Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perawat sebagai profesi yang ikut serta dalam mengusahakan tercapainya kesejahteraan
fisik, material dan mental spiritual bagi masyarakat, selalu berpedoman pada sumbernya, yaitu
kebutuhan pelayanan keperawatan masyarakat. Perawat dibutuhkan secara universal bagi klien.
Oleh karena itu, pelayanan yang diberikan perawat harus baik dan benar.

Melaksanakan tugas yang profesional perawat harus berdaya guna serta ikhlas
memberikan pelayanan yang bermutu dengan memelihara dan meningkatkan integritas pribadi
yang luhur. Keputusan Musyawarah Nasional VI Persatuan Perawat Indonesia telah
memberlakukan kode etik keperawatan Indonesia bagi semua warga keperawatan pada tanggal
14 April 2000.(Suhaemi, 2002:1)

Faktor teknologi yang semakin berkembang mempengaruhi kehidupan manusia. Contoh


meningkatnya teknologi, abortus, pencangkokan organ, euthanasia, bayi tabung dan masih
banyak lagi. Tenaga medis diharapkan mampu memelihara dan melakukan tindakan sesuai
dengan kode etik yang telah ada.

Dalam melaksanakan tugas keperawatan, seorang perawat harus mengambil keputusan


dalam upaya palayanan keperawatan klien. Keputusan yang diambil berdasarkan pertimbangan
dan kemampuan secara ilmiah dan beretika. Hal yang baik bagi pelayanan keperawatan dapat
dilihat dari norma, standar professional dan keyakinannya.

Menurut American Ethics Commision Bureun on Teaching, tujuan etika profesi


keperawatan adalah mampu mengenal dan mengidentifikasi unsur moral dalam praktik
keperawatan, membentuk strategi dan menganalisis masalah moral yang terjadi dalam praktik
keperawatan, dan menghubungkan prinsip moral yang baik dan dapat dipertanggung jawabkan
pada diri sendiri,orang lain dan Tuhan.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Permasalahan Konsep Moral Etik Dalam Praktik Keperawatan?


2. Bagaimana Permasalahan Prinsip-Prinsip Etik Dalam KeperawatanPermasalahan?
3. Bagaimana Permasalahan Nilai-Nilai Etik Dalam Keperawatan?

1
C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui konsep etik keperawatan dan permasalahan konsep etik keperawatan
2. Untuk mengetahui nilai-nilai keperawatan dan permasalahan nilai-nilai keperawatan.
3. Untuk mengetahui prinsip-prinsip keperawatan dan permasalahan prinsip-prinsip
keperawatan.

2
BAB II

KAJIAN TEORI

A. KONSEP MORAL ETIK DALAM PRAKTIK KEPERAWATAN

Kasus Kecanduan Morfin, Perawat RSHS Nekat Palsukan Resep Dokter

Perawat Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung (RSHS), Jawa Barat, berinisial F, ditangkap
Kapolrestabes Kota Bandung setelah diketahui memalsukan resep dokter.

Dalam aksinya, dia menyuruh M untuk mengambil obat pethadine berdasarkan resep yang dia
palsukan. Pethadine adalah obat yang mengandung morfin. Obat inilah yang kerap dia konsumsi
sebagai penenang.

Kepala Humas dan Protokoler dr Nurul Wulandhani membenarkan penangkapan itu. Pemalsuan
resep ini terungkap karena F membuat resep yang tak wajar.

“Obat yang dia pesan dalam jumlah besar. Padahal, obat ini merupakan golongan analgetik yaitu
penahan rasa sakit untuk pasien operasi. Pemberian obat ini tidak sembarangan, harus dalam
pantuan dokter yang ahli di bidangnya,” kata Nurul saat dihubungi Metrotvnews.com, Sabtu
(9/10/2016).

Nurul mengatakan F sudah bekerja selama satu tahun di RSHS Bandung dengan status pegawai
non-PNS. “Dia bekerja sudah satu tahun, saat ini dia masih dalam tahap orientasi,” ujarnya.

Sebelumnya, Kasat Reskrim Polrestabes Bandung AKBP M. Joni, mengatakan polisi menangkap
F pada Kamis 7 Oktober. Saat itu, apoteker curiga terhadap M yang menebus obat dengan resep
yang tak masuk akal.

“Dia pesan pethadine sebanyak tiga ampul. Dokter bedah biasanya hanya satu ampul. Saat itu M
menggunakan pakaian perawat, jadi awalnya apoteker tidak curiga. Setelah dicek, ternyata tidak
ada pemesanan sebanyak itu,” kata Joni.

3
Kedua tersangka diamankan satpam RSHS yang kemudian langsung diserahkan ke Polsek
Sukajadi Kota Bandung.

Joni mengatakan pemalsuan resep itu dilakukan karena mereka sudah kecanduan pethadine. “F
mengaku mengonsumsi 20 kali. Pada September dia mengonsumsi 58 kali,” kata dia.

