Anda di halaman 1dari 11

KETIDAKPUASAN PASIEN TERHADAP PELAYANAN RS

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pelayanan kesehatan dituntut untuk lebih memfokuskan pada kebutuhan
pelanggan, sejalan dengan meningkatnya tuntutan masyarakat akan pelayanan yang
lebih baik, dan perkembangan teknologi. Rumah sakit sebagai salah satu unit
pelaksana pelayanan kesehatan harus bisa memberikan rasa aman dan nyaman
kepada para pengguna jasa pelayanan karena pelayanan yang berkualitas sangat
diharapkan oleh para pengguna jasa pelayanan.
Kualitas pelayanan Rumah Sakit dapat diketahui dari penampilan
professional personil Rumah Sakit, efisiensi dan efektivitas pelayanan serta kepuasan
pasien Kepuasan pasien ditentukan oleh keseluruhan pelayanan yang diberikan,
indikator yang sering dapat digunakan sebagai objektif adalah jumlah keluhan pasien
atau keluarga, kritik dalam kolom surat pembaca, pengaduan mal praktek, laporan dari
staf medik dan perawatan.Dalam pengalaman sehari-hari, ketidakpuasan pasien yang
paling sering dikemukakan dalam kaitannya dengan sikap dan perilaku petugas RS,
antara lain: keterlambatan pelayanan dokter dan perawat, dokter sulit ditemui, dokter
yang kurang komunikatif dan informatif, lamanya proses masuk, dan lain-lain
(Sabarguna, 2004:2).
Kepuasan pelanggan telah menjadi pembenahan kualitas pelayanan,
sehingga konsep sentral dalam wacana bisnis dan pelayanan yang diberikan bisa
memberikan manajemen (Tjiptono dan Chandra, 2005: kepuasan pada tingkat yang
optimal 192). Kualitas merupakan inti kelangsungan produk berupa barang atau jasa
yang hidup dalam lembaga, artinya bahwa kelangsungan konsumsi dapat diterima dan
dinikmatinya hidup sebuah lembaga sangat ditentukan dengan pelayanan yang baik
atau oleh kualitas produknya (Assauri, 2003: 28). Pelayanan mutu melalui pendekatan
manajemen mutu rumah sakit yang menjadi perhatian dalam terpadu menjadi tuntutan
yang tidak boleh penelitian ini meliputi pelayanan medis, dibaikan jika suatu lembaga
ingin hidup dan paramedis, dan penunjang medis. Pelayanan berkembang. Gerakan
tersebut bertujuan yang baik akan memberikan kepuasan untuk memperbaiki dan
meningkatkan mutu kepada pelanggannya. Kepuasan dapat produk secara
berkesinambungan untuk membentuk persepsi, dan hal ini dapat kepentingan
konstituen (stakeholder). memposisikan produk perusahaan di mata Persaingan yang
semakin ketat akhir-akhir pelanggannya. Pihak rumah sakit perlu ini, menuntut sebuah
lembaga penyedia mengetahui kualitas pelayanan yang telah jasa/layanan untuk selalu
memanjakan diberikan, dan sampai seberapa jauh pelanggan dengan memberikan
pelayanan mempengaruhi kepuasan konsumennya.

B. RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah yang diangkat dalam penyusunan makalah ini antara lain:
1. Bagaimana penjelasan mengenai ketidakpuasan pasien terhadap pelayanan Rumah
Sakit ?
2. Apa saja yang menjadi penyebab ketidakpuasan pasien terhadap pelayanan RS?
3. Berikan contoh kasus yang mencerminkan ketidakpuasan pasien terhadap pelayanan
RS?
4. Bagaimana penyelesaian kasus ketidakpuasan pasien terhadap pelayanan RS?

C. TUJUAN
Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui penjelasan mengenai ketidakpuasan pasien terhadap pelayanan
Rumah Sakit.
2. Untuk mengetahui penyebab ketidakpuasan pasien terhadap pelayanan RS.
3. Untuk mengetahui contoh kasus yang mencerminkan ketidakpuasan pasien terhadap
pelayanan RS.
4. Untuk mengetahui penyelesaian kasus ketidakpuasan pasien terhadap pelayanan RS.





