Anda di halaman 1dari 27

USULAN PENELITIAN

HUBUNGAN KEPATUHAN PERAWAT DENGAN PEMBERIAN


OBAT INTRAVENA SESUAI SOP BERDASARKAN
PRINSIP ENAM BENAR DI IGD

OLEH :
I MADE ARIANA

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH


MANADO

2018

i
DAFTAR ISI

i
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah

Gawat darurat adalah sebuah kondisi saat pasien memerlukan tindakan


medis segera guna menyelamatkan nyawa ataupun mencegah kecacatan
permanen yang lebih lanjut. Instalasi Gawat Darurat (IGD) merupakan salah satu
bagian di rumah sakit yang menyediakan penanganan pertama bagi pasien yang
mengalami sakit dan cedera, yang dapat mengancam kelangsungan hidupnya.
Secara garis besar setiap IGD harus memiliki perawat dengan sertifikat pelatihan
kegawat daruratan. (Glory Ananta Solagracia, 2017)

Perawat memiliki tanggung jawab untuk memastikan dan memberikan obat


dengan benar. Selain berperan memberikan obat kepada pasien, perawat dituntut
untuk menentukan apakah seorang pasien harus mendapat obat pada waktunya
dan mengkaji kembali kemampuan pasien menggunakan obat secara mandiri dan
perawat menggunakan proses keperawatan untuk mengintegrasi terapi obat dalam
perawatan pasien, agar tidak terjadi kesalahan pemberian obat yang dapat
membahayakkan keselamatan pasien. (Redha Pranasari, 2016).

Keselamatan pasien menurut International Patient Safety Goals (IPSG) yang


dikeluarkan oleh WHO mempunyai enam indikator dimana salah satunya adalah
peningkatan kewas padaan dalam pemberian obat. Hal ini menunjukkan bahwa
kesalahan pemberian obat (medication error) harus dicegah atau diminimalkan.
Akan tetapi, kesalahan dalam pemberian obat masih saja terjadi di pusat
pelayanan kesehatan baik di dalam maupun di luar negeri. (Glory Ananta
Solagracia, 2017)

Menurut data Joint Commission International (JCI) & Wolrd Health


Organitation (WHO) melaporkan beberapa negara terdapat 70% kejadian
kesalahan pengobatan. WHO menyebutkan pemberian injeksi yang tidak aman
yaitu pemberian injeksi tanpa alat yang steril, berkontribusi 40% di seluruh dunia,
diprediksikan 1,5 juta kematian di USA setiap tahun disebabkan pemberian

1
injeksi yang tidak aman atau insiden keselamatan pasien (IKP). (Fatma Siti
Fatimah, 2014)

Menurut Institute of Medicine (IOM) setiap tahun di Amerika Serikat,


sekitar 48000-100000 pasien meninggal akibat kesalahan pemberian obat.
Sementara di Indonesia, laporan Peta Nasional Insiden Keselamatan Pasien
Rumah Sakit menunjukkan bahwa kesalahan dalam pemberian obat menduduki
peringkat pertama (24,8%) dari 10 besar insiden yang dilaporkan. (Glory Ananta
Solagracia, 2017)

Kesalahan pemberian obat kepada pasien di sebabkan karena obat yang


diberikan kepada pasien memiliki jenis yang berbeda, sehingga beresiko pada
kekeliruan pengobatan, sedangkan jumlah pasien cukup banyak dalam satu kali
perawatan dengan jenis obat yang berbeda dari masing-masing pasien. Perbedaan
jenis obat tersebut memiliki resiko kesalahan pengobatan yang menimbulkan
dampak negatif kepada pasien. Dampak negatif terkait kesalahan pemberian obat
sangat membahayakan bagi keselamatan pasien (Kemenkes, 2011).

Penyebab lain akibat kesalahan pemberian obat karena kurang sesuainya


tindakan yang dilakukan perawat dengan Standar Operasional Prosedur (SOP)
dengan prinsip enam benar (six rights). Pemberian obat dengan prinsip enam
benar meliputi tepat pasien (right client), tepat obat (right drug), tepat dosis (right
dose), tepat waktu (right time), tepat rute (right route), dan tepat dokumentasi
(right documentation) yang berlaku dirumah sakit, sehingga memiliki potensi
peningkatan kejadian terkait kesalahan pengobatan dari tahun ke tahun. Kejadian
tersebut dapat memperburuk kondisi pasien hingga terjadinya kematian.
Berdasarkan beberapa studi dalam laporan IOM (International Organization for
Migration) diketahui bahwa, kesalahan pemberian obat dengan konsekuensi serius
paling sering terjadi di Instalasi Gawat Darurat (IGD), Intensive Care Unit (ICU),
dan ruang operasi. (Redha Pranasari, 2016).

Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh Febri Adhi


Hilmawan (2014) di RSUD Ungaran dengan judul Hubungan Antara Penerapan
Standart Operational Procedure (SOP) Pemberian Obat Prinsip Enam Benar

2
Dengan Tingkat Kepuasan Pasien mendapatkan hasil penelitian menggunakan uji
analisis Chi Square menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara penerapan
(SOP) pemberian obat prinsip enam benar terhadap tingkat kepuasan pasien
(p=0,000). Dari hasil analisis didapatkan nilai Odds Ratio (OR) sebesar 59,160.
Rekomendasi hasil penelitian ini adalah agar perawat selalu menerapkan SOP
dengan benar untuk meningkatkan kepuasan pasien. (Febri Adhi Hilmawan, 2014)

Upaya lain untuk mencegah dan mengevaluasi kesalahan yang sering terjadi
terkait pengobatan yaitu dengan mengobservasi kemampuan perawat saat
pemberian obat berdasarkan SOP rumah sakit. Tindakan ini dapat memberikan
hasil terkait prosedur pemberian obat yang paling sering dilakukan atau adanya
kemungkinan bagian dari prosedur tersebut yang sering diabaikan saat pemberian
obat dan memiliki potensi dalam memperlambat proses penyembuhan pasien,
resiko kegawatan bagi pasien, dan kejadian-kejadian yang tidak diharapkan
selama proses pengobatan. (Redha Pranasari, 2016).

Berdasrkan latar belakang yang sudah diuraikan, maka penulis tertarik untuk
melakukan penelitian “Hubungan Kepatuhan Perawat Dengan Pemberian Obat
Intravena Sesuai SOP Berdasarkan Prinsip Enam Benar Di IGD”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka di rumuskan masalah adalah:
“Apakah ada hubungan kepatuhan perawat dengan pemberian obat intravena
sesuai SOP berdasarkan prinsip enam benar di IGD?”.

C. Tujuan Penelitian
1. Umum
Untuk mengetahui hubungan kepatuhan perawat dengan pemberian obat
intravena sesuai SOP berdasarkan prinsip enam benar di IGD.
2. Khusus
a. Untuk mengetahui kepatuhan perawat berdasarkan prinsip enam benar
di IGD
b. Untuk mengetahui pemberian obat intravena sesuai SOP berdasarkan

3
prinsip enam benar di IGD
c. Untuk menganalisis hubungan kepatuhan perawat dengan pemberian
obat intravena sesuai SOP berdasarkan prinsip enam benar di IGD.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Institusi
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan bacaan dan referensi guna
meningkatkan mutu pendidikan terutama pada pengetahuan peran perawat
dalam melakukan penanganan kegawat daruratan kasus asma pada anak di
instalasi gawat darurat .
2. Bagi Peneliti lain
Sebagai bahan acuan bagi peneliti lain dalam mengembangkan variabel
yang berhubungan dengan peran perawat tentang penanganan asma pada
anak di IGD, di bangsal maupun di komunitas.
3. Bagi Peneliti
Untuk menambah pengetahuan peneliti tentang peran perawat tentang
penanganan asma pada anak.
4. Bagi Puskesmas
Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pelayanan kepada
masyarakat, khususnya peran perawat dalam penanganan asma pada anak.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kepatuhan Perawat

1. Pengertian perawat
Dalam Undang-Undang Nomer 36 Tahun 2014 tentang keperawatan
dijelaskan bahwa definisi keperawatan adalah kegiatan memberi asuhan
kepada individu, keluarga, kelompok baik dalam keadaan sakit maupun
sehat. Sedangkan definisi perawat adalah seseorang yang telah lulus
pendidikan tinggi keperawatan, baik didalam maupun luar negri yang diakui
pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pelayanan keperawatan merupakan suatu bentuk pelayanan profesional yang
merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan pada
ilmu dan kiat keperawatan kepada individu, kelompok, atau masyarakat
dalam keadaan sehat maupun sakit.
Sebagai sebuah profesi yang melaksanakan asuhan dan praktik
keperawatan, seorang perawat dengan kualifikasi diwajibkan memiliki suatu
tanda registrasi (STR) sebagai bukti tertulis dan pencatatan resmi yabg
dikeluarkan majelis tenaga kesehatan Indonesia (MTKI). Untuk
memperoleh STR, seorang calon perawat professional harus memiliki dua
jenis sertifikat terlebih dahulu, yaitu sertifikat kompetensi dan sertifikat
profesi yang diperoleh lulusan pendidikan profesi keperawatan sebagai surat
tanda pengakuan untuk melakukan praktik keperawatan.
Jenis perawat berdasarkan Undang-Undang Nomer 36 Tahun 2014
tentang keperawatan terdiri dari :
a. Perawat vokasi : lulusan minimal D3 keperawatan
b. Perawat profesi : lulusan S1 keperawatan
c. Perawat profesi terdiri dari Ners dan Ners Spesialis
2. Peran perawat secara umum
a. Care provider (pemberi asuhan) yaitu dalam memberi pelayanan
berupa asuhan keperawatan perawat dituntut menerapkan
keterampilan berpikir kritis dan pendekatan system untuk
menyelesaikan masalah serta pembuatan keputusan keperawatan
5
dalam konteks pemberian asuhan keperawatan komperhensif dan
holistik berlandaskan aspek etik dan legal.
b. Manager dan community leader (pemimpin komunitas) yaitu dalam
menjalankan peran sebagai perawat dalam suatu komunitas atau
kelompok masyarakat, perawat terkadang dapat menjalankan peran
kepemimpinan, baik komunitas profesi maupun komunitas social dan
juga dapat menerapkan kepemimpinan dan managemen keperawatan
dalam asuhan klien.
c. Educator yaitu dalam menjalankan perannya sebagai perawat klinis,
perawat komunitas, maupun individu, perawat harus mampu berperan
sebagai pendidik klien dan keluarga yang menjadi tanggung
jawabnya.
d. Advocate (pembela) yaitu dalam menjalankan perannya perawat
diharapkan dapat mengadvokasi atau memberikan pembelaan dan
perlindungan kepada pasien komunitas sesuai dengan pengetahuan
dan kewenangannya.
e. Researcher yaitu dengan berbagai kompetensi dan kemampuan
intelektualnya perawat diharapkan juga mampu melakukan penelitian
sederhana dibidang keperawatan dengan cara menumbuhkan ide atau
rasa ingin tahu serta mencari jawaban terhadap fenomena yang terjadi
pada klien di komunitas maupun klinis. Dengan harapan dapat
menerapkan hasil kajian dalam rangka membantu mewujudkan
Evidence Based Nursing Practic (EBNP)
3. Kepatuhan perawat
Patuh adalah sikap positif individu yang ditunjukkan dengan adanya
perubahan secara berarti sesuai dengan tujuan yang ditetapkan. Ketidak
patuhan merupakan suatu kondisi pada individu atau kelompok yang
sebenarnya mau melakukannya, tetapi dapat dicegah untuk melakukannya
oleh faktor-faktor yang menghalangi ketaatan terhadap anjuran.