Kedua tersangka dijerat Pasal 263 ayat 1 dan 2 KUHP karena memalsukan resep. Ancaman
hukumannya lima tahun penjara. “Tapi, kita akan berkoordinasi dengan Reserse Narkoba apakah
bisa dijerat dengan UU Narkoba karena F juga sebagai pengguna,” kata dia.

Pelanggaran Moral Praktik Keperawatan :

1.Advokasi

Arti advokasi menurut American Nurses Association/ ANA (1985) adalah “melindungi klien
atau masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dan keselamatan praktik tidak sah yang tidak
kompeten dan melanggar etika yang dilakukan oleh siapapun”. Peran perawat adalah memberi
informasi terhadap pasien atas keputusan apapun yang dibuat pasien ataupun pihak rumah sakit.

Dalam hal ini, perawat berinisial F dan M sama sekali tidak menerapkan moral Advokasi,
mereka bukan melindungi pasien namun membahayakan pasien dengan memberikan resep obat
yang palsu yang mana juga ia gunakan untuk dirinya sendiri akibat kecanduan. Hal tersebut
adalah merupakan praktik keperawatan yang tidak sah, karena memberikan obat yang tidak
sesuai dengan arahan dokter.

Yang seharusnya dilakukan perawat terhadap kasus diatas yaitu perawat harus menerapkan
moral advokasi dengan melindungi pasien dari apa yang bisa membahayakan terhadap pasien
misalnya dengan memberikan resep obat yang tepat,benar,dan sesuai dengan resep dokter.

2.Responsibilitas dan Akuntabilitas

a).Responsibilitas (tanggung jawab)

adalah eksekusi terhadap tugas yang berhubungan dengan peran tertentu dari perawat. Pada saat
memberikan obat, perawat bertanggung jawab untuk mengkaji kebutuhan klien dalam
memberikannya dengan aman dan benar, dan mengevaluasi respons klien terhadap obat tersebut.

4
Perawat yang selalu bertanggung jawab dalam melakukan tindakannya akan mendapatkan
kepercayaan dari klien atau dari profesi lainnya.

Dalam kasus ini, perawat berinisial F dan M tidak mengkaji secara benar kebutuhan klien,
namun justru dapat membahayakan klien dengan mencantumkan resep obat yang tidak benar,
mereka bahkan sampai tidak mendapatkan kepercayaan dari profesi lain yaitu apoteker rumah
sakit.

Yang seharusnya dilakukan perawat terhadap kasus diatas yaitu Pada saat memberikan obat,
perawat bertanggung jawab untuk mengkaji kebutuhan klien dalam memberikannya dengan
aman dan benar, dan mengevaluasi respons klien terhadap obat tersebut sehingga akan
mendapatkan kepercayaan dari klien atau dari profesi lainnya.

b).Akuntabilitas (tanggung gugat)

Perawat bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri, klien, profesi, sesama karyawan dan
masyarakat. jika memberi dosis obat yang salah kepada klien, perawat tersebut dapat digugat
oleh klien yang menerima obat, oleh dokter yang memberikan tugas delegatif, dan oleh
masyarakat yang menuntut kemampuan profesionalnya.

Akuntabilitas merupakan konsep yang sangat penting dalam praktik keperawatan. Akuntabilitas
mengandung arti dapat mempertanggungjawabkan suatu tindakan yang dilakukan dan dapat
menerima konsekuensi dari tindakan tersebut. Kozier, Erb, (1991), Fry (1990) menyatakan
bahwa akuntabilitas mengandung dua komponen utama, yaitu tanggung jawab dan tanggung
gugat. Ini berarti bahwa tindakan yang dilakukan perawat dilihat dari praktik kperawatan, kode
etik, dari undang-undang dapat dibenarkan atau absah. Akuntabilitas dapat dipandang dalam
suatu kerangka sistem hierarki, dimulai dari tingkat individu, tingkat institusi/ profesional, dan
tingkat sosial (Sullivan, Decker, 1988).

Dalam hal ini, perawat berinisial F dan M tidak bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri,
klien, profesi, sesama karyawan dan masyarakat karena memberi dosis obat yang salah kepada
klien. Dan akirnya perawat tersebut digugat oleh klien dan masyarakat yang menuntut

5
profesionalitasnya yaitu pasal 263 ayat 1 dan 2 KUHP karena memalsukan resepdan dijerat
dengan UU Narkoba sebagai pengguna.

Yang seharusnya dilakukan perawat terhadap kasus diatas yaitu dalam melakukan praktek
keperawatan perawat diharapkan bertangggung jawab terhadap dirinya sendiri, klien, profesi,
sesama karyawan dan masyarakat juga dapat mempertanggungjawabkan suatu tindakan yang
dilakukan dan dapat menerima konsekuensi dari tindakan tersebut.