BAB II
PEMBAHASAN

A. Ketidakpuasan Pasien terhadap Pelayanan Rumah Sakit
Hampir semua lini pelayanan tak luput dari terjangan ketidakpuasan masyarakat,
mulai dari penerimaan pertama pasien di Unit Gawat Darurat atau Poliklinik umum,
pelayanan dokter dan asuhan perawatan, hingga pada masalah penebusan biaya
selama perawatan dan pelayanan pasien di rumah sakit. Inilah realitas rumah sakit kita.
Rumah sakit didirikan sebagai sentral pelayanan kesehatan-terutama kuratif dan
rehabilitatif bagi masyarakat disekitarnya. Paradigma yang dikembangkan dalam tradisi
seni pengobatan menjadi karakteristik khas yang seharusnya ada pada setiap aktivitas
RS. Pasien adalah manusia yang setara kedudukannya secara fitrawi dengan dokter
dan paramedik lain, sehingga relasi yang terbangun antar mereka mestinya bersifat
humanis, bukan eksploitatif. Dalam konteks relasi dokter-pasien ini, berbagai
ketimpangan dan ketidakpuasan selalu muncul dan dirasakan oleh kedua belah pihak.
Idealnya, dalam harapan banyak orang, ketika masuk RS kita akan mendapat
pengobatan dan perawatan yang baik sehingga dapat segera sembuh dan sehat
kembali. Jika pengobatan yang dilakukan oleh seorang dokter terhadap pasiennya tidak
menunjukkan hasil memuaskan, maka pasien dalam keawamannya sering berpikir
bahwa pelayanan RS tersebut tidak bagus.
Kondisi negatif seperti ini semakin mudah tersulut jika kesan pertama yang
ditunjukkan oleh pihak manajemen RS tidak berkenan di hati pasien yang baru masuk.
Padahal, yang diharapkan selain kesembuhan pasien pada aktivitas di RS adalah
kepuasan (satisfaction) yang dirasakan oleh semua pihak selama proses pengobatan
dan perawatan berlangsung.
Dalam tradisi pengobatan, relasi dokter-pasien mesti memungkinkan terjadinya
komunikasi manusiawi yang memberikan kesempatan kepada pasien agar lebih
merdeka dan leluasa mengungkapkan perjalanan penyakitnya. Hal ini sangat
dibutuhkan oleh seorang dokter agar dapat mendiagnosa penyakit yang diderita
pasiennya. Komunikasi pasien-dokter hanya dapat berlangsung positif jika kondisi
psiologis pasien benar-benar merasa nyaman. Nah, kenyamanan ketika masuk RS
inilah yang menjadi permasalahan saat ini.
Pada sisi lain, bagi sebagian orang, masuk RS itu menjadi pilihan terakhir jika
penyakit yang diderita sudah tidak bisa ditahan lagi. Mereka beranggapan akan sangat
beresiko cepat-cepat masuk RS. Selain karena biaya yang cukup mahal, juga rentan
dengan resiko terjadinya infeksi nosokomial (penularan penyakit dari RS terhadap
orang-orang yang beraktivitas di dalamnya).
Asumsi ini semakin diperparah jika masyarakat pernah trauma atau mengalami
pengalaman tidak mengenakkan atas pelayanan dokter atau paramedik yang
bertugas di RS tersebut. Banyak orang masuk RS ketika penyakitnya sudah sangat
parah. Akibatnya penyakit pasien sulit disembuhkan dan tentunya biaya
pengobatan/perawatan juga ikut membengkak.
Berbagai peraturan yang menjelaskan hubungan pengobatan, hak-hak pasien
dan hak-hak dokter/paramedik relatif cukup jelas dan mudah dimengerti. Hanya saja,
pasien atau keluarga pasien yang masuk di RS cenderung tidak memperhatikan hal ini
atau memang tidak tahu sama sekali.
Untuk menyikapi hal ini, maka pihak RS melalui dokter/paramedik yang merawat
pasien mestinya memberikan penjelasan dan penyadaran kepada pasien-pasiennya,
terutama menyangkut hak mereka atas informasi pra pengobatan dari dokter (informed
concent) dan kerahasiaan penyakit yang mereka derita.
Kenyataannya, meskipun UU Praktik Kedokteran telah diterapkan, berbagai
indikasi pelanggaran atas hak pasien masih juga mencuat ke permukaan. Artinya, pihak
RS, termasuk dokter dan paramedik yang bekerja di dalamnya, harus menyadari bahwa
saat ini masyarakat kita perlahan semakin sadar atas hak mereka mendapatkan
pengobatan yang benar. Karenanya, otoritas RS mesti giat memperbaiki pelayanan
dan keramahan-nya terhadap pasien-pasien mereka.

