Anda di halaman 1dari 8

Bassaf N. D. Faot, S.Kep.

,Ns

A. Komunikasi Multidisiplin Dalam Keperawatan yang berlaku

Dalam ilmu kesehatan, komunikasi tidak bisa dipisahkan dengan


peranan perawat sebagai petugas kesehatan. Dalam kehidupan sehari-hari
kita tidak bisa lepas dari kegiatan komunikasi. Sehingga sekarang ilmu
komunikasi berkembang pesat. Salah satu kajian ilmu komunikasi ialah
komunikasi kesehatan yang merupakan hubungan timbal balik antara tingkah
laku manusia masa lalu dan masa sekarang dengan derajat kesehatan dan
penyakit, tanpa mengutamakan perhatian pada penggunaan praktis dari
pengetahuan tersebut atau partisipasi profesional dalam program-program
yang bertujuan memperbaiki derajat kesehatan.
Melalui pemahaman yang lebih besar tentang hubungan timbal balik
melalui perubahan tingkah laku sehat ke arah yang diyakini akan
meningkatkan kesehatan yang lebih baik. Kenyataaanya memang komunikasi
secara mutlak merupakan bagian integral dari kehidupan kita, tidak terkecuali
perawat, yang tugas sehari-harinya selalu berhubungan dengan orang lain.
Entah itu pasien, sesama teman, dengan atasan, dokter dan sebagainya. Maka
komunikasi sangatlah penting sebagai sarana yang sangat efektif dalam
memudahkan perawat melaksanakan peran dan fungsinya dengan baik.
Komunikasi merupakan alat untuk membina hubungan karena
komunikasi mencakup pencapaian informasi, pertukaran pikiran dan
perasaan. Proses komunikasi terapeutik sering kali meliputi kemampuan dan
komitmen yang tulus pada pihak perawat untuk membantuk klien mencapai
keberhasilan keperawatan bersama. Komunikasi yang berlangsung di tatanan
kelompok ataupun komunitas biasanya lebih efektif dalam
mengkomunikasikan tentang kesehatan oleh petugas kesehatan seperti
perawat salah satunya. Tentunya diperlukan cara untuk menciptakan
komunikasi yang harmonis.

Berikut ini adalah 12 Cara Komunikasi Multidisiplin Dalam


Keperawatan di Indonesia.

1. Membentuk Komunikasi Interpersonal yang Baik


Menciptakan dan memelihara hubungan yang baik adalah penting
dalam upaya penanganan dan perawatan pasien. Hasil studi menunjukkan
bahwa komunikasi dan hubungan baik antara pasien dan anggota tim
memberikan dampak positif pada kepuasan pasien, pengetahuan dan
pemahaman, kepatuhan terhadap program pengobatan, dan hasil
kesehatan yang terukur. Komunikasi interpersonal yang terjalin baik juga
akan memberikan dampak positif tidak hanya bagi kinerja namun juga bagi
hubungan antara perawat dan pasien sebagai cara berkomunikasi yang
baik .
2. Menjadi Pendengar yang Baik
Dalam sebuah komunikasi sangat penting untuk menjadi pendengar
yang baik, sebab tentunya dengan mndengarkan pasien maka tentu
perawat akan lebih mudah mngetahu kluhan. Tentunya hal ini merupakan
hal yang baik dala upaya memberikan pelayanan yang tepat terhadap
pasien. Tentunya hal ini menjadi salah satu upaya yang baik dalam
menjadikan komunikasi yang efektif dalam multidisiplin keperawatan.

3. Pertukaran Informasi yang Efektif


Anggota tim yakni dokter perlu memperoleh sebanyak mungkin
informasi dari pasien agar dapat mendiagnosa dengan tepat jenis penyakit
yang diderita pasien dan merumuskan rencana penanganan dan
perawatan. Bagi pasien, pasien perlu mengetahui, memahami, merasa
dikenal, dan dipahami oleh anggota tim. Untuk itu, kedua belah pihak
sangat perlu melakukan komunikasi dua arah sebagai upaya untuk saling
bertukar informasi. Informasi yang tepat tentu akan memberikan
penangganan yang tepat sehingga kesalahan dalam upaya penanganan
kesehatan akan diminimalisir.

