Anda di halaman 1dari 12

ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No.

3; Oktober 2013 1
Journal of Business and Entrepreneurship
PENDAHULUAN
Dengan tersedianya semakin banyak
rumah sakit dengan beragam fasilitas dan
layanan, maka pelayanan jasa kesehatan
yang bermutu menjadi penting untuk
memenangkan persaingan bagi rumah sakit.
Hal ini semakin perlu diperhatikan oleh
rumah sakit yang kini dapat dituntut oleh
masyarakat sesuai dengan Undang-Undang
No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen (Hafizurrachman, 2009a).
Komunikasi Interpersonal dan Fasilitas Kesehatan:
Pengaruhnya Terhadap Kepercayaan, Loyalitas
dan WOM Rumah Sakit
M. Gunawan Alif
Sampoerna School of Business
Universitas Siswa Bangsa Internasional
Yuliana Duti Harahap
RS ANTAM Medika / MMCom - Trisakti
This study investigates the influence of interpersonal communication of
paramedics/nurses and doctors as well as health facilities in affecting the hospital
trust, loyalty and intention to generate positive word-of-mouth (WOM). Three
hospital patients in Jakarta were voluntarily participating in this study. An analysis
using Structural Equation Model (SEM) showed that interpersonal communication
of paramedics/nurses, doctors and hospital healthcare facilities positively affecting
the trust and loyalty of patients to the hospital, and at the end generating positive
WOM.
Keywords: komunikasi interpersonal, dokter, paramedis/perawat, fasilitas
kesehatan, trust, loyalty, dan word-of-mouth (WOM)
Komunikasi Interpersonal dan Fasilitas Kesehatan:
Pengaruhnya Terhadap Kepercayaan, Loyalitas
dan WOM Rumah Sakit
Rumah sakit mengemban tugas dan
fungsi pelayanan yang mengharuskan
setiap personal yang terlibat pada
penyelenggaraan rumah sakit untuk
memenuhi standar dan kriteria minimum.
Untuk meningkatkan mutu pelayanan
rumah sakit Depertemen Kesehatan
berkerjasama dengan Departemen
Pendidikan Nasional berusaha
meningkatkan jumlah tenaga kesehatan
terdidik (dokter, bidan, spesialis, laboran,
dan teknisi). Selain itu pemerintah juga
2 ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013
Journal of Business and Entrepreneurship
melakukan akreditasi terhadap tingkat
pelayanan rumah sakit kepada pasien.
Hal ini semakin penting untuk
diperhatikan karena konsumen kini
semakin menuntut terhadap produk dan
jasa yang mereka konsumsi karena daya
beli yang semakin membaik, tersedianya
alternatif dan informasi mengenai produk
dan jasa di sejumlah media tradisional
maupun daring (Alif, 2012). Hal yang sama
tentunya juga berlaku berlaku bagi layanan
rumah sakit.
Sejumlah rumah sakit di Indonesia
telah berupaya membenahi diri untuk
mengembalikan kepercayaan masyarakat
terhadap kualitas jasa layanan kesehatan.
Sebagian pengelola rumah sakit telah
berusaha meningkatkan layanan mereka,
baik dalam meningkatkan kualitas layanan
medis, fasilitas medis rumah sakit, dokter
dan paramedis, hingga fasilitas gedung dan
bangunan rumah sakit.
Meskipun demikian, tidak berarti
tingkat kepuasan pasien dapat meningkat
dengan cepat. Karena di rumah sakit
kepuasan juga dipengaruhi oleh komponen
proses dalam rumah sakit ketika layanan
kesehatan diberikan. Studi longitudinal
selama tahun 1948-2008 yang dilakukan
oleh Zolnierek dan DiMatteo (2009)
menemukan hasil yang dapat menjelaskan
bahwa komunikasi yang efektif antara
dokter dan pasien akan ikut menentukan
hasil kesehatan yang positif.
Cooper (1994) yang melakukan
penelitian tentang layanan kesehatan rumah
sakit menemukan bahwa kualitas dokter,
fasilitas perawatan dan teknologi, fasilitas
diagnosis, kualitas perawatan secara
keseluruhan, perhatian interpersonal,
kesadaran staf terhadap kebutuhan personal
pasien, kontrol pasien dari pengalaman
rumah sakit, lokasi dan biaya, serta
kemudahan lokasi rumah sakit memberikan
pengaruh terhadap citra rumah sakit.
Salah satu masalah yang sering
menimbulkan ketidakpuasan pasien adalah
komunikasi antara dokter dan/atau petugas
kesehatan dengan pasien dan keluarganya.
Lemahnya komunikasi antar petugas
kesehatan dapat mempengaruhi kualitas
pelayanan kedokteran yang diberikan, yang
pada gilirannya dapat menimbulkan
kerugian pada pasien dan keluarganya.
