Anda di halaman 1dari 33

1

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Pelayanan kesehatan yang berkualitas adalah merupakan hak setiap pasien.

Hal ini memacu para penyelenggara pelayanan kesehatan termasuk rumah sakit

untuk secara serius berupaya meningkatkan mutu pelayanan yang diberikan.

Sekarang adalah zaman bahwa semboyan pasien atau konsumen adalah raja, ini

sudah benar-benar harus diwujudkan. Saat ini merupakan masa keunggulan

konsumen termasuk kesehatan harus berorientasi pada kepuasan pasien atau

konsumen. Aspek-aspek kepuasan pasien terdiri dari pelayanan medis, informasi,

makanan, fasilitas akomodasi, lingkungan, pelayanan keperawatan,dan jadwal

visit ke pasien (Gadalean, Chepte, & Constantin, 2015).

Mutu pelayanan keperawatan sangat mempengaruhi kualitas pelayanan

kesehatan, bahkan menjadi salah satu faktor penentu citra institusi pelayanan

kesehatan seperti rumah sakit. Hal ini terjadi karena keperawatan merupakan

kelompok profesi dengan jumlah terbanyak, paling depan dan terdekat dengan

penderitaan orang lain, kesakitan, kesengsaraan yang dialami masyarakat. Salah

satu indikator dari mutu pelayanan keperawatan yaitu apakah pelayanan

keperawatan yang diberikan memuaskan pasien atau tidak (Nursalam, 2015).


2

Rumah sakit merupakan salah satu jaringan pelayanan kesehatan yang

penting, sarat dengan tugas, beban, masalah dan harapan yang digantungkan

padanya. Rumah sakit yang baik adalah rumah sakit yang memiliki kemampuan

dalam menghubungkan aspek-aspek kemanusiaan yang ada dengan program-

program pelayanan kesehatan (Wulan dan Hastuti, 2015).

Caring dalam keperawatan adalah hal yang sangat mendasar, caring

merupakan jantung dari profesi, artinya sebagai komponen yang unik,

fundamental dan menjadi fokus sentral dari keperawatan. Salah satu bentuk

pelayanan keperawatan adalah perilaku caring perawat yang merupakan inti

dalam praktek keperawatan profesional). Seorang perawat dalam memberikan

asuhan keperawatan harus mencerminkan perilaku caring dalam setiap tindakan

(Wulan,2015).

Perilaku caring telah memerankan bagian penting dalam dunia

keperawatan, sejak dulu keperawatan selalu meliputi empat konsep yang

merupakan paradigma dalam dunia keperawatan yaitu: Merawat adalah apa yang

kita lakukan, manusia adalah sasaran dari apa yang kita lakukan (kepada siapa

kita melakukannya). Kesehatan adalah tujuan dari tindakan perawatan dan

lingkungan adalah tempat di mana kita merawat, inti dari semua teori tentang

keperawatan adalah melakukan dan menguraikan empat konsep tersebut, tetapi

sekarang merawat juga didefinisikan sebagai "kepedulian", yang kini sudah

menjadi konsep paradigma yang kelima (Watson, 2013).

Perawat yang caring berhubungan dengan outcome dari pasien. Caring

dapat meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan pasien serta dapat


3

memfasilitasi atau memudahkan dalam promosi kesehatan. Perawat yang caring

juga berdampak pada peningkatan rasa percaya diri serta menurunkan kecemasan

pada pasien, berkurangnya kecemasan dan stress akan meningkatkan pertahanan

tubuh dan membantu meningkatkan penyembuhan (Novieastari, 2013).

Seorang perawat harus memiliki perilaku caring dalam pelayanannya

terhadap pasien, karena hubungan antara pemberi pelayanan kesehatan dengan

pasien merupakan faktor yang mempengaruhi proses kepuasan dan kesembuhan

pasien tersebut (Watson, 2007 dalam Nursalam, 2014 : 215).

Penilaian kepuasan pasien dilihat dari bagian mutu pelayanan karena

upaya mutu pelayanan harus dapat memberikan kepuasan, bukan semata mata

untuk kesembuhan pasien saja. Selain itu tingkat kepuasan pasien juga

merupakan hal yang penting dalam mengevaluasi kualitas pelayanan yang telah

diberikan dari.

Kepuasan pasien tergantung pada kinerja dalam memberikan suatu

pelayanan, bila kinerja jauh lebih rendah daripada harapan pasien, pasien tidak

puas dan bila kinerja pelayanan sesuai dengan harapan maka pasien merasa

sangat puas atau dapat diartikan sebagai perbandingan antara harapan yang

dimiliki oleh pasien dengan kenyataan yang diterima oleh pasien pada saat

menerima pelayanan (Ngurah,2015 ).

Berdasarkan hasil penelitian dilakukan Rusmiyati (2012), di RSUD

Karanganyar tentang konsep caring perawat pada pasien, menyatakan bahwa

caring merupakan asuhan langsung yang diberikan kepada pasien melalui

interaksi dan proses teaching, learning, sikap dan perilaku caring, caring
4

mempunyai banyak manfaat untuk pasien, seperti ketenangan jiwa, membina

rasa percaya, mengurangi kecemasan pasien dan menstimulasi kesadaran,

sehingga akan membantu kesembuhan dan menimbulkan kepuasan pasien

Beberapa hasil penelitian menyebutkan bahwa dilapangan ada

kecenderungan perawat tidak caring dalam memberikan asuhan keperawatan.

