Anda di halaman 1dari 6

PENTINGNYA PELAKSANAAN DIAGNOSA KEPERAWATAN

DALAM MELAKUKAN ASUHAN KEPERAWATAN

Tsaqila Nadhifa Harahap (tsaqilaoppo@gmail.com)

Latar Belakang
Diagnosa keperawatan adalah salah satu bagian dari proses keperawatan. Diagnosa
keperawatan dilakukan setelah pengkajian dilakukan. Diagnosa keperawatan digunakan
sesuai dengan kewenangan perawat yang ada. Diagnosa memiliki hubungan terhadap tingkat
kepuasan pasien. Diagnosa keperawatan merupakan suatu langkah yang dilakukan dengan
mengambil sebuah kesimpulan tentang hal yang menjadi keluhan pasien. Diagnosa
keperawatan merupakan suatu keputusan klinis tentang suatu penyakit pada individu,
keluarga maupun masyarakat tentang suatu respon penyakit melalui proses pengumpulan data
yang ada. Tahap-tahap dalam proses keperawatan adalah pengkajian, diagnosis keperawatan,
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Diagnosis keperawatan adalah suatu bagian integral
dari proses keperawatan. Menurut Nuurjanah (2010), Diagnosis keperawatan memberikan
gambaran tentang masalah atau status kesehatan klien yang nyata (aktual) dan kemungkinan
akan terjadi, dimana pemecahnya dapat dilakukan dalam batas wewenang perawat . Diagnosa
keperawatan ini merupakan bentuk dari pelayanan yang dilakukan oleh perawat yang sesuai
dengan wewenang perawat. Kesalahan dalam mendiagnosa juga tentu dapat merugikan
pasien. walaupun begitu, pendiagnosaan keperawatan tentu berbeda. Pendiagnosaan
keperawatan bukan merumuskan suatu penyakit melainkan menelaah aspek bio psikososial
pasien. tentu diagnosa keperawatan dan diagnosa kedokteran saling berkaitan. Dalam
melakukan diagnosa, perawat memprediksi possible diagnosis keperawatannya sesuai dengan
label dalam NANDA taxonomy 2012-2014. Namun sekarang, Indonesia sudah mengeluarkan
panduan diagnosis sendiri yaitu SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia). Kepuasan
dari pasien ini sangat berpengaruh nantinya terhadap penilaian orang terhadap kualitas rumah
sakit. Kepuasan merupakan perbandingan antara kualitas jasa pelayanan yang didapat dengan
keinginan, kebutuhan dan harapan. Tingkat kepusan merupakan fungsi dari perbedaan antara
kinerja yang dirasakan dengan harapan. Apabila kinerja dibawah harapan, maka pelanggan
akan merasa kecewa. Apabila kinerja sesuai harapan, maka pelanggan akan merasa puas.
Kenyataan menunjukkan bahwa pasien yang tidak puas akan memberikan rekomendasi dari
mulut ke mulut, sehingga mempengaruhi sikap dan keyakinan orang lain untuk tidak
berkunjung ke sarana tersebut. Pasien yang puas akan pelayanan asuhan keperawatan juga
merekomendasi dari mulut-mulut untuk menggunakan jasa layanan, sehingga akan
berdampak pada peningkatan income (pendapatan) rumah sakit tersebut (Nursalam, 2013).
Diagnosis keperawatan harus ditingkatkan lagi didalam dipelayanan rumah sakit dan fasilitas
kesehatan lainnya agar seragam, akurat, dan tidak ambigu. Penegakan diagnosis keperawatan
sebagai salah satu komponen standar asuhan keperawatan perlu dilaksanakan dengan baik
sebagaimana yang diamanahkan dalam undang-undang No.38 tahun 2014 tantang
keperawatan pada pasal 30 bahwa dalam menjalankan tugas sebagai pemberi asuhan
keperawatan, perawat berwenang menetapkan diagnosis keperawatan. Perawat sebagai
penegak diagnosis yang harus memiliki kemampuan diagnosis yang baik sebagai dasar
mengembangkan rencana intervesnsi keperawatan dalam mencapai peningkatan, pencegahan,
penyembuhan dan pemulihan kesehatan klien.