3.Loyalitas

Loyalitas merupakan suatu konsep yang meliputi simpati, peduli dan hubungan timbal balik
terhadap pihak yang secara profesional berhubungan dengan perawat. Ini berarti pertimbangan
nilai dan tujuan orang lain sebagai nilai dan tujuan sendiri. Hubungan profesional dipertahankan
dengan cara menyusun tujuan bersama, menepati janji, menentukan masalah dan prioritas, serta
mengupayakan pencapaian kepuasan bersama (Jameton, 1984, Fry 1991). Untuk mewujudkan
ini, AR, Tabbner (1981; lihat Cresia, 1991) mengajukan berbagai argumentasi:

a. Masalah klien tidak boleh didiskusikan oleh klien lain dan perawat harus bijaksana bila
informasi dari klien harus didiskusikan secara profesional

b. Perawat harus menghindari pembicaraan yang tidak bermanfaat dan berbagai persoalan yang
berkaitan dengan klien, rumah sakit atau pekerja rumah sakit, harus didiskusikan dengan umum
(terbuka dengan masyarakat)

c. Perawat harus menghargai dan memberi bantuan kepada teman sejawat. Kegagalan dalam
melakukan hal ini dapat menurunkan penghargaan dan kepercayaan masyarakat kepada tenaga
kesehatan

d. Pandangan masyarakat terhadap profesi keperawatan ditentukan oleh kelakuan anggota profesi
atau perawat. Perawat harus menunjukkan loyalitasnya kepada profesi dengan berperilaku secara
tepat pada saat bertugas.

Dalam hal ini, perawat berinisial F dan M tidak memperhatikan tujuan bersama, yaitu untuk
meningkatkan kesehatan klien, namun justru mengedepankan tujuan pribadi yaitu sekedar

6
mencari kepuasan akibat ketergantungan morfin tersebut, perawat berinisial F dan M tidak
menunjukan loyalitas kepada profesi karena tidak berperilaku yang baik dan tepat saat bertugas.

Yang seharusnya dilakukan perawat terhadap kasus diatas yaitu perawat diharapkan
simpati,peduli terhadap klien manapun yang diaplikasikan dengan pencapaian tujuan
bersama,menepati janji,menentukan masalah prioritas

B. PRINSIP-PRINSIP ETIK DALAM KEPERAWATAN

1. Otonomi (Autonomy)
Autonomy berarti mengatur dirinya sendiri, prinsip moral ini sebagai dasar perawat
dalam memberikan asuhan keperawatan dengan cara menghargai pasien, bahwa pasien adalah
seorang yang mampu menentukan sesuatu bagi dirinya. Perawat harus melibatkan pasien dalam
membuat keputusan tentang asuhan keperawatan yang diberikan pada pasien.

Prinsip otonomi didasarkan pada keyakinan bahwa individu mampu berpikir logis dan
mampu membuat keputusan sendiri. Orang dewasa dianggap kompeten dan memiliki kekuatan
membuat sendiri, memilih dan memiliki berbagai keputusan atau pilihan yang harus dihargai
oleh orang lain. Prinsip otonomi merupakan bentuk respek terhadap seseorang, atau dipandang
sebagai persetujuan tidak memaksa dan bertindak secara rasional.Otonomi merupakan hak
kemandirian dan kebebasan individu yang menuntut pembedaan diri.Praktek profesional
merefleksikan otonomi saat perawat menghargai hak-hak klien dalam membuat keputusan
tentang perawatan dirinya.

KASUS

Aplikasi prinsip moral otonomi dalam asuhan keperawatan ini contohnya adalah seorang
perawat apabila akan menyuntik harus memberitahu untuk apa obat tersebut, prinsip otonomi ini
dilanggar ketika seorang perawat tidak menjelaskan suatu tindakan keperawatan yang akan
dilakukannya, tidak menawarkan pilihan misalnya memungkinkan suntikan atau injeksi bisa
dilakukan di pantat kanan atau kiri dan sebagainya. Perawat dalam hal ini telah bertindak
sewenang-wenang pada orang yang lemah.

Sebagai perawat yang professional hendaknya seorang perawat memegang teguh prinsip
otonomi dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien , yaitu dengan cara menghargai
martabat pasien sebagai manusia dan perawat harus melibatkan pasien dalam mengambil
keputusan sebelum memberikan asuhan keperawatan kepada pasien agar tidak terjadinya
tindakan yang tidak diinginkan.

7
2. Berbuat Baik (Beneficience)

Prinsip beneficience ini oleh Chiun dan Jacobs (1997) didefinisikan dengan kata lain
doing good yaitu melakukan yang terbaik . Beneficience adalah melakukan yang terbaik dan
tidak merugikan orang lain , tidak membahayakan pasien . Apabila membahayakan, tetapi
menurut pasien hal itu yang terbaik maka perawat harus menghargai keputusan pasien tersebut,
sehingga keputusan yang diambil perawatpun yang terbaik bagi pasien dan
keluarga.Beneficience berarti, hanya melakukan sesuatu yang baik. Kebaikan, memerlukan
pencegahan dari kesalahan atau kejahatan, penghapusan kesalahan atau kejahatan dan
peningkatan kebaikan oleh diri dan orang lain. Terkadang, dalam situasi pelayanan kesehatan,
terjadi konflik antara prinsip ini dengan otonomi.

