Anda di halaman 1dari 67

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perawat sebagai tenaga yang profesional mempunyai kesempatan paling besar
untuk memberikan pelayanan kesehatan khususnya asuhan keperawatan yang
komprehensif dengan membantu pasien memenuhi kebutuhan dasar yang
holistik (Hamid, 2009). Untuk menjalankan perannya dengan baik, perawat
perlu memiliki keterampilan dalam mengklarifikasi nilai konseling diantaranya
komunikasi efektif.

Komunikasi efektif adalah komunikasi yang mampu untuk menghasilkan


perubahan sikap pada orang yang terlihat dalam komunikasi. Komunikasi
efektif bertujuan untuk memberi kemudahan dalam memahami pesan yang
disampaikan antara pemberi dan penerima sehingga bahasa lebih jelas, lengkap,
pengiriman dan umpan balik seimbang. Komunikasi efektif ditandai dengan
adanya pengertian, dapat menimbulkan kesenangan, mempengaruhi sikap,
meningkatkan sosial yang baik dan pada akhirnya menimbulkan suatu tindakan
(Jalaludin, 2009).

Komunikasi efektif membutuhkan usaha sadar perawat dalam mencari cara


untuk membantu pasien dan keluarganya mengkomunikasikan pemikiran dan
perasaan dengan lebih efektif. Merencanakan tempat yang sesuai dan mengatur
perawatan dengan waktu yang akurat sangat penting. Selain itu pemberian
intervensi dan teknik komunikasi yang sesuai dengan latar belakang budaya,
dan umur pasien juga harus diperhatikan. Keberhasilan dalam meningkatkan
kemampuan pasien dalam berkomunikasi tergantung pada partisipasi pasien

1
dalam menetapkan keberhasilan, tetapi juga pada gaya perawat melakukan
komunikasi dan kemampuan untuk menetapkan hubungan yang membantu.
Penggunaan kemampuan komunikasi akan membantu perawat merasakan,
bereaksi, dan menghargai kekhasan pasien (Potter, 2005).

Menurut Mary Ellen Guffey dalam Kumar (2014) menyatakan bahwa kita tidak
dapat begitu saja mengirimkan makna kepada orang lain secara langsung
melalui pikiran karena kita terikat dalam sebuah proses komunikasi yang
berjalan melalui enam tahap, yaitu (1) pengirim pesan memiliki sebuah ide atau
gagasan, (2) pengirim pesan melakukan encode terhadap ide atau gagasan
dalam pesan, (3) pesan berjalan melalui sebuah media atau saluran komunikasi,
(4) penerima pesan melakukan decode terhadap pesan, (5) umpan balik berjalan
kepada pengirim pesan, dan yang terakhir adalah (6) kemungkinan adanya
umpan balik yang diberikan oleh pengirim pesan kepada penerima pesan.

Beberapa faktor yang mempengaruhi proses komunikasi yaitu persepsi, nilai,


latar belakang budaya, pengetahuan, lingkungan, jarak antara komunikator dan
komunikan, emosi atau reaksi dalam menanggapi sesuatu, jenis kelamin.
Faktor tersebut dapat menghasilkan dampak atau efek yang positif dan negatif
(Sumijatun, 2011). Dari faktor-faktor tersebut, dapat menjadi hambatan dalam
melakukan komunikasi yang efektif. Hal ini membuat sulitnya perawat dalam
memberikan asuhan keperawatan, sehingga dapat menimbulkan kesalahan
dalam penafsirkan pesan yang diterimanya. Jika hambatan ini tidak dapat di
tangani perawat dengan baik maka dapat berakibat pada ketidakpuasan pasien
dan keluarga. Kondisi ketidakpuasan tersebut akan berdampak pada rendahnya
mutu pelayanan yang diberikan kepada pasien dan larinya pasien ke pelayanan
kesehatan lain yang dapat memberikan kepuasan (Afnuhazi, 2015).

2
Teori diatas didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Tay Et Al (2011)
yang berjudul “Nurses’ Perceptions Of The Barriers Effective Communication
With Inpatient Cancer Adults In Singapore Nurses’ Perceptions Of The
Barriers Effective Communication With Inpatient Cancer Adults In
Singapore”, menunjukkan bahwa faktor yang mempengaruhi komunikasi
efektif adalah perawat, pasien dan lingkungan. Faktor psikologis, sosial seperti
usia, jenis kelamin, latar belakang budaya baik itu etnis maupun bahasa, tingkat
kelas sosial dan peran sosial berpengaruh dalam sebuah komunikasi.

Aspek penting dan mendasar dalam peningkatan mutu pelayanan adalah


terpenuhinya indikator komunikasi efektif perawat yang mempunyai
karakteristik jelas dan ringkas, perbendaharaan kata yang mudah dimengerti,
memilih kata-kata yang tidak disalahtafsirkan, mampu mengontrol intonasi
suara, kecepatan berbicara yang memeliki tempo dan jeda yang tepat serta
diserai unsur humor. Selain itu komunikasi efektif dapat disampaikan melalui
beberapa cara yaitu penampilan fisik, sikap tubuh dan cara berjalan, ekspresi
wajah dan sentuhan yang mampu menunjukkan kasih sayang, perhatian serta
dukungan emosional. Dari indikator diatas, jika tidak dilakukan dengan baik,
maka akan berdampak pada kepuasan pasien (Damaiyanti, 2010).

Kepuasan pelanggan terjadi apabila apa yang menjadi kebutuhan, keinginan,


harapan pelanggan dapat Anda penuhi, maka pelanggan akan puas. Kepuasan
pelanggan adalah perasaan senang atau puas bahwa produk atau jasa yang
diterima telah sesuai atau melebihi harapan pelanggan. kepuasan pasien adalah
karena kepuasan pasien merupakan salah satu indikator kualitas pelayanan yang
kita berikan dan kepuasan pasien adalah suatu modal untuk mendapatkan
pasien lebih banyak lagi dan untuk mendapatkan pasien yang loyal (setia).
Pasien yang loyal akan menggunakan kembali pelayanan kesehatan yang sama

3
bila mereka membutuhkan lagi. Bahkan telah diketahui bahwa pasien loyal
(Nursalam, 2014).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Hajriani (2013) dengan judul “Hubungan
Komunikasi Perawat Dengan Tingkat Kepuasan Pasien Yang Dirawat Diruang
Perawatan Bedah RSUD Haji Makassar” diketahui terdapat hubungan yang
signifikan antara komunikasi perawat dengan tingkat kepuasaan pasien dengan
hasil dengan komunikasi perawat baik 78,3% yang merasa puas dibandingkan
yang kurang puas hanya 4,3%. Sedangkan yang mengatakan komunikasi
perawat kurang baik yang kurang puas lebih besar yakni sebanyak 10,9%,
dibandingkan yang mengatakan puas.

Kepuasan pasien adalah suatu tingkat perasaan yang timbul sebagai akibat dari
kinerja pelayanan kesehatan yang diperolehnya setelah pasien membandingkan
dengan apa yang diharapkan. Pasien baru akan merasakan puas apabila kinerja
pelayanan kesehatan yang diperolehnya sama atau melebihi dari apa yang
menjadi harapannya dan sebaliknya, ketidakpuasan akan timbul atau perasaan
kecewa pasien akan terjadi apabila kinerja pelayanan kesehatan yang
diperolehnya itu tidak sesuai dengan harapannya (Pohan, 2003).

Penelitian yang dilakukan oleh Mutiara, Aat & Nita (2017) dengan judul
“Persepsi Perawat Terhadap Pelaksanaan Komunikasi Efektif Di IRJ Al-Islam
Bandung” yang menggunakan metode Focus Group Discussion (FGD) dengan
pendekatan wawancara semi terstruktur terhadap 9 orang perawat. Informan
yang mengikuti diskusi mengalami hambatan dalam komunikasi efektif karena
waktu yang terbatas. Beberapa informan menyebutkan bahwa masalah yang
digali tidak bisa optimal karena waktu yang sebentar dan seringkali perawat
menjadi buru-buru dalam memberikan informasi kepada klien. Selain itu, klien
juga sering kali menjadi marah hingga akhirnya complain karena perawat

4
terlalu lama berdiskusi dengan klien lainnya. Tentu saja hal tersebut akan
berdampak kepada ketidakpuasan klien terhadap pelayanan yang diberikan.
Beberapa informan juga menyatakan karena waktu yang terbatas terkadang
penyampaian informasipun menjadi terburu-buru sehingga isi dari pesan yang
disampaikan perawat menjadi kurang jelas.

Kepuasan pasien harus diperhatikan dengan baik. Jika hal tersebut di abaikan
maka akan berdampak pada mutu pelayanan kesehatan dan mempengaruhi
penilaian akreditasi. Akreditasi puskesmas adalah pengakuan yang diberikan
oleh lembaga independen penyelenggara akreditasi yang ditetapkan oleh
menteri setelah memenuhi standar akreditasi (Permenkes RI No.46 Tahun
2015). Penetapan status akreditasi terdiri atas lima tingkatan yaitu ; tidak
terakreditasi, terakreditasi dasar, terakreditasi madya, terakreditasi utama dan
terakreditasi paripurna. Tujuan diberlakukannya akreditasi puskesmas adalah
untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan pada puskesmas, sehingga dari
mutu pelayanan kesehatan yang ditingkatkan dapat memberi kepuasan bagi
pasien atau masyarakat yang menerima pelayanan kesehatan tersebut.

Pelayanan rawat jalan adalah pengobatan difasilitas pelayanan kesehatan


dengan tidak harus menginap di fasilitas pelayanan kesehatan tersebut baik
didalam gedung dan diluar gedung. Yang dimaksud dengan fasilitas pelayanan
kesehatan meliputi rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan milik
pemerintah, swasta maupun perorangan dan pelayanan kesehatan lain milik
pemerintah maupun swasta termasuk dokter praktek swasta (Budioro, 2001).
Puskesmas (Pusat Kesehatan Masyarakat) adalah suatu organisasi kesehatan
fungsional yang merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat yang
juga membina peran serta masyarakat di samping memberikan pelayanan
secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya dalam
bentuk kegiatan pokok (Depkes RI, 2013).

5
Puskesmas Garuda merupakan salah satu Puskesmas dengan fasilitas
terlengkap di Kota Bandung dengan akreditasi Utama. Gedung dengan tiga
lantai, juga tersedia ragam pelayanan kesehatan seperti Poli Umum, Pelayanan
Persalinan, Pemeriksaan Gigi dan Mulut, Pelayanan Kesehatan Khusus Anak,
Pelayanan Unit Instalasi Gawat Darurat (IGD), Pelayanan Gizi dan lain-lain.

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan melalui wawancara yang


dilaksanakan dari tanggal 18 Mei 2019 di Puseksmas Garuda Kota Bandung
dengan kepala Puseksmas mengatakan bahwa total perawat yang berada di
Puskesmas Garuda berjumlah 13 perawat, 13 bidan, dan 6 dokter. Rata-rata
pasien setiap siftnya adalah 200 pasien dan distribusi pasien selama bulan Mei
2019 adalah sebanyak 4400 pasien. Kepala puskesmas mengatakan bahwa
setiap tindakan yang akan dilakukan perawat kepada pasien, perawat
memberitahukan tindakan yang akan dilakukan kepada pasien dan keluarga
pasien. Namun puskesmas Garuda belum memiliki Standar Operasional
Prosedur (SOP) komunikasi efektif yang dapat menunjang kepuasan pasien.

Hasil wawancara yang dilakukan dengan perawat yang berjumlah 3 orang


perawat mengatakan bahwa sudah melaksanakan komunikasi kepada pasien.
Meskipun dilakukan berdasarkan kebiasaan atau rutinitas sehari-hari tetapi
belum sepenuhnya memperhatikan teknik dan tahapan yang baik dan benar
tentang komunikasi yang efektif. Perawat tersebut juga mengatakan bahwa
masih terdapat hambatan dalam melakukan komunikasi yang efektif,
kurangnya waktu akibat terlalu banyak pasien yang antri untuk berobat.
Sedangkan hasil observasi perawat saat melakukan pengkajian tidak
mengenalkan diri terlebih dahulu kepada pasien, dan jarang melakukan
senyum. Hasil wawancara kepada 10 pasien tentang kepuasan pelayanan di
puskesmas khususnya diruang poliklinik dalam hal komunikasi 4 orang pasien
mengatakan puas dengan pelayanan perawatan yang dilakukan, kepuasan yang

6
dirasakan pasien yaitu kehandalan perawat dalam melakukan pemeriksaan,
kebersihan dan kenyamanan ruangan perawatan, serta perhatian yang diberikan
perawat dalam memberikan edukasi tentang keluhan yang dialami pasien.
Selanjutnya 6 orang pasien lainnya mengatakan tidak puas dengan pelayanan
yang diberikan, karena perawat jarang senyum serta tidak memperkenalkan diri
saat melakukan anamnesa terhadap pasien. Selain itu, pasien juga mengatakan
bahwa pada saat pengkajian perawat terlalu cepat dalam menjelaskan hasil
anamnesa dan edukasi yang diberikan sehingga pasien terkadang kurang
mengerti apa yang disampaikan.