B. Penyebab Ketidakpuasan Pasien
Tenaga kesehatan, sebuah profesi yang masih mendapat tempat yang istimewa
di mata masyarakat. Bukan hanya karena kedalaman ilmunya, tetapi karena jiwa
kemanusiaannya yang akrab dengan tugasnya yang amat mulia, yakni menyelamatkan
nyawa orang. Tetapi, sepertinya kesan baik itu sudah mulai luntur dengan banyaknya
tingkah laku tenaga kesehatan yang mulai menimbulkan rasa was-was kepada pasien.
Faktanya, tidak jarang, tenaga kesehatan melakukan kesalahan-kesalahan yang tidak
lazim dalam menjalankan tugasnya yang ironisnya tak jarang menyebabkan kerugian
yang amat besar kepada pasien. Kesalahan-kesalahan yang terjadi saat proses
pelayanan seorang tenaga kesehatan tak jarang karena disebabkan oleh kelailaian si
tenaga kesehatannya sendiri, padahal bisa jadi, kekurang telitian tersebut sebenarnya
bisa dihindari. Ketidakpuasan pasien dapat disebabkan oleh hal-hal berikut:
1. Gagal Berkomunikasi
Salah satu penyumbang faktor yang terbesar terjadinya ketidakpuasan pasien
adalah masalah komunikasi yang dibangun sewaktu tenaga kesehatan menggali
informasi dari pasien. dalam praktik medis disebut dengan anamnesis. Beberapa fakta
empiric yang sering diresahkan masyarakat adalah sikap tenaga kesehatan yang
kurang ramah, kurang empati dan kurang mengayomi pasien-pasiennya. Pasien hanya
didibaratkan sebagai sebuah mesin yang tunduk pada perintah tenaga kesehatan tanpa
memperhatikan feedback langsung dari lawan bicaranya.
Ketidaksempurnaan tenaga kesehatan dalam membangun komunikasi terhadap
pasien akan berakibat buruk terhadap proses terapeutik yang dikelolanya nanti. Karena
tak jarang, tenaga kesehatan terlalu intervensif dalam melakukan anamnesis. Seorang
tenaga kesehatan menurut sebuah penelitian di Amerika, umumnya menyela keluhan
yang disampaikan pasiennya setelah 22 detik. Artinya, tenaga kesehatan sering tidak
sabar menunggu Anda menyelesaikan semua keluhan, dan lebih suka
menghentikannya di tengah-tengah pembicaraan. Padahal, jika tenaga kesehatan mau
bersikap lebih sabar sedikit saja terhadap pasiennya, dan mendengarkan semua
penjelasan yang disampaikan, hal itu tidak memakan waktu lama. Penelitian yang
dilakukan di Swiss, menyimpulkan: Pasien rata-rata hanya butuh waktu dua menit untuk
menyelesaikan semua keluhan yang dirasakan. Menurut Dr. Wolf Langewitz dari
University Hospital di Basle, gejala serupa hampir terjadi di semua negara.
Diperkirakan tenaga kesehatan mengambil alih pembicaraan setelah 30 detik.
Begitulah tenaga kesehatan akan memulai dengan serangkaian pertanyaan dan jarang
memberi kesempatan kepada pasien untuk bicara.
Seringnya kebiasaan menyela pembicaraan yang dilakukan para tenaga
kesehatan dapat mempengaruhi kualitas informasi yang diperolehnya nanti. Pasien
mungkin ingat ketika tenaga kesehatan menyela pembicaraan mereka. Bisa jadi pasien
beranggapan bahwa ada yang salah dari apa-apa yang mereka sampaikan, sementara
tenaga kesehatan menghujani pertanyaan-pertanyaan tertutup di saat yang kurang
tepat. Akibatnya, psikologis pasien bisa terganggu karena hal-hal yang kurang bijak ini.
2. Krisis waktu
Kurangnya perhatian dalam hal komunikasi ini sedikit banyak dipengaruhi oleh
alokasi waktu yang diberikan tenaga kesehatan kepada pasiennya. Tenaga kesehatan,
terutama di negeri ini, cenderung bersikap kurang bijak antara kemampuan dan output
pemeriksaan yang mereka lakukan. Para tenaga kesehatan lebih mengutamakan
kuantitas pasien yang mereka periksa daripada kualitas hasil pemeriksaannya. Tak
jarang, mereka memaksakan jam periksanya di luar batas endurance fisiknya. Tuntutan
kejar tayang menyebabkan kurangnya fokus tenaga kesehatan sewaktu memeriksa
pasien. Otomatis, alokasi waktu anamnesis pasien sangat sedikit. Padahal, kunci
keberhasilan pasien adalah pada anamnesis. Tanpa anamnesis yang baik, diagnosis
pasien bisa meleset dan berakibat terjadinya ketidakpuasan pasien.
Memang tidak semua kasus ketidakpuasan pasien akibat ulah tenaga
kesehatan. Cara kerja minimalis, rendahnya penghargaan terhadap profesi, alitnya
honorarium, adalah faktor-faktor yang menjadikan tenaga kesehatan kita seolah tidak
profesional. Bahkan seorang profesor kita pun, pernah dibicarakan akibat bobot
kerjanya melebihi kemampuan profesionalnya, sehingga bisa sampai kecolongan luput
mendiagnosis yang selayaknya bila dalam kerja profesi normal bisa dilakukannya.
Sekali lagi, penyebab tidak profesionalnya rata-rata tenaga kesehatan kita, sebagian
besar karena waktu yang sempit untuk mendiagnosis pasien. Anamnesis (wawancara)
yang seharusnya khusuk, sabar, dan cermat diamati, baru beberapa detik saja pasien
bicara, ada tenaga kesehatan yang sudah selesal menulis resepnya.
Penyebab lain dari ketidakpuasan pasien antara lain:
1. Kualitas produk atau jasa
Pasien akan merasa tidak puas bila hasil evaluasi mereka menunjukkan bahwa
produk atau jasa yang digunakan tidak berkualitas. Persepsi konsumen terhadap
kualitas poduk atau jasa dipengaruhi oleh dua hal yaitu kenyataan kualitas poduk atau
jasa yang sesungguhnya dan komunikasi perusahaan terutama iklan dalam
mempromosikan rumah sakitnya.
2. Kualitas pelayanan
Memegang peranan penting dalam industri jasa. Pelanggan dalam hal ini pasien
akan merasa tidak puas jika mereka memperoleh pelayanan yang tidak baik atau tidak
sesuai dengan yang diharapkan.
3. Harga
Harga merupakan aspek penting, namun yang terpenting dalam penentuan
kualitas guna mencapai kepuasan pasien. Meskipun demikian elemen ini
mempengaruhi pasien dari segi biaya yang dikeluarkan, biasanya semakin mahal harga
perawatan maka pasien mempunyai harapan yang lebih besar. Sedangkan rumah sakit
yang tidak berkualitas tetapi berharga mahal, memberi nilai yang lebih rendah pada
pasien.
4. Biaya
Mendapatkan produk atau jasa, pasien yang perlu mengeluarkan biaya
tambahan atau perlu membuang waktu untuk mendapatkan jasa pelayanan, cenderung
tidak puas terhadap jasa pelayanan yang tidak berkualitas.

