Anda di halaman 1dari 40

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah


Penyakit Diabetes Mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit
gangguan metabolik yang ditandai oleh hiperglikemia ( kenaikan kadar glukosa
serum) akibat kurangnya hormon insulin,menurunnya efek insulin atau kedua-
duanya.Penderita diabetes mellitus tipe 2 umumnya orang dewasa yang berusia
diatas usia 40 tahun pasien yang obes.( KOWALAK,WELSH,& MAYER,
2014).Prevalensi global penderita diabetes melitus pada tahun 2017 mencapai 371
juta orang. Dan sekitar 90-95% dari mereka menderita diabetes tipe 2 (WORLD
Health Organization (WHO),2019),Indonesia merupakan negara di urutan ke-6
dengan jumlah penderita diabetes mencapai 10,3 juta orang.Tidak jauh berbeda
dengan hasil riset kesehatan dasar (Riskesdas) juga menunjukkan peningkatan
kejadian penyakit diabetes dari 6,9% tahun 2013 menjadi 8,5% tahun 2018.
Daerah dengan angka kejadian diabetes mellitus cukup tinggi yaitu 1,1%
(Kementerian Kesehatan RI,2019).
Berdasarkan hasil laporan Seksi Pelayanan Kesehatan Dasar Kota
Metro,didapatkan sepuluh penyakit terbanyak di Kota Metro tahun 2019 dan
diabetes mellitus menempati urutan pertama dari 10 penyakit terbanyak di Kota
Metro,yaitu dengan jumlah 18442 penderita atau 24,01% (Dinkes Kota
Metro,2020).Berdasarkan data medical record di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas
29 Banjar Sari Metro Utara pada tahun 2020,kasus diabetes mellitus menempati
urutan ke-6 dari 10 penyakit besar Dengan 60 penderita (Medical Record UPTD
Puskesmas 29 Banjar Sari,2020).
Keadaan hiperglikemia pada penderita DM dapat menyebabkan kerusakan
sistemik yang luas pada tubuh hal ini disebabkan karena terdapat gangguan pada
metabolisme glukosa, lemak dan protein sebagai hasil dari defek sekresi insulin
maupun gangguan sekresi insulin perifer.
Kondisi hiperglikemia pada penderita DM yang berlangsung lama dapat
berkembang menjadi keadaan metabolisme yang berbahaya seperti ketoasidosis
diabetik yang dapat berakibat fatal dan membawa kematian.Komplikasi diabetes
mellitus meliputi penyakit mikrovaskuler,termasuk retinopati,nefropati,dan
neuropati,dislipidemia,penyakit makroaskuler, termasuk penyakit arteri
koroner,arteri perifer,dan arteri serebri,ketoasiadosis diabetik,sindrom
hiperosmoler hiperglikemik nonketotik,kenaikan berat badan yang berlebihan,
ulserasi kulit,dan gagal ginjal kronis.( KOWALAK,WELSH,& MAYER, 2014)
Gejala awal diabetes mellitus biasanya adalah hipoglikemia,hanya ditandai
dengan penurunan kadar gula darah.Penurunan kadar gula darah pada awalnya
sementara tetapi akhirnya menjadi permanen. Ketika gejala muncul,biasanya
samar.Gejala awal yang sering muncul pada diabetes mellitus yaitu sakit
kepala,rasa cepat lelah,mengantuk,tenaga yang berkurang dan gangguan pada
kinerja sekolah serta pekerja,semua ini disebabkan oleh kadar glukosa intrsel yang
rendah.( KOWALAK,WELSH & MAYER, 2014).
Sulitnya mengendalikan kadar gula darah merupakan masalah yang
dialami setiap penyandang diabetes mellitus tipe 2.Beberapa alasan penyebab
tidak terkendalinya kadar gula darah seperti pasien tidak mau olah raga,diit yang
buruk dan lalai dalam pengobatan.Satu diantara terapi non farmakologis yaitu
berupa latihan fisik.Latihan fisik merupakan salah satu pilar penatalaksanaan
DM.Jalan kaki,jongging,naik turun tangga,bersepeda merupakan alternatif pilihan
yang dianjurkan bagi penderita DM Tipe 2,tetapi dari beberapa latihan tersebut
masih menujukkan hasil yang bervariasi sehingga diberikan alternatif lainyaitu
relaksasi (PERKENI dalam Simanjuntak dan Simamora,2017).
Faktor resiko dari DM tipe 2 meliputi kelainan genetika,usia,pola makan
yang salah (kurang gizi dan obesitas), dan stres (gaya hidup stres) Dalam tubuh
terdapat hormon yang berfungsi berlawanan dengan insulin, yaitu
glukagon,epinefrin atau adrenalin, dan kortisol atau harmon steroid. Harmon-
harmon ini memacu hati mengeluarkan glukosa, sehingg glukosa dalam darah
naik.Kenaikan kadar gula darah yang tidak dilakukan penatalaksaan dengan baik
maka dapat mengakibatkan terjadinya berbagai komplikasi seperti penyakit
jantung koroner,penyakit pembuluh darah tungkai,penyakit mata,ginjal, dan
saraf.Penatalaksanaan DM sendiri dari empat pilar yaitu penyuluhan/eduksi,diet
Diabetes Mellitus,latihan fisik (olahraga) dan pengobatan (Hasdianah,2012).
Penelitian Maghfirah tahun 2015 menyatakan bahwa Pilar
penyeluhan/edukasi dalam pengelolaan DM dapat meningkatkan kemampuan
dalam mengolah stres dengan melakukan relaksasi. Salah satu pelatihan relaksasi
otot progresif (PMR). Relaksasi otot progresif diharapkan pada penderita DM
dapat meningkatkan kemampuan dalam mengelola stres sehingga klien mampu
melakukan perawatan diri dengan baik dan mengurangi resiko komplikasi yang
timbul. Satu diantara terapi non farmakologis yaitu berupa latihan fisik.
Teknik relaksasi otot progresif adalah teknik relaksasi otot dalam yang
tidak memerlukan imajinasi, ketekunan, atau sugesti. Relaksasi otot progesif
(PMR) merupakan cara yang efektif untuk relaksasi dan mengurangi kecemasan.
Relaksasi otot progresif secara sistematis dapat mengencangkan dan melemahkan
otot-otot yang berlainan. PMR mrupakan suatu prosedur untuk mendapatkan
relaksasi pada otot melalui dua langkah, yaitu dengan memberikan tegangan pada
suatu kelompok otot, dan menghentikan tegangan tersebut kemudian memusatkan
perhatian terhadap otot yang menjadi rileks (Mashudi 2015).Tujuan melakukan
relaksasi otot progresif yaitu untuk mengtahui perbedaan rasa saat otot-otot
ditegangkan dan saat dilemaskan.Salah satunya adalah teknik relaksasi otot
progresif.Relaksasi otot progresif yang diberikan pada pasien dengan diabetes
dapat menurunkan kadar HbAIC.Teknik ini mengajarkan individu bagaimana
beristirahat dengan efektif dan mengurangi ketengangan pada tubuh (Potter &
Perry,2010).Banyaknya manfaat terapi relaksasi otot progresif seperti mengurangi
insomnia,menurunkan stres dan tekanan darah.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh mashudi pada tahun
2015 menyatakan bahwa hasil penelitian menunjukkan pasien DM tipe 2 yang
dilakukan latihan relaksasi otot progresif selama tiga hari dengan frekuensi latihan
dua kali sehari dan durasi kurang lebih 15 menit mendapatkan hasil adanya
perbedaan rata-rata KGD baik KGD jam 06.00,11.00,dan 16.00 sebelum dan
sesudah latihan PMR,yaitu mengalami penurunan kadar gula darah. Penurunan
kadar gula darah sebanyak 135,86 mg/dl pada kelompok intervensi, sedangkan
pada kelompok kontrol mengalami penurunan kadar gula darah sebanyak 28,29
mg/dl. Jadi terdapat pengaruh yang signifikan teknik PMR terhadap penrunan
kadar gula darah.
Menurut beberapa penelitian diatas relaksasi otot progresif dapat
menormalkan kembali kadar gula darah pada pasien diabetes mellitus.Maka
peneliti tertarik mengambi judul “Penerapan relaksasi otot progresif terhadap
kadar gula darah pada pasien diabetes mellitus tipe 2 di wilayah UPTD Puskesmas
29 Banjar Sari Metro Utara”.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan ringkasan dari latar belakang di atas penulis dapat
merumuskan masalah apakah ada pengaruh relaksasi otot progresif
terhadap kadar gula darah pada pasien diabetes mellitus tipe 2 di wilayah
UPTD Puskesmas 29 Banjar Sari Metro Utara.
1.3. Tujuan
1.3.1 Tujuan umum
Mengetahui efektifitas relaksasi otot progresif terhadap tekanan
darah pada pasien diabetes mellitus.
1.3.2 Tujuan khusus
a) Mengidentifikasi karakteristik responden
b) Mengidentifikasi kadar gula darah pasien diabetes mellitus
sebelum penerapan relaksasi otot progresif di wilayah UPTD
Puskesmas 29 Banjar Sari Metro Utara.
c) Mengidentifikasi kadar gula darh pasien diabetes mellitus
sesudah penerapan relaksasi otot progresif di wilayah UPTD
Puskesmas 29 Banjar Sari Metro Utara.
d) Mengetahui perbedaan kadar gula darah pasien diabetes
mellitus sebelum dan sesudah penerapan relaksasi otot
progresif di wilayah UPTD Puskesmas 29 Banjar Sari Metro
Utara.
1.4 Manfaat Karya Tulis Ilmiah
1.4.1 Manfaat Teoritis
Karya tulis ilmiah ini diharapkan dapat dijadikan sebagai
bahanmasukan dalam upaya pengembangan penatalaksanaan untuk
menurunkan kadar gula darah pada pasien diabetes mellitus.
1.4.2 Manfaat Praktis
a) Bagi Penulis
Untuk menambah wawasan serta pengetahuan dalam melakukan
tindakan keperawatan terutama manfaat dari penerapan relaksasi
otot progresif terhadap kadar gula darah pada pasien diabetes
mellitus.
b) Bagi Instansi
Dapat dijadikan sebagai bahan referensi untuk melakukan
penelitian lebih lanjut tentang penerapan relaksasi otot progresif
terhadap kadar gula darah pada pasien diabetes mellitus serta
sebagai cara untuk mengealuasi materi yang telah disampaikan
instansi.
c) Bagi Tenaga Kesehatan
Diharapkan dapat memberikan informasi bagi tenaga kesehatan
khususnya pada perawat dalam upaya melakukan penatalaksanaan
nonfarmakologi yaitu penerapan relaksasi otot progresif terhadap
kadar gula darah pada pasien diabetes mellitus.
d) Bagi Pasien dan Keluarga
Untuk menambah pengetahuan yang sangat bermanfaat bagi pasien
dan keluarga mengenai relaksasi otot progresif terhadap kadar gula
darah pada pasien diabetes mellitus.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Teori