Kepatuhan adalah suatu prilaku manusia yang taat terhadap aturan,


perintah, prosedur dan disiplin. Kepatuhan didefenisikan sebagai kesetiaaan,
ketaatan atau loyalitas. Kepatuhan yang dimaksud disini adalah ketaatan
6
dalam pelaksanaan prosedur tetap yang telah dibuat dan merupakan tingkat
seseorang melaksanakan suatu cara atau berperilaku sesuai dengan apa yang
disarankan atau dibebankan kepadanya. Kepatuhan adalah istilah yang
dipakai untuk menjelaskan ketaatan atau pasrah pada tujuan yang telah
ditentukan.

Kepatuhan perawat adalah perilaku perawat terhadap suatu anjuran,


prosedur atau peraturan yang harus dilakukan atau ditaati. Tingkat
kepatuhan adalah besar kecilnya penyimpangan pelaksanaan pelayanan
dibandingkan dengan standar pelayanan yang ditetapkan anjuran. (khairiah,
2012)

B. Pemberian Obat Intravena

1. Pengertian obat
Obat adalah zat yang diberikan untuk keperluan diagnosis, terapi,
penyembuhan, penurunan, dan pencegahan penyakit. Petunjuk tertulis
mengenai sediaan obat dan cara pemberian obat dinamakan resep.
Biasanya satu obat memiliki tiga atau empat jenis nama, yaitu :
a. Nama kimia: nama yang menjelaskan unsur pokok obat secara tepat.
b. Nama generik: nama yang diberikan sebelum obat tersebut menjadi
resmi atau mendapat izin dan dilindungi hukum.
c. Nama resmi: nama ketika obat tersebut didaftarkan dalam salah satu
publikasi resmi.
d. Nama dagang (merek dagang): nama yang diberikan oleh perusahaan
obat untuk memasarkan obat.(Lyndon saputra, 2013)
2. Prosedur pemberian obat
Pada prisipnya obat merupakan racun bagi tubuh apabila diberikan
tidak sesuai prosedur yang tepat. Akan tetapi apabila di berikan sesuai
dengan prosedur, obat dapat menyembuhkan pasien. Dalam hal ini perawat
adalah mata rantai terakhir dalam proses pemberian obat kepada pasien.
Perawat yang bertanggung jawab bahwa obat itu diberikan dan memastikan
bahwa obat itu bernar diminum. Bila obat yang diberikan kepada pasien, hal
itu harus menjadi bagian integral dari rencana keperawatan. Perawat yang
7
paling tahu tentang kebutuhan dan respon pasien terhadap pengobatan.
Misalnya, pasien yang sukar menelan, muntah atau tidak dapat minum obat
tertentu (dalam bentuk kapsul). Faktor gangguan visual, pendengaran,
intelektual atau motorik, yang mungkin menyebabkan pasien sukar minum
obat, harus di pertimbangkan. (Sujono riyadi, 2016)

3. Melakuka Injeksi Intravena


Jalur vena dipakai khususnya untuk tujuan agar obat yang diberikan
dapat bereaksi dengan cepat, misalnya pada situasi gawat darurat, obat
dimasukan ke dalam vena sehingga obat langsung masuk system sirkulasi
yang dapat menyebabkan obat bereaksi lebih cepat dibandingkan dengan
cara enteral atau parenteral yang memerlukan waktu absorpsi.

