Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN HASIL DESAIN INOVATIF

STASE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH (KMB)


RSUD AWS SAMARINDA RUANG FLAMBOYAN

PENERAPAN RELAKSASI OTOT PROGRESIF TERHADAP PENURUNAN


KADAR GULA DARAH PADA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE 2

Oleh :

Iis Sugiarty
NIM. P07220418020

PRODI PROFESI NERS JURUSAN KEPERAWATAN


POLTEKKES KEMENKES KALIMANTAN TIMUR
TAHUN 2019

i
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga Laporan Hasil Desain Inovatif Stase Keperawatan Medikal Bedah (KMB) di
RSUD AWS Samarinda Ruang Flamboyan dengan judul Penerapan Relaksasi Otot
Progresif Terhadap Penurunan Kadar Gula Darah Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2,
dapat diselesaikan.
Shalawat beriring salam, semoga selalu dilimpahkan kepada Baginda Rasulullah
SAW, keluarga, para sahabat dan orang-orang yang istiqamah di jalan-Nya hingga akhir
zaman.

Laporan hasil ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas Mata Ajar di stase
Keperawatan Medikal Bedah (KMB). Selain itu, agar pembaca dapat memperluas ilmu
yang berkaitan dengan judul laporan, yang disajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai
sumber dan hasil kegiatan yang telah dilakukan.

Saya mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang terkait, terutama kepada
dosen pembimbing / preceptor akademik dan klinik yang telah memberikan bimbingan dan
arahan dalam penyelesaian laporan hasil desain inovatif ini.

Semoga laporan ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca.
Dan saya menyadari masih banyak kekurangan yang mendasar dalam laporan ini. Oleh
karena itu, saya memohon keterbukaan dalam pemberian saran dan kritik agar lebih baik
lagi untuk ke depannya.

Samarinda, Mei 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR …………………………………………………………………. i

DAFTAR ISI…………………….……………………………………………………… ii

BAB I. PENDAHULUAN …………………………………..…………………………. 1

A. Latar Belakang ………………………………………………………………. 1


B. Tujuan ……………………………………………………………………….. 3
BAB II. KAJIAN PUSTAKA
A. Pengertian ……………………………………………………………………. 4

1. Diabetes Mellitus Type II ………………………………………………. 4


2. Kadar Gula Darah ……………………………………………………….. 5
3. Relaksasi Otot Progresif ………………………………………………… 8
B. Mekanisme …………………………………………………………………… 17
C. Tehnik / cara ………………………………………………………………….. 17

BAB III. STRATEGI PEMECAHAN MASALAH …………………………………….. 22

A. Jenis Intervensi ……………………………………………………………….. 22

B. Tujuan ………………………………………………………………………... 22
C. Waktu ………………………………………………………………………… 22
D. Setting ………………………………………………………………………… 22
E. Media/alat yang digunakan. ………………………………………………….. 22
F. Prosedur operasional tindakan yang dilakukan ………………………………. 22

BAB IV. LAPORAN KEGIATAN ……………………………………………………… 26

A. Pelaksanaan kegiatan …………………………………………………………. 26


B. Faktor Pendukung …………………………………………………………….. 27
C. Faktor Penghambat …………………………………………………………… 28
D. Evaluasi Kegiatan …………………………………………………………….. 28

BAB V. PENUTUP ……………………………………………………………………… 29

A. Kesimpulan ……………………………………………………………………. 29
B. Saran dan Rencana Tindak Lanjut ……………………………………………. 29

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………………. 30

LAMPIRAN

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Diabetes Mellitus (DM) merupakan suatu penyakit yang kronis dan progresif
yang ditandai dengan ketidakmampuan tubuh untuk melakukan metabolisme
karbohidrat protein dan lemak (Black & Hawks, 2014). International Diabetes
Federation (IDF) tahun 2017 menempatkan Indonesia di urutan ke 6 dunia dengan
jumlah penderita DM yang berumur 20 – 79 tahun mencapai 10,3 juta jiwa. Hasil
RISKESDAS tahun 2013, prevalensi DM sebanyak 1,5 % dan tahun 2018 meningkat
menjadi 2 % ( Kemenkes, 2018). Menurut WHO tahun 2015, Diabetes Mellitus
merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia
yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya.
Hiperglikemia didefinisikan sebagai kondisi kadar gula darah sewaktu lebih tinggi dari
200 mg / dl.
Terdapat 2 tipe Diabetes yang umum terjadi di masyarakat yakni Diabetes tipe
1 dan 2. Sebanyak 85 % diabetasi merupakan penderita Diabetes Mellitus tipe 2.
Penderita Diabetes Mellitus tipe 2 umumnya orang dewasa yang berusia diatas 30
tahun ( Lanny, 2012). Diabetes Mellitus tipe 2 dengan gula darah yang tidak terkontrol
akan menyebabkan timbulnya komplikasi baik itu akut maupun kronis, dan komplikasi
kronis yang sering terjadi pada saat ini adalah gangguan pada sirkulasi perifer,
neuropati. Pasien DM hampir 60% mengalami komplikasi kronik tersebut (Black &
Hawks, 2014).
Pasien DM dengan gaya hidup yang tidak baik seperti tidak mengontrol diet
sesuai anjuran dokter, terlalu banyak mengkonsumsi makanan yang mengandung
banyak gula, suka mengkonsumsi makanan berlemak dalam jumlah yang banyak, serta
jarang melakukan olahraga, hal ini dapat memicu terjadinya peningkatan pada kadar
glukosa dalam darah atau keadaan hiperglikemi. Berbagai upaya harus dilakukan oleh
penderita dengan Diabetes Mellitus untuk menjaga agar gula dalam darah tetap stabil
dan mencegah terjadinya komplikasi dari Diabetes Mellitus.
Menurut Soegondo, terdapat lima pilar penanganan Diabetes Mellitus di
Indonesia diantaranya : edukasi, diet nutrisi, farmakologis, pengendalian gula darah
serta latihan jasmani. Pendidikan kesehatan termasuk didalamnya management stress
untuk mengontrol kadar gula didalam darah. Hiperglikemia kronik menyebabkan
pasien harus menjalani perawatan di Rumah Sakit untuk mengontrol dan mengatasi
peningkatan kadar gula dalam darah dan keluhan yang ditimbulkan dari penyakit yang
1
menyertai. Situasi ini sering membuat pasien mengalami stress fisik dan mental,
dimana hal ini dapat menyebabkan peningkatan kadar gula darah.
Latihan jasmani yang dapat dilakukan diantaranya adalah Progressive Muscle
Relaxation (PMR). PMR merupakan suatu relaksasi pada otot melalui dua langkah,
yaitu dengan memberikan tegangan pada suatu kelompok otot, dan menghentikan
tegangan tersebut kemudian memusatkan perhatian terhadap bagaimana otot tersebut
menjadi rileks, merasakan sensasi rileks (Mashudi, 2011).
Peregangan yang ada dalam gerakan PMR dapat meningkatan kebutuhan
glukosa dengan cara mengaktifkan pergerakan otot sehingga glukosa dalam darah
dipakai sebagai energi. Otot-otot yang aktif akan mempengaruhi sirkulasi insulin
dengan cara meningkatkan produksi nitric oxide dan pembuluh darah menjadi dilatasi
sehingga membantu masuknya gula ke dalam sel, karena pada otot yang aktif
sensitifitas reseptor insulin pun akan meningkat sehingga pengambilan gula meningkat
7 – 20 kali lipat (Isral, 2014).
Manajemen pasien dengan Diabetes Mellitus tipe 2 (T2DM) yang dirawat di
Rumah Sakit seringkali masih hanya berfokus pada pengobatan dan diet. Di sisi yang
lain, olah raga atau manajemen aktivitas masih kurang mendapat perhatian. Tenaga
kesehatan, terutama perawat, perlu menyadari bahwa olah raga atau aktivitas tetap
dapat diberikan kepada pasien meskipun dirawat di Rumah Sakit. Salah satunya adalah
dengan Relaksasi Otot Progresif (ROP) (M. Agung & Hema M. dkk 2012).
Beberapa hasil penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa teknik relaksasi
otot progresif dapat menurunkan kadar gula darah dengan lebih efektif pada pasien DM
tipe 2 jika dibandingkan pengobatan tanpa teknik relaksasi otot progresif (Tika &
Masta 2013). Hasil penelitian Khaviani et al, 2014 menunjukan latihan relaksasi dapat
menurunkan kadar gula darah dua jam post prandial. Penelitian Radarhonto et al, 2015
menyebutkan bahwa relaksasi otot progresif memberikan efek terhadap penurunan
kadar gula dalam darah pada pasien DM tipe 2. Begitu pula dari hasil penelitian
Mashudi menyebutkan bahwa PMR yang dilakukan 3 kali dalam 1 minggu
memberikan efek yang significant terhadap penurunan kadar gula pada pasien DM.
Beliau juga menjelaskan, bahwa PMR dilakukan dengan durasi 25 – 30 menit dalam
satu sesi latihan akan memberikan hasil yang optimal.
Berdasarkan fenomena dan hasil penelitian sebelumnya, penulis tertarik untuk
melakukan desain inovatif tentang penerapan Progressive Muscle Relaxation / PMR
terhadap penurunan kadar gula darah pasien Diabetes Mellitus Tipe 2.

