Anda di halaman 1dari 7

UNIVERSITAS BINAWAN

Fakultas : Fisioterapi
Program Studi : Fisioterapi
Kuliah : III
Mata Kuliah : Komunikasi Dalam Pelayanan Ft Berpusat Pada Pasien
Dosen : Dr. R.Djadjang A.,SH.MKes-MMR
Drs. Sarkosih, STr Ftr,MKKK

KOMUNIKASI TERAPEUTIK TENAGA MEDIS RUMAH SAKIT (1)

A. Pentingnya Komunikasi Antara Tenaga Kesehatan dan Pasien


Tenaga kesehatan haruslah memberikan akses yang mudah bagi pasien,
memberikan keamanan bagi pasien, menghormati pasien, melakukan
komunikasi dengan pasien, berpartisipasi, menjaga privasi pasien, dan
memberikan ulasan pada pasien. Sebuah ungkapan bahwa “Hak kesehatan
bukanlah hal yang mudah”. Setiap individu/pasien memiliki hak kesehatan
berupa hak untuk mendapat akses layanan kesehatan dan memilih penyedia
layanan kesehatan. Oleh ebab itu sangatlah penting bagi tenaga kesehatan
memahami hak kesehatan, memiliki rasa tanggungjawab kepada pasien,
mengambil keputusan bersama, memberikan pilihan yang bijak, literasi
kesehatan dan hak untuk kesehatan. Ada lima langkah untuk literasi kesehatan
yang lebih baik, “speak slowly, teach back, encourage questions, plain language,
and show examples”. “Berbicara perlahan, ajarkan kembali, dorong pertanyaan,
bahasa yang sederhana, dan tunjukkan contoh”. (Dian/IRO FK.KMK UGM)
Excelent service yang masih dijadikan prioritas utama pelayanan rumah
sakit merupakan salah satu mutu pelayanan yang ditujukan kepada pasien agar
merasa puas saat dilayani sesuai dengan kebutuhan mereka. Hal tersebut
dirasakan oleh pasien khususnya bagi pasien rawat inap yang  menghabiskan
banyak waktu menginap di rumah sakit dalam masa penyembuhannya. Mereka
puas jika kinerja dari petugas medis dalam melayani pasien lebih baik dari apa
yang mereka harapkan. Ketidakpuasan pasien terjadi jika kinerja petugas medis
yang diharapkan tidak sesuai. Pelayanan petugas medis dikatakan baik jika
mereka ramah dan juga empati kepada pasien. Keberhasilan yang diperoleh
layanan kesehatan dalam meningkatkan mutu pelayanan kesehatan
berhubungan erat dengan kepuasan pasien salah satunya dari keramahan dan
komunikasi verbal maupun nonverbal yang baik. Komunikasi yang baik tersebut
wajib dilakukan oleh tenaga medis dalam rangka membantu pemulihan pasien
melalui suatu tindakan keperawatan dan komunikasi terapeutik.

Empathy dan Assurance (Satu Contoh Penelitian)


Penelitian di Amerika Serikat membuktikan kepuasan pasien terhadap
komunikasi terapeutik tenaga medis dalam pelayanan rumah sakit sebanyak
68% pasien kurang puas dikarenakan petugas yang kurang ramah dan kurang
informatif, sedangkan 42% sisanya pasien mengatakan puas terhadap
pelayanan kesehatan rumah sakit tersebut. Dari segi assurance, yang menjadi
keluhan utama dari pasien terhadap pelayanan di rumah sakit adalah kurang
ramahnya tenaga medis terhadap pasien dan kurangnya penjelasan terhadap
kondisi maupun motivasi untuk sembuh yang diberikan oleh petugas medis.  Dari
aspek empathy, sikap dan tindakan tenaga medis selama memantau kesehatan
pasien rawat inap lebih menunjukkan ketidak mampuan mengelola emosi.
Sehingga terkesan tenaga medis cenderung tidak sabar dan kasar. Hal ini yang
menunjukkan suatu nilai yang sangat tidak puas. Oleh karenanya komunikasi
terapeutik yang perlu dilakukan terhadap pasien sangatlah penting berkaitan
dengan apa yang diharapkan pasien selama mereka menjalani rawat inap.
Dengan terjalinnya komuniksi yang efektif dan bekerja secara professional, maka
akan memberikan kenyamanan dan kepuasan tersendiri untuk pasien.

