Anda di halaman 1dari 46

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada era globalisasi, pelayanan prima merupakan elemen utama di

rumah sakit dan unit kesehatan. Rumah sakit dituntut untuk memberikan

pelayanan kesehatan yang memenuhi standar pelayanan yang optimal. Hal

tersebut sebagai akuntabilitas rumah sakit supaya mampu bersaing dengan

Rumah Sakit lainnya. Rumah sakit adalah bentuk organisasi pelayanan

kesehatan yang bersifat komprehensif, mencakup aspek promotif, preventif,

kuratif dan rehabilitatif, serta sebagai pusat rujukan kesehatan masyarakat.

Rumah sakit dinyatakan berhasil, tidak hanya pada kelengkapan fasilitas yang

diunggulkan, melainkan juga sikap dan layanan sumber daya manusia

merupakan elemen yang berpengaruh signifikan terhadap pelayanan yang

dihasilkan dan dipersepsikan pasien. Bila elemen tersebut diabaikan maka

dalam waktu yang tidak lama, rumah sakit akan kehilangan banyak pasien dan

dijauhi oleh calon pasien. Pasien akan beralih ke Rumah Sakit lainnya yang

memenuhi harapan pasien, hal tersebut dikarenakan pasien merupakan aset yang

sangat berharga dalam mengembangkan industri rumah sakit (Gillies 1996;

Suprihatin 2009, p. 3).

Hakikat dasar dari Rumah Sakit adalah pemenuhan kebutuhan dan

tuntutan pasien yang mengharapkan penyelesaian masalah kesehatannya pada

rumah sakit. Pasien memandang bahwa hanya rumah sakit yang mampu

1
2

memberikan pelayanan medis sebagai upaya penyembuhan dan pemulihan atas

rasa sakit yang dideritanya. Pasien mengharapkan kualitas pelayanan yang siap,

cepat, tanggap dan nyaman terhadap keluhan penyakit pasien.

Kualitas pelayanan dipengaruhi oleh harapan, kualitas proses dan

output yang berkualitas. Pelayanan yang baik dapat dijadikan sebagai modal

untuk menarik minat konsumen (Tjiptono,2000:235). Kualitas pelayanan yang

baik yaitu handal, canggih, modern, lengkap dan cepat dalam merespon pasien

serta lokasi yang dapat dijangkau dengan mudah dan stategis, dengan begitu

konsumen akan mengambil keputusan untuk menggunakan jasa rawat inap yang

ditawarkan dan setelah pemakainan jasa tersebut akan timbul sikap tentang

kepuasan (Kotler,2000:278).

Kepuasan pasien tergantung pada kualitas pelayanan. Pelayanan adalah

semua upaya yang dilakukan karyawan untuk memenuhi keinginan

pelanggannya dengan jasa yang akan diberikan. Suatu pelayanan dikatakan

baik oleh pasien, ditentukan oleh kenyataan apakah jasa yang diberikan bisa

memenuhi kebutuhan pasien, dengan menggunakan persepsi pasien tentang

pelayanan yang diterima (memuaskan atau mengecewakan, juga termasuk

lamanya waktu pelayanan). Kepuasan dimulai dari penerimaan terhadap

pasien dari pertama kali datang, sampai pasien meninggalkan rumah sakit.

(Aditama, 2004)

Ketidakpuasan pasien diartikan sama dengan keluhan terhadap rumah

sakit, berikut pelayanan yang dilakukan oleh tenaga kesehatannya (dokter,

perawat, apoteker, psikolog dan lainnya) dan struktur sistem perawatan

kesehatan (biaya, sistem asuransi, kemampuan dan prasarana pusat kesehatan


3

dan lain-lain). Pasien mengharapkan interaksi yang baik, sopan, ramah,

nyaman dengan tenaga kesehatan, sehingga kompetensi, kualifikasi serta

kepribadian yang baik dari pelayan kesehatan. Faktor utama dalam

mempengaruhi kepuasan pasien adalah lengkapnya peralatan medik, bangunan

dan fasilitas rumah sakit yang memadai, kelengkapan sarana pendukung dalam

pelayanan (Kemen.Kes, 2011).

Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan konsumen menurut

Moison, Walter dan White (Haryanti, 2000) menyebutkan yaitu: (1)

Karakteristik Produk, (2) harga, (3) pelayanan, (4) lokasi, (5) fasilitas, (6)

Suasana dan (7) komunikasi.

Berdasarkan hasil survey kepuasan pasien yang dilakukan oleh Depkes

RI pada beberapa Rumah Sakit di Jakarta menunjukkan bahwa 14 % pasien

tidak puas terhadap pelayanan kesehatan yang diberikan, sedangkan pelayanan

yang diberikan pada umumnya sudah baik. Wawancara sederhana yang

dilakukan oleh peneliti pasien mengungkapkan bahwa perawat jarang ke

pasien, ke pasien hanya untuk rutinitas saja saat ada tindakan keperawatan,

kurang lama berinteraksi dengan pasien.

Berdasarkan hasil survey tingkat kepuasan terhadap pelayanan

keperawatan yang dilakukan Rumah Sakit pada bulan Juni 2009 menunjukkan

92,17% dari 312 responden menyatakan pelayanan di rumah sakit khususnya

keperawatan cukup baik, tetapi pada bulan juni juga terdapat masukan dan

kritikan yang ditujukan kepada perawat melalui kotak saran yang menyatakan

ketidakpuasan terhadap pelayanan keperawatan. Pasien tersebut mengatakan

perawatnya judes, kurang ramah, kurang memuaskan dalam menjawab


4

pertanyaan yang diajukan oleh pasien, kurang peduli sama pasien dan lain-

lain, dimana hal tersebut akan menurunkan mutu pelayanan keperawatan RS

yang dianggap dulu lebih baik dari pada sekarang.

Sejumlah riset empiris menyimpulkan bahwa kepuasan pasien

berkaitan positif dengan persepsi terhadap kualitas jasa suatu layanan. Apabila

persepsi pasien baik dan positif terhadap pelayanan yang diterima, maka akan

terjadi kepuasan, apabila yang terjadi sebaliknya maka akan tercipta

ketidakpuasan.

Dari prinsip Service Quality, ditambah dengan penelitian di Provinsi

Jawa Tengah mengenai indikator kepuasan pasien rawat inap di rumah sakit

yang dilakukan UNDIP tahun 2006, menyampaikan bahwa dalam pengalaman

sehari-hari, ketidakpuasan pasien yang paling sering diungkapkan dalam

kaitannya dengan sikap dan perilaku petugas RS, antara lain keterlambatan

pelayanan dokter dan perawat, dokter sulit ditemui, perawat kurang

komunikatif dan informatif, lamanya proses masuk rawat inap, tutur kata,

keacuhan serta ketertiban dan kebersihan di lingkungan RS . Sikap, perilaku,

tutur kata, keramahan petugas serta kemudahan mendapatkan informasi dan

komunikasi menduduki peringkat tertinggi dalam persepsi kepuasan pasien.

Tidak jarang walaupun pasien merasa outcome tak sesuai dengan harapannya,

tetapi mereka cukup puas jika dilayani dengan sikap yang menghargai

perasaan dan martabatnya.

Merkouris, et.al. (2007) menyebutkan bahwa mengukur kepuasan

pasien, dapat digunakan sebagai alat untuk 1) evaluasi kualitas pelayanan

kesehatan, 2) evaluasi terhadap konsultasi intervensi dan hubungan antara


5

perilaku sehat dan sakit, 3) membuat keputusan administrasi, 4) evaluasi efek

dari perubahan organisasi pelayanan 5) administrasi staf 6) fungsi pemasaran

7) formasi etik profesional (Depkes RI 2008, p. 12)

Peran perawat merupakan bentuk bantuan bagi klien yang mengalami

masalah kesehatan. Pada kenyataannya, ketika seseorang masuk ke dalam

setting pelayanan kesehatan, ia memerlukan bantuan dari orang lain. Ada

suatu motif yang mendasari hubungan yang terbentuk antara klien dan petugas

kesehatan, termasuk perawat yaitu hubungan saling membantu dengan tujuan

mengatasi masalah kesehatan. Situasi ini selanjutnya dikenal sebagai

hubungan yang berfokus lebih dikenal sebagai hubungan yang berfokus

membantu. Bentuk hubungan ini lebih dikenal dengan sebutan hubungan

terapeutik (Anas Tamsuri, 2006 : 61 ).