2.1.1 Pengertian Diabetes Mellitus
Diabetes Mellitus merupakan sekumpulan gangguan metabolik yang
ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah ( hiperglikemia )
akibat kerusakan pada sekresi insulin,kerja insulin ,dan keduanya.
Hiperglikemia didefinisikan sebagai kondisi kadar glukosa darah
tinggi : kadar glukosa plasma puasa 126 mg/dl atau lebih,atau kadar
glukosa plasma sewaktu atau 2 jam pasca-makan lebih dari 200 mg/dl.
( Brunner & Suddarth, 2014 ).
Diabetes mellitus didefinisikan sebagai penyakit kronis progresif yang
ditandai dengan ketidakmampuan tubuh untuk melakukan metabolisme
karbohindrat,lemak,dan protein ,mengarah ke hiperglikemia ( kadar
glukosa darah tinggi ).( Black & Hawks, 2014).
2.1.2 Etiologi
Diabetes mellitus menurut Kowalak, (2014) mempunyai beberapa
penyebab, yaitu :
a) Hereditas
Peningkatan kerentanan sel-sel beta pancreas dan perkembangan
antibodi autoimun terhadap penghancuran sel-sel beta
b) Lingkungan (infeksi, makanan, toksin, stress)
Kekurangan protein kronik dapat mengakibatkan hipofungsi
pancreas. Infeksi virus coxsakie pada seseorang yang peka secara
genetic. Stress fisiologis dan emosional meningkatkan kadar
hormon stress (kortisol, epinefrin, glucagon, dan hormon
pertumbuhan, sehingga meningkatkan kadar gula darah.
c) Perubahan gaya hidup
Pada orang secara genetik rentan terkena DM karena perubahan
gaya hidup, menjadikan seseoraang kurang aktif sehingga
menimbulkan kegemukan dan beresiko tinggi terkena diabetes
mellitus.
d) Kehamilan
Kenaikan kadar estrogen dan hormon plasental yang berkaitan
dengan kehamilan, yang mengantagoniskan insulin.
e) Usia
Usia diatas 65 tahun cenderung mengalami diabetes mellitus.
f) Obesitas
Obesitas dapat menurunkan jumlah reseptor insulin di dalam
tubuh. Insulin yang tersedia tidak efektif dalam meningkatkan efek
metabolic.
2.2 Klasifikasi Diabetes Mellitus

