Anda di halaman 1dari 14

Analisis Pelaksanaan Komunikasi ...

(Nova F, Zahroh S)
Analisis Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik Perawat di Ruang Rawat
Inap RS Pemerintah dan RS Swasta

ABSTRAK
Perawat merupakan bagian dari SDM Rumah Sakit yang memberikan pengaruh cukup
besar terhadap kualitas pelayanan, dan pelaksanaan asuhan keperawatan yang baik tidak
dapat dipisahkan dari peran komunikasi terapeutik, maka menerapkan pelaksanaan
komunikasi terapeutik secara optimal oleh perawat, merupakan salah satu upaya
peningkatan pelayanan kepada pasien. Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif
analitik, dengan desain penelitian menggunakan crosssectional. Hasil penelitian
menunjukkan ada perbedaan yang signifikan pada pelaksanaan komunikasi terapeutik
perawat di RS Pemerintah dan di RS Swasta, dimana pelaksanaan komunikasi terapeutik
perawat di RS swasta lebih baik. Faktor-faktor yang berhubungan secara signifikan dengan
pelaksanaan komunikasi terapeutik perawat di RS Pemerintah dan di RS Swasta adalah
sama, yaitu variabel kepuasan kerja, motivasi kerja, iklim kerja, dukungan teman kerja dan
dukungan kepala ruang. Faktor yang paling dominan berpengaruh terhadap kepatuhan
perawat di RS Pemerintah dalam melaksanakan komunikasi terapeutik adalah motivasi
kerja (OR 36,866); sedangkan di RS Swasta adalah dukungan kepala ruang (OR 28,598).
Kata Kunci : pelaksanaan, komunikasi terapeutik, RS Pemerintah-RS Swasta

ABSTRACT
Implementation Analysis of Nurs Therapeutic Communication in Inpatient Room Both
Government And Private Hospitals; Nurs is part of hospital human resource that
considerable influence on the quality of service, and the implementation of good nursing
care can not be separated from therapeutic communication, then the optimal
implementation of therapeutic communication by nurse is one of the efforts to improve
services to the patients. The type of this research was quantitative analytical, with a design
using cross-sectional study. The results showed a significant differences in the
implementation of nurses therapeutic communication between public hospitals and private
hospitals, where the implementation of nurses therapeutic communication in private
hospital are better. Associated factors significantly with the implementation of nurses
therapeutic communication in public hospitals and in private hospitals are the same, the
variables are job satisfaction, work motivation, work climate, coworkers support and head
of ward support. The most dominant factor that affects the compliance of nurses in
government hospitals in implementing therapeutic communication is work motivation (OR
36.866) , while in private hospitals is head of ward support (OR 28.598). Keywords :
implementation, therapeutic communication, government-private hospital

PENDAHULUAN masyarakat yang setinggitingginya. Dimana


Pelayanan kesehatan merupakan hak Rumah Sakit adalah institusi pelayanan
setiap orang yang dijamin dalam Undang- kesehatan bagi masyarakat (UU RI No.36
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Th. 2009, 2011). Luasnya wilayah Indonesia
tahun 1945 yang harus diwujudkan dengan dan dengan keterbatasan pemerintah, maka
upaya peningkatan derajat kesehatan pemberian pelayanan kesehatan kepada

183
Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia Vol. 9 / No. 2 / Agustus 2014
masyarakat tidak dapat dilakukan oleh RS. Pemerintah (Royani, 2010).
pemerintah saja, tetapi harus mendapat Selanjutnya hasil penelitian Rosenstein
dukungan pihak swasta. Begitu juga dalam tahun 2002, Rosenstein dan O’Daniel tahun
SKN, disebutkan bahwa pembangunan 2005, menemukan bahwa terjadi persepsi
kesehatan harus diselenggarakan dengan negatif terhadap ketidak puasan dari hasil
menggalang kemitraan yang dinamis dan perawatan disebabkan oleh komunikasi
harmonis antara pemerintah dan yang tidak baik yang dilakukan oleh para
masyarakat, termasuk swasta dengan dokter dan perawat kesehatan serta staf
mendayagunakan potensi yang dimiliki divisi penunjang (Abraham & Shanley,
masingmasing. Oleh karena itu, upaya 1997).
perbaikan dan peningkatan pelayanan Untuk mengurangi ketidak puasan
kesehatan (rumah sakit) pemerintah maupun pasien akan hasil perawatan dari Rumah
swasta, menjadi perhatian Sistem Kesehatan Sakit, maka pelaksanaan asuhan
Nasional (DepKes RI, 2007). keperawatan tidak dapat dipisahkan dari
Rumah sakit dinyatakan berhasil, tidak peran komunikasi. Seorang perawat tidak
hanya pada kelengkapan fasilitas yang dapat melaksanakan tahapantahapan dalam
diunggulkan, melainkan juga sikap dan proses keperawatan dengan baik tanpa
layanan sumber daya manusia merupakan kemampuan berkomunikasi yang baik
elemen yang berpengaruh signifikan dengan klien/pasien, teman sejawat, atasan
terhadap pelayanan yang dihasilkan dan dan pihak-pihak lain (Machfoedz, 2009).
dipersepsikan pasien. Bila elemen tersebut Dan hasil penelitian juga menunjukkan
diabaikan maka dalam waktu yang tidak bahwa semakin baik komunikasi terapeutik
lama, Rumah Sakit akan kehilangan banyak yang dilaksanakan oleh perawat maka
pasien dan dijauhi oleh calon pasien. Pasien pasien akan semakin merasa puas (Haryanto
akan beralih ke Rumah Sakit lainnya yang & Septyani, 2009).
memenuhi harapan pasien (Azwar, 1994). Tidak dapat dipungkiri, bahwa
Di Rumah Sakit, sumber daya yang paling kepuasan pasien tergantung pada kualitas
banyak menyumbang sebagai pendukung pelayanan, maka pelaksanaan komunikasi
kepuasan kepada pasien, salah satunya terapeutik oleh perawat merupakan salah
adalah perawat. Perawat memberikan satu indikasi untuk meningkatkan kualitas
pengaruh besar untuk menentukan kualitas pelayanan yang dirasakan oleh pasien dan
pelayanan. Perawat sebagai ujung tombak keluarganya. Pelaksanaan komunikasi
pelayanan terhadap pasien dan keluarganya terapeutik yang lebih baik di suatu Rumah
di Rumah Sakit, karena frekuensi Sakit, akan menyebabkan pasien dan
pertemuannya dengan pasien yang paling keluarganya merasa lebih puas, kembali
sering. Oleh karena itu, mutu pelayanan memilih Rumah Sakit tersebut bila
keperawatan sangat mempengaruhi kualitas memerlukan dan menceritakan kepuasannya
pelayanan kesehatan, bahkan menjadi salah kepada orang lain. Dimana efek
satu faktor penentu citra institusi pelayanan menceritakan kepuasan atau ketidakpuasan
kesehatan di mata masyarakat (Aditama, suatu produk atau pelayanan jasa dapat
2004). mempengaruhi pemilihan produk jasa dari
Sementara itu hasil penelitian Firdaus orang lain yang mendengar. Hal ini juga
tahun 2003 menemukan bahwa kinerja didasari oleh pentingnya informasi dari
perawat dengan kategori baik hanya sebesar mulut ke mulut (word of mouth) dalam
56,9% untuk RS. Swasta dan 44,8% untuk

184
Analisis Pelaksanaan Komunikasi ... (Nova F, Zahroh S)
bauran promosi industri jasa rumah sakit komunikasi terapeutik adalah hanya 41,7%
(Lupiyoadi & Hamdani, 2009). responden di RS Pemerintah yang mencari
literature atau bahan panduan lain yang
METODE berkaitan dengan penyakit/ masalah yang
Jenis peneliitian ini adalah kuantitatif dialami pasien, dan hanya 55,6% responden
analitik, dengan desain penelitian yang menenangkan diri sendiri terlebih
menggunakan crosssectional. Teknik dahulu sebelum berhadapan dengan pasien.