Komunikasi merupakan proses yang sangat khusus dan berarti dalam

hubungan antar manusia. Pada profesi keperawatan komunikasi menjadi lebih

bermakna karena merupakan metode utama dalam mengimplementasikan

proses keperawatan. Pengalaman ilmu untuk menolong sesama memerlukan

kemampuan khusus dan kepedulian yang besar. Untuk itu, perawat

memerlukan kemampuan khusus dan kepedulian besar yang mencakup

keterampilan intelektual, teknikal, dan interpesonal yang tercermin dalam

perilaku caring atau kasih sayang dalam berkomunikasi dengan orang lain

(Wahyudi, 2009). Perawat yang memiliki keterampilan berkomunikasi secara

terapeutik tidak saja akan mudah menjalin hubungan rasa percaya dengan

klien, mencegah terjadinya masalah ilegal, memberikan kepuasan profesional

dalam pelayanan keperawatan dan meningkatkan citra profesi keperawatan


6

serta citra rumah sakit, tetapi yang paling penting adalah mengamalkan

ilmunya untuk memberikan pertolongan terhadap sesama manusia

(Damaiyanti, 2008).

Walaupun teknologi terus maju dan terdapat banyak tuntunan

kebutuhan bagi perawat, hubungan komunikasi merupakan faktor yang

mempengaruhi kualitas pelayanan dan sangat berarti bagi klien dan perawat.

Komunikasi efektif merupakan unsur penting dalam praktik keperawatan

profesional. American Association of Critical Care Nurse (2005)

mengidentifikasi keahlian komunikasi sebagai bagian dari standar

pembangunan dan pemelihara lingkungan kerja. Komunikasi merupakan alat

untuk mencapai hubungan bantuan pemulihan. (Perry & Potter, 2010 : 564)

Komunikasi adalah elemen dasar dari interaksi manusia yang

memungkinkan seseorang untuk menetapkan, mempertahankan, dan

meningkatkan kontak dengan orang lain. Karena komunikasi dilakukan oleh

seseorang setiap hari, orang sering sekali salah berfikir bahwa komunikasi

adalah sesuatu yang mudah. Namun sebenarnya komunikasi adalah proses

kompleks yang melibatkan tingkah laku dan hubungan serta memungkinkan

individu bersosialisasi dengan orang lain dan dengan lingkungan sekitarnya.

Hal itu merupakan peristiwa yang terus berlangsung secara dinamis yang

maknanya dipacu dan ditransmisikan. (Perry & Potter, 2005 : 301)

Perawat menggunakan kemampuan komunikasi ketika menetapakan

hubungan terapeutik. Tidak ada formula untuk membentuk hubungan dengan

klien. Setiap orang berkomunikasi secara unik dan setiap klien membutuhkan

teknik komunikasi yang berbeda. Teknik yang dapat digunakan perawat yaitu :
7

teknik mendengar aktif, teknik mengajukan pertanyaan, teknik menjelaskan,

teknik fokus, teknik menyimpulkan dan memberikan informasi (Indrawati,

2003 dalam Wahyudi, 2009).

Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara

sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien

(Indrawati, 2003 dalam Wahyudi, 2009). Komunikasi terapeutik bukan

pekerjaan yang bisa dikesampingkan, namun harus direncanakan, disengaja,

dan merupakan tindakan professional (Arwani, 2003 dalam Wahyudi, 2009).

Komunikasi menjadi tidak efektif karena kesalahan dalam menafsirkan pesan

yang diterimanya. Hal ini disebabkan karena setiap manusia mempunyai

keterbatasan dalam menelaah informasi yang disampaikan. Hal ini juga sering

terjadi pada institusi pelayanan kesehatan, misalnya pasien sering complain

karena tanaga kesehatan tidak mengerti maksud pesan yang disampaikan

pasien, sehingga pasien tersebut menjadi marah dan tidak datang lagi

mengunjungi pelayanan kesehatan tersebut (Wahyudi, 2009).

Efektifitas antara komunikasi terapeutik terhadap tingkat kepuasan

pasien sangat diperlukan solusi-solusi yang dapat meningkatkan keterampilan

berkomunikasi perawat. Keterampilan berkomunikasi bukan merupakan

kemampuan yang kita bawa sejak lahir dan juga tidak akan muncul secara

tiba-tiba saat kita memerlukannya. Keterampilan tersebut harus dipelajari dan

dilatih secara terus menerus melalui kemampuan belajar mandiri, penyegaran,

dan pelatihan (Lilis, 2011).

Keperawatan merupakan suatu interaksi antara perawat dan pasien,

perawat dan profesional kesehatan lain, serta perawat dan komunitas. Proses
8

interaksi manusia terjadi melalui komunikasi: verbal dan nonverbal, tertulis

dan tidak tertulis, terencana dan tidak terencana. Mereka harus memiliki

keterampilan komunikasi yang baik agar efektif dalam berinteraksi. Mereka

harus menyadari kata-kata dan bahasa tubuh yang mereka sampaikan pada

orang lain. Ketika perawat mengemban peran kepemimpinan, mereka harus

menjadi efektif, baik dalam ketrampilan komunikasi verbal maupun

komunikasi non verbal (Kathleen, 2007).

Komunikasi terapeutik perlu diperhatikan oleh perawat karena

masyarakat yang menilai baik buruknya pelayanan di Rumah Sakit tergantung

pada komunikasi perawat terhadap pasien. Perawat yang memiliki keterampilan

berkomunikasi secara terapeutik tidak saja akan mudah menjalin hubungan rasa

percaya dengan klien, mencegah terjadinya masalah ilegal, memberikan

kepuasan profesional dalam pelayanan keperawatan dan meningkatkan citra

profesi keperawatan serta citra rumah sakit, tetapi yang paling penting adalah

mengamalkan ilmunya untuk memberikan pertolongan terhadap sesama

manusia (Damaiyanti, 2008). Perawat harus fleksibel dan teknik yang

digunakan untuk mengembangkan komunikasi dengan setiap klien / pasien.

Teknik yang dapat digunakan perawat yaitu: teknik mendengar aktif, teknik

mengajukan pertanyaan, teknik menjelaskan, teknik fokus, teknik

menyimpulkan dan memberikan informasi (Perry & Potter, 2005 : 301).

Penelitian yang dilakukan oleh Huda 2010 tentang hubungan

komunikasi terapeutik perawat dengan tingkat kepuasan pasien di RS. Bunda

Margonda Depok, bahwa tingkat kepuasan klien sangat dipengaruhi oleh

komunikasi terapeutik perawat, dari 31 pasien sebagai responden didapatkan 19


9

pasien (61,3 %) menyatakan puas dan 12 pasien (38,7 %) menyatakan kurang

puas. Dan hasil penelitian yang dilakukan Husna, dkk. (2009) tentang hubungan

komunikasi terapeutik perawat dengan kepuasan pasien di RS Siti Khodijah

Sepajang bahwa perawat di RS Siti Khodijah Sepajang telah menerapkan

komunikasi terapeutik (100%) dan pasien menyatakan puas (84,6%).

Berdasarkan laporan dari bagian Rekap Medik RSUD Sawah Lunto

Tahun 2015 tiga tahun terakhir data kunjungan pasien yang dirawat inap

mengalami penurunan. Pada tahun 2012 data kunjungan pasien 18.117 jiwa,

sedangkan pada tahun 2013 kunjungan pasien 12.452 jiwa dan pada tahun 2014

kunjungan semakin menurun ada 11.290 jiwa. dapat dilihat bahwa terjadi

penurunan kunjungan pasien.

Dari studi pendahuluan yang peneliti lakukan maupun dari pengalaman

bekerja sebelumnya di Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUD Sawah Lunto,

dimana sebagian perawat masih belum menerapkan komunikasi terapeutik

antara perawat dan pasien, kurang bertanya mengenai keluhan klien, jarang

memperkenalkan diri pada pasien dan jarang menjelaskan tindakan keperawatan

yang langsung melibatkan pasien. Dan berdasarkan wawancara yang dilakukan

peneliti tanggal 28 September 2015 di ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD),

terhadap 5 orang pasien yang ditemui, 3 orang mengatakan kalau komunikasi

perawat masih kurang dimana perawat kurang memberi informasi yang jelas

mengenai penyakitnya, 2 orang pasien mengatakan pengalaman masa lalu

kurang baik sebelumnya dirawat dimana perawat kurang tanggapan mengenai

keluhan pasien sebelumnya. Pada saat mengobservasi komunikasi terapeutik

perawat, tampak masih ada perawat yang tidak memperkenalkan nama dan
10

memanggil pasien hanya dengan sebutan bapak, ibu, adik, tanpa menanyakan

nama panggilan pasien, perawat masih kurang menjaga kontak mata ketika

melakukan komunikasi dengan pasien, dan masih ada perawat yang terburu –

buru dalam menyampaikan informasi.