4. Menggunakan Komunikasi Nonverbal


Komunikasi nonverbal merupakan salah satu cara yang digunakan
untuk melakukan Komunikasi Multidisiplin Dalam dunia Keperawatan.
Komunikasi nonverbal adalah upaya untuk dapat lebih mengefektifkan
komunkasi dan merupakan upaya untuk lebih sedikit menggunakan kata
kata. Bahasa nonverbal juga dapat menjadikan komunikasi berlangsung
lebih akrab dan kondusif. Terlebih lagi jika dilakukan dengan pasien yang
tidak diharuskan banyak bicara. Sehingga hal ini akan sangat
memudahkan dalam komunikasi itu sendiri sebagaimana cara komunikasi
efektif dengan pasien.

5. Membentuk Persepsi Positif


Dalam membangun komunikasi multidisplin, bagi perawat dangatlah
penting untuk dalam membentu persepsi yang poditif. Sebab memberikan
pelayanan terhadap banyak psien dengan karakteristik yang berbeda beda
bukanlah merupakan hal yang mudah. Oleh karenanya dalam hal ini maka
tentu persepsi positif dalam komunikasi harus dikedepankan sebab
bagaimanapun juga persepsi positif akan dapat memberikan hal yang
secara tidak langsung berpengaruh positif dala sebuah komunikasi.

6. Memberi Penilaian yang Baik


Nilai atau penilaian yang baik haruslah menjadi hal utama yang
dikedepankan oleh keperawatan. Sebab penilaian inilah yang akan
langsung memberikan dampak bagi bagi berlangsungnya kmonukasi baik
antara perawat dengan pasien atau juga perawat dengan para petugas
medis lainnya. Dengan hal ini maka tentu akan dapat berlaku positif
terhadap jalannya komunikasi yang akan dilakukan sebagai
bentuk penyebab keberhasilan dalam komunikasi .

7. Menggunakan Bahasa dan Etika yang Sopan


Dalam sebuah komunikasi tentu saja penggunaan bahasa serta etika
dan norma kesopanan haruslah diutamakan. Terlebih lagi bagi para paleku
dan petus kesehatan seperti perawat tentu harus mengedepankan hal ini
sebagiaman fungsi bahasa sebagai alat komunikasi . Sebab mereka tidka
hanya mewakili diri sendiri namun juga mewakili profesi serta institusi
yang menaungi. Oleh karena hal ini maka tentu saja bahsa , norma etika
dan perilaku haruslah benar benar diperhatikan dengan seksama.

8. Mengendalikan Emosi
Dalam sebuah situasi yang krusial kadang kala kita tidak bisa
memisahkan hal yang tentunya bersifak emosional. Bahkan pada akhirnya
emosi ini lah yang kemuda=ian memegang kendali sehingga dalam
komunikasipun bahkan hal ini dapat memberikan dampak yang buruk.
Sebab keika sudha melibatkan emosi maka tentu komunikasi akan tidak
dapat dikontrol, maka hal tersebut akan sangat berbahaya bagi seorang
perawat tentunya.

9. Berbagi Pengetahuan
Komunikasi dalam multidisiplin keperawatan merupakan sebuah cara
yang efektif untuk dapat berbagi ilmu pengetahuan, Sebab tentunya tidak
semua hal dapat hanya dipeklajari melalui buku. Karennaya pengalaman
yang pernah dialami oleh satu perawat dan perawat lainnya dalam
menangani pasien juga akan berbeda, sehingga hal inilah yang kemudian
akan dapat dibagi dalam komunikasi yang dilakukan sebagai konsep moral
dalam komunikasi keperawatan .

10. Penampilan
Penampilan tentu saja dapat mewakili profesi yang dijalani, maka
tentu tidak heran jika kemudian kita dapat dengan mudah menebak profesi
seseorang dari penampilannya. Oleh sebab itu, maka tentunya bagi seorang
perawat penampilan yang menunjang akan dapat mendukung
kemampuannya agar dapat berkomunikasi dengan lebih baik lagi kepada
pasien atau rekan sejawat.

