Anda di halaman 1dari 54

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Salah satu tindak kekerasan yang sedang marak terjadi di lingkungan sekolah adalah
perilaku bullying atau oleh khalayak dikenal dengan bentuk penindasan diantara siswa-
siswa sekolah. Secara umum bullying adalah perilaku agresif seseorang atau sekelompok
orang secara berulangkali yang menyalahgunakan ketidak seimbangan kekuatan dengan
tujuan menyakiti korbannya secara mental atau fisik (Rudi, 2010). Terdapat empat jenis
bullying, yakni bullying fisik, bullying verbal, bullying non-verbal langsung, dan bullying
non-verbal tidak langsung. Bullying fisik langsung (memukul, mencubit, dll) dan bullying
verbal langsung (memaki, menggosip, dll) yakni jenis bullying bisa terdeteksi karena
terlihat oleh mata dan terungkap indra pendengaran. Bullying non-verbal langsung dan
tidak langsung (mengucilkan, meneror, dll) yakni jenis bullying paling berbahaya karena
tidak tertangkap oleh mata atau telinga apabila tidak cukup awas mendeteksinya (Martono
2012). Perilaku bullying antara lain mengejek, menyebarkan rumor, menghasut,
mengucilkan, menakut-nakuti (intimidasi), mengancam, menindas, memalak, atau
menyerang secara fisik mendorong, menampar, atau memukul (Novan 2014).
Prevalensi kejadian bullying meningkat setiap tahunnya dan terjadi di berbagai
dunia. Pada tahun 2014 sebanyak 16,5% siswa di Amerika Serikat terpapar dengan
perilaku bullying (Jessamyn 2014). Menurut International Center for Research on Women
(ICRW) di Indonesia jauh lebih tinggi terdapat 84% anak di Indonesia mengalami
kekerasan di sekolah. Angka tersebut lebih tinggi dari tren di kawasan Asia yakni 70%
(Qodar 2015) Menurut Departemen Pendidikan Amerika Serikat, lebih dari 13.000.000
siswa mendapatkan perlakuan bullying setiap tahun, oleh karenanya hampir 160.000 siswa
tidak masuk sekolah setiap hari untuk menghindarinya (Maughan, 2012). Di Indonesia,
kasus bullying di sekolah menduduki peringkat teratas pengaduan masyarakat ke Komisi
Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dari sektor pendidikan. KPAI mencatat 369
pengaduan terkait bullying dari Januari 2011 sampai Agustus 2014. Jumlah itu sekitar 25%
dari total pengaduan di bidang pendidikan sebanyak 1.480 kasus. Bullying yang disebut
KPAI sebagai bentuk kekerasan di sekolah mengalahkan tawuran pelajar, diskriminasi
pendidikan, ataupun aduan pungutan liar (Firmansyah, 2014). Data selanjutnya
berdasarkan hasil riset lembaga swadaya masyarakat (LSM) Plan International dan
International Center for Research on Women (ICRW), menemukan bahwa tujuh dari 10

50
anak di Indonesia terkena tindak kekerasan di sekolah (Hariandja, 2015). Bahkan, menurut
hasil kajian Konsorsium Nasional Pengembangan Sekolah Karakter pada 2014, hampir
setiap sekolah di Indonesia terjadi bullying dalam bentuk bullying verbal maupun bullying
psikologis/mental (Rini, 2014).
Salah satu faktor penyebab terjadinya perilaku bullying adalah faktor keluarga
(Sejiwa, 2008). Di dalam keluarga segala bentuk dan cara penanaman aturan atau
perhatian kepada anak diberikan. Perkembangan sosial anak pertama kali ditanamkan oleh
orang tua dalam keluarga melalui aturan-aturan, sikap dan tindakan yang dilihat oleh anak
dari orang tua yang merupakan sosok panutannya. Setiap anggota keluarga mempunyai
peran masing-masing. Pelaku bullying seringkali berasal dari keluarga yang bermasalah :
orang tua yang sering menghukum anaknya secara berlebihan, atau situasi rumah yang
penuh stress, agresi, dan permusuhan. Anak akan mempelajari perilaku bullying ketika
mengamati konflik-konflik yang terjadi pada orang tua mereka, dan kemudian menirunya
terhadap teman-temannya. Jika tidak ada konsekuensi yang tegas dari lingkungan terhadap
perilaku coba-cobanya itu, ia akan belajar bahwa mereka yang memiliki kekuatan
diperbolehkan untuk berperilaku agresif, dan perilaku agresif itu dapat meningkatkan
status dan kekuasaan seseorang (Ariesto dalam Mudjijanti 2011). Faktor kepribadian,
komunikasi interpersonal yang dibangun remaja dengan orangtuanya, peran kelompok
teman sebaya dan iklim sekolah.
Terkait dengan hal tersebut perawat memiliki tugas melakukan asuhan keperawatan
keluarga untuk membantu keluarga mengatasi masalah pada keluarga dengan bullying.
Oleh karena itu diharapkan perawat mampu memberikan asuhan keperawatan secara
menyeluruh meliputi bio, psiko, sosio, kultural dan spiritual. Peran perawat sangat
diperlukan untuk mencegah komplikasi dan penyakit sedini mungkin. Berdasarkan latar
belakang di atas, kelompok menyusun Asuhan Keperawatan Keluarga Dengan kasus anak
bullying.

B. Rumusan Masalah
Salah satu tindak kekerasan yang sedang marak terjadi di lingkungan sekolah adalah
perilaku bullying atau oleh khalayak dikenal dengan bentuk penindasan diantara siswa-
siswa sekolah. Prevalensi kejadian bullying meningkat setiap tahunnya dan terjadi di
berbagai dunia. kasus bullying di sekolah menduduki peringkat teratas pengaduan
masyarakat ke Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dari sektor pendidikan. Salah
satu faktor penyebab terjadinya perilaku bullying adalah faktor keluarga. Terkait dengan

51
hal tersebut perawat memiliki tugas melakukan asuhan keperawatan keluarga untuk
membantu keluarga mengatasi masalah pada keluarga dengan bullying. Berdasarkan hal
diatas dilakukan Asuhan Keperawatan Keluarga Dengan kasus anak bullying oleh perawat,
maka perumusan maslah yang diangkat yaitu “Bagaimana pelaksanaan Keperawatan
Keluarga Dengan kasus anak bullying?”

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa memahami Asuhan Keperawatan Keluarga Dengan kasus
anak bullying.
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi laporan asuhan peran keluarga terhadap perilaku bullying pada
anak
b. Mengidentifikasi kasus asuhan keperawatan terhadap keluarga dengan anak
bullying
c. Mengidentifikasi pengkajian pada keluarga dengan anak bullying
d. Menganalisis hubungan keluarga dengan perilaku bullying pada anak usia

D. Manfaat Penulisan
1. Bagi orangtua (Keluarga)
Diharapkan orangtua dapat membimbing anak dengan pengajaran dan teladan
serta tidak membiarkan anak melakukan sesuatu tanpa pengawasan orangtua seperti
penggunaan media elektronik dan media masa. Memantau perkembangan anak
terutama perkembangan emosional dan sosial anak.
2. Bagi sekolah
Diharapkan pihak sekolah lebih meningkatkan kedisiplinan disekolah dan
memberikan bimbingan konseling pada kasus bullying.
3. Bagi masyarakat
Masyarakat lebih berperan aktif atau memberikan pengawaan terhadap kasus
bullying pada anak.
4. Bagi perawat
Diharapkan sebagai perawat melakukan asuhan keperawatan keluarga dengan
kasus anak bullying.

52
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Bullying
1. Pengertian
Bullying adalah perilaku agresif yang disengaja oleh pelaku pada korbannya
bukan sebuah kelainan dan terjadi berulang-ulang (Priyatna, 2010). Bullying adalah
penekanan dari sekelompok orang yang lebih kuat sekelompok  orang  yang  lebih 
kuat,  lebih  senior,  lebih  besar,  lebih  banyak,  terhadap seseorang atau beberapa
orang yang lebih lemah, lebih junior, lebih kecil (Sarwono dalam Astuti, 2008).
Perilaku bullying antara lain mengejek, menyebarkan rumor, menghasut,
mengucilkan, menakut-nakuti (intimidasi), mengancam, menindas, memalak, atau
menyerang secara fisik mendorong, menampar, atau memukul (Novan, 2014).
Bullying diartikan sebagai tindakan atau sikap seseorang penggunaan 
kekuasaan  atau  kekuatan  untuk  menyakiti  seseorang  atau  sekelompok orang
sehingga korban merasa tertekan, trauma dan tak berdaya (SEJIWA, 2008). Bullying
merupakan perilaku agresif tipe proaktif yang didalamnya terdapat aspek kesengajaan
untuk mendominasi, menyakiti, atau menyingkirkan, adanya ketidakseimbangan
kekuatan baik secara fisik, usia, kemampuan kognitif, keterampilan, maupun status
sosial, serta dilakukan secara berulang-ulang oleh satu atau beberapa anak terhadap
anak lain (Margaretha, 2010).
Dari beberapa pengertian diatas maka pada dasarnya bullying adalah bentuk
tindakan atau perilaku,  agresif seperti mengganggu, menyakiti atau melecehkan yang
dilakukan secara sadar, sengaja dengan cara berulang-ulang oleh seseorang atau
sekelompok orang. Bullying dapat terjadi di mana saja, tidak memilih umur atau jenis
kelamin korban. Korban bullying pada umumnya adalah anak yang lemah, pemalu,
pendiam dan spesial (cacat, tertutup, cantik atau punya ciri-ciri tubuh yang tertentu)
yang dapat menjadi bahan ejekan.
2. Bentuk-Bentuk Bullying
Ada beberapa jenis bullying:
a. Bullying fisik adalah Jenis bullying yang terlihat oleh mata, siapapun dapat
melihatnya karena terjadi sentuhan fisik antara pelaku bullying dan korbannya.
Contoh - contoh bullying fisik antara lain : memukul, menarik baju, menjewer,
menjambak, menendang, menyenggol dengan bahu, menghukum dengan

53
membersihkan WC, menampar, menimpuk, menginjak kaki, menjegal, meludahi,
memalak, melempar dengan barang, menghukum dengan berlari lapangan,
menghukum dengan cara push up.
b. Bullying verbal adalah Jenis bullying yang juga bisa terdeteksi karena bisa
terungkap indra pendengaran. Contoh - contoh bullying verbal antara lain :
membentak, meledek, mencela, memaki - maki, menghina, menjuluki, meneriaki,
mempermalukan didepan umum, menyoraki, menebar gosip, memfitnah.
c. Bullying mental atau psikologis adalah Jenis bullying yang paling berbahaya
karena tidak tertangkap oleh mata atau telinga kita apabila tidak cukup awas
mendeteksinya. Praktik bullying ini terjadi diam - diam dan diluar jangkauan
pemantauan kita. Contohnya mencibir, mengucilkan, memandang sinis,
memelototi, memandang penuh ancaman, mempermalukan di depan umum,
mendiamkan, meneror lewat pesan pendek, telepon genggem atau email,
memandang yang merendahkan (SEJIWA, 2008).
Menurut Bauman (2008), tipe-tipe bullying adalah sebagai berikut :
a. Overt bullying, meliputi bullying secara fisik dan secara verbal, misalnya dengan
mendorong hingga jatuh, memukul, mendorong dengan kasar, memberi julukan
nama, mengancam dan mengejek dengan tujuan untuk menyakiti.
b. Indirect bullying meliputi agresi relasional, dimana bahaya yang ditimbulkan oleh
pelaku bullying dengan cara menghancurkan hubungan - hubungan yang dimiliki
oleh korban, termasuk upaya pengucilan, menyebarkan gosip, dan meminta pujian
atau suatu tindakan tertentu dari kompensasi persahabatan. Bullying dengan cara
tidak langsung sering dianggap tidak terlalu berbahaya jika dibandingkan dengan
bullying secara fisik, dimaknakan sebagai cara bergurau antar teman saja. Padahal
relational bullying lebih kuat terkait dengan distress emosional daripada bullying
secara fisik. Bullying secara fisik akan semakin berkurang ketika siswa menjadi
lebih dewasa tetapi bullying yang sifatnya merusak hubungan akan terus terjadi
hingga usia dewasa.
c. Cyberbullying, seiring dengan perkembangan di bidang teknologi, siswa memiliki
media baru untuk melakukan bullying, yaitu melalui sms, telepon maupun
internet. Cyberbullying melibatkan penggunaan teknologi informasi dan
komunikasi, seperti e-mail, telepon seluler dan peger, short masage service (sms),
website pribadi yang menghancurkan reputasi seseorang, survei di website pribadi
yang merusak reputasi orang lain, yang dimaksudkan adalah untuk mendukung