Metode pemberian obat intravena dapat dilakukan dengan cara:

a. Bolus intravena/ I.V. dorong


Bolus I.V. digunakan pada situasi darurat, diberikan kepada pasien
ketika dibutuhkan respons yang cepat. Bolus I.V. adalah metode yang
paling berbahaya dalam pemberian obat karena tidak ada waktu untuk
mengoreksi kesalahan. Kecepatan pemberian obat yang standar ialah 1
mL / menit jika tidak ada kecepatan pemberian tertentu yang
dianjurkan.
1) Pada pasien yang tidak terpasang infus: diinjeksi langsung pada
vena.
2) Pada pasien yang terpasang infus: melalui karet pada selang
infus .
b. Infus volume besar
1) Di drif dalam infus (500 mL atau 1000 mL)
2) Pada kolf botol infus harus ditulis label obat yang diberikan drif
atau label obat ditempel pada botol / kolf infus.
Karena obat yang tersedia tidak kental, resiko efek samping atau
reaksi fatal berkurang.

c. Infus volume terkontrol

8
1) Di drif dalam infus (50 mL atau 100 mL).
2) Cairan berada dalam sebuah wadah cairan sekunder yang
terpisah dari kantong cairan I.V. utama.
4. Prosedur melakukan injeksi intravena
a. Persiapan alat :
1) Spuit dan jarum steril
2) Kapas alcohol 70%
3) Obat-obat injeksi
4) Perlak
5) Pengikat pembendung/ tourniquet
6) piala ginjal
7) plester kalau perlu
8) kartu obat : periksa status untuk memastikan jenis obat, dosis
dan rute pemberian.
b. Persiapan pasien :
1) Mengidentifikasi pasien
2) Mengkaji riwayat alergi
3) Memberitahu tentang tindakan yang akan dilakukan
4) Menyiapkan lingkungan
5) Mengobservasi reaksi pasien
c. Langkah-langkah :
1) Mencuci tangan
2) Menyiapkan dosis : jika IV langsung, ganti jarum berukuran
kecil 21 G (pada spuit 3 mL)
3) Menentukan lokasi
4) Meletakan perlak kecil di bawah lengan yang akan dilakukan
punksi
5) Melakukan pembendungan pada I.V. langsung. Melakukan
klemp infus bila via infus
6) Menghapus hama lokasi tusukan
7) Memasukan jarum injeksi dengan sudut 15° - 30°

9
8) Melakukan aspirasi : bila darah tidak ada yang keluar, maka
obat tidak boleh diberika dulu.
Ketidakmampuan mendapatkan darah tersebut memberikan kesan
bahwa jarum atau kateter berada dalam jaringan atau mengenai
dinding vena. Obat tidak pernah boleh diberikan jika tempat injeksi
tampak bengkak atau edema atau cairan I.V. tidak dapat mengalir
pada kecepatan yang sesuai.
1) Pembendungan dilepas
2) Memasukan obat perlahan-lahan
3) Mencabut jarum
4) Menekan bekas tempat tusukan jarum dengan kapas alkohol
kalau perlu diplester
5) Membereskan alat-alat
6) Mencuci tangan
7) Mengobservasi reaksi obat
d. Sikap :
1) Teliti
2) Hati-hati
3) Tidak ragu-ragu. (pelapina heriana, 2014)
C. Medication Error

1. Pengertian
Medication error (ME) atau kesalahan pemberian obat menurut
National Coordinating Council (NCC) yaitu setiap kejadian yang dapat
dihindari yang menyebabkan atau berakibat pada pelayanan obat yang tidak
tepat atau membahayakan pasien sementara obat berada dalam pengawasan
tenaga kesehatan atau pasien. Medication error dapat terjadi dimana saja
dalam rantai pelayanan obat kepada pasien mulai dari produksi dalam
peresepan, pembacaan resep, peracikan, penyerahan, dan monitoring pasien.
Di dalam setiap mata rantai ada beberapa tindakan, sebab tindakan
mempunyai potensi sebagai sumber kesalahan. Setiap tenaga kesehatan
dalam mata rantai ini dapat memberikan kontribusi terhadap kesalahan.

10
2. Peran perawat dalam pemberian obat
Pada proses pengobatan terdapat tahap pemberian obat, yaitu
administration, prescribing, documenting, dispensing, dan monitoring.
Tahap prescribing (peresepan) merupakan tahap pengobatan yang dilakukan
oleh dokter. Tahap dispensing (penyedia) merupakan tahapan yang
dilakukan oleh apoteker karena merekalah yang menyediakan obat untuk
diberikan ke bangsal maupun ke pasien. Tahap administration,
documenting, dan monitoring merupakan tahapan yang dilakukan oleh
perawat. Tahap administrasi merupakan tahap pemberian obat dimana
perawat memiliki tanggung jawab untuk memberikan obat yang aman bagi
pasien. Saat perawat memberikan obat, perawat harus memperhatikan
prinsip benar dalam pemberian obat. Perawat harus terampil dan tepat saat
memberikan obat, tidak sekedar memberikan obat untuk diminum (oral)
atau injeksi obat melalui pembuluh darah (parenteral), namun juga
mengobservasi respon pasien terhadap pemberian obat tersebut. Indikasi
obat, manfaat obat, maupun efek samping perlu diketahui oleh perawat.
Perawat berusaha membantu klien dalam membangun pengertian yang
benar dan jelas tentang pengobatan, mengkonsultasikan setiap obat yang
dipesankan dan turut serta bertanggung jawab dalam pengambilan
keputusan tentang pengobatan bersama dengan tenaga kesehatan lain.
Perawat dalam memberikan obat juga harus memperhatikan resep obat yang
diberikan harus tepat serta dosisnya juga tepat. Perawat perlu memberikan
obat tepat waktu, cara pemberian atau rute yang tepat, dan memberikan obat
pada pasien yang tepat. Saat memberikan obat perawat juga perlu
memperhatikan keamanan perawat itu sendiri seperti mencuci tangan
sebelum dan sesudah memberikan obat. Pada tahap dokumentasi perawat
harus mencatat nama, umur, dan alamat pasien serta dosis dan waktu
pemberian obat pada pasien. Pada tahap monitoring perawat melakukan
pengecekan kondisi pasien setelah diberi obat. . (Glory Ananta Solagracia,
2017)