pengambilan data dengan wawancara Padahal langkah-langkah dalam tahap
menggunakan kuesioner yang telah di persiapan atau pra interaksi sangat penting
siapkan. Tempat penelitian adalah di RS dilakukan sebelum berinteraksi dengan
Pemerintah dan RS Swasta. Variabel klien. Karena perawat yang tidak
dependent dalam penelitian ini adalah membekali diri dengan ilmu yang berkaitan
pelaksanaan komunikasi terapeutik perawat, dengan penyakit/masalah yang dialami
sedangkan variabel independent adalah pasien dan tidak menenangkan diri sendiri
karakteristik perawat (umur, jenis kelamin, sebelum berhadapan dengan pasien, akan
tingkat pendidikan, masa kerja), lebih mungkin mengalami kecemasan,
pengetahuan, sikap, kepuasan kerja, dimana Ellis, Gates, dan Kenworthy tahun
motivasi kerja, iklim kerja, dukungan teman 2000 menyatakan bahwa kecemasan yang
kerja, dan dukungan kepala ruang. dialami seseorang dapat sangat
Populasi target penelitian ini adalah mempengaruhi interaksinya dengan orang
seluruh perawat yang bertugas di ruang lain, dan Brammer tahun 1993 juga
rawat inap (selain rawat inap kebidanan, menyatakan bahwa pada saat perawat
bayi dan anak), baik di rumah sakit merasa cemas, dia tidak akan mampu
pemerintah maupun di rumah sakit swasta, mendengarkan apa yang dikatakan pasien
jumlah seluruh populasi adalah 128 orang. dengan baik, sehingga akan sulit untuk
Sistem pengambilan sampel dalam menerapkan active listening (Suryani,
penelitian ini menggunakan Quota 2006). Selanjutnya pada fase pra interaksi
Sampling. Penggunaan Quota Sampling ini juga, ada 58,3% responden di RS
didasarkan pada jumlah populasi yang lebih Pemerintah dan 38,9% responden di RS
kecil, yaitu 36 orang perawat di RS Swasta. Swasta, yang tidak pernah membuat
Selanjutnya untuk sampel di RS Pemerintah rencana metoda wawancara yang tepat
mengikuti jumlah sampel di RS Swasta, dalam pertemuan dengan pasien. Padahal
yaitu 36 orang. Maka total sampel dalam untuk dapat mencapai tujuan dari
penelitian ini adalah 72 orang. pelaksanaan komunikasi terapeutik terhadap
pasien, seharusnya perawat sudah
HASIL DAN PEMBAHASAN menentukan data spesifik yang akan dicari
Berdasarkan hasil penelitian, sekaligus menentukan metoda wawancara
didapatkan gambaran bahwa 77,8% yang tepat untuk bisa mendapatkan data
responden RS tersebut, karena ada berbagai jenis metode
Pemerintah patuh dalam pelaksanaan wawancara dalam komunikasi keperawatan
komunikasi terapeutik, dan 80,6% dan masing-masing digunakan sesuai
responden RS Swasta patuh dalam dengan data yang hendak dicari, maka
pelaksanaan komunikasi terapeutik. penentuan metode wawancara yang tepat
Beberapa hal yang masih kurang dan perlu untuk mendapatkan data spesifik yang
mendapat perhatian dalam penerapan hendak dicari merupakan bagian penting
yang perlu dilakukan (Mundakir, 2006).
185
Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia Vol. 9 / No. 2 / Agustus 2014
Pada fase kedua (fase orientasi), (fase kerja) merupakan inti dari keseluruhan
sebanyak 66,7% responden di RS proses komunikasi terapeutik. Tetapi pada
Pemerintah tidak pernah memperkenalkan fase kerja ini, sebanyak 47,2% responden di
diri, sebanyak 66,7% responden tidak RS Pemerintah tidak pernah mengajak
pernah menanyakan nama panggilan pasien mengevaluasi cara atau alternatif
kesukaan pasien, dan sebanyak 66,7% pemecahan maslah yang dihadapi. Padahal
responden juga tidak pernah menjelaskan menurut Murray dan Judith tahun 1997,
waktu yang dibutuhkan untuk melakukan teknik menyimpulkan merupakan usaha
kegiatan komunikasi terapeutik. Padahal untuk memadukan dan menegaskan hal-hal
dengan memperkenalkan diri, berarti penting dalam percakapan, dan membantu
perawat telah bersikap terbuka dan perawat-pasien memiliki pikiran dan ide
diharapkan hal ini akan mendorong pasien yang sama, sehingga diharapkan pasien
untuk membuka dirinya. Dengan merasa bahwa perawat memahami pesan-
menanyakan nama panggilan kesukaan pesan yang telah disampaikan (Suryani,
pasien, berarti perawat berusaha membina 2006).
rasa saling percaya, dimana Stuart tahun Sedangkan untuk fase keempat (fase
1998 menyatakan bahwa hubungan saling terminasi), Stuart tahun 1998 mengatakan
percaya merupakan kunci dari keberhasilan bahwa fase ini merupakan akhir dari
suatu hubungan terapeutik. Dan dengan pertemuan perawatpasien. Tetapi pada fase
menjelaskan waktu yang dibutuhkan untuk terminasi ini, sebanyak 47,2% responden
melakukan kegiatan komunikasi terapeutik, RS Pemerintah tidak pernah melakukan
maka perawat telah melakukan perumusan evaluasi objektif, dan 47,2% responden juga
kontrak, dimana kontrak sangat penting tidak pernah melakukan evaluasi subjektif.