2
B. Tujuan
Untuk meningkatkan relaksasi yang dapat membantu menurunkan kadar
glukosa dalam darah pada pasien Diabetes Mellitus dengan menekan pengeluaran
hormon-hormon yang dapat meningkatkan kadar gula dalam darah.

3
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Pengertian

1. Diabetes Mellitus Type II

a. Definisi

Diabetes Mellitus adalalah gangguan metabolisme yang secara genetik


dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi
karbohidrat, jika telah berkembang penuh secara klinis maka diabetes
mellitus ditandai dengan hiperglikemia puasa dan postprandial, aterosklerosis
dan penyakit vaskular mikroangiopati. (Bennett 2008, Sujaya & I Nyoman
2009).
Diabetes Mellitus Tipe 2 merupakan penyakit hiperglikemi akibat
insensivitas sel terhadap insulin. Kadar insulin mungkin sedikit menurun atau
berada dalam rentang normal. Karena insulin tetap dihasilkan oleh sel-sel
beta pankreas, maka Diabetes Mellitus tipe II dianggap sebagai non insulin
dependent diabetes mellitus. (Slamet S 2008, Wild S, Roglic G 2004).
Diabetes Mellitus Tipe 2 adalah penyakit gangguan metabolik yang ditandai
oleh kenaikan gula darah akibat penurunan sekresi insulin oleh sel beta
pankreas dan atau ganguan fungsi insulin (resistensi insulin).( Depkes 2005).

b. Patofisiologi
Dalam patofisiologi DM tipe 2 terdapat beberapa keadaan yang
berperan yaitu :
1. Resistensi insulin
2. Disfungsi sel B pancreas
Diabetes Melitus tipe 2 bukan disebabkan oleh kurangnya sekresi insulin,
namun karena sel sel sasaran insulin gagal atau tidak mampu merespon
insulin secara normal. Keadaan ini lazim disebut sebagai “resistensi insulin”
(Bennett 2008, Teixeria 2011). Resistensi insulin banyak terjadi akibat dari
obesitas dan kurang nya aktivitas fisik serta penuaan. Pada penderita Diabetes
Mellitus tipe 2 dapat juga terjadi produksi glukosa hepatik yang berlebihan
namun tidak terjadi pengrusakan sel-sel B langerhans secara autoimun seperti
Diabetes Melitus tipe 1. Defisiensi fungsi insulin pada penderita Diabetes
Melitus tipe 2 hanya bersifat relatif dan tidak absolut (Harding & Anne 2003,
Hastuti & Rini 2008).
4
Pada awal perkembangan Diabetes Melitus tipe 2, sel B menunjukan
gangguan pada sekresi insulin fase pertama, artinya sekresi insulin gagal
mengkompensasi resistensi insulin. Apabila tidak ditangani dengan baik, pada
perkembangan selanjutnya akan terjadi kerusakan sel-sel B pankreas.
Kerusakan sel-sel B pankreas akan terjadi secara progresif seringkali akan
menyebabkan defisiensi insulin, sehingga akhirnya penderita memerlukan
insulin eksogen. Pada penderita Diabetes Melitus tipe 2 memang umumnya
ditemukan kedua faktor tersebut, yaitu resistensi insulin dan defisiensi
insulin.

c. Gejala klinis
Gejala Diabetes Melitus dibedakan menjadi akut dan kronik. Gejala
akut yaitu : Poliphagia (banyak makan) polidipsia (banyak minum), Poliuria
(banyak kencing/sering kencing di malam hari), nafsu makan bertambah
namun berat badan turun dengan cepat (5-10 kg dalam waktu 2-4 minggu),
mudah lelah. Gejala kronik Diabetes Melitus yaitu : kesemutan, kulit terasa
panas atau seperti tertusuk tusuk jarum, rasa kebas di kulit, kram, kelelahan,
mudah mengantuk, pandangan mulai kabur, gigi mudah goyah dan mudah
lepas, kemampuan seksual menurun bahkan pada pria bisa terjadi impotensi,
pada ibu hamil sering terjadi keguguran atau kematian janin dalam
kandungan atau dengan bayi berat lahir lebih dari 4 kg.

2. Kadar Gula Darah

a. Definisi

Dalam ilmu kedokteran, gula darah adalah istilah yang mengacu


kepada tingkat glukosa di dalam darah baik manusia maupun hewan. Tubuh
manusia akan secara alami dan dengan ketat mengatur kadar gula darah
sebagai bagian dari metabolisme homeostasis. Dimana homeostatis itu
sendiri adalah keadaan tubuh suatu makhluk hidup yang mempertahankan
konsentrasi zat dalam tubuh, khususnya darah agar tetap konstan (Ali, p.253).
Glukosa merupakan sumber utama energi untuk sel – sel dalam
tubuh, dan darah lipid (dalam bentuk lemak dan minyak) adalah sumber
utama untuk menyimpan energi padat. Glukosa ini diangkut dari usus atau
hati ke sel – sel dalam tubuh melalui aliran darah, dan hormon insulin
yang akan membuatnya dapat diserap oleh tubuh.
Umumnya tingkat gula darah bertahan pada batas-batas yang sempit
5
sepanjang hari : 4-8 mmol/l (70-150 mg/dl). Kadar gula akan selalu
berfluktuasi sepanjang hari dan meningkat setelah makan serta biasanya
berada pada level terendah pada pagi hari (disebut masa puasa), sebelum
sarapan atau makan pertama di hari itu.
Meskipun disebut gula darah, selain glukosa, juga ditemukan jenis-
jenis gula lainnya, seperti fruktosa dan galaktosa. Namun demikian, hanya
tingkatan glukosa yang diatur melalui hormon insulin dan peptin.
Kadar gula di luar rentang normal dapat menjadi indikator kondisi
medis. Kondisi yang terus-menerus tinggi disebut sebagai hiperglikemia, dan
sebaliknya kondisi gula darah yang terus menerus rendah disebut sebagai
hipoglikemia.

b. Jenis Tes Laboratorium untuk Mengukur Gula Darah


Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mendapatkan
konsentrasi gula dalam darah :
- Uji Gula Darah Puasa (FBS/ Fasting Blood Sugar)
Glukosa adalah monosakarida utama dalam darah. Pengukuran
sangatlah penting untuk diagnosis Diabetes Mellitus. Pasien akan
diharuskan berpuasa selama 8-12 jam sebelum pengujian dilakukan.
Puasa sangat penting untuk mendapatkan hasil pengujian yang baik dan
konsekuen.