54
perilaku menyerang seseorang atau sekelompok orang, yang ditujukan untuk
menyakiti orang lain, secara berulang - ulang kali.
1. Komponen-Komponen School Bullying
Komponen school bullying menjadi tiga, yaitu pelaku bully, korban dan orang yang
ada di dekat atau dilokasi terjadinya school bullying (bystander/ saksi/ penonton)
(Tisna, 2010). Komponen atau pihak-pihak yang terlibat dalam school bullying
(Novan, 2014), yaitu:
a. Bully, atau siswa yang dijadikan pemimpin, memiliki inisiatif serta aktif dalam
perilaku school bullying;
b. Asisten bully, yaitu pelaku yang terlibat aktif dalam perilaku school bullying
namun cenderung bergantung dan mengikuti perintah dari bully;
c. Rinfocer, yaitu mereka yang ada saat terjadi school bullying, ikut menyaksikan,
menertawakan korban, memprovokasi bully, mengajak siswa lain untuk melihat
kejadian dan lain sebagainya;
d. Defender, yaitu orang-orang yang berusaha untuk membela serta membantu
korban pada akhirnya ia sereng menjadi korban dari bully itu sendiri;
e. Outsider, yaitu, orang-orang yang tahu bahwa school bullying akan terjadi, tetapi
tidak melakukan apapun, bahkan seolah ia menjadi sama sekali tidak perduli.

Berdasarkan pendapat diatas bahwa, komponen dari school bullying adalah


korban, yaitu target dari perilaku school bullying yang terjadi di sekolah, pelaku atau
bully yang merupakan orang yang melakukan tindakan school bullying serta
bystander, atau bisa disebut dengan penonton.

2. Karakteristik Pelaku Bullying


Pelaku bullying seringkali berasal dari keluarga yang bermasalah orang tua
yang kerap menghukum anaknya secara berlebihan atau situasi rumah yang penuh
stres, agresi dan permusuhan. Anak akan mempelajari perilaku bullying ketika
mengamati konflik-konflik yang terjadi. Bullying yang banyak dilakukan di sekolah
umumnya mempunyai tiga karakteristik yang terintegrasi (Astuti, 2008) sebagai
berikut:
a. Ada perilaku agresi yang menyenangkan pelaku untuk menyakiti korbannya
b. Tindakan itu dilakukan secara tidak seimbang sehingga menimbulkan perasaan
tertekan korban

55
c. Perilaku itu dilakukan secara berulang-ulang.
Beberapa karakter pelaku school bullying yaitu, mencoba menguasai orang lain,
hanya perduli pada keinginannya sendiri, kesulitan dalam memahami sudut pandang
orang lain, kurangnya rasa empati pada orang lain, serta pola perilaku yang implusif
agresif dan intimidatif bahkan cenderung suka memukul. Selain itu pelaku school
bullying biasanya memiliki kapribadian yang otoriter, keinginan untuk dipatuhi secara
penuh atau mutlak serta kebutuhan untuk mengontrol orang lain (Tisna, 2010).

Dari berbagai karakteristik diatas, bahwa para pelaku tersebut sebenarnya juga
adalah korban dari fenomena bullying. yang sebenarnya bisa dikatakan adalah mereka
yang menutup mata terhadap fenomena ini atau menganggapnya normal dan
membiarkannya terus menerus terjadi. Mereka seringkali adalah orang-orang terdekat
pelaku dan korban, yaitu teman sebaya, orang tua, dan guru.
3. Korban School Bullying
Beberapa karakteristik atau ciri-ciri korban school bullying, seorang korban
school bullying cenderung memiliki ukuran tubuh lebih kecil atau lebih lemah dari
teman sebayanya. Dengan kata lain, dapat diartikan sebagai teman atau adik kelas
(junior) yang jelas lebih kecil. Berdasarkan pendapat diatas bahwa, korban cenderung
pendiam, tidak memiliki teman, dan adalah anak atau remaja dari golongan yang
terasing, dan biasanya anak atau remaja korban bullying ini memiliki kepercayaan diri
yang sangat rendah (Bernstein dan Watson dalam Tisna, 2010).
Seorang siswa yang mengalami tindakan school bullying atau tindak
kekerasan, memiliki beberapa ciri-ciri (Novan, 2014), yaitu:
a. Mengalami luka (berdarah, memar, dan goresan);
b. Sakit kepala, atau sakit perut;
c. Adanya kerusakan yang terjadi pada barang miliknya;
d. Adanya kesulitan dalam mengikuti pembelajaran;
e. Seringnya membolos diakibatkan rasa takut untuk pergi ke sekolah;
f. Merubah rute perjalanan ke sekolah;
g. Prestasi di bidang akademik menurun;
h. Merasa malu, bahkan menarik diri dari pergaulan;
i. Adanya ketidakmauan mengikuti kegiatan yang biasanya disukai;
j. Gelisah serta muram, bahkan bisa melakukan bullying pada saudara kandung;
k. Mengancam atau mencoba melakukan upaya bunuh diri.

56
Beberapa gejala yang terlihat dan dapat diindikasikan bahwa mereka
mengalami bullying di sekolah (Sullivan dalam Astuti, 2008), yaitu :
a. Rasa malas bersekolah, sehingga ia membolos atau terlambat berangkat ke
sekolah;
b. Menunjukkan gejala kekhawatiran, sehingga ia sering
c. Mengigau, pusing, panas, sakit perut, terutama terjadi saat pagi hari sebelum
berangkat ke sekolah;
d. Ketika pulang ke rumah, baju dan buku kotor bahkan rusak;
e. Menunjukkan ketidaksabaran dan meminta sejumlah uang;
f. Perilaku yang mencurigakan, seperti marah, risau, gusar,
g. Berbisik dan menolak mengatakan apapun saat ditanya;
h. Kemarahan kepada orang tua tanpa ada alasan yang jelas;
i. Terlihat cemas, sedih, depresi, mengancam bahkan
j. Melakukan usaha bunuh diri;
k. Menghindari orang tua bila diajak bicara maupun ditanya;
l. Mulai mengerjakan sesuatu yang tidak biasanya mereka lakukan.
4. Penonton School Bullying
Penonton atau Bystanders adalah orang yang tampak berada disekitar dan
memiliki peran intervensi terhadap terjadinya bullying. Menonton atau bystanders
terdiri empat peran (Stuart Twemlow dalam Parsons, 2009), yaitu:
a. Penonton Pelaku Intimidasi Penonton ini membujuk siswa lain untuk bentindak
dalam melakukan bullying, karena dia tidak mau dipersalahkan.
b. Penonton Korban Intimidasi Penonton dalam hal ini tidak mau ikut campur dalam
bullying atau sekedar menonton.
c. Penonton yang Acuh Tak Acuh Dalam hal ini staf sekolah adalah yang berperan.
Mereka cenderung diam dan menyangkal adanya bullying.
d. Penonton yang Ambivalen Penonton pada peran ini mencoba menengahi dan tidak
mau terlibat dalam urusan bullying
5. Penyebab Terjadinya Bullying
Penyebab terjadinya bullying antara lain :
a. Keluarga
Pelaku bullying seringkali berasal dari keluarga yang bermasalah : orang tua
yang sering menghukum anaknya secara berlebihan, atau situasi rumah yang
penuh stress, agresi, dan permusuhan. Anak akan mempelajari perilaku bullying

57
ketika mengamati konflik-konflik yang terjadi pada orang tua mereka, dan
kemudian menirunya terhadap teman-temannya. Jika tidak ada konsekuensi yang
tegas dari lingkungan terhadap perilaku coba-cobanya itu, ia akan belajar bahwa
mereka yang memiliki kekuatan diperbolehkan untuk berperilaku agresif, dan
perilaku agresif itu dapat meningkatkan status dan kekuasaan seseorang.
b. Sekolah
Pihak sekolah sering mengabaikan keberadaan bullying ini, anak-anak sebagai
pelaku bullying akan mendapatkan penguatan terhadap perilaku mereka untuk
melakukan intimidasi terhadap anak lain. Bullying berkembang dengan pesat
dalam lingkungan sekolah sering memberikan masukan negatif pada siswanya,
misalnya berupa hukuman yang tidak membangun sehingga tidak
mengembangkan rasa menghargai dan menghormati antar sesama anggota
sekolah.
c. Faktor Kelompok Sebaya
Anak-anak ketika berinteraksi dalam sekolah dan dengan teman di sekitar
rumah, kadang kala terdorong untuk melakukan bullying. Beberapa anak
melakukan bullying dalam usaha untuk membuktikan bahwa mereka bisa masuk
dalam kelompok tertentu, meskipun mereka sendiri merasa tidak nyaman dengan
perilaku tersebut (Ariesto dalam Mudjijanti, 2011).

B. Konsep Peran Orang Tua


1. Peran
Peran adalah pola tingkah laku tertentu yang merupakan ciri-ciri khas semua
petugas dari pekerjaan atau jabatan tertentu. Sedangkan menurut kamus besar bahasa
Indonesia peran adalah perangkah tingkah seseorang yang diharapkan dimiliki oleh
orang yang berkedudukan dimasyarakat (Hamalik, 2007). Peran adalah proses
dinamis kedudukan (status). Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya
sesuai dengan kedudukannya, dia menjalankan suatu peranan. Perbedaan antara
kedudukan dengan peranan adalah untuk kepentingan ilmu pengetahuan. Keduanya
tidak dapat dipisah-pisahkan karena yang satu tergantung pada yang lain dan
sebaliknya (Soekanto, 2009). 
Peranan didefinisikan sebagai pola tingkah laku yang diharapkan masyarakat
dari orang yang menduduki status tertentu. Sejumlah peran disebut sebagai perangkat
peran (role-set). Dengan demikian perangkat peran adalah kelengkapan dari

58
hubungan-hubungan berdasarkan peran yang dimiliki oleh orang karena menduduki
status-status sosial khusus (Raho, 2007).
Berdasarkan pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa peran yaitu suatu
pola tingkah laku yang merupakan ciri-ciri khas yang dimiliki seseorang sebagai
pekerjaan atau jabatan yang berkedudukan di masyarakat.
2. Orang Tua
a. Pengertian
Orang tua adalah pria dan wanita yang terikat dalam perkawinan dan siap
sedia untuk memikul tanggung jawab sebagai ayah dan ibu dari anak-anak yang
dilahirkannya (Miami dalam Munir, 2010). Orang tua adalah orang yang berperan
dalam peran pengasuh anak dalam meningkatkan perkembangan fisik, mental,
emosional, dan sosial anak. Orang tua memberikan perawatan fisik dan perhatian
emosional serta mengarahkan perkembangan kepribadian anak (Duvall dalam
harmoko, 2012).
Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa orang tua
mempunyai tanggung jawab yang berat dalam memberikan bimbingan kepada
anak-anaknya, tokoh ayah dan ibu sebagai pengisi hati nurani yang pertama harus
melakukan tugas yang pertama adalah membentuk kepribadian anak dengan
penuh tanggung jawab dalam suasana kasih saying antara orang tua dengan anak
3. Peran Orang Tua
a. Pengertian
Menurut Constantin (2012), peran orang tua adalah suatu bentuk tingkah laku
yang di tunujukan oleh orang tua untuk mengembangkan kepribadian anak. Peran
tradisional orang tua meliputi mengasuh dan mendidik anak, mengajarka disiplin
anak, mengelola rumah dan keuangan keluarga. Peran modern orang tua adalah
berpartisipasi aktif dalam perawatan anak yang bertujuan untuk pertumbuhan
yang optimal dan perkembangan anak.
b. Macam-Macam Peran Orang Tua
Di dalam BKKBN (2012), dijelaskan bahwa peran orang tua terdiri dari:
1) Peran Sebagai Pendidik
Orang tua perlu menanamkan kepada anak-anak arti penting dari
pendidikan dan ilmu pengetahuan yang mereka dapatkan dari sekolah. Selain
itu nilai-nilai agama dan moral, terutama nilai kejujuran perlu ditanamkan

59
kepada anaknya sejak dini sebagi bekal dan benteng untuk menghadapi
perubahan-perubahan yang terjadi.