D. Standar Operasional Prosedur (SOP)

11
1. Pengertian SOP
Suatu standar / pedoman tertulis yang dipergunakan untuk mendorong
dan menggerakkan suatu kelompok untuk mencapai tujuan organisasi.
Standar operasional prosedur merupakan tatacara atau tahapan yang
dibakukan dan yang harus dilalui untuk menyelesaikan suatu proses
kerja tertentu.
2. Tujuan SOP
a. Petugas atau pegawai menjaga konsistensi dan tingkat kinerja
petugas atau pegawai atau tim dalam organisasi atau unit kerja.
b. Mengetahui dengan jelas peran dan fungsi tiap-tiap posisi dalam
organisasi.
c. Memperjelas alur tugas, wewenang dan tanggung jawab dari
petugas/pegawai terkait.
d. Melindungi organisasi atau unit kerja dan petugas atau pegawai
dari malpraktek atau kesalahan administrasi lainnya.
e. Melindungi organisasi atau unit kerja dan petugas atau pegawai
dari malpraktek atau kesalahan administrasi lainnya.
f. Untuk menghindari kegagalan atau kesalahan, keraguan, duplikasi
dan inefisiensi.
3. Fungsi SOP

a. Memperlancar tugas petugas/pegawai atau tim/unit kerja.


b. Sebagai dasar hukum bila terjadi penyimpangan.
c. Mengetahui dengan jelas hambatan-hambatannya dan mudah
dilacak.
d. Mengarahkan petugas/pegawai untuk sama-sama disiplin dalam
bekerja.
4. Kapan SOP diperlukan
a. SOP harus sudah ada sebelum suatu pekerjaan dilakukan.
b. SOP digunakan untuk menilai apakah pekerjaan tersebut sudah
dilakukan dengan baik atau tidak.
c. Uji SOP sebelum dijalankan, lakukan revisi jika ada perubahan

12
langkah kerja yang dapat mempengaruhi lingkungan kerja.
5. Keuntungan adanya SOP
a. SOP yang baik akan menjadi pedoman bagi pelaksana, menjadi
alat komunikasi dan pengawasan dan menjadikan pekerjaan
diselesaikan secara konsisten.
b. Para pegawai akan lebih memiliki percaya diri dalam bekerja dan
tahu apa yang harus dicapai dalam setiap pekerjaan.
c. SOP juga bisa dipergunakan sebagai salah satu alat trainning dan
bisa digunakan untuk mengukur kinerja pegawai. (nurma irawati,
2014)
E. Prinsip Enam Benar Dalam Pemberian Obat

Joint Commission International (JCI) menjelaskan konsep keselamatan


pasien dilaksanakan untuk tercapainya enam komponen antara lain: ketepatan
identifikasi pasien, peningkatan komunikasi yang efektif, peningkatan keamanan
obat yang perlu diwaspadai, kepastian tepat lokasi, tepat prosedur, tepat pasien
operasi, pencegahan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan, dan pencegahan
risiko pasien jatuh. Keenam komponen tersebut merupakan area kerja profesi
perawat. Komponen yang penting dalam keselamatan pasien yaitu peningkatan
keamanan obat. (Glory Ananta Solagracia, 2017)
Peningkatan keamanan obat dicapai dengan melakukan prinsip enam benar yaitu :

1. Benar pasien
Sebelum obat diberikan, identitas pasien harus diperiksa (papan
identitas ditempat tidur, gelang identitas) atau ditanyakan langsung kepada
pasien atau keluarganya. Jika pasien tidak sanggup berespon secara verbal,
respon non verbal dapat dipakai, misalnya pasien mengangguk. Jika pasien
tidak sanggup mengidentifikasi diri akibat gangguan mental atau kesadaran,
harus dicari cara mengidentifikasi yang lain seperti menanyakan langsung
kepada keluarga. Bayi harus selalu diidentifikasi dari gelang identitasnya.

2. Benar obat
Obat memiliki nama dagang dan nama generik. Setiap obat dengan
nama dagang yang kita asing (baru kita dengar namanya) harus diperiksa
13
nama generiknya, bila perlu hubungi apoteker untuk menanyakan nama
generiknya atau kandungan obat. Sebelum memberikan obat kepada pasien,
lebel pada botol atau kemasannya harus diperiksa tiga kali. Pertama saat
membaca permintaan obat dan botolnya di ambil dari rak obat, kedua lebel
botol dibandingkan dengan obat yang diminta, ketiga saat dikembalikan ke
rak obat. Jika lebelnya tidak terbaca isinya tidak boleh di pakai dan harus
dikembalikan ke bagian farmasi. Jika pasien meragukan obatnya, perawat
harus memeriksanya lagi. Saat memberi obat perawat harus ingat untuk apa
obat itu diberikan. Ini membantu mengingat nama obat dan kerjanya.