Jenis pelayanan yang diberikan dipoliklinik merupakan tempat pelayanan yang


bertugas melakukan penanganan dan perawatan medis serta seleksi terhadap
pasien pengunjung dilayani oleh perawat yang melakukan pengkajian kepada
pasien dan dokter umum yang bertugas melaksanakan diagnosa awal terhadap
pasien. Oleh karena itu, petugas kesehatan (perawat) harus memberikan
pelayanan yang terbaik diantaranya dalam hal komunikasi efektif guna
meningkatkan kepuasan pasien rawat jalan.

Berdasarkan fenomena-fenomena diatas maka peneliti tertarik untuk meneliti


bagaimana Hubungan Komunikasi Efektif Dengan Tingkat Kepuasan Pasien
Rawat Jalan di Puskesmas Garuda Kota Bandung.

B. Rumusan Masalah
Komunikasi efektif merupakan sebuah proses yang sangat penting dalam
menunjang keberhasilan asuhan keperawatan. Kunci dari terciptanya hubungan
yang baik antara perawat dan pasien adalah kemampuan perawat dalam
berkomunikasi. Indikator komunikasi efektif dalam penelitian ini yaitu
pemahaman, kesenangan, pengaruh pada sikap, hubungan yang makin baik
antara perawat dan pasien, serta tindakan yang sesuai dengan pesan yang

7
dikomunikasikan. Namun kenyataan dilapangan, masih terdapat pasien yang
tidak puas karena perawat tidak memperkenalkan diri, penjelasan yang terlalu
cepat tentang hasil pemeriksaan, serta lamanya pelayanan saat pendaftaran. Hal
ini dapat mengakibatkan ketidakpuasan pasien dan berdampak pada rendahnya
mutu pelayanan yang diberikan kepada pasien. Sedangkan indikator kepuasan
dalam melakukan pelayanan yaitu indikator kepuasan terhadap akses layanan,
kepuasan terhadap mutu pelayanan, kepuasan terhadap proses layanan
kesehatan, dan kepuasan terhadap sistem layanan kesehatan. Berdasarkan
uraian latar belakang di atas maka rumusan dari penelitian ini adalah “Apakah
ada hubungan komunikasi efektif dengan tingkat kepuasan pasien rawat jalan
di Puskesmas Garuda Kota bandung?”

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Menganalisis hubungan komunikasi efektif dengan tingkat kepuasan pasien
rawat jalan di Puskesmas Garuda Kota bandung

2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi komunikasi efektif rawat jalan di Puskesmas Garuda
Kota Bandung
b. Mengidentifikasi tingkat kepuasan pasien rawat jalan di Puskesmas
Garuda Kota Bandung
c. Mengidentifikasi hubungan komunikasi efektif dengan tingkat
kepuasan pasien rawat jalan di Puskesmas Garuda Kota Bandung.

8
D. Manfaat
1. Manfaat Praktis
a. Bagi Puskesmas Garuda
Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi jajaran
Pimpinan Puskesmas Garuda dalam upaya meningkatkan komunikasi
yang efektif dengan klien maupun dengan keluarga pasien guna
meningkatkan kepuasan pasien dan keluarga pasien.

b. Bagi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Immanuel


Diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah literartur di
perpustakaan STIK Immanuel Bandung dan dapat menambah informasi
mengenai hubungan komunikasi efektif dengan tingkat kepuasan pasien
rawat jalan.

c. Bagi Peneliti Selanjutnya


Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan data awal bagi peneliti
selanjutnya yang tertarik untuk meneliti pengaruh beban kerja perawat
diruang rawat jalan terhadap komunikasi yang efektif pada pasien
maupun keluarga pasien.

2. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjelaskan hubungan komunikasi
efektif dengan tingkat kepuasan pasien rawat jalan, sehingga membantu
proses penanganan penyembuhan yang optimal dan terciptanya hubungan
yang baik antar perawat dengan pasien.

9
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Komunikasi
1. Definisi Komunikasi
Komunikasi berasal dari bahasa Inggris “communication”. Kata
communication ini berasal dari bahasa Latin “communicare” yang
artinya pemberitahuan dan atau pertukaran ide, dengan pembicara
mengharapkan adanya pertimbangan atau jawaban dari pendengar atau
lawan bicara (Suryani, 2010).

Menurut Blezer-Riley (Videbeck & Sheila, 2008) menyatakan


bahwasanya komunikasi adalah proses yang digunakan individu untuk
bertukar informasi. Pesan-pesan secara setimulan diirim dan diterima
dengan dua cara; secara verbal melalui penggunaan kata-kata, dan
secara nonverbal melalui perilaku yang menyertai ucapan.

Komunikasi adalah proses pernyataan antar manusia yang dinyatakan


berupa pikiran atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan
menggunakan bahasa sebagai alat penyalurnya (Effendy, 2009).

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa komunikasi adalah


pemberitahuan dan atau pertukaran informasi dalam suatu proses yang
digunakan individu dan pernyataan antar manusia yang berupa pikiran
dan perasaan seseorang terhadap orang lain.

10
2. Pengertian Komunikasi Efektif
Komunikasi efektif adalah elemen dasar dari interaksi manusia yang
memungkinkan klien untuk menetapkan, mempertahankan dan
meningkatkan hubungan dengan perawat selaku provider, untuk
mencapai proses penyembuhan klien melalui asuhan keperawatan yang
dilakukan perawat. Komunikasi efektif bertujuan untuk menyampaikan
informasi antara komunikator dan komunikan dalam rangka proses
interaksi untuk mencapai tujuan bersama yang sudah disepakati (Dedi,
2013).

3. Komponen Komunikasi
Terdapat enam komponen komunikasi, yaitu : (Bahtiar & Suarli 2010)
a. Komunikator
Yaitu orang yang menyampaikan/ mengirim pesan.
b. Komunikan
Yaitu orang yang menerima pesan.
c. Pesan
Yaitu sesuatu yang disampaikan oleh pengirim kepada seseorang
yang dituju (penerima) dengan maksud dan tujuan tertentu. Pesan
yang disampaikan dapat berupa verbal, tertulis atau nonverbal.
d. Lingkungan
Yaitu tempat dimana komunikasi dilaksanakan. Lingkungan ini
dapat berupa lingkungan internal meliputi nilai-nilai, kepercayaan
temperamen, dan tingkat stres pengirim pesan dan penerima pesan.
Sedangkan lingkungan eksternal meliputi keadaaan cuaca, suhu,
faktor kekuasaan dan waktu.

11
e. Media Pesan
Yaitu alat atau sarana perantara yang digunakan oleh pengirim
pesan dengan tujuan agar pesan bisa sampai kepada penerima.
Misalnya pendengaran, penglihatan, sentuhan, media cetak,
ataupun media elektronik.
f. Tingkat Pesan
Yaitu tingkat pentingnya pesan, yang dapat berbentuk informasi,
kata atau simbol lain.

4. Bentuk Komunikasi
Bentuk komunikasi terdiri dari komunikasi verbal dan komunikasi
nonverbal (Potter & Perry 2004 dalam Dedi 2010).
a. Komunikasi Secara Langsung/ Verbal
Komunikasi verbal mempunyai karakteristik jelas dan ringkas.
Perbendaharaan kata mudah dimengerti, mempunyai arti denotatif
dan konotatif, intonasi mampu mempengaruhi isi pesan, kecepatan
bicara yang memiliki tempo dan jeda yang tepat, serta disertai unsur
humor.
a) Jelas dan Ringkas
Komunikasi berlangsung efektif, sederhana, pendek, dan
langsung. Makin sedikit kata yang digunakan, makin kecil
kemungkinan terjadi keracunan. Kejelasan dapat dicapai
dengan bicara secara lambat dan mengucapkannya dengan
jelas. Penggunaan contoh bisa membuat penjelasan lebih
mudah dipahami. Ulang bagian yang penting dari pesan yang
disampaikan. Penerima pesan perlu mengetahui apa, mengapa,
kapan, siapa, dan dimana. Ringkas dengan menggunakan kata-
kata yang mengekspresikan ide secara sederhana.

12
b) Perbendaharaan Kata
Penggunaan kata-kata yang mudah dimengerti oleh klien.
Komunikasi tidak akan berhasil jika pengirim pesan tidak
mampu menerjemahkan kata dan ucapan. Contohnya
penggunaan istilah teknis dalam bahasa medis yang dapat
membuat bingung dan tidak mampu mengikuti petunjuk atau
mempelajari informasi penting. Ucapkan pesan dengan istilah
yang dimengerti oleh klien.

c) Arti Denotatif dan Konotatif


Dalam berkomunikasi dengan klien dan keluarganya, perawat
harus mampu memilih kata-kata yang tidak banyak
disalahtafsirkan, terutama sangat penting ketika menjelaskan
tujuan terapi dan kondisi pasien. Arti denotatif memberikan
pengertian yang sama terhadap kata yang digunakan,
sedangakn arti konotatif merupakan pikiran, perasaan, atau ide
yang terdapat dalam suatu kata. Kata “serius” dipahami oleh
klien sebagai suatu kondisi kematian, tetapi perawat akan
menggunakan kata “krisis” untuk menjelaskan keadaan yang
mendekati kematian.

d) Intonasi
Suara komunikator mampu mempengaruhi arti pesan. Nada
suara pembicaraan mempunyai dampak yang besar terhadap
arti pesan yang dikirimkan karena emosi seseorang dapat
secara langsung mempengaruhi nada suaranya. Perawat harus
menyadari emosinya ketika sedang berinteraksi dengan klien

13
karena maksud untuk menyampaikan rasa tertarik yang tulus
terhadap klien dapat terhalang intonasi nada suara perawat.

e) Kecepatan Berbicara
Keberhasilan komunikasi verbal dipengaruhi oleh kecepatan
bicara dan tempo bicara yang tepat. Selaan yang lama dan
pengalihan yang cepat pada pokok pembicaraan lain mungkin
akan menimbulkan kesan bahwa perawat sedang
menyembunyikan sesuatu terhadap klien. Perawat sebaiknya
tidak berbicara dengan cepat sehingga kata-kata jelas. Selaan
perlu digunakan untuk menekankan pada hal tertentu, memberi
waktu kepada pendengar untuk mendengarkan dan memahami
arti kata. Selaan yang tepat dapat dilakukan dengan
memikirkan apa yang akan dikatakan sebelum
mengucapkannya, menyimak isyarat nonverbal dari pendengar
yang mungkin menunjukkan ketidakmengertian. Perawat juga
bisa menanyakan kepada pendengar apakah ia berbicara terlalu
lambat atau cepat dan perlu diulang.

f) Humor
Humor meningkatkan keberhasilan perawat dalam
memberikan dukungan emosional terhadap klien. Dugan
(1988) menyatakan bahwa tertawa membantu mengurangi
ketegangan dan rasa sakit yang disebabkan oleh stres sehingga
meningkatkan keberhasilan perawat dalam memberikan
dukungan emosional terhadap klien. Sullivan & Deane (1988)
melaporkan bahwa humor merangsang produksi katekolamin
dan hormon yang menimbulkan rasa sakit, mengurangi
ansietas, memfasilitasi relaksasi pernapasan, dan

14
meningkatkan metabolisme. Namun perawat perlu berhati-hati,
jangan menggunakan humor untuk menutupi rasa takut dan
tidak enak atau menutupi ketidakmampuannya untuk
berkomunikasi dengan klien.