untuk menjamin kelangsungan sebuah Bahkan sebanyak 61,1% responden tidak
interaksi, karena kontrak bisa dijadikan alat pernah mengakhiri kegiatan pertemuan
untuk mengingatkan klien akan kesepakatan dengan mengucapkan terima kasih kepada
terkait interaksi yang sedang berlangsung. pasien. Padahal Brammer dan Mc Donald
Selain itu, pada fase orientasi ini juga, tahun 1996 menyatakan bahwa meminta
sebanyak 22,2% responden di RS Swasta pasien untuk menyimpulkan tentang apa
tidak pernah menjelaskan peran dan yang telah didiskusikan merupakan sesuatu
tanggung jawab perawat, serta tentang hak yang sangat berguna, karena dapat membuat
dan kewajiban pasien, padahal hal ini perlu perawat mengetahui sejauh mana tujuan
dilakukan untuk membuat pasien telah tercapai. Apabila kegiatan terminasi
memahami peran perawat dan menghindari kurang dilaksanakan dengan baik (terminasi
kesalahfahaman dari pasien akan kehadiran dilakukan secara sepihak dan tiba-tiba),
perawat, selain itu Geldard tahun 1998 dapat menyebabkan rangkaian kegiatan
menyatakan bahwa tujuan dari interaksi proses komunikasi terapeutik menjadi tidak
perlu dijelaskan untuk menghindari adanya efektif, karena adanya perasaan kehilangan,
harapan yang terlalu tinggi dari pasien penolakan dan mengingkari manfaat dari
terhadap perawat, karena pasien interaksi yang telah dilakukan (Suryani,
menganggap perawat seperti dewa penolong 2006).
yang serba tahu dan serba bisa (Suryani, Berdasar pada pembahasan mengenai
2006). pelaksanaan komunikasi terapeutik perawat
Untuk fase ketiga (fase kerja), Stuart di kedua rumah sakit tersebut, terlihat
tahun 1998 menyatakan bahwa fase ketiga bahwa responden pada kedua rumah sakit

186
Analisis Pelaksanaan Komunikasi ... (Nova F, Zahroh S)
melaksanakan setiap fase pada komunikasi komunikasi terapeutik perawat di RS
terapeutik, tetapi masih banyak langkah Pemerintah, diperoleh gambaran bahwa
dalam masing-masing fase yang tidak persentase responden yang patuh dalam
dilaksanakan, terutama pada responden di melaksanakan komunikasi terapeutik
rumah sakit pemerintah. Padahal setiap terhadap pasien lebih besar pada yang
langkah yang tidak dilaksanakan oleh memiliki kepuasan kerja baik yaitu sebesar
responden memiliki keterkaitan antara satu 96% dibandingkan dengan yang memiliki
sama lain dan dapat mempengaruhi hasil kepuasan kerja kurang yaitu sebesar 36,4%.
pelaksanaan komunikasi terapeutik secara Begitu juga untuk analisis hubungan antara
keseluruhan. kepuasan kerja dengan pelaksanaan
Kondisi tersebut diperkuat oleh hasil komunikasi terapeutik perawat di RS
analisis uji statistik menggunakan uji Swasta, diperoleh gambaran bahwa
independent t-test, yang menunjukkan nilai persentase responden yang patuh dalam
p 0,000 < α (0,05), dan berarti ada melaksanakan komunikasi terapeutik
perbedaan bermakna antara pelaksanaan terhadap pasien lebih besar pada yang
komunikasi terapeutik di RS Pemeritah memiliki kepuasan kerja baik yaitu sebesar
dengan pelaksanaan komunikasi terapeutik 96,3% dibandingkan dengan yang memiliki
di RS Swasta. Dimana nilai perbedaan kepuasan kerja kurang yaitu sebesar 33,3%.
pelaksanaan komunikasi terapeutik antara Adanya hubungan antara kepuasan
RS Pemerintah dengan RS Swasta adalah kerja dengan pelaksanaan komunikasi
antara -12,627 sampai -4,873; dengan terapeutik ini didukung oleh teori kepuasan
perbedaan rata-rata sebesar -8,750. kerja Luthans tahun 2006 yang menyatakan
Nilai lebih tinggi dari responden di bahwa : “Kepuasan kerja adalah keadaan
rumah sakit swasta, merupakan kondisi emosi yang senang atau emosi positif yang
yang sesuai dengan analisa hasil distribusi berasal dari penilaian pekerjaan atau
frekuensi jawaban yang telah dibahas pengalaman kerja seseorang” (Luthans,
diatas, dimana terlihat bahwa responden di 2006).
RS Swasta lebih lengkap dalam menerapkan Berdasarkan hasil analisis univariat,
setiap langkah dari 4 fase pelaksanaan dapat diketahui bahwa 69,4% responden RS
komunikasi terapeutik. Walaupun ada Pemerintah memiliki kepuasan kerja baik,
beberapa langkah yang juga tidak pernah dan 75% responden RS Swasta memiliki
dilaksanankan oleh responden di RS kepuasan kerja baik. Selanjutnya hasil
Swasta, tetapi persentasinya lebih kecil analisis uji statistik menggunakan uji
daripada RS pemerintah. independent t-test, yang menunjukkan nilai
p 0,031 < α (0,05), dan berarti ada
Kepuasan Kerja perbedaan bermakna antara kepuasan kerja
Berdasarkan hasil analisis uji statistik di RS Pemeritah dengan kepuasan kerja di
dengan menggunakan uji chi square, RS Swasta. Dimana perbedaan kepuasan
diperoleh nilai p 0,000 < α (0,05), baik kerja antara RS Pemerintah dengan RS
untuk RS Pemerintah maupun RS Swasta. Swasta adalah antara -14,282 sampai -
Maknanya ada hubungan antara kepuasan 0,718; dengan perbedaan rata-rata sebesar
kerja responden dengan kepatuhan dalam 7,500.
melaksanakan komunikasi terapeutik
terhadap pasien. Untuk analisis hubungan
antara kepuasan kerja dengan pelaksanaan
187
Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia Vol. 9 / No. 2 / Agustus 2014
Motivasi Kerja memungkinkan responden di RS
Berdasarkan analisis uji statistik dengan Pemerintah lebih patuh dalam
menggunakan uji chi square diperoleh nilai melaksanakan komunikasi terapeutik
p 0,000 < α (0,05), baik untuk RS terhadap pasien sebanyak 36,866 kali
Pemerintah maupun RS Swasta. Hal ini dibanding motivasi kerja yang tidak baik.
berarti ada hubungan yang bermakna antara Berdasarkan hasil analisis univariat,
motivasi kerja responden dengan kepatuhan dapat diketahui bahwa 72,2% responden di
dalam melaksanakan komunikasi terapeutik RS Pemerintah memiliki motivasi kerja
terhadap pasien. Untuk analisis hubungan baik, dan 75% responden di RS Swasta
antara motivasi kerja dengan pelaksanaan memiliki motivasi kerja baik. Hasil analisis
komunikasi terapeutik perawat di RS uji statistik menggunakan uji independent t-
Pemerintah, diperoleh gambaran bahwa test menunjukkan nilai p 0,045 < α (0,05),
persentase responden yang patuh dalam yang berarti bahwa ada perbedaan antara
melaksanakan komunikasi terapeutik motivasi kerja di RS Pemeritah dengan
terhadap pasien lebih besar pada yang motivasi kerja di RS Swasta. Dimana
memiliki motivasi kerja baik yaitu sebesar perbedaan motivasi kerja antara RS
96,2% dibandingkan dengan yang memiliki Pemerintah dengan RS Swasta adalah antara
motivasi kerja kurang yaitu sebesar 30%. -3,127 sampai -0,039; dengan perbedaan
Begitu juga untuk analisis hubungan antara rata-rata sebesar -1,583.
