Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dokumentasi merupakan suatu catatan mengenai perawatan pasien dan

menunjukkan perawatan yang telah diberikan. Perawat dapat menjalankan

prakteknyadengan baik yang ditunjukkan melalui pendokumentasian yang

menyeluruh dan efektif (Marrelli, 200). Pendokumentasian yang baik dan benar

dapat dijandikan sebagai mekanisme tanggung jawab dan tanggung gugat

terhadap pasien.

Dengan adanya dokumentasi dapat digunakan untuk mengungkap suatu

fakta actual untuk dipertanggung atau sebagai barang bukti di pengadilan. Hal ini

penting karena berkaitan dengan langkah antisipasi terhadap ketidakpuasan pasien

terhadap pelayanan yang telah diberikan. Kaitan dengan aspek hokum, dapat

dijadikan settle concenrn yang artinya bahwa dokumentasi dapat digunakan untuk

menjawab ketidakpuasan terhadap pelayanan yang diterima secara hukum.

Motovasi adalah karakteristik psikologis manusia yang member kontribusi

pada tingkat komiten seseorang. Hal ini termasuk factor-faktor yang

menyebabkan, menyalurkan, dan mempertahankan tingkah laku manusia dalam

arah tekad tertentu (Nursalam, 2009). Sedangkan motivasi kerja adalah sesuatu

yang menimbulkandorongan atau mempengaruhi motivasi terdiri dari dua faktor

yaitu instinsik dak ekstrinsik (Azwar, 2004). Faktor intrinsik bersumber dari

dalam diri individu meliputi tanggung jawab, pencapaian, pengakuan, promosi

1
2

pendidikan atau pelatihan dan faktor ekstrinsik bersumber dari lingkungan kerja

yang meliputi kebijakan, supervise, hubungan interpersonal, gaji/insentif dan

kondisi kerja. Keberadaan motivasi sangat diperlukan untuk mendorong perawat

dalam melakukan pendokumentasian Asuhan Keperawatan sehingga pemberian

asuhan keperawatan pada pasien berkesinambungan, tepat sehingga mampu

meningkatkan status kesehatan pasien dan meningkatkan kualitas kerja yang

dihasilkan sehingga timbul kepuasan dari pelanggan dan pihak Rumah Sakit.

Adanya kepuasan kerja diharapkan akan menciptakan hubungan kerja yang

harmonis antara karyawan dan pimpinan sehingga tujuan Rumah Sakitdapat

tercapai dan berhasil secara optimal (Sari, 2009)

Dari studi pendahuluan. terapeutik pada pasien saat melakukan asuhan

keperawatan menunjukkan tingkat kepuasan yang tinggi pada pasien yang

dilakukan komunikasi terapeutik daripada pasien yang tidak dilakukan

komunikasi terapeutik. Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang dilakukan

oleh perawat pada saat melakukan intervensi keperawatan harus mampu

memberikan khasiat terapi bagi proses penyembuhan pasien (Sharif, 2012). Salah

satu fungsi dari komunikasi terapeutik dalam ketepatan pemberian obat adalah

untuk menghindari pemberian informasi obat yang salah (tidak berimbang, bias,

tidak lengkap) (BPOM, 2015).

Perawat sangat berperan penting dalam pelaksanaan medis di dalam

Rumah sakit, untuk itu dalam bekerja perawat harus teliti dan berhati-hati dalam

menangani dan merawat pasien agar tidak terjadi medical errors. Menurut

Susanti (2013) terdapat faktor yang berkontribusi pada medical errors salah

satunya adalah komunikasi. Kegagalan dalam berkomunikasi merupakan sumber


3

utama terjadinya kesalahan, institusi pelayanan kesehatan harus menghilangkan

hambatan komunikasi antar petugas kesehatan dan membuat SOP informasi

tentang obat. Komunikasi yang baik antara pasien dan perawat perlu dilakukan

dengan jelas untuk menghindari penafsiran ganda atau ketidak lengkapan

informasi dengan berbicara perlahan dan jelas. Kesalahan pemberian obat

merupakan tanggung jawab dari perawat, oleh karena itu komunikasi yang tepat

dan efektif pada pasien sangatlah diperlukan untuk mencegah kesalahan dalam

pemberian obat.

Menurut PerMenKes 917/Menkes/per/x/1993, obat (jadi) adalah sediaan

atau paduan-paduan yang siap digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki

secara fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosa,

pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi.

Obat berperan sangat penting dalam pelayanan kesehatan karena penangan dan

pencegahan berbagai penyakit sehingga obat tidak dapat terlepas dari pasien

(Sanjoyo, 2010).

Pemberian obat pada pasien memerlukan beberapa prinsip dalam ilmu

keperawatan untuk menghindari kesalahan yang mungkin terjadi dalam pemberian

obat. Prinsip yang digunakan dalam ilmu keperawatan adalah prinsip 7 benar,

yaitu benar obat, benar pasien, benar penyimpanan, benar dosis, benar rute, benar

waktu pemberian, dan benar dokumentasi (Karch, 2011). Pemberian obat

memerlukan pengetahuan dan keterampilan khusus dari beberapa profesi, salah

satunya adalah perawat. Perawat dituntut untuk turut bertanggung jawab dalam

pengelolaan obat tersebut. Secara hukum perawat bertanggung jawab jika mereka

memberikan obat yang diresepkan dan dosisnya tidak benar atau obat tersebut
4

merupakan kontraindikasi bagi status kesehatan klien. Cara pemberian obat yang

benar akan memberikan efek dan dampak yang bagus dan efektif kepada proses

penyembuhan penyakit. Pemberian obat yang tepat dan sesuai dengan dosis

adalah salah satu tanggung jawab penting bagi seorang perawat yang dilakukan di

tempat pelayanan kesehatan seperti halnya rumah sakit dan puskesmas (Setiadi,

2010).

