Anda di halaman 1dari 7

Bentuk Kerjasama Antara Perawat, Bidan

Dan Dokter Di Rumah Sakit

 Deskripsi berupa gambaran kasus terhadap pasien

Sekitar pukul 22.00 wib, datang seorang ibu usia 30 tahun diantar oleh keluarganya masuk
Instalasi Gawat Darurat, dengan keluhan Pinggang dan Ari-ari terasa sakit, telat datang haid
sejak kurang lebih 9 bulan yang lalu, keluar air bening melalui kemaluan sejak 1 jam yang lalu.
Janin dalam kandungan serasa ingin keluar, terasa nyeri saat mengedan.
Saat di depan, pasien di bawa dengan kursi roda masuk IGD, Perawat melakukan anamnesis,
sedangkan keluarga melengkapi registrasi masuk diruang administrasi.
Sambil menanyakan keluhan pasien, Perawat melakukan pemeriksaan fisik serta tanda-
tanda vital, seperti tekanan darah, nadi dan pernafasan. Setelah mendapatkan data yang di
perlukan, Perawat mendokumentasikan di buku laporan dan di file rencana tindakan
keperawatan. Dalam situasi saat itu, Perawat Menjalankan Asuhan Keperawatan, mengajari
teknik relaksasi menghilangkan nyeri dengan pola nafas efektif.
Selanjutnya, Dokter umum/ dokter jaga IGD melihat data sekunder yang ada di file
pasien tentang tanda-tanda vital pasien serta menanyakan keluhan pasien secara langsung, serta
melakukan pengkajian fisik dan pemeriksaan fisik serta menegakan diagnosa awal, kemudian
mengkonsultasikan pada dokter Kebidanan.
Masih di IGD, atas saran dokter kebidanan, dokter umum akan meresepkan obat-obatan untuk
ibu yang akan melahirkan tersebut. Seandainya ada therapy cairan, maka Perawat siap untuk
memasangnya.
Sampai di sini berakhir tugas Perawat IGD, jika IGD yang bersangkutan tidak ada ruang
khusus pelayanan Kebidanan, maka pasien di kirim ke ruang rawat Persalinan. Dan, Bidan pun
serah terima pasien dengan Perawat/ Dokter jaga IGD.
Di ruang Persalinan, Bidan pun melakukan pengkajian, pemeriksaan fisik serta memberikan
Asuhan Kebidanan sesuai standar profesinya, jika pasien tersebut bisa melahirkan secara normal
maka Bidan berwenang melakukannya. Seandainya proses persalinan mengalami penyulit, maka
Bidan wajib mengkonsultasikan pada dokter ahli kebidanan.
Sekiranya kondisi pasien, sebagaimana di ilustrasikan diatas mengalami ketuban pecah
dini, setelah di usahakan tidak bisa melahirkan secara normal, meskipun telah di induksi, maka
pilihan terakhir di lakukan operasi Sectio Caesaria dengan indikasi gagal induksi. Tindakan
pembedahan diusulkan atas kewenangan dokter ahli kebidanan.
Kembali terjalin kerjasama antara Bidan, Perawat dan Dokter. Bidan memberi kabar
lewat telpon atau melalui kertas pencalonan pasien ke Instalasi Bedah Sentral. Di Instalasi Bedah
Sentral, Dokter Anestesi, Perawat Anestesi juga perlu melakukan pemeriksaan dan pengkajian
terkait pencalonan pasien, kecuali emergency, jika keadaan mengancam nyawa maka
pembedahan langsung dilakukan. Tentunya, sebelum itu dilakukan Bidan, dokter anestesi/
Perawat Anestesi berkoordinasi dulu dengan Perawat Kamar Operasi, terkait kesiapan instrumen
bedah, dan fasilitas lainnya. Jika sudah oke semua, maka operasi akan segera di mulai.
Setelah pasien di operasi, maka Perawat Anestesi mengabarkan kembali kepada Bidan
atau Perawat yang berdinas di ruang rawat Kebidanan untuk perawatan pasien pasca operasi, jika
kondisi pasien tidak memungkinkan pasca operasi maka rawat finalnya di alihkan ke Instalasi
Care Unit (ICU) hingga kondisi membaik, setelah itu pasien kembali menjalani pemulihan
diruang kebidanan, sedangkan anaknya, jika kondisi memburuk maka dirawat di Perinatologi
atau di Neonatal Intensive Care Unit (NICU), dan jika kondisinya sehat dirawat di ruang
kebidanan tempat ibunya menginap.
Ketiga profesi ini saling membutuhkan satu dan lainnya dalam rangka memberikan
pelayanan terbaik pada pasien. Jika salah satu dari ketiga profesi ini mengalami "kesalahan
teknis" dalam melayani pasien, maka implikasinya dua profesi lagi juga akan mengalami
gangguan dalam mencapai tujuan pelayanan, yakni memberikan pelayanan bermutu pada pasien.
Begitu sebaliknya salah satu profesi tidak etis mengklaim bahwa keselamatan pasien dan
keberhasilan tindakan pelayanan terletak di profesiny
BAB I

BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG

Di Indonesia ada berbagai macam profesi dalam kesehatan. Profesi tersebut juga
mengakibatkan banyaknya institusi kesehatan, diantaranya dokter, bidan, ahli gizi, kesehatan
masyarakat, radiologi, teknobiomedik, farmasi, analis kesehatan, dan perawat. Semua profesi
tadi diwajibkan salaing bekerjasama dalam menjalankan profesionalitas profesinya masing-
masing.
Perawat merupakan satu dari banyaknya profesi kesehatan yang ada. Semua profesi
kesehatan yang ada tentu memiliki visi yang sama yakni terwujudnya pelayanan kesehatan
yang prima. Namun dalam pelaksanaannya perawat tidak sendirian. Perawat ditemani oleh
dokter, analis kesehatan, tim kesehatan masyarakat, analis kesehatan, ahli gizi, radiologi
dan lainnya.
Kemudian bagaimana caranya supaya tugas antar profesi keperawatan dapat berjalan
secara harmonis dan pelayanan kesehatan menjadi maksimal? Kolaborasi pendidikan dan
praktik antar profesi kesehatan tentunya sangat dibutuhkan. Semua jenis profesi harus
mempunyai keinginan untuk berkolaborasi. Perawat, bidan, dokter, dan semua profesi lain
merencanakan dan mengaplikasikan ilmu yang diperolehnya di bangku pelajar.
Ketergantungan antar profesi pun dapat tetap ada asalakan dalam batas-batas lingkup
praktek yang sesuai dengan aturan yang ada.
BAB II

PEMBAHASAN
A. KOMUNIKASI ANTARA PERAWAT DENGAN TENAGA KESEHATAN

1.Komunikasi antara Perawat dengan Dokter


Hubungan perawat-dokter adalah satu bentuk hubungan interaksi yang telah cukup lama
dikenal ketika memberikan bantuan kepada pasien. Perawat bekerja sama dangan dokter
dalam berbagai bentuk. Perawat mungkin bekerja di lingkungan di mana kebanyakan asuhan
keperawatan bergantung pada instruksi medis. Perawat diruang perawatan intensif dapat
mengikuti standar prosedur yang telah ditetapkan yang mengizinkan perawat bertindak lebih
mandiri. Perawat dapat bekerja dalam bentuk kolaborasi dengan dokter.
Contoh. Ketika perawat menyiapkan pasien yang baru saja didiagnosa diabetes pulang
kerumah, perawat dan dokter bersama-sama mengajarkan klien dan keluarga begaimana
perawatan diabetes di rumah.
Selain itu komunikasi antara perawat dengan dokter dapat terbentuk saat visit dokter
terhadap pasien, disitu peran perawat adalah memberikan data pasien meliputi TTV,
anamnesa, serta keluhan-keluhan dari pasien,dan data penunjang seperti hasil laboraturium
sehingga dokter dapat mendiagnosa secara pasti mengenai penyakit pasien.
Pada saat perawat berkomunikasi dengan dokter pastilah menggunakan istilah-istilah medis,
disinilah perawat dituntut untuk belajar istilah-istilah medis sehingga tidak terjadi kebingungan
saat berkomunikasi dan komunikasi dapat berjalan dengan baik serta mencapai tujuan yang
diinginkan.
Komuniaksi antara perawat dengan dokter dapat berjalan dengan baik apabila dari
kedua pihak dapat saling berkolaborasi dan bukan hanya menjalankan tugas secara individu,
perawat dan dokter sendiri adalah kesatuan tenaga medis yang tidak bisa dipisahkan. Dokter
membutuhkan bantuan perawat dalam memberikan data-data asuhan keperawatan, dan
perawat sendiri membutuhkan bantuan dokter untuk mendiagnosa secara pasti penyakit
pasien serta memberikan penanganan lebih lanjut kepada pasien. Semua itu dapat terwujud
dwngan baik berawal dari komunikasi yang baik pula antara perawat dengan dokter.