Hasil penelitian Sobirin (2012), didapatkan bahwa penerapan perilaku caring

lebih dari separuh perawat pelaksana (52,5%) di RSUD unit swadana Kabupaten

Subang termasuk kategori rendah. Hasil penelitian Agustin (2013) di RS Dr.

Mohammad Hoesin Palembang menyebutkan bahwa perawat belum sepenuhnya

berperilaku caring dalam memberikan asuhan keperawatan dan tingkat kepuasan

klien masih sangat rendah. Hampir separuh perawat dinilai tidak caring (48,5%).

Sikap caring yang diharapkan dalam keperawatan merupakan perilaku

yang didasari oleh beberapa aspek diantaranya: 1) human altruistic

(mengutamakan nilai-nilai kemanusiaan), 2) faith-hope (menenamkan

kepercayaan-harapan), 3) sensivity (mengembangkan kepekaan diri sendiri dan

orang lain), 4) helping-trust (hubungan saling percaya dan saling membantu), 5)

ekpersesi perasaan yang pisitif dan negatif, 6) pemecahan masalah, 7) proses

belajar mengajar interpersonal, 8) lingkungan yang mendukung, 9) pemenuhan

kebutuhan dasar manusia, dan 10) exsistensial-phenomenological (Watson,

2012).

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di Rumah

Sakit Muhammadiyah Medan pada tanggal 19 Juni 2018 di ruang rawat inap

kelas III di peroleh data wawancara dari pasien yang dirawat inap 10 orang
5

dengan diagnosa berbeda dengan pasien lainya. Terdapat 7 orang pasien

mengatakan kurang puas dengan sikap perawat, pasien dan keluarga mengatakan

kurang nya rasa empati perawat serta informasi yang diberikan kurang jelas, dan

saat memasuki serta memberikan tindakan perawat kurang memberikan salam

dan senyum pada pasien, namun kenyataan dalam praktek masih banyak

ditemukan perawat yang kurang berprilaku caring hal ini yang membuat atau

menjadi penyebab ketidak puasan terhadap pasien, yang menjadi salah satu

faktor tidak caring nya perawat yaitu beban kerja yang terlalu tinggi atau

kurangnya perhatian pihak menajemen rumah sakit terhadap kesejahtraan

perawat sehingga menimbulkan rasa jenuh dan kurangnya ketulusan perawat

dalam memberikan asuhan keperawatan kondisi tersebut tentunya harus

mendapatkan perhatian yang serius dari pihak terkait.

Perawat yang mempunyai kepedulian dalam memberikan asuhan

keperawatan pada pasien di rumah sakit adalah perawat yang caring. Hal ini

didukung oleh teori yang dikemukankan oleh Potter bahwa caring adalah

perhatian perawat sepenuh hati terhadap pasien. Kepedulian, empati, komunikasi

yang lemah lembut,dan rasa kasih sayang perawat terhadap pasien yang akan

membentuk hubungan antara perawat dengan pasien yang terapeutik. Dengan

demikian pasien merasa nyaman, aman, dan rasa stres akibat penyakit yang

diderita menjadi kurang sehingga kepuasan pasien dapat diwujudkan.


6

Berdasarkan alasan itulah mendorong penulis untuk melakukan penelitian

dengan judul “Hubungan perilaku Caring Perawat dengan Tingkat Kepuasan

Pasien Rawat Inap kelas III di Rumah Sakit Umum Muhammadiyah Medan

Tahun 2018”.

1.2 RumusanMasalah

Berdasarkan uraian identifikasi masalah diatas dapat dirumuskan

permasalahanya sebagai berikut “Apakah terdapat hubungan antara perilaku

caring perawat dengan tingkat kepuasan pasien rawat inap kelas III di Rumah

Sakit Umum Muhammadiyah Medan Tahun 2018”

1.3 TujuanPenelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahuai Hubungan Caring Perawat Dengan Tingkat

Kepuasan Pasien di Ruang rawat Inap Kelas III Rumah Sakit Umum

Muhammadiyah Medan Tahun 2018

1.3.2 Tujuan khusus

1. Mengetahui Prilaku Caring Perawat di Ruang rawat Inap Kelas III Rumah

Sakit Umum Muhammadiyah Medan Tahun 2018

2. Untuk mengetahui Kepuasan pasien yang di Ruang rawat Inap Kelas III

Rumah Sakit Umum Muhammadiyah Medan Tahun 2018

3. Untuk mengetahuai Hubungan Caring Perawat Dengan Tingkat Kepuasan

Pasien di Ruang rawat Inap Kelas III Rumah Sakit Umum Muhammadiyah

Medan Tahun 2018


7
1.4 Manfaat Penelitian

1. Bagi tempat penelitian

Sebagai bahan masukan dan informasi untuk perawat dan pihak

Rumah Sakit dalam upaya memberikan pelayanan yang lebih bagus

lagi sehingga menambah nilai baik terhadap Rumah Sakit

2. Bagi pendidikan

Sebagai sumber masukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan

keperawatan dalam memberikan pelayanan yang lebih bagus serta

menciptakan sikap dan perilaku caring bagi calon perawat

3. Bagi peneliti selanjutnya

Diharapkan peneliti selanjutnya penelitian ini menjadi sumber

refrensi serta memperbaiki kekurangan yang ada pada penulisan

penelitian ini.
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Kepuasan Pasien

2.1.1 Defenisi Kepuasan Pasien

Memahami kebutuhan dan keinginan pasien adalah hal penting yang

mempengaruhi kepuasan pasien. Pasien yang puas merupakan aset yang sangat

berharga karena apabila pasien merasa puas mereka akan terus melakukan

pemakaian terhadap jasa pilihannya, tetapi jika pasien merasa tidak puas mereka

akan memberitahukan dua kali lebih hebat kepada orang lain tentang pengalaman

buruknya. Untuk menciptakan kepuasan pasien, rumah sakit harus menciptakan

dan mengelola suatu sistem untuk memperoleh pasien yang lebih banyak dan

kemam puan untuk mempertahankan pasiennya.