B. Komunikasi Petugas Kesehatan Pengaruhi Kualitas Pelayanan Rumah


Sakit

Datang ke rumah sakit bagi sebagian besar masyarakat masih merupakan hal
yang menakutkan. Terlepas dari posisinya sebagai pasien atau pengantar
pasien, seseorang yang datang ke rumah sakit terutama Instalasi Gawat Darurat
biasanya tanpa persiapan dan pengetahuan yang cukup. Kondisi yang
mendadak disertai dengan kurangnya pengetahuan tidak jarang membuat pasien
atau pengantar pasien tersebut kebingungan dan panik. Dari sisi rumah sakit, hal
tersebut juga harus menjadi perhatian, mengingat mereka adalah konsumen
yang kepuasan akan pengalamannya di rumah sakit adalah hal penting
Sebagai petugas kesehatan yang bekerja di Instalasi Gawat Darurat, baik
dokter maupun perawat dituntut untuk terampil, cekatan, dan siap sedia dalam
segala kondisi. Situasi gawat seringkali menuntut perhatian dan fokus dari para
petugas kesehatan demi menyelamatkan nyawa pasien. Hal ini merupakan
sebuah prinsip yang benar karena nyawa dan keselamatan pasien merupakan
prioritas utama mereka. Namun demikian, hal ini kadangkala membawa dampak
yang tidak disadari dimana waktu atau kesempatan untuk membina hubungan
terapeutik dengan pasien menjadi berkurang. Demikian juga kesempatan untuk
berkomunikasi dengan pasien dan pengantar pasien menjadi minimal.
Kondisi panik dan ketidaktahuan dari pihak pasien ditambah dengan
kurangnya perhatian petugas akan aspek komunikasi tersebut dapat
menimbulkan masalah bagi rumah sakit sebagai penyelenggara jasa. Kurangnya
komunikasi tersebut dapat membuat pasien memiliki persepsi yang kurang baik
akan pengalaman mereka di rumah sakit. Hal ini harus menjadi perhatian baik
bagi rumah sakit maupun petugas kesehatan. Dokter dan perawat sebagai
karyawan rumah sakit tentu saja dituntut memberikan service excellent yang
berorientasi pada kepuasan pelanggan. Salah satu hal yang dapat dilakukan
adalah dengan melakukan komunikasi yang baik kepada pasien maupun
pengantarnya selama memberikan pelayanan.
Komunikasi antara petugas kesehatan dengan pasien atau pengantarnya
dapat dinilai antara lain melalui kemampuan petugas dalam berkomunikasi dan
media informasi yang tersedia. Kemampuan petugas dalam berkomunikasi
seperti sikap saat berbicara, menjelaskan tindakan yang akan dilakukan,
berempati dengan pasien, serta memberi kesempatan bertanya merupakan hal
yang dianggap berarti oleh pasien atau pengantarnya. Media informasi yang
tersedia tentu saja juga akan sangat bermanfaat apabila tersedia dengan cukup
dan informatif. Hal ini dapat membantu mengatasi ketidaktahuan dari pihak
pasien baik dalam hal kesehatan maupun hal-hal umum menyangkut rumah
sakit. Misalnya keberadaan petunjuk arah. Petunjuk arah yang informatif akan
membuat pasien dapat menemukan lokasi yang dikehendaki dengan sendirinya
sehingga tidak perlu bertanya kepada petugas dan petugas memiliki waktu lebih
banyak untuk melakukan hal lainnya.
Contoh lain adalah informasi mengenai triase. Seringkali pasien datang ke
rumah sakit menganggap kondisinya sangat gawat sehingga harus segera
mendapat pertolongan segera. Pada kenyataannya, saat tiba di IGD, setelah
dilakukan pemeriksaan awal oleh petugas pasien tidak langsung ditangani
melainkan petugas mendahulukan pelayanan terhadap pasien lain yang datang
setelahnya. Pasien dan pengantarnya akan menganggap petugas
menelantarkannya dan cenderung merasa tidak puas. Padahal mungkin saja hal
ini dilakukan oleh petugas kesehatan karena kondisi pasien yang lain tersebut
lebih gawat sehingga membutuhkan pertolongan segera. Namun karena pasien
tidak memahami prinsip kerja di IGD dan petugas tidak sempat memberikan
penjelasan, hal ini dapat menimbulkan kesalahpahaman dan membuat
pelanggan menjadi tidak puas.
Tidak jarang pula kurangnya komunikasi yang berkualitas bagi pasien dapat
menimbulkan masalah seperti keluhan pelanggan atau bahkan masalah
pengaduan hukum seperti tuntutan. Hal ini tentu saja akan sangat merugikan
rumah sakit. Masih banyak lagi faktor-faktor yang berperan terhadap komunikasi
yang berkualitas. Namun demikian, minimal dengan dua parameter ini, terbukti
berhubungan dengan kepuasan pelanggan. Sehingga fokus peningkatan kualitas
pada dua hal tersebut patut menjadi perhatian manajemen rumah sakit untuk
meningkatkan kualitas pelayanan.
Dengan demikian dapat dilihat bahwa persepsi pasien akan kualitas
komunikasi baik dari segi petugas yang memberikan informasi maupun media
informasi yang tersedia merupakan hal penting berhubungan dengan kepuasan
pasien itu sendiri. Rumah sakit yang mampu memberikan pengalaman dalam hal
komunikasi yang baik dari sudut pandang pasien akan mendapatkan respon
yang baik dari pelanggan