Tabel 2.1 Klasifikasi Diabetes Mellitus

Destruksi sel beta,umumnya menjurus


ke defeisiensi insulin absolut:
Diabetes Mellitus tipe I
 Autoimun
 Idiopatik
Bervariasi, mulai yang dominan
resistensi insulin disertai defisiensi
Diabetes Mellitus tipe II insulin relatif sampai yang dominan
defek sekresi insulin disertai resistensi
insulin.
 Defek genetic fungsi sel beta
 Defek genetic kerja insulin
 Penyakit eksokrin pankreas
 Endokrinopati
Diabetes tipe lain
 Karena obat dan zat kimia
 Sindrom genetik lain yang
berkaitan dengan Diabetes
Mellitus
Diabetes Mellitus Gestasional adalah
keadaan diabetes atau intoleransi
Diabetes Gestasional glukosa yang timbul selama masa
kehamilan dan biasanya berlangsung
hanya sementara.
2.1.3. Manifestasi klinis Diabetes Mellitus Tipe II

Manifestasi klinis Diabetes Mellitus tipe II menurut Kowalak


(2014), adalah sebagai berikut:

 Poliuria (air kencing keluar banyak) dan polydipsia (rasa


haus yang berlebihan) yang disebabkan oleh osmolalitas
serum yang tinggi akibat kadar glukosa serum yang
meningkat.
 Anoeksia (sering terjadi) danpolifagia (rasa lapar yang
berlebih) yang terjadi karena glukosuria yang
memyebabkan keseimbangan kalori negatif.
 Keletihan (rasa cepat lelah) dan kelemahan yang
disebabkan penggunaan glukosa oleh sel menurun
 Infeksi ,luka pada kulit yang lambat sembuhnya, dan rasa
gatal pada kulit.
 Sakit kepala,mengantuk, dan gangguan pada aktivitas
disebabkan oleh kadar glukosa intrasel yang rendah.
 Kram pada otot,iritabilitas, serta emosi yang labil akibat
ketidakseimbangan elektrolit.
 Gangguan penglihatan seperti pemandangan kabur yang
disebabkankarena pembengkakan akibat glukosa.
 Sensasi kesemutan atau kebas di tangan dan kaki yang
disebabkan kerusakan jaringan saraf.
 Mual, diare, dan konstipasi yang disebabkan karena
dehidrasi dan ketidakseimbangan elektrolit serta neuropati
otonom.

2.1.4. Patofisiologi
Pada individu yang secara genetip rentan terhadap diabetes tipe
1,kejadian pemicu, yakni kemungkinan infeksi virus, akan menimbulkan
produksi autoantibodi terhadap sel-sel beta prankeas. Destruksi sel
beta yang diakibatkan menyebabkan penurunan sekresi insulin dan
akhirnya kekurangan hormon insulin.defisiensi insulin mengakibatkan
keadaan hiperglikemia, peningkatan lipolisis ( penguraian lemak ) dan
katabolisme protein.karakteristik ini terjadi ketika sel-sel beta yang
mengalami destruksi melebihi 90%.ICA dan antibodi insulin secara
progresif menurunkan keefektifan kadar sirkulasi insulin.

Diabetes mellitus tipe 2 merupakan penyakit kronis yang


disebabkan oleh satu atau lebih faktor berikut ini: kerusakan sekresi
insulin, produksi glukosa yang tidak tepat di dalam hati,atau penurunan
sensitivitas reseptor insulin ferifer. Faktor genektik merupakan hal yang
signifikan, dan awitan diabetes dipercepat ebositas serta gaya hidup
sedentari ( sering duduk ) .Sekali lagi,stres tambahan dapat menjadi faktor
penting.

Diabetes gestasional terjadi ketika seorang wanita yang


sebelumnya tidak efek didagnosis sebagai penyandang diabetes
memperlihatkan intoleransi glukosa selama kehamilannya.Hal ini dapat
terjadi jika hormon-hormon plansenta melawan balik kerja insulin
sehingga timbul resistensi insulin.Diabetes kehamilan merupakan faktor
resiko yang signifikan bagi terjadinya diabetes mellitus tipe 2 dikemudian
hari.
10

2.1.8. komplikasi
Menurut KOWALAK, WELSH, MAYER ( 2014 ) komplikasi DM yaitu:
1. Akut
a. Koma hipoglikemia
b. Ketoasidosis
c. Koma hiperosmolar nonketotik
2. Kronik
a. Makroangiopati,mengenai pembuluh darah besar; pembuluh
darah jantung,pembuluh darah tepi,pembuluh darah otak.
b. Mikroangiopati,mengenai pembuluh darah kecil; retinopati
diabetik,nefropati diabetik.
c. Neuropati
d. Rentan infeksi,seperti tuberkulosis paru,gingivitis,dan infeksi
saluran kemih.
e. Kaki diabetik.