Selain itu pasien sering merasa tidak
puas karena fasilitas kesehatan tidak selalu
tersedia di rumah sakit, sehingga membuat
treatment kesehatan mereka tertunda atau
harus menunggu terlalu lama. Hal ini juga
dapat mempengaruhi kualitas layanan yang
diberikan oleh rumah sakit (Nordby 2004;
Sharma & Chahal 1999).
Semuanya ini tentu dapat
mempengaruhi kepercayaan (trust)
terhadap rumah sakit, yang selanjutnya
dapat mempengaruhi loyalitas (Morgan
dan Hunt 1994) dan keinginan untuk
membangkitkan WOM positif mengenai
rumah sakit tersebut (Rabin 2008).
TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan latar belakang dan
permasalahan tersebut, penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui: 1a) pengaruh
komunikasi interpersonal dokter terhadap
kepercayaan kepada rumah sakit (RS); 1b)
pengaruh komunikasi interpersonal staf
dan paramedis terhadap kepercayaan
kepada RS; 1c) pengaruh ketersediaan
fasilitas medis terhadap kepercayaan
kepada RS; dan 2) pengaruh kepercayaan
terhadap RS kepada loyalitas pada RS; 3)
pengaruh loyalitas untuk menciptakan
word of mouth (WOM) positif bagi RS.
TINJAUAN TEORI
Dengan semakin banyaknya rumah
sakit yang bersaing untuk memperoleh
ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013 3
Journal of Business and Entrepreneurship
pasien maka tuntutan terhadap rumah sakit
menjadi semakin besar. Cleary dan McNeil
(1988) menyebutkan kepuasan dengan
perawatan kesehatan dan layanan dokter
merupakan indikator kualitas perawatan
yang terpenting. Kedua peneliti ini
menyebutkan tiga jenis dasar penentu
kepuasan: karakteristik pasien, struktur
perawatan, dan proses perawatan.
Membangun hubungan yang bersifat
layanan antara karakteristik pasien yang
berbeda-beda memerlukan kemampuan
berkomunikasi dan berinteraksi di antara
paramedis dan dokter dengan pasien
mereka. Selain itu, struktur perawatan,
seperti manajemen informasi dan desain
organisasi, dapat pula berkontribusi untuk
meningkatkan kepuasan pasien (Glickman
et al. 2007). Proses perawatan itu sendiri
meliputi perawatan teknis dan aspek
interpersonal hubungan antara dokter dan
pasiennya. Sehubungan dengan proses
interpersonal ini, ada tiga dimensi yang
harus diperhatikan: komunikasi,
pengambilan keputusan yang berorientasi
pada pasien, dan perilaku interpersonal
(Stewart et al 1999).
Studi-studi mengenai proses
interpersonal dan kepuasan erat
berhubungan dengan komunikasi. Cara
bagaimana seseorang bersikap, bersuara
dan memilih kata dan kalimat secara
personal sangat mempengaruhi hasil dari
upaya komunikasi. Watzlawick, Bavelas
dan Jackson (2011) menjelaskan ketika
orang berinteraksi satu dengan yang lain,
mereka mengirim pesan tertentu,
berdasarkan level konten. Pesan-pesan ini
mungkin verbal atau nonverbal. Pada saat
yang sama ketika mereka mengirim konten,
mereka juga mengirimkan informasi
tambahan. Tingkat hubungan dicirikan
sebagai bagaimana konten harus dipahami,
terutama dalam hal hubungan di antara
komunikator.
Komunikasi yang efektif antara
dokter dan pasien merupakan inti dari
keterampilan klinis (Beaulieu 2011).
Karena melalui wawancara dengan pasien
dokter dapat memperoleh informasi
diagnostik dan memberikan saran terapi.
Komunikasi dokter dan pasien yang efektif
akan menciptakan kesehatan pasien yang
lebih positif. Sejumlah studi memang
memperlihatkan bahwa masalah
komunikasi yang serius sangat umum
terjadi dalam praktik klinis, bahkan
kesalahan komunikasi sering memun-
culkan tuduhan terjadinya tindakan
malpraktik (Simpson et al. 1991).
Dalam konteks hubungan antara
dokter dan pasien, beberapa artikel
menyimpulkan bahwa pasien lebih puas
ketika bertemu dengan dokter yang peka
terhadap kebutuhan pasien, suportif, dan
memiliki penampilan yang meyakinkan
(DiMatteo et al, 1985;. Buller dan Buller
1987; Cleary dan McNeil 1988; Greene et
al, 1994). Pasien akan merasa lebih
dihargai jika diperlakukan dengan hormat
dan bermartabat saat mereka berkunjung
ke rumah sakit dan dirawat oleh dokter.
Beberapa aspek dari keputusan medis
yang berorientasi pada pasien akan ikut
memberikan kepuasan kepada pasien.
Dokter yang memberi peluang lebih besar
untuk berpartisipasi dalam pengambilan
keputusan, negosiasi, dan aspek lain dari
pertemuan medis akan membuat pasien
merasa lebih puas (Greene et al 1994;.
