Latar Belakang
Diagnosa keperawatan adalah salah satu bagian dari proses keperawatan. Diagnosa
keperawatan dilakukan setelah pengkajian dilakukan. Diagnosa keperawatan digunakan
sesuai dengan kewenangan perawat yang ada. Diagnosa memiliki hubungan terhadap tingkat
kepuasan pasien. Diagnosa keperawatan merupakan suatu langkah yang dilakukan dengan
mengambil sebuah kesimpulan tentang hal yang menjadi keluhan pasien. Diagnosa
keperawatan merupakan suatu keputusan klinis tentang suatu penyakit pada individu,
keluarga maupun masyarakat tentang suatu respon penyakit melalui proses pengumpulan data
yang ada. Tahap-tahap dalam proses keperawatan adalah pengkajian, diagnosis keperawatan,
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Diagnosis keperawatan adalah suatu bagian integral
dari proses keperawatan. Menurut Nuurjanah (2010), Diagnosis keperawatan memberikan
gambaran tentang masalah atau status kesehatan klien yang nyata (aktual) dan kemungkinan
akan terjadi, dimana pemecahnya dapat dilakukan dalam batas wewenang perawat . Diagnosa
keperawatan ini merupakan bentuk dari pelayanan yang dilakukan oleh perawat yang sesuai
dengan wewenang perawat. Kesalahan dalam mendiagnosa juga tentu dapat merugikan
pasien. walaupun begitu, pendiagnosaan keperawatan tentu berbeda. Pendiagnosaan
keperawatan bukan merumuskan suatu penyakit melainkan menelaah aspek bio psikososial
pasien. tentu diagnosa keperawatan dan diagnosa kedokteran saling berkaitan. Dalam
melakukan diagnosa, perawat memprediksi possible diagnosis keperawatannya sesuai dengan
label dalam NANDA taxonomy 2012-2014. Namun sekarang, Indonesia sudah mengeluarkan
panduan diagnosis sendiri yaitu SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia). Kepuasan
dari pasien ini sangat berpengaruh nantinya terhadap penilaian orang terhadap kualitas rumah
sakit. Kepuasan merupakan perbandingan antara kualitas jasa pelayanan yang didapat dengan
keinginan, kebutuhan dan harapan. Tingkat kepusan merupakan fungsi dari perbedaan antara
kinerja yang dirasakan dengan harapan. Apabila kinerja dibawah harapan, maka pelanggan
akan merasa kecewa. Apabila kinerja sesuai harapan, maka pelanggan akan merasa puas.
Kenyataan menunjukkan bahwa pasien yang tidak puas akan memberikan rekomendasi dari
mulut ke mulut, sehingga mempengaruhi sikap dan keyakinan orang lain untuk tidak
berkunjung ke sarana tersebut. Pasien yang puas akan pelayanan asuhan keperawatan juga
merekomendasi dari mulut-mulut untuk menggunakan jasa layanan, sehingga akan
berdampak pada peningkatan income (pendapatan) rumah sakit tersebut (Nursalam, 2013).
Diagnosis keperawatan harus ditingkatkan lagi didalam dipelayanan rumah sakit dan fasilitas
kesehatan lainnya agar seragam, akurat, dan tidak ambigu. Penegakan diagnosis keperawatan
sebagai salah satu komponen standar asuhan keperawatan perlu dilaksanakan dengan baik
sebagaimana yang diamanahkan dalam undang-undang No.38 tahun 2014 tantang
keperawatan pada pasal 30 bahwa dalam menjalankan tugas sebagai pemberi asuhan
keperawatan, perawat berwenang menetapkan diagnosis keperawatan. Perawat sebagai
penegak diagnosis yang harus memiliki kemampuan diagnosis yang baik sebagai dasar
mengembangkan rencana intervesnsi keperawatan dalam mencapai peningkatan, pencegahan,
penyembuhan dan pemulihan kesehatan klien.
Metode
Metode yang digunakan ialah menggunakan metode literature riview yaitu penelitian yang
menggunakan cara menggali informasi sebanyak banyak nya dari sumber sumber yang ada.