b. Komunikasi Non Verbal


Komunikasi non verbal mempunyai dampak yang lebih besar
daripada komunikasi verbal. Stuart & Sundeen dalam Suryani
(2006) mengatakan bahwa sekitar 7% pemahaman dapat
ditimbulkan karena kata-kata, sektar 30% karena bahasa
paralinguistik dan 55% karena bahasa tubuh. Komunikasi non
verbal dapat disampaikan melalui beberapa cara, yaitu penampilan
fisik, sikap tubuh dan cara berjalan, ekspresi wajah dan sentuhan.
a) Penampilan Fisik
Penampilan fisik perawat mempengaruhi persepsi klien
terhadap pelayanan keperawatan yang diterima. Penampilan
merupakan salah satu hal pertama yang diperhatikan selama
komunikasi interpersonal. Kesan pertama timbul dalam 20
detik sampai 4 menit pertama. 84% dari kesan terhadap
seseorang didasarkan pada penampilannya. Bentuk fisik, cara
berpakaian, dan berhias menunjukkan kepribadian, status
sosial, pekerjaan, agama, budaya, dan konsep diri. Perawat
yang memperhatikan penampilan dirinya dapat menimbulkan
citra diri dan professional yang positif.

b) Sikap Tubuh dan Cara Berjalan


Sikap tubuh dan cara berjalan mencerminkan konsep diri, alam
perasaan (mood), dan kesehatan. Perawat dapat menyimpulkan
informasi yang bermanfaat dengan mengamati sikap tubuh dan

15
langkah klien. Langkah dapat dipengaruhi oleh faktor fisik
seperti rasa sakit, obat atau fraktur.

c) Ekspresi Wajah
Wajah merupakan bagian tubuh yang paling ekspresif. Hasil
penelitian menunjukkan enam keadaan emosi utama yang
tampak melaluiekspresi wajah, yaitu terkejut, takut, marah,
jijik, bahagia dan sedih. Ekspresi wajah sering digunakan
sebagai dasar penting dalam menentukan pendapat
interpersonal. Kontak mata juga sangat penting dalam
komunikasi interpersonal. Orang yang mempertahankan
kontak mata selama pembicaraan dipersepsikan sebagai orang
yang dapat dipercaya dan memungkinkan untuk menjadi
pengamat yang baik. Perawat sebaiknya tidak memandang ke
bawah ketika sedang berbicara dengan klien. Oleh karena itu,
ketika berbicara perawat sebaiknya duduk sehingga tidak
tampak dominan jika kontak mata dengan klien dilakukan
dalam keadaan sejajar.

d) Sentuhan
Kasih sayang, dukungan emosional, dan perhatian diberikan
melalui sentuhan. Sentuhan merupakan nagian penting dalam
hubungan perawat dan klien, namun harus memperhatikan
norma sosial. Ketika memberikan asuhan keperawatan,
perawat menyentuh klien, seperti memandikan, melakukan
pemeriksanaan fisik, atau membantu berpakaian. Perlu disadari
bahwa keadaan sakit membuat klien tergantung pada perawat
untuk melakukan kontak interpersonal sehingga sulit untuk
menghindari sentuhan. Penggunaan sentuhan dapat dimengerti

16
dan diterima oleh klien sehingga harus dilakukan dengan
kepekaan dan hati-hati.

5. Proses Komunikasi
Komunikasi adalah sesuatu yang kompleks, sehingga banyak model
yang digunakan dalam menjelaskan bagaimana cara organisasi dan
orang berkomunikasi. Setiap komunikasi pasti ada pengirim pesan dan
penerima pesan. Pesan tersebut dapat berupa verbal, tertulis, maupun
nonverbal. Proses ini juga melibatkan suatu lingkungan internal dan
eksternal, dimana komunikasi dilaksanakan. Lingkungan internal
meliputi; nilai-nilai, kepercayaan, temperamen, dan tingkat stres
pengirim pesan dan penerima pesan. Sedangkan faktor eksternal
meliputi; keadaan cuaca, suhu, faktor kekuasaan, dan waktu. Kedua
belah pihak (pengirim dan penerima pesan) harus peka terhadap faktor
internal dan faktor eksternal, seperti persepsi dari komunikasi yang
ditentukan oleh lingkungan eksternal yang ada (Nursalam, 2013).

6. Fungsi Komunikasi
Menurut Mulyana D (dalam Nasir A,dkk,2009) dalam bukunya ilmu
komunikasi pengantar mengunitif kerangka berfikir William I
mengenai fungsi-fungsi komunikasi yang dibagi menjadi 4 bagian.
fungsi-fungsi suatu peristiwa komunikasi (communication event)
tampaknya tidak sama sekali independen, melainkan juga berkaitan
dengan fungsi-fungsi lainnya, meskipun terdapat suatu fungsi yang
dominan.
a. Komunikasi Sosial
Komunikasi itu penting untuk membangun konsep diri kebahagiaan
dan terhindar dari tekanan.

17
b. Komunikasi Ekspresif
Dapat dilakukan sejauh komunikasi tersebut menjadi instrumen
untuk menyampaikan perasaan-perasaan (emosi kita) terutama
melalui pesan-pesan nonverbal.

c. Fungsi Komunikasi Ritual


Komunikasi ritual sering dilakukan secara koletif. Suatu komunitas
sering melakukan upacara-upacara berlainan sepanjang tahun.
Dalam acara tersebut orang mengungkapkan kata-kata dan
menampilkan perilaku yang bersifat simbolik.

d. Komunikasi Instrumental
Yaitu mempunyai beberapa tujuan umum yaitu menginformasikan,
mengajar, mendorong, mengubah sikap dan keyakinan, mengubah
perilaku serta untuk menghibur (persuasi).

7. Indikator komunikasi Efektif


Menurut Suranto AW (2010) mengatakan dalam memahami
komunikasi, maka kita harus mengetahui apa saja indikator dalam
mencapai komunikasi yang efektif, yaitu :
a. Pemahaman
Merupakan suatu kemampuan untuk memahami pesan secara
cermat sebagaimana disampaikan oleh komunikator. Dalam hal
ini komunikan dikatakan efektif apabila mampu memahami secara
tepat. Sedang komunikator dikatakan efektif apabila berhasil
menyampaikan pesan secara cermat.

18
b. Kesenangan
Apabila proses komunikasi itu selain berhasil menyampaikan
informasi, juga dapat berlangsung dalam suasana yang menyenangkan ke
dua belah pihak. Sebenarnya tujuan berkomunikasi tidaklah sekedar
transaksi pesan, akan tetapi dimaksudkan pula untuk saling
interaksi secara menyenangkan untuk memupuk hubungan insani.

c. Pengaruh Pada Sikap


Apabila seorang komunikan setelah menerima pesan kemudian
sikapnya berubah sesuai dengan makna pesan itu. Tindakan
mempengaruhi orang lain merupakan bagian dari kehidupan sehari-
hari di perkantoran. Dalam berbagai situasi kita berusaha
mempengaruhi sikap orang lain dan berusaha agar orang lain
bersikap positif sesuai keinginan kita.

d. Hubungan Yang Makin Baik


Bahwa dalam proses komuunikasi yang efektif secara tidak sengaja
meningkatkan kadar hubungan interpersonal. Diperkantoran,
seringkali terjadi komunikasi dilakukan bukan untuk
menyampaikan informasi atau mempengaruhi sikap semata, tetapi
kadang-kadang terdapat maksud implisit disebaliknya, yakni untuk
membina hubungan yang baik.

e. Tindakan
Bahwa kedua belah pihakyang berkomunikasi melakukan tindakan
sesuai dengan pesan yang dikomunikasikan.

19
8. Prinsip-Prinsip Komunikasi
Prinsip-prinsip komunikasi yang wajid di pahami oleh perawat antara
lain : (Pieter, 2017)
a. Hubungan perawat dan pasien (klien) adalah hubungan yang saling
menguntungkan, didasarkan pada prinsip human of nurses and
clients. Hubungan ini tidak hanya sekedar hubungan seorang
penolong (perawat) dengan pasien (klien), tetapi hubungan antara
manusia yang bermartabat.
b. Perawat harus menghargai keunikan pasien (klien), menghargai
perbedaan karakter, memahami perasaan dan perilaku pasien
(klien).
c. Semua komunikasi yang dilakukan harus dapat menjaga harga diri
baik pemberi maupun penerima pesan, dalam hal ini perawat harus
mampu menjaga harga dirinya dan harga diri pasien (klien).
d. Komunikasi yang menciptakan tumbuhnya hubungan saling
percaya (trust) harus dicapai terlebih dahulu sebelum menggali
permasalahan dan memberikan alternative pemecahan masalah.
Hubungan saling percaya antara perawat dan pasien (klien)
merupakan kunci dalam komunikasi yang efektif.

9. Teknik Komunikasi
Menurut (Videbeck dan Sheila 2008) menyatakan bahwa ada beberapa
teknik komunikasi yang dapat perawat gunakan untuk membantu pasien
merasa rileks dan diterima, siap untuk mempelajari masalah dan
berfokus pada isu utama:
a. Menerima; menunjukan bahwa perawat mendengar dan bersedia
mendengarkan apa yang pasien ingin katakan.
b. Mengkaji hubungan; mengeksplorasi hubungan pasien dengan
individu lain. Meminta pasien menjelaskan hubungan antara dirinya

20
dan orang lain merupakan cara yang bermanfaat untuk
mengumpulkan informasi.
c. Pertanyaan terbuka; menggunakan pertanyaan terbuka yang
memberi kesempatan kepada pasien untuk mengajukan topic.
d. Validasi konsensual; Duan individu atau lebih mencapai
kesepakatan tentang interpretasi suatu peristiwa, perilaku dan isu.
e. Mendorong melakukan perbandingan; Membantu pasien
memahami dengan melihat persamaan dan perbedaan. Buat daftar
lengkap berisi persamaan kemudian perbedaan.
f. Mendorong menjelaskan persepsi; Meminta pasien untuk
menjelaskan pendapatnya tentang suatu peristiwa atau pengalaman.
g. Mendorong melakukan evaluasi; Meminta pasien untuk menilai
kualitas pengalamannya (mendiskusikan satu pengalaman pada satu
waktu).
h. Memfokuskan; mengarahkan pada poin yang penting.
i. Menyusun rencana tindakan; merencanakan penyelesaian
masalahsecara tepat yang dilakukan langkah demi langkah. Selalu
digunakan kata benda daripada kata ganti untuk mengklarifikasi
individu yang terlibat.
j. Arahan umum; mendorong adanya kontinuitas.
k. Memberi pengakuan; Pengakuan yang objek.
l. Humor; humor yang tidak menyakitkan dapat membantu
mengurangi ansietas ringan sampai sedang, membero presfektif
tentang peristiwa kehidupan, dan mengurangi kesenjangan sosial.
Pasien tidak boleh tersakiti oleh humor ini.
m. Melakukan observasi; menyatakan apa yang perawat lihat dalam
menampilkan dan perilaku pasien.
n. Menawarkan diri; Memperkenalkan diri dan mengidentifikasi
hubungan.

21
o. Menempatkan kejadian sesuai waktu atau atau berurutan; mengkaji
kerangka waktu dan urutan suatu kejadian sepanjang waktu.
p. Menyajikan realitas; memberi penjelasan yang realistis tentang hal
yang pasien lakukan atau dengar.
q. Refleksi; Mengarahkan tindakan, pikiran dan perasaan kembali
kepada pasien.
r. Pengukangan pernyataan; mengulang isu utama yang diungkapkan.
s. Meminta klarifikasi; Berupaya menghilangkan kebingungan
terhadap peristiwa atau individu. Gunkan kata benda atau katan
benda yang sesuai daripada kata ganti yang digunakan pasien.
Upaya mengajukan pertanyaan spesifik sampai informasi benar-
benar dimengerti.
t. Diam; Tidak adanya komunkasi variabel memberi pasien waktu
untuk menuangkan tindakan, pikiran, atau perasaan kedalam kata-
kata dan memperlambat kecepatan interaksi. Beri pasien waktu
untuk mengembangkan pemahaman. Diam bermanfaat ketika
pasien tampak mempertimbangakan apakah ia akan memberi
informasi tambahan. Pasien dapat memerlukan “izin” yang tidak
diucapkan ini untuk memikirkan apakah ia akan memberi informasi
tersebut. Sebaliknya, ansietas pasien dapat meningkat dengan diam
dan pasien mungkin mengungkapkan masalahnya untuk memecah
kesunyian tersebut.
u. Menganjurkan kolaborasi; menawarkan kerja sama dengan pasien.
v. Meringkas; mengorganisasi isu utama yang telah didiskusikan.
w. Identifikasi tema: mengidentifikasi isu atau masalah yang terjadi
berulang kali.
x. Menerjemahkan dalam bentuk perasaan; berupaya mewujudkan
perasaan pasien yang hanya disampaikan secara tidak langsung.

22
y. Menyatakan hal yang tersirat dalam ucapan pasien; menyatakan apa
yang telah ditunjukan.
z. Menyatakan keraguan; menanyakan realistis persepsi pasien dengan
hati-hati.