- Glucose Urine Test (GUT)


Dengan cara ini akan diukur jumlah gula / glukosa dalam sampel
urine. Orang yang sehat dan normal tidak akan ada kandungan
gula di dalam urinenya, karena kandungan glukosa dalam urine berarti
adanya metabolisme tubuh yang tidak benar sehingga glukosa tidak
dapat lagi disimpan dalam tubuh melainkan keluar bersama cairan tubuh.
Apabila dalam urine ditemukan konsentrasi gula maka disebut
glycosuria atau glucosuria.

- Two Hour Postprandial Blood Sugar Test (PPBS 2-h)


Test ini menggunakan parameter yang paling sensitif
dalam mendiagnosis Diabetes Mellitus. Kadar gula darah akan dicek 2
jam setelah makan. Dilakukan demikian karena pada orang normal,
gula darah setelah 2 jam mengkonsumsi makanan akan kembali normal.

6
Namun tidak demikian dengan orang yang mengidap Diabetes
Mellitus. Kadar glukosa normal pada orang dewasa : < 200 mg / dL

- Oral Glucose Tolerance Test (OGTT)


Pada OGTT pasien akan diberikan sejumlah glukosa yang sudah
ditentukan sesuai dengan berat tubuh pasien (pada umumnya orang
dewasa akan diminumkan 75 gram glukosa dalam bentuk cairan).
Setelah 30 menit sampai 1 jam, yakni saat glukosa yang dikonsumsi
sebelumnya telah diserap oleh tubuh, pengukuran mulai dilakukan.
Pengukuran menggunakan teknik sampel darah yang nantinya
akan di cek di laboratorium. Pengambilan darah dilakukan dalam
interval tertentu, dari 5-15 menit, dan pengambilan sampel akan terus
dilakukan sampai 3 jam setelah konsumsi glukosa cair.

- Intravenous Glucose Tolerance Test (IVGTT)


Cara kerja IVGTT sangat mirip dengan OGTT. Yang
membedakan di sini adalah dimana glukosa tidak dikonsumsi secara oral
atau melalui mulut namun langsung disuntikkan ke dalam pembuluh
darah.
Dengan demikian tidak dibutuhkan waktu tunggu glukosa sampai
dicerna dan IVGTT lebih akurat karena sejumlah glukosa yang telah
ditentukan sebelumnya masuk seluruhnya ke dalam tubuh. Sedangkan
pada OGTT banyak kemungkinan glukosa tertinggal di dalam mulut
dan saluran pencernaan lainnya.
Namun OGTT tetap berfungsi untuk melihat kebiasaan dari
pasien dalam konsumsi glukosa sehari – harinya. Berapa persen dan
berapa lama glukosa akan diproses oleh tubuh. Sedangkan IVGTT
bertujuan untuk melihat secara pasti efektifitas glukosa dalam tubuh
dan sensitifitas insulin yang bekerja.
IVGTT banyak digunakan dalam penelitian yang berhubungan
dengan Diabetes Mellitus mengingat ketepatannya yang sangat tinggi.
Semakin sering sampel darah diambil, akan semakin tinggi pula
keakuratannya.
Beberapa hal yang menggunakan IVGTT sebagai dasarnya
adalah penelitian mengenai Model Minimal Glukosa-Insulin dalam
darah.

7
- Glikosilasi Hemoglobin (HbA1C)
Di dalam aliran darah terdapat sel – sel darah merah yang
terbuat dari molekul, antara lain Hemoglobin. Glukosa menempel pada
hemoglobin untuk membuat molekul baru yang disebut molekul
‘hemoglobin glikosilasi’, yang umum juga disebut hemoglobin A1C atau
HbA1C. Semakin banyak atau tinggi kadar glukosa dalam darah maka
HbA1C pun akan semakin tinggi konsentrasinya.
Sel darah merah hidup selama sekitar 12 minggu sebelum sel
darah merah lama digantikan dengan sel darah merah baru yang
dihasilkan dari sumsum tulang belakang. Dengan mengukur HbA1C ini
maka dapat diketahui rata kadar gula dalam darah selama 8-12 minggu
terakhir. Kadar HbA1C pada orang normal adalah antara 3.5% - 6.5%.
Uji HbA1C saat ini adalah salah satu cara terbaik untuk
memeriksa penderita diabetes, apakah kadar gulanya tetap terkontrol
atau tidak. Perlu diingat bahwa HbA1C itu sendiri bukanlah kadar
glukosa dalam darah. Test ini sebaiknya diulang setiap 3-6 bulan sekali.

- Self Monitoring Blood Glucose (SMBG)


Cara ini adalah cara paling mudah untuk dijalankan pasien
diabetes. Yakni dengan membeli alat bernama Glukometer kemudian
setiap saat baik di rumah maupun di luar rumah, dapat memonitor
sendiri kadar gula darahnya.

3. Relaksasi Otot Progresif


a. Definisi
Relaksasi merupakan salah satu teknik pengelolaan diri yang
didasarkan pada cara kerja sistem saraf simpatis dan parasimpatis. Relaksasi
Otot Progresif (ROP) atau biasa disebut Progressive Muscle Relaxation
(PMR) adalah suatu prosedur untuk mendapatkan relaksasi otot melalui
pemberian tegangan pada suatu kelompok otot dan menghentikan tegangan
tersebut kemudian memusatkan perhatian untuk mendapatkan sensasi rileks
(Mashudi, 2011).
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan relaksasi otot progresif
terbukti mampu menurunkan kadar glukosa darah pada pasien Diabetes
Mellitus. Keadaan hiperglikemia pada pasien Diabetes Mellitus menyebabkan

8
peningkatan Reactive Oxygen Species (ROS) karena disfungsi mitokondria
Peningkatan jumlah ROS akan menghambat produksi Nitric Oxide (NO)
(Siracuse, 2012).
Penurunan NO pada pembuluh darah akan menghambat kerjanya
dalam regulasi aliran darah (Yasa & Turkseven, 2005). Latihan fisik dapat
meningkatkan produksi NO dengan meningkatkan ekspresi protein eNOS.
Peningkatan protein eNOS akan meningkatkan NO plasma (Isral, 2014).
Apabila kadar NO meningkat maka peran dalam profilaksis aterosklerosis
akan berjalan maksimal dan hasil akhirnya akan memperbaiki penyempitan
akibat aterosklerosis. Ketika aterosklerosis mengalami perbaikan atau plaque
yang menempel di dinding pembuluh darah menipis, maka suplai darah dan
oksigen pada jaringan akan meningkat. Peningkatan suplai darah dan oksigen
di kaki akan mencegah terjadinya kesemutan, rasa tidak nyaman, dan nekrosis
jaringan, sehingga diharapkan aliran darah perifer menjadi lancar
(Misnandiarly, 2006).