motivasi kerja dengan pelaksanaan
komunikasi terapeutik perawat di RS Iklim Kerja
Swasta, diperoleh gambaran bahwa Berdasarkan hasil analisis uji statistik
persentase responden yang patuh dalam menggunakan uji chi square diperoleh nilai
melaksanakan komunikasi terapeutik p 0,003 < α (0,05) untuk RS Pemerintah,
terhadap pasien lebih besar pada yang dan nilai p 0,002 < α (0,05) untuk RS
memiliki motivasi kerja baik yaitu sebesar Swasta. Hal ini berarti ada hubungan yang
96,3% dibandingkan dengan yang memiliki bermakna antara iklim kerja responden
motivasi kerja kurang yaitu sebesar 33,3%. dengan kepatuhan dalam melaksanakan
Adanya hubungan antara motivasi kerja komunikasi terapeutik terhadap pasien.
dengan pelaksanaan komunikasi terapeutik Untuk analisis hubungan antara iklim kerja
ini didukung oleh pernyataan dengan pelaksanaan komunikasi terapeutik
Mangkunegara tahun 2000, bahwa motivasi perawat di RS Pemerintah, diperoleh
kerja adalah suatu kondisi yang gambaran bahwa persentase responden yang
berpengaruh untuk membangkitkan, patuh dalam melaksanakan komunikasi
mengarahkan dan memelihara perilaku yang terapeutik terhadap pasien lebih besar pada
berhubungan dengan lingkungan kerja. yang memiliki iklim kerja baik yaitu
Kondisi yang mempengaruhi perilaku sebesar 92,6% dibandingkan dengan yang
tersebut merupakan kekuatan atau energi memiliki iklim kerja kurang yaitu sebesar
yang bersumber dari dalam diri individu itu 33,3%. Sedangkan untuk analisis hubungan
sendiri maupun dari luar individu antara iklim kerja dengan pelaksanaan
(Nursalam, 2002). komunikasi terapeutik perawat di RS
Pada hasil analisis multivariat RS Swasta, diperoleh gambaran bahwa
Pemerintah, didapatkan nilai OR 36,866 persentase responden yang patuh dalam
untuk motivasi kerja, yang berarti bahwa melaksanakan komunikasi terapeutik
motivasi kerja yang baik akan terhadap pasien lebih besar pada yang

188
Analisis Pelaksanaan Komunikasi ... (Nova F, Zahroh S)
memiliki iklim kerja baik yaitu sebesar 96% Dukungan Teman Kerja
dibandingkan dengan yang memiliki iklim Berdasarkan hasil analisis uji statistik
kerja kurang yaitu sebesar 45,5%. menggunakan uji chi square diperoleh nilai
Adanya hubungan antara iklim kerja p 0,001 < α (0,05), baik untuk RS
dengan pelaksanaan komunikasi terapeutik Pemerintah maupun RS Swasta. Hal ini
ini didukung oleh Davis tahun 1996 yang berarti ada hubungan antara dukungan
mendefinisikan iklim sebagai suatu konsep teman kerja responden dengan kepatuhan
sistem yang dinamis, dimana iklim seperti dalam melaksanakan komunikasi terapeutik
udara dalam ruangan yang mengitari dan terhadap pasien. Untuk analisis hubungan
mempengaruhi segala hal dalam ruangan antara dukungan teman kerja dengan
tersebut. Iklim tidak dapat dilihat dan pelaksanaan komunikasi terapeutik perawat
disentuh, tapi iklim ada dan dapat dirasakan di RS Pemerintah, diperoleh gambaran
(Davis & Newstorm, 1996). Selanjutnya bahwa persentase responden yang patuh
Gibson tahun 1996 mendefinisikan iklim dalam melaksanakan komunikasi terapeutik
organisasi sebagai serangkaian sifat terhadap pasien lebih besar pada yang
lingkungan kerja, yang dinilai langsung atau memiliki dukungan teman kerja baik yaitu
tidak langsung oleh karyawan, yang sebesar 92,6% dibandingkan dengan yang
dianggap menjadi kekuatan utama dalam memiliki dukungan teman kerja kurang
mempengaruhi perilaku (Gibson & Donelly, yaitu sebesar 33,3%. Sedangkan untuk
1996). Begitu juga Litwin, Rubin dan analisis hubungan antara dukungan teman
Mc.Intyre tahun 1984, mendefinisikan iklim kerja dengan pelaksanaan komunikasi
kerja organisasi sebagai segala sesuatu yang terapeutik perawat di RS Swasta, diperoleh
terdapat dalam lingkungan kerja, yang dapat gambaran bahwa persentase responden yang
dirasakan atau diterima secara langsung patuh dalam melaksanakan komunikasi
ataupun tidak langsung oleh orang-orang terapeutik terhadap pasien lebih besar pada
yang berada dalam lingkungan kerja yang memiliki dukungan teman kerja baik
tersebut dan mempengaruhi perilakunya yaitu sebesar 96,2% dibandingkan dengan
(Suyanto, 2009). yang memiliki dukungan teman kerja
Berdasarkan hasil analisis univariat, kurang yaitu sebesar 40%.
dapat diketahui bahwa sebanyak 63,9% Adanya hubungan antara dukungan
responden di RS Pemerintah merasakan teman kerja dengan pelaksanaan
iklim kerja baik, dan sebanyak 69,4% komunikasi terapeutik ini didukung oleh
responden di RS Swasta merasakan iklim teori yang menyatakan bahwa saran,
kerja baik. Hasil analisis uji statistik nasehat, dan motivasi anggota keluarga
menggunakan uji independent t-test, yang ataupun teman dapat mempengaruhi
menunjukkan nilai p 0,001 < α (0,05), dan perilaku (Glanz, 1996). Selain itu, dukungan
berarti ada perbedaan bermakna antara teman kerja ini merupakan faktor penguat
iklim kerja di RS Pemeritah dengan iklim (reinforcing factor) dari perilaku
kerja di RS Swasta. Dimana perbedaan pelaksanaan komunikasi terapeutik perawat.
iklim kerja antara RS Pemerintah dengan Dimana pendapat, dukungan dan kritik baik
RS Swasta adalah antara -6,280 sampai - dari keluarga, teman-teman sekerja atau
1,553; dengan perbedaan ratarata sebesar - lingkungannya, merupakan kelompok
3,917. referensi dari perilaku seseorang yang
bersangkutan (Notoatmodjo, 2007).