KASUS

Beberapa contoh prinsip tersebut dalam aplikasi praktik keperawatan adalah, seorang
pasien mengalami perdarahan setelah melahirkan, menurut program terapi pasien tersebut harus
diberikan tranfusi darah, tetapi pasien mempunyai kepercayaan bahwa pemberian tranfusi
bertentangan dengan keyakinanya, dengan demikian perawat mengambil tindakan yang terbaik
dalam rangka penerapan prinsip moral ini yaitu tidak memberikan tranfusi setelah pasien
memberikan pernyataan tertulis tentang penolakanya. Perawat tidak memberikan tranfusi,
padahal hal tersebut membahayakan pasien, dalam hal ini perawat berusaha berbuat yang terbaik
danmenghargaipasien.
Perawat tersebut telah menjelaskan kepada pasien apa yang terbaik untuk pasien dan
berusaha untuk menghargai setiap keputusan terbaik yang diambil oleh pasien.

3. Keadilan (Justice)

Setiap individu harus mendapatkan tindakan yang sama, merupakan prinsip dari justice
(Perry and Potter, 1998 ; 326). Justice adalah keadilan, prinsip justice ini adalah dasar dari
tindakan keperawatan bagi seorang perawat untuk berlaku adil pada setiap pasien, artinya setiap
pasien berhak mendapatkan tindakan yang sama. Prinsip keadilan dibutuhkan untuk tercapai
yang sama dan adil terhadap orang lain yang menjunjung prinsip-prinsip moral, legal dan
kemanusiaan. Nilai ini direfleksikan dalam prkatek profesional ketika perawat bekerja untuk
terapi yang benar sesuai hukum, standar praktek dan keyakinan yang benar untuk memperoleh
kualitas pelayanan kesehatan.

Tindakan yang sama tidak selalu identik, maksudnya setiap pasien diberikan konstribusi
yang relatif sama untuk kebaikan kehidupannya. Prinsip Justice dilihat dari alokasi sumber-
sumber yang tersedia, tidak berarti harus sama dalam jumlah dan jenis, tetapi dapat diartikan

8
bahwa setiap individu mempunyai kesempatan yang sama dalam mendapatkannya sesuai dengan
kebutuhan pasien. (Sitorus, 2000).

KASUS

Sebagai contoh dari penerapan tindakan justice ini adalah dalam keperawatan di ruang penyakit
bedah, sebelum operasi pasien harus mendapatkan penjelasan tentang persiapan pembedahan
baik pasien di ruang VIP maupun kelas III, apabila perawat hanya memberikan kesempatan salah
satunya maka melanggar prinsip justice ini.

Sebagai seorang perawat yang professional perawat harus memegang betul prinsip keadilan atau
justice ini karena dalam memberikan asuhan layanan keperawatan kepada pasien , perawat
dituntut untuk untuk memberikan pelayanan yang sama tanpa membeda-bedakan pasienn

4. Tidak Merugikan (Nonmaleficience) atau avoid killing

Prinsip avoiding killing menekankan perawat untuk menghargai kehidupan manusia


(pasien), tidak membunuh atau mengakhiri kehidupan. Thomhson ( 2000 : 113) menjelasakan
tentang masalah avoiding killing sama dengan Euthanasia yang kata lainya tindak menentukan
hidup atau mati yaitu istilah yang digunakan pada dua kondisi yaitu hidup dengan baik atau
meninggal.

Prinsip ini berarti tidak menimbulkan bahaya/cedera fisik dan psikologis pada
klien.kewajiban perawat untuk tidak dengan sengaja menimbulkan kerugian atau cidera. Prinsip :
Jangan membunuh, menghilangkan nyawa orang lain, jangan menyebabkan nyeri atau
penderitaan pada orang lain, jangan membuat orang lain berdaya dan melukai perasaaan orang
lain.

Ketika menghadapi pasien dengan kondisi gawat maka seorang perawat harus
mempertahankan kehidupan pasien dengan berbagai cara. Tetapi menurut Chiun dan Jacobs
(1997 : 40) perawat harus menerapkan etika atau prinsip moral terhadap pasien pada kondisi
tertentu misalnya pada pasien koma yang lama yaitu prinsip avoiding killing, Pasien dan
keluarga mempunyai hak-hak menentukan hidup atau mati. Sehingga perawat dalam mengambil
keputusan masalah etik ini harus melihat prinsip moral yang lain yaitu beneficience,
nonmaleficience dan otonomy yaitu melakukan yang terbaik, tidak membahayakan dan
menghargai pilihan pasien serta keluarga untuk hidup atau mati. Mati disini bukan berarti
membunuh pasien tetapi menghentikan perawatan dan pengobatan dengan melihat kondisi pasien
dengan pertimbangan beberapa prinsip moral diatas.