Franciosi et al 2004). Beberapa studi telah
memperlihatkan bahwa pasien akan merasa
lebih puas ketika dokter tidak memiliki
gaya komunikasi yang kaku (Buller, &
Buller 1987; Greene et al, 1994).
Masalah komunikasi interpersonal
antar petugas kesehatan tak hanya terjadi
dengan dokter namun juga dengan staf dan
paramedis yang melayani pasien. Hal ini
dapat terjadi pada proses pemberian
4 ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013
Journal of Business and Entrepreneurship
layanan kesehatan bagi pasien di bangsal
rawat atau di klinik rawat jalan.
Penyampaian pesan yang dilakukan oleh
perawat terhadappasien, akan lebih
berhasil jika pasien dengan senang hati
bersedia mengikutibeberapa informasi
yang disampaikan oleh perawat sebagai
komunikator (Wloszczak-Szubzda et al
2013; Nordby 2004).
Untuk itu pesan yang disampaikan
perawat harus dapat diterima dengan baik
dan dapat dimengerti dengan mudah oleh
pasien. Karena itu diperlukan suatu bentuk
komunikasi yang bukan sekadar sebagai
kegiatan memberikan informasi belaka,
namun harus berupa pemberian informasi
yang mengandung nilai motivasi bagi
pasien untuk dapat mengubah sikap, opini
atau perilaku pasien melalui pendekatan
komunikasi interpersonal (Wloszczak-
Szubzda et al 2013). Sedang Long & Green
(1994) berpendapat bahwa perawat
memiliki konstribusi yang unik terhadap
kepuasan pasien dan keluarganya.
Selain masalah komunikasi pasien
dengan dokter dan paramedis suatu
masalah yang sering muncul dan
mengganggu kepuasan pasien terhadap
rumah sakit adalah karena keterbatasan
fasilitas kesehatan yang tersedia yang dapat
mempengaruhi keamanan maupun
kenyamanan pasien (Sharma & Chahal
1999). Fasilitas kesehatan ini menjadi hal
yang sangat penting karena merupakan
sumber pemasukan yang sangat penting
bagi rumah sakit (Pavarini, Sanders dan
Lindsay 2012).
Garbarino & Johnson (1999)
menjelaskan karena sifat jasa yang
intangible maka konsumen akan
menggunakan petunjuk lingkungan fisik
untuk membantu mereka menentukan
impresi secara umum. Berikutnya
Shamdasani dan Balakrisnan (2000) juga
menyatakan bahwa lingkungan fisik dan
kontak dengan karyawan berpengaruh
terhadap kepercayaan pelanggan dan
loyalitas pelanggan.
Kepercayaan
Kepercayaan (trust) dianggap sebagai
hal yang sangat penting dalam terciptanya
suatu hubungan yang baik. Kepercayaan
didefinisikan sebagai a willingness to rely
on an exchange partner in whom one has
confidence (Moorman et al 1993: 82).
Moorman et al (1992) sebelumnya
menyebutkan kepercayaan sebagai suatu
keinginan dan keyakinan untuk bergantung
pada mitra pertukaran. Rosseau et al.
(1998) mendefinisikan kepercayaan
sebagai keadaan psikologis yang terdiri
dari maksud untuk menerima suatu
ketidakpastian yang didasarkan pada
perilaku harapan positif pada niat atau
perilaku lain.
Rousseau et al (1998) menyatakan
kepercayaan (trust) adalah keadaan
psikologis berisi keinginan untuk
menerima kekurangan/kelemahan,
berdasarkan perilaku yang positif terhadap
intensi atau perilaku dalam keadaan
berisiko dan saling tergantung. Bologlu
(2002) menyebutkan dimensi kepercayaan
didefinisikan sebagai dimensi hubungan
bisnis yang menentukan tingkat dimana
orang merasa dapat bergantung pada
integritas janji yang ditawarkan oleh orang
lain.
Chaudhuri dan Holbrook (2002)
mendefinisikan kepercayaan terhadap
merek (brand trust) sebagai kemauan
pelanggan untuk meyakini kemampuan
merek dalam melakukan fungsi-fungsi
yang dijanjikannya. Kepercayaan akan
membangkitkan loyalitas karena
mengurangi biaya untuk memper-
timbangkan manfaat dari suatu merek
(Berry 2007) dan dapat mengurangi
ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013 5
Journal of Business and Entrepreneurship
ketakutan pelanggan terhadap perilaku
oportunistik yang dilakukan oleh penyedia
layanan (Bendapudi & Berry, 1997).
Dalam literatur pemasaran Morgan dan
Hunt (1994) telah memperlihatkan bahwa
kepercayaan terhadap merek menyebabkan
loyalitas merek dan komitmen karena
kepercayaan menciptakan hubungan
pertukaran yang sangat dihargai.