Metode

Metode yang digunakan ialah menggunakan metode literature riview yaitu penelitian yang
menggunakan cara menggali informasi sebanyak banyak nya dari sumber sumber yang ada.
Sumber yang digunakan yaitu jurnal jurnal, e-book, penelitian penelitan sebelumnya dan text
book dalam jangka waktu 10 tahun terakhir. Penelitian ini tidak dilakukan langsung di
lapangan hanya sebatas melakukan pencarian informasi dari berbagai sumber yang
bersangkutan dengan dasar – dasar penentuan diagnosa dalam asuhan keperawatan.

Hasil

Disini terdapat diagnosis keperawatan Bersihan jalan napas tidak efektif dan Pola napas tidak
efektif selalu ditegakkan oleh perawat ruangan dan peneliti. Frekuensi kemunculan yang
sering pada kedua diagnosis keperawatan ini, tidak hanya dilakukan oleh perawat ruangan,
namun juga berdasarkan pengkajian NANDAISDA. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian
(Andrade, et.al. 2012), bahwa diagnosis Pola napas tidak efektif, Bersihan jalan napas tidak
efektif dan Gangguan pertukaran gas merupakan diagnosis keperawatan yang paling banyak
ditegakkan oleh perawat berdasarkan serangkaian data pada pasien dengan gangguan
pernapasan Pneumonia dan Asma. Hal ini juga sesuai pendapat Antipuesto (2009), bahwa
pasien dengan gangguan respirasi akan mengalami masalah Bersihan jalan napas tidak
efektif, Pola napas tidak efektif, Gangguan pertukaran gas, Kurang pengetahuan, dan
Ansietas. Diagnosis keperawatan yang ditegakkan berdasarkan pengkajian NANDA-ISDA
lebih beragam daripada diagnosis keperawatan yang ditegakkan oleh perawat. Dengan
NANDA-ISDA pengkajian dilakukan dari berbagai Aspek dan didasari pada pemahaman
terhadap definisi suatu diagnosis tersebut (Nurjannah, 2010). Sedangkan diagnosis yang
dibuat perawat tidak didasari pada pengkajian dan pemahaman tentang definisi diagnosis itu
sendiri, contohnya terdapat diagnosis “Gangguan pola tidur”. Istilah ini tidak ditemukan
dalam nomenklatur NANDA-I, untuk data kurang tidur. Namun data “ kurang tidur “ akan
memunculkan diagnosis “Risiko jatuh”. Begitu pula, tidak satupun tidak satupun masalah
kolaborasi (potensial complication) ditegakkan oleh perawat sementara dari rutinitas
pekerjaan yang dilakukan lebih banyak pada pekerjaan mengatasi masalah pontensial
komplikasi. Menurut Saputra (2013), komplikasi pemasangan infus diantaranya adalah
hematoma, infiltrasi, tromboplebitis dan emboli udara. Berdasarkan pengkajian
NANDAISDA, tidak hanya diagnosis keperawatan yang bersifat fisik yang dapat ditegakkan,
namun muncul pula masalah psikososial, misalnya Ansietas dan Ketidakefektifan performa
peran.