11. Sikap
Dalam komunikasi sikap juga memegang peranan utama. Sebab
sebagimana kita tahu yang akan berkaitan dengan banyak pasien dengan
berbagai keluhan. Tentunya tanpa sikap yang baik pastinya komunikasi
tidak akan dapat berjalan dengan baik. Sebab jangan sampai karena sikap
anda dalam berkomunikasi akan berpengaruh pada persepsi pasien
terhadap anda dan profesi anda.
12. Memperhatikan Kebutuhan Pasien
Hal yang tidak kalah penting harus diperhatikan dalam komunikasi
multidisiplin keperawatan adalah jangan sampai mengabaikan kebutuhan
pasien. Oleh sebab itu, maka kebutuhan pasien haruslah menjadi prioritas
utama terutama bagia nda para perawat sebagai upaya dalam memberikan
pelayanan terbaik untuk para pasien sebagai karakteristik komunikasi
terapeutik.

B. Mengidentifikasi cara memelihara kerahasiaan rekaman dan laporan

1. Rekam Medis: Seberapa Rahasia?

Sebuah RS diminta mendandatangani Perjanjian Kerjasama dengan


BPJS dimana salah satu klausulnya berbunyi bahwa BPJS diberi hak akses
ke Rekam Medis. Perjanjian ini dilatari oleh banyaknya kejadian dimana
verifikator membutuhkan informasi yang lebih lengkap untuk melakukan
verifikasi. Banyak RS masih berpegang pada regulasi dimana rekam medis
adalah milik pasien dan kerahasiaan informasinya harus dijaga sehingga
tidak bisa diberikan kepada sembarang pihak. Namun jika verifikator tidak
mendapatkan informasi yang lengkap, klaim RS kepada BPJS bisa
terhambat bahkan tidak dapat dicairkan.

Bagaimana sebenarnya RS sebaiknya menyikapi situasi dilematis ini?

Dalam diskusi diantara para pengurus Perhimpunan Rumah Sakit


Indonesia (PERSI) diketahui bahwa dalam memberikan hak akses terhadap
rekam medis, RS harus taat pada hukum yang berlaku. UU No. 29 Tahun
2004 tentang praktik kedokteran sudah mengatur bahwa setiap dokter dan
dokter gigi dalam menyelenggarakan praktik kedokteran harus membuat
rekam medis dan rekam medis ini harus dijaga kerahasiaannya oleh dokter
atau dokter gigi dan pimpinan sarana pelayanan kesehatan.
Peraturan Menteri Kesehatan no. 269 Tahun 2008 tentang Rekam
Medis menyebutkan bahwa meskipun informasi tentang identitas,
diagnosis, riwayat penyakit, riwayat pemeriksaan dan riwayat pengobatan
pasien harus dijaga kerahasiaannya oleh klinisi, petugas pengelola dan
pimpinan sarana kesehatan, namun informasi ini dapat dibuka antara lain
untuk memenuhi permintaan aparatur penegak hukum atas perintah
pengadilan dan memenuhi permintaan institusi/lembaga sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan. Permintaan tersebut harus disampaikan
secara tertulis kepada pimpinan RS.
Selain itu, Permenkes ini juga mengatur mengenai kepemilikan,
manfaat dan tanggung jawab dalam mengelola Rekam Medis. Berkas rekam
medis adalah milik sarana pelayanan kesehatan dan isinya yang berupa
ringkasan rekam medis merupakan milik pasien. Ringkasan tersebut dapat
diberikan, dicatat atau dicopy oleh pasien atau orang yang diberi kuasa
atau atas persetujuan tertulis pasien atau keluarganya yang berhak untuk
itu. Rekam medis dapat dimanfaatkan untuk:
a. Pemeliharaan Kesehatan dan Pengobatan Pasien,
b. Alat Bukti dalam Proses Penegakkan Hukum,
c. Disiplin Kedokteran dan Kedokteran Gigi dan Penegakkan Etika
Kedokteran dan Kedokteran Gigi,
d. Keperluan Pendidikan dan Penelitian,
e. Dasar Pembayar Biaya Pelayanan Kesehatan, dan
f. Data Statistik Kesehatan.

Kecuali untuk pendidikan dan penelitian yang dilakukan untuk


kepentingan negara, pemanfaatan rekam medis yang menyebutkan
identitas pasien harus mendapat persetujuan dari pasien dan ahli
warisnya dan harus dijaga kerahasiaannya.