2.Komunikasi antara Perawat dengan Perawat


Dalam memberikan pelayanan keperawatan pada klien komunikasi antar tenaga
kesehatan terutama sesama perawat sangatlah penting. Kesinambungan informasi tentang
klien dan rencana tindakan yang telah, sedang dan akan dilakukan perawat dapat tersampaikan
apabila hubungan atau komunikasi antar perawat berjalan dengan baik.
Hubungan perawat dengan perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan dapat
diklasifikasikan menjadi hubungan profesional, hubungan struktural dan hubungan
intrapersonal.
Hubungan profesional antara perawat dengan perawat merupakan hubungan yang terjadi
karena adanya hubungan kerja dan tanggung jawab yang sama dalam memberikan pelayanan
keperawatan.
Hubungan sturktural merupakan hubungan yang terjadi berdasarkan jabatan atau
struktur masing- masing perawat dalam menjalankan tugas berdasarkan wewenang dan
tanggungjawabnya dalam memberikan pelayanan keperawatan. Laporan perawat pelaksana
tentang kondisi klien kepada perawat primer, laporan perawat primer atau ketua tim kepada
kepala ruang tentang perkembangan kondisi klien, dan supervisi yang dilakukan kepala ruang
kepada perawat pelaksana merupakan contoh hubungan struktural.
Hubungan interpersonal perawat dengan perawat merupakan hubungan yang lazim dan terjadi
secara alamiah. Umumnya, isi komunikasi dalam hubungan ini adalah hal- hal yang tidak terkait
dengan pekerjaan dan tidak membawa pengaruh dalam pelaksanaan tugas dan wewenangnya.

3.Komunikasi antara perawat dengan Ahli terapi respiratorik


Ahli terapi respiratorik ditugaskan untuk memberikan pengobatan yang dirancang untuk
peningkatan fungsi ventilasi atau oksigenasi klien.
Perawat bekerja dengan pemberi terapi respiratorik dalam bentuk kolaborasi. Asuhan dimulai
oleh ahli terapi (fisioterapis) lalu dilanjutrkan dengan dievaluasi oleh perawat. Perawat dan
fisioterapis menilai kemajuan klien secara bersama-sama dan mengembangkan tujuan dan
rencana pulang yang melibatkan klien dan keluarga. Selain itu, perawat merujuk klien ke
fisioterapis untuk perawatan lebih jauh.
Contoh. Perawat merawat seseorang yang mengalamai penyakit paru berat dan merujuk
klien tersebut pada ahli terapis respiratorik untuk belajar latihan untuk menguatkaan otot-otot
lengan atas, untuk belajar bagaimana menghemat energi dalam melakukan aktivitas sehari-hari,
dan belajar teknik untuk mempertahankan bersihan jalan nafas.