C. Komunikasi Terapeutik
Kekhawatiran saat ini seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya adalah
saat para pasien yang mulai merasa enggan berkomunikasi dengan petugas
medis atau tenaga kesehatan yang menanganinya dikarenakan adanya
persepsi verbal abbuse  (pelecehan verbal) oleh tenaga medis yang menghadapi
mereka terhadap penyakit maupun keadaan kesehatan yang sedang mereka
alami. Verbal abbuse (pelecehan verba ) ini tentunya sangat berpengaruh
terhadap motivasi klien untuk menceritakan kondisi kesehatannya saat ini,
ataupun sekedar konsultasi medis terhadap tenaga medis yang menanganinya
karena adanya ketakutan akan peyampaian hasil kesehatan yang mengarah
pada judging  (menilai) ataupun bukannya memotivasi psikologi klien
untuk segera sehat. Akibatnya klien cenderung down/ pesimis. Dengan kata lain
perlu diciptakannya komunikasi interpersonal yang baik antara petugas medis
dengan klien agar tercipta suatu metode penyembuhan/ motivasi sehat dari segi
psikologis pasien.

Apa itu komunikasi terapeutik?


Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi yang terjadi antara petugas
medis/ kesehatan dengan pasien. Komunikasi ini umumnya lebih terjalin akrab
secara emosional karena mempunyai tujuan berfokus pada pasien yang
membutuhkan bantuan. Petugas medis secara aktif mendengarkan dan memberi
respon kepada pasien dengan cara menunjukkan sikap mau menerima dan mau
memahami sehingga dapat mendorong pasien untuk berbicara secara terbuka
tentang dirinya. Selain itu membantu pasien untuk melihat dan memperhatikan
apa yang tidak dia sadari sebelumnya tentang kondisi kesehatannya.
Komunikasi terapeutik adalah suatu cara untuk membina hubungan yang
terapeutik (menyembuhkan) yang di butuhkan untuk pertukaran informasi dan
dapat digunakan untuk mempengaruhi perasaan orang lain. Komunikasi yang
baik memang dituntut menjadi kompetensi di dunia pelayanan kesehatan.
Petugas medis rumah sakit dituntut untuk  memiliki keterampilan dalam
berkomunikasi dengan pasien. Komunikasi terapeutik penting agar dapat
memahami kondisi pasien yang dapat mempercepat kesembuhan pasien.
Komunikasi terapeutik Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang
direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk
kesembuhan pasien. Dalam dunia kesehatan, banyak kegiatan komunikasi
terapeutik yang terjadi. Menurut Mulyana (2005) komunikasi terapeutik termasuk
komunikasi interpersonal yaitu komunikasi antara orang-orang secara tatap
muka yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain
sacara langsung, baik secara verbal dan nonverbal. Menurut Heri Purwanto,
komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar dan
bertujuan dan kegiatannya difokuskan untuk kesembuhan pasien, dan
merupakan komunikasi professional yang mengarah pada tujuan untuk
penyembuhan pasien (Mundakir, 2006). Komunikasi terapeutik meningkatkan
pemahaman dan membantu terbentuknya hubungan yang konstruktif di antara
perawat dengan klien. Tidak seperti komunikasi sosial, komunikasi terapeutik
mempunyai tujuan untuk membantu klien mencapai suatu tujuan dalam asuhan
keperawatan. Stuart dan Sundeen (Taufik, 2010:45) menjelaskan bahwa dalam
prosesnya komunikasi terapeutik terbagi menjadi empat tahapan, yaitu :
1. tahap persiapan atau tahap pra-interaksi,
2. tahap perkenalan atau orientasi,
3. tahap kerja dan
4. tahap terminasi.