9
KASUS

Ketika menghadapi pasien dengan kondisi gawat maka seorang perawat harus
mempertahankan kehidupan pasien dengan berbagai cara. Tetapi menurut Chiun dan Jacobs
(1997 : 40) perawat harus menerapkan etika atau prinsip moral terhadap pasien pada kondisi
tertentu misalnya pada pasien koma yang lama yaitu prinsip avoiding killing, Pasien dan
keluarga mempunyai hak-hak menentukan hidup atau mati. Sehingga perawat dalam mengambil
keputusan masalah etik ini harus melihat prinsip moral yang lain yaitu beneficience,
nonmaleficience dan otonomy yaitu melakukan yang terbaik, tidak membahayakan dan
menghargai pilihan pasien serta keluarga untuk hidup atau mati. Mati disini bukan berarti
membunuh pasien tetapi menghentikan perawatan dan pengobatan dengan melihat kondisi pasien
dengan pertimbangan beberapa prinsip moral diatas.

5. Kejujuran (Veracity)

Veracity menurut Chiun dan Jacobs (1997) sama dengan truth telling yaitu berkata benar
atau mengatakan yang sebenarnya. Veracity merupakan suatu kuwajiban untuk mengatakan yang
sebenarnya atau untuk tidak membohongi orang lain atau pasien (Sitorus, 2000).

Prinsip veracity berarti penuh dengan kebenaran.Nilai ini diperlukan oleh pemberi
pelayanan kesehatan untuk menyampaikan kebenaran pada setiap klien dan untuk meyakinkan
bahwa klien sangat mengerti.Prinsip veracity berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk
mengatakan kebenaran.Informasi harus ada agar menjadi akurat, komprensensif, dan objektif
untuk memfasilitasi pemahaman dan penerimaan materi yang ada, dan mengatakan yang
sebenarnya kepada klien tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan keadaan dirinya
selama menjalani perawatan. Walaupun demikian, terdapat beberapa argument mengatakan
adanya batasan untuk kejujuran seperti jika kebenaran akan kesalahan prognosis klien untuk
pemulihan atau adanya hubungan paternalistik bahwa ” doctors knows best” sebab individu
memiliki otonomi, mereka memiliki hak untuk mendapatkan informasi penuh tentang
kondisinya. Kebenaran merupakan dasar dalam membangun hubungan saling percaya.

Perawat dalam bekerja selalu berkomunikasi dengan pasien, kadang pasien menanyakan
berbagai hal tentang penyakitnya, tentang hasil pemeriksaan laboratorium, hasil pemeriksaan
fisik seperti, “ berapa tekanan darah saya suster?” , bagaimana hasil laboratorium saya suster?’
dan sebagainya. Hal-hal seperti itu harusnya dijawab perawat dengan bener sebab berkata benar
atau jujur adalah pangkal tolak dari terbinanya hubungan saling percaya antar individu
dimanapun berada.

Namun demikian untuk menjawab pertanyaan secara jujur diatas perlu juga dipikirkan
apakah jawaban perawat membahayakan pasien atau tidak, apabila memungkinkan maka harus
dijawab dengan jawaban yang jelas dan benar, misalnya pasien menanyakan hasil pemeriksaan

10
tekanan darah maka harus dijawab misalnya, 120/80 mmHg, hasil laboratorium Hb 13 Mg% dan
sebagainya.

Prinsip ini dilanggar ketika kondisi pasien memungkinkan untuk menerima jawaban yang
sebenarnya tetapi perawat menjawab tidak benar misalnya dengan jawaban ; hasil ukur tekanan
darahnya baik, laboratoriumnya baik, kondisi bapak atau ibu baik-baik saja, padahal nilai hasil
ukur tersebut baik buruknya relatif bagi pasien.

KASUS

Perawat dalam bekerja selalu berkomunikasi dengan pasien, kadang pasien menanyakan
berbagai hal tentang penyakitnya, tentang hasil pemeriksaan laboratorium, hasil pemeriksaan
fisik seperti, “berapa tekanan darah saya suster?”, bagaimana hasil laboratorium saya suster?’
dan sebagainya. Hal-hal seperti itu harusnya dijawab perawat dengan bener sebab berkata benar
atau jujur adalah pangkal tolak dari terbinanya hubungan saling percaya antar individu
dimanapunberada.
Namun demikian untuk menjawab pertanyaan secara jujur diatas perlu juga dipikirkan
apakah jawaban perawat membahayakan pasien atau tidak, apabila memungkinkan maka harus
dijawab dengan jawaban yang jelas dan benar, misalnya pasien menanyakan hasil pemeriksaan
tekanan darah maka harus dijawab misalnya, 120/80 mmHg, hasil laboratorium Hb 13 Mg% dan
sebagainya.
Prinsip ini dilanggar ketika kondisi pasien memungkinkan untuk menerima jawaban yang
sebenarnya tetapi perawat menjawab tidak benar misalnya dengan jawaban ; hasil ukur tekanan
darahnya baik, laboratoriumnya baik, kondisi bapak atau ibu baik-baik saja, padahal nilai hasil
ukur tersebut baik buruknya relatif bagi pasien.