8. Elemen Komunikasi
Tahukah Anda bahwa dalam berkomunikasi ada elemen-elemen yang
saling berkaitan dan dapat memengaruhi komunikasi? DeVito (1997)
menjelaskan bahwa komunikasi adalah suatu proses yang terdiri atas
komponen-komponen/elemen-elemennya saling terkait. Setiap elemen
dalam komunikasi saling berhubungan satu dengan yang lain dan
elemen yang satu mendahului elemen lain yang terkait. Taylor, Lillis,
LeMone (1989), dan DeVito (1997) mengidentifikasi bahwa untuk
berlangsungnya komunikasi yang efektif, ada lima elemen utama, yaitu
(a) komunikator (sender), (b) informasi/pesan/berita, (c) komunikan
(reciever), (d) umpan balik (feedback), dan (e) atmosfer/konteks.
a. Komunikator (sender)
Komunikator adalah orang atau kelompok yang menyampaikan
pesan/ide/informasi kepada orang/pihak lain sebagai lawan bicara.
Komunikator berarti sumber berita/informasi atau disebut
informan, yaitu sumber/asal berita yang disampaikan kepada
komunikan. Seorang komunikator beraksi dan bereaksi secara utuh
meliputi fisik dan kognitif, emosional, dan intelektual.

23
b. Informasi/pesan/berita
Pesan adalah keseluruhan yang disampaikan oleh komunikator,
disadari atau tidak disadari, secara langsung atau tidak langsung.
Pesan yang disadari adalah segala ucapan (bahasa verbal) yang
disampaikan komunikator secara sengaja dan sudah dipersiapkan.
Pesan yang tidak disadari adalah pesan yang muncul beriringan atau
bersamaan dengan pesan yang yang disampaikan pada saat
komunikator berbicara.

c. Komunikan (reciever)
Komunikan adalah orang atau sekelompok orang yang menerima
pesan yang disampaikan komunikator. Komunikan yang efektif
adalah komunikan yang bersikap kooperatif, penuh perhatian, jujur,
serta bersikap terbuka terhadap komunikator dan pesan yang
disampaikan.

d. Umpan balik
Umpan balik adalah informasi yang dikirimkan balik ke sumbernya
(Clement dan Frandsen, 1976, dalam DeVito, 1997). Umpan balik
bisa berasal dari diri sendiri ataupun orang lain. Umpan balik dari
diri sendiri, misalnya, jika kita menyampaikan pesan melalui
bicara, kita akan dapat secara langsung mendengar apa yang kita
sampaikan. Umpan balik dari orang lain adalah umpan balik yang
datang dari lawan bicara. Bentuk umpan balik yang diberikan,
antara lain anggukan, kerutan dahi, senyuman, gelengan kepala,
interupsi pembicaraan, pernyataan setuju atau tidak setuju, dan lain-
lain. Umpan balik dapat berupa verbal ataupun nonverbal. Agar
terjadi umpan balik yang baik, harus bersifat jujur, sesuai dengan

24
konten (isi pesan) yang disampaikan, dan bagian dari solusi
merupakan hasil proses berpikir, tidak bersifat subjektif, dan
disampaikan dalam waktu yang tepat.

e. Atmosfer/konteks
Atmosfer adalah lingkungan ketika komunikasi terjadi terdiri atas
tiga dimensi, yaitu dimensi fisik, sosial-psikologis, dan temporal
yang mempunyai pengaruh terhadap pesan yang disampaikan.
Ketiga dimensi lingkungan ini saling berinteraksi dan saling
memengaruhi satu dengan lainnya. Perubahan dari salah satu
dimensi akan memengaruhi dimensi yang lain.

B. Konsep Perawat
1. Definisi Perawat
Perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan tinggi
keperawatan, baik di dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh
pemerintah sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan
(UU RI No 38/2014 Tentang Keperawatan).

2. Peran Perawat
Peran perawat menurut (Alimul, 2014) dalam bukunya pengantar
Konsep Dasar Keperawatan, yaitu:
a. Pemberian asuhan keperawatan
Peran sebagai pemberi asuhan keperawatan ini dapat dilakukan
perawat dengan memperhatikan keadaan kebutuhan keperawatan
sehingga dapat dibentuk diagnosis keperawatan agar bisa
direncanakan dan dilaksanakan tindakan yang tepat sesuai dengan
tingkat kebutuhan dasar manusia, kemudian dapat di evaluasi tingkat

25
perkembangannya.Pemebrian asuhaan keperawatan ini dilakukan
dari yang sederhana sampai dengan kompleks.

b. Peran sebagai advokator pasien


Peran ini dilakukan perawat dalam membantu pasien dan keluarga
dalam menginterprestasikan berbagai informasi dari pemberi
pelayanan atau informasi lain khususnya dalam pengambilan
persetujuan atas tindakan keperawatan yang diberikan kepada pasien,
juga dapat berperan mempertahankan dan melindungi hak-hak
pasien yang meliputi hak atas informasi tentang penyakitnya, hak
atas privasi, hak untuk menentukan nasibnya sendiri dan hak untuk
menerima ganti rugi akibat kelainan.

c. Peran educator
Peran ini dilaksanakan dengan mengarahkan, merencanakan serta
mengorganisasi pelayanan kesehatan dari tim kesehatan sehingga
pemberian pelayanan kesehatan dapat terarah serta sesuai dengan
kebutuhan pasien.

d. Peran kolabolator
Peran perawat disini dilakukan karena perawat bekerja melalui tim
kesehatan yang terdiri dari dokter, fisioterapis, ahli gizi dan lain-lain
dengan berupaya mengidentifikasi pelayanan keperawatan yang
diperlukan termasuk diskusi dan tukar pendapat dalam penetuan
bentuk pelayanan selanjutnya.

26
e. Peran konsultan
Peran disini adalah sebagai tempat konsultasi terhadap masalah atau
tindakan keperawatan yang tepat untuk diberikan.Peran ini perawat
kepada spesialis kepada perawat umum atau dari perawat primer ke
perawat pelaksana.

3. Fungsi Perawat
Fungsi merupakan suatu pekerjaan yang dilakukan sesuai dengan
perannya. Fungsi tersebut dapat berubah disesuaikan dengan keadaan
yang ada. Dalam menjalankan perannya, perawat akan melaksanakan
berbagai fungsi diantaranya: fungsi independen, fungsi dependen, dan
fungsi interdependen (Alimul, 2014).
a. Fungsi independen
Merupakan fungsi mandiri dan tidak tergantung pada orang lain,
dimana perawat dalam melakukan tugasnya dilakukan secara
sendiri dengan keputusan mandiri dalam melakukan tindakan dalam
rangka memenuhi kebutuhan dasar manusia seperti pemenuhan
fisiologis (pemenuhan kebutuhan oksigenasi, pemenuhan
kebutuhan cairan dan elektrolit, pemenuhan kebutuhan nutrisi,
pemenuhan kebutuhan aktivitas dan lain-lain), pemenuhan
kebutuhan keamanan dan kenyamanan, pemenuhan kebutuhan cinta
mencintai, pemenuhan kebutuhan harga diri dan aktualisasi diri.

b. Fungsi dependen
Merupakan fungsi perawat dalam melaksanakan kegiatannya atas
pesan atau instruksi dari perawat lain. Sehingga sebagai tindakan
pelimpahan tugas yang diberikan. Hal ini biasanya dilakukan oleh
perawat spesialis kepada perawat umum atau dari perawat primer ke
perawat pelaksana.

27
c. Fungsi interdependen
Fungsi ini dilakukan dalam kelompok tim yang bersifat saling
ketergantungan diantara tim satu dengan tim lainnya. Fungsi ini
dapat terjadi apabila bentuk pelayanan membutuhkan kerja sama
tim dalam pemberian pelayanan seperti dalam memberikan asuhan
keperawatanm pada penderita yang mempunyai penyakit kompleks.
Keadaan ini tidak dapat diatasi dengan tim perawat saja melainkan
juga dari dokter ataupun lainnya, seperti dokter dalam memberikan
tindakan pengobatan bekerja sama dengan perawat lainnya dalam
pemantauan reaksi obat yang telah diberikan.

C. Konsep Kepuasan Pasien


1. Defenisi Kepuasan Pasien
Pasien adalah makhluk Bio-Psiko-Sosio-Ekonomi-Budaya, artinya dia
memerlukan terpenuhinya kebutuhan, keinginan dan harapan dari aspek
biologis (kesehatan), aspek psikologis (kepuasan), aspek sosio-ekonomi
(papan, sandang, pangan dan afiliasi sosial), dan aspek budaya.
Siapapun yang mengetahui secara khusus kebutuhan, keinginan ataupun
harapan pelanggan atau pasien, maka dialah yang mempunyai
keuntungan berhubungan dengan pelanggan. Kepuasan pelanggan
(pasien) terjadi apabila apa yang menjadi kebutuhan, keinginan,
harapan pelanggan dapat Anda penuhi, maka pelanggan akan puas.
Kepuasan pelanggan (pasien) adalah perasaan senang atau puas bahwa
produk atau jasa yang diterima telah sesuai atau melebihi harapan
pelanggan (Nursalam, 2014).

Musanto (2004) mengatakan bahwa kepuasan pasien atau


ketidakpuasan adalah respon pelanggan terhadap evolusi
ketidaksesuaian yang dirasakan persaingan yang semakin ketat ini

28
menyebabkan banyak produsen yang terlibat dalam pemenuhan dan
keinginan konsumen termasuk rumah sakit yang berusaha memberikan
pelayanan terbaik kepada pasien selaku konsumen sehingga pasien
merasa puas dengan pelyanan yang diberikan rumah sakit. Pasien yang
dirawat di rumah sakit akan melakukan evaluasi terhadap pelayanan
yang diterimanya dan dari evaluasi itulah pasien mengetahui apakah
mereka merasa puas dengan pelayanan yang diberikan perawat atau
tidak. Bagi pasien, kepuasan selalu dikaitkan dengan lingkungan rumah
sakit, kenyamanan, kebersihan, kecepatan pelayanan, ramahnya
perawat dan perhatian dari perawat. Pelayanan yang diberikan oleh
perawat yang tidak sesuai dengan harapan pasien akan menimbulkan
ketidak puasan.

Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa kepuasan


pasien merupakan suatu tanggapan atau respon yang diberikan oleh
pasien setelah membandingkan antara harapan-harapan pasien dengan
apa yang dialami atau diperoleh pasien terhadap kualitas pelayanan
yang diberikan oleh perawat. Apabila hasil yang dirasakan oleh pasien
sesuai dengan harapannya maka pasien akan merasakan kepuasan yang
tinggi, sebalinya jika hasil yang dirasakan oleh pasien tidak sesuai
dengan harapan maka pasien akan merasa kecewa dan tidak puas
sehingga pasien tidak akan menggunakan jasa pelayanan di rumah sakit
yang sama ketika pasien tersebut diharuskan menjalani perawatan
medis.

29
2. Pengukuran Tingkat Kepuasan Pasien
Untuk melakukan upaya peningkatan mutu layanan kesehatan,
pengukuran tingkat kepuasan pasien ini mutlak diperlukan.Melalui
pengukuran tersebut dapat diketahui sejauh mana dimensi dimensi mutu
layanan kesehatan yang telah diselenggarakan dapat memenuhi harapan
pasien (Supranto, 2011). Kepuasan pasien akan diukur dengan indicator
berikut :
a. Kepuasan terhadap akses layanan
1) Sejauh mana layanan kesehatan itu tersedia pada waktu dan
tempat saat dibutuhkan
2) Kemudahan memperoleh layanan kesehatan, baik dalam
keadaan biasa ataupun keadaan gawat darurat
3) Sejauh mana pasien mengerti bagaimana sistem layanan
kesehatan itu bekerja, keuntuungan dan tersediannya layanan
kesehatan.

b. Kepuasan terhadap mutu pelayanan


1) Kompetensi teknik dokter dan atau profesi layanan kesehatan
lain yang berhubungan dengan pasien.
2) Keluaran dari penyakit atau bagaimana perubahan yag dirasakan
oleh pasien sebagai hasil dari layanan kesehatan.

c. Kepuasan terhadap proses layanan kesehatan


1) Sejauh mana ketersediaan pelayanan rumah sakit menurut
penilaian pasien
2) Persepsi tentang perhatian dan kepedulian dokter dan atau
profesi layanan kesehatan lain
3) Tingkat kepercayaan dan keyakinan terhadap dokter
4) Tingkat pengertian tentang kondisi atau diagnosis

30
5) Sejauh mana tingkat kesulitan untuk dapat mengerti nasihat
dokter dan atau rencana pengobatan.

d. Kepuasan terhadap sistem layanan kesehatan


1) Fasilitaas fisik dan lingkungan layanan kesehatan
2) Sistem perjanjian, termasuk menunggu giliran, waktu tunggu,
pemanfaatan waktu selama menungu, sikap mau menolong atau
kepeduian personel, mekanisme pemecahan masalah dan
keluhan yang timbul.
3) Lingkup dan sifat keuntungan dan layanan kesehatan yang
ditawarkan

3. Factor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan


Ada beberapa faktor yang memengaruhi kepuasan pasien, yaitu sebagai
berikut :
(Nursalam, 2014)
a. Kualitas produk atau jasa.
Pasien akan merasa puas bila hasil evaluasi mereka menunjukkan
bahwa produk atau jasa yang digunakan berkualitas.

b. Harga.
Harga, yang termasuk di dalamnya adalah harga produk atau jasa.
Harga merupakan aspek penting, namun yang terpenting dalam
penentuan kualitas guna mencapai kepuasan pasien. Meskipun
demikian elemen ini memengaruhi pasien dari segi biaya yang
dikeluarkan, biasanya semakin mahal harga perawatan maka pasien
mempunyai harapan yang lebih besar.