Berdasarkan regulasi yang berlaku di Indonesia sebagaimana telah


dijelaskan di atas, berkas rekam medis tidak bisa dibuka pada pihak-pihak
yang tidak berwenang karena akan menyalahi perundang-undangan. Ini
berbeda dengan di negara lain, misalnya di Amerika, dimana dokumen
rekam medis dapat diakses dengan lebih mudah oleh pihak-pihak lain ,
yaitu:
1. Pasien itu sendiri, orang tua pasien atau guardian yang bertanggung
jawab menjaga pasien dapat memperoleh copy rekam medis (bukan
copy ringkasan rekam medis seperti di Indonesia) secara lengkap
2. keluarga/kerabat dekat atau caregiver, namun perlu ada ijin tertulis
dari pasien pemilik rekam medis
3. providers punya hak untuk melihat dan men-share, misalnya dokter
pelayanan primer bisa men-share rekam medis pasien ke dokter
spesialis dimana pasien dirujuk. Providers ini termasuk juga
laboratorium, nursing homes, payers, technology providers dan
sebagainya.
4. Pihak pembayar pelayanan kesehatan (insurance companies,
Medicare, Medicaid, workers compensation, Social Security disability,
Department of Veterans Affairs, termasuk perusahaan tempat pasien
bekerja, jika sebagian dari biaya pelaynaan tersebut ditanggung oleh
perusahaan).
5. Pemerintah, bukan hanya instansi yang bertanggung jawab untuk
menanggung sebagian atau seluruh biaya pelayanan kesehatan pasien,
namun juga instansi lain, misalnya jika pasien tersangkut masalah
hukum (sebagai pelaku atau korban).
6. Pihak-pihak lain sesuai regulasi yang berlaku.

Di Indonesia, fasilitas kesehatan menghadapi dilema antara menjaga


kerahasiaan rekam medis dengan memaparkannya untuk kebutuhan
proses klaim ke BPJS. Pada dasarnya, penjamin hanya membutuhkan
data mengani berapa besar biaya untuk satu periode penyakit tertentu,
yang dapat diperoleh melalui resume rekam medis dan bukti-bukti
pelayanan. Namun dalam banyak kasus verifikator sampai meminta copy
laporan operasi, laporan anestesi, laporan pemeriksaan penunjang dan
sebagainya.
Untuk mengatasi hal ini, PERSI sedang mengajukan draft PKS
antara RS dengan BPJS, yang salah satunya mengatur bahwa hak akses
penjamin biaya pelayanan kesehatan kepada pasien adalah ke ringkasan
medis, bukan ke dokumen rekam medis. Hal ini sesuai dengan Permenkes
269/2008, dimana hak pasien adalah ringkasan medis. Dengan demikian,
maka RS harus dapat menjamin agar ringkasan medis dibuat dengan
lengkap dan benar, sehingga tidak perlu membuka dokumen rekam medis
untuk kepentingan verifikasi klaim RS ke BPJS.
Saat ini Permenkes 269/2008 sedang direvisi dan diharapkan hasil
revisiannya akan dapat mengakomodir kepentingan semua pihak secara
adil.