2) Peran Sebagai Pendorong


Sebagai anak yang sedang menghadapi masa peralihan, anak
membutuhkan dorongan orang tua untuk menumbuhkan keberanian dan rasa
percaya diri dalam menghadapi masalah.
3) Peran Sebagai Panutan
Orang tua perlu memberikan contoh dan teladan bagi anak, baik dalam
berkata jujur maupun ataupun dalam menjalankan kehidupan sehari-hari dan
bermasyarakat.
4) Peran Sebagai Teman
Menghadapi anak yang sedang menghadapi masa peralihan. Orang tua
perlu lebih sabar dan mengerti tentang perubahan anak. Orang tua dapat
menjadi informasi, teman bicara atau teman bertukar pikiran tentang kesulitan
atau masalah anak, sehingga anak merasa nyaman dan terlindungi.
5) Peran Sebagai Pengawas
Kewajiban orang tua adalah melihat dan mengawasi sikap dan perilaku
anak agar tidak keluar jauh dari jati dirinya, terutama dari pengaruh
lingkungan baik dari lungkungan keluarga, sekolah, maupun lingkungan
masyarakat.
6) Peran Sebagai Konselor
Orang tua dapat memberikan gambaran dan pertimbangan nilai positif
dan negatif sehingga anak mampu mengambil keputusan yang terbaik.
Menurut Mubarak dkk (2009), terdapat dua peran yang mempengaruhi
keluarga yaitu peran formal dan peran informal.
1) Peran Formal
Peran formal keluarga adalah peran-peran keluarga terkait sejumlah perilaku
yang kurang lebih bersifat homogen. Keluarga membagi peran secara merata
kepada para anggotanya seperti cara masyarakat membagi peran-perannya
menurut pentingnya pelaksanaan peran bagi berfungsinya suatu sistem. Peran
dasar yang membentuk posisi sosial sebagai suami-ayah dan istri-ibu antara
lain sebagai provider atau penyedia, pengatur rumah tangga perawat anak baik

60
sehat maupun sakit, sosialisasi anak, rekreasi, memelihara hubungan keluarga
paternal dan maternal, peran terpeutik (memenuhi kebutuhan afektif dari
pasangan), dan peran sosial.
2) Peran Informal keluarga
Peran-peran informal bersifat implisit, biasanya tidak tampak, hanya untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhan emosional individu atau untuk menjaga
keseimbangan dalam keluarga. Peran adapif antara lain :
a) Pendorong memiliki arti bahwa dalam keluarga terjadi kegiatan
mendorong, memuji, dan menerima kontribusi dari orang lain. Sehingga ia
dapat merangkul orang lain dan membuat mereka
b) merasa bahwa pemikiran mereka penting dan bernilai untuk di dengarkan.
c) Pengharmonisan yaitu berperan menengahi perbedaan yang terdapat
diantara para anggota, penghibur, dan menyatukan kembali perbedaan
pendapat.
d) Inisiator-kontributor yang mengemukakan dan mengajukan ide-ide baru
atau cara-cara mengingat masalah-masalah atau tujuan-tujuan kelompok.
e) Pendamai berarti jika terjadi konflik dalam keluarga maka konflik dapat
diselesaikan dengan jalan musyawarah atau damai.
f) Pencari nafkah yaitu peran yang dijalankan oleh orang tua dalam
memenuhi kebutuhan, baik material maupun non material anggota
keluarganya.
g) Perawatan keluarga adalah peran yang dijalankan terkait merawat anggota
keluarga jika ada yang sakit.
h) Penghubung keluarga adalah penghubung, biasanya ibu mengirim dan
memonitori kemunikasi dalam keluarga.
i) Poinir keluarga adalah membawa keluarga pindah ke satu wilayah asing
mendapat pengalaman baru
j) Sahabat, penghibur, dan koordinator yang berarti mengorganisasi dan
merencanakan kegiatan-kegiatan keluarga yang berfungsi mengangkat
keakraban dan memerangi kepedihan.
k) Pengikut dan sanksi, kecuali dalam beberapa hal, sanksi lebih pasif. Sanksi
hanya mengamati dan tidak melibatkan dirinya

C. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Peran

61
1. Perbedaan Kelas Sosial
Peran keluarga sangat dipengaruhi oleh tuntutan dan kepentingan yang
diletakkan pada struktur sosial yang lebih besar. Dalam perbedaan kelas sosial ini
dibedakan menjadi dua yaitu keluarga berpenghasilan rendah yang sering kali
memiliki struktur ikatan yang relatif longgar, meskipun peran pasangan pernikahan
dan pembagian tanggung jawab mereka biasanya formal sedangkan keluarga kelas
pekerja umumnya cenderung memiliki peran keluarga yang lebih berbasis tradisional
dibandingkan keluarga menengah (suami) menjadi lebih otoriter dalam perannya
sebagai kepala rumah tangga (Friedman, 2010).
2. Bentuk Keluarga
Keluarga dengan orang tua lengkap yaitu dengan adanya ayah dan ibu akan
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anggota keluarga terutama anak,
dimana anggota keluarga dengan adanya ayah dan ibu akan menimbulkan perasaan
aman dan nyaman dalam mengembangkan dan memenuhi kebutuhan fisik, mental dan
sosial dibandingkan dengan keluarga dengan orang tua tunggal yang hanya mengenal
salah satu sosok orang tua sehingga anggota keluarga atau anak mengalami kesulitan
mencari identitas diri ( Wong, 2009 ).
3. Pengaruh Kebudayaan / Etnik
Norma dan nilai yang berasal dari budaya atau etnik yang sangat berpengaruh
mengenai bagaimana peran dijalankan dalam suatu sistem keluarga yang baku.
Pengetahuan akan nilai dasar, kebiasaan, tradisi kelompok etnik tertentu penting guna
menginterpretasi apakah peran keluarga berfungsi . suami-istri yang berasal dari latar
belakang etnik yang berbedadapat mengalami perbedaan harapan peran dalam
keluarga.
Karena latar belakang budaya pasangan yang berbeda, harapan bahwa pasangan
memiliki peran mereka dan peran pasangan mereka sering kali berbeda (Friedman,
2010).
4. Faktor Tahap Perkembangan Keluarga
Tahap perkembangan keluarga dimulai dari terjadinya pernikahan yang
menyatukan dua pribadi yang berbeda, dilanjutkan dengan tahap persiapan menjadi
orang tua. Tahap selanjutnya adalah menjadi orang tua dengan anak usia bayi sampai
tahap-tahap berikutnya yang berakhir dengan tahap berduka kembali dimana dalam
setiap tahap individu mempunyai peran yang berbeda sesuai dengan keadaan ( Wong,
2009 ).

62
5. Faktor Model Peran
Perilaku peran sebagai orang tua suami-istri sering kali meniru peran yang di
amati dari yang diperankan orang tua. Ketika anggota keluarga menunjukkan masalah
peran yang dialami (transisi atau konflik peran), mengkaji model peran dari anggota
keluarga yang bermasalah dapat membantu. Analisis ini bertujuan menemukan
tentang kehidupan awal keluarga, saat individu belajar perannya dan peran
pasangannya (seperti belajar peran anak perempuan serta ibu), dan bagaimana
pengalaman awal tersebut dapat mempengaruhi perilaku dan kesulitan perannya saat
ini (Friedman,2010).
D. Asuhan Keperawatan Pada Anak Bullying
1. Pengkajian
Menurut suprajitno (2004), pengkajian keluarga terdiri dari sebagai berikut :
 Data umum
Data ini mencakup kepala keluarga (KK), Alamat dan telepon, pekerjaan KK,
pendidikan KK, dan komposisi keluarga. Selanjutnya komposisi keluarga di buat
genogramnya.
a) Tipe keluarga, menjelaskan mengenai jenis/tipe keluarga.
b) Suku bangsa, yang mengkaji tentang asal/suku bangsa keluarga (Pasangan).
c) Agama.
d) Status sosial ekonomi keluarga, ditentukan oleh penghasilan seluru anggota
keluarga (orangtua maupun anak yang sudah bekerja dan membantunya).
e) Aktifitas rekreasi keluarga yang di maksud dengan rekreasi keluarga bukan
hanya bepergian rumah keluar secara bersamaan atau sendiri menuju tempat
rekreasi tetapi kesempatan berkumpul di rumah untuk menikmati hiburan radio
atau televise bersama juga bercengkram.
 Riwayat dan tahap perkembangan
a) Tahap perkembangan keluarga
Tahap perkembangan keluarga yang dikaji di tentukan oleh usia anak tertua
dari keluarga inti
b) Tugas perkembangan keluarga yang belum terpenuhi
Mengkaji tentang tugas keluarga yang belum terpenuhi dan kendala yang
dihadapi oleh keluarga, selain itu juga melakukan pengindentifikasian
mengapa tugas kelurga belum terpenuhi dan upaya yang telah dilakukan.

63
c) Riwayat kesehatan keluarga inti
Mengkaji tentang riwayat kesehatan keluarga inti, riwayat kesehatan
masing-masing keluarga, perhatian terhadap upaya pencegahan penyakit,
upaya dan pengalaman keluarga terhadap pelayanan kesehatan dalam
rangka pemenuhan kebutuhan kesehatan .
d) Riwayat kesehatan keluarga sebelumnya
Mengkaji tentang riwayat kesehatan generasi diatas orang tentang riwayat
penyakit keturunan, upaya generasi tersebut tentang upaya penagulangan
penyakit, upaya kesehatan yang disertakan sampai saat ini.
 Data lingkungan
a) Karakteristik rumah
Mengkaji tentang rumah yang dihuni keluarga meliputi luas, tipe, jumlah
ruangan, pemanfaatan ruangan, jumlah ventilasi, perletakan perabotan
rumah tangga, sarana pembuangan air limbah, dan kebutuhan MCK, sarana
air bersih dan minuman yang digunakan.
b) Karakteristik tetangga dan komunitasnya
Mengakji karakteristik dari tentangga, komunitas setempat meliputi tempat
keluarga, bertempat tinggal meliputi kebiasaan.
c) Mobilitas geografis keluarga
Mengambarkan kebiasaan keluarga dan anggota keluarga.
Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat
d) Mengkaji waktu yang digunakan keluarga untuk berkumpul serta
perkumpulan keluarga yang ada dan interaksi dengan masyarakat sekitar.
e) Sistem pendukung keluarga
f) Mengkaji tentang jumlah anggota keluarga yang sehat dan fasilitas keluarga
yang menunjang kesehatan (askes, jamsostek, kartu sehat, asuransi atau
yang lain). Fasilitas fisik yang dimilki anggota keluarga, dukungan
psikologis anggota keluarga atau masyarakat, dan fasilitas sosial yang
disekitar keluarga yang dapat digunakan untuk meringkas upaya kesehatan.
 Struktur keluarga
a) Struktur peran
Mengkaji peran masing-masing anggota keluarga secara formal maupun
informal.