2.1.9. Penatalaksanaan

Menurut Brunner & Suddarth ( 2014 ) penatalaksanaan DM yaitu:

Tujuan utama terapi adalah menormalkan aktiitas insulin dan kadar


glukosa darah guna mengurangi munculnya komplikasi vaskular dan
neropatik. Tujuan terapeutik pada setiap tipe diabetes adalah untuk
mencapai kadar glukosa darah normal ( euglikemia ) tanpa disertai
hipoglikemia dan tanpa menggangu aktivitas pasien sehari-hari.Ada
lima komponen penatalaksanaan diabetes : :
nutrisi,olahraga,pemantauan,terapi farmakologis dan eduksi.

 Terapi primer untuk diabetes tipe 1 adalah insulin.


 Terapi primer untuk diabetes tipe 2 adalah penurunan berat
badan.
 Olahraga penting untuk meningkatkan keefektifan insulin.
 Penggunaan agens hipoglikemik oral apabila diet dan olahraga
tidak berhasil mengontrol kadar gula darah. Injeksi insulin
dapat digunakan pada kondisi akut.
 Mengingat terapi bervariasi selama perjalanan penyakit karena
adanya perubahan gaya hidup dan status fisik serta emosional
dan juga kemajuan terapi,terus kaji dan modifikasi rencana
terapi serta lakukan penyesuai terapi setiap hari.Edukasi
diperlukan untuk pasien dan keluarga.

11

2.2. Konsep Hipoglikemia

2.2.1. Definisi

Hipoglikemia (juga dikenal sebagai reaksi hipoglikemia)


adalah suatu keadaan dimana kadar gula darah rendah secara
abnormal,tapi gejala itu tidak terjadi sampai kadar gula darah
<50-60 mg/dl.(Black & Hawks).

2.2.2. Etiologi dan Faktor Resiko

Reaksi hipoglikemia mungkin terjadi akibat dari akibat berikut.

 Dosis berlebihan insulin atau sulfonilurea (jarang


diresepkan).
 Menghindari makanan atau makan lebih sedikit dari
biasanya.
 Pemakaian tenaga berlebihan tanpa penambahan
kompensasi karbohidrat.
 Ketidakseimbangan nutrisi dan cairan disebabkan mual
muntah.
 Asupan alkohol.

2.2.3. Patofisiologi

Secara normal,hipoglikemia memicu hormon-hormon melawan


pengaturan,glukogon dan epineprin, untuk secara cepat meningkatkan
kadar glukosa darah dengan menstimulasi pengeluaran glukosa dari hati
dan menghambat sekresi insulin. Diabetes mellitus tipe 1 mempunyai
kelainan di dalam sistem. Secara tipikal,di dalam 2-5 tahun pertama
DM,sekresi glukagon menjadi tidak sempurna. Kemudian,sekresi epinefrin
mungkin menjadi terganggu secara sekunder terhadap neuropati subklinis.
Pengaturan penyerapan insulin dari lemak subkutan juga terganggu.

Kombinasi kelainan ini membuat klien dengan DM tipe 1 rentan


untuk sering berkembang hipoglikemia. Dalam hal ini, syok hipoglikemia
lebih berbahaya dibanding ketoasidosis diabetik. Sekitar 1 di dalam 10
klien dengan DM tipe 1 menderita satu reaksi per tahun yang perlu
pengobatan kegawatdarutan. Hipoglikemia yang tidak diobati atau lama
dapat menyebabkan kerusakan otak permanen,kehilangan
memori,kemampuan belajar menurun,paralisis dan kematian.

12

2.2.4. Manifestasi Klinis


Gejala hipoglikemia umumnya dibagi ke dalam 2 kategori utama:

Adrenergik ( Peningkatkan Epinefrin )


 Gemetaran
 Mudah marah
 Gelisah
 Takikardia, palpitasi
 Tremor
 Rasa lapar
 Diaforesis
 Pucat
 Parestesia

Neuroglikopenik ( Penurunan Glukosa ke Otak )


 Sakit kepala
 Sakit mental
 Tidak mampu berkonsentrasi
 Bicara tidak jelas
 Pandangan kabur
 Perilaku tidak rasional
 Kehilangan kesadaran
 Koma
 Kejang
 Kematian

Ketika insulin diberikan pagi hari, preparat kerja pendek cenderung


menghasilkan reaksi sebelum Makan siang; dan insulin kerja panjang,
antara jam 2 pagi dan makan pagi. NPH atau insulin lente disuntikkan
sebelum makan malam ( 5 sore ) dapat menyebabkan hipoglikemia
sekitar jam 2 pagi, ketika kadar glukosa darah normal terendah karena
penurunan metabolisme, dan sekali lagi pada sekitar jam 8 pagi, ketika
insulin mencapai puncak jika waktu makan pagi tidak tepat waktu.

13

Tanda dan gejala yaitu:

a. Hipoglikemia ringan

Sistem saraf simpatik terstimulasi,menyebabkan tremor,


berkeringat, takikadia,palpasi,cemas dan lapar.

b. Hipoglikemia sedang

Hipoglikemia sedang menyebabkan gangguan fungsi sistem saraf


pusat, termasuk sakit kepala, ketidakmampuan untuk berkonsentrasi ,
bicara tidak jelas,pandangan ganda dan mengantuk.

c. Hipoglikemia berat

Pada hipoglikemia berat, fungsi sistem saraf pusat semakin terganggu.


Pasien memerlukan bantuan medis untuk mendapatkan pengobatan.
Gejala dapat mencakup disorientasi perilaku, kejang, kesulitan terjaga
dari tidur,kehilangan kesadaran.