b. Manfaat
Relaksasi otot progresif merupakan salah satu latihan fisik yang
dilakukan secara sistematis dengan gerakan dimulai dari kepala sampai ke
kaki. Relaksasi otot progresif dapat dilakukan sebagai latihan fisik bagi
pasien DM karena dapat meningkatkan relaksasi dan kemampuan
pengelolaan diri. Latihan ini dapat membantu mengurangi ketegangan otot,
stress, menurunkan tekanan darah, meningkatkan toleransi terhadap aktivitas
sehari-hari, meningkatkan immunitas, sehingga status fungsional dan kualitas
hidup meningkat (Smeltzer & Bare, 2013).
Relaksasi otot progresif (ROP) bermanfaat untuk menurunkan
resistensi perifer dan menaikkan elastisitas pembuluh darah. Otot-otot dan
peredaran darah akan lebih sempurna dalam mengambil dan mengedarkan
oksigen. Relaksasi mengakibatkan regangan pada arteri akibatnya terjadi
vasodilatasi pada arteri dan vena dimana efeknya dapat memperlebar
pembuluh darah dan dapat menurunkan tekanan darah secara langsung
(Sucipto, 2014). Relaksasi otot progresif merupakan salah satu terapi yang
bermanfaat untuk memberikan sensasi rileks dan menurunkan stress.
Relaksasi otot progresif ini akan menghambat jalur umpan balik stres
dengan mengaktivasi kerja sistem saraf parasimpatis dan memanipulasi
hipotalamus melalui pemusatan pikiran untuk memperkuat sikap positif
sehingga rangsangan stres dapat berkurang. Relaksasi otot progresif juga akan
9
memberikan sensasi rileks sehingga dapat menurunkan stres yang akan
menurunkan kadar kortisol dalam tubuh sehingga kadar glukosa darah juga
akan stabil. Dominasi sistem saraf parasimpatis akan merangsang
hipotalamus untuk menurunkan sekresi Corticotrophin Releasing Hormone
(CRH). Penurunan CRH akan mempengaruhi adenohipofisis untuk
mengurangi sekresi hormone ACTH. Keadaan ini akan menghambat korteks
adrenal untuk melepaskan hormone kortisol. Penurunan hormon kortisol akan
menghambat proses gluconeogenesis dan meningkatkan pemakaian glukosa
oleh sel, menurunkan kadar glukosa dalam darah dan kembali dalam batas
normal. (Copstead & Banasik, 2014).

c. Indikasi Relaksasi Otot Progresif


Relaksasi otot progresif merupakan salah satu intervensi keperawatan
yang dapat diberikan kepada pasien DM untuk meningkatkan relaksasi dan
kemampuan pengelolaan diri. Latihan ini dapat membantu mengurangi
ketegangan otot, stress, menurunkan tekanan darah, meningkatkan toleransi
terhadap aktivitas sehari-hari, meningkatkan immunitas, sehingga status
fungsional dan kualitas hidup meningkat (Smeltzer & Bare, 2014).

d. Kontra indikasi Relaksasi Otot Progresif


Beberapa hal yang mungkin menjadi kontra indikasi latihan relaksasi
otot progresif antara lain adalah cidera akut atau ketidaknyamanan
muskuloskeletal, dan penyakit jantung berat atau akut (Fritz, 2013). Latihan
relaksasi otot progresif dapat meningkatkan kondisi rileks yang dapat
menyebabkan penurunan tekanan darah. Oleh karena itu perlu dilakukan
pengukuran tekanan darah untuk menghindari kejadian hipotensi (Mashudi,
2011).

e. Prosedur Teknik Relaksasi Otot


Progresif Relaksasi otot progresif merupakan suatu prosedur untuk
mendapatkan relaksasi pada otot melalui dua langkah, yaitu memberikan
tegangan pada suatu kelompok otot, dan menghentikan tegangan tersebut
kemudian memusatkan perhatian terhadap bagaimana otot tersebut menjadi
rileks, merasakan sensasi rileks, dan ketegangan menghilang (Richmond,
2007).
Menurut Edmund (2015), prosedur Relaksasi Otot Progresif terdiri
dari 15 gerakan berturut-turut, yaitu :
10
- Gerakan pertama ditujukan untuk melatih otot tangan yang dilakukan
dengan cara menggenggam tangan kiri dan kanan sambil membuat suatu
kepalan. Pasien diminta membuat kepalan ini semakin kuat sambil
merasakan sensasi ketegangan yang terjadi. Lepaskan kepalan perlahan-
lahan, sambil merasakan rileks selama ± 8 detik. Lakukan gerakan dua
kali sehingga klien dapat membedakan perbedaan antara ketegangan otot
dan keadaan rileks yang dialami.

Gambar gerakan pertama

- Gerakan kedua adalah gerakan untuk melatih otot tangan bagian


belakang. Gerakan ini dilakukan dengan cara menekuk kedua lengan ke
belakang pada pergelangan tangan sehingga otot-otot ditangan bagian
belakang dan lengan bawah menegang, jari-jari menghadap ke langit-
langit. Lakukan penegangan ± 8 detik, kemudian relaksasikan secara
perlahan-lahan dan rasakan perbedaan antara ketegangan otot dan
keadaan rileks yang dialami. Lakukan gerakan ini 2 kali.

Gambar gerakan kedua

- Gerakan ketiga adalah untuk melatih otot-otot bisep. Gerakan ini diawali
dengan menggenggam kedua tangan sehingga menjadi kepalan kemudian
membawa kedua kepalan ke pundak sehingga otot-otot bisep akan
menjadi tegang. Lakukan penegangan otot ± 8 detik, kemudian
relaksasikan secara perlahan-lahan dan rasakan perbedaan antara
ketegangan otot dan keadaan rileks. Lakukan gerakan ini 2 kali.

11
Gambar gerakan ketiga

- Gerakan keempat ditujukan untuk melatih otot-otot bahu. Dilakukan


dengan cara mengangkat kedua bahu setinggi-tingginya seakan-akan
menyentuh kedua telinga. Fokus perhatian gerakan ini adalah kontras
ketegangan yang terjadi di bahu, punggung atas, dan leher. Rasakan
ketegangan otot-otot tersebut ± 8 detik, kemudian relaksasikan secara
perlahan-lahan dan rasakan perbedaan antara ketegangan otot dan
keadaan rileks. Lakukan gerakan ini 2 kali.

Gambar gerakan keempat

- Kelima sampai kedelapan adalah gerakan-gerakan yang ditujukan untuk


melemaskan otot-otot wajah. Otot-otot wajah yang dilatih adalah otot-otot
dahi, mata, rahang, dan mulut. Gerakan untuk dahi dapat dilakukan
dengan cara mengerutkan dahi dan alis sampai otot-ototnya terasa dan
kulitnya keriput, mata dalam keadaan tertutup. Rasakan ketegangan otot-
otot dahi selama ± 8 detik, kemudian relaksasikan secara perlahan-lahan
dan rasakan perbedaan antara ketegangan otot dan keadaan rileks.
Lakukan gerakan ini 2 kali.

Gambar gerakan kelima

12
- Gerakan keenam ditujukan untuk mengendurkan otot-otot mata diawali
dengan menutup keras-keras mata sehingga dapat dirasakan ketegangan
disekitar mata dan otot-otot yang mengendalikan gerakan mata. Lakukan
penegangan otot ± 8 detik, kemudian relaksasikan secara perlahan-lahan
dan rasakan perbedaan antara ketegangan otot dan keadaan rileks.

Gambar gerakan keenam

- Gerakan ketujuh bertujuan untuk mengendurkan ketegangan yang dialami


oleh otot-otot rahang dengan cara mengatupkan rahang, diikuti dengan
menggigit gigi-gigi sehingga terjadi ketegangan disekitar otot-otot
rahang. Rasakan ketegangan otot-otot tersebut ± 8 detik, kemudian
relaksasikan secara perlahan-lahan dan rasakan perbedaan antara
ketegangan otot dan keadaan rileks. Lakukan gerakan ini 2 kali.

Gambar gerakan ketujuh

- Gerakan kedelapan dilakukan untuk mengendurkan otot-otot sekitar


mulut. Bibir dimoncongkan sekuat-kuatnya sehingga akan dirasakan
ketegangan disekitar mulut. Rasakan ketegangan otot-otot sekitar mulut
selama ± 8 detik, kemudian relaksasikan secara perlahan-lahan dan
rasakan perbedaan antar ketegangan otot dan keadaan rileks. Lakukan
gerakan ini 2 kali.