31
c. Emosional.
Pasien yang merasa bangga dan yakin bahwa orang lain kagum
terhadap konsumen bila dalam hal ini pasien memilih institusi
pelayanan kesehatan yang sudah mempunyai pandangan, cenderung
memiliki tingkat kepuasan yang lebih tinggi.

d. Kinerja.
Wujud dari kinerja ini misalnya: kecepatan, kemudahan, dan
kenyamanan bagaimana perawat dalam memberikan jasa
pengobatan terutama keperawatan pada waktu penyembuhan yang
relatif cepat, kemudahan dalam memenuhi kebutuhan pasien dan
kenyamanan yang diberikan yaitu dengan memperhatikan
kebersihan, keramahan dan kelengkapan peralatan rumah sakit.

e. Estetika.
Estetika merupakan daya tarik rumah sakit yang dapat ditangkap
oleh pancaindra. Misalnya: keramahan perawat, peralatan yang
lengkap dan sebagainya.

f. Karakteristik produk.
Produk ini merupakan kepemilikan yang bersifat fisik antara lain
gedung dan dekorasi. Karakteristik produk meliputi penampilan
bangunan , kebersihan dan tipe kelas kamar yang disediakan beserta
kelengkapannya.

g. Pelayanan.
Pelayanan keramahan petugas rumah sakit, kecepatan dalam
pelayanan. Institusi pelayanan kesehatan dianggap baik apabila
dalam memberikan pelayanan lebih memperhatikan kebutuhan

32
pasien. kepuasan muncul dari kesan pertama masuk pasien terhadap
pelayanan keperawatan yang diberikan. Misalnya: pelayanan yang
cepat, tanggap dan keramahan dalam memberikan pelayanan
keperawatan.

h. Lokasi.
Lokasi, meliputi, letak kamar dan lingkungannya. Merupakan salah
satu aspek yang menentukan pertimbangan dalam memilih institusi
pelayanan kesehatan. Umumnya semakin dekat lokasi dengan pusat
perkotaan atau yang mudah dijangkau, mudahnya transportasi dan
lingkungan yang baik akan semakin menjadi pilihan bagi pasien.

i. Fasilitas.
Kelengkapan fasilitas turut menentukan penilaian kepuasan pasien,
misalnya fasilitas kesehatan baik sarana dan prasarana, tempat
parkir, ruang tunggu yang nyaman dan ruang kamar rawat inap.
Walaupun hal ini tidak vital menentukan penilaian kepuasan pasien,
namun institusi pelayanan kesehatan perlu memberikan perhatian
pada fasilitas dalam penyusunan strategi untuk menarik konsumen.

j. Komunikasi.
Komunikasi, yaitu tata cara informasi yang diberikan pihak
penyedia jasa dan keluhan-keluhan dari pasien. Bagaimana keluhan-
keluhan dari pasien dengan cepat diterima oleh penyedia jasa
terutama perawat dalam memberikan bantuan terhadap keluhan
pasien.

33
k. Suasana.
Suasana, meliputi keamanan dan keakraban. Suasana yang tenang,
nyaman, sejuk dan indah akan sangat memengaruhi kepuasan pasien
dalam proses penyembuhannya. Selain itu tidak hanya bagi pasien
saja yang menikmati itu akan tetapi orang lain yang berkunjung
akan sangat senang dan memberikan pendapat yang positif sehingga
akan terkesan bagi pengunjung institusi pelayanan kesehatan
tersebut.

l. Desain visual.
Desain visual, meliputi dekorasi ruangan, bangunan dan desain jalan
yang tidak rumit. Tata ruang dan dekorasi ikut menentukan suatu
kenyamanan.

4. Dimensi Kepuasan
Kepuasan klien dipengaruhi mutu pelayanan suatu rumah sakit.Untuk
menilai pelayanan kesehatan harus memperhatikan dan
memperhitungkan pendapat klien sebagai indicator mutu
pelayanan.Oleh Karena itu, maka kepuasan pelanggan khususnya
kepuasan klien sangat strategis dan memerlukan perhatian yang
seksama.Pada dasarnya kepuasan klien tidak dapat dipelajari seperti
halnya mempelajari kepuasan kerja, hal ini disebabkan karena sumber
dan objek kepuasan yang berbeda setiap individu. (Supranto, 2011)
mengemukakan beberapa dimensi yang dapat digunakan untuk
mengkaji kepuasan klien antara lain:
a. Dimensi bukti langsung (tangible)
Tangible (bukti langsung), yaitu ketersediaan sarana dan fasilitas
fisik yang dapat langsung dirasakan oleh konsumen. Indicator
dalam dimensi ini dapat digambarkan sebagai berikut :

34
1) Kebersihan, kerapian dan kenyamanan ruangan
2) Kelengkapan, kesiapan dan kebersihan alat-alat yang dipakai
3) Kerapian dan kebersihan penampilan petugas dalam pelayanan
Puskesmas adalah kebersihan ruangan pengobatan dan toilet.

b. Dimensi kehandalan (reliability)


Reliability (kehandalan), yaitu kemampuan petugas memberikan
pelayanan kepada konsumen dengan tepat. Indicatornya yaitu:
1) Prosedur penerimaan pasien yang cepat dan tepat
2) Pelayanan pemeriksaan, pengobatan dan perawatan yang cepat
dan tepat
3) Jadwal pelayanan dijalankan tepat waktu
4) Prosedur pelayanan tidak berbelit-belit

c. Dimensi ketanggapan (responsiveness)


Responsiveness (ketanggapan), yaitu kemampuan petugas
memberikan pelayanan kepada konsumen dengan cepat. Indicator
dalam dimensi ini yaitu:
1) Kemampuan dokter dan perawat untuk cepat tanggap
menyelesaikan keluhan pasien
2) Petugas memberikan informasai yang jelas dan mudah
dimengerti
3) Tindakan cepat pada saat pasien membutuhkan
Dalam pelayanan Puskesmas adalah lama waktu menunggu
pasien mulai dari mendaftar sampai mendapat pelayanan tenaga
kesehatan.

35
d. Dimensi jaminan (assurance)
Assurance (jaminan), yaitu kemampuan petugas memberikan
pelayanan kepada konsumen sehingga dipercaya. Indikator dalam
dimensi ini dapat tergambar pada :
1) Pengetahuan dan kemampuan para dokter menetapkan diagnosis
penyakit
2) Keterampilan para dokter, perawat dan petugas lainnya dalam
bekerja
3) Pelayanan yang sopan dan ramah
4) Jaminan keamanan pelayanan dan kepercayaan pelayanan

e. Dimensi berbagi rasa (empathy)


Emphaty (empati), yaitu kemampuan petugas membina hubungan,
perhatian, dan memahami kebutuhan konsumen. Indicator dalam
dimensi ini dapat tergambar pada :
1) Memberi perhatian khusus kepada setiap pasien
2) Perhatian terhadap keluhan pasien
3) Pelayanan kepada semua pasien tanpa memandang status sosial
dan lain-lain

36
D. Kerangka Teori
Skema 2.1 Hubungan Komunikasi Efektif Dengan Tingkat Kepuasan Pasien Rawat Jalan Puskesmas Garuda
Bandung.

Indikator kepuasan pada pasien rawat jalan : Indikator komunikasi efektif :


1. Kepuasan terhadap akses layanan 1. Pemahaman
2. Kepuasan terhadap mutu pelayanan 2. Kesenangan
3. Kepuasan terhadap proses layanan 3. Pengaruh pada sikap
kesehatan 4. Hubungan yang makin baik
4. Kepuasan terhadap sistem layanan 5. Tindakan
kesehatan

Ada Hubungan
atau Tidak Ada
Hubungan

Sumber : Suranto AW (2010) & Supranto (2011)

37
E. Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah
penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam
bentuk pertanyaan (Sugiyono, 2018).
Berdasarkan variabel yang diteliti, maka hipotesis penelitian ini adalah
sebagai berikut:
Ha (Hipotesis alternatif) : P value <0,05 maka terdapat hubungan
komunikasi efektif dengan tingkat kepuasan
pasien rawat jalan di Puskesmas Garuda Kota
Bandung
Ho (Hipotesis nol) : P value >0,05 maka tidak terdapat hubungan
komunikasi efektif dengan tingkat kepuasan
pasien rawat jalan di Puskesmas Garuda Kota
Bandung

38
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Kerangka Konsep
Skema 3.1 Hubungan Komunikasi Efektif Dengan Tingkat Kepuasan Pasien Rawat Jalan Di Puskesmas Garuda Kota
Bandung Jawa Barat.
INPUT PROSES OUTPUT
Faktor-faktor yang
mempengaruhi proses Indikator komunikasi
komunikasi pada efektif :
perawat : 1. Pemahaman
1. Perkembangan 2. Kesenangan
2. Persepsi 3. Pengaruh pada Ada
3. Nilai sikap hubungan
4. Latar belakang
4. Hubungan yang
sosial
5. Emosi makin baik
6. Jenis kelamin 5. Tindakan
7. Pengetahuan Tidak ada
8. Peran dan hubungan
hubungan
9. Lingkungan Indikator kepuasan pada pasien rawat jalan :
10. jarak 1. Kepuasan terhadap akses layanan
Keterangan : Diteliti : 2. Kepuasan terhadap mutu pelayanan
Tidak Diteliti : 3. Kepuasan terhadap proses layanan kesehatan
4. Kepuasan terhadap sistem layanan kesehatan

5.

Sumber : Modifikasi Stuart, 2005 & Kotler, 2009 39


B. Disain Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan merupakan analitik korelasional dengan
pendekatan cross-sectional. Metode ini bertujuan untuk menggali fenomena
yang terjadi dengan menghubungkan variabel bebas dengan variabel terikat.
Kemudian melakukan analisis dinamika korelasi antara fenomena atau antara
faktor risiko dengan faktor efek. Data dinilai dan dikumpulkan satu kali dan
dalam waktu yang bersamaan (point time approach). Artinya, tiap subjek
penelitian hanya di observasi sekali saja dan pengukuran dilakukan terhadap
status karakter atau variabel subjek pada saat pemeriksaan (Notoatmodjo,
2010). Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui secara signifikan hubungan
komunikasi efektif dengan tingkat kepuasan pasien rawat jalan di Puskesmas
Garuda Kota Bandung.

C. Variabel Penelitian
Variabel adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang di tetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari sehingga di peroleh informasi tentang hal tersebut,
kemudian ditarik kesimpilannya. (Sugiyono, 2015). Variabel dalam penelitian
ini terdiri dari variabel independen dan dependen.
1. Variabel Independen/Bebas
Variabel Independen (bebas) ini merupakan variabel yang mempengaruhi
atau yang menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel dependen
(terikat) (Sugiyono, 2015). Variabel independen dalam penelitian ini
adalah komunikasi efektif.

2. Variabel Dependen/Terikat
Variabel dependen (terikat) merupakan variabel yang dipengaruhi atau
menjadi akibat karena adanya variabel (bebas) (Sugiyono, 2015). Variabel
Dependen pada penelitian ini adalah tingkat kepuasan pasien.