Pasien adalah orang sakit yang dirawat dokter dan tenaga kesehatan

lainnya ditempat praktek. Sedangkan kepuasan adalah perasaan senang seseorang

yang berasal dari perbandingan antara kesenangan terhadap aktivitas dan suatu

produk dengan harapannya (Nursalam; 2013). Kotler (dalam Nursalam; 2013)

menyebutkan bahwa kepuasan adalah perasan senang atau kecewa seseorang yang

muncul setelah membandingkan antara persepsi atau kesannya terhadap kinerja

atau hasil suatu produk dan harapan-harapannya.

Westbrook & Reilly (dalam Tjiptono,2012) berpendapat bahwa kepuasan

pelanggan merupakan respon emosional terhadap pengalamanpengalaman

berkaitan dengan produk atau jasa tertentu yang dibeli, gerai ritel, atau bahkan

pola perilaku (seperti perilaku berbelanja dan perilaku pembeli), serta pasar secara

keseluruhan. Menurut Yamit (2012), kepuasan pelanggan adalah hasil (outcome)


yang dirasakan atas penggunaan produk dan jasa, sama atau melebihi harapan

yang diinginkan.

Sedangkan pendapat lain menyebutkan bahwa kepuasan pasien adalah

tingkat perasaan pasien yang timbul sebagai akibat dari kinerja layanan kesehatan

yang diperolehnya, setelah pasien membandingkan dengan apa yang

diharapkannya. Pendapat lain dari Endang (dalam Mamik; 2014) bahwa kepuasan

pasien merupakan evaluasi atau penilaian setelah memakai suatu pelayanan,

bahwa pelayanan yang dipilh setidak-tidaknya memenuhi atau melebihi harapan.

Berdasarkan uraian dari beberapa ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwa

kepuasan pasien adalah hasil penilaian dalam bentuk respon emosional (perasaan

senang dan puas) pada pasien karena terpenuhinya harapan atau keinginan dalam

menggunakan dan menerima pelayanan perawat.

2.1.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Pasien

Menurut Budiastuti (dalam Nooria; 2008), faktor yang mempengaruhi

kepuasan pasien yaitu:

1. Kualitas produk atau jasa, pasien akan merasa puas bila hasil evaluasi

mereka menunjukkan bahwa produk atau jasa yang digunakan

berkualitas. Persepsi pasien terhadap kualitas produk atau jasa

dipengaruhi oleh dua hal yaitu kenyataan kualitas produk atau jasa dan

komunikasi perusahaan, dalam hal ini rumah sakit dalam mengiklankan

tempatnya.

2. Kualitas pelayanan, pasien akan merasa puas jika mereka memperoleh

pelayanan yang baik atau sesuai dengan yang diharapkan.

3. Faktor emosional, pasien merasa bangga, puas dan kagum terhadap

rumah sakit yang dipandang “rumah sakit mahal”.


4. Harga, semakin mahal harga perawatan maka pasien mempunyai harapan

yang lebih besar. Sedangkan rumah sakit yang berkualitas sama tetapi

berharga murah, memberi nilai yang lebih tinggi pada pasien.

5. Biaya, pasien yang tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan atau tidak

perlu membuang waktu untuk mendapatkan jasa pelayanan, maka pasien

cenderung puas terhadap jasa pelayanan tersebut.

Selain itu, menurut Moison, Walter dan White (dalam Nooria; 2008)

menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pasien, yaitu:

a. Karakteristik produk, karakteristik produk rumah sakit meliputi

penampilan bangunan rumah sakit, kebersihan dan tipe kelas kamar yang

disediakan beserta kelengkapannya

b. Harga, semakin mahal harga perawatan maka pasien mempunyai harapan

yang lebih besar.

c. Pelayanan, meliputi pelayanan keramahan petugas rumah sakit,

kecepatan dalam pelayanan. Rumah sakit dianggap baik apabila dalam

memberikan pelayanan lebih memperhatikan kebutuhan pasien maupun

orang lain yang berkunjung di rumah sakit.

d. Lokasi, meliputi letak rumah sakit, letak kamar dan lingkungannya.

Merupakan salah satu aspek yang menentukan pertimbangan dalam

memilih rumah sakit.

Umumnya semakin dekat rumah sakit dengan pusat perkotaan atau yang

mudah dijangkau, mudahnya transportasi dan lingkungan yang baik akan semakin

menjadi pilihan bagi pasien yang membutuhkan rumah sakit tersebut.

a. Fasilitas, kelengkapan fasilitas rumah sakit turut menentukan penilaian

kepuasan pasien, misalnya fasilitas kesehatan baik sarana dan prasarana,

tempat parkir, ruang tunggu yang nyaman dan ruang kamar rawat inap.

b. Image, yaitu citra, reputasi dan kepedulian perawat terhadap lingkungan


c. Desain visual, tata ruang dan dekorasi rumah sakit ikut menentukan

kenyamanan suatu rumah sakit, oleh karena itu desain dan visual harus

diikutsertakan dalam penyusunan strategi terhadap kepuasan pasien atau

konsumen.

d. Suasana, suasana rumah sakit yang tenang, nyaman, sejuk dan indah akan

sangat mempengaruhi kepuasan pasien dalam proses penyembuhannya.