64
b) Nilai atau norma keluarga
Mengkaji nilai atau norma yang dipelajari atau dianut keluarga berhubungan
dengan kesehatan.
c) Pola komunikasi keluarga
Mengkaji bagaimana cara keluarga berkomunikasi, siapa yang mengambil
keputiusan utama, dan bagaimana peran anggota keluarga dalam menciptakan
komunikasi.
d) Struktur kekuatan keluarga
Mengkaji tentang bagaimana keluarga mempengaruhi dan mengendalikan
anggota keluarga untuk mengubah perilaku untuk yang berhubungan dengan
kesehatan.
 Fungsi keluarga
a) Fungsi ekonomi
Mengkaji tentang bagaiman upaya keluarga dalam pemenuhan kebutuhan
sandang, tangan dan pangan, papan serta pemanfaatan lingkungan rumah, dan
meningkatan keluarga.
b) Fungsi mendapatkan status sosial
Mengkaji tentang upaya keluarga untuk memperoleh status sosial dimasyarakat
tempat tingal keluarga
c) fungsi sosialisasi
mengkaji upaya yang dilakukan keluarga tentang sejauh mana keluarga belajar
mengenai displin, nilai, norma, budaya, dan perilaku yang berlaku dikeluarga
dan masyarakat.
d) pemenuhan kesehatan
mengkaji tentang:
1. kemampuan keluarga untuk mengenal masalah kesehatan
2. kemampuan keluarga dalam mengambil keputusan mengenai tindakan
kesehatan yang tepat .
3. kemampuan keluarga merawat, anggota keluarga yang sakit.
4. kemampuan keluarga memelihara atau memodifikasi lingkungan rumah yang
sehat.
5. kemampuan keluarga mengunakan fasilitas pelayanan kesehatan
dimasyarakat.
e) Fungsi religious

65
Mengkaji tentang kegiatan keagaman yang dipelajari dan dijalankan oleh
keluarga yang berhubungan dengan kesehatan.
f) fungsi rekreasi
mengkaji tentang kemampuan dan kegiatan keluarga untuk melakukan rekreasi
secara bersama baik diluar maupun didalam rumah, juga kuantitas dilakukan
g) fungsi reproduksi
mengkaji tentang bagaimana rencana keluarga memilki dan upaya
mengendalikan jumlah anggota keluarga.
h) Fungsi efektif
Mengkaji tentang gambaran diri anggota keluarga, perasaan memiliki dan
dimliki dalam keluarga, dukungan anggota keluarga, hubungan psikososial
dalam keluarga, dan bagaimana keluarga mengembangkan sikap saling
menghargai.

 Sters dan koping keluarga


a) Stres jangka pendek
Stressor jangka pendek menjelaskan tentang bagaimana keluarga mampu
merespon stressor yang dialami keluarga tentang menemukan waktu
penyelesaian kurang dari 6 bulan.

b) Sters jangka panjang


Mengkaji tentang bagaimana keluarga merespon sters yang memerluka waktu
penyelesaian lebih dari 6 bulan.
c) Koping keluarga
Mengkaji tentang strategi koping terhadap stersor yang ada.
d) Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan kesehatan pada individu anggota keluarga yang dilakukan tidak
berbeda jauh dengan pemeriksaan pada klien di klinik (Rumah sakit) meliputi
pengkajia kebutuhan dasar individu, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang yang perlu
 Harapan keluarga
Mengkaji harapan keluarga terhadap perawat dalam menangani masalah ynag
terjadi.
 Pengkajian focus

66
a) Bagaimana karakteristik teman disekolah tau dilingkungan rumah
b) Bagaimana kebiasaaan anak mengisi waktu luang
c) Bagaimana perilaku anak selama dirumah
d) Bagaimana hubungan antara anak dengan adik atau kakak, teman sekolah,
teman sebaya.
e) Siapa saja yang berada dirumah selama anak dirumah
f) Bagaimana prestasi anak di sekolah atau prestasi yang pernah anak
dapatkan
g) Apa kegiatan diluar rumah, selain disekolah berapa kali, berapa lama dan
dimana
h) Apa kebiasaan anak dirumah
i) Apa fasilitas yang digunakan secara bersamaan atau sendiri
j) Berapa lama waktu yang disediakan orang tua untuk anak
k) Siapa yang menjadi figure untuk anak
l) Seberpa baik peran figure bagi anak
m) Bagaimana pelaksanaan tugas dan fungsi keluarga.
3. Analisa Data
No Data Masalah
Data Subjektif: Isolasi sosial
Klien mengatakan
a. Tidakn ingin berinteraksi
b. Klien suka menyendiri
c. Putus asa
d. Tidak berdaya
e. Mengatakan keinginan untuk mati
Data Objektif
a. Klien suka menyendiri
b. Tidak ada kontak mata
c. adanya riwayat dibully
Data Subjektif: Harga diri rendah
Klien atau keluarg mengungkapkan tentang :
a. hal negatif dari dirisendiri atau orang lain
b. Perasaan tidak mampu

67
c. Pandangan hidup yang pesimis
d. Penolakan terhadap kemampuan diri
Data Objektif
a. Penurunan produktifitas
b. Tidak berani menatap lawan bicara
c. Lebih banyak menundukan kepala saat
berinteraksi
Bicara lambat dengan nada suara lemas
Data subjektif : klien mengatakan kesal dan Resiko perilaku
ingin memukul/ memarahi kekerasan
Data obektif
a. Muka merah
b. Mata melotot atau pandangan tajam
c. Tangan mengepal
d. Rahang mengatup
e. Jalan mondar-mandir
3 Data Subjektif: Resiko Bunuh diri
Klien mengatakanIsolasi sosial
3) Kesepian
4) Putus asa
5) Tidak berdaya
6) Mengatakan keinginan untuk mati
Data Objektif
7) Tidak ada kontak mata
8) Marah-marah
Adanya riwayat dibully

4. Penentuan masalah
a) Penjajakan tahap 1
Menurut Zaidin 2009 penjajakan tahap 1 terdiri dari:
1. Ancaman Kesehatan
Ancaman kesehatan adalah kedaan yang dapat menyebabkan terjadinya
penyakit, kecelakaaan atau kegagalan dalam pencapaian potensi kesehatan

68
2. Kurang atau tidak sehat
Kegagalan dalam memanfaatkan kesehatan yang meliputi keadaan sakit apaka
telah terdiagnosa atau belum dan kegagalan tumbuh kembang seseuai dengan
kecepatan yang normal.
3. Krisis
Krisis adalah kondisi yang terlalu menuntut individu atau keluarga dalam hal
penyesuaian dan sumber daya luar batas kemampuan mereka.
Kondisi krisi antara lain; pernikahan, kehamilan, persalinan, masa nifas, masa
menjadi orang tua, penambahan anggota seperti bayi baru lahir dan orang kos,
abortus, masa anak masuk sekolah, masa remaja, kondisi kehilangan
pekerjaan, kematian anggota keluarga, pindah rumah, kelahiran diluar
pernikahan.
b) Penjajakan Tahap 2
Menurut Zaidin 2009 penjajakan tahap 2 terdiri dari:
1. Ketidaksanggupan mengenal masalah disebabkan oleh:
a. Ketidaktahuan tentang faktor
b. Rasa takut terhadap akibat jika masalah diketahui
a) Sosial: dibenci oleh masyarakat, hilangnya penghargaan kawan dan
tetangga
b) Ekonomi yang kurang: dianggap orang miskin
c) Fisik atau psikologis:kurang dipercaya bila ada kelemahan fisik atau
psikologis
c. Sikap dan falsafah hidup yang bertentangan atau tidak sesuai
2. Ketidaksanggupan mengambil keputusan
f. Tidak mengerti tentang sifat, berat, dan luasnya masalah
g. Masalah tidak begitu menonjol
h. Rasa takut dan menyerah akibat tidak dapat memecahkan masalah
sehingga ditangani sedikit demi sedikit
i. Kurang pengetahuan mengenai berbagai jalan keluar yang dapat digunakan
j. Tida sangup memilih tindakan diantara beberapa pilihan
k. Pertentangan pendapat antar anggota keluarga tentang pemilihan, masalah
dan tindakan
l. Tidak tahu tentang fasilitas kesehatan yng tersedia

69
m. Rasa takut akibat tindakan yang berkaitan dengan sosial, ekonomi, fisik,
psikologi
n. Sikap negative terhadap masalah kesehatan sehingga tidak sanggup
menggunakan akal untuk mengambil keputusan
o. Fasilitas kesehatan tidak terjangkau dalam hal fisik (lokasi) dan biaya
p. Kurang kepercayaan atau keyakinan terhadap tenaga atau institusi tenaga
kesehatan
q. Kesalah presepsi akibat pemberian informasi yang salah
3. Ketidakmampuan merawat atau menolong anggota keluarga karena:
a. Tidak mengetahui keadaan penyakit (sifat, penyebaran, komplikasi,
prognosis, dan perawatan) pertumbuhan dan perkembangan anak
b. Tidak mengetahui tentang sifat dan perkembangan perawatan yang
dibutuhkan
c. Tidak ada fasilitas yang diperlukan untuk perawatan
d. Kurang pengetahuan dan ketrampilan dama melakukan prosedur perawatan
atau pengobatan
e. Ketidakseimbangan sumber-sumber yang ada pafda keluarga untuk
perawatan adalam hal:
a) Anggota keluarga yang bertangung jawab
b) Sumber keuangan atau finasial
c) Fasilitas fisik (Ruang untuk orang sakit)
f. Sikap negatif kepada yang sakit
g. Adanya konflik individu
h. Sikap atau pandangan hidup
i. Perilaku mementingkan diri sendiri
4. Ketidakmampuan memelihara lingkuangan rumah bisa mempengaruhi
kesehatan dan pengembangan pribadi anggota keluarga karena:
a. sumber-sumber keluarga tidak seimbang atau tidak cukup.
a) Keuangan
b) Tanggung jawab atau wewenang anggota keluarga
c) Fisik (isi rumah yang tidak teratur) sempit
b. Kurang dapat memelihara keuntungan atau manfaat memelihara lingkungan
dimasa yang akan datang
c. Ketidaktahuaan tentang pentingnya hygiene atau sanitasi

70
d. Adanya konflik personal atau psikologis
a) Krisis identitas, ketidaktepatan peran
b) Rasa iri
c) Rasa bersalah atau tersiksa
e. Ketidaktahuan tentang usaha pencegahan penyakit
f. Pandangan hidup
g. Ketidakompakan keluarga
a) Sifat mementingkan diri sendiri
b) Tidak ada kesepakatan
c) Acuh terhadap anggota keluarga yang mengalami krisis
5. Ketidakmampuan mengunakan sumber dimasyarakat untuk memelihara
kesehatan karena:
a. Tidak tahu atau tida sadar bahwa fasilitas kesehatan tersedia.
b. Tidak memahami keuntungan yang dapat diperoleh dari fasilitas
kesehatan
c. Kurang percaya terhadap petugas kesehatan dan fasilitas kesehatan
d. Pengalaman yang kurang baik terhadap petugas kesehatan
e. Rasa takut terhadap akibat tindakan (tindakan pencegahan, diagnostic,
pengobatan, rehabilitasi)
a) Fisik atau psikologis
b) Keuangan
c) Sosial, sperti hilangnya penghargaan dari kawan dan orang lain
f. Fasilitas yang diperlukan tidak terjangkau dalam hal ongkos dan lokasi
g. Tidak ada fasilitas yang diperlukan
h. Tidak ada atau kurangnya sumber daya keluarga
a) Tenaga seperti penajaga anak
b) Uang untuk ongkos obat
i. Rasa asing atau adanya sokongan dari tipologi masalah keperawatan
j. Sikap atau falsafah hidup

Cara mempriotaskan masalah


Menurur Zaidin (2009), perioritas masalah dapat disusun dengan cara
mengunakan kriteria=kriteria penyusunan skala prioritas sebagai berikut
a. Sifat masalah

71
b. Kemungkinan masalah tersebut dapa dirubah atau tidak
a) Pengetahuan yang ada, teknologi, dan tindakan untuk mengatasi masalah
b) Sumber daya keluarga dalam hal fisik, keuangan, tenaga dan waktu.
c) Sumber daya perawatan dalam bentuk fasilitas organisasi dalam masyarakat dan
dukungan masyarakat
c. Potensi masalah untuk dicegah
a) Lamanya masalah (semakin lama, masalah semakin kompleks)
b) Kerumitan masalah. Hal ini berhubungan dengan beratnya penyakit atau masalah.
Pada umumnya, semakin berat masalah, semakin sedikit kemungkinan dapat
diubah atau dicegah
c) Tindakan yang sedang dijalankan adalah tindakan yang tepat dalam memperbaiki
masalah. Tindakan yang tepat meningkatkan kemungkinan untuk mencegah
masalah
d) Adanya kelompok “ resiko tinggi “ atau kelompok yang sangat peka
meningkatakan potensi untuk mencegah maslah

d. Menonjolnya masalah
Cara keluarga melihat dan menilai masalah dalam hal beratnya dan mendesaknya
masalah. Skala yang digunakan adalah masalah berat harus ditangani, masalah tidak
perlu ditangani, masalah tidak dirasakan.