40
D. Defenisi Operasional
Tabel 3.1 Definisi Operasional Hubungan Komunikasi Efektif Dengan Tingkat Kepuasan Pasien Rawat Jalan Di
Puskesmas Garuda Kota Bandung

No Variabel Definisi Operasional Alat Skala Hasil Ukur


Ukur Ukur
1 Komunikasi Indikator komunikasi efektif : Kuesioner Nominal 1. Efektif ≥60%
Efektif 1. Pemahaman 2. Tidak efektif ≤60%
Kemampuan untuk memahami pesan
secara cermat sebagaimana yang
disampaikan oleh komunikator.
2. Kesenangan
Interaksi yang dilakukan secara
menyenangkan untuk memupuk
hubungan insani.
3. Pengaruh pada sikap
Apabila semorang komunikan setelah
menerima pesan kemudian sikapnya
berubah sesuai dengan makna pesan itu.
4. Hubungan yang makin baik

41
Proses komunikasi yang efektif secara
tidak sengaja meningkatkan kadar
hubungan interpersonal.
5. Tindakan
Kedua belah pihak yang melakukan
tindakan sesuai dengan pesan yang
dikomunikasikan.
2 Tingkat Kepuasan adalah perasaan senang Kuesioner Ordinal 1. ≥ 90% = Puas
Kepuasan Pasien seseorang yang berasal dari perbandingan 2. ≤ 90% = Tidak Puas
antara harapan dan kenyataan. Kepuasan
dalam penelitian ini adalah kepuasan
pasien rawat jalan di Puskesmas Kota
bandung. Indikator kepuasan meliputi :
1. Kepuasan terhadap akses layanan:
Kemudahan memperoleh layanan
kesehatan, naik dalam keadaan biasa
maupun keadaan gawat darurat.

42
2. Kepuasan terhadap mutu pelayanan:
Kompetensi layanan kesehatan yang
dilakukan oleh perawat, dokter yang
berhubungan dengan pasien.
3. Kepuasan terhadap proses layanan
kesehatan:
Kemampuan perawat dalam
memberikan pelayanan kepada pasien
dengan tepat waktu.
4. Kepuasan terhadap sistem layanan
kesehatan:
Ketersediaan sarana dan fasilitas yang
dapat dirasakan langsung oleh pasien
serta penampilan perawat dalam
memberikan pelayanan kepada pasien.

43
E. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas : obyek/subyek
yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang di tetapkan
oleh peneliti untuk dicari dan kemudian ditarik kesimpulannya
(Sugiyono, 2015). Populasi dalam Penelitian ini adalah pasien yang
berobat ke Poliklinik (Rawat jalan) Puskesmas Garuda Kota Bandung
berjumlah 4400 pasien.

2. Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang di miliki oleh
populasi tersebut. Untuk itu sampel yang diambil dari populasi harus
betul – betul mewakili (Sugiyono, 2015). Teknik pengambilan sampel
dengan menggunakan rumus Slovin dalam Nursalam (2013) yaitu
dengan rumus pengambilan sampel pada populasi yang belum
diketahui. Adapun teknik sampling menggunakan Accidental Sampling.
Teknik tersebut untuk memberikan kesempatan yang sama terhadap
semua populasi yang menjadi sampel. Rumus sampel untuk populasi
yang belum diketahui:

𝑁
𝑛=
1 + 𝑁(𝑑)2
Keterangan :
n = Besar sampel
N = besar populasi
d = tingkat signifikasi (p)

44
4400
𝑛=
1 + 4400(0.1)2
4400
𝑛=
1 + 44,00
4400
𝑛=
45
𝑛 = 97.77
𝑛 = 98

Dari hasil perhitungan diatas, didapatkan jumlah sampel yang akan


peneliti gunakan yaitu sebanyak 98 orang.

Adapun kriteria inklusi, ekslusi, dan kriteria drop out sampel dalam
penelitian ini adalah :

a. Kriteria Inklusi
1) Bersedia menjadi responden
2) Pasien yang berobat jalan di Puskesmas Garuda

b. Kriteria ekslusi
1) Tidak bersedia menjadi responden
2) Tidak mampu menulis atau membaca

F. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat yang digunakan untuk mengumpulkan
data (Notoatmodjo, 2012). Penelitian ini menggunakan alat pengumpulan
data dimana alat yang digunakan adalah kuesioner.
1. Kuesioner Komunikasi Efektif
Instrumen komunikasi efektif yang digunakan dalam penelitian ini
adalah kuesioner Komunikasi Efektif. Untuk pengukuran variabel ini
menggunakan skala Guttman, untuk pilihan jawaban pertanyaan 1 = ya,
dan 0 = tidak. Dengan kategori hasil efektif ≥60% dan tidak efektif

45
≤60%. Pembuatan kuesioner ini dibuat dari modifikasi teori Suranto
AW (2010) dengan jumlah item soal 19 butir pertanyaan.

2. Kuesioner Tingkat Kepuasan Pasien


Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah untuk
mengevaluasi dimensi kepuasan pasien. Untuk pengukuran variabel ini
menggunakan skala likert, untuk jawaban nilai positif : sangat puas = 5,
puas = 4, cukup puas = 3, tidak puas = 2, sangat tidak puas = 1,
sedangkan jawaban nilai negatif: sangat puas = 1, puas = 2, cukup puas
= 3, tidak puas = 4, sangat tidak puas = 5. Dengan kategori hasil ≥ 90%
= Puas dan ≤ 90% = Tidak Puas. Pembuatan kuesioner ini dibuat dari
modifikasi teori Supranto (2011) dan Nursalam (2013) dengan jumlah
item soal 19 butir pertanyaan.

Uji Validitas dan Reabilitas Instrumen Penelitian


Instrumen yang digunakan dalam pengumpul data ada dua syarat yaitu harus
valid dan reliabel sehingga instrumen tidak dapat langsung digunakan untuk
mengumpulkan data, tetapi terlebih dahulu diuji validitas dan reliabilitasnya
sebelum diberikan kepada responden penelitian untuk diisi (Notoatmodjo,
2012).
1. Uji Validitas
Validitas adalah suatu yang menunjukan alat ukur itu benar-benar
mengukur apa yang diukur (Notoatmodjo, 2010). Uji validitas dilakukan
di Puskesmas Ibrahim Adjie Kota Bandung dengan 30 responden. Uji
validitas telah dilakukan pada tanggal 08 Juli 2019. Untuk instrumen
komunikasi efektif didapatkan 19 dari soal pertanyaan yang valid
dengan nilai reliabelnya 0,762. Untuk instrumen tingkat kepuasan
pasien didapatkan 19 soal pertanyaan valid dengan nilai reliabelnya
0,770. Untuk pertanyaan yang tidak valid, tidak akan digunakan pada
saat penelitian.

46
Untuk menguji validitas instrumen yang berupa skor dikotomi yaitu
yang bernilai 0 dan 1 digunakan korelasi point biserial dengan rumus :

𝑘 𝑉𝑡 − ∑ 𝑝𝑞
𝑟𝑖 = { }
(𝑘 − 1) 𝑉𝑡

Keterangan:
k = jumlah item dalam instrumen
p = proposorsi banyaknya subjek yang menjawab pada item 1
q=1

Untuk validitas instrumen dalam skala Likert menggunakan uji Kolerasi


Product Moment dari Pearson dengan rumus :
a.
𝑛 (∑ 𝑋𝑌)− (∑ 𝑋). (∑ 𝑌)
𝑟𝑥𝑦
b. = √{𝑛. ∑ 𝑋2 − (∑ 𝑋)2 }. {𝑛. ∑ 𝑌 2 − (∑ 𝑌)2 }
c.

Keterangan :
rxy = Koefisien korelasi variabel X dan Y
n = Jumlah responden uji coba
x = Skor jawaban masing-masing item
y = Skor total.

47
2. Uji Reliabilitas
Reliabilitas adalah indeks yang menunjukan sejauh mana suatu alat
pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan (Notoatmodjo, 2010).
Uji reliabiitas dilakukan pada tanggal 08 Juli 2019 di Puskesmas
Garuda Kota Bandung. Hasil uji teliabilitas didapatkan bahwa semua
pertanyaan yang valid memiliki nilai koefisien > 0,8. Maka instrumen
tersebut layak untuk digunakan.

Uji reliabilitas untuk instrumen komunikasi efektif adalah dengan skor


dikotomi uji reliabilitas yang digunakan adalah koefisien reliabilitas
kuder richardson 20 (KR 20) dengan rumus (Riyanto, 2011):

𝒌 ∑ 𝝈𝒃 𝟐
𝒓𝟏𝟏 = [ ] [𝟏 − ]
(𝒌 − 𝟏) 𝝈𝒕 𝟐

Keterangan:
r11 = Koefisien reliabiltas
k = Jumlah butir dalam instrumen
∑ 𝜎𝑏 2 = Jumlah varians butir
𝜎𝑡 2 = Jumlah varians skor total

Rumus yang digunakan yaitu Cronbah’s Alpha dengan rumus sebagai


berikut :

𝑘 ∑ 𝑠𝑖2
[ ] [1 − 2 ]
𝑘−1 𝑠𝑥

Keterangan:
k = jumlah instrumen pertanyaan
∑Si2 = jumlah varian dari tiap instrument
𝑆𝑥 2 = varian dari keseluruhan instrument

48
Keputusan Uji:
a) Bila nilai Cronbah’s Alpha > konstanta (0,6), maka
pertanyaan reliable
b) Bila nilai Cronbah’s Alpha < konstanta (0,6), maka
pertanyaan tidak reliable.

G. Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data untuk variabel komunikasi efektif menggunakan
check list, yaitu suatu daftar pengecek, dapat berisi nama subjek, identitas
dan gejala lainnya dari sasaran (Notoatmodjo, 2010). Pengumpulan data
dilakukan dengan menggunakan kuesioner.

Teknik pengumpulan data untuk variabel kepuasan menggunakan


kuesioner, yaitu sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk
memperoleh informasi dari responden (Hidayat, 2007). Pengumpulan data
menggunakan kuesioner, peneliti membagikan kuesioner kepada pasien
yang menjalani perawatan di Puskesmas Garuda Kota Bandung.

1. Tahap Persiapan
Teknik pengumpulan data dimulai dari melakukan study pendahuluan,
yaitu mencari informasi data perawat dan mengobservasi pelaksanaan
komunikasi efektif perawat terhadap pasien Rawat Jalan di Poliklinik,
Puskesmas Garuda Kota Bandung. Setelah itu, peneliti menentukan
penelitian. Setelah tempat penelitian ditentukan (dalam hal ini Poliklinik
(Rawat jalan), Puskesmas Garuda Kota Bandung) dan menyelesaikan
surat-surat perizinan, peneliti meminta izin kepada Kepala Puskesmas
Garuda Kota Bandung untuk melakukan observasi terhadap perawat
yang dinas di Poliklinik (rawat jalan) Puskesmas Garuda dan peneliti
juga akan dinas (praktek) seperti perawat di Puskesmas Garuda. Peneliti
juga akan memberikan informasi tentang penelitian kepada pengunjung
yang datang ke Puskesmas Garuda. Jika pengunjung/pasien setuju,
peneliti memberi lembar informed consent kepada pengunjung/pasien

49
dan ditanda tangani sebagai syarat tertulis bersedia atau tidak menjadi
sampel (responden).

2. Tahap Pelaksanaan
Setelah mendapatkan ijin penelitian peneliti mulai penelitian dengan
melakukan observasi terhadap perawat yang dinas di poliklinik (rawat
jalan). Peneliti juga membagikan kuesioner kepada pengunjung/pasien
yang telah bersedia menjadi responden dan diberi waktu selama 15
menit untuk mengisi kuesioner.Setelah 15 menit telah habis peneliti
memeriksa kembali kuesioner yang diisi oleh responden. Apabila
belum semua terjawab kuesionernya akan dikembalikan kepada
responden dan meminta untuk menyelesaikan pertanyaan yang ada di
kuesioner sebagai instrumen pengumpulkan data. Selanjutnya,
mengumpulkan data sampai jumlah sampel yang telah ditentukan
terpenuhi dan melakukan pengecekan kelengkapan data.

3. Tahap Akhir
Data yang telah didapatkan kemudian diolah dan dianalisis, setelah itu
disusun dalam bentuk laporan akhir penelitian berupa
skripsi.Selanjutnya, sidang skripsi untuk mepertanggung jawabkan hasil
penelitian, revisi skripsi, serta pengadaan skripsi.

H. Teknik Pengolahan Data


Pengolahan data dilakukan dengan langkah – langkah sebagai berikut:
(Riyanto, 2011).
1. Editing
Melakukan pengecekan terhadap isi angket mencakup kelengkapan data
antara lain jumlah angket yang terkumpul, kelengkapan jawaban, dan
pengisisan lembar jawaban.