Selain itu tidak hanya bagi pasien saja yang menikmati itu akan tetapi

orang lain yang berkunjung ke rumah sakit akan sangat senang dan

memberikan pendapat yang positif sehingga akan terkesan bagi

pengunjung rumah sakit tersebut.

e. Komunikasi, bagaimana keluhan-keluhan dari pasien dengan cepat

diterima oleh perawat.

Kemudian menurut Yazid (dalam Nursalam; 2011), faktor yang

mempengaruhi kepuasan pasien yaitu: Kesesuaian antara harapan dan kenyataan

dan layanan selama proses menikmati jasa

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa faktor yang dapat

mempengaruhi kepuasan pasien adalah kualitas pelayanan, biaya perawatan,

lokasi, fasilitas, image, desain visual, suasana dan komunikasi.


2.1.3 Aspek-aspek Kepuasan Pasien

Penilaian pasien terhadap pelayanan perawat bersumber dari

pengalaman pasien. Aspek pengalaman pasien dapat diartikan sebagai suatu

perlakuan atau tindakan dari perawat yang sedang atau pernah dijalani,

dirasakan dan ditanggung oleh seseorang yang menggunakan pelayanan

perawat.

Menurut Zeitham dan Berry (dalam Tjiptono; 2013), aspek-aspek

kepuasan pasien meliputi:

a. Keistimewaan, yaitu dimana pasien merasa diperlakukan secara

istimewa oleh perawat selama proses pelayanan.

b. Kesesuaian, yaitu sejauhmana pelayanan yang diberikan perawat

sesuai dengan keinginan pasien, selain itu ada ketepatan waktu dan

harga.

c. Keajegan dalam memberikan pelayanan, artinya pelayanan yang

diberikan selalu sama pada setiap kesempatan dengan kata lain

pelayanan yang diberikan selalu konsisten.

d. Estetika, estetika dalam pelayanan berhubungan dengan kesesuaian

tata letak barang maupun keindahan ruangan.

Selain itu menurut Krowinski (dalam Suryawati; 2014), terdapat

dua aspek kepuasan pasien yaitu:

a. Kepuasan yang mengacu hanya pada penerapan standar dan kode

etik pofesi. Meliputi: hubungan perawat dengan pasien,

kenyamanan pelayanan, kebebasan menentukan pilihan,

pengetahuan dan kompetensi teknis, efektivitas pelayanan dan

keamanan tindakan.
b. Kepuasan yang mengacu pada penerapan semua persyaratan

pelayanan kesehatan. Meliputi: ketersediaan, kewajaran,

kesinambungan, penerimaan, keterjangkauan, efisiensi, dan mutu

pelayanan kesehatan.

Kemudian menurut Hinshaw dan Atwood (dalam Hajinezhad;

2012), aspek kepuasan pasien yaitu:

a. Teknik pelayanan professional

b. Kepercayaan

c. Pendidikan pasien

2.1.4 Pengukuran Tingkat Kepuasan

Pengukuran harapan pasien dapat dilakukan dengan membuat

koesioner yang berisi aspek-aspek layanan kesehatan yang dianggap penting

oleh pasien. Kemudian pasien diminta menilai setiap aspek yang tadi, sesuai

dengan tingkat kepentingan aspek tersebut bagi pasien yang bersangkutan.

Tingkat kepentingan tersebut dapat diukur dengan menggunakan Skala

Likert dengan graduasi penilaian kepentingan, misalnya sangat penting,

amat penting, penting, kurang penting, dan tidak penting. Kemudian tingkat

penilaian tersebut diberi pembobotan misalnya, sangat penting=5,

penting=4, cukup Penting=3, tidak penting=2 dan sangat tidak penting=1.

Penilaian pasien terhadap kinerja layanan kesehatan juga dilakukan dengan

menggunakan Skala Likert dengan menggunakan graduasi tingka penilaian

misalnya, sangat puas, puas, cukup puas, kurang puas, dan tidak puas.

Sangat puas=5, Puas=4, cukup puas=3, tidak puas=2, sangat tidak puas=1
Menurut Kotler (2007), ada beberapa macam metode dalam

pengukuran kepuasan pelanggan :

a. Sistem keluhan dan saran

Organisasi yang berorientasi pada pelanggan (Customer Oriented)

memberikan kesempatan yang luas kepada para pelangganya untuk

menyampaikan keluhan dan saran. Misalnya dengan menyediakan

kotak saran, kartu komentar, dan hubungan telefon langsung dengan

pelanggan.

b. Ghost shopping

Mempekerjakan beberapa orang untuk berperan atau bersikap

sebagai pembeli potensial, kemudian melaporkan temuanya

mengenai kekuatan dan kelemahan produk perusahaan dan pesaing

berdasarkan pengalaman mereka.

c. Lost customer analysis

Perusahaan seyogyanya menghubungi para pelanggan yang telah

berhenti membeli agar dapat memahami mengapa hal itu terjadi.

d. Survei kepuasan pelanggan

Penelitian survey dapat melalui pos, telepon dan wawancara

langsung. Responden juga dapat diminta untuk mengurutkan

berbagai elemen penawaran berdasarkan derajat pentingnya setiap

elemen dan seberapa baik perusahaan dalam masing-masing elemen.