Ad. 1. Tahap persiapan/pra-interaksi


Pada tahap pra-interaksi, dokter sebagai komunikator yang melaksanakan
komunikasi terapeutik mempersiapkan dirinya untuk bertemu dengan klien atau
pasien. Sebelum bertemu pasien, dokter haruslah mengetahui beberapa
informasi mengenai pasien, baik berupa nama, umur, jenis kelamin, keluhan
penyakit, dan sebagainya. Apabila dokter telah dapat mempersiapkan diri
dengan baik sebelum bertemu dengan pasien, maka ia akan bisa menyesuaikan
cara yang paling tepat dalam menyampaikan komunikasi terapeutik kepada
pasien, sehingga pasien dapat dengan nyaman berkonsultasi dengan dokter.
Tahap perkenalan/orientasi Tahap perkenalan dilaksanakan setiap kali
pertemuan dengan pasien dilakukan. Tujuan dalam tahap ini adalah memvalidasi
keakuratan data dan rencana yang telah dibuat sesuai dengan keadaan pasien
saat ini, serta mengevaluasi hasil tindakan yang telah lalu.

Ad.2 Tahap perkenalan/orientasi


Tahap perkenalan adalah ketika dokter bertemu dengan pasien. Persiapan yang
dilakukan dokter pada tahap prainteraksi diaplikasikan pada tahap ini. Sangat
penting bagi dokter untuk melaksanakan tahapan ini dengan baik karena
tahapan ini merupakan dasar bagi hubungan terapeutik antara dokter dan
pasien.

Ad.3 Tahap kerja


Tahap kerja merupakan inti dari keseluruhan proses komunikasi terapeutik.
Tahap kerja merupakan tahap yang terpanjang dalam komunikasi terapeutik
karena di dalamnya dokter dituntut untuk membantu dan mendukung pasien
untuk menyampaikan perasaan dan pikirannya dan kemudian menganalisis
respons ataupun pesan komunikasi verbal dan nonverbal yang disampaikan oleh
pasien. Dalam tahap ini pula dokter mendengarkan secara aktif dan dengan
penuh perhatian sehingga mampu membantu pasien untuk mendefinisikan
masalah yang sedang dihadapi oleh pasien, mencari penyelesaian masalah dan
mengevaluasinya.

Ad. 4 Tahap Terminasi


Tahap terminasi merupakan akhir dari pertemuan dokter dan pasien. Tahap
terminasi dibagi dua, yaitu terminasi sementara dan terminasi akhir.
Terminasi sementara adalah akhir dari tiap pertemuan dokter dan pasien,
setelah hal ini dilakukan dokter dan pasien masih akan bertemu kembali pada
waktu yang berbeda sesuai dengan kontrak waktu yang telah disepakati
bersama. Sedangkan terminasi akhir dilakukan oleh dokter setelah
menyelesaikan seluruh proses keperawatan.

Anda mungkin juga menyukai