50
2. Coding
Kegiatan merubah data membentuk huruf menjadi data berbentuk
angka/bilangan. Kegunaannya untuk mempermudah peneliti pada saat
analisa data pada saat entry data.
3. Cleaning
Kegiatan pengecekan kembali data yang sudah di entry apakah ada
kesalahan atau tidak.Tujuannya untuk mengetahui missing data dan
variasi data
4. Processing / Entry Data
Setelah data di koding maka langkah selanjutnya adalah melakukan
entry data dari angket ke dalam program computer yang menggunakan
paket program perangkat lunak computer.
5. Tabulasi data
Tabulasi data adalah penyusunan data sedemikian rupa sehingga
memudahkan dalam penjumlahan data dan disajikan dalam bentuk
tulisan.

I. Analisa Data
Penelitian ini merupakan penelitian untuk mengetahui hubungan
komunikasi efektif perawat dengan dimensi kepuasan pasien maka analisa
datanya dilakukan secara komputerisasi dengan menggunakan program
tertentu. Adapun tahap-tahap analisa data sebagai berikut:
1. Analisa Univariat
Analisa ini dilakukan terhadap variabel dari hasil penelitian, pada
umumnya analisa ini hanya menghasilkan distribusi dan presentase dari
tiap variabel (Notoatmodjo, 2010).Analisa univariat dalam penelitian ini
terdiri dari variabel komunikasi efektif dan kepuasan pasien.
a. Komunikasi efektif
Rumus yang digunakan untuk komunikasi efektif adalah dengan
menggunakan nilai Mean:

μ = ½ ( i max + i min )Ʃk


μ
51 =
½
(
Keterangan :
μ : Mean Hipotetik
i max : Skor maksimal jawaban dalam aitem atau soal
i min : Skor minumal jawaban dalam aitem atau soal
Ʃk : Jumlah aitem atau soal

μ = ½ ( 5 + 1 ) 20
= 60

μ
Didapatkan hasil jika ≤ 60 tidak efektif dan jika ≥=60 efektif.
½
Sedangkan untuk mengetahui distribusi frekuensi
( komunikasi
efektif digunakan rumus berikut: i
m
𝐹
𝑃= 𝑥100% a
𝑁
x
Keterangan:
+
P : Presentasi
i
F : Jumlah aspek yang dilaksanakan
m
N : Jumlah item observasi
i

Dari hasil perhitungan kemudian diinterprestasikan


n berdasarkan
kriteria sebagai berikut (Sudjana, 2005) )

100% = Seluruh responden Ʃ

80% - 90% k
= Hampir seluruh responden
60% - 79% = Sebagian besar dari seluruh responden
40% - 59% = Sebagian dari seluruh responden
20% - 39% = Sebagian kecil dari seluruh responden
1% - 19% = Hampir tidak ada dari seluruh responden
0% = Tidak ada dari seluruh responden

52
b. Tingkat Kepuasan
Untuk instrumen kepuasan pasien dalam hal komunikasi efektif
menggunakan pernyataan tertutup. Hasil penilaian kepuasan pasien
kemudian dikategorikan menjadi sangat puas, puas, cukup puas,
kurang puas dan sangat tidak puas. Untuk pengkategorian tingkat
kepuasan adalah dengan menggunakan nilai tingkat persepsi (TK)
dengan rumus sebagai berikut: (Supranto, 2011)

𝑋𝑖
𝑇𝐾𝑖 = × 100%
𝑌𝑖

Keterangan :
Tki = Tingkat Kesesuaian Responden
Xi = Skor Penilaian Kinerja (Ketetapan Pelayanan
Yi = Skor Penilaian Kepentingan (Harapan) Pelanggan

Dari hasil perhitungan kemudian diinterprestasikan berdasarkan


kriteria sebagai berikut: Supranto (2011)
1. ≥ 90% : Puas
2. ≤ 90% : Tidak Puas

Selanjutnya untuk mengetahui distribusi frekuensi tingkat


kepuasan pasien digunakan rumus berikut:

𝐹
𝑃= 𝑥100%
𝑁

Keterangan :
P = Presentasi
f = Jumlah jawaban
n = Jumlah responden penelitian

53
Dari hasil perhitungan kemudian diinterprestasikan berdasarkan
kriteria sebagai berikut (Sudjana, 2005)

100% = Seluruh responden


80% - 90% = Hampir seluruh responden
60% - 79% = Sebagian besar dari seluruh responden
40% - 59% = Sebagian dari seluruh responden
20% - 39% = Sebagian kecil dari seluruh responden
1% - 19% = Hampir tidak ada dari seluruh responden
0% = Tidak ada dari seluruh responden

2. Analisa Bivariat
Analisis bivariat adalah analisis yang dilakukan terhadap dua variabel
yang diduga berhubungan atau berkolerasi (Notoatmodjo, 2012).
Analisis bivariat yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui ada
tidaknya hubungan antara variabel bebas yaitu komunikasi efektif
dengan variabel terikat yaitu tingkat kepuasan pasien. Dalam penelitian
ini akan dilakukan dengan memakai Chi Square. Untuk menentukan
apakah terjadi hubungan yang bermakna antara variabel bebas dan
variabel terikat dengan menggunakan p-value yang dibandingkan
dengan tingkat kesalahan. Rumus Chi Square adalah sebagai berikut :

(𝐸𝑓−𝑂𝑓)2
X² = ∑ 𝐸𝑓

Keterangan:
x² : Chi Kuadrat
of : Frekuensei yang diobservasi
ef : Frekuensi yang diharapkan

54
Dalam penelitian kesehatan uji signifikan dilakukan dengan
menggunakan batas kemaknaan (alpha) – 0,5 dengan ketentuan bila:
(Riyanto, 2011)
a. P Value <0,05 berarti Ha ditolak (P Value < α). Uji statistik
menunjukkan adanya hubungan yang signifikan.
b. P Value > 0,05 berarti gagal ditolak (P Value > α). Uji statistik
menunjukan tidak adanya hubungan yang signifikan.

J. Etika Penelitian
Dalam melakukan penelitian subjek yang diteliti adalah manusia. Sebelum
peneliti melakukan penelitian, sebaiknya peneliti menjelaskan maksud dan
tujuan penelitian ini dilakukan kemudian peneliti memberikan surat
persetujuan kepada responden jika responden setuju dilanjutkan
memberikan instrumen penelitian. Ada hal-hal yang perlu untuk
diperhatikan oleh seorang peneliti, yaitu hak dasar manusia sebagai berikut:
1. Surat persetujuan responden (Informed Consent)
Peneliti memberikan informasi secara lisan dan tulisan dalam lembar
permohonan kesediaan kepada responden tentang tujuan penelitian
yang akan dilaksanakan.

2. Tanpa nama (Anonimity)


Peneliti menjaga kerahasiaan identitas responden dalam instrumen
pengumpulan data yang diisi oleh responden. Lembaran tersebut hanya
akan diberi nomor atau kode tertentu.

3. Prinsip manfaat (Beneficient)


Peneliti selalu berupaya agar segala tindakan baik metode dan konsep
diberikan terhadap responden mengandung prinsip kebaikan (promote
good) dan untuk kebaikan responden.

55
4. Prinsip menghormati hak asasi manusia (Autonomy)
Responden sepenuhnya mempunyai hak-hak dalam pengambilan
keputusan untuk berpatisipasi menjadi responden atau tidak. Tanpa ada
unsur paksaan dari berbagai pihak sesuai dengan surat informed consent
kepada responden.

5. Tidak berbahaya (Non-Maleficence)


Peneliti menjamin bahwa penelitian tidak mengandung unsur
membahayakan, merugikan atau mengancam jiwa responden. Peneliti
meminimalkan segala dampak yang berakibat buruk terhadap
responden.

K. Lokasi dan Waktu


Lokasi penelitian dilakukan di Puskesmas Garuda Kota Bandung Jawa
Barat dari bulan April – Juli 2019.

56
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini diuraikan mengenai hasil penelitian dan pembahasan hasil penelitian
mengenai hubungan komunikasi efektif dengan tingkat kepuasan pasien rawat jalan
di puskesmas Garuda Kota bandung. Hasil penelitian ini yakni membahas mengenai
uraian dan analisis data-data yang diperoleh dari penelitian. Data penelitian
diperoleh dari reponden atas pertanyaan mengenai variabel penelitian. Variabel
tersebut di analisi menggunakan statistik dan pengujian menggunakan Chi-Square.
Jawaban responden atas sejumlah pertanyaan yang diajukan dalam kuesioner akan
ditampilkan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. Adapun hasil penelitian
sebagai berikut :

A. Hasil Penelitian
1. Analisis Univariat
a. Distribusi frekuensi komunikasi efektif di Puskesmas Garuda Kota
Bandung

Tabel 4.1
Distribusi Frekuensi Komunikasi Efektif Di Puskesmas Garuda
Kota bandung

Komunikasi Efektif Frekuensi (f) Persentase (%)


Tidak Efektif 58 59,2%
Efektif 40 40,8%
Total 98 100,0%

Berdasarkan tabel 4.1 diatas didapatkan bahwa sebagian besar 59,2%


tidak efektif dalam melakukan komunikasi pelayanan kesehatan di
Puskesmas Garuda Kota Bandung.

57
b. Distribusi frekuensi kepuasan pasien di Puskesmas Garuda Kota
Bandung
Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi Kepuasan Pasien Di Puskesmas Garuda
Kota Bandung

Kepuasan Pasien Frekuensi (f) Persentase (%)


Tidak Puas 87 88,8%
Puas 11 11,2%
Total 98 100%

Berdasarkan tabel 4.2 diatas didapatkan bahwa sebagian besar 88,8%


tidak puas dalam melakukan komunikasi pelayanan kesehatan di
Puskesmas Garuda Kota Bandung.

2. Analisis Bivariat
Hubungan komunikasi efektif dengan dimensi kepuasan pasien di
Puskesmas Garuda Kota Bandung
Tabel 4.3
Hubungan Komunikasi Efektif Dengan Tingkat Kepuasan Pasien
Rawat Jalan Di Puskesmas Garuda Kota Bandung

Komunikasi Efektif
Kepuasan Pasien Jumlah p value
Tidak Efektif Efektif
Tidak Puas 52 89,7% 6 10,3% 58
Puas 35 87,5% 4 12,5% 40 0,034
Total 87 88,8% 11 11,2% 98

Berdasarkan tabel 4.3 diatas diperoleh hasil uji korelasi menggunakan Chi
Square didapat nilai probabilitas (p-value) 0,034 < p alpha 0,05. Hal ini
menunjukan bahwa Ha diterima dan Ho ditolak yang berarti terdapat
hubungan antara komunikasi efektif dengan tingkat kepuasan pasien di
Puskesmas Garuda Kota Bandung.

58
B. Pembahasan
1. Komunikasi Efektif Di Puskesmas Garuda Kota Bandung
Berdasarkan hasil penelitian, menyatakan bahwa komunikasi perawat
di ruang rawat jalan Puskesmas Garuda Kota Bandung tidak efektif
yaitu sebanyak 58 (59,2%), dan efektifnya sebanyak 40 (40,8%).

Penelitian yang dilakukan oleh Mutiara, Aat & Nita (2017) dengan
judul “Persepsi Perawat Terhadap Pelaksanaan Komunikasi Efektif Di
IRJ Al-Islam Bandung” yang menggunakan metode Focus Group
Discussion (FGD) dengan pendekatan wawancara semi terstruktur
terhadap 9 orang perawat. Informan yang mengikuti diskusi mengalami
hambatan dalam komunikasi efektif karena waktu yang terbatas.
Beberapa informan menyebutkan bahwa masalah yang digali tidak bisa
optimal karena waktu yang sebentar dan seringkali perawat menjadi
buru-buru dalam memberikan informasi kepada klien. Selain itu, klien
juga sering kali menjadi marah hingga akhirnya complain karena
perawat terlalu lama berdiskusi dengan klien lainnya. Tentu saja hal
tersebut akan berdampak kepada ketidakpuasan klien terhadap
pelayanan yang diberikan. Beberapa informan juga menyatakan karena
waktu yang terbatas terkadang penyampaian informasipun menjadi
terburu-buru sehingga isi dari pesan yang disampaikan perawat menjadi
kurang jelas.