Melalui survey perusahaan akan memperoleh tanggapan dan umpan

balik secara
Tingkat kepuasan dapat diukur dengan beberapa metode diatas. Data

yang diperoleh dari hasil pengukuran tiap-tiap metode mempunyai hasil

yang berbeda. Pada penelitian yang menggunakan metode survei kepuasan

pelanggan, data/ informasi yang diperoleh menggunakan metode ini lebih

fokus pada apa yang ingin diteliti sehingga hasilnyapun akan lebih valid

(Eprins,2013).

2.1.5 Kualitas Pelayanan Perawat

Suatu cara perusahaan jasa untuk tetap dapat unggul bersaing

adalah memberikan jasa dengan kualitas yang lebih tinggi dari pesaingnya

secara konsisten. Kualitas yang baik telah menjadi harapan dan impian bagi

semua orang baik konsumen maupun produsen.

Menurut Winston Dictionary (dalam Satrianegara; 2013), kualitas

adalah tingkat kesempurnaan dari penampilan sesuatu yang sedang diamati.

Selain itu menurut Crosby (dalam Satrianegara; 2013), kualitas adalah

kepatuhan terhadap standar yang telah ditetapkan. Kualitas menurut Goetsh

& Davis (dalam Yamit; 2012) adalah suatu kondisi dinamis yang

berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang

memenuhi atau melebihi harapan.

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa

kualitas adalah kondisi dimana hasil dari produk dan jasa mencapai tingkat

kesempurnaan yang sesuai dengan kebutuhan pelanggan, standar yang

berlaku dan tujuan. Produk yang dihasilkan oleh suatu organisasi dapat

menghasilkan barang atau jasa. Jasa diartikan sebagai pelayanan karena jasa

itu menghasilkan pelayanan

mendefinisikan jasa sebagai setiap tindakan atau perbuatan yang dapat

ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak lain yang pada dasarnya bersifat

intangible (tidak berwujud fisik) dan tidak menghasilkan kepemilikan


sesuatu. pelayanan adalah setiap kegiatan atau manfaat yang ditawarkan

suatu pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnya tidak berwujud atau tidak

mengakibatkan kepemilikan apapun. Sugiarto (dalam Hadjam dan Arida;

2012) mengungkapkan bahwa layanan yang baik adalah layanan yang

sangat memperhatikan individu sebagai pribadi yang unik dan menarik.

Kotler (dalam Tjiptono; 2017) menjelaskan karakteristik dari pelayanan

sebagai berikut:

a. Intangibility (tidak berwujud), yaitu suatu pelayanan mempunyai

sifat tidak berwujud, tidak dapat dirasakan atau dinikmati, tidak

dapat dilihat, didengar dan dicium sebelum dibeli oleh konsumen.

Misalnya: pasien dalam suatu rumah sakit akan merasakan

bagaimana pelayanan perawat yang diterimanya setelah menjadi

pasien rumah sakit tersebut.

b. Inseparibility (tidak dapat dipisahkan), yaitu pelayanan yang

dihasilkan dan dirasakan pada waktu bersamaan dan apabila

dikehendaki oleh seseorang untuk diserahkan kepada pihak lainnya,

dia akan tetap merupakan bagian dari pelayanan tersebut. Dengan

kata lain, pelayanan dapat diproduksi dan dikonsumsi atau dirasakan

secara bersamaan. Misalnya: pelayanan keperawatan yang diberikan

pada pasien dapat langsung dirasakan kualitas pelayanannya

c. Variability (bervariasi), yaitu pelayanan bersifat sangat bervariasi

karena merupakan non standardized dan senantiasa mengalami

perubahan

tergantung dari siapa pemberi pelayanan, penerima pelayanan dan

kondisi di mana serta kapan pelayanan tersebut diberikan. Misalnya:

pelayanan yang diberikan kepada pasien di ruang rawat inap kelas

VIP berbeda dengan kelas tiga


d. Perishability (tidak tahan lama), dimana pelayanan itu merupakan

komoditas yang tidak tahan lama dan tidak dapat disimpan.

Misalnya: jam tertentu tanpa ada pasien di ruang perawatan, maka

pelayanan yang biasanya terjadi akan hilang begitu saja karena tidak

dapat disimpan untuk dipergunakan lain waktu.

2.2 Konsep Caring

2.2.1 Defenisi

Teori keperawatan yang diterbitkan oleh Watson (1979), The

Phylosophy and Science of Caring, menyatakan caring adalah suatu

karakteristik interpersonal yang tidak diturunkan melalui genetika, tetapi

dipelajari melalui pendidikan sebagai budaya profesi. Selanjutnya dijelaskan

bahwa dalam konteks keperawatan caring bukan merupakan suatu hal yang

unik tetapi caring merupakan suatu bentuk pendekatan seni dan ilmu dalam

merawat klien yang merupakan sentral praktik perawat (Watson,2014).

Caring adalah sentral praktik keperawatan, yang merupakan suatu

cara pendekatan yang dinamis, dimana perawat bekerja untuk lebih

meingkatkan kepeduliannya terhadap pasien. Hal ini adalah esensi dari

keperawatan yang berarti juga pertanggungjawaban hubungan antara

perawat-pasien, dimana perawat harus mampu mengetahui dan memahami

tentang kebiasaan manusia dan respon manusia terhadap masalah kesehatan

yang sudah ada atau bepotensi akan timbul (Watson, 1979). Caring

didefenisikan sebagai suatu cara pemeliharaan yang berhubungan dengan

menghargai orang lain, disertai perasaan memiliki tanggung jawab (Potter &

Perry, 2011).
Caring memberikan sebuah hubungan dan mewakili sekelompok

partisipan misalnya caring terhadap hubungan keluarga, hubungan

pertemanan, hubungan dengan pasien. Hal ini merupakan sentral yang akan

menghasilkan kemungkinan untuk beradaptasi, Perawat perlu mengetahui

kebutuhan individu, bagaimana responnya terhadap sesamanya, kekuatan

serta keterbatasan pasien dan keluarganya. Selain itu, perawat membantu

serta memberikan perhatian serta empati kepada pasien dan keluarganya.