Kepercayaan memiliki kaitan erat
dengan loyalitas pelanggan. Hal ini
disebabkan karena dalam kegiatan
pertukaran (exchange) harapan yang
muncul didasari pada perilaku yang jujur,
berdasarkan norma-norma umum yang
berlaku. Kepercayaan merupakan suatu
kesediaan untuk bergantung pada mitra
pertukaran karena suatu keyakinan,
sehingga kepercayaan merupakan
anteseden dari komitmen (Taylor, 2004).
Bahkan dalam sejumlah studi mengenai
pertukaran daring, kepercayaan
merupakan suatu hal yang sangat penting
dalam menciptakan loyalitas (Kim et al.
2009).
Loyalitas
Secara umum loyalitas diartikan
sebagai suatu perilaku konsumen untuk
membeli suatu produk atau merek yang
sama secara berulang-ulang. Oliver (1997)
mendefinisikan loyalitas pelanggan
sebagai komitmen yang dipegang teguh
untuk membeli kembali atau menyarankan
menggunakan produk atau layanan yang
dipilih untuk digunakan secara konsisten
di masa mendatang, sehingga merek atau
suatu set merek yang sama digunakan
berulang kali, tanpa terpengaruh oleh
situasi tertentu atau upaya-upaya
pemasaran yang mendorong konsumen
untuk beralih.
Pelanggan yang loyal tidak hanya
menyerap informasi dari merek, tetapi
mereka juga berfungsi sebagai sumber
informasi bagi pelanggan lain. Karena itu
membangun dan menciptakan loyalitas
pelanggan merupakan salah satu tantangan
terbesar bagi merek. Seperti yang
dinyatakan oleh Pavlou (2003) dalam
studinya mengenai transaksi di internet
bahwa kepuasan pelanggan dan
kepercayaan merupakan prasyarat yang
penting untuk perilaku loyalitas, serta
berperan penting dalam pengembangan
hubungan pelanggan jangka panjang.
Karena itu loyalitas pelanggan
menjadi penting dalam membangkitkan
keunggulan kompetitif bagi perusahaan.
Loyalitas pelanggan menjamin
kelangsungan hidup perusahaan ketika
terjadi persaingan yang semakin keras
(hyper-competition). Loyalitas membantu
perusahaan untuk memperkuat posisi
mereka di masa depan dan bersaing secara
efisien dengan perusahaan internasional
raksasa yang telah menyebar di seluruh
dunia.
Dalam konteks kesehatan di
Indonesia membangun loyalitas semakin
penting karena pasien Indonesia yang
berobat ke luar negeri terus meningkat,
baik ke Singapura, maupun Malaysia.
Menurut Menteri Kesehatan Dr. Nafsiah
Mboi, rata-rata 600 ribu orang pasien
Indonesia yang berobat di luar negeri setiap
tahun (Liputan6.com).
Word of Mouth
Bloemer et al (2002) menyatakan
kepercayaan akan mempengaruhi
komitmen pelanggan yang mempunyai
pengaruh yang kuat terhadap intensi
pembelian, intensitas harga dan word of
mouth (WOM). Dalam praktik kita sering
mendengar sejumlah negatif WOM yang
menceritakan kegagalan layanan di
sejumlah rumah sakit.
6 ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013
Journal of Business and Entrepreneurship
Hal ini masih terjadi bahkan untuk
sejumlah rumah sakit yang telah berupaya
menciptakan kesan yang unik dalam sistem
penyampaian jasa. Baik melalui berbagai
fasilitas fisik yang mendukung (physical
support), maupun kemampuan dari pada
karyawan dan manajemen dalam
menciptakan hubungan secara internal
maupun eksternal.
Gladwell (2000) menyebutkan ada
tiga jenis kepribadian orang dalam
menyebarkan pesan-pesan merek, yaitu
mavens (merasa ahli tentang suatu
produk), konektor (orang yang
menghubungkan) dan salesmen (yang
memang berperan untuk menjual). Allsop,
Bassett dan Hoskins (2007) mendukung
kenyataan ini dengan menyatakan tidak
seluruh jaringan sosial sama, dan tidak
setiap individu memiliki pengaruh yang
sama.
Sedang Balter dan Butman (2005)
beranggapan bahwa setiap orang dapat
menceritakan tentang produk dan layanan
setiap saat karena WOM bukanlah semata
menjadi identifikasi dari suatu kelompok
kecil orang yang memberi pengaruh seperti
mavens atau selebritis.
Sebelumnya sejumlah studi juga telah
memperlihatkan bahwa konsumen juga
merasa terlibat untuk berpartisipasi dalam
WOM dengan tujuan memenuhi kebutuhan
informasi pribadi mereka (Bloch et al.,
1986; Burnkrant and Cousineau, 1975;
Cohen and Golden, 1972; Pincus and
Waters, 1977).