Tabel 53.1. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa dengan metode
enzimatik sebagai patokan penyaring dan diagnosis DM (mg/dl)

Bukan DM Belum pasti DM DM


Kadar glukosa
darah sewaktu
Plasma vena <110 110-199 >200
Darah kapiler <90 90-199 >200
Kadar glukosa
darah puasa
Plasma vena <110 110-125 >126
Darah kapiler <90 90-109 >110

14

Tabel 53.2. Kriteria pengendalian diabetes mellitus

Baik Sedang Buruk


Glukosa darah
plasma vena
(mg/dl)
-puasa 80-109 110-139 >140
-2 jam 110-159 160-199 >200
HbA1c(%) 4-6 6-8 >8
Kolesterol total <200 200-239 >240
(mg/dl)
Kolesterol LDL
-tanpa PJK <130 130-159 >160

-dengan PJK <100 100-129 >130


Kolesterol >45 35-45 <35
HDL(mg/dl)
Trigliserida
(mg/dl)
-tanpa PJK <200 <200-249 >250
-dengan PJK <150 <150-199 >200
BMI/BMT
18,5-23,9 23-25 >25 atau <18,5

-laki-laki 20-24,9 25-27 >27 atau <20

Tekanan darah <140/90 140-160/90-95 >160/95


(mmHg)
15

2.4. Konsep Relaksasi

2.4.1. Pengertian relaksasi

Relaksasi adalah salah satu bentuk terapi yang berupa pemberian


intruksi kepada seseorang dalam bentuk gerakan-gerakan yang tersusun
secara sistematis untuk merilekskan pikiran dan anggota tubuh seperti
otot-otot dan mengembalikan kondisi dari keadaan tegang keadaan
rileks,normal dan terkontrol mulai dari gerakan tangan sampai kepada
gerakan kaki ( Lalu muhammad dkk,2019).

2.4.2. Tujuan relaksasi

Tujuan dari perdekatan ini adalah untuk menurunkan tingkat


rangsangan seseorang dan membawa suatu keadaan yang lebih tenang,
baik secara psikologis maupun fisiologis ( Lalu muhammad dkk, 2019 ).

2.4.3. Manfaat relaksasi

Menurut Lalu muhammad dkk ( 2019 ) manfaat relaksasi adalah:

1) Relaksasi akan membuat individu lebih mampu menghindari


reaksi yang berlebihan karena adanya stres.
2) Masalah-masalah yang berhubungan dengan stres seperti
diabetes melitus, sakit kepala,insomnia dapat dikurangi atau
diobati relaksasi.
3) Mengurangi tingkat kecemasan.
4) Mengurangi kemungkinan gangguan yang berhubungan dengan
stress.
5) Mengontrol anticipatory anxiety sebelum situasi yang
menimbulkan kecemasan.
6) Meningkatkan penampilan kerja,sosial dan penampilan fisik.
7) Kelelahan,aktivitas,mental dan latihan fisik yang tertunda dapat
diatasi dengan menggunakan keterampilan relaksasi.

16

2.4.4. Jenis-jenis Relaksasi

Menurut Lalu muhammad ( 2019 ), jenis-jenis relaksasi sebagai berikut :

1) Relaksasi kesadaran indera

Teknik ini individu dapat diberi satu persatu diberi pertanyaan


yang tidak dijawab secara lisan terapi untuk dirasakan sesuai
dengan apa yang dapat atau yang tidak dapat dalam individu
pada waktu instruksi diberikan ( Lalu muhammad dkk,2019).

2) Relaksasi melalui hipnosa,yoga dan meditasi

a) Hipnosa ialah kondisi yang menyerupai tidur lelap


tetapi aktif,saat seseorang memiliki sedikit keinginan
tahu dari dirinya dan bertindak menurut sugesti dari
orang yang menyebabkan terjadinya kondisi tersebut.
b) Yoga yaitu sebuah sistematika baru yang mampu
menjelaskan manusia secara utuh, baagaimana cara
bertahan hidup jika tidak ada keseimbangan.
c) Meditasi adalah suatu teknik latihan dalam
meningkatkan kesadaran pada satu objek stimulasi yang
tidak berubah pada waktu tertentu.

2.4.5. Relaksasi otot progresif

a) Definisi Relasasi otot progresif

Relaksasi otot progresif adalah suatu metode yang terdiri atas


perenggangan dan relaksasi sekelompok otot,serta memfokuskan pada
perasaan rileks (Solehati dan Cecep, 2015).

b) Tujuan Relaksasi otot progresif

Terapi relaksasi otot progresif bertujuan untuk mencapai keadaan


relaks menyeluruh, mencakup keadaanrelaks secara fisiologis yang
merangsang hipotalamus dengan mengeluargakan pituitary untuk
merilekskan pikiran ( Karang dan Rizal,2017).
17

Menurut Solehati dan Cecep (2015) tujuan relaksasi otot progresif


antara lain :

1. Mengurangi disritmia jantung,kebutuhan oksigen pada


lansia yang dapat memberikan udara ke otak.
2. Meningkatkan gelombang alfa otak yang terjadi setelah
klien sadar dan tidak memfokuskan perhatian serta relaks.
3. Meningkatkan rasa kebugaran.
4. Memperbaiki kemampuan untuk mengatasi stres.
5. Mengatasi insomnia, depresi, kelelahan, iritabilitas, spasme
otot, fobia ringan, gagap ringan.
6. Membangun emosi positif dan emosi negatif yang dialami
lansia.

c) Indikasi dan kontraindikasi Relaksasi Otot Progresif

Menurut Solehati dan Cecep (2015) Indikasi relaksasi otot


progresif yaitu pada pasien yang mengalami cemas, panik, mengeluh
gejala fisik, nyeri otot, serta depresi ringan. Menurut Setyoadi (2011)
dalam Pentasari yupi (2019) kontraindikasi pada relaksasi ini adalah
pasien yang mengalami keterbatasan gerak, misalnya tidak bisa
menggerakkan badannya dan yang mengalami perawatan tirah baring
(bed rest).

d) Manfaat Relaksasi Otot Progresif

Teknik relaksasi otot progresif memusatkan perhatian pada suatu


aktivitas otot dengan mengidentifikasi otot yang tegang kemudian
menurunkan keteganngan dengan melakukan teknik relaksasi untuk
mendapatkan perasaan rileks. Terapi relaksasi otot progresif
bermanfaat untuk menurunkan resistensi perifer dan menaikan
elastisitas pembuluh darah. Otot-otot dan peredaran darah akan lebih
sempurna dalam mengambil dan mengedarkan oksigen, serta relaksasi
otot progresif dapat bersifat vasodilator yang efeknya memperlebar
pembuluh darah dan dapat kembali normal kadar gula darah secara
langsung. Relaksasi otot progresif ini menjadi metode relaksasi yang
tidak memerlukan imajinasi, tidak ada efek samping,mudah dilakukan,
membuat tubuh dan pikiran terasa tenang dan rileks ( Karang dan
Rizal, 2017 ).