C. Kasus Ketidakpuasan Pasien terhadap Pelayanan RS
TEMPO Interaktif, Jakarta: Pengelola Rumah Sakit (RS) Anna, Bekasi, Jawa
Barat, menemui keluarga Rachmat Mulianto pada Ahad lalu. "Mereka datang ke rumah
klien saya," kata kuasa hukum Rachmat, Kiagus Ahmad, kemarin. "Intinya mereka mau
minta maaf."
Rachmat adalah ayah dari Putra Resendia, bayi berusia 9 bulan. Pada 20
Februari lalu, Putra menderita diare dan dibawa ke RS Anna. Di sana dia mendapat
susu formula bermerek Nan-Lactose Free buatan Nestle. Belakangan diketahui bahwa
masa kedaluwarsa susu itu sudah lewat sebulan.
Rahmat menduga, akibat mengkonsumsi susu itu, kondisi bayinya bertambah
parah. Dia sudah menanyakan persoalan itu kepada petugas kesehatan di RS tersebut.
Namun ia tidak mendapat jawaban yang memuaskan. Dia akhirnya memindahkan
bayinya ke RS lain. Pekan lalu, Rachmat meminta bantuan Lembaga Bantuan Hukum
(LBH) Jakarta untuk menyelesaikan masalah itu secara hukum. "Kami masih
mempelajari," ujar Kiagus. "Susu (kedaluwarsa) itu termasuk barang berbahaya."
Kemarin, seorang karyawan RS Anna membenarkan informasi tentang kasus
yang dilaporkan Rachmat itu. Pihak manajemen sudah menyadari kesalahan itu. "Kami
juga sudah berulang kali meminta maaf kepada keluarga pasien," kata karyawan yang
tidak mau namanya disebut itu.
Menurut karyawan itu, yang berhak menjawab pertanyaan wartawan adalah
Direktur RS Anna. Tapi, ketika Tempo meminta bertemu dengan sang direktur, dia
mengatakan sang direktur sedang menghadiri seminar di luar kota.