Klien dapat merasakan puas ataupun tidak puas apabila klien sudah

mendapatkan pelayanan kesehatan yang diberikan petugas di IGD, baik yang

bersifat fisik, kenyamanan dan keamanan serta komunikasi terapeutik yang

baik. Adanya penumpukan klien diruangan IGD karena ruang rawat inap yang

penuh, maka perawat juga harus merawat klien yang menginap dan menangani

klien yang baru datang, mengakibatkan klien kurang mendapatkan informasi

dengan baik dan benar dari perawat tentang prosedur pemeriksaan penunjang

dan informasi lainya maka klien merasa kurang mendapat perhatian sehingga

klien merasa diterlantarkan di IGD.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk

mengetahui lebih lanjut tentang hubungan komunikasi terapeutik dengan tingkat

kepuasan terhadap pelayanan Instalasi Gawat Darurat (IGD) di RSUD Sawah

Lunto tahun 2015.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, penulis menetapkan rumusan masalah

apakah ada hubungan komunikasi terapeutik dengan tingkat kepuasan terhadap

pelayanan Instalasi Gawat Darurat (IGD) di RSUD Sawah Lunto tahun 2015.
11

C. Tujuan penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan komunikasi terapeutik dengan tingkat

kepuasan terhadap pelayanan Instalasi Gawat Darurat (IGD) di RSUD

Sawah Lunto tahun 2015.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui distribusi frekuensi tingkat kepuasan pasien terhadap

pelayanan Instalasi Gawat Darurat (IGD) di RSUD Sawah Lunto tahun

2015

b. Mengetahui distribusi frekuensi pelaksanaan teknik komunikasi

terapeutik perawat dalam mengajukan pertanyaan terhadap pelayanan

Instalasi Gawat Darurat (IGD) di RSUD Sawah Lunto tahun 2015

c. Mengetahui distribusi frekuensi pelaksanaan teknik komunikasi

terapeutik perawat dalam mendengar aktif terhadap pelayanan Instalasi

Gawat Darurat (IGD) di RSUD Sawah Lunto tahun 2015

d. Mengetahui distribusi frekuensi pelaksanaan teknik komunikasi

terapeutik perawat dalam menjelaskan terhadap pelayanan Instalasi

Gawat Darurat (IGD) di RSUD Sawah Lunto tahun 2015

e. Mengetahui distribusi frekuensi pelaksanaan teknik komunikasi

terapeutik perawat dalam fokus terhadap pelayanan Instalasi Gawat

Darurat (IGD) di RSUD Sawah Lunto tahun 2015

f. Mengetahui distribusi frekuensi pelaksanaan teknik komunikasi

terapeutik perawat dalam menyimpulkan terhadap pelayanan Instalasi

Gawat Darurat (IGD) di RSUD Sawah Lunto tahun 2015


12

g. Mengetahui distribusi frekuensi pelaksanaan teknik komunikasi

terapeutik perawat dalam memberikan informasi terhadap pelayanan

Instalasi Gawat Darurat (IGD) di RSUD Sawah Lunto tahun 2015

h. Mengetahui hubungan pelaksanaan teknik komunikasi terapeutik

perawat dalam mengajukan pertanyaan dengan tingkat kepuasan pasien

terhadap pelayanan Instalasi Gawat Darurat (IGD) di RSUD Sawah

Lunto tahun 2015

i. Mengetahui hubungan pelaksanaan teknik komunikasi terapeutik

perawat dalam dalam mendengar aktif dengan tingkat kepuasan pasien

terhadap pelayanan Instalasi Gawat Darurat (IGD) di RSUD Sawah

Lunto tahun 2015

j. Mengetahui hubungan pelaksanaan teknik komunikasi terapeutik

perawat dalam menjelaskan dengan tingkat kepuasan pasien terhadap

pelayanan Instalasi Gawat Darurat (IGD) di RSUD Sawah Lunto tahun

2015

k. Mengetahui hubungan pelaksanaan teknik komunikasi terapeutik

perawat dalam fokus dengan tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan

Instalasi Gawat Darurat (IGD) di RSUD Sawah Lunto tahun 2015

l. Mengetahui hubungan pelaksanaan teknik komunikasi terapeutik

perawat dalam menyimpulkan dengan tingkat kepuasan pasien terhadap

pelayanan Instalasi Gawat Darurat (IGD) di RSUD Sawah Lunto tahun

2015

m. Mengetahui hubungan pelaksanaan teknik komunikasi terapeutik

perawat dalam memberikan informasi dengan tingkat kepuasan pasien


13

terhadap pelayanan Instalasi Gawat Darurat (IGD) di RSUD Sawah

Lunto tahun 2015

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Ilmu Pengetahuan

Menambah wawasan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang

manajemen keperawatan mengenai gambaran persepsi pasien terhadap

pelaksanaan komunikasi terapeutik perawat

2. Bagi Rumah Sakit

Sebagai bahan masukan, pertimbangan dan infomasi bagi RSUD

Sawah Lunto untuk meningkatkan kepuasan pasien terhadap pelaksanaan

teknik komunikasi terutama di Instalasi Gawat Darurat RSUD Sawah

Lunto.

3. Bagi Metodelogi

Bagi penelitian selanjutnya sebagai data dasar dan bahan

perbandingan dalam melakukan penelitian lebih lanjut.

E. Ruang Lingkup

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan komunikasi

terapeutik dengan tingkat kepuasan terhadap pelayanan Instalasi Gawat Darurat

(IGD). Jenis penelitian deskriptif analitik dengan desain Cross Sectional

Study. Penelitian akan dilakukan di RSUD Sawah Lunto pada bulan Desember

2015. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien yang berkunjung ke

IGD RSUD Sawah Lunto. Teknik pengambilan sampel menggunakan


14

accidental sampling dengan menggunakan kuesioner. Analisa yang digunakan

adalah analisa univariat dan bivariat dan diolah secara komputerisasi dengan

program SPSS.
15

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Komunikasi terapeutik

1. Pengertian

Komunikasi terapeutik merupakan hubungan interpersonal antara

perawat dan klien, dalam hubungan ini perawat dan klien memperoleh

pengalaman belajar bersama dalam rangka memperbaiki pengalaman

emosional klien (Suryani, 2006:12).

Komunikasi terapeutik adalah proses dimana perawat yang

menggunakan pendekatan terencana mempelajari klien (Perry dan Potter,

2005:311)

2. Tujuan komunikasi terapeutik

Komunikasi terapeutik bertujuan untuk mengembangkan pribadi klien ke

arah yang lebih positif atau adaptif dan diarahkan pada pertumbuhan klien:

a. Realisasi diri, penerimaan diri, dan peningkatan penghormatan diri.

Melalui komunikasi terapeutik diharapakan terjadi perubahan pada diri

klien.

b. Kemampuan membina hubungan interpersonal yang tidak superfisial

dan saling bergantung dengan orang lain. Melalui komunikasi

terapeutik, klien belajar bagaimana menerima dan diterima orang lain.

c. Peningkatan fungsi dan kemampuan untuk memuaskan kebutuhan serta

mencapai tujuan yang realistis.


16

d. Rasa identitas personal yang jelas dan peningkatan integritas diri.

3. Prinsip dasar komunikasi

Beberapa prinsip dasar yang harus dipahami dalam membangun dan

mempertahankan hubungan yang terapeutik :

a. Hubungan perawat dan klien adalah hubungan terapeutik yang saling

menguntungkan. Kualitas hubungan perawat dan klien ditentukan oleh

bagaimana perawat mendefenisikan dirinya sebagai manusia. Hubungan

perawat dan klien tidak hanya sekedar hubungan seorang penolong

dengan kliennya tapi lebih dari itu, yaitu hubungan antar manusia yang

bermatabat.

b. Perawat harus menghargai keunikan klien. Tiap individu mempunyai

karakter yang berbeda-beda.

c. Semua komunikasi yang dilakukan harus dapat menjaga harga diri

pemberi maupun penerima pesan, dalam hal ini perawat harus mampu

menjaga harga dirinya dan harga diri klien.

d. Komunikasi yang menciptakan tumbuhnya hubungan yang saling

percaya haruds dicapai terlebih dahulu sebelum menggali permasalahan

dan memberikan alternatif pemecahan masalah.