2. Mengapa Rekam Medis Pasien Wajib Dijaga Kerahasiaannya?

Setiap pasien yang berobat di layanan kesehatan, baik itu


puskesmas, klinik maupun rumah sakit, ia akan dibuatkan rekam medis.
Rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang
identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain
yang diberikan kepada pasien saat berada di sarana kesehatan. Bila itu
dilakukan oleh rumah sakit, maka tindakan dan pelayanan tersebut
diberikan selama diberikan pelayanan di rumah sakit yang dilakukan di
unit-unit rawat jalan, termasuk unit gawat darurat dan unit rawat inap.
Rekam medis tersebut dibagi menjadi dua, yaitu berkas dan isinya.
Berkasnya adalah milik penyelenggara pelayanan kesehatan, sedangkan
isinya milik pasien. Berkaitan dengan berkasnya, maka rumah sakit wajib
menjaga kerahasiaan berkas rekam medis tersebut. Di antara upaya
perundang-undangan yang dilakukan oleh rumah sakit untuk menjaganya
adalah dengan menyimpan di tempat penyimpanan khusus dan hanya
boleh dibuka oleh orang-orang tertentu.
Di antara tenaga kesehatan yang boleh membuka rekam medis
sesuai dengan peraturan pemerintah adalah dokter umum, dokter spesialis,
dokter gigi, dan tenaga paramedis perawatan serta tenaga paramedis non
perawatan yang terlibat langsung dalam pelayanan-pelayanan kepada
pasien di rumah sakit. Oleh karena itu, berkas rekam medis adalah milik
sarana kesehatan yang tidak boleh keluar dari tempat tersebut. Maka
pasien tidak boleh membawa pulang berkas asli rekam medisnya, kecuali
foto copy-anya bila ingin digunakan untuk keperluan pribadinya, seperti
untuk melihat riwayat penyakitnya.
Sedangkan isi rekam medisnya adalah milik pasien. Karena isi rekam
medis milik pasien, maka pasien berhak untuk melihat atau mengetahui isi
rekam medis miliknya, karena pasien memiliki hak untuk mendapat
informasi mengenai penyakitnya. Pasien juga boleh meminta copy rekam
medis yang mungkin akan digunakan untuk mendapatkan pendapat kedua
(second opinion), di mana copy rekam medis itu sangat dibutuhkan oleh
pemiliknya.
Copy rekam medis tersebut juga boleh diminta pasien sebagai dasar
pembayaran biaya pelayanan kesehatan yang telah diperolehnya. Bahkan,
copy rekam medis tersebut bisa dipakai oleh pasien sebagai catatan pribadi
mengenai penyakit yang pernah diderita dan pengobatan serta perawatan
yang pernah diberikan kepadanya. Catatan tersebut sangat bermanfaat
apabila pasien harus berobat dan menggunakan obat lain sehingga dapat
terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan seperti alergi, kontra indikasi
dan sebagainya.
Lalu mengapa rekam medis pasien itu wajib dirahasiakan?
Jawabannya terdapat dalam Permenkes No.269 Tahun 2008 tentang Wajib
Simpan Rahasia kedokteran. Setiap orang harus dapat meminta
pertolongan kedokteran dengan perasaan aman dan bebas. Ia harus dapat
menceritakan dengan hati terbuka segala keluhan yang mengganggunya,
baik bersifat jasmaniah maupun rohaniah, dengan keyakinan bahwa hak
itu berguna untuk menyembuhkan dirinya. Ia tidak boleh merasa khawatir
bahwa segala sesuatu mengenai keadaannya akan disampaikan kepada
orang lain, baik oleh dokter maupun oleh petugas kedokteran yang bekerja
sama dengan dokter tersebut.
Karena itu, setiap rumah sakit selalu berupaya untuk menjaga
keamanan dan kerahasiaan data rekam medis tersebut dengan sebaik-
baiknya. Di antara upaya untuk menjaga data rekam medis tersebut ialah
dengan menuliskan kata rahasia pada map berkas rekam medis untuk
menjelaskan bahwa isi yang berada dalam map tersebut adalah rahasia.
Kemudian apabila berkas rekam medis tersebut akan dibawa keluar
ruang penyimpanan maka sarana pembawanya haruslah tertutup. Dan
saat berkas rekam medis tersebut digunakan di bangsal-bangsal perawatan
maka disimpan di dalam lemari khusus yang terkunci. Dengan begitu,
amanat udang-undang tentang kewajiban menjaga kerahasiaan rekam
medis pasien dapat dilakukan dengan sebaik-baiknya dan pasien akan
merasa aman tentang diagnosa atau pun riwayat catatan penyakit yang
dideritanya.
dimuat di Republika, Rabu, 3 Januari 2018.
https://www.verywell.com/who-has-access-to-your-medical-records-
2615502
https://www.verywell.com/how-to-get-copies-of-your-medical-records-
2615505
(diakses pada 16 Januari 2016)
*berdasarkan diskusi internal Pengurus Perhimpunan Rumah Sakit
Indonesia (PERSI) di grup Whatsapp®

C. Pedoman kualitas untuk dokumentasi dan pelaporan


Ketika akan menuliskan dokumentasi yang efektif perawat harus mengikuti kaidah-kaidah
sebagai berikut:
a. Simplicity: menggunakan kata-kata dasar, sederhana dan mudah dipahami.
b. Conservatism: pendokumentasian kesimpulan diagnosa kepera-watan harus akurat,
didasarkan informasi yang terkumpul.
c. Ptience: Pergunakan waktu yang cukup untuk mengetahui apa yang terjadi pada pasien
dan apa yang dilakukan pasien.
d. Irrefutability: pendokumentasian yang jelas dan obyektif.

Anda mungkin juga menyukai