Pembahasan

Diagnosis keperawatan merupakan penilaian klinis terhadap pengalaman/respon


individu, keluarga, atau komunitas pada masalah kesehatan/risiko masalah kesehatan atau
pada proses kehidupan. Diagnosis keperawatan merupakan bagian vital dalam menentukan
asuhan keperawatan yang sesuai untuk membantu klien mencapai kesehatan yang optimal.
Perawatan yang profesional dicerminkan dalam pendokumentasian yang profesional, yang
membuktikan tentang apa yang dilakukan oleh perawat dan secara efektif menggambarkan
status dan kemajuan klien. Informasi yang menggambarkan masalah klien atau diagnosis
keperawatan kemudian mengarah pada pemberian asuhan keperawatan untuk memilih suatu
rencana perawatan yang sesuai dengan terapi keperawatan (Potter & Perry; 2009). Kriteria
dari standar diagnosa keperawatan menurut Depkes RI (1998) yaitu diagnosa keperawatan
dihubungkan dengan penyebab kesenjangan dan pemenuhan kebutuhan pasien, diagnosa
dibuat sesuai dengan wewenang perawat, komponen terdiri dari masalah, penyebab, gejala
(PES) atau masalah dan penyebab (PE). Perawat sebagai tenaga kesehatan yang bertugas
untuk memenuhi kebutuhan dasar klien secara holistic memiliki tanggung jawab untuk
membantu pemenuhan kebutuhan oksigen klien yang tidak adekuat.Dalam tindakannya,
seorang perawat sebelum memberikan asuhan keperawatanharus melakukan metode
keperawatan berupa pengkajian, diagnosis keperawatan, intervensi, dan evaluasi. Instrumen
diagnosis keperawatan dikatakan cukup sesuai standar dikarenakan diagnosis keperawatan
belum dihubungkan dengan penyebab kesenjangan secara benar dan pemenuhan kebutuhan
pasien, dan masih ada komponen masih terdiri dari 2 statement saja. Penggunaan bahasa
diagnosis keperawatan sebagian besar belum sesuai dengan standar NANDA International.
Idealnya terdapat 2 part statement dimana seperti yang dijelaskan oleh Depkes RI (1998)
yang menyatakan bahwa diagnosis keperawatan aktual idealnya terdiri dari problem,
etiology, symtomp dan diagnosis risiko terdiri dari problem dan etiology. Setiap pelaksanaan
proses keperawatan, perawat akan selalu melakukan pencatatan atau sering disebut
pendokumentasian, mulai dari pengkajian, diagnosis, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
Dokumentasi merupakan aspek penting dari praktik keperawatan karena berisi catatancatatan
yang berguna untuk komunikasi, tagihan finansial, edukasi, pengkajian, riset, audit dan
dokumentasi legal (Potter & Perry, 2005 dalam Wirawan, Emanuel Agung). Hakikat
dokumentasi asuhan keperawatan adalah terciptanya kegiatan-kegiatan keperawatan yang
menjamin tumbuhnya pandangan, sikap, cara berpikir, dan bertindak profesional pada setiap
perawat. Penegakan diagnosis keperawatan sebagai salah satu komponen standar asuhan
keperawatan perlu dilaksanakan dengan baik sebagaimana yang diamanahkan dalam undang-
undang No.38 tahun 2014 tantang keperawatan pada pasal 30 bahwa dalam menjalankan
tugas sebagai pemberi asuhan keperawatan, perawat berwenang menetapkan diagnosis
keperawatan. Hal ini menegaskan wewenang perawat sebagai penegak diagnosis yang harus
memiliki kemampuan diagnosis yang baik sebagai dasar mengembangkan rencana intervensi
keperawatan dalam rangka mencapai peningkatan, pencegahan dan penyembuhan serta
pemulihan kesehatan klien. Diagnosa yang ditetapkan oleh perawat, nyatanya, sering tidak
sesuai atau kurang tepat jika dibandingkan dengan diagnosa akhir oleh dokter. Perawat tidak
dituntut sebagai pemberi diagnosa yang pasti, namun setidaknya penetapan diagnosa
keperawatan harus akurat dan berhubungan dengan diagnosa dokter sehingga hal ini
membuat fungsi dan citra perawat profesional dengan baik. Keberhasilan doagnosa
keperawatan ini juga berhubungan dengan diri perawat itu sendiri dari segi komtetansi dan
potensi lainnya. Untuk mengetahui diagnosa keperawatan, maka kita harus terlebih dahulu
mengetahui diagnosa medis. Diagnosa medis merupakan evaluasi hasil yang dikeluarkan
oleh pemeriksaan penunjang, pemeriksaan yang dilakukan oleh dokter, dan dari pemeriksaan
yang lainnya. Sedangkan diagnosa keperawatan akan tegak apabila terdapat data – data yang
dapat mendukung yang berupa keputusan klinis tentang suatu respon dari individu, keluarga
ataupun masyarakat. Dokumentasi keperawatan menyita hampir 50% waktu perawat pershift
kebanyakan perawat dalam urutan klinis, tidak melakukan dokumentasi yang lengkap. Alasan
mengapa perawat tidak melakukan dokumentasi keperawatan adalah kebanyakan perawat
lebih memilih meluangkan waktu untuk melakukan tindakan pada pasien dan tidak
mendokumentasikannya. Faktor pekerjaan, pelatihan dan beban kerja. Merupakan faktor yang
dapat mempengaruhi kelengkapan dokumentasi keperawatan. Lingkungan kerja, beban kerja
yang tinggi, dan sulitnya dokumentasi format waktu pengisian berkontribusi terhadap
kurangnya dokumentasi keperawatan[3] .