4. Tahap Komunikasi

a. Fase orientasi

Seperti yang dijelaskan oleh peplau, hubungan ini secara formal

dimulai pada fase orientasi. Perawat menentukan suasana bagi hubungan

ini dengan menyambut pasien secara benar. “ Saya Laurie Snow dan

menjadi perawat yang merawat anda sepanjang hari ini ”.


17

Setelah fase menyapa, perawat mengklarifikasi maksud dan sifat

hubungan. Perawat berusaha meningkatkan kepercayaan dan

menurunkan kecemasan dengan menunjukkan kesungguahan, rasa

hormat, dan sikap informatif.

Pengumpulan data terjadi pada fase orientasi. Perawat perlu

pemikiran terbuka untuk bisa memahami persepsi pasien terhadap

masalah tersebut dan kebutuhan akan pengobatan. Pertanyaan spesifik

pada penilaian keperawatan dapat memberikan fokus untuk

pengumpulan data awal, perawat perlu meluangkan waktu untuk

mendengarkan,benar-benar mendengarkan, kebutuhan dan harapan

pasien. Tindakan ini mencegah kekecewaan selama dan pada akhir

hubungan jika perawatan tidak sesuai dengan harapan pasien. Perawat

dapat memperbaiki kesalahan informasi dan mengklarifikasi situasi

sebelum intervensi yang sebenarnya belum dimulai.

Saat perawat dan klien bertemu dan mengenal satu sam lain :

a) Bentuk suasana hubungan dengan prilaku hangat,empati dan penuh

perhatian

b) Pahami bahwa hubungan awal bersifat superfisial, tidak pasti dan

tentatif

c) Amati klien dengan cermat dan sebaiknya

d) Mulailah membangun kesimpulan dan membentuk penilaian

tentang pesan dan prilaku klien

e) Kaji status kesehatan klien

f) Prioritaskan masalah klien dan identifikasi tujuan mereka


18

g) Buat kontrak dengan klien mengenai tugas dan pembagian peran

b. Fase kerja

Tahap kerja berhubungan dengan pelaksanaan rencana tindakan

keperawatan yang akan dilaksanakan sesuai dengan tujuan yang ingin

dicapai. Pada tahap ini perawat perlu melakukan active listening karena

tugas perawat pada tahap kerja ini bertujuan untuk menyelesaikan

masalah klien. Melalui active listening, perawat membantu klien untuk

mendefenisikan masalah yang dihadapi, bagaimana cara mengatasi

masalahnya, dan mengevaluasi cara atau alternatif pemecahan masalah

yang telah dipilih. Karena itu, perawat dituntut untuk peka terhadap

respon verbal maupun respon non verbal klien, sehingga ia dapat

menentukan rencana, membuat tujuan dan melakukan tindakan yang

sesuai dengan kebutuhan dan masalah klien.

Oleh kerana itu, diharapkan klien merasa bahwa perawat

memahami pesan-pesan yang telah disampaikan. Tetapi jika perawat

tidak menyimpulkan permasalahan yang dihadapi klien, maka dapat

mengakibatkan adanya ketidaksamaan persepsi terhadap masalah antara

perawat dan klien. Sehingga penyelesaian masalah tidak terarah dan

tidak relevan dengan hasil yang diharapkan dan masalah klien menjadi

tidak terselesaikan.

Saat perawat dan klien bekerja sama untuk memecahkan masalah

dan mencapai tujuan :

a) Dorong dan bantu klien untuk mengekspresikan perasaan tentang

kesehatannya.
19

b) Berikan informasi yang dibutuhkan untuk mengubah prilaku

c) Dorong dan bantu klien untuk menetapkan tujuan

d) Ambil tindakan untuk memenuhi tujuan yang ditetapkan bersama

klien

e) Gunakan keterampilan komunikasi terapeutik untuk memfasilitasi

interaksi yang sukses

c. Tahap terminasi

Fase terminasi seringkali diremehkan karena asuhan kesehatan

ditekankan pada diagnosis dan pengobatan. Akhir dari hubungan

terapeutik, sesingkat apapun, dapat menjadi waktu yang berharga bagi

pasien dan perawat untuk memeriksa pencapaian tujuan dan meninjau

ulang waktu yang telah dihabiskan bersama. Perawat menggunakan

keterampilan meringkas untuk mengevaluasi terhadap tujuan yang

diterapkan. Tinjauan ulang ini dapat membawa rasa keberhasilan dan

kedekatan bagi kedua belah pihak.

Fase terminasi juga merupakan waktu untuk mengidentifikasi

tujuan yang tidak tercapai oleh perawat dan pasien yang mungkin

memerlukan rujukan dan perawatan lebih lanjut.

Selama mengakhiri hubungan :

a) Ingatkan klien bahwa terminasi telah dekat

b) Evaluasi pencapaian tujuan bersama klien

c) Ingatkan mengenai hubungan klien dan perawat

d) Memisahkan diri dari klien dengan menyerahkan tanggung jawab

atas perawatan dirinya kepada pihak lain


20

e) Capailah transisi yang lancar bagi klien kepada perawat lain seperti

yang dibutuhkan.

5. Teknik komunikasi

Dalam menanggapi respon yang disampaikan klien, perawat dapat

menggunakan berbagai teknik koomunikasi terapeutik sebagai berikut:

a. Mendengarkan aktif

Mendengarkan aktif merupakan proses interaktif antara perawat

dan pasien untuk memahami dan dipahami (Lisa,2009:68).

Mendengarkan merupakan dasar utama dalam komunikasi terapeutik,

selama mendengarkan, perawat harus mengikuti apa yang dibicarakan

klien dengan penuh perhatian perawat memberikan tanggapan pada

saat yang tepat dan tidak memotong pembicaraan klien. Respon yang

bisa disampaikan untuk menunjukkan bahwa perawat mendengarkan

klien seperti, “M......m.....”, “O ya...”, “Terus.....”, “Lalu....”

Kemampuan mendengar ini sangat penting dalam komunikasi teraputik

terutama pada fase kerja. Untuk menjadi pendengar yang baik perawat

menggunakan kemampuan ini :

a) Hadapi klien ketika mereka berbicara

b) Pertahankan kontak mata yang alamiah untuk menunjukkan

keinginan untuk mendengar.

c) Mengambil postur yang menunjukkan menyimak. Hindari

menyilangkan kaki dan tangan karena ini menunjukkan postur

yang defensif.
21

d) Hindari gerakan tubuh yang mengganggu seperti meremas tangan,

mengetukan kaki atau bermain-main dengan sebuah benda

ditangan.

e) Mengangguk untuk mengakui ketika klien berbicara tentang hal

penting atau mencari persetujuan.

f) Condong ke pembicara untuk menunjukkan keterlibatan.

b. Mengajukan pertanyaan

Bertanya merupakan teknik yang dapat mendorong klien

untuk mengungkapkan perasaan dan pikirannya (Suryani,2006:65)

Wawancara dengan pasien dilakukan dengan mengajukan

pertanyaan untuk mendapat informasi lebih rinci. Sebagian besar

lembar penilaian mengumpulkan data historis menggunakan kombinasi

pertanyaan terbuka dan tertutup serta pertanyaan menu. Pertanyaan

tertutup biasanya mendatangakan jawaban pendek atau respon “ Ya ”

atau “ Tidak ”.

Perawat sering mengajukan pertanyaan terbuka yang

memungkinkan lebih banyak respons informatif. Pertanyaan terbuka

berguna dalam mendapatkan informasi mengenai dan gejala perasaan.

Contoh pertanyaan terbuka adalah “ bagaimana anda menjelaskan nyeri

anda ?” dari pada “ apakah anda mengalami nyeri ?” dan “

pembedahan apa yang pernah anda jalani sebelumnya ?” dari pada “

apakah anda pernah menjalani pembedahan lainnya ?” pertayaan menu

memberikan berbagai pilihan jawaban. Pasien memilih satu respon,

sebagai metode reliabel lannya untuk mengumpulkan informasi.


22

Pertanyaan terbuka mengenai status umum pasien dan riwayat

kesehatan dapat bermanfaat dan bergerak ke isu spesifik, Pertayaan “

who, what, when, where, why dan how)

a) Pertayaan terbuka umum

Perawat : “ keluhan apa yang membawa anda datang ke ruang

gawat darurat hari ini ?”