3. Benar dosis
Sebelum memberi obat, perawat harus memeriksa dosisnya. Jika ragu,
perawat harus berkonsultasi dengan dokter yang menulis resep atau apoteker
sebelum dilanjutkan ke pasien. Jika pasien meragukan dosisnya perawat
harus memeriksanya lagi. Ada beberapa obat baik ampul maupun tablet
memiliki doses yang berbeda tiap ampul atau tabletnya. Misalnya
ondansentron 1 amp, dosisnya berapa ? ini penting !! kenapa 1 amp
ondansentron dosisnya ada 4 mg, ada juga 8 mg. ada antibiotik 1 vial
dosisnya 1gr, ada juga 1 vial 500 mg, jadi perawat harus tetap hati-hati dan
teliti.

4. Benar cara/rute
Obat dapat diberikan melalui sejumlah rute yang berbeda. Factor yang
menentukan pemberian rute terbaik ditentukan oleh keadaan umum pasien,
kecepatan respon yang diinginkan, sifat kimiawi dan fisik obat, serta tempat
kerja yang diinginkan. Obat dapat diberikan peroral, sublingual, parenteral,
topikal, rektal, inhalasi.

a. Oral, adalah rute pemberian yang paling umum dan paling banyak
dipakai, karena ekonomis, paling nyaman dan aman. Obat dapat juga
diabsorpsi melalui rongga mulut (sublingual atau bukal) seperti tablet
ISDN.

14
b. Parenteral, kata ini berasal dari bahasa yunani, para berarti disamping,
enteron berarti usus, jadi parenteral berarti diluar usus, atau tidak
melalui saluran cerna, yaitu melalui vena (preset/perinfus).
c. Topical, yaitu pemberian obat melalui kulit atau membrane mukosa
misalnya salep, losion, krim, spray, tetes mata.
d. Rektal, obat dapat diberikan memlalui rute rektal berupa enema atau
supositoria yang akan mencair pada suhu badan. Pemberian rektal
dilakukan untuk memperoleh efek lokal seperti konstipasi (dulkolax
sup), hemoroid (anausol), pasien yang tidak sadar/kejang (stesolid
sup). Pemberian obat perektal memiliki efek yang lebih cepat
dibandingkan pemberian obat dalam bentuk oral, namun sayangnya
tidak semua obat disediakan dalam bentuk supositorial.
e. Inhalasi, yaitu pemberian obat melalui saluran pernapasan. Saluran
napas memiliki epitel untuk absorpsi yang sangat luas, dengan
demikian berguna untuk pemberian obat secara local pada salurannya,
misalnya salbotamol (ventolin), combivent, berotek untuk asma, atau
dalam keadaan darurat misalnya terapi oksigen.
5. Benar waktu
Waktu pemberian obat sangat penting, khusunya bagi obat yang
efektivitasnya tergantung untuk mencapai atau mempertahankan kadar
darah yang memadai. Jika harus obat harus diminum sebelum makan, untuk
memperoleh kadar yang diperlukan, harus diberikan satu jam sebelum
makan. Ingat dalam pemberian antibiotic yang tidak boleh diberikan
bersama susu karena susu dapat mengikat sebagian obat itu sebelum dapat
diserap. Ada obat yang harus diminum setelah makan utuk menghindari
iritasi yang berlebihan pada lambung misalnya asam mefenamat.

6. Benar dokumentasi
Setelah obat itu diberikan, harus didokumentasikan, dosis, rute, waktu,
dan oleh siapa obat itu diberikan. Bila pasien menolak meminum obatnya,
atau obat itu tidak dapat diminum, harus dicatat alasanya dan dilaporkan.
(Sujono riyadi, 2016)

15
16
BAB III
KERANGKA KONSEP

A. Kerangka Konsep Penelitian

Kerangka konsep atau kerangka pemikiran merupakan penjelasan


sementara terhadap gejala yang menjadi objek permasalahan. Kerangka konsep
berupa uraian kalimat, diagram atau permasalahan-permasalahan yang langsung
berkaitan dengan bidang ilmu yang diteliti.

Variabel Independen Variabel Dependen

Pemberian obat intravena


Kepatuahn sesuai sop berdasarkan
perawat prinsip enam benar di igd

17
B. DEFINISI OPRASIONAL

Tabel 1 Definisi Oprasional

PENGERTIAN VARIABEL PARAMETER ALAT HASIL UKUR SKALA


UKUR
Peran perawat merupakan 1. Sebagai _ _ Rasio
tingkah laku yang diharapkan pemberi

oleh orang lain terhadap asuhan


keperawatan
seseorang sesuai dengan
2. Sebagai
kedudukan dalam sistem, di
advokat klien
mana dapat dipengaruhi oleh
3. Sebagai
keadaan sosial baik dari profesi
educator
perawat maupun dari luar 4. Sebagai
profesi keperawatan yang coordinator
bersifat konstan (Murphy, 5. Sebagai
2013). konsultan
6. Sebagai
pembantu
Asma adalah kondisi jangka 1. Pengertian _ _ Rasio
panjang yang mempengaruhi asma
nafas- saluran kecil yang 2. Jenis asma
mengalirkan udara masuk dan 3. Gejala asma
keluar dan keluar dari paru- 4. Bahaya
paru. asma
5. Larangan
penderita
asma