4.Komunikasi antara Perawat dengan Ahli Farmasi


Seorang ahli farmasi adalah seorang profesional yang mendapat izin untuk merumuskan
dan mendistribusikan obat-obatan. Ahli farmasi dapat bekerja hanya di ruang farmasi atau
mungkin juga terlibat dalam konferensi perawatan klien atau dalam pengembangan sistem
pemberian obat. Perawat memiliki peran yang utama dalam meningkatkan dan
mempertahankan dengan mendorong klien untuk proaktif jika membutuhkan pengobatan.
Dengan demikian, perawat membantu klien membangun pengertian yang benar dan jelas
tentang pengobatan, mengkonsultasikan setiap obat yang dipesankan, dan turut bertanggung
jawab dalam pengambilan keputusan tentang pengobatan bersama tenaga kesehatan lainnya.
Perawat harus selalu mengetahui kerja, efek yang dituju, dosis yang tepat dan efek
smaping dari semua obat-obatan yang diberikan. Bila informasi ini tidak tersedia dalam buku
referensi standar seperti buku-teks atau formula rumah sakit, maka perawat harus
berkonsultasi pada ahli farmasi.
Saat komunikasi terjadi maka ahli farmasi memberikan informasi tentang obat-obatan
mana yang sesuai dan dapat dicampur atau yang dapat diberikan secara bersamaan. Kesalahan
pemberian dosis obat dapat dihindari bila baik perawat dan apoteker sama-sama mengetahui
dosis yang diberikan. Perawat dapat melakukan pengecekkan ulang dengan tim medis bila
terdapat keraguan dengan kesesuaian dosis obat. Selain itu, ahli farmasi dapat menyampaikan
pada perawat tentang obat yang dijual bebas yang bila dicampur dengan obat-obatan yang
diresepkan dapat berinteraksi merugikan, sehingga informasinini dapat dimasukkan dalam
rencana persiapan pulang. Seorang ahli farmasi adalah seorang profesional yang mendapat izin
untuk merumuskan dan mendistribusikan obat-obatan. Ahli farmasi dapat bekerja hanya di
ruang farmasi atau mungkin juga terlibat dalam konferensi perawatan klien atau dalam
pengembangan sistem pemberian obat.

5.Komunikasi antara Perawat dengan Ahli Gizi


Kesehatan dan gizi merupakan faktor penting karena secara langsung berpengaruh
terhadap kualitas sumber daya manusia (SDM). Pelayanan gizi di RS merupakan hak setiap
orang dan memerlukan pedoman agar tercapai pelayanan yang bermutu.
Agar pemenuhan gizi pasien dapat sesuai dengan yang diharapkan maka perawat harus
mengkonsultasikan kepada ahli gizi tentang – obatan yang digunakan pasien, jika perawat tidak
mengkonunikasikannya maka dapat terjadi pemilihan makanan oleh ahli gizi yang bisa saja
menghambat absorbsi dari obat tersebut. Jadi diperlukanlah komunikasi dua arah yang baik
antara
BAB III

PENUTUP
A. KESIMPULAN

Dalam melaksanakan tugasnya, perawat tidak dapat bekerja tanpa berkolaborasi dengan
profesi lain. Profesi lain tersebut diantaranya adalah dokter, ahli gizi, apoteker dsb. Setiap
tenaga profesi tersebut mempunyai tanggung jawab terhadap kesehatan pasien. Bila setiap
profesi telah dapat saling menghargai, maka hubungan kerja sama akan dapat terjalin dengan
baik. Selain itu perawat juga mempunyai tanggung jawab dan memiliki untuk:

1.Perawat senantiasa memelihara hubungan baik antara sesama perawat dan dengan
tenaga kesehatan lainnya, baik dalam memelihara kerahasiaan suasana lingkungan kerja
maupun dalam mencapai tujuan pelayanan kesehatan secara menyeluruh.

2.Perawat senantiasa menyebarluaskan pengetahuan, keterampilan dan pengalamannya


kepada sesama perawat serta menerima pengetahuan dan pengalaman dari profesi lain dalam
rangka meningkatkan kemampuan dalam bidang keperawatan.

3.Perawat merupakan kesatuan integral dengan tenaga kesehatan lainya yang tak bisa
dipisah – pisahkan dan disendirikan.

Anda mungkin juga menyukai