Pasien : “ saya merasa pusing sepanjang hari. Saya tidak dapat

bangun ”

b) Pertayaan terbuka spesifik

Perawat : “ ceritakan lebih banyak mengenai pusing tersebut ?”

Pasien : “ saya bangun pagi hari ini dan saya tidak dapat merasa

perut mual ”

c) Pertanyaan tertutup terarah

Perawat : “ anda telah merasa pusing dan mual sejak bangun hari

ini. Apa anda muntah ?”

Pasien : “ tidak, saya tidak muntah tetapi merasa akan muntah,

maka saya berbaring lagi, saya belum pernah merasa seperti ini

sebelumnya.”

d) Pertanyaan menu

Perawat : apakah anda merasa mual saat berbaring, duduk, atau

saat mulai bergerak ?

Pasien : “ rasa mual muncul saat saya mulai bergerak dari

berbaring atau saat mulai bergerak ?”


23

Pasien : “ rasa mual muncul saat saya mulai bergerak dari

berbaring ke duduk dan memburuk jika saya mencoba berdiri ”.

c. Menjelaskan

Menjelaskan dalam hal ini mungkin didefenisikan sebagai

tindakan yang menyatakan ulang sebuah pernyataan yang sudah

diutarakan atau dikirimkan oleh pengirim pesan. Tanpa penjelasan,

informasi yang penting dapat menjadi hilang. Informasi sangat

penting untuk rencana perawatan klien dan dapat tidak menjadi tidak

lengkap kecuali data yang membingungkan atau kontradiksi dapat

dijelaskan.

Perawat harus menjelaskan pesan. Perawat mendeskripsikan

ide atau situasi di mana klien dapat mengubungkannya.

Contoh :

Perawat : sekarang, tuan Lee, setelah anda pulang, anda tidak boleh

memberi tekanan pada mata anda.

Klien : saya tidak yakin saya paham maksud anda

Perawat : anda tidak boleh membungkuk atau bersandar dengan kepala

mengadap kebawah, misalnya jika anda mau mengambil

keranjamg cucian, jangan membungkuk, tetapi tekuk lutut

anda, dan tetap jaga agar kepala anda tetap lurus.

d. Menyimpulkan

Menyimpulkan adalah tinjauan singkat dari aspek penting

suatu interaksi. Menyimpulkan memberikan kepuasan pada akhir

percakapan dan sangat berguna pada fase terminasi dari hubungan


24

perawat klien. Dengan meninjau ulang percakapan, partisipan berfokus

pada masalah penting dan menambahkan informasi tambahan yang

relevan. Memulai interaksi baru dengan menyimpulkan interaksi

sebelumnya akan membantu klien mengingat topik yang telah

didiskusikan dan perawat telah menunjukkan bahwa perawat telah

menganalisis komunikasi.

Contoh :

“ Selama setengah jam kita telah mendiskusikan persiapan operasi yang

ada”

“ Besok kita akan mencoba mendiskusikan cara melakukan penyuntikan

insulin ”

“ Anda tidak mau makan kerena mual ”

e. Fokus

Fokus dapat didefenisikan sebagai memusatkan informasi pada

elemen atau konsep kunci dari pesan yang dikirimkan. Ketika klien

mendiskusikan topik yang berhubungan dengan kesehatan, pesan

mereka seringkali tidak jelas. Misalnya klien mungkin berkata kepada

perawat “ saya merasa aneh akhir-akhir ini. Sebenarnya tidak terlalu

mengganggu saya, saya hanya merasa ada sedikit gangguan dikepala

saya.” Jika perawat tidak membantu memfokuskan secara khusus pada

keluhan fisik, klien kemungkinan besar akan terus menggunakan

deskripsi yang tidak jelas.

Untuk memfokuskan diskusi, perawat dapat merespons pada

klien dengan mengatakan, “ anda mengatakan kurang sehat, katakan


25

pada saya kapan perasaan itu muncul.” atau gambarkan perasaan

dikepala anda.” Dalam menjelaskan, perawat mencari makna dalam

pesan klien.

f. Memberi informasi

Memberi informasi faktual secara spesifik tentang klien

walaupun tidak diminta. Apabila tidak mengetahui informasi yang

dimaksud, perawat menyatakan ketidaktahuannya dan menanyakan

orang yang dapat dihubungi untuk mendapatkan informasi.

Dalam interaksi denga klien, perawat seringkali memberikan

informasi yang memberi klien data tambahan atau masukan.

Memberikan informasi tambahan kepada klien mendorong timbulnya

respon lebih lanjut. Menawarkan informasi yang terus menerus

dilakukan tanpa henti tidak hanya akan membantu komunikasi namun

juga meningkatkan pengajaran kesehatan.

Umumnya tidak terlalu berguna untuk menyimpan informasi

dari klien, terutama bila mereka mencari informasi tersebut. Jika

perawat mengindari memberi informasi atau hanya memberi sebagian

dari informasi, klien mungkin akan kehilangan kepercayaan pada

perawat.

Contoh :

“ Anda akan merasa mual sedikit setelah obat akan dimasukan ”

“ Operasi akan dilaksanakan jam 10 besok pagi ”

“ Saya kurang tahu rencana tidakan berikutnya, tapi saya akan

konfirmasikan dengan perawat kepala ”


26

6. Hambatan dalam berkomunikasi

Hambatan-hambatan yang dapat terjadi dalam berkomunikasi antara

perawat dengan klien dapat teratasi apabila perawat mengetahui beberapa

ucapan yang perlu dihindaari dalam kondisi seperti dibawah ini :

a. Memberi nasehat atau memberitahu cara pemecahan masalah

keperawatan yang menunjukkan seakan-akan klien tudak mampu

melakukan sendiri.

Contoh :

“ mengapa anda tidak melakukan..............”

“ akan lebih baik bila anda ...............”

b. Berupaya untuk mententramkan hati, di mama perawat memberikan

informasi tidak berdasarkan fakta tetapi lebih bertujuan untuk

memberikan perasaan senang.

Contoh :

“ tidak perlu cemas, tidak apa-apa kok........”

“ jangan bersedih, semua orang dapat mengalami.......”

c. Mengalihkan pembicaraan mengenai hal-hal yang mengancam kepada

hal-hal yang kurang mengancam. Hal ini dapat terjadi karena perawat

tidak bersedia atau tidak siap untuk mendengarkan ungkapan perasaan

menyakitkan yang dialami klien.

Contoh :

“ kita bicara soal ini lain kali saja.......”

d. Membuat penilaian terhadap prilaku klien berdasarkan sistem nilai

yang dianut oleh perawat


27

Contoh :

“ anda salah, anda malas berobat............”

e. Menunjukkan perilaku yang berfokus pada diri perawat

Contoh :

“ dapatkah anda ulangi, saya tidak mendengar....”

f. Memberikan pengarahan atau petunjuk yang harus di ikuti dengan

mengabaikan kemampuan klien, dan menaggap klien tidak mampu

untuk mengatasi masalahnya.

Contoh :

“ bukan begitu caranya, mestinya anda melakukan .......”

g. Mengajukan pertanyaan yang berlebihan tanpa memperhatikan

perasaan klien.

h. Memberikan komentar klise atau stereotipe, yaitu memberikan

komentar dengan kata-kata secara spontan tanpa tujuan yang jelas.

Contoh :

“ hati-hati kalau tidak teratur makan........!”

“ disutik ya, tidak sakit kok!”

7. Komunikasi proses keperawatan

a. Pengkajian

Pengakajian harus meliputi komunikasi langsung dengan klien. Hal

ini dimaksudkan untuk menyediakan informasi tentang kemampuan

mereka dalam menerima, menerjemahkan, dan memeberi respon

terhadap stimulus.
28

b. Diagnosa

Diagnosis ini berguna untuk berbagai klien dengan masalah khusus

dan memiliki kebutuhan yang berkaitan dengan komunikasi, seperti

gangguan persepsi, penerimaan, dan artikulasi.

c. Intervensi

Intervensi keperawatan yang efektif memiliki tujuan yang

membentuk kepercayaan klien terhadapa perawat dan tim pelayanan

kesehatan. Identifikasi hasil yang diharapkan pada klien juga penting,

hasil ini bersifat spesifik, dapat diukur, dan merupakan cara untuk

menentukan apakah tujuan yang lebih besar telah terpenuhi.

d. Implementasi

Dalam melaksanakan rencana keperawatan, perawat menggunakan

teknik komunikasi yang sesuai dengan kebutuhan klien.

e. Evaluasi

Evaluasi dari suatu proses komunikasi akan membantu perawat

memperoleh kepercayaan diri dan kompetensi dalam keterampilan

interpersonal.