13
Gambar gerakan kedelapan

- Gerakan kesembilan ditujukan untuk merilekskan otot-otot leher bagian


belakang. Pasien dipandu meletakkan kepala sehingga dapat beristirahat,
kemudian diminta untuk menenkankan kepala pada permukaan bantalan
kursi sedemikian rupa sehingga pasien dapat merasakan ketegangan di
bagian belakang leher dan punggung atas. Lakukan penegangan otot ± 8
detik, kemudian relaksasikan secara perlahan-lahan dan rasakan
perbedaan antara ketegangan otot dan keadaan rileks. Lakukan gerakan
ini 2 kali.

Gambar gerakan kesembilan

- Gerakan kesepuluh bertujuan untuk melatih otot leher bagian depan.


Gerakan ini dilakukan dengan cara membawa kepala ke muka, kemudian
pasien diminta untuk membenamkan dagu ke dadanya. Sehingga dapat
merasakan ketegangan di daerah leher bagian muka. Rasakan ketegangan
otot-otot tersebut ± 8 detik, kemudian relaksasikan secara perlahan-lahan
dan rasakan perbedaan antara ketegangan otot dan keadaan rileks.
Lakukan gerakan ini 2 kali.

14
Gambar gerakan kesepuluh

- Gerakan kesebelas bertujuan untuk melatih otot-otot punggung. Gerakan


ini dapat dilakukan dengan cara mengangkat tubuh dari sandaran kursi,
kemudian punggung dilengkungkan, lalu busungkan dada. Kondisi tegang
dipertahankan selama ± 8 detik, kemudian rileks. Pada saat rileks,
letakkan tubuh kembali ke kursi, sambil membiarkan otot-otot menjadi
lemas. Rasakan ketegangan otot-otot punggung selama ± 8 detik,
kemudian relaksasikan secara perlahan-lahan dan rasakan perbedaan
antara ketegangan otot dan keadaan rileks. Lakukan gerakan ini 2 kali.

Gambar gerakan kesebelas

- Gerakan kedua belas dilakukan untuk melemaskan otot-otot dada. Tarik


nafas panjang untuk mengisi paru-paru dengan udara sebanyak-
banyaknya. Tahan selama beberapa saat, sambil merasakan ketegangan di
bagian dada kemudian turun ke perut. Pada saat ketegangan dilepas,
pasien dapat bernafas normal dengan lega. Lakukan penegangan otot ± 8
detik, kemudian relaksasikan secara perlahan-lahan dan rasakan
perbedaan otot dan keadaan rileks. Lakukan gerakan ini 2 kali.

15
Gambar gerakan keduabelas

- Gerakan ketiga belas bertujuan untuk melatih otot-otot perut. Tarik kuat-
kuat perut kedalam, kemudian tahan sampai perut menjadi kencang dan
keras. Rasakan ketegangan otot-otot tersebut ± 8 detik, kemudian
relaksasikan secara perlahan-lahan dan rasakan perbedaan antara
ketegangan otot dan keadaan rileks. Lakukan gerakan ini 2 kali.

Gambar gerakan ketiga belas

- Gerakan keempat belas bertujuan melatih otot-otot paha, dilakukan


dengan cara meluruskan kedua belah telapak kaki sehingga otot paha
terasa tegang. Rasakan ketegangan otot-otot paha tersebut selama ± 8
detik, kemudian relaksasikan secara perlahan-lahan dan rasakan
perbedaan antara ketegangan otot dan keadaan rileks. Lakukan gerakan
ini 2 kali.

Gambar gerakan keempat belas

16
- Gerakan kelima belas bertujuan untuk melatih otot-otot kaki, tekan tumit
pada lantai. Kemudian jari-jari kaki dibuka lebar-lebar dan ditarik keatas.
Rasakan sampai ada ketegangan pada otot paha. Lakukan penegangan
otot ± 8 detik, kemudian relaksasikan secara perlahan-lahan dan rasakan
perbedaan antara ketegangan otot dan keadaan rileks. Lakukan gerakan
ini 2 kali.

Gambar gerakan kelima belas

B. Mekanisme

1. Identifikasi Pertanyaan
a. Analisa PICOT
P ( Problem and Patient ) : Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2
I ( Intervention ) : Latihan Relaksasi Otot Progresif
C ( Comparation ) : Tidak ada perbandingan
O (Outcame) : Menurunkan kadar gula dalam darah.
T ( Time ) : Dilakukan 2 kali latihan (durasi 15 s/d 30 Menit)
dalam sehari selama 3 hari dari tanggal 13 Mei –
15 Mei 2019
b. Pertanyaan Klinis
Apakah Latihan Relaksasi Otot Progresif dapat menurunkan kadar gula
dalam darah pada pasien Diabetes Melitus Tipe 2 ?

17
Ekstraksi Data dan Critical Appraisal

Penelitian Sampel
Hasil Level
No ( peneliti & ( karakteristik, Desain/seleksi responden Intervensi Komentar reviewer
temuan/kesimpulan penelitian
waktu ) ukuran, setting )
1. Galvani Volta Sampel penelitian ini Jenis penelitian ini adalah - Latihan otot progresif Tidak ada perbedaan Quasy Keterbatasan
Simanjuntak, sebanyak 30 orang quasy eksperiment dengan dilakukan selama 15-20 signifikan nilai ABI pre experiment - Waktu penelitian tidak
Marthalena yang diambil dengan pendekatan one group pre- menit sebanyak 3 kali dan post intervensi, tanpa disebutkan
Simamora teknik purposive post test tanpa kelompok sehari selama satu tetapi terdapat randomisasi - Sampel tidak
( 2017) sampling. kontrol. minggu perbedaan yang (Level III) homogen
- Pengukuran nilai ABI signifikan terhadap - Perlu dipertimbangkan
Pengaruh latihan Kriteri Inklusi : dan kadar gula darah kadar gula darah pre dan usia, durasi menderita
relaksasi otot - Terdiagnosa Diabetes selama 1 minggu. post intervensi PMR. DM, kontrol gula
progresif Melitus tipe 2 ≥ 10 tahun Observasi nilai ABI dan darah, peningkatan
terhadap kadar yang menjalani terapi obat kadar gula darah HbA1c,
gula darah dan - ABI < 0,91 dilakukan sebanyak 2 kali hipertrigliseridemia,
ankle brachial - Tidak memiliki penyakit yaitu sebelum dilakukan perokok dan HT untuk
index pada penyerta seperti gagal latihan relaksasi otot penelitian lebih lanjut
pasien Diabetes ginjal, penyakit jantung. progresif dan setelah sebagai hal yang
Melitus tipe II latihan relaksasi otot mempengaruhi nilai
progresif dilakukan ABI
Idea Nursing selama 1 minggu. - Tidak ada kelompok
Journal, Vol. kontrol/pembanding
VIII No. 12017 untuk melihat secara
langsung perbedaan
yang signifikan antara
kelompok kontrol dan
perlakuan terhadap
variable dependent

Kekuatan :
- Penilaian dilakukan
oleh dua asisten
peneliti untuk

18
mengurangi
subyektivitas hasil
penelitian.
- Memperhatikan nilai-
nilai etik : autonomy,
beneficiense, mal
eficiensiensi dan
justice.
- Etik legal dari komite
etik RS
- Alat ukur jelas