Kriteria Bobot
1. Sifat masalah 1
Skala :
- Ancaman kesehatan 2
- Tidak atau kurang sehat 3
- Krisis 1

2. Kemungkinan masalah dapat diubah 2


Skala
- Dengan mudah 2
- Hanya sebagian 1

72
- Tidak dapat 0

3. Potensi masalah untuk dicegah 1


Skala
- Tinggi 3
- Cukup 2
- Rendah 1
4. Menonjolnya masalah 1
Skala
- Masalah berat harus ditangani 2
- Masalah tidak perlu segera ditangani 1
- Masalah tidak dirasakan 0
1. Tentukan skor setiap kriteria
2. Skor dibagi dengan angka tertinggi dan dikalikan bobot
skor
x Bobot
angka teringgi
3. Jumlah skor untuk semua kriteria, dengan skor teringgi adalah 5, sama dengan
seluruh bobot

5. Diagnosa keperawatan
a) Harga diri rendah
b) Isolasi sosial
c) Perilaku kekerasan
No Diagnona Noc Nic
1 Harga diri Keluarga mampu 1) Anjurkan keluarga bantu
rendah memahammembantu kilen klien menemukan
menemukan penerimaaan diri. penerimaan diri
2. Keluarga mampu mendukung 2) Anjurkan keluarga
klien dalam berkomunikasi mendukung klien untuk
3. Keluarga mengeriti tentang melakukan kontak mata
tujuan realistis dalam saat berkomunikasi
mencapai harga diri kilen dengan orang lain

73
4. Keluarga berpartisipasi dalam 3) Anjurkan keluarga
kemajuan klien dalam memberikan informasi
mencapai tujuan postif pada klien
5. Keluarga berpartispasi dalam 4) Sampaikan atau
memfasilitasi klien melalui ungkapakan kepercayaan
lingkungan dan aktivitas klien diri klien dengan
mengatasi situasi
5) Anjarkan keluarga bantu
klien untuk mengatur
tujuan yang realistic
dalam rangka mencapai
harga diri yang lebih
tinggi.
2 Isolasi 1) Keluarga mampu 1) Memberikan
sosial memahami tentang pemgertian pendidikan kesehatan
tanda dan gejala terkait isolasi tentang pengertian,
sosial dan proses terjadinya tanda dan gejala dan
2) Keluarga mampu proses terjadinya
memahami cara merawat isolasi sosial dan
anggota keluarga yang isolasi berkenalan dengan
sosial dengan cara melakukan oranglain
kegiatan rumah tangga yang 2) Anjurkan keluarga
disukai pasien/klien melatih partisipan
3) Keluarga mampu dalam melakukan
memahami bercaka-cakap dn kegiatan rumah
kegitan sosial yang disukai kilen tangga yang dipilih
oleh klien atau pasien
tersebut
3) Anjurkan keluarga
untuk selalu
berkomunikasi
dengan klien atau

74
partispan dan
melakukan aktivitas
sosial
Resiko 1) Keluarga mampu 1) Memberikan
Perilaku memahami tentang pendidikan kesehatan
kekrasan pemgertian tanda dan tentang pengertian,
gejala terkait perilaku tanda dan gejala dan
kekerasan dan proses proses terjadinya
terjadinya isolasi sosial dan
2) Keluarga mampu memhami berkenalan dengan
cara melakukan atau oranglain
menghardik perilku 2) Anjurkan klien untuk
kekerasan dengan memukul melakukan menghardik
bantal dengan memukul
3) Keluarga mampu melatih bantal
partisipan 3) Melatih klien untuk
mengungkapakan perkatan mengungkapkan kata-
yang baik dan benar kata yang positif
4) Keluarga mampu 4) Mengajak klien
membimbing partisipan melakukan spritualitas
untuk melakukan kegiatan atau kegiatan
spiritual atau berbibadah beribadah dilingkunan
sekitar

3 Resiko 1) Keluarga mampu 1. Mendiskusikan masalah


bunuh diri memahami tentang yang dirasakan keluarga
pemgertian tanda dan dalam merawat klien
gejala terkait resiko bunuh 2. Menjelaskan pengeritian
diri tanda dan gejala, resiko bunuh
diri dan jenis perilaku bunuh
2) Keluarga mampu memhami
diri yang dialami klien beserta
cara merawat klien
proses terjadinya.
memukul bantal
3.menjelaskan cara-cara

75
3) Keluarga mampu melatih merawat klien resiko bunuh
partisipan diri
mengungkapakan perkatan 4. melatih keluarga

yang baik dan benar mempraktikan cara merawat

4) Keluarga mampu langsung klien resiko bunuh


diri
membimbing klien
5. membantu membuat jadwal
membuat aktivitas keluarga
aktivitas keluarga dirumah
dirumah
termasuk minum obat
(Dischare planing)

6. Implementasi
Implementasi adalah tindakan yang dilakukan oleh perawat kepada keluarga
berdasarkan perencanaan mengenai suatu diagnosa yang telah dibuat sebelumnya.
Tindakan keperawatan terhadap keluarga mencakup hal-hal di bawah ini :
1. Menstimulasi kesadaran atau penerimaan keluarga mengenai masalah dan kebutuhan
kesehatan dengan cara :
 Memberikan informasi
 Mengidentifikasi kebutuhan dan harapan tentang kesehatan
 Mendorong sikap emosi yang sehat terhadap masalah
2. Menstimulasi keluarga untuk memutuskan cara perawatan yang tepat dengan cara :
 Mengidentifikasi konsekwensi tidak melakukan tindakan
 Mengidentifikasi sumber-sumber yang dimiliki keluarga
 Mendiskusikan tentang konsekwensi tiap tindakan
3. Memberikan kepercayaan diri dalam merawat anggota keluarga yang sakit dengan cara:
 Mendemonstrasikan cara perawatan
 Menggunakan alat dan fasilitas yang ada di rumah
 Mengawasi keluarga melakukan perawatan

4. Membantu keluarga untuk menemukan cara bagaimana membuat lingkungan menjadi


sehat, dengan cara :
 Menemukan sumber-sumber yang dapat digunakan keluarga

76
 Melakukan perubahan lingkungan keluarga seoptimal mungkin
5. Memotivasi keluarga untuk memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada, dengan cara :
 Memperkenalkan fasilitas kesehatan yang ada di lingkungan keluarga
 Membantu keluarga menggunakan fasilitas kesehatan yang ada

F. EVALUASI
Sesuai rencana tindakan yang telah diberikan, dilakukan penilaian untukmenilai
keberhasilannya. Bila tidak / belum berhasil perlu disusun rencana baru yang sesuai. Semua
tindakan keperawatan mungkin tidak dapat dilakukan dalam satu kali kunjungan ke keluarga.
Untuk itu dapat dilakukan secara bertahap sesuai dengan waktu dan kesedian keluarga.
Evaluasi disusun dengan menggunakan SOAP secara operasional.

S: Hal-hal yang dikemukakan oleh keluarga secara subjektif setelah dilakukan


intervensi keperawatan. Misal : keluarga mengatakan nyerinya berkurang.
O: Hal-hal yang ditemui oleh perawat secara objektif setelah dilakuakn intervensi
keperawatan. Misal : BB naik 1 kg dalam 1 bulan.
A: Analisa dari hasil yang telah dicapai dengan mengacu kepada tujuan terkait
dengan diagnosa keperawatan.
P: Perencanaan yang akan datang setelah melihat respon dari keluarga pada tahap
evaluasi.

Tahapan evaluasi dapat dilakukan secara formatif dan sumatif. Evaluasi formatif
dilakukan selama proses asuhan keperawaatan, sedangkan evaluasi sumatif adalah evaluasi
akhir.

BAB III

TINJAUAN KASUS

A. PENGKAJIAN
1. Data Umum

77
a. Nama Kepala Keluarga : Tn. A
b. Alamat Rumah : Jln Nyengseret selatan No 18 Bandung
c. No.Telpon :-
d. Pekerjaan : Buruh bangunan
e. Pendidikan : SMP
f. Tanggal Pengkajian : 20 Maret 2019
g. Komposisi

Hub. Status Imunisasi Ket


Nam Pendidika Polio DPT Hepatitis Campa
JK Dgn Umur
a n BCG k
KK 1 2 3 4 1 2 3 1 2 3
Tn. A L KK 36 SMP √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Ny. S P Isteri 33 SD √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
An. J L Anak I 17 SMA √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
An. K P Anak II 10 SD √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √

h. Genogram

Keterangan
: Laki- laki : garis perkawinan

: Perempuan : garis keturunan

: tinggal serumah : klien dengan Bullying

78
i. Tipe Keluarga
Keluarga Tn.A adalah Nuclear family atau keluarga inti, yang terdiri dari suami, istri,
dan anak-anak
j. Suku Bangsa
Keluarga Tn.A bersuku sunda, dan berkebangsaan Indonesia
k. Agama
Agama yang dianut adalah Islam. Masing-masing anggota keluarga beribadah sesuai
keyakinan. Anggota keluarga taat beribadah dan menjalankan perintah Tuhan YME.
l. Status Sosial Ekonomi Keluarga
Status ekonomi keluarga Tn.A yaitu menengah kebawah. Dilihat dari keadaan rumah
Tn.A merupakan keluarga prasejehtera karena dinding rumah terbuat dari tembok
dan lantai masih beralaskan tanah. Pendidikan Tn.U hanya sampai SMP Setiap tiap
hari Tn.U bekerja sebagai buruh bangunan dari pagi sampai sore, penghasilan Tn.A
kurang lebih Rp.500.000,-.untuk membiayai semua kebutuhan sehari-hari seperti
listrik, air, dan makanan, dan lain-lain.
m. Aktivitas Rekreasi Keluarga
Keluarga jarang mengadakan ajtivitas sevara besama,bahkan tidak pernah
mengadakan rekreasi keluarga, dikarenakan kesibukan orang tua dalammencari
nafkah.