189
Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia Vol. 9 / No. 2 / Agustus 2014
Pada hasil analisis multivariat RS dengan pelaksanaan komunikasi terapeutik
Pemerintah, didapatkan nilai OR 13,738 perawat di RS Pemerintah, diperoleh
untuk dukungan teman, hal ini berarti gambaran bahwa persentase responden yang
bahwa dukungan teman kerja yang baik patuh dalam melaksanakan komunikasi
akan memungkinkan responden di RS terapeutik terhadap pasien lebih besar pada
Pemerintah lebih patuh dalam yang memiliki dukungan kepala ruang baik
melaksanakan komunikasi terapeutik yaitu sebesar 92% dibandingkan dengan
terhadap pasien sebanyak 13,738 kali yang memiliki dukungan kepala ruang
dibanding dukungan teman kerja yang tidak kurang yaitu sebesar 45,5%. Sedangkan
baik. Sedangkan pada hasil analisis untuk analisis hubungan antara dukungan
multivariat RS Swasta, didapatkan nilai OR kepala ruang dengan pelaksanaan
16,209 untuk dukungan teman, yang berarti komunikasi terapeutik perawat di RS
bahwa dukungan teman yang baik akan Swasta, diperoleh gambaran bahwa
memungkinkan responden di RS Swasta persentase responden yang patuh dalam
lebih patuh dalam melaksanakan melaksanakan komunikasi terapeutik
komunikasi terapeutik terhadap pasien terhadap pasien lebih besar pada yang
sebanyak 16,209 kali dibanding dukungan memiliki dukungan kepala ruang baik yaitu
teman yang tidak baik. sebesar 93,3% dibandingkan dengan yang
Berdasarkan hasil analisis univariat, memiliki dukungan kepala ruang kurang
dapat diketahui bahwa sebanyak 75% yaitu sebesar 16,7%.
responden di RS Pemerintah memiliki Adanya hubungan antara dukungan
dukungan teman kerja yang baik, dan kepala ruang dengan pelaksanaan
72,2% responden di RS Swasta memiliki komunikasi terapeutik ini didukung oleh
dukungan teman kerja yang baik. Hasil pernyataan Sulvian dan Decker tahun 1989,
analisis uji statistik dengan menggunakan bahwa kepemimpinan merupakan
uji independent t-test menunjukkan nilai p penggunaan keterampilan seseorang dalam
0,015 < α (0,05), yang berarti ada mempengaruhi orang lain, untuk
perbedaan antara dukungan teman kerja di melaksanakan sesuatu dengan sebaik-
RS Pemeritah dengan dukungan teman kerja baiknya sesuai dengan kemampuannya
di RS Swasta. Dimana dapat diketahui (Suyanto, 2009).
bahwa perbedaan dukungan teman kerja Pada hasil analisis multivariat RS
antara RS Pemerintah dengan RS Swasta Swasta, didapatkan nilai OR 28,598 untuk
adalah antara -2,404 sampai -0,262; dengan dukungan kepala ruang. Hal ini berarti
perbedaan rata-rata sebesar -1,333. bahwa dukungan kepala ruang yang baik
akan memungkinkan responden di RS
Dukungan Kepala Ruang Swasta lebih patuh dalam melaksanakan
Berdasarkan hasil analisis uji statistik komunikasi terapeutik terhadap pasien
dengan menggunakan uji chi square sebanyak 28,598 kali dibanding dukungan
diperoleh nilai p 0,008 < α (0,05) untuk RS kepala ruang yang tidak baik.
Berdasarkan hasil analisis univariat,
Pemerintah, dan nilai p 0,000 < α (0,05)
dapat diketahui bahwa sebanyak 69,4%
untuk RS Swasta. Hal ini berarti ada
responden RS Pemerintah memiliki
hubungan antara kepala ruang dengan
dukungan kepala ruang yang baik, dan
kepatuhan dalam melaksanakan komunikasi
83,3% responden RS Swasta memiliki
terapeutik terhadap pasien. Untuk analisis
dukungan kepala ruang yang baik. Hasil
hubungan antara dukungan kepala ruang
190
Analisis Pelaksanaan Komunikasi ... (Nova F, Zahroh S)
analisis uji statistik menggunakan uji disebutkan bahwa manusia secara
independent t-test menunjukkan nilai p keseluruhan merupakan mahluk yang selalu
0,003 < α (0,05), dan berarti ada perbedaan berusaha memahami lingkungannya dan
bermakna antara dukungan kepala ruang di mahluk yang selalu berpikir. Pada teori
RS Pemeritah dengan dukungan kepala dinamika kelompok, Asch menunjukkan
ruang di RS Swasta. Dimana perbedaan kecenderungan orang untuk mengikuti
nilai dukungan kepala ruang RS Pemerintah pendapat kelompoknya (Jalaluddin, 2012).
dengan RS Swasta adalah antara -4,602 Maknanya, manusia secara keseluruhan
sampai -1,009; dengan perbedaan rata-rata (yang berumur muda ataupun berumur tua)
sebesar -2,806. merupakan mahluk yang memiliki
Umur kemampuan sama untuk belajar dan berpikir
Berdasarkan hasil analisis univariat, sebagai usaha mengenal dan memahami
dapat diketahui bahwa sebanyak 63,9% lingkungannya, dimana kecenderungan
responden di RS Pemerintah berumur < yang biasa dilakukan adalah mengikuti
33,28 tahun, dengan umur responden paling pendapat atau kebiasaan kelompoknya.
muda adalah 26 tahun dan umur responden Berdasarkan hasil analisis uji statistik
paling tua adalah 45 tahun. Sedangkan menggunakan uji independent t-test,
untuk responden di RS Swasta, dapat didapatkan nilai p 0,000 < α (0,05), yang
diketahui bahwa sebanyak 58,3% berarti ada perbedaan antara umur di RS
responden berumur < 28,08 tahun, dengan Pemeritah dengan umur di RS Swasta.
umur responden paling muda adalah 22 Dimana perbedaan umur antara RS
tahun dan umur responden paling tua adalah Pemerintah dengan RS Swasta adalah antara
33 tahun. 3,446 sampai 6,943; dengan perbedaan rata-
Berdasarkan hasil uji statistik rata sebesar 5,194.
menggunakan uji chi square diperoleh nilai
p 1,000 > α (0,05) untuk RS Pemerintah, Jenis Kelamin
dan p 0,618 > α (0,05) untuk RS Swasta. Berdasarkan hasil uji statistik dengan
Hal ini berarti bahwa tidak ada hubungan menggunakan uji chi square diperoleh nilai
antara umur responden dengan kepatuhan p 0,746 > α (0,05) untuk RS Pemerintah,
dalam melaksanakan komunikasi terapeutik dan nilai p 0,883 > α (0,05) untuk RS
terhadap pasien. Peneliti berpendapat bahwa Swasta. Hal ini berarti bahwa tidak ada
tidak adanya hubungan antara umur dengan hubungan antara jenis kelamin responden
kepatuhan responden dalam pelaksanaan dengan kepatuhan dalam melaksanakan
komunikasi terapeutik kemungkinan komunikasi terapeutik terhadap pasien.