Caring mewakili semua faktor yang digunakan perawat untuk memberikan

pelayanan kepada pasien (Nursalam,2014).

Caring adalah fenomena universal yang mempengaruhi cara

manusia berfikir, merasa, dan mempunyai hubungan dengan sesama. Caring

memfasilitasi kemampuan perawat untuk mengenali klien, membuat

perawat mengetahui masalah klien dan mencari serta melaksanakan

solusinya, juga sebagai bentuk dasar dari praktek keperawatan dan juga

sebagai struktur mempunyai implikasi praktis untuk mengubah praktek

keperawat

Prilaku Caring adalah sentral praktik keperawatan, yang merupakan

suatu cara pendekatan yang dinamis, dimana perawat bekerja untuk lebih

meingkatkan kepeduliannya terhadap pasien. Hal ini adalah esensi dari

keperawatan yang berarti juga pertanggungjawaban hubungan antara

perawat-pasien, dimana perawat harus mampu mengetahui dan memahami

tentang kebiasaan manusia dan respon manusia terhadap masalah kesehatan

yang sudah ada atau bepotensi akan timbul. Caring didefenisikan sebagai

suatu cara pemeliharaan yang berhubungan dengan menghargai orang lain,

disertai perasaan memiliki tanggung jawab (Nursalam,2014).


2.2.2 Perilaku Caring

Perilaku caring adalah suatu tindakan yang didasari oleh kepedulian,

kasih sayang, keterampilan, empati, tanggung jawab, sensitive, dan

dukungan. Perilaku ini berfungsi untuk memperbaiki atau meningkatkan

kondisi dan cara hidup manusia yang menekankan pada aktivitas yang sehat

dan memampukan individu serta kelompok berdasarkan budaya. Perilaku

Caring yang diharapkan dalam keperawatan adalah perilaku yang didasari

oleh 10 faktor yaitu :

a. Pembentukan sistem nilai humanistic – altruistic

b. membentukan sistem nilai humanistic - altruistic mulai

berkembang di usia dini dengan nilai-nilai yang berasal dari orang

tuanya.

c. Menanamkan sikap kepercayaan dan penuh harapan

d. Kepercayaan dan pengharapan sangat penting bagi proses karatif

maupun kuratif.

e. Perawat perlu memberikan alternatif-alternatif bagi pemecahan

masalah

f. Proses belajar mengajar interpersonal

g. Lingkungan yang mendukung

h. Pemenuhan kebutuhan dasar manusia

i. Exsistensial-phenomenological

Sistem nilai ini menjembatani pengalaman hidup seseorang dan

mengantarkan ke arah kemanusiaan. Perawatan yang berdasarkan nilai-

nilai humanistik dan altruistik dapat dikembangkan melalui penilaian

terhadap pandangan diri seseorang, kepercayaan, interaksi dengan berbagai

kebudayaan dari pengalaman pribadi.


Kuratif perawat perlu memberikan alternatif-alternatif bagi pasien

jika pengobatan modern tidak berhasil; berupa meditasi, penyembuhan

sendiri, dan spiritual. Dengan menggunakan faktor karatif ini akan tercipta

perasaan lebih baik melalui kepercayaan dan atau keyakinan yang sangat

berarti bagi seseorang secara individu . Perawat memberikan kepercayaan

dengan cara memfasilitasi dan meningkatkan asuhan keperawatan yang

holistik.

Dalam hubungan perawat-klien yang efektif, perawat memfasilitasi

perasaan optimis, harapan, dan kepercayaan. Di samping itu, perawat

meningkatkan perilaku klien dalam mencari pertolongan kesehatan.

Perawat belajar menghargai kesensitifan dan perasaan klien, sehingga ia

sendiri dapat menjadi lebih sensitif dan , murni dan bersikap wajar pada

orang lain. Pengembangan perasaan ini akan membawa pada aktualisasi

diri melalui penerimaan diri antara perawat dan klien. Perawat yang

mampu untuk mengenali dan mengekspresikan perasaannya akan lebih

mampu untuk membuat orang lain mengekspresikan perasaan mereka

Menurut Awam (2015), peran perawat adalah cara untuk

menyatakan aktifitas perawat dalam praktik, dimana telah menyelesaikan

pendidikan formalnya yang diakui dan diberi kewenangan oleh pemerintah

untuk menjalankan tugas dan tanggung keperawatan secara professional

sesuai dengan kode etik professional (Pada peran ini perawat diharapkan

mampu:
1. Memberikan pelayanan keperawatan kepada individu, keluarga, kelompok

atau masyarakat sesuai diagnosis masalah yang terjadi mulai dari masalah

yang bersifat sederhana sampai pada masalah yang komplek.

2. Memperhatikan individu dalam konteks sesuai kehidupan pasien, perawat

harus memperhatikan pasien berdasarkan kebutuhan signifikan dari pasien.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa perawat adalah

mereka yang memiliki kemampuan dan kewenangan dalam melakukan tindakan

keperawatan (merawat atau memelihara, membantu, melindungi seseorang karena

sakit, memiliki keterampilan interpersonal, keterampilan intelektual dan

keterampilan teknikal) berdasarkan ilmu yang dimilikinya yang diperoleh melalui

pendidikan keperawatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

yang berlaku dan kode etik professional.