18
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan pendekatan


cross sectional. Penelitian kuantitatif adalah suatu proses menemukan
pengetahuan yang menggunakan data berupa angka sebagai alat menganalisis
keterangan mengenai apa yang ingin diketahui.
B. Tempat Dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di instalasi gawat darurat (IGD).
2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian ini dihitung dari pembuatan proposal sampai laporan
dan publukasi.
C. Populasi Dan Sampel

1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian yang akan diteliti
(Setiadi, 2014). Peran perawat sangat dominan dalam melakukan
penanganan kasus asma pada anak. Ketepatan penanganan asma pada anak
adalah bentuk dari terapi yang dilakukan oleh perawat dalam menangani
kasus gawat darurat.
2. Sampel
Sampel adalah sebagian dari keseluruhan objek yang diteliti dan
dianggap mewakili seluruh populasi (Setiadi, 2014). Sampel yang diambil
pada partisipan sesuai kriteria inklusi dan ekslusi :
a. Kriteria inklusi
1) Perawat yang bekerja di IGD.
2) Bersedia menjadi informan.
3) Mampu berkomunikasi dengan baik.
4) Pendidikan minimal Diploma III.
5) Pernah mengikuti pelatihan gawat darurat.

19
b. Kriteria ekslusi
1) Yang tidak berada di IGD
2) Tidak bersedia menjadi responden penelitian
D. Instrumen Dan Prosedur Pengumpilan Data

1. Instrumen
Dalam penelitian ini menggunakan dua instrumen penelitian yaitu :
a. Instrumen Inti Penelitian
Inti dari penelitian peran perawat tentang penanganan asma pada
anak di IGD. Pada penelitian kuantitatif yang menjadi alat atau
penelitian adalah peneliti itu sendiri (Sugiyono, 2013).
b. Instrumen Penunjang Penelitian
Supaya hasil wawancara dapat terekam dengan baik, dan peneliti
memiliki bukti telah melakukan wawancara kepada informan atau
sumber data, maka dalam penelitian ini peneliti menggunakan alat
penunjang penelitian sebagai berikut :
3) Lembar Informed Consent berfungsi sebagai bukti persetujuan
dari informan dalam penelitian yang akan dilakukan oleh
peneliti.
4) Voice recorder berfungsi untuk merekam suara semua
percakapan atau pembicaraan yang dilakukan peneliti dan
informan. Penggunaan voice recorder dalam wawancara,
informan diberitahu boleh atau tidaknya.
5) Lembar alat pengumpul data mengenai nama, usia, alamat, dan
lama kerja
6) Lembar pedoman wawancara dan pertanyaan berfungsi untuk
pedoman dalam melakukan wawancara penelitian.
7) Alat tulis berfungsi untuk menulis dan menacatat segala sesuatu
yang penting dalam penelitian.
8) Lembar catatan lapangan berfungsi untuk catatan peneliti dalam
penelitian yang telah dilakukan.

20
2. Pengumpulan Data
a. Data
Data yang dihasilkan dari penelitian ini berupa data verbal atau
transkip verbatim yang didapatkan dari hasil wawancara mendalam
dengan tehnik wawancara semistruktur kepada perawat yang pernah
menangani kasus asma pada anak di IGD. Prosedur pengumpulan data
1) Tahap persiapan
Pengumpulan data dimulai setelah peneliti menyelesaikan ujian
proposal dan diperbolehkan melakukan pengambilan data di
lapangan.
1) Tahap pelaksanaan
Pada tahap pelaksanaan peneliti menyiapakan instrumen inti dan
penunjang. Instumen ini disiapkan dengan melatih ketrampilan
wawancara kepada perawat yang bukan menjadi partisipan,
kemudian peneliti melakukan pengembangan diri terhadap
proses wawancara. Instrumen penunjang yang disiapkan
meliputi buku, catatan, bolpoint, pedoman pertanyaan dan
kamera untuk mendokumentasikan gambar pada saat
wawancara. Alat perekam yang sudah di pastikan dapat
digunakan kembali diperiksa dengan baik. Lembar obseravasi,
buku catatan dan bolpoint disiapkan dengan baik kemudian
peneliti bertemu dengan partisipan.
2) Tahap terminasi
Tahap terminasi adalah tahap akhir dari pengumpulan data yang
dilakukan terminasi dengan melakukan validasi terhadap data
yang telah ditemukan kepada informan. Setelah dilakukan
pengambilan data wawancara selanjutnya dilakukan observasi
guna menyajikan gambaran realistis perilaku atau kejadian, dan
untuk memvalidasi hasil wawancara dengan hasil observasi
apakah sama dan memberikan umpan balik terhadap
pengambilan data yang telah dilakukan.