disebabkan karena responden pada kategori Tidak adanya hubungan antara jenis
umur manapun, memiliki kebiasaan yang kelamin dengan pelaksanaan komunikasi
sama dalam melaksanakan komunikasi terapeutik ini didukung oleh pernyataan
terapeutik. Pendapat peneliti berdasarkan Budioro yang mengatakan bahwa tidak ada
pada hasil penelitian ini, bahwa persentase perbedaan yang penting antara karyawan
responden di RS Pemerintah yang patuh laki-laki dengan karyawan perempuan
dalam melaksanakan komunikasi terapeutik dalam prestasi kerja, karena tidak ada
hampir sama, yaitu 78,3% untuk umur < perbedaan dalam penyelesaian problem,
33,28 tahun dan 76,9% untuk umur > 33,28 keterampilan analis, motivasi,
tahun. Selain itu, pada teori konsepsi kepemimpinan dan kemampuan belajar
manusia dalam psikologi kognitif, (Budioro, 1998).
191
Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia Vol. 9 / No. 2 / Agustus 2014
Berdasarkan hasil analisis univariat, begitu juga dalam pelaksanaan komunikasi
dapat diketahui bahwa sebanyak 63,9% terapeutik. Oleh karena itu, responden yang
responden di RS Pemerintah adalah berpendidikan D3 memiliki kebiasaan
perempuan, dan 36,1% responden adalah pelaksanaan komunikasi terapeutik yang
laki-laki. Sedangkan untuk responden di RS sama dengan responden yang berpendidikan
Swasta, dapat diketahui bahwa sebanyak S1.
80,6% adalah perempuan, dan 19,4% Berdasarkan hasil analisis univariat,
responden adalah laki-laki. Selanjutnya diketahui bahwa bahwa 80,6% responden di
hasil analisis uji statistik menggunakan uji RS Pemerintah berpendidikan D3, dan
independent t-test, menunjukkan nilai p 19,4% responden lainnya berpendidikan S1.
0,118 > α (0,05), yang berarti tidak ada Sedangkan untuk responden di RS Swasta,
perbedaan antara jenis kelamin di RS sebanyak 72,2% responden berpendidikan
Pemeritah dengan jenis kelamin di RS D3, dan 27,8% responden lainnya
Swasta. berpendidikan S1. Selanjutnya hasil analisis
uji statistik menggunakan uji independent t-
Pendidikan test menunjukkan nilai p 0,412 > α (0,05),
Berdasarkan hasil uji statistik dengan yang berarti tidak ada perbedaan antara
menggunakan uji chi square diperoleh nilai pendidikan di RS Pemeritah dengan
p 1,000 > α (0,05) untuk responden di RS pendidikan di RS Swasta. Tidak adanya
Pemerintah, dan nilai p 0,676 > α (0,05) perbedaan pada variabel pendidikan antara
untuk responden di RS Swasta. Hal ini kedua rumah sakit ini, disebabkan karena
berarti bahwa tidak ada hubungan antara responden untuk penelitian ini adalah sama,
pendidikan responden dengan kepatuhan baik untuk di RS Pemerintah dan di RS
dalam melaksanakan komunikasi terapeutik Swasta, yaitu perawat, maka variabel
terhadap pasien. Peneliti berpendapat bahwa pendidikan tentu tidak akan menunjukkan
tidak adanya hubungan antara pendidikan perbedaan yang bermakna.
dengan kepatuhan responden dalam
pelaksanaan komunikasi terapeutik Masa Kerja
kemungkinan disebabkan karena responden Berdasarkan hasil analisis uji statistik
di RS Pemerintah Kota Banjar pada tingkat dengan menggunakan uji chi square
pendidikan manapun memiliki kebiasaan diperoleh nilai p 0,964 > α (0,05) untuk RS
yang sama dalam melaksanakan komunikasi Pemerintah, dan nilai p 1,000 > α (0,05)
terapeutik. Pendapat ini berdasarkan pada untuk RS Swasta. Hal ini berarti bahwa
fakta bahwa jenjang karier keperawatan di tidak ada hubungan antara masa kerja
Indonesia sulit di bedakan antara SPK, responden dengan kepatuhan dalam
AKPER dan S.Kep/ melaksanakan komunikasi terapeutik
S1. Walaupun pada dasarnya mereka terhadap pasien. Peneliti berpendapat bahwa
mempunyai perbedaan tingkat pendidikan, tidak adanya hubungan antara masa kerja
namun di rumah sakit mereka mempunyai dengan pelaksanaan komunikasi terapeutik,
kesamaan dalam memberikan pelayanan kemungkinan dipengaruhi oleh stres kerja
kesehatan di bidang keperawatan. Hak dan yang dialami oleh perawat masa kerja lama.
tanggung jawab mereka sama saja, baik Sehingga pada akhirnya walaupun memiliki
dalam memberikan obat (injeksi maupun pengalaman kerja lebih banyak, tetapi
oral), dalam melakukan tindakan seperti perawat masa kerja lama mempunyai
memasang infus, NGT ataupun kateter, kebiasaan pelaksanaan komunikasi
192
Analisis Pelaksanaan Komunikasi ... (Nova F, Zahroh S)
terapeutik yang sama saja dengan perawat Pengetahuan
masa kerja baru. Selanjutnya hal ini juga Berdasarkan hasil analisis uji statistik
didukung oleh Keliat tahun 1999 yang dengan menggunakan uji chi square
menyatakan bahwa peran perawat di IGD diperoleh nilai p 0,643 > α (0,05) untuk RS
dan ruang rawat inap sangat penting karena Pemerintah, dan nilai p 0,883 > α (0,05)
merupakan ujung tombak pelayanan, dan untuk RS Swasta. Hal ini berarti bahwa
perawat merupakan tenaga paling lama tidak ada hubungan antara pengetahuan
kontak atau berhubungan dengan pasien dan responden dengan kepatuhan dalam
keluarga, dimana hal ini dapat menjadi melaksanakan komunikasi terapeutik
stressor yang kuat pada perawat didalam terhadap pasien. Tidak adanya hubungan
lingkungan pekerjaan. Kemudian Abraham antara pengetahuan dengan pelaksanaan
dan Steanly tahun 1997, menyatakan bahwa komunikasi terapeutik ini didukung oleh
dalam pelayanan kesehatan perawat yang pernyataan Green yang menyebutkan bahwa
mengalami stres kerja berat dapat peningkatan pengetahuan tidak selalu
kehilangan motivasi, mengalami kejenuhan menyebabkan perubahan perilaku,
yang berat dan tidak masuk kerja lebih walaupun pengetahuan merupakan faktor
sering (Utomo, 2009). penting dalam perubahan perilaku (Green,
Hasil analisis univariat menunjukkan 2000). Selanjutnya Winkel menyatakan
bahwa sebanyak 55,6% responden di RS bahwa pengetahuan yang diperoleh
Pemerintah memiliki masa kerja d” 9,39 seseorang akan menimbulkan pengertian
tahun, dan sebanyak 58,3% responden dan pemahaman terhadap pengetahuan
memiliki masa kerja < 4,19 tahun. tersebut. Dengan memahami sesuatu hal
Selanjutnya hasil analisis uji statistik yang dipelajari, seseorang akan dapat
dengan menggunakan uji independent t-test mengadakan penilaian. Penilaian ini dapat
menunjukkan nilai p 0,000 < α (0,05), yang positif atau negatif. Penilaian yang positif
berarti bahwa ada perbedaan antara masa akan menimbulkan sikap positif, yang
kerja di RS Pemeritah dengan masa kerja di akhirnya akan berpengaruh pada perilaku
RS Swasta. Dimana dapat diketahui bahwa positif terhadap sesuatu yang dipelajari
perbedaan masa kerja antara RS Pemerintah tersebut. Begitu juga sebaliknya, penilaian
dengan RS Swasta adalah antara 3,386 yang negatif akan menimbulkan sikap
sampai 7,003; dengan perbedaan rata-rata negatif, yang akhirnya akan berpengaruh
sebesar 5,194. Perbedaan masa kerja antara pada perilaku negatif terhadap sesuatu yang
responden di RS Pemerintah dengan di RS dipelajari tersebut (Winkel, 1986).