Menurut Silverman (2001), word of
mouth (WOM) menjadi penting karena
dapat membangkitkan kepercayaan yang
bersifat mandiri karena memperolehnya
dari pihak ketiga. Selain itu WOM dapat
menyampaikan suatu pengalaman dan
informasi ini dapat membantu mengurangi
suatu risiko dalam mengkonsumsi suatu
produk.
Dalam konteks WOM bagi rumah
sakit mungkin apa yang dinyatakan
Ammar, Moore, dan Wright (2008)
merupakan suatu keniscayaan. Most
people would not buy a new car without
checking consumer ratings, but patients
still rely largely on word-of-mouth to select
a physician
Model Penelitian dan Hipotesis
Berdasarkan tinjauan literatur
sebelumnya maka disusunlah model
penelitian sebagai berikut:
Gambar 1. Model Penelitian
Berdasarkan studi literatur dan dan model
penelitian di atas maka disusunlah
hipotesis sebagai berikut:
Hipotesis 1a: Semakin baik
kemampuan komunikasi interpersonal
paramedis (perawat) akan berpengaruh
positif terhadap kepercayaan kepada rumah
sakit.
Hipotesis 1b: Semakin baik
kemampuan komunikasi interpersonal
dokter akan berpengaruh positif terhadap
kepercayaan kepada rumah sakit.
Hipotesis 1c: Semakin baik fasilitas
kesehatan yang dimiliki rumah sakit akan
berpengaruh positif terhadap kepercayaan
kepada rumah sakit.
Hipotesis 2: Semakin baik
kepercayaan terhadap rumah sakit akan
berpengaruh positif terhadap loyalitas
kepada rumah sakit.
ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013 7
Journal of Business and Entrepreneurship
Hipotesis 3: Semakin baik loyalitas
terhadap rumah sakit akan berpengaruh
positif terhadap keinginan menciptakan
word-of-mouth positif.
METODOLOGI
Penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan metode survei di tiga rumah
sakit masing-masing di Kebun Jeruk,
Kuningan dan Kemayoran, dengan
pendekatan cross sectional.
Sampel dilakukan secara purposif
terhadap pasien di ketiga rumah sakit
tersebut. Untuk mengecek validitas dan
reliabilitas alat ukur digunakan SPSS 19
serta menggunakan perangkat lunak Amos
untuk menganalisis hasil penelitian yang
berdasarkan Structural Equation Model
(SEM).
Variabel dan Pengukuran
Variabel yang digunakan dalam
penelitian ini terdiri dari tiga variabel bebas
(independent variabel) yaitu komunikasi
interpersonal paramedis/perawat,
komunikasi interpersonal dokter dan
fasilitas kesehatan; dua variabel perantara
(intervening variable) yaitu variabel trust
dan loyalitas, dengan word of mouth
sebagai variabel dependen.
Variabel komunikasi interpersonal
paramedis/perawat dikembangkan dengan
mengacu kepada Beaulieu et.al. (2011) dan
Woszczak-Szubzda et al 2013, diukur
dengan menggunakan empat pertanyaan
menggunakan skala Likert (1-5). Pengujian
validitas dan reliabilitas yang dilakukan
mengharuskan satu pertanyaan dihilangkan
agar diperoleh pengukuran yang valid
(KMO=0,608; Anti-Image Matrices
Correlation > 0,5 ) dan reliabel (Cronbach
Alpha = 0,761).
Pengukuran variabel komunikasi
interpersonal dokter dikembangkan
berdasarkan pada Beaulieu et.al. (2011)
dan Buller, & Buller (1987), diukur
dengan lima pertanyaan menggunakan
skala Likert (1-5). Pengujian validitas dan
reliabilitas yang dilakukan mengharuskan
satu pertanyaan dihilangkan agar
diperoleh measurement yang valid (KMO
= 0,660; Anti-Image Matrices Correlation
> 0,5) serta reliabel (Cronbach Alpha=
0,607).
Sedang pengukuran variabel fasilitas
alat-alat kesehatan mengacu pada Sharma
& Chahal (1999) dengan menggunakan
lima pernyataan dalam skala Likert (1-5),
dan setelah dilakukan pengujian hanya tiga
yang valid (KMO=0,637; Anti-Image
Matrices Correlation > 0,5) dan reliabel
(Cronbach Alfa= 0,627).
Variabel trust diukur dikembangkan
berdasarkan kajian Colquitt, Scott, &
LePine (2007) menggunakan empat
pernyataan dalam skala Likert (1-5).
Setelah dilakukan pengujian satu
pernyataan harus dihilangkan agar valid
untuk digunakan (KMO=0,688, Anti-
Image Matrices Correlation > 0,5) dan
reliabel (Cronbach Alfa=0,749). Sedang
variabel loyalitas diukur mengacu pada
Oliver (1997) dan Moorman et al (1993),
dengan menggunakan lima pernyataan
yang setelah diuji ternyata kelimanya valid
(KMO=0,719; Anti-Image Matrices
Correlation > 0,5) dan reliabel (Cronbach
Alfa=0,824).