21
E. Analisa Data

Analisa data merupakan proses pengumpulan data, mengajukan pertanyaan-


pertanyaan dari peneliti dan menulis catatan singkat sepanjang penelitian
(Creswell, 2013). Teknik analisa yang tepat yang dapat digunakan pada penelitian
ini adalah dengan menggunakan metode collaizi (Creswell, 2013). Berikut ini
langkah-langkah analisa adalah sebagai berikut :
1. Membuat deskripsi informan tentang fenomena dari informan dalam bentuk
narasi yang bersumber dari wawancara
2. Membaca kembali secara keselruhan deskripsi informasi dari informan
untuk memperoleh perasaan yang sama seperti pengalaman informan.
Peneliti melakukan 3-4 kali membaca transkip untuk merasakan hal yang
sama seperti informan
3. Mengidentifikasi kata kunci melalui penyairingan pernyataan informan
signifikan dengan fenomena yang diteliti. Pernyataan- pernyataan yang
merupakan dan mengandung makna yang sama atau mirip maka pernyataan
ini diabaikan.
4. Memformulasikan arti dari kata kunci dengan cara mengelompokkan kata
kunci yang sesuai pernyataan peneliti, selanjutnya mengelompokkan lagi
kata kunci yang sejenis. Peneliti sangat berhati-hati agar tidak membuat
penyimpangan dari pernyataan informan dengan merujuk kembali pada
pernyataan yang signifikan. Cara yang peru dilakukan adalah menelaah
kalimat satu dengan yang lain.
5. Mengorganisasikan arti-arti yang telah teridentifikasi dalam beberapa
kelompok tema. Setelah tema-tema terorganisir, peneliti menvalidasi
kembali kelompok tema tersebut.
6. Mengintegrasikan semua hasilpenelitian ke dalam suatu narasi yang menarik
dan mendalam sesuai dengan topik penelitian.
7. Mengembalikan semua hasil penelitian pada masing-masing informan lalu
diikutsertakan pada diskripsi hasil penelitian.

22
F. Etika Penelitian

1. Informed consent (lembar persetujuan)


Merupakan cara persetujuan antara peneliti dengan informan dengan
memberikan lembar persetujuan menjadi informan. Tujuannya agar
informan mengetahui maksud dan tujuan peneliti serta dampak yang diteliti
selama pengumpulan data. Jika informan setuju, maka diminta untuk
menandatangani lembar persetujuan.
2. Anonimity (tanpa nama)
Merupakan masalah etika dengan tidak memberikan nama informan pada
alat bantu penelitian, cukup dengan kode yang hanya dimengerti oleh
peneliti.
3. Confidentially (kerahasiaan)
Masalah ini merupakan masalah etika dengan memberikan jaminan
kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah- masalah
lainya. Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaanya
oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada riset
(Setiadi, 2014).

23
DAFTAR PUSTAKA

Asmadi. (2014). Konsep Dasar Keperawatan. buku kedokteran Jakarta: EGC


Cresswell,J.W. (2013). Qualitative researche. 3th ed. Thousand Oaks:Sage Publications.
Craven. (2013). Fundamental of Nursing: Human Health and Function. 3rd Edition.
United Stated: Lippincott Company.
Departemen Kesehatan RI. Riset Kesehatan Dasar (RISKES DAS). (2013).
http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesda
s%202013.pdf, diperoleh tanggal 10 Januari 2018
Dewan Asma Indonesia. (2012). “You Can Control You Astma”: ACT NOW!,
http://indonesianasthmacouncil.org/index.php?option=com_content&task+v
iew&id=13&Itedmid=1, diperolehtanggal 10 Januari 2018

GINA (Global Initiative for Asthma). (2013). Pocket Guide for Asthma Management
and Prevension In Children. www. Ginaasthma.org
Henneberger, dkk. (2014). asma. Jakarta : Erlangga.
Kowalac, J. (2011). Buku Ajar Patofisiologi Aplikasi Pada Praktik Keperawatan.
Jakarta : EGC.
Murwani. (2014). Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta : Prestasi Pustaka.

Mc. Phee dan Ganong. (2011). Patofisiologi Peyakit. Edisi ke-5. Jakarta: EGC

Mumpuni, Y. (2013). Cara Jitu Mengatasi Asma Pada Anak Dan Dewasa.Yogyakarta :
Rapha Publishing.
Murphy K. (2013). asma. Jakarta : Erlangga.
Nicoll, Leslie H. Patient advocacy. Diunduh dari
http://nursing.advanceweb.com/article/patient-advocacy-2.aspx pada
tanggal 10 Januari 2018.
Najmi, (2014) Asma Bronkial, Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakulas Kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta, juni 2014 ; 247.
Pratyahara dan A dayu (2011). asma pada balita (Mengenal, Mengobati, Dan
Mengendalikan Penyakit Asma Pada Anak Usa Balita ). Jakarta : buku kita
Rubenstein, dkk. (2014). lecture notes : Kedokteran Klinis Ed.VI. Ahli Bahasa Annisa
Amalia. Jakarta : erlangga medical series
24
Smeltzer, S. C and Bare, B. G. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner
& Suddarth. Edisi 8.Volume 1. Jakarta : EGC
Setiadi. (2014). Konsep dan penulisan riset keperawatan. Yogyakarta : Graha Ilmu
Sugiyono. (2013). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta
Triyoga. (2012). Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Pada Ny. P Dengan Asma
Bronchiale Di Instalasi Gawat Darurat RSUD Sragen. Penelitian. Surakarta
: Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Zara, A. (2012). Pengaruh Teknik Pernapasan Buteyko Terhadap Penurunan Gejala
Asma Di Wilayah Kerja Puskesmas Pasar Baru Kecamatan Bayang Painan
Pesisir Selatan Tahun 2012. Skripsi. Riau : Fakultas Keperawatan
Universitas Andalas.

25

Anda mungkin juga menyukai