18

Dalam penelitian Putriyani & Setyawati (2018) menunjukkan


bahwa perbedaan sebelum dan sesudah diberikan terapi elaksasi otot
progresif yaitu dengan nilai rata-rata kadar gula darah sewaktu pre
188,85mg/dl dan setelah diberikan terapi relaksasi otot progresif
dengan nilai kadar gula darah sewaktu rata-rata 179,22 mg/dl.
Penelitian kami juga menunjukkan bawah terdapat perbedaan yang
bermakna antara kelompok yang diberikan terapi relaksasi otot
progresif dan kelompok kontrol. Efek pemberian terapi relaksasi otot
progresif pada pasien DMT2 di puskesmas menunjukan penurunan
kadar glukosa darah sebesar 63,80 mg/dl bila dibandingkan dengan
kelompok kontrol. Relaksasi otot progresif yang dilakukan secara terus
menerus memberikan dampak yang baik terhadap penurunan kadar
HbA1C pada pasien DMT2.

e) Tahap relaksasi otot progresif

Beberapa pelaksanaan menurut Setyoadi (2011) dalam Pentasari


yupi (2019),yaitu:

1) Persiapan alat dan linkungan

Kursi, bantal,serta lingkungan yang tenang dan sunyi.

2) Persiapan klien

a. Jelaskan tujuan, manfaat, prosedur, dan pengisian


lembaran persetejuan terapi kepada klien.
b. Posisikan tubuh klien secara nyaman yaitu
berbaring dengan mata tertutup menggunakan
bantal dibawah kepala dan lutut atau duduk di kursi
dengan kepala ditopang.
c. Lepaskan aksesoris digunakan seperti kacamata,
jam dan sepatu.
d. Longgarkan ikatan dasi, ikat pinggang atau hal lain
yang sifatnya mengikat ketat.
19

3) Prosedur

Gerakan 1: ditunjukkan untuk melatih otot tangan

a. Genggam tangan kiri sambil membuat suatu kepala


b. Buat kepala semakin kuat sambil meraakan sensasi
ketengangan yang terjadi.
c. Pada saat kepala dilepaskan,klien dipandu untuk
merasakan relaks selama 10 detik.
d. Gerakan pada tangan kiri ini dilakukan dua klien
sehingga klien dapat membedakan perbedaan antara
ketegangan otot dan keadaan relaks yang dialami.
e. Prosedur serupa juga dilatihkan pada tangan kiri.
20

Gerakan 2: ditunjukkan untuk melatih otot tangan bagian


belakang

a. Tekuk kedua lengan kebelakang pada pergelangan


tangan sehingga otot ditangan dibagian belakang dan
lengan bawah menegang, jari- jari menghadap ke langit-
langit.
Gerakan 3:ditunjukkan untuk melatih otot biseps (otot besar
pada bagian atas pangkal lengan)
a. Genggam kedua tangan sehingga menjadi kepalan.
b. Kemudian membuka kedua kepalan kepundak
sehingga otot biseps akan menjadi tegang.

21
Gerakan 4: ditunjukkan untuk melatih otot bahu supaya
mengendur
a. Angkat kedua bahu setinggi-tingginya seakan-akan
hingga menyentuh kedua telinga.
b. Fokuskan perhatian gerakan pada kontras ketegangan
yang terjadi dibahu, punggung atas, dan leher.

22
Gerakan 5 dan 6: ditunjukkan untuk melemaskan otot-otot
wajah (seperti otot dahi, mata, rahang dan mulut).
a. Gerakkan dan otot dahi dengan cara mengerutkan
dahi dan alis sampai otot terasa dan kulitnya keriput.
b. Tutup keras-keras mata sehingga dapat dirasakan
ketegangan disekitar mata dan otot-otot yang
mengendalikan gerakan mata.
Gerakan 7: ditunjukkan untuk mengendurkan ketegangan
yang dialami oleh otot rahang.
a. Katupkan rahang, diikuti dengan menggigit gigi
sehingga terjadi ketegangan disekitar otot rahang.

Gerakan 8: ditunjukkan untuk mengendurkan otot-otot


sekitar mulut.
a. Bibir dimoncongkan sekuat-kuatnya sehingga akan
dirasakan ketegangan disekitar mulut.
Gerakan 9: ditunjukkan untuk merilekskan otot leher
bagian depan maupun belakang.
i. Gerakan diawali dengan otot leher bagian belakang
kemudian otot leher bagian depan
ii. Letakkan kepala sehingga dapat beristirahat
iii. Tekan kepala pada permukaan bantalan kursi
sedemikian rupa sehingga dapat merasakan ketegangan
dibagian belakang leher dan punggung atas.

Gerakkan 10: ditunjukkan untuk melatih otot leher bagain


depan
a. Gerakan membawa kepala ke muka
b. Benamkan dagu ke dada, sehingga dapat merasakan
ketegangan di daerah leher bagian muka.

Gambar 10. Latihan otot leher depan


Gerakan 11: ditunjukkan untuk melatih otot punggung
a. Angkat tubuh dari sandaran kursi
b. Punggung dilengkungkan
c. Busungkan dada, tahan kondisi tegang selama 10
detik, kemudian relaks
d. Saat relaks, letakkan tubuh kembali ke kursi sambil
membiarkan otot menjadi lemas.

Gambar 11. Latihan otot punggung


Gerakan 12: ditunjukkan untuk melemaskan otot dada
a. Tarik napas panjang untuk mengisi paru-paru dengan
udara sebanyak-banyaknya
b. Ditahan selama beberapa saat, sambil merasakan
ketegangan dibagian dada sampai turun ke perut,
kemudian di lepas
c. Saat ketegangan dilepas, lakukan napas normal
dengan lega
d. Ulangi sekali lagi sehingga dapat dirasakan
perbedaan antara kondisi tegang dan relaks.