2 Nani Avianti, Sampel diambil Quasy experiment pre dan - Dilakukan PMR pada - Terdapat perbedaan RCT, Level Kekuatan :
Desmaniarti Z., dengan randomized, post test randomized control kelompok intervensi 2 x secara signifikan II - Izin komite etik
Hotma jumlah 48 orang. group design sehari setiap pagi dan kadar gula darah Poltekkes Kemenkes
Rumahorbo sore hari. antara kelompok Bandung.
( 2016) 24 kelompok kontrol - Diberikan latihan kontrol dengan - Kriteria
dan 24 kelompok selama 3 hari dengan kelompok intervensi. responden/sampel
Progressive experiment durasi 25-30 menit - PMR sangat efektif jelas.
Muscle tindakan. dalam menurunkan - Ada Informed consent.
Relaxation Kriteria inklusi : - Pada kelompok kontrol kadar gula darah pada - Data dianalisa dengan
Effectiveness of - Dirawat dengan DM dilakukan latihan napas pasien DM tipe 2. SPSS
the Blood Sugar pertama kalinya. dalam. - Terdiri dari kelompok
Patients with - Skore kecemasan kontrol dan kelompok
Type 2 Diabetes 18-21; intervensi
- GDS > 160mg/dL - Alat ukur jelas, GDS
Lokasi : - Pasien tidak dalam - Akurasinya jelas,
Dr. Salamun pengobatan anti waktu latihan diukur
Hospital dan depresi. dengan timer.
Advent Hospital - Tidak ada masalah
Bandung pernapasan dan Keterbatasan :
musculoskeletal - Tidak ada alur
Jurnal - Pasien mampu penelitian
Internasional menulis dan - Tidak ada waktu

19
Open Jurnal of membaca penelitian.
Nursing, 2016 - Tidak ada kerusakan
pendengaran.
Indonesian - Bersedia bergabung
Journal of dan berlatih.
Nursing
Sciences and
Practice

3. Evi Koloverou, Jumlah responden Desain penelitian adalah - Dilakukan latihan nafas - Management stress RCT, level II Kekuatan :
Nikolaos dkk terdiri dari 53 pasien randomized controlled trial, dalam ± 10 mnt dan 15 memiliki peran yang - Terdiri dari kelompok
DM Type II ; 25 dimana responden dibagi mnt PMR 2 x sehari sangat bermanfaat intervensi dan
Implementa- pasien pada kelompok dalam 2 kelompok, selama 8 minggu. pada pasien DM tipe 2 kelompok kontrol.
tion of stress intervensi, 28 pasien kelompok intervensi dan - Dilakukan pengukuran terkait tingkat - Kriteria
management pada kelompok kelompok kontrol. HbA1c dan PSS kecemasan dan responden/sampel
program in kontrol. Dilakukan intervensi dan sebelum dan setelah kontrol glikemia. nya jelas.
outpatients with Dengan simple difollow up setelah 8 intervensi RB + PMR. - Sangat dianjurkan & - Waktu penelitian lebih
type 2 diabetes randomization minggu. dipertimbangkan lama
mellitus : a sebagai perawatan dan - Skala/alat ukur yang
randomized Kriteria inklusi : terapi convensional. digunakan jelas :
countrolled trial - Pasien DM Tipe 2 tinggal HbA1c dan Perceives
di Athens. Stress Scale (PSS)
Penelitian - Usia 30 – 75 Th - Terdapat alur
dilakukan di - Berada dibawah penelitian yang jelas.
clinic Diabetes pengobatan / diet, latihan
of Laiko General fisik, OAD dan insulin.
Hospital in
Athens Greace,
November 2011
dan Juli 2012

20
C. Manajemen

Penulis terlebih dahulu menjelaskan tentang tujuan penerapan PMR/


Relaksasi Otot Progresif pada pasien Diabetes Mellitus tipe 2. Selanjutnya
menjelaskan tentang prosedur yang akan dilakukan, tujuan dan manfaatnya
sehingga responden bersedia mengisi lembar persetujuan penelitian
(informed concent). Pengumpulan data dilakukan selama 3 hari dengan
latihan relaksasi otot progresif. Pengumpulan data dilakukan dengan
menggunakan lembar observasi kadar gula darah sewaktu. Tahap pertama
pasien diperiksa kadar gula dalam darah dengan accu check / gluko check
pretest. Tahap berikutnya dilakukan relaksasi otot progresif. Latihan
relaksasi otot progresif dilakukan selama 15-30 menit 2 kali sehari dalam
waktu 3 hari. Setelah intervensi dilakukan selanjutnya diperiksa kembali nilai
kadar gula dalam darah sebagai post test.

D. Tehnik / cara

1. PMR atau relaksasi otot progresif merupakan kontraksi dan relaksasi


berbagai kelompok otot.
2. Pelaksanaan terapi diberikan 2 kali setiap hari selama 3 hari berturut-turut
dan total pelaksanaan adalah sebanyak 6 kali.
3. Pelaksanaan gerakan PMR terdiri dari 15 gerakan.
4. Pertemuan pertama terapis melakukan role play terlebih dulu dan
bimbingan kepada responden sampai memahami dan mampu melakukan
15 gerakan dalam PMR.
5. Pertemuan kedua sampai keenam, terapis tidak melakukan secara
langsung, tetapi responden mengikuti gerakan terapi dengan panduan
leaflet yang sudah disiapkan.
6. Setelah implementasi dilakukan selama 3 hari, dilakukan evaluasi terhadap
penerapan PMR.

21
BAB III
STRATEGI PEMECAHAN MASALAH

G. Jenis Intervensi

Penerapan Latihan Relaksasi Otot Progresif.


Subjek dalam penelitian ini yaitu pasien DM yang memenuhi kriteria
inklusi. Adapun kriteria inklusi : Pasien rawat inap dengan diagnosa Diabetes
Mellitus tipe 2, pasien memiliki kadar gula darah lebih dari nilai normal atau
lebih dari 145 mg/dL, obat pengontrol gula darah pasien/OAD, pasien
memiliki pola makan terkontrol, pasien dewasa dengan usia 18 tahun sampai
usia 60 tahun dan kondisi pasien memungkinkan dilakukan teknik relaksasi
otot progresif.

H. Tujuan :
Untuk membandingkan kadar gula darah sewaktu sebelum dilakukan
intervensi relaksasi otot progresif dan setelah dilakukan intervensi teknik
relaksasi otot progresif pada orang yang sama.

I. Waktu ( tanggal dan jam pelaksanaan )


Pelaksanaan dilakukan pada tanggal 13 - 15 Mei 2019 pada pukul 11.00 dan
pukul 17.00 WITA.

J. Setting
Di Rumah Sakit Umum Abdul Wahab Sjahranie Samarinda Ruangan
Flamboyan, kamar 3001 klien Ny. A, 36 Tahun dengan diagnosa medis DM
Tipe 2 dan ulcus plantar pedis.

K. Media / alat yang digunakan


1. Leaflet untuk dapat melakukan PMR.
2. Tempat duduk atau tempat tidur
3. Lingkungan yang tenang.

L. Prosedur operasional tindakan yang dilakukan


1. Fase Orientasi
a. Salam terapeutik

22
b. Perkenalan diri terapis dengan menyebutkan nama lengkap dan nama
panggilan.

2. Validasi
a. Tanya perasaan responden dan kesiapan responden dalam mengikuti
terapi.
b. Tanyakan ketegangan otot yang dirasakan oleh responden.

3. Kontrak
a. Jelaskan jumlah sesi pertemuan yang harus diikuti 2 kali perhari selama
3 hari.
b. Waktu : 15-30 menit
c. Tempat : Ruangan yang tenang
d. Tujuan pertemuan : responden mampu melakukan gerakan PMR yang
terdiri dari 15 gerakan dengan bimbingan terapis.

4. Fase Kerja
a. Minta responden untuk melepaskan kaca mata dan jam tangan,
melonggarkan ikat pinggang dan pakaian yang ketat.
b. Mempersilahkan responden duduk dan tenang pada posisi berbaring di
tempat tidur pada posisi yang nyaman.
c. Menjelaskan PMR mulai dari pengertian, tujuan dan proses pelaksanaan
yang terdiri dari prosedur umum dan gerakan inti.
d. Meminta responden untuk mempertahankan mata terbuka selama
beberapa menit. Kemudian secara perlahan menutup mata dan
mempertahankannya tetap tertutup.
e. Meminta responden untuk tarik napas dalam, beberapa kali sebelum
memulai latihan secara perlahan-lahan melalui hidung dan hembuskan
keluar melalui mulut 1 kali.
f. Melanjutkan dengan 15 gerakan inti mulai dari otot tangan belakang,
otot bisep, otot bahu, otot dahi, otot mata, otot rahang, otot mulut, otot
leher depan, dan belakang, otot punggung, otot dada, otot perut, otot
kaki dan paha.
g. Terapis mendemonstrasikan gerakan ke-1 yaitu genggam tangan dengan
membuat kepalan selama 8 detik, dan rasakan ketegangan yang terjadi
kemudian dilepaskan selama 10 detik. Melakukan gerakan sebanyak 2
kali.