2. Riwayat Dan Tahap Perkembangan Keluarga


a. Tahap Perkembangan Keluarga Saat Ini
Pada saat pengkajian keluarga Tn.A mempunyai 2 orang anak, laki-laki berumur 17
tahun, dan perempuan berumur 10 tahun. Tahap perkembangan keluarga, Tn. A saat
ini berada dalam tahap perkembangan keluarga dengan anak usia remaja.

b. Tugas Perkembangan Keluarga Yang Belum Terpenuhi


Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini adalah menyiapkan anak-anak untuk
pencapaian sekolah, membagi waktu untuk individu, pasangan dan keluarga. Semua
tugas perkembangan dalam keluarga sudah terpenuhi.
c. Riwayat Keluarga Inti

79
Dalam keluarga tidak ada riwayat penyakit menular, menahun dan menurun. Riwayat
kesehatan masing-masing anggota keluarga adalah sebagai berikut :
1) Kepala keluarga : Tidak ada riwayat sakit yang mengharuskan
klien untuk berobat dan dirawat inap di RS.
2) Istri : Ny.S tidak pernah dirawat di RS, penyakit yang
biasa dialami hanyalah batuk, demam, flu, dan
akan sembuh dengan
meminum obat tradisional ataupun obat yang
dibeli di warung..
3) Anak-anak
a) An. J : Tidak ada riwayat sakit yang mengharuskan
Anak untuk berobat dan dirawat inap di RS.
b) An.K : Tidak adar riwayat sakit yang mengharuskan
Anak untuk berobat dan dirawat di RS
d. Riwayat kesehatan keluarga sebelumnya
Dari keluarga Tn.A dan Ny.S tidak ada yang pernah menderita penyakit hepatitis,
DM, dan jantung, dan Poliomielitis

3. Pengkajian Lingkungan
a. Karakteristik Rumah
Status rumah merupakan rumah sendiri .Jenis bangunan permanen,dengan luas 7x14
m yang terbagi menjadi 4 kamar tidur,1 ruang tamu,2 kamar mandi,dan 1 dapur serta
tempat cucian.

b. Denah Rumah
13
10 12
9

80
7 8

6 4

11 5

Keterangan : 7. Kamar Tidur

1. Halaman Rumah 8. Kamar Tidur

2. Teras Rumah 9. Kamar Mandi

3. Pintu Depan 10. Dapur

4. Ruang Tamu 11. Tanah Kosong

5. Kamar Tidur 12. Rumah tetangga

6. Kamar Mandi 13. Pintu Belakang

c. Keadaan Rumah
Lantai masih berupa tanah, agak kotor dan berdebu. Ruang tamu memiliki
jendela sesuai terbuka terdapat ventilasi diatas jendela. Cahaya matahari dapat
diterima dengan baik, ventilasi baik, dapur terletak disebelah kamar mandi,
lingkungan sekitar rumah masih berupa tanah.

d. Kebiasaan Keluarga dalam perawatan rumah


Kebersihan rumah menjadi tanggung jawab keluarga dimana semua anggota
mempunyai tugas dan tanggung jawab masing-masing dalam kebersihan rumah.

81
e. Sistem pembangunan sampah
Dalam keluarga Tn.A sampah keluarga di tampung di kubangan tanah yang dibuat
dibelakang rumah jarak dari rumah 2 m. Jika sampah sudah banyak baru dibakar.
f. Sistem Drainase Air
Keluarga Tn.A sudah mempunyai sumur sendiri, untuk keperluan sehari-hari seperti
mandi mencuci baju, mencuci piring Keluarga Tn.A sudah mempunyai sumur sendiri,
untuk keperluan sehari-hari seperti mandi mencuci baju, mencuci piring.
g. Penggunaan Jamban
Jenis jamban yang digunakan keluarga adalah leher angsa. Keadaan lantai kamar
mandi masih plesteran sedikit kotor dan tidak licin, kamar mandi dilengkapi dengan
lampu listrik
h. Kondisi Air
Kondisi Air yang digunakan tidak berasa tidak bau dan tidak berwarna, air sumur
hanya digunakan untuk keperluan sehari-hari. Untuk minum keluarga Tn.A
mengkonsumsi air isi ulang
i. Pengetahuan Keluarga Mengenal Masalah Kesehatan yang berkaitan dengan
lingkungan.
Keluarga mengaggap kesehatan sangat penting sehingga harus tetap menjaga
kebersihan, apabila anggota keluarganya ada yang sakit, keluarga mengatasinya
dengan minum obat tradisional seperti jamu, atau minum obat yang dibeli di warung.
j. Karakteristik Tetangga Dan Komunitas RW
Tetangga klien yang ada disekitar rumah klien ramah-ramah. Klien tinggal di wilayah
pedesaan. Warga memiliki kebiasaan dan tradisi mengadakan pengajian ibu-ibu setela
dzuhur setiap minggu legi dan malam minggu. Penduduk setempat juga mempunyai
kesepakatan apabila ada warga baru dan tamu yang menginap harap lapor pada
RT/RW. Diadakan kerja bakti 1 bulan sekali.
k. Mobilitas Geografis Keluarga
Sejak Tn. A menikah dengan Ny. K, keluarga Tn.A tinggal di jalan nyengseret selatan
bersama isteri dan kedua anak, dan belum pernah pindah.

l. Perkumpulan Keluarga Dan Interaksi Dengan Masyarakat


Setiap hari, baik siang, sore atau malam klien dan keluarga selalu meluangkan waktu
untuk berkumpul. Keluarga juga berinteraksi baik dengan masyarakat

82
m. Sistem pendukung keluarga
Tn.A memiliki seorang anak yang pendiam karena sering mengalami bullying
disekolah karena warna kulit (Albino). Keluarga tidak pernah menanyakan kondisi
dan keadaan anak saat pulang sekolah. Keluarga dalam hal ini orang tua kurang
memberikan perhatian kepada anak-anak,dikarenakan kesibukan kedua orang tua
dalam bekerja. Keluarga klien memiliki fasilitas meliputi : saranan MCK, tempat
tidur, sumber air. Dukungan psikologi dan spiritual keluarga terpenuhi dengan baik.

4. Struktur Keluarga
a. Komunikasi keluarga
Bahasa komunikasi yang digunakan dalam keluarga dan dengan masyarakat adalah
bahasa sunda. Komunikasi antar keluarga lebih sering mulai sore hari setelah Tn.A
pulang kerja.
b. Struktur kekuatan keluarga
Tn. A memberi contoh yang baik untuk anaknya. Kekuatan keluarga berada pada Tn.
A. Jika ada masalah dalam keluarga, Tn.A selalu menyelesaikannya sendiri dengan
Ny.S sebagai isteri
c. Struktur peran

Anggota
Peran Formal Peran Informal
keluarga

Tn. A Menjadi anggota Menjadi kepala keluarga,


masyarakat dan ayah, dan, suami.
perkumpulan bapak -
bapak di lingkungan
5. Fungsi tempat tinggalnya.
Keluarga Ny. S Masih aktif sebagai Menjadi ibu rumah tangga,
anggota masyarakat dan dan istri.
perkumpulan ibu-ibu
dilingkungan tempat
tinggal.

An J Menjadi Siswa SMA di Menjadi anak


SMA sukajadi Bandung

An. K Menjadi siswa SD di SD Menjadi anak


Maju Mundur Bandung

83
a. Fungsi afektif
Tn.A dan Ny.S sangat menyayangi keluarganya. Mereka mencari nafkah dan saling
menjaga ,mereka mendidik anaknya dengan baik supaya besar nanti bisa menjadi
anak yang soleh dan menghormati kedua orang tuanya. Keadaan antara anggota
keluarga sangat erat saling membantu bila ada kesulitan atau ada masalah. Saat ini
Tn.A mengatakan cemas dengan kondisi anaknya yang sering menyendiri, tidak mau
berinteraksi dengan orang-orang disekitar, dan sering mendapatkan perilaku bullying
di sekolah karena warna kulit yang berbeda dengan teman-temannya.
b. Fungsi sosialisasi
Interaksi keluarga terjalin baik, masing-masing anggota keluarga masih
memperhatikan dan menerapkan etika atau sopan santun dalam berperilaku. Di dalam
keluarga ini tampak kepedulian anggota keluaga dengan saling tolong menolong
dalam melaksanakan tugas. Keluarga ini juga membina hubungan yang baik dengan
tetangga sekitar rumahnya terbukti dengan seringnya tetangga main ke rumahnya
untuk berbincang-bincang dengan anggota keluarga
c. Fungsi perawatan kesehatan
Pengetahuan keluarga tentang penyakitnya dan penanganannya adalah :
1) Mengenal masalah
Saat dilakukan pengkajian An.J yang sering mengalami bullying, keluarga
mengatakan tidak tau dengan dampak yang akan terjadi karena bullying
2) Mengambil keputusan
a) Keluarga belum mengerti tentang perilaku kekerasan bullying dan dampak
negatif yang diakibatkan bagi anak
b) Anggota keluarga tidak memiliki perhatian terhadap kondisi anak yg
mendapat bullying. terbukti dengan tidak taunya keluarga tentang kondisi anak
dan akibat yang terjadi akibat bullying.
c) Keluarga merasa cemas dengan keadaan anaknya.
3) Merawat anggota keluarga yang sakit
a) Pengetahuan keluarga mengenai bullying tidak ada.
b) Jika keluarga ada yang sakit dan sekiranya perlu penanganan tenaga
kesehatan, maka keluarga akan mempercayakan perawatan dan penyembuhan
kepada tenaga kesehatan. Namun bila sakitnya masih tergolong ringan,
keluarga hanya membeli obat di warung. Ny.S juga kurang mengetahui dan
kurang telaten dalam merawat An.K misalnya masalah gizi.

84
c) Setiap anggota keluarga mengerti akan fungsi dan tanggung jawab masing-
masing.
d. Fungsi reproduksi
1) Jumlah anak yang dimiliki Tn.A ada 2 anak, laki-laki dan perempuan, yaitu An.J
17 tahun, dan An. K 10 tahun
2) Keluarga merencanakan jumlah anggota keluarga dengan menjaga jarak kelahiran
anak.
3) Keluarga Tn. A menggunakan metode program KB jenis suntik 3 bulan sejak
kelahiran anak pertamanya.
e. Fungsi ekonomi
Keluarga Tn. A memiliki penghasilan kurang lebih Rp 500.000,- dan keluarga
mengatakan kadang tidak cukup untuk membiayai kehidupan sehari-hari

6. Tugas Perawatan Keluarga


a. Mengenal masalah keluarga
Saat dilakukan pengkajian,keluarga mengatakan bahwa anaknya mengatakan sering
diejek oleh teman-temanya karena warna kulit yang berbeda dengan teman-temannya
(Albino)
b. Mengambil keputusan
1) Keluarga belum mengerti tentang masalah bullying dan dampak terhadap
psikologi anak.
2) Anggota keluarga kurang memperhatikan masalah bullying pada anak, terbukti
dengan tidak adanya dukungan yang diberikan oleh keluarga terhadap anak saat
mendapatkan perilaku bullying oleh teman-temannya, dan menganggap biasa saja.
c. Merawat anggota keluarga yang sakit
a) Jika dalam keluarga ada yang sakit, keluarga selalu pergi ke puskesmas untuk
mendapatkan pengobatan.
b) Setiap anggota keluarga mengerti akan fungsi dan tanggung jawab masing-
masing.
d. Menggunakan fasilitas/pelayanan kesehatan
Keluarga selalu menggunakan fasilitas kesehatan jika sakit.

7. Stress Dan Koping Keluarga


a. Stress jangka pendek dan panjang

85
Keluarga memiliki anak yang masih sekolah di SMA dan sebentar lagi akan masuk
perguruan tinggi.
b. Kemampuan keluarga
Keluarga mengatakan cemas dengan masa depan anak mereka., karena takut tidak
bisa membiayai anak masuk perguruan tinggi.
c. Strategi koping
keluarga hanya mengatakan menyerahkan semua masalah mereka ke tangan Yang
Maha Kuasa.
d. Strategi adaptasi
Keluarga menerima dengan penuh kesabaran, akan apa yang menimpa anak mereka.

8. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan
Tn. A Ny. S An. J An. K
Fisik
Kepala Mesochepal, Mesochepal, Mesochepal, Mesochepal,
tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada
nyeri tekan, nyeri tekan, nyeri tekan, nyeri tekan,
tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada
luka. luka. luka. luka.
Rambut Hitam, Hitam, Warna coklat, Hitam,
bersih. bersih. bersih. bersih.
Mata Simetris, Simetris, Simetris, Simetris,
tidak tidak tidak tidak
anemis, anemis, anemis, anemis,

sklera tidak sklera tidak sklera tidak sklera tidak


ikterik, tidak ikterik, tidak ikterik, tidak ikterik, tidak
ada ada ada ada
gangguan gangguan gangguan gangguan
penglihatan. penglihatan. penglihatan. penglihatan.
Tidak ada Tidak ada Tidak ada tidak ada
secret, secret, secret, secret,
bersih. bersih. bersih. bersih.
Hidung secret, Tidak ada Tidak ada Tidak ada
bersih. secret, secret, secret,
bersih. bersih. bersih.
Mulut Bersih, gigi Bersih, gigi Bersih, gigi Bersih, gigi
utuh, tidak utuh, tidak utuh, tidak utuh, tidak
ada karang ada karang ada karang ada karang
gigi, gigi, gigi, gigi,
mukosa mukosa mukosa mukosa
bibir bibir bibir bibir
lembab. lembab. lembab. lembab.

86
Telinga Simetris, Simetris, Simetris, Simetris,
bersih,tidak bersih,tidak bersih,tidak bersih,tidak
ada ada ada ada
gangguan gangguan gangguan gangguan
fungsi fungsi fungsi fungsi
pendengaran pendengaran pendengaran pendengaran
Leher Tidak Tidak Tidak Tidak
pembesaran pembesaran pembesaran pembesaran
kelenjar kelenjar kelenjar kelenjar
tiroid. tiroid. tiroid. tiroid.
Dada dan paru
1. Inspeksi Bentuk Bentuk Bentuk Bentuk
ekspansi ekspansi ekspansi ekspansi
simetris, simetris, simetris, simetris,
frekuensi frekuensi frekuensi frekuensi
pernafasan pernafasan pernafasan pernafasan
normal, normal, normal, normal,
inspirasi inspirasi inspirasi inspirasi
seimbang seimbang seimbang seimbang
dengan dengan dengan dengan
ekspirasi. ekspirasi. ekspirasi. ekspirasi.

2. Palpasi
Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
nyeri tekan, nyeri tekan, nyeri tekan, nyeri tekan,
3. Perkusi
taktil taktil taktil taktil
fremitus fremitus fremitus fremitus
sama antara sama antara sama antara sama antara
kanan dan kanan dan kanan dan kanan dan
4. Auskultasi kiri. kiri. kiri. kiri.
Resonan. Resonan. Resonan. Resonan.
Vesikuler. Vesikuler. Vesikuler. Vesikuler.

Abdomen
1.Inspeksi Perut datar, Perut datar, Perut datar, Perut datar,
tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada
luka. luka. luka. luka.
2.Auskultasi Peristaltik Peristaltik Peristaltik Peristaltik
usus normal. usus normal. usus normal. usus normal.
3.Perkusi Timpani Timpani Timpani Timpani
4.Palpasi Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
nyeri tekan nyeri tekan nyeri tekan nyeri tekan

Ekstremitas

87
1.Atas Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
luka, tidak luka, tidak luka,tidak luka,tidak
ada edema, ada edema, ada edema, ada edema,
turgor kulit turgor kulit turgor kulit turgor kulit
baik. baik. baik. baik.
2.Bawah Tidak ada Tidak ada Tidak ada Kelemah pada
luka, tidak luka, luka, tidak kaki.
ada edema, tidak ada edema,
turgor kulit ada edema, turgor kulit
baik. turgor kulit baik.
baik.
TTV
TD 110/70 100/70 110/80 90/70 mmHg
mmHg mmHg mmHg
Nadi 82 x/mnt 80 x/mnt 86 x/mnt 80 x/mnt
Suhu 36,5oC 36oC 37oC 37,7oC
BB 60 kg 50 kg 57kg 18kg
TB 168 cm 163 cm 170cm 126cm
Lila - - - -

9. Harapan Keluarga
Keluarga memiliki harapan agar anak-anaknya bisa bahagia. Anak-anaknya bisa sekolah
sampai selesai, dan anak pertamanya bisa sekolah tanpa mendapat bullying dari teman-
temannya.

B. Analisa data

No Data Masalah keperawatan


1. Data Subjektif: Harga diri rendah
e. Keluarga mengatakan anak.J tidak mau bersosialisasi
dengan orang-orang disekitar
f. Keluarga mengatakan anak.J lebih suka menyendiri
g. Keluarga mengatakan anak.J jarang bercerita
h. Anak.J mengatakan merasamalu dengan warna
kulitnya
i. Anak.J mengatakan selalu dibully disekolah

88
Data Objektif
d. Penurunan produktifitas
e. Tidak berani menatap lawan bicara
f. Lebih banyak menundukan kepala saat berinteraksi
g. Bicara lambat dengan nada suara lemas
2. Data Subjektif: Kurang pengetahuan keluarga
a. Keluarga mengatakan tidak mengetahui tentang
bullying seperti factor penyebab, dampak, upaya
serta peran keluarga dalam menangani anak korban
bullying
b. Keluarga mengatakan Anak J sering menolak untuk
pergi kesekolah
c. Anak J mengatakan merasa malu karena sering di
bully disekolah Menarik diri
d. Anak J mengatakan tidak pernah berkomunukasi
dengan teman-temannya disekolah
Data objektif:
a. Riwayat ditolak
b. Tidak ada kontak mata
c. Terlihat sedih

3. Data Subjektif: Resiko bunuh diri


a. Anak J mengatakan sering berpikir ingin bunuh diri
b. Anak J mengatakan sering merasa kesepian
c. Anak J mengatakan putus asa
d. Anak J mengatakan tidak berdaya
e. Keluarga mengatakan, anak J sering mengungkapkan
keinginan untuk mati
Data Objektif
f. Tidak ada kontak mata
g. Adanya riwayat dibully

1. Menentukan prioritas masalah keperawatan keluarga


a) Harga diri rendah
No Kriteria Skor Bobot Perhitungan Pembenaran
1 Sifat Masalah 3 1 3/3x1 = 1 Masalah sudah terjadi, anak J

89
Aktual memiliki harga diri yang
rendah, ditandai dengan
kurangnya bersosialisasi
dengan teman-teman, tidak
ada kontak mata saat
berinteraksi

Kemungkinan Masalah dapat dirubah


masalah dapat apabila keluarga memiliki
2 2
2 diubah 2/2x2=2 sistem pendukung yang kuat
Mudah

Potensial Keluarga Tn A memiliki


masalah untuk hubungan yang baik, saling
dicegah berinteraksi dengan baik,
3 Skala : Tinggi 3 1 3/3x1= 1 sehingga potensial masalah
dapat dicegah sangat tinggi
dengan meningkatkan
dukungan keluarga

Menonjolnya Masalah harga diri rendah


masalah adalah masalah yang harus
Skala : segera ditangani, agar tidak
4 2 1 2/2x1= 1
Hrus segera berdampak ke arah isolasi
ditangani sosial bahkan sampai pada
resiko bunuh diri.

JUMLAH 5

b) Kurang pengetahuan Keluarga

NO Kriteria Skor Bobot Perhitungan Pembenaran

1 Sifat Masalah 3 1 3/3x1 = 1 Masalah sudah terjadi,


keluarga tidak memiliki
Aktual informasi tentang bullying,
meliputi faktor penyebab,
upaya, serta peran keluarga
dalam mengatasi anak
korban bullying.

2 Kemungkinan 2 2 2/2x2=2 Masalah dapat diatasi jika


masalah dapat keluarga mendapatkan
diubah informasi tentang bullying.

Mudah

3 Potensial masalah 3 1 3/3x1= 1 Keluarga Tn A memiliki


untuk dicegah sikap terbuka dan
kooperatif, sehingga
Skala : Tinggi
penyampaian informasi
tentang bullying dapat

90
diterima

4 Menonjolnya 2 1 2/2x1= 1 Masalah sudah dirasakan,


masalah dan harus segera ditangani,
Skala: Masalah untuk meningkatkan
tidak dirasakan pengetahuan keluarga

Jumlah 5

c) Resiko bunuh diri

NO Kriteria Skor Bobot Perhitungan Pembenaran

1 Sifat Masalah 2 1 2/3x1 = 2/3 Masalah masih merupakan


ancaman, anak J akan
Ancaman beresiko melakukan bunuh
Kesehatan diri

2 Kemungkinan 2 2 2/2x2=2 Masalah dapat dirubah


masalah dapat apabila keluarga memiliki
diubah sistem pendukung yang
kuat.
Mudah

3 Potensial masalah 3 1 3/3x1= 1 Keluarga Tn A memiliki


untuk dicegah hubungan yang baik, saling
berinteraksi dengan baik,
Skala : Tinggi
sehingga potensial masalah
dapat dicegah sangat tinggi
dengan meningkatkan
dukungan keluarga

4 Menonjolnya 1 1 1/2x1= 2 Masalah resiko bunuh diri


masalah adalahmasalah yang belum
Skala: Masalah dirasakan, namun akan
tidak dirasakan terjadi jika tidak segera
dicegah.

Jumlah 4 1/6

91
C. Intervensi (NANDA NIC-NOC)

No Data Diagnosa Keperawatan (Noc) (Nic)


1. Data Subjektif: Harga diri rendah 1) keluarga mampu 1) Anjurkan keluarga bantu klien
a. Keluarga mengatakan anak.J membantu klien
menemukan penerimaan diri
tidak mau bersosialisasi menemukan
dengan orang-orang disekitar 2) Anjurkan keluarga mendukung klien
penerimaan diri
b. Keluarga mengatakan anak.J 2) keluarga mampu untuk melakukan kontak mata saat
lebih suka menyendiri mendukung klien
berkomunikasi dengan orang lain
c. Keluarga mengatakan anak.J dalam berkomunikasi
jarang bercerita 3) Anjurkan keluarga memberikan informasi
3) Keluarga mengerti
d. Anak.J mengatakan merasa tentang tujuan yang positif pada klien
malu dengan warna kulitnya realistis dalam
4) Sampaikan/ungkapkan kepercayaan diri
e. Anak.J mengatakan selalu mencapai harga diri
dibully disekolah klien dalam mengatasi situasi
klien
Data Objektif 4) Keluarga 5) Ajarkan keluarga bantu klien untuk
a. Penurunan produktifitas berpartisipasi dalam
mengatur tujuan yang realistik dalam
b. Tidak berani menatap lawan kemajuan klien dalam
bicara rangka mencapai harga diri yang lebih
mencapai tujuan
c. Lebih banyak menundukan tinggi
kepala saat berinteraksi 5) Keluarga
6) Anjurkan keluarga berikan hadiah atau
d. Bicara lambat dengan nada berpartisipasi dalam
pujian terkait kemajuan klien dalam
suara lemas memfasilitasi klien mencapai tujuan
melalui lingkungan
7) Ajarkan keluarga memberi fasilitas
dan aktivitas klien
lingkungan dan aktivitas yang akan