Swasta kemungkinan disebabkan perbedaan Hasil analisis univariat menunjukkan
umur berdirinya kedua rumah sakit, dimana bahwa 75% responden di RS Pemerintah
RSUD Kota Banjar merupakan rumah sakit memiliki pengetahuan baik, dan bahwa
pertama di Kota Banjar yang sudah berdiri 80,6% responden di RS Swasta memiliki
sejak tahun 1978, sedangkan RS Mitra pengetahuan baik.
Idaman merupakan rumah sakit swasta yang Berdasarkan hasil analisis analisis uji
baru berdiri tahun 2004, sehingga statistik menggunakan uji independent t-
perbedaan umur berdirinya ini juga test, didapatkan nilai p 0,373 > α (0,05),
mempengaruhi masa kerja dari responden yang berarti tidak ada perbedaan antara
masing-masing rumah sakit. pengetahuan di RS Pemeritah dengan
pengetahuan di RS Swasta. Tidak adanya
perbedaan bermakna antara responden di
193
Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia Vol. 9 / No. 2 / Agustus 2014
RS Pemerintah dan di RS Swasta pada 0,044 < α (0,05), yang berarti ada perbedaan
penelitian ini, karena responden di kedua antara sikap di RS Pemeritah dengan sikap
rumah sakit adalah sama yaitu perawat, di RS Swasta. Selanjutnya dapat diketahui
dimana semua perawat tentu memiliki bahwa perbedaan sikap antara RS
pengetahuan yang sama mengenai Pemerintah dengan RS Swasta adalah antara
komunikasi terapeutik, karena merupakan –2,851 sampai -0,038; dengan perbedaan
salah satu cabang ilmu keperawatan, maka rata-rata sebesar -1,444. Nilai ratarata sikap
variabel pengetahuan (mengenai responden di RS Swasta yang lebih baik
komunikasi terapeutik) tentu tidak akan daripada nilai rata-rata sikap responden di
menunjukkan perbedaan yang bermakna. RS Pemerintah kemungkinan disebabkan
oleh tuntutan untuk memberikan atau
Sikap menampilkan performa kerja terbaik yang
Berdasarkan hasil analisis uji statistik disampaikan oleh manajemen rumah sakit,
dengan menggunakan uji chi square sehingga dalam kondisi apapun, melayani
diperoleh nilai p 0,479 > α (0,05) untuk RS pasien dengan baik tetap harus menjadi
Pemerintah, dan nilai p 0,676 > α (0,05) prioritas.
untuk RS Swasta. Hal ini berarti bahwa
tidak ada hubungan antara sikap responden SIMPULAN
dengan kepatuhan dalam melaksanakan Berdasarkan hasil penelitian,
komunikasi terapeutik terhadap pasien. disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :
Tidak adanya hubungan antara pengetahuan Ada perbedaan yang signifikan pada
dengan pelaksanaan komunikasi terapeutik pelaksanaan komunikasi terapeutik perawat
ini didukung oleh pernyataan Atkinson di RS Pemerintah dan di RS Swasta, dimana
dalam Azwar tahun 1995 menyatakan pelaksanaan komunikasi terapeutik perawat
bahwa sekalipun diasumsikan bahwa sikap RS swasta lebih baik.
merupakan predisposisi evaluasi yang Faktor-faktor yang berhubungan secara
banyak menentukan cara individu bertindak, signifikan dengan pelaksanaan komunikasi
akan tetapi sikap dan tindakan sering kali terapeutik perawat di RS Pemerintah
jauh berbeda. Hal ini karena tindakan nyata maupun di RS Swasta adalah sama, yaitu
ditentukan tidak hanya oleh sikap, akan variabel kepuasan kerja, motivasi kerja,
tetapi oleh berbagai faktor eksternal iklim kerja, dukungan teman kerja dan
lainnya. Sikap tidaklah sama dengan dukungan kepala ruang rawat inap.
perilaku, dan perilaku tidaklah selalu Faktor yang paling dominan
mencerminkan sikap seseorang, sebab berpengaruh terhadap kepatuhan perawat di
sering kali terjadi bahwa seseorang RS Pemerintah dalam melaksanakan
memperlihatkan tindakan yang bertentangan komunikasi terapeutik adalah motivasi kerja
dengan sikapnya (Kholid, 2012). dengan nilai Odd Ratio 36,866, artinya
Berdasarkan hasil analisis univariat, bahwa motivasi kerja yang baik akan
dapat diketahui bahwa sebanyak 66,7% memungkinkan responden di RS
responden RS Pemerintah memiliki sikap Pemerintah lebih patuh dalam
baik, dan 72,2% responden RS Swasta melaksanakan komunikasi terapeutik
memiliki sikap baik. terhadap pasien sebanyak 36,866 kali
Selanjutnya berdasarkan hasil analisis uji dibanding motivasi kerja yang tidak baik.
statistik dengan menggunakan uji Sedangkan di RS Swasta adalah dukungan
independent t-test, diketahui bahwa nilai p kepala ruang rawat inap dengan nilai Odd
194
Analisis Pelaksanaan Komunikasi ... (Nova F, Zahroh S)
Ratio 28,598, artinya bahwa dukungan bermakna antara RS Pemerintah dengan RS
kepala ruang rawat inap yang baik akan Swasta nampak pada variabel : umur, masa
memungkinkan responden di RS Swasta kerja, sikap, kepuasan kerja, motivasi kerja,
lebih patuh dalam melaksanakan iklim kerja, dukungan teman kerja dan
komunikasi terapeutik terhadap pasien dukungan kepala ruang rawat inap.