Di rumah sakit panti waluya sawahan Malang, terdapat alur pemberian obat

secara sistematis dan teratur mulai dari dokter membrerikan resep, oleh perawat

resep di berikan oleh farmasi dan di lakukan double check setelah itu obat di

berikan kepada perawat, oleh perawat obat yang diterima dari farmasi di cek

kembali sebelum di berikan kepada pasien, obat di letakkan di tempat obat sesuai

dengan suhu ruangan, dan saat memberikan obat perawat harus menerapkan

prinsip 7 benar, sehingga peran perawat di sini sangatlah besar dalam pemberian

obat secara tepat.

Ketepatan pemberian obat perlu ditingkatkan untuk mencegah terjadinya

kesalahan pemberian obat pada pasien. Tujuan dari ketepatan pemberian obat

adalah untuk melindungi pasien dari hal-hal yang merugikan pasien dan

menurunkan angka mortalitas dan morbiditas pada kejadian kesalahan pemberian

obat. Perawat memiliki peran yang penting dalam penerapan prinsip 7 benar

karena perawat merupakan tenaga medis yang paling sering dan paling lama

berinteraksi dengan pasien, serta memiliki tanggung jawab dalam memelihara dan

meningkatkan status kesehatan pasien melalui perubahan perilaku (Mundakir,

2006). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Sthephani, dkk (2015) dengan

judul faktor penghambat pelaksanaan SPO 7 benar dalam pemberian obat di ruang
5

rawat inap Rumah Sakit Panti Nirmala menunjukkan bahwa salah satu faktor

penghambat pelaksanaan SPO 7 benar pemberian obat adalah faktor komunikasi

dan bahasa.

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 15 November

2016 melalui hasil laporan dari tim Sasaran Keselamatan Pasien Rumah Sakit

Panti Waluya Malang mulai bulan Januari sampai November 2016 di dapatkan

162 KPRS (Keselamatan Pasien Rumah Sakit). Sebanyak 63 kasus diakibatkan

karena kesalahan pemberian obat, 32 kasus kesalahan pemberian obat dilakukan

oleh petugas farmasi, sedangkan 31 kasus dilakukan oleh perawat, diantaranya

adalah perawat tidak mencocokan identitas pasien sebanyak 8 kasus, perawat

salah memberikan dosis sebanyak 7 kasus, perawat salah waktu pemberian obat

sebanyak 12 kasus dan perawat salah rute obat sebanyak 4 kasus. Didapatkan

fenomena pada tanggal 11 September 2016: seorang pasien di ruang X yang

mendapatkan obat untuk diminum pagi hari setelah makan. Peneliti melihat

perawat A memberikan obat tanpa memberikan penjelasan kapan obat tersebut

harus di minum oleh pasien, akibatnya pasien tidak meminum obat tersebut

sampai dengan siang hari. Hal ini menyebabkan pengobatan kepada pasien kurang

efektif sehingga mengakibatkan penundaan pemberian terapi selanjutnya. Dari

penelitian yang dilakukan oleh Priscylia, dkk (2014) dan Sthephani, dkk (2015)

menunjukkan bahwa komunikasi terapeutik pada pasien dan penggunaan bahasa

yang benar memiliki hubungan dalam ketepatan pemberian obat pada pasien. Dari

hasil penelitian diatas, studi pendauluan dan fenomena yang terjadi tersebut

membuat peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang hubungan


6

komunikasi terapeutik dengan ketepatan pemberian obat pada pasien di RS Panti

Waluya Sawahan Malang.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah, maka peneliti membuat

perumusan masalah penelitian mengenai “apakah ada hubungan komunikasi

terapeutik pada perawat dengan ketepatan pemberian obat pada pasien rawat inap

di RS Panti Waluya Sawahan Malang?”.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui adakah hubungan

komunikasi terapeutik pada perawat dengan ketepatan pemberian obat pada

pasien.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi komunikasi terapeutik pada perawat di RS Panti

Waluya Sawahan Malang.

2. Mengidentifikasi ketepatan pemberian obat pada pasien di RS Panti

Waluya Sawahan Malang.

3. Menganalisis hubungan komunikasi terapeutik perawat dengan

ketepatan pemberian obat pada pasien di RS Panti Waluya Sawahan

Malang.
7

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Ada beberapa manfaat praktis diantaranya adalah:

1. Institusi pendidikan

Masukan proses pendidikan untuk membentuk pola komunikasi

terapeutik yang dapat diterapkan pada peserta didik sejak dini, dan

peserta didik mendapat pengetahuan tentang pentingnya ketepatan

pemberian obat pada pasien di rumah sakit, sehingga menghasilkan

perawat yang mempunyai dedikasi yang tinggi pada profesi

keperawatan.

2. Pengembangan penelitian keperawatan

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukkan dan

pertimbangan untuk pengembangan penelitian keperawatan selanjutna

berkaitan dengan penerapan komunikasi terapeutik dengan ketepatan

pemberian obat.

1.4.2 Manfaat Praktis

1. Profesi Perawat

Menambah pengetahuan dan wawasan perawat mengenai

komunikasi terapeutik dengan ketepatan pemberian obat di wilayah kerja.

2. Institusi Rumah sakit

Masukan bagi instansi rumah sakit guna meningkatkan pelayanan

kesehatan yang berkaitan dengan komunikasi terapeutik dengan ketepatan

pemberian obat.

3. Bagi peneliti selanjutnya


8

Dasar dan acuan untuk melaksanakan penelitian-penelitian lebih

lanjut khususnya pada peningkatan komunikasi terapeutik terhadap

ketepatan pemberian obat.

Anda mungkin juga menyukai