6. Menepati Janji (Fidelity)

Sebuah profesi mempunyai sumpah dan janji, saat seorang menjadi perawat berarti siap
memikul sumpah dan janji. Hudak dan Gallo (1997 : 108), menjelaskan bahwa membuat suatu
janji atau sumpah merupakan prinsip dari fidelity atau kesetiaan. Dengan demikian fidelity bisa
diartikan dengan setia pada sumpah dan janji. Chiun dan Jacobs (1997 : 40) menuliskan tentang
fidelity sama dengan keeping promises, yaitu perawat selama bekerja mempunyai niat yang baik
untuk memegang sumpah dan setia pada janji.

Prinsip fidelity dibutuhkan individu untuk menghargai janji dan komitmennya terhadap
orang lain. Perawat setia pada komitmennya dan menepati janji serta menyimpan rahasia
klien.Ketaatan, kesetiaan, adalah kewajiban seseorang untuk mempertahankan komitmen yang
dibuatnya.Kesetiaan, menggambarkan kepatuhan perawat terhadap kode etik yang menyatakan
bahwa tanggung jawab dasar dari perawat adalah untuk meningkatkan kesehatan, mencegah
penyakit, memulihkan kesehatan dan meminimalkan penderitaan.

11
Prinsip fidelity menjelaskan kewajiban perawat untuk tetap setia pada komitmennya,
yaitu kewajiban memperatankan hubungan saling percaya antara perawat dan pasien yang
meliputi menepati janji dan menyimpan rahasia serta caring (Sitorus, 2000 : 3). Prinsip fidelity
ini dilanggar ketika seorang perawat tidak bisa menyimpan rahasia pasien kecuali dibutuhkan,
misalnya sebagai bukti di pengadilan, dibutuhkan untuk menegakan kebenaran seperti
penyidikan dan sebagainya.

KASUS

Penerapan prinsip fidelity dalam praktik keperawatan misalnya, seorang perawat tidak
menceritakan penyakit pasien pada orang yang tidak berkepentingan, atau media lain baik
diagnosa medisnya (Carsinoma, Diabetes Militus) maupun diagnosa keperawatanya (Gangguan
pertukaran gas, Defisit nutrisi). Selain contoh tersebut yang merupakan rahasia pasien adalah
pemeriksaan hasil laboratorium, kondisi ketika mau meninggal dan sebagainya.

Seorang perawat tidak menceritakan penyakit pasien pada orang yang tidak berkepentingan, atau
media lain baik diagnosa medisnya (Carsinoma, Diabetes Militus) maupun diagnosa
keperawatanya (Gangguan pertukaran gas, Defisit nutrisi). Selain contoh tersebut yang
merupakan rahasia pasien adalah pemeriksaan hasil laboratorium, kondisi ketika mau meninggal
dan sebagainya.

7. Kerahasiaan (Confidentiality)

Aturan dalam prinsip kerahasiaan adalah informasi tentang klien harus dijaga privasi
klien.Segala sesuatu yang terdapat dalam dokumen catatan kesehatan klien hanya boleh dibaca
dalam rangka pengobatan klien.Tidak ada seorangpun dapat memperoleh informasi tersebut
kecuali jika diijinkan oleh klien dengan bukti persetujuan. Diskusi tentang klien diluar area
pelayanan, menyampaikan pada teman atau keluarga tentang klien dengan tenaga kesehatan lain
harus dihindari.

KASUS

Ny.S menderita penyakit kanker lambung stadium lanjut oleh karena itu seorang perawat sudah
berjanji untuk tidak menceritakan penyakit pasien pada orang yang tidak berkepentingan , atau
media lain baik diagnose medisnya maupun diagnose keperawatannya, selain itu yang
merupakan rahasia pasien adalah pemerikasaan hasil laboratorium , kondisi ketika mau
meninggal dan sebagainya.

12
Sebagai seorang perawat yang memegang teguh prinsip etik keperawatan kita harus dapat
menjaga rahasia privasi pasien dengan tidak mengatakan apapun yang terkait dengan pasien
kepada orang lain , maupun media lain baik tiu dari hasil pemeriksaan pasien , diagnose medis
pasien , dan hasil laboratorium pasien.

8. Accountability (Akuntabilitas)

Menurut Ismani(2001) akuntabilitas merupakan standar yang pasti bahwa tindakan


seorang profesional dapat dinilai dalam situasi yang tidak jelas atau tanpa terkecuali. Contoh:
perawat bertanggung jawab terhadap diri sendiri, profesi, klien, sesame karyawan dan
masyarakat. Jika salah member dosis obat kepada klien perawat tersebut dapat digugat oleh klien
yang menerima obat, oleh dokter yang memberi tugas delegatif, dan masyarakat yang menuntut
kemampuan professional.

KASUS

“Kasus Jari Bayi Tergunting”


Seorang perawat tidak sengaja menggunting jari bayi. Dan konyolnya, perawat itu tidak meminta
pertolongan dokter tetapi membuang jari tersebut ke bak sampah. Kejadian tersebut mungkin
tidak akan segera diketahui jika tidak ada seorang staf RS anak di Inggris salford yang melihat
tangan bayi tersebut berdarah. Bayi tersebut baru berusia tiga minggu. Pencarian masih tetap
dilakukan dan beruntung jari bayi tersebut masih ditemukan di bak sampah.