23
h. Terapis mendemonstrasikan gerakan ke-2 yaitu menekuk kebelakang
pergelangan tangan sehingga otot-otot ditangan bagian belakang dan
bagian bawah menegang ke langit-langit selama 8 detik, dan dilepaskan
selama 10 detik. Kemudian ulangi sekali lagi.
i. Terapis mendemonstrasikan gerakan ke-3 yaitu menggenggam tangan
sehingga menjadi kepalan ke pundak selama 8 detik. Rasakan
ketegangannya kemudian lepaskan selama 10 detik. Ulangi sekali lagi.
j. Melatih gerakan ke-4 yaitu mengangkat kedua bahu setinggi-tingginya
seakan-akan bahu akan dibawa hingga menyentuh kedua telinga selama
8 detik, kemudian lepaskan selama 10 detik. Ulangi sekali lagi.
k. Gerakan kelima melakukan gerakan ke-5, kerutkan dahi dan alis sampai
otot-ototnya terasa dan kulitnya keriput. Lakukan selama 8 detik
kemudian lepaskan selama 10 detik. Ulangi sekali lagi.
l. Gerakan keenam tutup keras-keras mata sampai mata terasa
tegangannya selama 8 detik kemudian lepaskan selama 10 detik. Ulangi
sekali lagi.
m. Gerakan ketujuh katupkan rahang dengan menggigit gigi-gigi dengan
kuat selama 8 detik kemudian lepaskan selama 10 detik dan ulangi
gerakan sekali lagi.
n. Gerakan kedelapan moncongkan mulut sekuat-kuatnya sehingga terasa
ketegangan disekitar mulut selama 8 detik kemudian lepaskan selama
10 detik dan ulangi gerakan sekali lagi.
o. Gerakan kesembilan tekankan kepala kepermukaan bantalan kursi atau
ketempat tidur selama 8 detik sehingga dapat merasakan ketegangan
dibelakang leher dan punggung atas kemudian rilekskan. Ulangi sekali
lagi.
p. Gerakan kesepuluh membawa kepala ke muka, kemudian pasien
diminta untuk membenamkan dagu ke dadanya. Sehingga dapat
merasakan ketegangan di daerah leher bagian muka. Rasakan
ketegangan otot-otot tersebut ± 8 detik, kemudian relaksasikan secara
perlahan-lahan. Lakukan gerakan ini 2 kali.
q. Gerakan kesebelas mengangkat tubuh dari sandaran kursi atau tempat
tidur. Kemudian punggung dilengkungkan dan dada dibusungkan
selama 8 detik kemudian lepaskan selama 10 detik. Ulangi sekali lagi
r. Gerakan kedua belas menarik napas panjang dan dalam untuk mengisi
paru-paru dengan udara sebanyak-banyaknya. Ulangi sekali lagi.

24
s. Gerakan ketiga belas menarik kuat-kuat perut ke dalam kemudian tahan
selama 8 detik sampai perut menjadi kencang dan keras. Lepaskan
selama 10 detik.
t. Gerakan keempat belas luruskan kedua belah telapak kaki, rasakan
ketegangan otot-otot paha selama 8 detik. Kemudian relaksasikan,
ulang kembali gerakan ini.
u. Gerakan kelima belas tekan tumit pada lantai. Kemudian jari-jari kaki
dibuka lebar-lebar dan ditarik keatas. Rasakan sampai ada ketegangan
pada otot paha. Lakukan penegangan otot ± 8 detik, kemudian
relaksasikan secara perlahan-lahan dan rasakan perbedaan antara
ketegangan otot. Ulangi sekali lagi .

5. Evaluasi
 Menanyakan perasaan responden setelah melakukan terapi PMR
 Memberikan reinforcment positif kepada responden
 Mengucapkan salam dan terima kasih.

25
BAB IV

LAPORAN KEGIATAN

A. Pelaksanaan kegiatan

No. Hari, tanggal, Kegiatan Respon


jam

1. Senin, 13 Mei - Melakukan pengkajian Klien Ny. A dengan


2019 klien dengan masalah Diabetes Mellitus tipe
Jam 14.30 peningkatan kadar II disertai post operasi
glukosa darah di ruang debridement ulkus
Flamboyan : plantar pedis dekstra
- Riwayat GDS tgl 9 (kamar 3001) bersedia
jam 22 : 268 mg/dL dilakukan terapi PMR.
- GDS tgl 10 jam
06.00 : 183 mg/dL,
jam 22.00 : 224
mg/dL
- GDS tgl 11 jam
06.00 : 196 mg/dL.
- Menjelaskan manfaat &
tujuan terapi PMR
- Meminta persetujuan
pasien untuk pelaksanaan
tindakan PMR

2. Senin, - GDS jam 06.00 : 149 - Pasien merasa


13 Mei 2019 mg/dL nyaman dengan
Jam 15.30 - Implementasi latihan PMR yang
memberikan terapi PMR dilakukan.
pada Ny. A. - GDS jam 18.00 :
85 mg/dL

3. Selasa, - GDS jam 06.00 : 180 - Pasien merasa


14 Mei 2019 mg/dL nyaman dengan
- Implementasi latihan PMR yang
memberikan terapi PMR dilakukan.
pada Ny. A jam 11.00 - Badan terasa lebih
- Implementasi rileks dan ringan
memberikan terapi PMR setelah latihan
pada Ny. A jam 17.00 PMR.
- GDS jam 18.00 :
144 mg/dL

4 Rabu, - GDS jam 06.00 : 195 - Pasien merasa


15 Mei 2019 mg/dL nyaman dengan
- Implementasi latihan PMR yang
memberikan terapi PMR dilakukan.
pada Ny. A jam 11.00 - Badan terasa lebih
- Implementasi rileks dan
memberikan terapi PMR berkeringat setelah
pada Ny. A jam 17.00 latihan PMR.

26
- GDS jam 18.00 :
45 mg/dL
5 Kamis, - GDS jam 06.00 : 111 - Tidak dilakukan
16 Mei 2019 mg/dL latihan PMR
- Tidak latihan (kontrol ke karena kadar
Poli Bedah ) glukosa darah <
145 mg/dL
- Resiko
Hipoglikemia

6 Jumat, 17 Mei - GDS jam 06.00 : 125 - Tidak dilakukan


2019 mg/dL latihan PMR
- Tidak latihan ( ke PKM karena kadar
Temindung minta glukosa darah <
rujukan kontrol ke Poli 145 mg/dL
Bedah untuk jadwal - Resiko
minggu depan ). Hipoglikemia

Grafik Kadar Glukosa Darah Pre dan Post Latihan PMR

GRAFIK KADAR GLUKOSA DALAM DARAH


300

250

200

150
GDS (mg/dL)

100

50

0
01
9 19 19 19 19 19 19 19 19
2 20 20 20 20 20 20 20 20
ei ei ei ei ei ei ei ei ei
M M M M M M M M M
9 10 10 11 13 14 15 16 17

B. Faktor Pendukung
1. Keluarga pasien terutama suami dan anak sangat mendukung dan
memberikan motivasi dalam pelaksanaan kegiatan PMR.
2. Pasien harus dalam keadaan rileks dan tenang saat melakukan terapi
PMR karena merupakan gabungan Mind-Body theraphy.
3. Pasien harus lebih fokus selama kegiatan berlangsung.
4. Suasana lingkungan yang mendukung dan tenang membuat pasien
lebih menghayati setiap gerakan dalam latihan PMR.