Gambar 12. Latihan otot dada


Gerakan 13: ditunjukkan untuk melatih otot perut
a. Tarik dengan kuat perut ke dalam
b. Tahan sampai menjadi kencang dan keras selama 10
detik, lalu dilepaskan bebas
Gambar 13. Latihan otot perut
Gerakan 14-15: ditunjukkan untuk melatih otot-otot kaki
(seperti paha dan betis)
a. Luruskan kedua telapak kaki sehingga otot paha
terasa tegang
b. Lanjutkan dengan mengunci lutut sedemikian rupa
sehingga ketegangan pindah ke otot beti
c. Tahan posisi tegang selama 10 detik, lalu di lepas
d. Ulangi setiap gerakan masing-masing dua kali.

B. Penelitian terkait
Menurut penelitian yang dilakukan Putriyani & Setyawati (2018) bahwa
ada perbedaan sebelum dan sesudah diberikan terapi relakasi otot progresif
yaitu dengan nilai rata-rata kadar gula darah sewaktu pre 188,85 mg/dl dan
setelah diberikan terapi relaksasi otot progresif dengan nilai kadar gula darah
sewaktu rata-rata 179,22 mg//dl.Penelitian kami juga menunjukan bawah
terdapat perbedaan yang bermakna antara kelompok yang diberikan terapi
relaksasi otot progresif dan kelompok kontrol.hasil penelitian ini dapat
dijadikan bahan rujukan dalam memberikan tindakan keperawatan kepada

penderita diabetes mellitus karena relaksasi otot progresif sangat


bermanfaat untuk .menurunkan resistensi perifer dan menaikkan elastisitas
pembuluh darah.
Berdasarkan hasil analisa pengukuran GDP mengalami penurunan yaitu
dengan rata-rata selisih GDP pre-test dan post-test 1 adalah 7,07 mg/dl, pre-
test dan post-test 2 adalah 14,13mg/dl, pre-test dan post-test 3 adalah 18,80
mg/dl, pre-test dan post-test 4 adalah 27,87 mg/dl, pre-test dan post-test 5
adalah 34,87 mg/dl, pre-test dan post-test 6 adalah 37,47 mg/dl, pre-test dan
post-test 7 adalah 40,53 mg/dl.Berdasarkan hasil analisis melalui One Sample
T Test didapatkan nilai signifikasi atau p value 0,000 <0,05 sehingga dapat
disimpulkan bahwa terdapat pengaruh latihan relaksasi otot progresif
terhadap kasar gula darah pada pasien diabetes mellitus tipe 2.
Penelitian lain yang dilakukan Nur,Wilya dan Ramadhan (2014) dengan
jumlah sampel penelitian 30 responden yang terbagi menjadi 15 orang
responden kelompok intervensi dan 15 responden untuk kelompok kontrol.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan bermakna dengan
menggunakan uji t berpasangan dengan nilai rata-rata selisih GDP 32,267
mg/dl (p value= 0,000<0,05).
BAB III
METODE PENULISAN
A. Desain Penulisan
Karya tulis ilmiah ini menggunakan desain study kasus (case study).
Notoatmodjo (2012) mengungkapkan bahwa study kasus dilakukan dengan
cara meneliti suatu permasalahan melalui kasus yang terdiri dari unit tunggal.
Unit tunggal di sini dapat berarti satu orang, sekelompok penduduk yang
terkena suatu masalah. Unit yang menjadi kasus tersebut secara mendalam
dianalisis baik dari segi yang berhubungan dengan keadaan kasus itu sendiri,
faktor-faktor yang mempengaruhi, kejadian-kejadian khusus yang muncul
sehubungan dengan kasus, maupun tindakan dan reaksi kasus terhadap suatu
perlakuan atau pemaparan tertentu. Sehubungan dengan hal tersebut, karya
tulis ilmiah ini dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh teknik relaksasi otot
progresif terhadap penurunan kadar gula darah pada pasien diabetes mellitus
tipe 2 di wilayah UPTD PUSKESMAS 29 Banjar Sari Metro Utara kota
Metro.

25

B. Subjek penerapan
Subjek penerapan yang diambil adalah 1 orang pasien dengan diabetes
mellitus. Adapun kriteria subjek dalam karya tulis ilmiah ini adalah sebagai
berikut:
1. Penderita tetap melakukan terapi farmakologi dengan obat anti diabetik
(OAD), banyak klien diabetes minum penghambat angiotensin-converting
enzim (ACE) untuk menurunkan tekanan darah dan meminimalkan
perubahan nefropatik dan minum aspirin atau tiklopidin untuk menurunkan
pembentukan trombus. Clasium chanel blocker dan diuretikmungkin juga
digunakan untuk mengelola hipertensi dan dosis insulin 0,5 unit//kg/hari.
2. Pasien yang tidak menjalani perawatan tirah baring (bed rest) dan tidak
mengalami keterbatasan gerak.
3. Bersedia menjadi responden.
4. Mampu berkomunikasi dengan baik.

26

C. Batasan istilah
Diabetes melitus adalah suatu keadaan tubuh tidak dapat
menghasilkan hormon insulin sesuai kebutuhan tubuh, terjadi gangguan
metabolisme yang ditandai hiperglikemia serta diabetes melitus
merupakan penyakit kronis progresif. Hiperglikemia didefinisikan sebagai
kondisi kadar glukosa darah tinggi : kadar glukosa plasma puasa 126
mg/dl atau lebih,atau kadar glukosa plasma sewaktu atau 2 jam pasca-
makan lebih dari 200 mg/dl.Relaksasi otot progresif adalah salah satu
terapi nonfarmakologis yaitu suatu teknik sistemis untuk mencapai
keadaan relaksasi dimana metode yang ditetapkan melalui metode
progresif dengan melatih otot-otot untuk rileks. Alat ukur yang digunakan
yaitu lembar kuesioner mengenai karakteristik responden, lembar
observasi untuk menuliskan perubahan kadar gula darah, gula darah
sewaktu (GDS) untuk mengecek kadar gula darah.
D. Lokasi dan Waktu
Penerapan relaksasai otot progresif terhadap kadar gula darah pada pasien
diabetes mellitus tipe 2 akan dilakukan selama 3 hari pada tanggal tahun
2021, penerapan ini dilakukan pagi hari diwilayah UPTD PUSKESMAS 29
Banjar sari metro utara kota Metro.