2.3.1 Pengertian Kualitas Pelayanan Perawat

Menurut Nursalam (2011) kualitas pelayanan adalah derajat memberikan

pelayanan secara efisien dan efektif sesuai dengan standar profesi, standar

pelayanan yang dilaksanakan secara menyeluruh sesuai dengan kebutuhan pasien,

memanfaatkan teknologi tepat guna dan hasil penelitian dalam pengembangan

pelayanan kesehatan atau keperawatan sehingga tercapai derajat kesehatan yang

optimal. Menurut Wyckof (dalam Tjiptono, 2014), kualitas jasa merupakan

tingkat keunggulan (excellence) yang diharapkan dan pengendalian atas

keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan atau pasien.

Kualitas jasa adalah sejauh mana jasa memenuhi atau melampaui harapan

pelanggan. Pelayanan perawat yang berkualitas diharapkan dapat mengatasi

kendala yang ditimbulkan oleh kedua belah pihak, baik pasien maupun perawat.

Perawat dapat mengetahui dengan baik keluhan dan keinginan pasien maupun
keluarga pasien. Kondisi ini amat berpengaruh pada proses penyembuhan pasien.

Sebelum pasien menggunakan pelayanan perawat, mereka memiliki harapan

tentang kualitas pelayanan yang didasarkan pada kebutuhan-kebutuhan pribadi,

pengalaman sebelumnya, dan rekomendasi dari mulut ke mulut. Menurut

Tjiptono (2013), ada empat unsur pokok yang terkandung dalam pelayanan yang

prima, yaitu kecepatan, ketepatan, keramahan dan kenyamanan. Keempat

komponen ini merupakan suatu kesatuan yang terintegrasi, dalam arti jika ada

salah satu komponen yang kurang, maka pelayanan tidak akan prima. Setelah

menggunakan pelayanan perawat tersebut, pasien membandingkan kualitas yang

diharapkan

2.3.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas Pelayanan Perawat

Menurut Nursalam (2002), kualitas pelayanan perawat dipengaruhi oleh

berbagai faktor yakni:

1. Faktor pengetahuan, pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini

terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek

tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia.

1. Faktor beban kerja, beban kerja perawat yang tinggi serta beragam dengan

tuntutan institusi kerja dalam pencapaian kualitas bermutu, jumlah tenaga

yang tidak memadai berpengaruh besar pada pencapaian mutu.

2. Faktor komunikasi, komunikasi adalah sesuatu untuk dapat menyusun dan

menghantarkan suatu pesan dengan cara yang gampang sehingga orang

lain dapat mengerti dan menerima. Komunikasi dalam praktik perawat

merupakan unsur utama bagi perawat dalam melaksanakan pelayanan

keperawatan untuk mencapai hasil yang optimal.


Pendapat lain dari Gespersz (Bustami; 2011), bahwa kualitas pelayanan

perawat dapat diukur dengan aspek:

1) Ketepatan waktu pelayanan, misalnya waktu pelaksanaan atau proses

pelayanan yang diberikan perawat

2) Akurasi pelayanan, berkaitan dengan reliabilitas pelayanan perawat dan

bebas dari kesalahan

3) Kesopanan dan keramahan dalam memberikan pelayanan

4) Tanggung jawab, bekaitan dengan penanganan keluhan dari pasien

5) Kelengkapan, menyangkut dengan ketersediaan sarana pendukung


pelayanan

6) Kemudahan mendapat pelayanan, berkaitan dengan perawat dan

tersedianya fasilitas pendukung

7) Variasi model pelayanan, berhubungan dengan inovasi untuk memberikan

pola baru dalam pelayanan

8) Pelayanan pribadi, berkaitan dengan fleksibilitas perawat

9) Kenyamanan dalam mendapatkan pelayanan, berkaitan dengan lokasi,

ruang, kemudahan menjangkau, dan ketersediaan informasi

10) Atribut pendukung pelayanan lainnya, seperti lingkungan, fasilitas yang

diberikan, dan penampilan perawat

Pendapat lain mengatakan bahwa kualitas pelayanan yang menjadi alat

ukur kepuasan pelanggan atau pasien adalah:

1) Ketepatan waktu, meliputi akses dan waktu tindakan

2) Informasi, meliputi penjelasan dari jawaban apa, mengapa, bagaimana,

kapan, dan siapa

3) Kompetensi teknis, meliputi pengetahuan perawat, keterampilan, dan

pengalaman.
4) Hubungan antarmanusia, meliputi rasa hormat, sopan santun, perilaku, dan

empati

5) Lingkungan, meliputi kebersihan, kenyamanan, keamanan dan penampilan

perawat.

Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli di atas dapat disimpulkan

bahwa aspek yang dipakai untuk mengetahui tingkat kualitas pelayanan perawat

adalah keandalan, daya tanggap, jaminan kepastian, empati, dan bukti langsung

( Bustami,2011)

2.4 Hubungan Kualitas Pelayanan Perawat dengan Kepuasan Pasien

Pada prinsipnya, definisi kualitas pelayanan perawat berfokus pada

upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan pasien, serta ketepatan

penyampaiannya untuk mengimbangi harapan pasien dalam mewujudkan

kepuasan pasien. Sehingga kualitas produk (baik barang atau jasa) berkontribusi

besar pada kepuasan pelanggan (Tjiptono; 2015). Implikasinya, baik buruknya

kualitas pelayanan perawat tergantung kepada penyedia pelayanan atau pihak

rumah sakit dalam memenuhi harapan pasiennya secara konsisten. Bila kinerja

sama dengan harapan maka pasien akan puas, bila kinerja melebihi harapan,

pasien akan senang atau bahagia, namun bila kinerja lebih rendah dari pada

harapan, maka pasien akan merasa tidak puas.