sebanyak 28,598 kali dibanding dukungan Perbedaan yang tidak bermakna antara RS
kepala ruang rawat inap yang tidak baik. Pemerintah dengan RS Swasta nampak pada
Faktor lain yang berpengaruh secara variabel : pendidikan, jenis kelamin, dan
bersama-sama terhadap pelaksanaan pengetahuan.
komunikasi terapeutik di RS Pemeritah
adalah dukungan teman dengan nilai Odd KEPUSTAKAAN
Ratio 13,738, artinya bahwa dukungan Abraham & Shanley. 1997. Psikologi Sosial
teman kerja yang baik akan memungkinkan Untuk Perawat. EGC. Jakarta.
responden di RS Pemerintah lebih patuh Aditama, T.Y. 2004. Manajemen
dalam melaksanakan komunikasi terapeutik Administrasi Rumah Sakit. Universitas
terhadap pasien sebanyak 13,738 kali Indonesia. Jakarta.
dibanding dukungan teman kerja yang tidak Azwar, A. 1994. Program menjaga mutu
baik. Sedangkan di RS Swasta adalah pelayanan kesehatan. IDI. Jakarta.
dukungan teman dengan nilai Odd Ratio
16,209, artinya bahwa dukungan teman Budioro, B. 1998. Pengantar Pendidikan
yang baik akan memungkinkan responden dan Penyuluhan Kesehatan
di RS Swasta lebih patuh dalam Masyarakat. Fakultas Kesehatan
melaksanakan komunikasi terapeutik Masyarakat Universitas Diponegoro.
terhadap pasien sebanyak 16,209 kali Semarang.
dibanding dukungan teman yang tidak baik. DepKes. 2009. Sistem Kesehatan Nasional :
Besarnya sumbangan variabel motivasi Bentuk dan Cara Penyelenggaraan
kerja dan dukungan teman kerja secara Pembangunan Kesehatan. Departemen
bersama-sama terhadap variabel Kesehatan RI. Jakarta, 2009.
pelaksanaan komunikasi terapeutik perawat Dalam http://www.depkes.go.id/downloads/
di RS Pemerintah adalah sebesar 99,9% dan SKN%20final.pdf (diakses tanggal 03
selebihnya atau 0,1 % ditentukan oleh Februari 2013).Redaksi. 2011.
variabel lain di luar penelitian ini. UndangUndang Kesehatan (UU RI
Sedangkan besarnya sumbangan variabel No.36 Th.
dukungan kepala ruang rawat inap dan 2009). Penerbit Sinar Grafika. Jakarta.
dukungan teman kerja secara bersama-sama DepKes. 2010. Langkah Rumah Sakit
terhadap variabel pelaksanaan komunikasi mencapai pelayanan standar
terapeutik perawat di RS Swasta adalah internasional. Departemen Kesehatan
sebesar 99,6% dan selebihnya atau 0,4% RI : Humas Direktorat Jenderal Bina
ditentukan oleh variabel lain di luar Upaya Kesehatan Kementerian
penelitian ini. Kesehatan RI. Jakarta.
Terdapat perbedaan yang bermakna Dalam http://buk.depkes.go.id/index.php?
pada pelaksanaan komunikasi terapeutik di option=com_content&view=article&id
RS Pemeritah dengan pelaksanaan = 197:langkah-rumah-sakit-
komunikasi terapeutik di RS Swasta, mencapaipelayanan-standar-
dengan p-value = 0,000. Perbedaan yang

195
Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia Vol. 9 / No. 2 / Agustus 2014
internasional (diakses tanggal 20 Maret Terapeutik Perawat Dengan Kepuasan
2013). Pasien Di Rumah Sakit Islam Kendal.
Dalam : http://etd.eprints.ums.ac.id/4395/1/ FIKKes UNIMUS : Jurnal
J220060047.pdf. (diakses tanggal 12 Keperawatan UNIMUS, Volume 2,
Februari 2014). Nomor 2. Edisi Maret 2009 : 36-41.
Davis, K. & Newstorm, J. W. 1996. UNIMUS. Semarang.
Perilaku Dalam Organisasi. Terjemahan Nursalam. 2002. Manajemen Keperawatan :
Agus Darma Jilid I. Penerbit Erlangga. Aplikasi Dalam Praktik Keperawatan
Jakarta. Profesional. Salemba Medika. Jakarta.
Fred, L. 2006. Perilaku Organisasi 10th. Notoatmodjo, S. 2007. Promosi Kesehatan
Edisi Indonesia. Penerbit ANDI. dan Ilmu Perilaku. Rineka Cipta. Jakarta.
Yogyakarta. Royani. 2010. Hubungan Sistem
Gibson, I. & Donelly Jr. 1996. Organisasi : Penghargaan Dengan Kinerja Perawat
Perilaku Struktur Proses. Terjemahan Dalam Melaksanakan Asuhan
Nunuk Ardriani Jilid I. Penerbit Keperawatan di
Binarupa Aksara. Jakarta. Rumah Sakit Daerah Cilegon Banten.
Glanz, K, Lewis. M. F. & Rimer. K. B. (Tesis).
1996. Health Behaviour and Health Suryani. 2006. Komunikasi Terapeutik:
Education : Theory, Research, and Teori & Praktik. EGC. Jakarta.
Practice. JosseyBass A Willey Suyanto. 2009. Mengenal Kepemimpinan
Company. San Fransisco. dan Manajemen Keperawatan di
Green, L & Marshall W. Kreuter. 2000. Rumah Sakit. Mitra Cendikia Press.
Health Promotion Planning : an Yogyakarta.
Educational and Environmental Utomo, D. P. 2009. Hubungan Stres Kerja
Approach Second Edition. Mayfield Dengan Adaptasi Pada Perawat di
Publishing Company. California. Instalasi Gawat Darurat RSUD Pandan
Jalaluddin, R. 2012. Psikologi Komunikasi. Arang
PT. Remaja Rosdakarya. Bandung. Boyolali. (Skripsi).
Kholid, A. 2012. Promosi Kesehatan : Winkel, W.S. 1986. Psikologi Pendidikan
Dengan Pendekatan Teori Perilaku, dan Evaluasi Belajar. Gramedia.
Media dan Aplikasinya. PT. Raja Jakarta.
Grafindo Persada. Jakarta.
Lupiyoadi, R & Hamdani, A. 2009.
Manajemen Pemasaran Jasa. Salemba
Empat. Jakarta.
Machfoedz, M. 2009. Komunikasi
keperawatan: Komunikasi Terapeutik.
Penerbit Ganbika. Yogyakarta.
Mundakir. 2006. Komunikasi
Keperawatan : Aplikasi dalam
pelayanan. Graha Ilmu. Yogyakarta.
Nugroho, H. A & Aryati, S. 2009.
Hubungan Antara Komunikasi

196

Anda mungkin juga menyukai