D. Penyelesaian Masalah Ketidakpuasan Pasien
Hubungan pasien dan SPK(Sarana Pelayanan Kesehatan) adalah suatu
hubungan sederajat berupa perikatan ikhtiar dengan masing-masing memiliki hak dan
kewajibannya. Karena pengobatan merupakan suatu ikhtiar, SPK tidak bisa
menjanjikan kesembuhan, melainkan memberikan usaha maksimal sesuai dengan
standar pelayanan untuk kesembuhan pasien.
Pasien sebaiknya mengerti bahwa haknya adalah mendapat penjelasan secara
lengkap mengenai penyakit, pemeriksaan, pengobatan, efek samping, risiko,
komplikasi, sampai alternatif pengobatannya. Pasien juga berhak untuk menolak
pemeriksaan/pengobatan dan meminta pendapat dokter lain.
Selain itu, isi rekam medik atau catatan kesehatan adalah milik pasien sehingga
berhak untuk meminta salinannya. Pasien memiliki kewajiban untuk memberikan
informasi selengkap-lengkapnya, mematuhi nasihat/anjuran pengobatan, mematuhi
peraturan yang ada di SPK, dan membayar semua biaya pelayanan kesehatan yang
telah diberikan.
Di pihak lain, SPK wajib memberikan pelayanan sesuai dengan standar dan
kebutuhan medis pasien, merujuk ke tempat yang lebih mampu jika tidak sanggup
menangani pasien, dan merahasiakan rekam medik. SPK pun berhak menerima
pembayaran atas jasa layanan kesehatan yang diberikannya kepada pasien.
Selain mengerti hak dan kewajibannya, kedua belah pihak pun harus memiliki
komunikasi yang baik dan rasa saling percaya untuk menghindari kesalahpahaman.
Berbagai konflik antara pasien dan SPK hampir selalu diawali oleh komunikasi yang
buruk dan kurangnya rasa percaya di antara keduanya. Baik pasien maupun SPK harus
saling terbuka dan mau menerima masukan agar pengobatan dapat dilaksanakan
dengan baik.
Ada berbagai cara lain yang dapat dipilih, seperti penyelesaian secara
kekeluargaan atau dengan bantuan penengah/mediator yang dipercayai dan dihormati
oleh kedua pihak.
Selain cara-cara penyelesaian masalah di atas, terdapat pula Majelis
Kehormatan Etika Kedokteran (MKEK) jika pasien merasa dokter berlaku tidak sesuai
etika. Untuk masalah yang berkaitan dengan kinerja/tindakan dokter di dalam
praktiknya, pasien dapat mengadukannya ke Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran
Indonesia (MKDKI) yang anggotanya terdiri atas tokoh masyarakat, sarjana hukum, dan
dokter.
Pasien bisa mengadu ke kedua lembaga tersebut sekaligus dengan meminta
bantuan kantor cabang organisasi profesi dokter atau dinas kesehatan setempat.
Hubungan pasien dan SPK memang dinamis sehingga masalah pun akan selalu timbul.
Dengan cara penyelesaian masalah yang tepat, diharapkan hubungan di antara
keduanya dapat terus terjalin dengan baik sehingga dunia pelayanan kesehatan di
Indonesia dapat lebih berkualitas dan melindungi masyarakat.



BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Rumah sakit didirikan sebagai sentral pelayanan kesehatan-terutama kuratif dan
rehabilitatif bagi masyarakat disekitarnya. Paradigma yang dikembangkan dalam tradisi
seni pengobatan menjadi karakteristik khas yang seharusnya ada pada setiap aktivitas
RS. Pasien adalah manusia yang setara kedudukannya secara fitrawi dengan dokter
dan paramedik lain, sehingga relasi yang terbangun antar mereka mestinya bersifat
humanis, bukan eksploitatif. Dalam konteks relasi dokter-pasien ini, berbagai
ketimpangan dan ketidakpuasan selalu muncul dan dirasakan oleh kedua belah pihak.
Idealnya, dalam harapan banyak orang, ketika masuk RS kita akan mendapat
pengobatan dan perawatan yang baik sehingga dapat segera sembuh dan sehat
kembali. Jika pengobatan yang dilakukan oleh seorang dokter terhadap pasiennya tidak
menunjukkan hasil memuaskan, maka pasien dalam keawamannya sering berpikir
bahwa pelayanan RS tersebut tidak bagus.
Kondisi negatif seperti ini semakin mudah tersulut jika kesan pertama yang
ditunjukkan oleh pihak manajemen RS tidak berkenan di hati pasien yang baru masuk.
Padahal, yang diharapkan selain kesembuhan pasien pada aktivitas di RS adalah
kepuasan (satisfaction) yang dirasakan oleh semua pihak selama proses pengobatan
dan perawatan berlangsung.
Dalam tradisi pengobatan, relasi dokter-pasien mesti memungkinkan terjadinya
komunikasi manusiawi yang memberikan kesempatan kepada pasien agar lebih
merdeka dan leluasa mengungkapkan perjalanan penyakitnya. Hal ini sangat
dibutuhkan oleh seorang dokter agar dapat mendiagnosa penyakit yang diderita
pasiennya. Komunikasi pasien-dokter hanya dapat berlangsung positif jika kondisi
psiologis pasien benar-benar merasa nyaman. Nah, kenyamanan ketika masuk RS
inilah yang menjadi permasalahan saat ini.
Tenaga kesehatan, sebuah profesi yang masih mendapat tempat yang istimewa
di mata masyarakat. Bukan hanya karena kedalaman ilmunya, tetapi karena jiwa
kemanusiaannya yang akrab dengan tugasnya yang amat mulia, yakni menyelamatkan
nyawa orang. Tetapi, sepertinya kesan baik itu sudah mulai luntur dengan banyaknya
tingkah laku tenaga kesehatan yang mulai menimbulkan rasa was-was kepada pasien.
Faktanya, tidak jarang, tenaga kesehatan melakukan kesalahan-kesalahan yang tidak
lazim dalam menjalankan tugasnya yang ironisnya tak jarang menyebabkan kerugian
yang amat besar kepada pasien. Kesalahan-kesalahan yang terjadi saat proses
pelayanan seorang tenaga kesehatan tak jarang karena disebabkan oleh kelailaian si
tenaga kesehatannya sendiri, padahal bisa jadi, kekurang telitian tersebut sebenarnya
bisa dihindari. Penyebab ketidakpuasan pasien antara lain tenaga kesehatan gagal
berkomunikasi dengan pasien, krisis waktuyang dialami tenaga kesehatan, kualitas
produk atau jasa, kualitas pelayanan, harga, dan biaya.
Cara menyelesaikan masalah ketidakpuasan dapat ditempuh dengan mengerti
hak dan kewajiban masing-masing (tenaga kesehatan dan pasien), penyelesaian
secara kekeluargaan atau dengan bantuan penengah/mediator yang dipercayai dan
dihormati oleh kedua pihak. Selain cara-cara penyelesaian masalah itu, terdapat pula
Majelis Kehormatan Etika Kedokteran (MKEK) jika pasien merasa dokter berlaku tidak
sesuai etika. Untuk masalah yang berkaitan dengan kinerja/tindakan dokter di dalam
praktiknya, pasien dapat mengadukannya ke Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran
Indonesia (MKDKI) yang anggotanya terdiri atas tokoh masyarakat, sarjana hukum, dan
dokter.
Dengan cara penyelesaian masalah yang tepat, diharapkan hubungan di antara
keduanya dapat terus terjalin dengan baik sehingga dunia pelayanan kesehatan di
Indonesia dapat lebih berkualitas dan melindungi masyarakat.

B. Saran
Diperlukan suatu pemahaman yang baik agar tidak salah dalam memahami tentang
penjelasan mengenai ketidakpuasan pasien, penyebab ketidakpuasan pasien, contoh
kasus yang mencerminkan ketidakpuasan pasien, dan penyelesaian kasus
ketidakpuasan pasien terhadap pelayanan RS.

Anda mungkin juga menyukai