Perawat dalam menjalankan tugas nya harus sesuai dengan standar yang berlaku dan juga dalam
melakukan serta memberikan tindakan keperawatan kepada pasien harus berhati-hati dan seteliti
mungkin agar tidak terjadi suatu kesalahan yang membahayakan pasien

C. NILAI-NILAI ETIK DALAM KEPERAWATAN

1. Nilai Aesthetics ( Keindahan )


Adalah kualitas objek suatu peristiwa atau kejadian, seseorang memberikan kepuasan
termasuk penghargaan, kreatifitas, imajinasi, sensitifitas dan kepedulian.Contoh : ciptakan
lingkungan yang menyenangkan bagi diri sendiri dan bagi klien dan penampilan diri yang
dapat meningkatkan image perawat yang positif.

13
KASUS

Seorang perawat di puskesmas X bertugas merawat pasien demam berdarah dan pasien
tersebut sudah 2 hari dirawat dipuskesmas X tersebut. Pasien mengatakan kepada perawat
bahwa dia merasa tidak nyaman dengan lingkungan sekitar karena adanya kebisingan
keluarga pasien lainnya dan menyebabkan istirahatnya terganggu, namun perawat tersebut
tidak mampu mengatasi hal tersebut karena merasa tidak enak dengan keluarga pasien
lainnya.

JUSTIFIKASINYA :
Dengan adanya nilai Aesthetics ( Keindahan ) seorang perawat mampu menciptakan
lingkungan yang indah atau yang nyaman bagi pasiennya agar pasien perawatan di
puskemas tersebut berjalan sesuai yang diharapkan. Namun dari peramasalahan diatas
seorang perawat gagal dalam menerapkan nilai keindahan.

2. Nilai Altruisme ( Mengutamakan orang lain )


Adalah kesedian memperhatikan kesejahteraan orang lain, komitmen, arahan,
kedermawanan aatau kemurahan hati atau peduli terhadap orang lain. Contoh : Memberikan
perhatian yang penuh pada klien ketika memberikan askep.

KASUS

Seorang perawat di puskemas X memiliki pasien yang terkena cacar air , pasien tersebut
dirawat di puskesmas X pasien tersebut mengeluhkan gatal di seluruh tubuhnya namun
perawat dipuskesmas tersebut acuh dan tidak memperdulikan keadaan pasien tersebut.

JUSTIFIKASI :
Dengan adanya nilai Altruisme ( Mengutamakan orang lain ) seorang perawat harus
memiliki rasa kepedulian terhadap klien dan memperhatikan klien yang membutukan
asuhan keperawatan. Namun dari permasalahan diatas tampak seorang perawat tidak
memperduliakn keadaan klien.

3. Nilai Equality ( Persamaan )


Adalah memiliki hak atau status yang sama termasuk penerimaan dengan sikap asertif,
tidak berpihak, dan toleransi. Contoh : Memberikan asuhan keperawatan berdasarkan
kebutuhan individu bukan pada karakter pribadi.

14
KASUS

Seorang perawat di puskesmas X memberikan asuhan keperawatan lebih pada pasien karena
pasien tersebut dari baik dan tidak cerewet, sementara itu disana juga ada pasien yang dirawat
namun perawat tersebut kurang memperhatikan keadaan pasien tersebut, hal ini dikarenakan
pasien tersebut tidak berlaku sopan dan selalu memarahi perawat yang masuk keruangannya
karena pasien tersebut orang nya sangat pemarah .

JUSTIFIKASI :
Dengan adanya nilai Equality ( Persamaan ) seorang perawat tidak boleh membeda-
bedakan pasien dari karakter pribadi pasien. Namun berdasarkan permasalahn diatas
tampak seorang perawat membeda-bedakan pasien dari status karakter pasien hal ini
sangat tidak mencerminkan nilai-nilai equality yang seharusnya dimiliki sebagai seorang
perawat.

4. Nilai Freedom ( Kebebasan )


Adalah keputusan untuk menentukan pilihan kegiatan termasuk percaya diri, harapan,
disiplin, serta kebebasan dalam pengarahan diri sendiri.Contoh : Hargaiklien yang menolak
asuhan keperawatan.

KASUS

Seorang pasien yang bernama Tn A dirawat di puskemas X karena kecelakaan , Tn A sudah


3 hari di rawat di Puskesmas X tersebut karena itu seorang perawat Y ingin memandikan
pasien karena sudah 3 hari Tn A tidak mandi, namun setelah perawat Y memberitahukan
kepada Tn A tentang tindakan yang akan dilakukannya, Tn A menolak untuk dimandikan
dengan alasan lika ditangannya belum kering , namun perawat tersebut terus memaksa agar
Tn A tersebut tidak menolak mandi.