Terakhir variabel word-of-mouth
dikembangkan berdasarkan studi Mangold,
Miller & Brockway (1999) dan Allsop,
Bassett & Hoskins (2007) menggunakan
empat pernyataan yang setelah diuji
keempatnya memenuhi syarat validitas
(KMO=0,621, Anti-Image Matrices
Correlation > 0,5) dan reliabilitas
(Cronbach Alfa=0,667).
8 ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013
Journal of Business and Entrepreneurship
Karakteristik Subyek Penelitian
Dari 150 kuesioner yang disebarkan
dalam survei diperoleh 136 kuesioner yang
dijawab lengkap sehingga dapat dianalisis.
Subyek penelitian terdiri 80 orang pria dan
56 wanita, dengan kelompok terbesar
berusia antara 30-39 tahun (41,9%), diikuti
dengan subyek di kelompok usia 40-49
tahun (37,5%), kelompok usia lebih dari
50 tahun (14,7%), dan yang paling sedikit
subyek dengan usia 20-29 (5,9%).
Dilihat dari tingkat pendidikan,
mayoritas subyek penelitian adalah Sarjana
(S1) sebanyak 47,1%, diikuti subyek yang
memiliki pendidikan SLTA sebanyak
23,5%. Subyek yang memiliki pendidikan
Akademi sebanyak 22,8% dan yang paling
sedikit adalah subyek dengan pendidikan
S2 dan SLTP yaitu masing-masing 5,9%
dan 0,7%.
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Analisis data dalam penelitian ini
menggunakan Structural Equation
Modelling (SEM) dengan menggunakan
program AMOS untuk menguji pengaruh
dari setiap variabel bedasarkan hipotesis.
Hasil pengujian kesesuaian model
(Goodness of Fit) dalam SEM
memperlihatkan Goodness of Fit yang
baik. RMSEA=0,042 < 0,05 (Goodness of
Fit); GFI=0,860 (Marginal Fit); IFI =
0,934 (Goodness of Fit); TLI=0,920
(Goodness of Fit); CFI=0,931 (Goodness
of Fit).
Berdasarkan beberapa kriteria
pengujian goodness of fit tersebut maka
dapat disimpulkan bahwa model yang
dihasilkan memenuhi syarat goodness of
fit sehingga dapat dilanjutkan dengan
pengujian hipotesis teori.
Dari hasil estimasi regresi model
SEM terlihat bahwa komunikasi
interpersonal staf/paramedis rumah sakit
tidak terbukti mempengaruhi trust
(Estimate=0,028; SE=0,028; p=0,392).
Dengan demikian Hipotesis 1a tidak
terbukti. Sedang Hipotesis 1b, komunikasi
interpersonal dokter terbukti
mempengaruhi trust (Estimate=0,563;
SE=0,171; p<0,1), begitu pula dengan
Hipotesis 1c, fasilitas kesehatan rumah
sakit ikut mempengaruhi trust
(Estimate=0,508; SE=0,113; p<0,1).
Selanjutnya Hipotesis 2, trust
ternyata memang terbukti mempengaruhi
loyalitas secara positif (Estimate=0,597;
SE=1,518; p<0,05). Begitu pula dengan
Hipotesis 3, loyalitas ternyata terbukti ikut
mempengaruhi terciptanya word-of-mouth
secara positif (Estimate=0,543; SE=0,129;
p<0,01).
KESIMPULAN DAN SARAN
DISKUSI HASIL PENELITIAN
Penelitian ini telah memenuhi
persyaratan kesesuaian model (Goodness
of Fit) yang cukup baik. Meskipun
demikian hipotesis 1a, mengenai
komunikasi interpersonal perawat ternyata
tidak terbukti ikut mempengaruhi trust. Hal
ini diduga terjadi karena pasien memiliki
ekspektasi dan harapan yang lebih besar
terhadap dokter dan fasilitas kesehatan,
yang dalam penelitian ini keduanya
memang terbukti mempengaruhi trust
mereka. Hal ini menjelaskan bahwa
ekspektasi terhadap paramedis/perawat
tidaklah setinggi ekpektasi terhadap dokter,
yang mungkin dapat disebabkan karena
karena kualitas standar perawat di
sejumlah rumah sakit memang masih
belum terlalu baik (Hafizzurachman,
2009b).
Dengan demikian hal ini sesungguh-
nya menegaskan kembali bahwa pasien
datang untuk berobat di rumah sakit lebih
ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013 9
Journal of Business and Entrepreneurship
karena mereka memiliki kepercayaan
terhadap dokter dan fasilitas kesehatan
yang tersedia di rumah sakit. Dengan
demikian menjadi sangat penting bagi
dokter-dokter di rumah sakit untuk terus
meningkatkan kemampuan komunikasi
interpersonal mereka. Selain itu penelitian
ini memperlihatkan bahwa fasilitas
kesehatan rumah sakit merupakan hal yang
sangat penting untuk diperhatikan.