Pasien yang menilai layanan keperawatan sebagai layanan yang tidak

memuaskan dapat merasa kecewa karena harapannya terhadap layanan yang

seharusnya diterima tidak terpenuhi. Dengan kata lain kualitas pelayanan perawat

yang baik atau positif diperoleh bila kualitas yang dialami memenuhi harapan

pasien, bila harapan pasien tidak realistis, maka kualitas pelayanan perawat

dipandang rendah oleh pasien.


Harapan pasien diyakini mempunyai peranan yang besar dalam

menentukan kualitas pelayanan perawat dan kepuasan pasien. Dalam

mengevaluasi kualitas pelayanan perawat, pasien akan menggunakan harapannya

sebagai standar atau acuan. Dengan demikian, harapan pasienlah yang melatar

belakangi mengapa dua organisasi pada bisnis yang sama dapat dinilai berbeda

oleh pelanggannya. Zeithmal, et al (dalam Tjiptono; 2015) mengungkapkan

bahwa dalam konteks kepuasan pelanggan, umumnya harapan merupakan

perkiraan atau keyakinan pelanggan tentang apa yang akan diterimanya.

Britner dan Parasuraman juga menyakini bahwa kepuasan pelanggan

menimbulkan kualitas jasa. Hubungan dari dua variabel tersebut juga disepakati,

bahwa kepuasan membantu pelanggan dalam merevisi persepsinya terhadap

kualitas jasa menyebutkan bahwa bila kinerja pada suatu atribut (attribute

performance) meningkat lebih besar daripada harapan (expectations) atas atribut

yang bersangkutan, maka kepuasan dan kualitas jasa pun akan meningkat.

Kualitas memberikan suatu dorongan kepada pelanggan untuk menjalin ikatan

hubungan yang kuat dengan perusahaan. Dalam jangka panjang ikatan seperti ini

memungkinkan perusahaan untuk memahami dengan seksama harapan pelanggan

serta kebutuhan mereka. Dengan demikian, perusahaan dapat meningkatkan

kepuasan pelanggan dimana perusahaan memaksimumkan pengalaman pelanggan

menyenangkan dan meminimumkan pengalaman pelanggan yang kurang

menyenangkan (Tjiptono, 2015)


Selain itu menurut Depkes RI Tahun 2005 (dalam Nursalam; 2014) juga

menyebutkan bahwa kepuasan pasien berhubungan dengan mutu pelayanan rumah

sakit. Dengan mengetahui tingkat kepuasan pasien, manajemen rumah sakit dapat

melakukan peningkatan mutu pelayanan. Memberikan kepuasan kepada pasien

hanya dapat diperoleh kalau perusahaan memperhatikan apa yang diinginkan oleh

pasien. Memperhatikan apa yang diinginkan oleh pasien berarti kualitas pelayanan

yang dihasilkan ditentukan oleh pasien. Semua usaha yang dilakukan perusahaan

diarahkan untuk menciptakan dan meningkatkan kepuasan pelanggan

Kepuasan atau ketidakpuasan menurut Oliver (dalam Tjiptono; 2015)

dihasilkan dari pengalaman dalam interaksi kualitas jasa dan membandingkan

interaksi tersebut dengan apa yang diharapkan, sehingga kepuasan konsumen

tergantung kepada perbandingan antara harapan konsumen sebelum pembelian

dan persepsi terhadap kinerja produk atau jasa mempunyai peranan yang penting

dalam menciptakan kualitas layanan rumah sakit. Hal ini didukung pula oleh

penelitian Diptianto, yang menyatakan bahwa untuk meningkatkan pemasaran

rumah sakit, mutu asuhan keperawatan mutlak harus ditingkatkan.

Setiap pasien dalam mempersepsikan suatu pelayanan perawat dapat

berbeda dengan pasien yang lainnya, karena penilaian masing-masing pasien lebih

bersifat subjektif. Pasien menilai tingkat kepuasan atau ketidakpuasannya setelah

menggunakan pelayanan perawat dan menggunakan informasi untuk

memperbaharui persepsinya tentang kualitas pelayanan. Hal ini yang membuat

adanya hubungan yang erat antara penentuan kualitas pelayanan perawat dengan

kepuasan pasien
2.5 Kerangka Konsep Penelitian

Kerangka konsep penelitian suatu visualisasi hubungan atau kaitan antara

variabel yang satu dengan variabel yang lainya (Notoadmodjo, 2014). Kerangka

konsep pada penelitian ini bertujuan untuk memperlihatkan hubungan caring

perawat dengan kepuasan pasien yang dirawat di kelas III Rumah Sakit Umum

Muhammadiyah Medan Tahun 2018. Kerangka konsep dari penelitian ini

digambarkan sebagai berikut:

Variabel Dependen Variabel Independen

Caring perawat Kepuasan pasien

2.6 Hipotesa

Hipotesi penelitian ini adalah ada Hubungan caring perawat dengan

tingkat kepuasan pasien yang dirawat di kelas III Rumah Sakit Umum

Muhammadiyah Medan Tahun 2018

Anda mungkin juga menyukai