleh berbagai mekanisme 2008).
dari sistem saraf, regulasi glukosa, dan keadaan Faktor lain yang menyebabkan tingginya
hormonal (Kronenberg, 2008). kadar gula darah pada lansia adalah usia, jenis
Teori lain menyebutkan bahwa aktivitas kelamin, dan pendidikan. Meningkatnya umur
fisik secara langsung berhubungan dengan seseorang menyebabkan terjadinya intoleransi
kecepatan pemulihan gula darah otot. Saat terhadap glukosa sehingga terjadi peningkatan.
aktivitas fisik dilakukan otot-otot di dalam Intoleransi glukosa pada lanjut usia ini sering
tubuh akan bereaksi dengan menggunakan dikaitkan dengan obesitas, aktivitas fisik yang
glukosa yang disimpannya sehingga glukosa kurang, berkurangnya masa otot, adanya
yang tersimpan akan berkurang. Dalam penyakit penyerta, dan penggunaan obat.
keadaan tersebut akan terdapat reaksi otot Disamping itu pada orang lanjut usia sudah
yang mana otot akan mengambil glukosa di terjadi penurunan sekresi insulin dan kadar
dalam darah sehingga glukosa di dalam darah retensi insulin. Risiko terkena kadar gula darah
menurun dan hal tersebut dapat meningkatkan akan meningkat sejalan dengan penuaan,
kontrol gula darah (Barnes, 2011). para ahli sepakat mulai usia 45 tahun ke atas
Karbohidrat merupakan salah satu bahan (Fitrania, 2008).
makanan utama yang dibutuhkan oleh tubuh Berdasarkan kategori jenis kelamin dapat
manusia. Sebagian besar karbohidrat yang kita dilihat mayoritas jenis kelamin responden
konsumsi berbentuk polisakarida dan tidak bisa adalah perempuan dengan jumlah 61 responden
langsung diserap. Karenanya karbohidrat harus (71,8%). Leslie (2013) menjelaskan bahwa laki-
dipecah menjadi bentuk yang lebih sederhana laki lebih rentan terkena penyakit DM tipe
sebelum dapat diserap melalui mukosa saluran 2 dibandingkan dengan perempuan tetapi
pencernaan. Sebagian besar karbohidrat dalam kenyataan di lapangan jumlah perempuan yang
makanan akan diserap ke dalam darah dalam terkena DM tipe 2 lebih banyak dibandingkan
bentuk monosakarida glukosa. Jenis gula dengan laki-laki. Hal ini disebabkan
lainnya akan diubah menjadi glukosa oleh hati perempuan di masyarakat mempunyai angka
(ADA, 2015). harapan hidup lebih tinggi dibandingkan
Karbohidrat yang masuk ke saluran dengan laki-laki sehingga semakin banyak
cerna akan dihidrolisis oleh enzim pencernaan. perempuan lanjut usia menyebabkan jumlah
Ketika makanan dikunyah di dalam mulut, perempuan yang mengidap DM tipe 2 semakin
makanan tersebut bercampur dengan saliva tinggi. Peningkatan linggar pinggang pada
yang mengandung enzim ptialin (α-amilase). perempuan sejalan dengan bertambahnya
Tepung (starch) akan dihidrolisis oleh umur dibandingkan dengan laki-laki. Pada
enzim tersebut menjadi disakarida maltosa analisis gabungan dari dua studi kohort
dan polimer glukosa kecil. Sesampainya di berbasis populasi prospektif, perempuan di
lambung, enzim ptialin menjadi tidak aktif Jerman yang mendapatkan peningkatan 1 cm
akibat suasana lambung yang asam. Proses lingkar pinggang memiliki peningkatan risiko
pencernaan ini akan dilanjutkan di usus halus terkena DM tipe 2 sebesar 31% per tahun dan
yang merupakan muara dari sekresi pankreas. peningkatan risiko sebesar 28% per tahun jika
Sekresi pankreas mengandung α-amilase perempuan tersebut memiliki peningkatan
yang lebih poten daripada α-amilase saliva. 1 kg berat badan. Sedangkan bagi laki-laki
Hampir semua karbohidrat telah diubah peningkatan 1 cm lingkar pinggang memiliki
menjadi maltosa dan polimer glukosa kecil peningkatan risiko terkena DM tipe 2 sebesar
lainnya sebelum melewati duodenum atau sebesar 29% per tahun dan peningkatan
jejunum bagian atas. Disakarida dan polimer risiko sebesar 34% per tahun jika laki-laki
glukosa kecil ini kemudian dihidrolisis oleh tersebut memiliki peningkatan 1 kg berat
enzim monosakaridase yang terdapat pada vili badan(Kautzky-Willer et al., 2016).
enterosit usus halus. Proses ini terjadi ketika Hasil analisis menunjukkan sebagian
disakarida berkontak dengan enterosit usus besar tingkat pendidikan responden adalah
halus dan menghasilkan monosakarida yang tingkat SMA dengan jumlah 36 responden
662
Melina Haryono, Oktia Woro Kasmini Handayani / Analisis Tingkat Stres / IJPHN (1) (3) (2021)
(42,4%). Semakin tinggi pendidikan semakin tubuh menjadi lemah, berkurangnya nafsu
besar kepedulian terhadap kesehatan. Namun makan, dan minat dalam segala hal. Jika kondisi
tidak dipungkiri masih ada orang yang ini dibiarkan berlarut-larut maka akan memicu
berpendidikan tinggi mengabaikan kesehatan timbulnya depresi. Selain itu, lansia akan
dengan berbagai alasan yang menyebabkannya, kesulitan memotivasi dirinya untuk sembuh
salah satunya berhubungan dengan pekerjaan (Siregar & Hidajat, 2017).