Kelengkapan fasilitas kesehatan akan ikut
memperbaiki kepercayaan pasien terhadap
kualitas layanan kesehatan yang diberikan
oleh rumah sakit.
Penelitian ini juga menegaskan
kembali, untuk ranah kesehatan trust juga
terbukti dapat membangkitkan loyalitas,
dan selanjutnya membangkitkan word-of-
mouth positif. Hal ini menjelaskan bahwa
trust merupakan hal yang sangat penting
dalam suatu aktivitas bisnis dan
pemasaran, dan karena itu harus dikelola
dengan sebaik-baiknya.
Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini hanya menggunakan
variabel komunikasi interpersonal perawat
dan dokter serta ketersediaan fasilisitas
kesehatan di rumah sakit tanpa
memperhatikan faktor-faktor lain yang
dapat ikut mempengaruhi kepercayaan,
loyalitas dan kemauan untuk
membangkitkan WOM positif bagi rumah
sakit. Tentu masih ada sejumlah faktor-
faktor lain yang dapat ikut mempengaruhi
kepercayaan dan loyalitas yang dapat
diteliti sehingga dapat lebih memperkuat
pemahaman dan pengetahuan pengelola
rumah sakit untuk menciptakan
kepercayaan dan loyalitas terhadap suatu
rumah sakit.
--==<>==--
DAFTAR PUSTAKA
Alif (2012); Advertising Growth in
Indonesia: An Effort to Build a
Reputation. Media Scene, Vol. 23:
30-39.
Allsop, Dee T., B.R. Bassett & J.A.
Hoskins (2007); Word-of-Mouth
Research: Principles and
Applications; Journal of
Advertising Research, December,
398-411.
Ammar, S. More & R. Wright (2008);
Analysing customer satisfaction
surveys using a fuzzy rule-based
decision support system:
Enhancing customer management;
Database Marketing & Customer
Strategy Management, 15(2), 91-
105.
Balter, D. & J. Butman (2005); Grapevine:
The NewArt of Word-of-Mouth
Marketing; New York:Portfolio,
Beaulieu, M.D., J. Haggerty, D. Santor, J.F.
Lvesque, R. Pineault, F. Burge,
D.Gass, F. Bouharaoui, C.
Beaulieu (2011); Interpersonal
Communication from the Patient
Perspective: Comparison of
Primary Healthcare Evaluation
Instruments; Healthcare Policy
Vol 7 (Special Issue): 108-123
Bendapudi, Neeli & Leonard L. Berry
(1997); Customers Motivation
for Maintaining Relationships
with Service Providers; Journal of
Retailing, 73(1), 15-37
Berry, D. (2007); Healthcare
Communication: Theory and
Practice. London: Open
University Press.
10 ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013
Journal of Business and Entrepreneurship
Bloch, P.H., D.H. Sherrell & N.M.
Ridgeway (1986); Consumer
search: an extended framework;
Journal of Consumer Research,
13, 119-126
Bologlu, Seyhmus (2002); Dimensions of
Customer Loyalty: Separating
Friends from Well Wishers;
Cornell Hotel and Restaurant
Administration Quarterly, pp 47-
59.
Buller, M.K. & D.B. Buller (1987);
Physicians Communication Style
and Patient Satisfaction; Journal
of Health and Social Behavior,
Vol. 28: December, 375-388.
Burnkrant, R.E. & A. Cousineau (1975);
Informational and Normative
Social Influence in Buyer
Behavior; Journal of Consumer
Research, 2, 206-215.
Chaudhuri, Arjun & M.B. Hoolbrook
(2002); Product-class effects on
brand commitment and brand
outcomes: the role of brand trust
and brand affect; Brand
Management, 10 (1), 33-58.
Cleary, P.D. & B.J. McNeil (1988); Patient
satisfaction as an indicator of
quality care; Inquiry, 25 (1), 25-
36.
Colquitt, J.A., B.A. Scott, & J.A. LePine
(2007); Trust, Trustworthiness,
and Trust Propensity: A Meta-
Analytic Test of Their Unique
Relationships With Risk Taking
and Job Performance; Journal of
Applied Psychology, Vol. 92, No.
4, 909927
Cooper, C. (1994); The costs of healthy
work organizations, in C. Cooper
& S. Williams (Eds.); Creating
Healthy Work Organizations.
Chichester: Wiley.
Franciosi, M., F. Pellegrini, G. De Berardis,
M. Belfiglio (2004); Correlates of
satisfaction for the relationship
with their physician in type 2
diabetic patients; Diabetes
Research and Clinical Practice
66(3):277-286.
Garbarino, E. & M.S. Johnson (1999); The
Different Role of Satisfaction,
Trust and Commitment in
Customer Relationship; Journal of
Marketing, April, 63, 70-87
Gladwell, Malcom (2000); Tipping Point;
Little Brown.
Glickman, SW, K.A. Baggett KA, C.G.