B. Kepuasan Pasien

1. Pengertian Kepuasan

Kepuasan pasien adalah suatu tingkat perasaan pasien yang timbul

sebagai akibat dari kinerja layanan kesehatan yang diperolehnya setelah

pasien membandingkan dengan apa yang diharapkannya (Pohan 2007,

p.156).
29

Menurut Oliver (dalam Supranto, 2001) mendefisikan kepuasaan

sebagai tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja atau

hasil yang dirasakannya dengan harapannya. Apabila kinerja di bawah

harapan, maka pelanggan akan sangat kecewa. Bila kinerja sesuai harapan,

maka pelanggan akan sangat puas. Kepuasan konsumen dalam hal ini

pasien penting karena konsumen yang puas akan menjaga hubungannya

dengan provider. Sedangkan Strasser dan Davies, menyatakan bahwa

konsumen memainkan peran yang besar sebagai evaluator mutu atau

kualitas, maka keberhasilan organisasi di masa depan akan tergantung pada

derajat kepuasan konsumen.

2. Teori Kepuasan Pasien

Menurut Haryanti dan Hadi, ada dua teori dalam memahami

kepuasan pada konsumen dalam hal ini terhadap pasien :

a. The Expectancy Disconfirmation Model

Oliver menyampaikan bahwa kepuasan atau ketidakpuasan konsumen

adalah hasil perbandingan antara harapan dan pra pembelian atau

pemilihan atau pengambilan keputusan (prepurchase expectation) yaitu

keyakinan kinerja yang diantisipasi dari suatu produk atau jasa dan

dibandingkan dengan hasil yang diperoleh.

b. Equity Theory

Dikemukakan oleh Stacy Adams tahun 1960, dua komponen yang

terpenting dari teori ini, yaitu apa yang di dapat (inputs) dan apa yang

dikeluarkan (outcomes). Prinsip dari teori ini adalah bahwa orang akan
30

merasa puas tergantung pada apakah ia merasakan keadilan (equity) atau

tidak atas suatu situasi. Jika input dan outputnya sama apabila

dibandingkan dengan input dan output orang/jasa yang dijadikan

perbandingan maka kondisi itu disebut puas (Bachtiar 2001, p.10).

c. Aspek-aspek kepuasan pada pasien

Bentuk kongret untuk mengukur kepuasan pasien rumah sakit, dalam

seminar survai kepuasan pasien di Rumah Sakit, Junadi P

mengemukakan ada empat aspek yang dapat diukur yaitu:

d. Kenyamanan, aspek ini dijabarkan dalam pertanyaan tentang hal yang

menyenangkan dalam semua kondisi, lokasi rumah sakit, kebersihan,

kenyamanan ruangan, makanan dan minuman, peralatan ruangan, tata

letak, penerangan, kebersihan WC/kamar mandi, pembuangan sampah,

kesegaran ruangan, dan lain sebagainya

e. Hubungan pasien dengan petugas Rumah Sakit, dapat dijabarkan dengan

pertanyaan petugas yang mempunyai kepribadian baik yang mendukung

jalannya pelayanan prima terjadi yang menyangkut keramahan,

informasi yang diberikan, sejauh mana tingkat komunikasi, dukungan,

tanggapan dokter/perawat di ruangan Instlasi gawat darurat (IGD), rawat

jalan, rawat inap, farmasi, kemudahan dokter/perawat dihubungi,

keteraturan pemberian makanan, obat, pengukuran suhu dan lain

sebagainya.

f. Kompetensi teknis petugas, dapat dijabarkan dalam pertanyaan

mengenai ketrampilan, pengetahuan dan kualifikasi petugas yang baik

seperti kecepatan pelayanan pendaftaran, ketrampilan dalam


31

penggunaan teknologi, pengalaman petugas medis, gelar medis yang

dimiliki, terkenal, keberanian mengambil tindakan, dsb.

g. Biaya , dapat dijabarkan dalam pertanyaan berkaitan dengan jumlah

yang harus diberikan atas pelayanan yang telah didapatkan, seperti

kewajaran biaya, kejelasan komponen biaya, biaya pelayanan,

perbandingan dengan rumah sakit yang sejenis lainnya, tingkat

masyarat yang berobat, ada tidaknya keringanan bagi masyarakat

miskin. Tentu saja perilaku diatas bisa dikembangkan dan disesuaikan

dengan kondisi rumah sakit sepanjang itu dapat didefinisikan dan

diukur. Kepuasan pasien memang merupakan nilai subyektif terhadap

kualitas pelayanan yang diberikan, oleh karenanya subyektifitas pasien

diperngaruhi oleh pengalaman pasien di masa lalu, pendidikan, situasi

psikhis saat itu, dan pengaruh keluarga dan lingkungan (Rangkuti,

2002: 12).

3. Dimensi Kepuasan

Menurut Pohan (2007) dimensi kepuasan dibedakan atas 3 macam :

a. Kepuasan yang mengacu pada penerapan standar dan kode etik profesi

Suatu pelayanan kesehatan disebut sebagai pelayanan kesehatan yang

bermutu apabila penerapan standar dan kode etik profesi dapat

memuaskan. Dengan pendapat ini maka ukuran –ukuran pelayanan

kesehatan yang bermutu hanya mengacu pada penerapan standar serta

kode etik profesi yang baik saja.

b. Kepuasan yang mengacu pada penerapan semua persyaratan pelayanan

kesehatan. Dalam hal ini ukuran kepuasan pemakai jasa pelayanan


32

dikaitkan dengan penerapan semua persyaratan pelayanan kesehatan.

Suatu pelayanan kesehatan disebut sebagai pelayanan kesehatan yang

bermutu apabila penerapan semua pelayanan kesehatan dapat

memuaskan pasien (Pohan, 2007:6).

c. Kepuasan pasien Menurut Pohan (2007), kepuasan pasien akan diukur

dengan indikator berikut:

1) Kepuasan terhadap akses layanan kesehatan

2) Kepuasan terhadap mutu layanan kesehatan

3) Kepuasan terhadap proses layanan kesehatan termasuk hubungan

antar manusia

4) Kepuasan terhadap sitem layanan kesehatan

4. Menurut Parasuraman Zeith dan Tjiptono (2004) bahwa ciri-ciri

kualitas :

a. Reliabilitas (reliability) yaitu kemampuan perawat dalam memberikan

pelayanan yang baik, segera, akurat dan memuaskan kepada pasiennya

serta sesuai dengan pelayanan yang dijanjikan. Dimensi reability ini

dapat juga dilihat dari ketepatan melaksanakan dan pelayanan tidak

berbelit-belit.

b. Jaminan (assurance) yaitu mencakup pengetahuan, kmpetensi,

kesopanan dan sifat yang dapat dipercaya yang dimiliki para staff

Puskesmas dalam memberikan pelayanan yang bebas dari bahaya dan

resiko

c. Empati (emphaty) yaitu meliputi kemudahan dalam melakukan

hubungan, komunikasi yang baik dan perhatian terhadap kebutuhan


33

pasien atau kemampuan pemahaman staff untuk memberikan

memenuhi kebutuhan secara individu kepada para pasien atau

pelanggan.

d. Bukti fisik (tangibles) yaitu meliputi fasilitas fisik, perlengkapan,

pegawai sarana komunikasi serta alat-alat pendukung yang berwujud

dalam memberikan pelayanan kepada para pasien.

5. Pengukuran Tingkat Kepuasan

Menurut Wexley dan Yulk (1991) dalam Sholehudin, mengatakan

bahwa teori-teori tentang pengukuran kepuasan pasien ada 3 macam, yaitu:

a. Teori Perbedaan (Discrepancy Theory)

Teori ini mengukur kepuasan seseorang dengan menghitung selisih

antara apa yang seharusnya dengan kenyataan yang dirasakan. Orang

akan merasa puas bila tidak ada perbedaan antara yang diinginkan

dengan persepsinya atas kenyataan, karena batas minimum yang

diinginkan telah tercapai.

b. Teori Keseimbangan (Equity Theory)

Prinsip dari teori ini adalah bahwa orang yang akan merasa puas atau

tidak puas tergantung apakah ia merasakan adanya keadilan (equity)

atau tidak atas situasi, diperoleh dengan cara membandingkan dirinya

dengan orang lain di tempat lain. Ada 3 elemen dari teori ini yaitu

input-output, comparison, equity-in equity.