Sumber yang digunakan yaitu jurnal jurnal, e-book, penelitian penelitan sebelumnya dan text
book dalam jangka waktu 10 tahun terakhir. Penelitian ini tidak dilakukan langsung di
lapangan hanya sebatas melakukan pencarian informasi dari berbagai sumber yang
bersangkutan dengan dasar – dasar penentuan diagnosa dalam asuhan keperawatan.
Hasil
Disini terdapat diagnosis keperawatan Bersihan jalan napas tidak efektif dan Pola napas tidak
efektif selalu ditegakkan oleh perawat ruangan dan peneliti. Frekuensi kemunculan yang
sering pada kedua diagnosis keperawatan ini, tidak hanya dilakukan oleh perawat ruangan,
namun juga berdasarkan pengkajian NANDAISDA. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian
(Andrade, et.al. 2012), bahwa diagnosis Pola napas tidak efektif, Bersihan jalan napas tidak
efektif dan Gangguan pertukaran gas merupakan diagnosis keperawatan yang paling banyak
ditegakkan oleh perawat berdasarkan serangkaian data pada pasien dengan gangguan
pernapasan Pneumonia dan Asma. Hal ini juga sesuai pendapat Antipuesto (2009), bahwa
pasien dengan gangguan respirasi akan mengalami masalah Bersihan jalan napas tidak
efektif, Pola napas tidak efektif, Gangguan pertukaran gas, Kurang pengetahuan, dan
Ansietas. Diagnosis keperawatan yang ditegakkan berdasarkan pengkajian NANDA-ISDA
lebih beragam daripada diagnosis keperawatan yang ditegakkan oleh perawat. Dengan
NANDA-ISDA pengkajian dilakukan dari berbagai Aspek dan didasari pada pemahaman
terhadap definisi suatu diagnosis tersebut (Nurjannah, 2010). Sedangkan diagnosis yang
dibuat perawat tidak didasari pada pengkajian dan pemahaman tentang definisi diagnosis itu
sendiri, contohnya terdapat diagnosis “Gangguan pola tidur”. Istilah ini tidak ditemukan
dalam nomenklatur NANDA-I, untuk data kurang tidur. Namun data “ kurang tidur “ akan
memunculkan diagnosis “Risiko jatuh”. Begitu pula, tidak satupun tidak satupun masalah
kolaborasi (potensial complication) ditegakkan oleh perawat sementara dari rutinitas
pekerjaan yang dilakukan lebih banyak pada pekerjaan mengatasi masalah pontensial
komplikasi. Menurut Saputra (2013), komplikasi pemasangan infus diantaranya adalah
hematoma, infiltrasi, tromboplebitis dan emboli udara. Berdasarkan pengkajian
NANDAISDA, tidak hanya diagnosis keperawatan yang bersifat fisik yang dapat ditegakkan,
namun muncul pula masalah psikososial, misalnya Ansietas dan Ketidakefektifan performa
peran.
Pembahasan
Penutup
Perawat dituntut untuk melakukan perubahan yang bersifat perilaku agar dapat merumuskan
diagnosa keperawatan sejahtera karena penggunaan diagnosa yang berorientasi pada masalah
telah lebih dikenal dan dianut oleh para praktisi keperawatan dibandingkan dengan pemilihan
diagnosa keperawatan sejahtera yang membutuhkan pengidentifikasian kekuatan klien
sebagai salah satu langkah perumusannya. Upaya yang lebih konkrit dapat dilakukan untuk
mengembangkan diagnosa keperawatan sejahtera ini melalui praktik langsung di tatanan
pelayanan keperawatan yang memfokuskan pelayanannya pada upaya promosi kesehatan
klien seperti Puskesmas atau Posyandu, sehingga daftar diagnosa keperawatan sejahtera dapat
dikembangkan atau divalidasi pada kondisi aktual di negara kita. Menurut penulis, Buku
Diagnosa Keperawatan Sejahtera karangan Stolte (2004) sangatlah layak untuk dijadikan
pegangan bagi para praktisi keperawatan untuk mengembangkan diagnosa keperawatan
sejahtera ini (HH). Dan perlunya sosialisasi penegakkan diagnosis keperawatan berdasarkan
NANDA-ISDA. Selanjutnya berdasarkan diagnose keperawatan yang sering muncul, pada
pasien di Ruang Paru dapat dijadikan dasar dalam pembuatan Standar Asuhan Keperawatan,
khususnya di Ruang Paru.
Daftar Pustaka