Krubert (2007); Promoting quality;
the health-care organization from
a management perspec-
tive;International Journal of
Quality Health Care. 19:341-8.
Greene, MG, R.D. Adelman & E.
Friedmann (1994); Older patient
satisfaction with communication
during an initial medical
encounter; Social Science Med.
38(9):127988
Hafizurrachman (2009a); Sumberdaya
Manusia Rumah Sakit di Q-
Hospital; Majalah Kedokteran
Indonesia, Volum: 59, Nomor: 8,
Agustus 2009
Hafizurrachman (2009b); Health status,
ability, and motivation influenced
district hospital nurse
performance; Medical Journal
Indonesia 18: 283-9.
Kim, D.J., D.L. Ferrin & H.R. Rao (2009);
Trust and Satisfaction, two
steeping stone for successful e-
commerce relationship: a
ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013 11
Journal of Business and Entrepreneurship
longitudinal exploration;
Information Systems Research,
Vol. 20, No. 2, June, pp 237-257.
Mangold, W. G., F. Miller & G. R.
Brockway (1999); Word-of-
mouth communication in the
service marketplace; Journal of
Services Marketing, Vol. 13. No
1, pp 73-89
Moorman, C., R. Deshpande & G. Zaltman
(1993); Factors Affecting Trust in
Market Relationship; Journal of
Marketing 57, (January), 81-101.
Moorman, C., G. Zaltman & R. Deshpande
(1992); Relationship Between
providers and user of market
research: the dynamic of trust
within and between organizations;
Journal of Marketing Research
(24), August, 314-328.
Morgan R.M. & S.D. Hunt (1994); The
commitment-trust theory of
relationship marketing; Journal
of Marketing, 58 (July),
Nordby, Halvor (2004); Communicative
challenges for paramedics:
language and interpretation;
Scand J Trauma Resusc Emerg
Med 12; 178-181
Oliver, Richard L (1997); Satisfaction: A
Behavioral Perspective on the
Consumer; New York: The
McGraw-Hill Companies, Inc.
Pavarini, Peter, S. Sanders & M. Lindsay
(2012); Health Care Reform
Going Forward: Whats the Impact
on Providers? Beckers Hospital
Review, December.
Pavlou, P.A. (2003); Consumer Acceptance
of Electronic Commerce:
Integrating Trust and Risk with the
Technology Acceptance Model;
International Journal of Electronic
Commerce 69-103.
Pincus, S. & L.K. Waters (1977);
Informational social influence and
product quality judgments;
Journal of Applied Psychology,
Vol 62(5), Oct, 615-619.
Rabin, R (2008); You can find Dr, right,
with some effort, New York
Times, 29 September, 1-9.
Rousseau, D. M., S.B. Sitkin, R.S. Burt &
C. Camerer (1998); Not so different
after all: A cross-discipline view of
trust; Academy of Management
Review, 23, 393404.
Shamdasani, P.N. & A.A. Balakrisnan
(2000); Determinants of
Relationship Quality and Loyalty
in Personalized Services; Asia
Pacific Journal of Management,
17 (3), 399-422.
Sharma, R.D. & Hardeep Chahal (1999);
A Study of Patient Satisfaction in
Outdoor Services of Private
Health Care Facilities; Vikalpa,
Vol. 24, No. 4, October-
December 59-76Singer et al
(2009), xxxxxxx
Silverman, G. (2001); The Secrets of Word-
of-Mouth Marketing; New York:
American Management
Association.
Simpson, M., R. Buckman, M. Stewart, P.
Maguire, M. Lipkin, D. Novack &
J. Till (1991); Doctor-patient
commun ication: the Toronto
Consensus Statement; BMJ.
November; 303(6814): 1385
1387.
Stewart, AL, A. Npoles-Springer, E.J.
Prez-Stable, S. Posner S, A.B.
Bindman, H.L. Pinderhughes, AE
12 ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013
Journal of Business and Entrepreneurship
Washington (1999); Interpersonal
processes of care in diverse
populations; The Milbank
Quarterly. 77:305-339, 1999
Taylor, S.A., K. Celuch & S. Goodwin
(2004);The importance of brand
equity to customer loyalty;
Journal of Product & Brand
Management,Vol.13, No.4,
pp.217-227
Watzlawick, Paul, J.B. Bavelas & D.D.
Jackson (2011); Pragmatics of
Human Communication: A
study of interactional patterns,
pathologies, and paradoxes; W.W.
Norton & Company
Wloszczak-Szubda, Anna, M.J. Jarost &
M. Goniewicz (2013);
Professional communication
competences of paramedics-
practical and educational
perspectives; Annals of
Agricultural and Environmental
Medicine, Vol 20, No 2, 366372
Zolnierek, K.B.H. & M.R. Dimatteo
(2009); Physician Communication
and Patient Adherence to
Treatment: A Metaanalysis;
Medical Care, August; 47 (8):
826-834.

Anda mungkin juga menyukai