JUSTIFIKASI :
Dengan adanya niali Freedom ( Kebebasan ) Seorang perawat harus mampu menghargai
apapun keputusan klien. Namun dari permasalahan diatas tampak seorang perawat tidak
menghargai keputusan klien.

15
5. Nilai Human Dignity ( Martabat Manusia )
Adalah berhubungan dengan penghargaan yang lekat terhadap martabat manusia sebagai
individu termasuk d dalamnya kemanusiaan, kebaikan, pertimbangan, dan penghargaan yang
penuh terhadap kepercayaan.Contoh : Melakukan asuhan keperawatan kepada klien dengan
hormat tanpa memandang latar belakang.

KASUS

Seorang perawat dipuskesmas X memiliki pasien dari keluarga kalangan atas dan
keluarga dari kalangan bawah. Karena perawat tersebut ingin mendapat keuntungan dari
pasien, perawat tersebut mengutamakan perawatan terhadap pasien yang dari keluarga
dikalangan atas dan mengesampingkan pasien dari kalangan bawah tersebut.Sementara
itu pasien dari keluarga kalangan atas tersebut tidak terlalu membutuhkan perawatan
yang serius, dan pasien dari kalangan bawah sangat membutuhkan perawatan yang serius.

JUSTIFIKASI : Dengan adanya Nilai Human Digity ( Martabat Manusia ) seorang perawat
tidak boleh memandang pasien dari status sosial. Namun dari permasalahan diatas tampak
seorang perawat membeda-bedakan pasien karena status sosialnya.

6. Justice ( Keadilan )
Adalah menjunjung nilai moral dan prinsip-prinsip legal termasuk objektivitas, moralitas,
integritas.Contoh : Bertindak sebagai advokad dalam perawatan kesehatan.

KASUS

Seorang perawat di puskemas X melakukan tindakan terhadap pasien tanpa memberi tahu
pasien apa manfaat dari tindakan tersebut dan pasien tersebut merasa tidak nyaman
terhadap tindakan yang dilakuakn perawat tersebut.

JUSTIFIKASI :
Dengan adanya Nilai Justice ( Keadilan ) seorang perawat mampu menjunjung tinggi
nilai moral dan prinsip-prinsip etik. Namun dari permasalahan diatas tampak perawat
tidak melakukan tindakan advokasi yaitu melindungi hak-hak klien.Hal ini terlihat bahwa
perawat tidak memberitahukan informasi tindakan terhadap pasien.

16
7. Truth ( Kebenaran )
Adalah Kesesuain dengan fakta atau realitas termasuk akuntabilitas, kejujuran, keunikan,
dan reflektifitas yang rasional.Contoh : Dokumentasikan asuhan keperawatan secara akurat.

KASUS

Seorang perawat melakukan tindakan di puskesmas X tidak sesuai dengan SOP dan
menyebabkan pasiennya semakin parah dan ketika perawat ditanya oleh dokter
dipuskesmas X tersebut perawat mengatakan sudah sesuai dengan SOP.

JUSTIFIKASI :
Dengan adanya Nilai Truth ( Kebenaran ) Sebagai seorang perawat harus menerapkan
nilai esensial kebenaran dan tidak berkata bohong terhadap tindakan yang dilakukan.
Namun dari permasalahn diatas tampak seoarang perawat melakukan tindakan sesuai
dengan fakta yang dilakukannya dan perawat tersebut telah berbohong.

17
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berbagai permasalahan etik dapat terjadi dalam tatanan klinis yang melibatkan interaksi
antara klien dan perawat. Permasalahan bisa menyangkut penentuan antara mempertahankan
hidup dengan kebebasan dalam menentukan kematian, upaya menjaga keselamatan klien yang
bertentangan dengan kebebasan menentukan nasibnya, dan penerapan terapi yang tidak ilmiah
dalam mengatasi permasalah klien.

Dalam membuat keputusan terhadap masalah dilema etik, perawat dituntut dapat
mengambil keputusan yang menguntungkan pasien dan diri perawat dan tidak bertentang dengan
nilai-nilai yang diyakini klien. Pengamb ilan keputusan yang tepat diharapkan tidak ada pihak
yang dirugikan sehingga semua merasa nyaman dan mutu asuhan keperawatan dapat
dipertahankan.

18
DAFTAR PUSTAKA

Bertens,K.2010. Etika. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama

Rifiani,Nisya & Hartanti sulihandari.2013.Prinsip-Prinsip Dasar Keperawatan. Jakarta Timur :


Dunia Cerdas

Potter & Perry.2005.Fundamental Keperawatan : konsep, proses, dan praktik. Ed.4 Volume 1.
Jakarta :EGC

Dalami, E,dkk.2010.Etika Keperawatan.Jakarta : TIM

Nisya,R.2013.Prinsip-prinsip Dasar Keperawatan.Jakarta :Dunia Cerdas

Hendrik.2013.Etika dan Hukum Kesehatan.Jakarta: EGC

Suhaemi,M.2010.Etika Keperawatan Aplikasi Pada Praktik.Jakarta:EGC

19

Anda mungkin juga menyukai