dimana dengan adanya kesibukan yang tinggi Penyakit DM memberikan dampak
sehingga pola hidup yang tidak teratur atau psikologis yang akan dirasakan penderita
tidak teraturnya pola makan meyebabkan setelah didiagnosis dokter dan penyakit
gangguan kesehatan. Biasanya orang dengan tersebut berlangsung beberapa bulan atau
kegiatan yang padat sering lupa utuk makan lebih dari satu tahun. Selain itu penyebab stres
namun lebih banyak makan cemilan. Dengan ditimbulkan oleh informasi yang menyatakan
adanya perubahan gaya hidup dan kebiasaan bahwa penyakit DM sukar disembuhkan dan
makan, konsumsi makanan yang energi dan harus melaksanakan diet (Maghfiroh, 2013).
tinggi lemak selain aktivitas fisik yang rendah, Penyakit DM mengakibatkan stres psikososial
akan mengubah keseimbangan energi dengan karena dapat menimbulkan perubahan dalam
disimpannya energi sebagai lemak simpanan kehidupan, yaitu perubahan gaya hidup dan
yang jarang digunakan (Gibney et al, 2009). aktivitas menjadi terbatas atau terganggu
Hubungan Tingkat Stres Terkait Kadar Gula (Widyastuti, 2012). Dampak stres pada lansia
Darah Pada Penderita Diabets Melitus dengan PTM akan berpengaruh terhadap
Hasil uji statistik menunjukkan bahwa kualitas hidup dan kesejahteraan lansia dalam
p-value = 0,017. Dengan demikian Ho ditolak hal perawatan dirinya yang berpusat pada
dan Ha diterima, sehingga dapat disimpulkan kepatuhan dalam pengobatan serta manajemen
bahwa terdapat hubungan antara tingkat stres diri (Glover et al., 2016).
dengan kadar gula darah pada penderita DM Dalam perspektif fisiologis reaksi stres
tipe 2. Adapun faktor yang mempengaruhi diatur menjadi dua cabang yaitu yang diatur
penelitian ini yaitu usia. WHO menyebutkan oleh sistem saraf simpatis yang beroperasi
bahwa setelah seseorang mencapai umur 40 dengan cepat dan yang diatur oleh sumbu
tahun maka kadar glukosa darah naik 1-2 mg% neuroendokrin (HPA). Yang pertama dimulai
pertahun pada saat puasa dan naik sekitar 5,6- di inti parvoseluler dari hipotalamus yang
13 mg% pada 2 jam setelah makan. Semakin dihubungkan oleh serabut saraf ke lokus
tua usia maka semakin tinggi prevalensi DM koeruleus di sumsum tulang belakang. Dari
tipe 2 secara signifikan (Ezeani et al., 2020). sini adrenal medula dirangsang sehingga
Penelitian Trisnawati dan Setyorogo menghasilkan katekolamin (adrenalin,
(2013) bahwa adanya hubungan antara umur noradrenalin, dan dopamin). Fungsi sumbu
dengan kejadian DM. Kelompok usia < 45 neuroendokrin sebaliknya, yaitu dimulai dari
tahun adalah kelompok usia yang kurang paraventrikular hipotalamus yang melepaskan
berisiko untuk menderita DM Tipe 2. Risiko hormon kortikotropin (CRH) dan arginin
pada kelompok umur < 45 tahun lebih rendah vasopresin (AVP). Zat ini merangsang
72 % dibanding kelompok umur ≥ 45 tahun kelenjar pituitari untuk menghasilkan
(Trisnawati & Setyorogo, 2013). Menurut hormon adrenokortikotropik (ACTH) yang
Smeltzer & Bare (2014) bahwa usia memiliki dilepaskan ke aliran darah dan menginduksi
kaitan erat dengan kenaikan jumlah gula darah, korteks adrenal untuk mengeluarkan kortisol
semakin bertambah usia maka risiko untuk (Falco, 2015). Hormon kortisol memiliki efek
mengalami DM tipe 2 semakin tinggi. Proses meningkatkan kadar gula darah dan fluktuasi
menua dapat mengakibatkan perubahan sistem kadar gula darah akan menyebabkan penderita
anatomi, fisiologi, dan biokimia tubuh yang putus asa dalam pengobatan (Eashwar et
salah satu dampaknya adalah peningkatan al., 2017). Ketika seseorang mengalami stres
resistensi insulin. yang berlebihan maka produksi kortisol akan
Lansia dengan PTM yang mengalami meningkat dan akan menurunkan kepekaan
stres akan cenderung mengalami kesedihan, tubuh terhadap insulin, sehingga menyulitkan
663
Melina Haryono, Oktia Woro Kasmini Handayani / Analisis Tingkat Stres / IJPHN (1) (3) (2021)
664
Melina Haryono, Oktia Woro Kasmini Handayani / Analisis Tingkat Stres / IJPHN (1) (3) (2021)
665