Komunikasi merupakan salah satu bentuk proses interaksi sosial dan


interpersonal dalam kehidupan manusia. melalui komunikasi berarti
melibatkan berbagai aktivitas fisik, psikis, dan sosial. Bagi seorang
perawat selain wajib memiliki kemampuan akademis ilmu
keperawatan, perawat juga wajib keterampilan berkomunikasi dengan
baik, efektif dan tepat sasaran. Bahkan keterampilan komunikasi
dianggap sebagai critical skill yang harus dimiliki perawat, karena
melalui komunikasi, perawat bisa mengumpulkan data,

59
mengidentifikasi, mengkaji, mengolah dan menarik kesimpulan serta
dapat memberikan edukasi kesehatan yang berdampak terhadap
kesehatan pasien (Pieter, 2017).

Suatu pesan yang disampaikan perawat kepada pasien dikatakan efektif


jika pesan itu sesuai, tepat dan mengenai sasaran terhadap tindakan
keperawatan dan penyembuhan penyakit pasien. Beberapa hal yang
harus diperhatikan perawat saat menyampaikan pesan komunikasi
keperawatan kepada pasien yaitu : (a) isi pesan komunikasi
keperawatan yang akan disampaikan merupakan hasil dari perencanaan
yang matang dan telah dimodifikasi sedemikian rupa sehingga bisa
memberikan daya tarik dan minat kepada pasien; (b) isi pesan
komunikasi keperawatan sebaiknya memiliki tujuan yang jelas,
prosedur yang sistematis dan disesuaikan dengan kebutuhan asuhan
keperawatan dan penyembuhan pasien; dan (c) isi pesan komunikasi
keperawatan yang akan disampaikan perawat sebaiknya mampu
mendorong (memotivasi) pasien melaksanakan setiap pesan yang
diinformasikan kepadanya (Pieter, 2017).

Beberapa faktor yang mempengaruhi komunikasi efektif pada perawat


yaitu sikap yang terbuka, sikap positif, memiliki empati, kemampuan
perawat dalam memberikan dukungan (supportiveness), kejujuran,
kemampuan perawat dalam menyimpan rahasia, keterampilan perawat
dalam berkomunikasi dan kredibilitas. Kredibilitas perawat sangat
mempengaruhi keberhasilan dalam proses komunikasi efektif, karena
hal ini mempengaruhi tingkat kepercayaan pasien atas pesan yang
disampaikannya. Pada umumnya, pasien akan lebih percaya dan
bersedia mengubah sikap, pola pikir dan tindakannya jika mereka
mengenal dan mengetahui dengan baik kompetensi perawat dan hal ini
akan meningkatkan kuantitas dan kualitas perawat tersebut. Semakin
tinggi kepercayaan pasien terhadap perawat, maka pasien akan lebih

60
responsif (aktif) atas pesan komunikasi tersebut. Namun sebaliknya,
jika semakin kecil tingkat kredibilitas perawat dimata pasien, maka
semakin kecil pula kepercayaan mereka dan ada kecenderungan mereka
untuk menolak pesan yang disampaikan perawat (Pieter, 2017).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, responden rata-rata menjawab


bahwa perawat kurang memberikan kesempatan kepada pasien untuk
bertanya dan terlalu cepat dalam menjelaskan apa yang menjadi
keluhan pasien, sehingga pasien kurang memahami apa yang
dijelaskan. Salah satu indikator agar komunikasi dapat efektif adalah
adanya pemahaman, dimana pemahaman merupakan suatu kemampuan
untuk memahami pesan secara cermat sebagaimana disampaikan oleh
komunikator. Dalam hal ini komunikan dikatakan efektif apabila
mampu memahami secara tepat, sedangkan komunikator dikatakan
efektif apabila berhasil menyampaikan pesan secara cermat (Suranto
AW, 2010).

2. Kepuasan Pasien Rawat Jalan Di Puskesmas garuda Kota


Bandung
Berdasarkan hasil penelitian, menunjukkan bahwa sebagian besar
pasien kurang puas dengan komunikasi perawat di Puskesmas Garuda
Kota Bandung yaitu tidak puas sebesar 88,8% puas 11,2%.

Penelitian yang dilakukan oleh Sri Handayani (2016) dengan judul


“Tingkat Kepuasan Pasien Terhadap Pelayanan Kesehatan Di
Puskesmas Baturetno” menunjukkan hasil yang berbeda, dimana
pelayanan yang dilakukan perawat berada pada kategori puas dengan
bobot nilai 854 dimana perawat memberikan pelayanan dengan tulus
dan penuh kasih sayang.

61
Kepuasan pelanggan terjadi apabila apa yang menjadi kebutuhan,
keinginan, dan harapan pasien dapat anda penuhi, maka pasien dan
keluarga akan puas. Kepuasan adalah perasaan senang atau puas bahwa
produk atau jasa yang diterima telah sesuai atau melebihi harapan.
Kepuasan pasien merupakan salah satu indikator kualitas pelayanan
yang kita berikan dan kepuasan pasien adalah suatu modal untuk
mendapatkan pasien lebih banyak lagi dan untuk mendapatkan pasien
yang loyal (setia). Pasien yang loyal akan menggunakan kembali
pelayanan kesehatan yang sama bila mereka membutuhkan lagi
(Nursalam, 2014).

Salah satu yang mempengaruhi kepuasan pasien adalah memberikan


pelayanan dengan komunikasi secara efektif. Perawat yang memiliki
keterampilan berkomunikasi dengan baik tidak saja akan menjalin
hubungan rasa percaya pada pasien, tetapi dapat mencegah terjadinya
masalah legal, memberikan kepuasan profesional dalam pelayanan
keperawatan dan meningkatkan citra profesi dan citra rumah sakit
tersebut. Komunikasi yang diberikan oleh perawat (Nursalam, 2014).

Salah satu faktor yang menyebabkan ketidakpuasan pasien di


Puskesmas Garuda yaitu proses dan sistem layanan kesehatan yang
kurang karena kurang senyum, jarang memperkenalkan diri, dan
keterbatasan waktu untuk mendapatkan informasi tentang kondisi
penyakitnya, sehingga mempengaruhi sikap pasien terhadap mutu
pelayanan yang diberikan.

62
3. Hubungan Komunikasi Efektif Dengan Tingkat Kepuasan Pasien
Rawat Jalan Di Puskesmas Garuda Kota Bandung
Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh hasil uji korelasi menggunakan
Chi Square didapat nilai probabilitas (p-value) 0,034 < p alpha 0,05.
Hal ini menunjukan bahwa Ha diterima dan Ho ditolak yang berarti
terdapat hubungan antara komunikasi efektif dengan tingkat kepuasan
pasien di Puskesmas Garuda Kota Bandung. Data yang didapatkan saat
penelitian bahwa Puskesmas Garuda belum memiliki Standar
Operasional Prosedur (SOP) tentang komunikasi efektif perawat yang
dapat menunjang kepuasan terhadap pasien, sehingga perawat kesulitan
dalam menjalankan komunikasi dengan baik.

Hasil penelitian lainnya oleh Marichatul, Darmini & Dwi (2017)


dengan judul “Komunikasi Efektif Berperan Dalam Meningkatkan
Kepuasan Pasien Di Instalasi Radiologi” hasil penelitian
menggambarkan bahwa humble merupakan faktor yang dominan
dengan nilai mean sebesar 9,48 ± 0,995. Hasil uji F menyatakan bahwa
respect, empathy, audible, clarity, dan humble secara stimulan
berpengaruh terhadap kepuasan pasien dengan sig 0,000. Namun hasil
uji t untuk respect dan empathy tidak terbukti berpengaruh secara
signifikan terhadap kepuasan pasien. Besarnya kontribusi komunikasi
efektif terhadap kepuasan pasien 78,1%.

Pasien adalah makhluk Bio-Psiko-Sosio-Ekonomi-Budaya, artinya dia


memerlukan terpenuhinya kebutuhan, keinginan dan harapan dari aspek
biologis (kesehatan), aspek psikologis (kepuasan), aspek sosio-
ekonomi (papan, sandang, pangan dan afiliasi sosial), dan aspek
budaya. Siapapun yang mengetahui secara khusus kebutuhan,
keinginan ataupun harapan pelanggan atau pasien, maka dialah yang
mempunyai keuntungan berhubungan dengan pelanggan. Kepuasan
pelanggan (pasien) terjadi apabila apa yang menjadi kebutuhan,

63
keinginan, harapan pelanggan dapat Anda penuhi, maka pelanggan
akan puas. Kepuasan pelanggan (pasien) adalah perasaan senang atau
puas bahwa produk atau jasa yang diterima telah sesuai atau melebihi
harapan pelanggan (Nursalam, 2014).

Komunikasi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi


kepuasan terhadap pasien. Komunikasi adalah sesuatu yang kompleks,
sehingga banyak model yang digunakan dalam menjelaskan bagaimana
cara orang berkomunikasi. Setiap komunikasi pasti ada pengirim pesan
dan penerima pesan. Pesan tersebut dapat berupa verbal, tertulis,
maupun nonverbal. Proses ini juga melibatkan suatu lingkungan
internal dan eksternal, dimana komunikasi dilaksanakan. Lingkungan
internal meliputi; nilai-nilai, kepercayaan, temperamen, dan tingkat
stres pengirim pesan dan penerima pesan. Sedangkan faktor eksternal
meliputi; keadaan cuaca, suhu, faktor kekuasaan, dan waktu. Kedua
belah pihak (pengirim dan penerima pesan) harus peka terhadap faktor
internal dan faktor eksternal, seperti persepsi dari komunikasi yang
ditentukan oleh lingkungan eksternal yang ada (Nursalam, 2013).

Ada beberapa prinsip komunikasi yang wajid di pahami oleh perawat


antara lain : (Pieter, 2017)
a. Hubungan perawat dan pasien (klien) adalah hubungan yang
saling menguntungkan, didasarkan pada prinsip human of nurses
and clients. Hubungan ini tidak hanya sekedar hubungan
seorang penolong (perawat) dengan pasien (klien), tetapi
hubungan antara manusia yang bermartabat.
b. Perawat harus menghargai keunikan pasien (klien), menghargai
perbedaan karakter, memahami perasaan dan perilaku pasien
(klien).
c. Semua komunikasi yang dilakukan harus dapat menjaga harga
diri baik pemberi maupun penerima pesan, dalam hal ini perawat

64
harus mampu menjaga harga dirinya dan harga diri pasien
(klien).
d. Komunikasi yang menciptakan tumbuhnya hubungan saling
percaya (trust) harus dicapai terlebih dahulu sebelum menggali
permasalahan dan memberikan alternative pemecahan masalah.
Hubungan saling percaya antara perawat dan pasien (klien)
merupakan kunci dalam komunikasi yang efektif.

65
BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan
Setelah melakukan analisis hasil penelitian dan pembahasan mengenai
hubungan komunikasi efektif dengan tingkat kepuasan pasien rawat jalan di
Puskesmas Garuda Kota Bandung terhadap 98 responden, maka dapat
merumuskan kesimpulan sebagai berikut :
1. Komunikasi efektif perawat di Puskesmas Garuda Kota Bandung
menunjukkan sebagian besar perawat mempunyai komunikasi tidak
efektif sebesar 59,2%.
2. Tingkat kepuasan pasien di Puskesmas Garuda Kota Bandung
menunjukkan bahwa sebagian besar pasien tidak puas sebesar 88,8%.
3. Terdapat hubungan yang signifikan antara komunikasi efektif dengan
tingkat kepuasan pasien di Puskesmas Garuda Kota Bandung dengan
nilai p-value 0,034.

B. Saran
1. Bagi Puskesmas Garuda Kota Bandung
Berdasarkan dari hasil penelitian maka peneliti menyarankan agar
Puskesmas Garuda Kota Bandung membuat kebijakan atau Standar
Operasional Prosedur (SOP) tentang komunikasi efektif untuk
meningkatkan pelayanan yang lebih baik serta meningkatkan
kepercayaan dan kepuasan pasien terhadap pelayanan keperawatan.

2. Bagi Institusi Pendidikan STIK Immanuel Bandung


Bagi institusi hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai
bahan bacaan dan studi perpustakaan, serta penelitian ini diharapkan
menjadi salah satu pembelajaran agar mahasiswa STIK Immanuel lebih
mengaplikasikan mata kuliah tentang komunikasi agar mahasiswa

66
dapat memberikan komunikasi yang efektif dan mahasiswa dapat
mengaplikasikan ketika di lapangan.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya


Untuk meningkatkan komunikasi efektif perawat di Puskesmas Garuda
Kota Bandung diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai faktor-
faktor yang mempengaruhi pelaksanaan komunikasi efektif pelayanan
kesehatan pada pasien dan keluarga di Puskesmas.

67

Anda mungkin juga menyukai