27
C. Faktor Penghambat
1. Suasana / ruangan yang tidak kondusif ( ramai dan tidak tenang /
banyak pengunjung) sangat mempengaruhi keberhasilan, dimana
dibutuhkan ruangan khusus yang tenang sehingga pasien bisa lebih
fokus dan konsentrasi secara penuh terhadap setiap gerakan dalam
PMR.
2. Kadar glukosa darah yang tidak stabil ( Hipoglikemia) merupakan
kontra indikasi dilakukan latihan PMR.
3. Boleh dilakukan latihan PMR apabila kadar GDS pasien > 145 mg/dL
sesuai kriteria inklusi.

D. Evaluasi kegiatan
Setelah dilakukan evaluasi pada hari ketiga ; Rabu pukul 18.00
WITA, didapatkan hasil bahwa terjadi penurunan kadar glukosa dalam
darah klien Ny A. dengan DM Tipe II, klien merasa lebih nyaman dan
rileks setelah melaksanakan latihan PMR.

28
BAB V
PENUTUP

A. Simpulan
Dari hasil pelaksanan tindakan latihan PMR pada pasien DM Tipe II yang
mengalami peningkatan kadar glukosa dalam darah dapat disimpulkan
sebagai berikut :
1. Latihan PMR dapat dilakukan apabila kadar GDS > 145 mg/dL.
2. Terapi PMR merupakan salah satu alternative pilihan sebagai terapi
komplementer untuk menurunkan kadar glukosa dalam darah pada
pasien DM Tipe II.
3. Terapi ini dapat diberikan selama ± 15 – 30 menit disesuaikan dengan
nilai kadar GDS dan suasana lingkungan yang mendukung.
4. Ada perbedaan kadar glukosa dalam darah pasien sebelum dan sesudah
diberikan latihan PMR, dimana latihan PMR dapat membantu
menurunkan kadar glukosa dalam darah pada pasien DM Tipe II.

B. Saran dan Rencana Tindak Lanjut


1. Terapi PMR dapat digunakan sebagai terapi alternative pendamping
untuk menurunkan kadar glukosa dalam darah pada pasien DM Tipe
II.
2. Terapi ini dapat diterapkan dengan mudah oleh tenaga kesehatan
karena tidak memerlukan biaya yang mahal dan sangat terjangkau.
3. Perlu diadakan penelitian lebih lanjut karena pelaksanaan kegiatan ini
hanya melibatkan 1 orang pasien dan dilaksanakan dalam waktu yang
singkat.
4. Menyediakan ruangan khusus yang kondusif untuk pelaksanaan terapi
PMR ini di Rumah Sakit sebagai terapi alternative.
1.

29
DAFTAR PUSTAKA

Bennett, P. Epidemiology of Type 2 Diabetes Millitus. In Le Roithet. al, Diabetes


Millitus a Fundamental and Clinical

Black, M, J, and Hawks, J, H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah. Manajemen


Klinis Untuk Hasil Yang Diharapkan. Singapore : Elseiver

Copstead, L.C. & Banasik, J.L. (2014). Pathophysiology, 5th edition.Philadelphia


: W.B. Saunders Company.

Departemen Kesehatan. (2005). Pharmaceutical Care untuk Penyakit Diabetes


Melitus.

Edmund, J.B. (2015). The Anxiety and Phobia Workbook. New Harbinger
Publications.

Efi Koloverou dkk (2014). Implementation of a Stress Management Program in


Outpatients with Type 2 Diabetes Mellitus : a randomized controlled
trial.

Fritz, S. (2013). Sport And Exercise Massage : Comprehensive In Athletics,


Fitness, And Rehabilitation. St. Louis, Missouri Mosby. Inc.

Galvani Volta S (2017). Pengaruh Latihan Relaksasi Otot Progresif Terhadap


Kadar Gula Darah Dan Ankle Brachial Index Pada Pasien Diabetes
Mellitus Tipe II.

Harding, Anne Helen et al.(2013). Dietary Fat and Risk of Clinic Type Diabetes.
American Journal of Epidemiology ;15(1);150-9.

Hastuti, Rini Tri. (2008). Faktor-faktor Risiko Ulkus Diabetika Pada Penderita
Diabetes Melitus Studi Kasus di RSUD Dr. Moewardi Surakarta
(dissertation). Universitas Diponegoro (Semarang).

Herina Dwi P dkk (2017). Relaksasi Otot Progresif Terhadap Penurunan Kadar
Gula Darah Pada Pasien Diabetes Mellitius Tipe 2.

Isral Ghozi. (2014). Hubungan Aktifitas Fisik Dengan kadar Nitric Oxide (NO)
Plasma Pada Masyarakat di Kota Padang. Jurnal Kesehatan Andalas,Vol
3:2 .

M. Agung A dan Hema dkk (2012). Progressive Muscle Relaxation (PMR) Is


effective to lower blood glucose levels of patients with type 2 Diabetes
Mellitius.

Mashudi. (2011). Pengaruh Progressive Muscle Relaxation terhadap Kadar


Glukosa Darah pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Di Rumah Sakit
Umum Daerah raden Mataher Jambi. http:lontar/ui.ac.id

Moyad, M., dan Hawks, J. H. (2009). Complementary and alternative therapies,


dalam Black, J.M., & Hawks. Medical Surgical Nursing; clinical
management for positive outcomes. (8th ed). USA : Elsevier Saunders

30
Misnadiarly. (2006). Diabetes Mellitus : Gangren, Ulcer, Infeksi, Mengenal
Gejala, Menanggulangi, dan Mencegah Komplikasi. Jakarta : Pustaka
Populer Obor.

Nani Avianti, Desmaniarti Z., Hotma Rumahorbo. (2016). Progressive Muscle


Relaxation Effectiveness of the Blood Sugar Patients with Type 2
Diabetes.

Perry and Potter . (2010). Fundamental Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika

Richmond, R.L. (2007). A Guide To Pschology And Its Practice.

Siracuse, J. J & Chaikof, E. L. (2012). The Pathogenesis of Diabetic


Atherosclerosis

Slamet S. ( 2008). Diet pada Diabetes dalam Noer dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Edisi III. Jakarta: Balai Penerbit FK-ill.

Smeltzer, S. C. and Bare, B. G., Hinkle, J. L., Cheever, K. H. (2013). Brunner &
Suddarth’s Textbook of Medical-Surgical Nursing. Ed. 11. Philadelphia:
Lippincoot William & Wilknis.

Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. (2008). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth (Edisi 11). Jakarta: EGC.

Subin S, dkk (2015). Passive Stretching Versus Active Stretching on Immediate


Blood Glucose in Subjects with Type II Diabetes Mellitus – Pilot study.

Sucipto, A. (2014). Pengaruh Teknik Relaksasi Otot Progresif Terhadap Tekanan


Darah Pada Lansia Dengan Hipertensi Di Desa Karang Bendo
Banguntapan Bantul Yogyakarta. Yogyakarta.

Sujaya, I Nyoman.(2009). “Pola Konsumsi Makanan Tradisional Bali sebagai


Faktor Risiko Diabetes Melitus Tipe 2 di Tabanan.” Jurnal Skala Husada.

Teixeria L.(2011). Regular Physical Exercise Training Assists in Preventing Type


2 Diabetes Development: Focus on its Antioxidant and Anti-
Inflammantory Properties. Biomed Central Cardiovascular Diabetology
; 10 (2);1-15.

Wild S , Roglic G, GreenA, Sicree R, King H. (2004). Global Prevalence of


Diabetes: Estimates for The Year 2000 and Projections for 2030.
Diabetic Care.

Yasa, M & Turkseven, S. (2005). Vasoprotective Effects of Nitric Oxide in


Atherosclerosis.

31

Anda mungkin juga menyukai