Penutup

Perawat dituntut untuk melakukan perubahan yang bersifat perilaku agar dapat merumuskan
diagnosa keperawatan sejahtera karena penggunaan diagnosa yang berorientasi pada masalah
telah lebih dikenal dan dianut oleh para praktisi keperawatan dibandingkan dengan pemilihan
diagnosa keperawatan sejahtera yang membutuhkan pengidentifikasian kekuatan klien
sebagai salah satu langkah perumusannya. Upaya yang lebih konkrit dapat dilakukan untuk
mengembangkan diagnosa keperawatan sejahtera ini melalui praktik langsung di tatanan
pelayanan keperawatan yang memfokuskan pelayanannya pada upaya promosi kesehatan
klien seperti Puskesmas atau Posyandu, sehingga daftar diagnosa keperawatan sejahtera dapat
dikembangkan atau divalidasi pada kondisi aktual di negara kita. Menurut penulis, Buku
Diagnosa Keperawatan Sejahtera karangan Stolte (2004) sangatlah layak untuk dijadikan
pegangan bagi para praktisi keperawatan untuk mengembangkan diagnosa keperawatan
sejahtera ini (HH). Dan perlunya sosialisasi penegakkan diagnosis keperawatan berdasarkan
NANDA-ISDA. Selanjutnya berdasarkan diagnose keperawatan yang sering muncul, pada
pasien di Ruang Paru dapat dijadikan dasar dalam pembuatan Standar Asuhan Keperawatan,
khususnya di Ruang Paru.
Daftar Pustaka

Ainun, I. N. (2019). Dasar – Dasar Penentuan Diagnosa Dalam Asuhan Keperawatan


Apriyani, Heni. (2015). Identifikasi Diagnosis Keperawatan Pada Pasien Di Ruang Paru
Sebuah Rumah Sakit. Jurnal Keperawatan. Vol. 11. No.1
Cikwanto dan Nupiyanti. (2018). Pengembangan Instrumen Penegakan Diagnosis
Keperawatan Pada Pasien Congestive Heart Failure (Chf) Berbasis Standar Diagnosis
Keperawatan Indonesia (Sdki). Jurnal Keperawatan Aisyiyah (JKA). Vol. 5. No. 1
Ginting G,K,A.2018.Pengaruh Diagnosa Keperawatan Terhadap Tingkat Kepuasan Pasien
Herdman,T.Heather.2012.NANDA International,Diagnosis Keperawatan: Definisi dan
Klasifikasi 2012-2014.Jakarta: EGC
Lingga, B. Y. (2019). Keberhasilan Diagnosa Keperawatan Menentukan Potensi Dan
Kompetensi Perawat
Novieastri E.Diagnosa Keperawatan Sejahtera.Jurnal Keperawatan Indonesia.Vol,7(2).
Ransan Y.Budiharto I.Herman.Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakkan Standar
Diagnosis Keperawatan Di Rumah Sakit Umum Daerah Soedarso Pontianak.
Simamora, R. H., Bukit, E., Purba, J. M., & Siahaan, J. (2017). Penguatan kinerja perawat
dalam pemberian asuhan keperawatan melalui pelatihan ronde keperawatan di rumah sakit
royal prima medan. Jurnal pengabdian kepada masyarakat, 23(2), 300-304.
Simamora, R. H. (2019). Socialization of Information Technology Utilization and Knowledge
of Information System Effectiveness at Hospital Nurses in Medan, North Sumatra. Editorial
Preface From the Desk of Managing Editor…, 10(9).
Wati, U, R.,Keliat, B, A.,Wardani, I, Y.2015.Tindakan Keperawatan Pada Klien Keluarga
Dan Kader Kesehatan Jiwa Dengan Diagnosa Keperawatan Isolasi Sosial Di
Komunitas.Jurnal Keperawatan Jiwa.Vol,3(2).
Yolanda,Cynthia. (2019). Kompetensi Perawat Dalam Merumuskan Diagnosa Keperawatan

Anda mungkin juga menyukai