1) Input adalah segala sesuatu yang sangat berharga yang dirasakan

oleh klien sebagai sumbangan terhadap perkerjaan atau semua nilai


34

yang diterima. Output adalah semua nilai yang diperoleh dan

dirasakan klien dalam pelayanan perawatan

2) comparison person diartikan sebagai perasaan seseorang di ruma

sakit yang sama atau di tempat lain.

3) Equity-in equity diartikan bahwa setiap klien akan membandingkan

rasio input-outcomes dirinya sendiri dengan orang lain. Bila

perbandingannya dianggap cukup adil maka klien tersebut akan

merasa puas. Bila perbandingan tersebut tidak seimbang tetapi

menguntungkan, maka bisa menimbulkan kepuasan. Tetapi bila

perbandingan tidak seimbang dan merugikan, maka akan tinbul

ketidakpuasan.

c. Teori Dua Faktor (Two Factor Theory)

Prinsip teori ini menyatakan bahwa kepuasan dan ketidakpuasan

merupakan dua hal yang berbeda. Dalam perwujudannya

dikembangkan oleh Maslow yang mengatakan bahwa kepuasan

berkaitan dengan kebutuhan paling tinggi (higher order need) yaitu

kebutuhan sosial dan aktualisasi diri, sedangkan ketidakpuasan sebagai

pemenuhan kebutuhan yang paling bawah (lower order need) yaitu

kebutuhan fisiologis, kenyamanan dan keamanan, serta sebagian

kebutuhan sosial.

Pengukuran kepuasan pelanggan merupakan elemen penting

dalam pelayanan yang lebih baik, lebih efisien dan lebih efektif.

Apabila pasien merasa tidak puas terhadap suatu pelayanan yang

disediakan, maka pelayanan tersebut dapat dipastikan tidak efektif dan


35

efesien. Tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan merupak factor

yang penting dalam pengembangan suatu system penyediaan pasien

yang tanggap terhadap kebutuhan dampak pelayanan terhadap populasi

dan sasaran (Hadisugoto, 2005).

Menurut Kotler (2003), ada beberapa macam metode dalam

pengukuran kepuasan pelanggan:

1) Sistem keluhan dan saran

Organisasi yang berorientasi pada pelanggan (costumer oriented)

memberikan kesempatan yang luas kepada para pelanggannya

untuk meyampaikan saran dan keluhan. Misalnya dengan

menyediakan kotak saran, kartu komentar, dan hubungan telepon

langsung dengan pelanggan.

2) Ghost shopping

Mempekerjakan beberapa orang untuk berperan sebagai pengguna

pontesial, kemudian melaporkan temuannya mengenai kekuatan

dan kelemahan produk rumah sakit dan pesaing berdasarkan

pengalaman mereka.

3) Lost costumer analysis

Rumah sakit seyogyanya menghubungi para pelanggan yang telah

berhenti menggunakan jasa pelayanan agar dapat memahami

mengapa hal itu terjadi.

4) Survey kepuasan pasien

Penelitian survei dapat melalui pos, telpon dan wawancara

langsung, tetapi pada umumnya dilakukan melalui kuesioner dan


36

wawancara. Adapun penggunaan kuesioner adalah cara yang

paling sering digunakan karena mempunyai beberapa keuntungan,

seperti proses yang mudah dan murah, menghasilkan data yang

telah terstandarisasikan, dan terhindar dari bisa pewancara (Pohan,

2006)

6. Tingkat Kepuasan

Menurut skala pengukuran yang dikembangkan oleh Likert (skala

Likert) dalam Pohan (2007), kepuasan pasien dapat dibedakan sebagai

berikut:

a. Sangat Puas

Diartikan sebagai ukuran subjektif hasil penilaian perasaan pasien yang

menggambarkan pelayanan kesehatan sepenuhnya atau sebagian besar

sesuai kebutuhan atau keinginan pasien, seperti sangat bersih (untuk

sarana), sangat ramah (untuk hubungan pasien dengan tenaga kesehatan),

atau sangat cepat (untuk proses) yang mana seluruh hal ini menggambarkan

tingkat mutu yang paling tinggi.

b. Puas

Diartikan sebagai ukuran subjektif hasil penilaian perasaan pasien, yang

menggambarkan pelayanan yang diterima sesuai dengan harapan /

kebutuhan.

c. Agak Puas

Diartikan sebagai ukuran subjektif hasil penilaian perasaan pasien yang

menggambarkan pelayanan kesehatan tidak sepenuhnya atau sebagian


37

sesuai kebutuhan seperti tidak terlalu bersih (untuk sarana), agak kurang

cepat (untuk proses). Hal ini menggambarkan tingkat mutu kategori sedang.

d. Tidak Puas

Diartikan sebagai ukuran subjektif hasil penilaian perasaan pasien yang

rendah, menggambarkan pelayanan kesehatan tidak sesuai dengan

kebutuhan seperti tidak bersih (untuk sarana), hal ini menggambarkan

tingkat mutu yang paling rendah. Tingkat kepuasan pasien yang akurat

sangat dibutuhkan dalam upaya peningkatan mutu layanan kesehatan oleh

sebab iru pengukuran tingkat kepuasan pasien perlu dilakukan secara

berkala, teratur, akurat dan berkesinambungan.

Penyusunan skala kepuasan pasien menggunakan skala Likert yang

telah dimodifikasi. Dalam penyusunan skala ini dengan memilih salah satu

jawaban dimana terdapat empat alternatif jawaban dengan menggunakan skala

Likert terdapat empat alternatif jawaban atas pernyataan yang diberikan, yaitu :

SS (aangat puas), P (puas), AG (agak Puas), dan TP (tidak puas). Dengan

nilai : SS = 4, P = 3, AG= 2,TP = 1

7. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Pasien

Moison, Walter dan White (Haryanti, 2000) menyebutkan factor-

faktor yang mempengaruhi kepuasan konsumen yaitu:

a. Karakteristik Produk

Produk ini merupakan kepemilikan Rumah sakit yang bersifat fisik antara

lain gedung dan dekorasi. Karakteristik produk Rumah sakit meliputi

penampilan bangunan Rumah sakit, kebersihan dan tipe kelas kamar yang

disediakan beserta kelengkapannya.


38

b. Harga

Harga yang termasuk di dalamnya adalah harga produk atau jasa. Harga

merupakan aspek penting, namun yang terpenting dalam penentuan

kwalitas guna mencapai kepuasan pasien. Meskipun demikian elemen ini

dikeluarkan, biasanya semakin mahal harga perawatan maka pasien

mempunyai harapan yang lebih besar.

c. Pelayanan

Pelayanan keramahan petugas rumah sakit, kecepatan dalam pelayanan.

Rumah sakit dianggap bila apabila dalam memberikanpelayanan lebih

memperhatikan kebutuhan pasien maupun orang lain yang berkunjung di

rumah sakit. Kepuasan muncul dari pesan pertama masuk pasien terhadap

pelayanan keperawatan yang diberikan. Dapat dijabarkan dengan

pertanyaan yang menyangkut keramahan, informasi yang diberikan, sejauh

mana tingkat komunikasi, responsi, support, seberapa tanggap perawat di

ruangan dihubungi, keteraturan pemberian makanan, obat, pengukuran suhu

dan sebagainya. Misalnya: pelayanan yang cepat tanggap dan keramahan

dalam memberikan pelayanan keperawatan.

d. Lokasi

Lokasi meliputi letak rumah sakit, letak kamar dan lingkungannya.