meningkatkan harga diri

2. Data Subjektif: Kurang pengetahuan 1) Kelurga dan klien 1) Kaji pengetahuan klien tentang perilaku
a. Keluarga mengatakan tidak keluarga tentang bullying
mampu mengenal menarik dirinya
pada anak
mengetahui tentang masalah yang dialami 2) Diskusikan dengan klien hal-hal yang
bullying seperti factor 2) Keluarga mampu menyebabkan klien menarik diri
penyebab, dampak, upaya memberikan rasa 3) Berikan perasaan aman dan nyaman
serta peran keluarga dalam aman dan nyaman pada klien
menangani anak korban bagi klien 4) Berikan pendidikan kesehatan kepada
bullying 3) Keluarga memahami keluarga tentang bullying pada anak.
b. Keluarga mengatakan Anak kondisi klien 5) Bantu klien mengidentifikasi kelebihan
J sering menolak untuk 4) Keluarga mampu hambatan dan kesulitan berkomunikasi
pergi kesekolah meningkatkan dengan orang lain
c. Keluarga mengatakan tidak kemampuan klien 6) Identifikasi kemampuan dan keterlibatan
mengetahui dalam berkomunikasi anggota keluarga dalam perawatan diri
dampak/bahaya bullying klien
pada anak 7) Berikan informasi yang tepat tentang
d. Keluarga mengatakan tidak kondisi klien kepada keluarga
mengetahui cara mengatasi 8) Jelaskan pentingnya keterlibatan
kasus bullying pada keluarga dalam perawatan klien
anaknya
e. Anak J mangatakan merasa
malu karena sering di bully
disekolahMenarik diri
f. Anak J mengatakan tidak
pernah berkomunukasi
dengan teman-temannya
disekolah
Data objektif:
a. Riwayat ditolak
b. Tidak ada kontak mata
a. Terlihat sedih
3. Data Subjektif: Resiko bunuh diri 1) Keluarga dan klien 1) Bantu klien untuk mengenal masalah yang
a. Anak J mengatakan sering mampu mengenal sedang dialami  
berpikir ingin bunuh diri masalah yang 2) Bantu klien untuk menurunkan resiko
b. Anak J mengatakan sering dialami perilaku destruktif
merasa kesepian 2) Keluarga dan klien (behavior management)
c. Anak J mengatakan putus asa mampu mengatasi 3) Berikan lingkungan yang aman (safety)
d. Anak J mengatakan tidak prilaku resiko bunuh berdasarkan tingkatan resiko
berdaya diri 4) Bantu klien mengidentifikasi dan
e. Keluarga mengatakan, anak J 3) Keluarga mendapatkan dukungan sosial
sering mengungkapkan berpartisipasi dalam 5) Membantu klien mengembangkan
keinginan untuk mati memberikan mekanisme koping yang positif
Data Objektif lingkungan yang
a. Tidak ada kontak mata aman bagi klien
b. Adanya riwayat dibully 4) Keluarga mengerti
mengembangkan
mekanisme koping
klien
D. Implementasi dan evaluasi

Tanggal No diagnosa Implementasi Evaluasi Paraf


- 1. 1. Menganjurkan keluarga membantu klien S: Kelompok
menemukan penerimaan diri Keluarga mengatakan belum
R/ klien tampak belum terima jika dirinya di bully memahami tindakan yang harus
terus-menerus dilakukan untuk meningkat kan
2. Menganjurkan keluarga mendukung klien untuk kepercayaan diri klien
melakukan kontak mata saat berkomunikasi O:
dengan orang lain 1. klien tampak belum terima
R/ Keluarga tampak memotivasi klien untuk mau jika dirinya di bully terus-
berkomunikasi dengan orang lain menerus
3. Menganjurkan keluarga memberikan informasi 2. Keluarga tampak memotivasi
yang positif pada klien klien untuk mau
R/ keluarga belum sepenuhnya memberi informasi berkomunikasi dengan orang
positif yang dapat meningkatkan kepercayaan diri lain
klien bahwa klien anak yang luar biasa. 3. keluarga belum sepenuhnya
4. Menyampaikan kepercayaan diri klien dalam memberi informasi positif
mengatasi situasi yang dapat meningkatkan
R/ klien hanya terdiam saat diberi penjelasan kepercayaan diri klien bahwa
5. Mengajarkan keluarga membantu klien untuk klien anak yang luar biasa.
mengatur tujuan yang realistik dalam rangka 4. klien hanya terdiam saat
mencapai harga diri yang lebih tinggi diberi penjelasan
R/ keluarga belum memahami tujuan yang harus 5. keluarga belum memahami
dilakukan untuk klien tujuan yang harus dilakukan
6. menganjurkan keluarga memberikan hadiah atau untuk klien
pujian terkait kemajuan klien dalam mencapai 6. Keluarga mau memberikan
tujuan pujian kepada klien
R/ Keluarga mau memberikan pujian kepada klien 7. Keluarga membawa klien
7. mengajarkan keluarga memberi fasilitas lingkungan berinteraksi dengan
dan aktivitas yang akan meningkatkan harga diri masyarakat sekitar
R/ Keluarga membawa klien berinteraksi dengan A:
masyarakat sekitar Masalah harga diri rendah
8) Beri kan pendidikan kesehatan mengenai prilaku teratasi sebagian
bullying pada anak P:
R/ keluarga mampu menyebutkan pengertian, Intervensi dilanjutkan
faktor penyebab, jenis-jenis bullying ,dampak dan
upaya mengatasi bullying serta peran keluarga
penanganan anak korban bullying
2. 1) mengkaji pengetahuan keluarga tentang bullying S: KELOMPOK
R/ Keluarga mengatakan tidak tahu Keluarga mengatakan klien tidak
2) Mendiskusikan dengan keluarga hal-hal yang mau berinteraksi dengan orang
menyebabkan bullying pada anak lain karena takut hina
R/ keluarga mengatakan, anak mereka dibully O:
karena memiliki perbedaan warna kulit dengan 1. Keluarga menceritakan faktor
teman-temannya penyebab anaknya dibully
3) Memberikan perasaan aman dan nyaman pada 2. klien takut di hina oleh orang
klien dan keluarga disekitarnya
R/ klien dan keluarga tampak relax dan merasa 3. klien dan keluarga tampak
nyaman relax dan merasa nyaman
4) Menberukan pendidikan kesehatan tentang 4. Keluarga mampu mentebutkan
bullying, faktor penyebab, dampak, upaya, dan pengertian, faktor penyebab,
peran serta keluarga terhadap anak korban dampak, upaya, dan peran
bullying. serta keluarga dalam
R/ Keluarga mampu mentebutkan pengertian, mengatasi anak korban bullying
faktor penyebab, dampak, upaya, dan peran serta 5. klien merasa tidak dihargai
keluarga dalam mengatasi anak korban bullying 6. keluarga memotivasi klien dan
5) Membantu klien mengidentifikasi kelebihan merawat klien
hambatan dan kesulitan berkomunikasi dengan 7. keluarga mengerti dan
orang lain memahami kondisi klien
R/ klien merasa tidak dihargai
6) Mengidentifikasi kemampuan dan keterlibatan A:
anggota keluarga dalam perawatan diri klien Masalah teratasi
R/ keluarga memotivasi klien dan merawat klien P:
7) Memberikan informasi yang tepat tentang kondisi Intervensi dihentikan
klien kepada keluarga
Jelaskan pentingnya keterlibatan keluarga dalam
perawatan klien
R/ keluarga mengerti dan memahami kondisi klien

- 8) 1) membantu klien untuk mengenal masalah yang S: KELOMPOK


sedang dialami   Keluarga mengatakan sudah
R/ Klien tampak mengalami tekanan dalam diri semaksimal mungkin menjaga
karena bullying yang dilakukan orang sekitar anak nya agar tidak terjadi prilaku
2) membantu klien untuk menurunkan resiko perilaku yang menciderai dirinya
destruktif (behavior management) O:
R/ Klien tidak merusak benda sekitar dirinya 1. Klien tampak mengalami
3) Memberikan lingkungan yang aman (safety) tekanan dalam diri karena
berdasarkan tingkatan resiko bullying yang dilakukan orang
R/ klien ditempatkan di lingkungan yang aman dari sekitar
benda tajam 2. Klien tidak merusak benda
4) Membantu klien mengidentifikasi dan sekitar dirinya
mendapatkan dukungan sosial 3. klien ditempatkan di
R/ Keluarga memberi dukungan kepada klien lingkungan yang aman dari
5) Membantu klien mengembangkan mekanisme benda tajam
koping yang positif 4. Keluarga memberi dukungan
R/ Klien merasa tidak berdaya dan merasa tidak kepada klien
berguna 5. Klien merasa tidak berdaya dan
merasa tidak berguna
A: Masalah teratasi sebagian
P: Intervensi dilanjutkan
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Bullying adalah perilaku agresif yang disengaja oleh pelaku pada
korbannya bukan sebuah kelainan dan terjadi berulang-ulang (Priyatna, 2010).
Bullying adalah penekanan dari sekelompok orang yang lebih kuat sekelompok 
orang  yang  lebih  kuat,  lebih  senior,  lebih  besar,  lebih  banyak, terhadap
seseorang atau beberapa orang yang lebih lemah, lebih junior, lebih kecil (Sarwono
dalam Astuti, 2008). Perilaku bullying antara lain mengejek, menyebarkan rumor,
menghasut, mengucilkan, menakut-nakuti (intimidasi), mengancam, menindas,
memalak, atau menyerang secara fisik mendorong, menampar, atau memukul
(Novan, 2014).
Anak sebagai korban Bullying akan mengalami gangguan fisik, lebih sering
mengalami kesepian dan mengalami kesulitan dalam mendapatkan teman,
sedangkan anak sebagai perilaku dirugikan melalui tindakan dengan mengabaikan
orang lain, melakukan panggilan dengan nada kasar, mengisolasi dan membuat
siswa lain tidak menyukai seseorang . beberapa factor yang menyebabkan anak
melakukan tindakan Bullying adalah factor individu, sosial, resiko, lingkungan,
Masalah yang ditimbulkan pada anak yang mengalami kasus bullying adalah
menarik diri, harga diri rendah, isolasi sosial. Dalam mengatasi kasus buylling,
keluarga sangant berperan penting untuk Memantau perkembangan anak terutama
perkembangan emosional dan sosial anak.

B. Saran
1. Bagi orang Tua (Keluarga)
Diharapkan orang tua dapat membimbing anak dengan pengajaran dan
teladan serta tidak membiarkan anak melakukan sesuatu tanpa pengawasan
orang tua seperti pengunaan media elektronik dan media masa. Memantau
perkembangan anak terutama perkembangan emosional dan sosial anak.
2. Bagi Sekolah
Diharapkan pihak sekolah lebih meningkatkan kedesiplinan disekolah dan
memberikan bimbingan konseling pada kasus bullying
3. Bagi Masyarakat
Masyarakat lebih berperan aktif atau memberikan pengawasan terhadap
kasus Bullying pada anak.
DAFTAR PUSTAKA

Andriansyah Adha Pratama, Diah Krisnatuti Dan Dwi Hastuti (2014). Gaya
Pengasuhan Otoriter Dan Perilaku Bullying Di Sekolah Menurunkan Self-
Esteem Anak Usia Sekolah. Jur. Ilm. Kel. & Kons. Vol. 7, No. 2 ISSN :
1907 – 6037. [online] tersedia: jurnal.ipb.ac.id . Diakses pada 20
november 2017.
Astuti, P.R. (2008). Meredam Bullying : 3 cara efektif menanggulangi kekerasan
pada anak. Jakarta: PT Grasindo.
Bauman, S. (2008). The Role of Elementary School Counselors in Redusing
School Bullying, the Elemantary School Journal vol.108.
Margaretha, P (2010). “Study Deskriftif Tentang Bullying Pada Sekolah
Menengah Atas Dan Kejuruan Di Salatiga”. Skripsi : Salatiga : Fakultas
Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana.
Novan Ardy Wiyani. (2014). Psikologi Perkembangan Anak Usia Dini.
Yogyakarta: GAVA MEDI
Raho Bernard (2007). Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Prestasi Pusaka
SEJIWA (2008). Bullying : Mengatasi kekerasan di sekolah dan lingkungan
sekitar anak. Jakarta : PT Grasindo.
Soekanto Soerjono (2009). Peranan Sosiologi Suatu Pengantar, Edisi Baru
:Jakarta. Rajawali Pers
Zaidin Ali, 2009. Pengantar Keperawatan keluarga. Jakarta: EGC
Tisna Rudi. (2010). Informasi Perihal Bullying. [Online]. Tersedia:
bigloveadagio.files.wordpress.com. Diakses 20 November 2017

Anda mungkin juga menyukai