27

E. Instrumen Penerapan
Instrumen penerapan yang digunakan adalah lembar kuesioner mengenai
karakteristik responden (usia, jenis kelamin, diagnosa medis, obat diabetes
mellitus yang diminum), lembar observasi diisi oleh peneliti dengan
menuliskan pelaksanaan terapi teknik relaksasi otot progresif dan hasil
mengecekan kadar gula darah sebelum dan sesudah diberikannya teknik
relaksasi otot progresif. Instrumen penelitian selanjutnya adalah gula daah
sewaktu (GDS) untuk mengecek kadar gula darah responden baik sebelum
atau pun sesudah diberikannya terapi teknik relaksasi otot progresif.
F. Pengumpulan Data
Langkah-langkah pengumpulan data dalam penerapan ini melalui sebagai
berikut:
1. Prosedur Teknis
Tahapan prosedur teknis yaitu sebagai berikut:
a) Memberikan penjelasan tentang maksud
dan tujuan penerapan kepada calon responden.
b) Meminta kesediaan responden untuk
menjadi sampel penerapan dengan mengisi atau menandatangani
informed consent penerapan relaksasi otot progresif (terlampir).

28

Proses pengumpulan data dalam penerapan ini, yaitu melalui beberapa


tahapan sebagai berikut:
a) Penulis melakukan pengkajian terhadap responden untuk menemukan
masalah keperawatan, melaporkan hasil pengkajian kepada
pembimbing dan menyusun rencana tindakan keperawatan sesuai
masalah yang ditemukan.
b) Penulis melakukan intervensi sesuai dengan rencana tindakan yang
telah disusun yaitu berupa relaksasi otot progresif. Adapun
pelaksanaan dilakukan melalui tahapan sebagai berikut:
1) Penulis menjelaskan tentang prosedur tindakan yang akan
dilakukan, memberikan kesempatan kepada responden untuk
bertanya dan penulis menjawab seluruh pertanyaan responden,
penulis memberikan informed consent dan responden diminta
untuk menandatanganinya.
2) Sebelum melakukan penerapan relaksasi otot progresif penulis
mengecekan kadar gula darah responden dan menganjurkan
responden untuk mengambil posisi tidur.
3) Melakukan penerapan relaksasi otot progresif sesuai SOP selama
15-20 menit dalam 3 hari (SOP terlampir).

29
4) Setelah penerapan dilakukan sesuai dengan jadwal, selanjutnya
penulis melakukan evaluasi hasil tindakan. Selanjutnya hasil
pengecekan kadar gula darah pada hari pertama sampai hari
terakhir intervensi dilakukan analisis data untuk melihat perubahan
kadar gula darah responden.
G. Analisis Data
Analisis data merupakan tahap dimana data diolah dan dianalisis dengan
teknik tertentu. Menganalisis data tidak sekedar mendeskripsikan dan
menginterprestasikan data yang telah diolah. Secara rinci tujuan analisis data
adalah memperoleh gambaran dari hasil penelitian yang telah dirumuskan
dalam tujuan penelitian, membuktikan hipotesis penelitian yang telah
dirumuskan, memperoleh kesimpulan secara umum dari penelitian
(Notoatmodjo,2014). Analisis data pada karya tulis ilmiah ini dilakukan
dengan melihat perubahan sebelum (pre) dan sesudah (post) diberikan
intervensi relaksasi otot progresif. Hasil yang didapat didokumentasikan
untuk disajikan dan kemudian dibahas bagaimana hasil presentase sebelum
(pre) dan sesudah (post) diberikan intervensi relaksasi otot progresif untuk
mendapatkan perbandingkan.

29

H. Etika Penerapan
Notoatmodjo (2014) mengungkapkan bahwa secara garis besar ada
empat prinsip etika penerapan, yaitu sebagai berikut:
1. Menghormati harkat dan martabat manusia (respect for human dignity)
Prinsip ini perlu mempertimbangkan hak-hak subjek penerapan untuk
mendapatkan informasi tentang tujuan dilakukan penerapan tersebut.Perawat
juga memberikan kebebasan kepada subjek untuk memberikan informasi atau
tidak memberikan informasi (berpartisipasi). Pada karya tulis ilmiah ini,
sebagai ungkapan menghormati harkat dan martabat subjek, maka penulis
menyiapkan lembar persetujuan subjek (inform concent).
2. Menghormati privasi dan kerahasiaan subjek (respect for privacy and
confidentiality)
Setiap orang mempunyai hak-hak dasar individu termasuk privasi dan
kebebasan individu dalam memberikan informasi. Setiap orang berhak
untuk tidak memberikan apa yang diketahuinya kepada orang lain. Oleh
sebab itu, perawat tidak boleh menampilkan informasi mengenai identitas
dan kerahasiaan identitas subjek. Pada karya tulis ilmiah ini, penulis tidak
akan mencantumkan nama lengkap responden dan hanya akan
menampilkan inisial responden untuk menjaga privasi dari responden.

30

3. Keadilan dan iklusivitas/keterbukaan (respect for justice an


inclusiveness)
Prinsip keterbukaan dan adil perlu dijaga oleh perawat dengan kejujuran,
keterbukaan, dan kehati-hatian.Untuk itu, lingkungan penerapan perlu
dikondisikan sehingga memenuhi prinsip keterbukaan, yakni dengan
menjelaskan prosedur penerapan. Prinsip keadilan ini dijamin bahwa
semua subjek penelitian memperoleh perlakuan dan keuntungan yang
sama.
4. Memperhitungkanmanfaat dan kerugian yang ditimbulkan (balancing
harms and benefits)
Sebuah penerapan hendaknya memperoleh manfaat semaksimal mungkin
bagi masyarakat pada umumnya dan subjek penelitian pada khususnya.
Perawat hendaknya berusaha meminimalisasi dampak yang merugikan
bagi subjek. Oleh karena itu, pelaksanaan penerapan harus dapat
mencegah atau paling tidak mengurangi rasa sakit, cidera, stres, maupun
kematian subjek. Pada karya tulis ilmiah ini, penulis melakukan penerapan
relaksasi otot progresif terhadap kadar gula darah pada pasien diabetes
mellitus tipe 2 tanpa menimbulkan risiko bagi responden.

31

Anda mungkin juga menyukai