Merupakan salah satu aspek yang menentukan pertimbangan dalam

memilih rumah sakit. Akses menuju lokasi yang mudah dijangkau

mempengaruhi kepuasan klien dalam memanfaatkan fasilitas kesehatan di

rumah sakit maupun pusat jasa kesehatan lainnya. Umumnya semakin dekat

rumah sakit dengan pusat perkotaan atau yang mudah dijangkau, mudah
39

transportasi dan lingkungan yang baik akan semakin menjadi pilihan bagi

pasien yang membutuhkan rumah sakit tersebut.

e. Fasilitas

Kelengkapan fasilitas rumah sakit turut menentukan penilaian kepuasan

pasien, misalnya fasilitas kesehatan baik sarana dan prasaran, tempat parkir,

ruang tunggu yang nyaman dan ruang kamar rawat inap. Walaupun hal ini

tidak vital menentukan kepuasan pasien, namun rumah sakit perlu

memberikan pada fasilitas rumah sakit dalam penyusunan strategi untuk

menarik konsumen.

f. Suasana

Suasana meliputi keamanan keakraban dan tata lampu. Suasana rumah sakit

yang tenang, nyaman, sejuk dan indah akan sangat mempengaruhi

kepuasan pasien dalam proses penyembuhannya. Selain itu tidak hanya

bagi pasien saja yang menikmati itu akan tetapi orang lain yang berkunjung

ke rumah sakit akan sangat senang dan memberikan pendapat yang positif

sehingga akan terkesan bagi pengunjung rumah sakit tersebut. Aspek ini

tidak hanya untuk memberikan kepuasan semata tetapi juga memberikan

perlindungan kepada pasien. Keselamatan pasien yaitu upaya perlindungan

pasien dari hal-hal yang dapat membahayakan keselamatan pasien seperti

jatuh, kebakaran dan lain-lain adalah aspek penting yang menentukan

kepuasan.

g. Komunikasi

Komunikasi yaitu tata cara informasi yang diberikan pihak penyedia jasa

dan keluhan-keluhan dari pasien. Bagaimana keluhan-keluhan dari pasien


40

dapat diterima dengan cepat oleh perawat dalam memberikan bantuan

terhadap keluhan pasien. Misalnya adanya ruang informasi yang memadai

terhadap informasi yang akan dibutuhkan oleh pemakai jasa rumah sakit

seperti keluarga pasien maupun orang yang berkunjung di rumah sakit.

Komunikasi dalam hal ini juga termasuk perilaku, tutur kata, keacuhan,

keramahan petugas, serta kemudahan mendapatkan informasi dan

komunikasi menduduki peringkat yang tinggi dalam persepsi kepuasan

pasien.

C. Kerangka Teori

Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara

sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien

(Indrawati, 2003 dalam Wahyudi, 2009). Komunikasi terapeutik bukan

pekerjaan yang bisa dikesampingkan, namun harus direncanakan, disengaja,

dan merupakan tindakan professional (Arwani, 2003 dalam Wahyudi, 2009).

Komunikasi menjadi tidak efektif karena kesalahan dalam menafsirkan pesan

yang diterimanya.

Perawat yang memiliki keterampilan berkomunikasi secara terapeutik

tidak saja akan mudah menjalin hubungan rasa percaya dengan klien,

mencegah terjadinya masalah ilegal, memberikan kepuasan profesional dalam

pelayanan keperawatan dan meningkatkan citra profesi keperawatan serta citra

rumah sakit, tetapi yang paling penting adalah mengamalkan ilmunya untuk

memberikan pertolongan terhadap sesama manusia (Damaiyanti, 2008).

Perawat harus fleksibel dan teknik yang digunakan untuk mengembangkan


41

komunikasi dengan setiap klien / pasien. Teknik yang dapat digunakan

perawat yaitu: teknik mendengar aktif, teknik mengajukan pertanyaan, teknik

menjelaskan, teknik fokus, teknik menyimpulkan dan memberikan informasi

(Perry & Potter, 2005 : 301).

Komunikasi terapeutik

1. Mengajukan pertanyaan
2. Mendengarkan aktif Tingkat Kepuasan
3. Menjelaskan Pasien
4. Fokus
5. Menyimpulkan
6. Memberi informasi

Gambar 2.1
Kerangka teori (Potter & Perry (2005)

Keterangan
- Yang diteliti
- Yang tidak diteliti
42

D. Kerangka Konsep

Kerangka konsep dari proposal yang akan digunakan nantinya dapat

digambarkan seperti dibawah ini:

Independen Dependen

Komunikasi terapeutik

1. Mengajukan pertanyaan
2. Mendengarkan aktif Tingkat Kepuasan
3. Menjelaskan Pasien
4. Fokus
5. Menyimpulkan
6. Memberi informasi

Gambar 2.2
Hubungan Komunikasi Terapeutik Dengan Tingkat Kepuasan Terhadap
Pelayanan Instalasi Gawat Darurat (IGD) Di RSUD Sawah Lunto
Tahun 2015

E. Defenisi Operasional

Tabel 2.1
Defenisi Operasional
Hubungan Komunikasi Terapeutik Dengan Tingkat Kepuasan Terhadap
Pelayanan Instalasi Gawat Darurat (IGD) Di RSUD Sawah Lunto
Tahun 2015

N Defenisi Skala
Variabel Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur
o variabel Ukur
Independen
1 Mengajukan Pemahaman Kuesioner Wawancara Ordinal Baik jika
pertanyaan responden nilai ≥ mean
terhadap teknik
komunikasi yang Kurang baik
digunakan jika nilai <
parawat agar mean
klien bisa
mengunggkapkan
43

perasaan yang
dirasakannya

2 Mendengar Pemahaman Kuesioner Wawancara Ordinal Baik jika


aktif responden nilai ≥ mean
terhadap proses
aktif penerimaan Kurang baik
informasi dan jika nilai <
penelaahan mean
reaksi seseorang
terhadap pesan
yang diterima.
3 Teknik Pemahaman Kuesioner Wawancara Ordinal Baik jika
menjelaskan responden nilai ≥ mean
terhadap
tindakan yang Kurang baik
menyatakan jika nilai <
ulang sebuah mean
pernyataan yang
sudah diutarakan.
Dalam teknik ini
perawat
menjelaskan
pembatasan
aktivitas.

4 Teknik Pemahaman Kuesioner Wawancara Ordinal Baik jika


fokus responden nilai ≥ mean
terhadap
pengembangkan Kurang baik
topik yang jika nilai <
penting atau mean
pemfokusan
dapat
menghilangkan
ketidakjelasan
informasi

5 Teknik Pemahaman Kuesioner Wawancara Ordinal Baik jika


menyimpulk responden nilai ≥ mean
an terhadap teknik
yang digunakan Kurang baik
perawat untuk jika nilai <
mengevaluasi mean
penguasaan klien
44

terhadap program
kesehatan yang
diberikan kepada
klien

6 Teknik Pemahaman Kuesioner Wawancara Ordinal Baik jika


memeberi responden nilai ≥ mean
informasi terhadap
pemberian Kurang baik
informasi faktual jika nilai <
secara spesifik mean
tentang klien
walaupun klien
tidak meminta
informasi kerena
informasi
tambahan dapat
meningkatkan
kesehatan klien
7 Dependen
Kepuasan Perasaan yang Kuesioner Wawancara Ordinal Puas jika
dirasakan pasien nilai ≥ mean
setelah
mendapatkan Kurang Puas
pelayanan jika nilai <
kesehatan, diukur mean
dengan persepsi
pasien terhadap
daya tanggap,
bukti fisik,
empati

F. Hipotesis

Ha:

1. Ada hubungan pelaksanaan teknik komunikasi terapeutik perawat dalam

mengajukan pertanyaan dengan tingkat kepuasan pasien terhadap


45

pelayanan Instalasi Gawat Darurat (IGD) di RSUD Sawah Lunto tahun

2015

2. Ada hubungan pelaksanaan teknik komunikasi terapeutik perawat dalam

dalam mendengar aktif dengan tingkat kepuasan pasien terhadap

pelayanan Instalasi Gawat Darurat (IGD) di RSUD Sawah Lunto tahun

2015

3. Ada hubungan pelaksanaan teknik komunikasi terapeutik perawat dalam

menjelaskan dengan tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan Instalasi

Gawat Darurat (IGD) di RSUD Sawah Lunto tahun 2015

4. Ada hubungan pelaksanaan teknik komunikasi terapeutik perawat dalam

fokus dengan tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan Instalasi Gawat

Darurat (IGD) di RSUD Sawah Lunto tahun 2015

5. Ada hubungan pelaksanaan teknik komunikasi terapeutik perawat dalam

menyimpulkan dengan tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan

Instalasi Gawat Darurat (IGD) di RSUD Sawah Lunto tahun 2015

6. Ada hubungan pelaksanaan teknik komunikasi terapeutik perawat dalam

memberikan informasi dengan tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan

Instalasi Gawat Darurat (IGD) di RSUD Sawah Lunto tahun 2015


46

Anda mungkin juga menyukai