Anda di halaman 1dari 13

KOMUNIKASI ANTAR PROPESI DAN

TENAGA KESEHATAN

Disusun Oleh :

Nama : FIRA FEBIYANI


NIM : 2021034

PRAGRAM STUDI DIII REKAM MEDIK


DAN INFORMASI KESEHATAN
STIKES DONA PALEMBANG
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat
dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang Komunikasi Antar Propesi dan
Tenaga Kesehatan ini dengan baik.
Makalah ini bertujuan untuk mengetahui lebih dalam tentang Komunikasi Antar
Propesi dan Tenaga Kesehatan. Makalah ini disusun untuk melengkapi tugas mata kuliah
Rekam Medik dan Informasi Kesehatan. Selain itu, kami berharap semoga makalah ini dapat
dipahami dan bermanfaat bagi semua pembaca. Sekiranya makalah yang telah disusun ini
dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya.
Oleh karena itu, kami mengharapkan segala kritik dan saran yang membangun dan
dapat menjadikan Makalah ini jauh dan lebih baik lagi. Kami mohon maaf atas kesalahan
maupun kekurangan di dalam penyusunan makalah ini.

Palembang , Mei 2021

Penyusun

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Rumah Sakit yang bermutu adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan melalui
penyelenggaraan pelayanan secara paripurna pada unit unit gawat darurat, rawat jalan, rawat
inap, ruang tindakan dan ruang perawatan khusus.

Komunikasi antar tenaga kesehatan adalah kerja sama antar profesi kesehatan dari
latar belakang profesi yang berbeda dengan pasien dan keluarga pasien untuk memberikan
kualitas pelayanan yang terbaik (WHO, 2010). Upaya meminimalisir terjadinya kesalahan
medis atau yang terkait dengan aspek keselamatan pasien, maka manajemen rumah sakit perlu
menciptakan sistem keselamatan pasien.

Hubungan Komunikasi antar tenaga kesehatan dalam pelayanan kesehatan


melibatkan sejumlah profesi kesehatan, namun kolaborasi antara dokter dan perawat
merupakan factor penentu yang sangat penting bagi kualitas proses perawatan (Barrere and
Ellis, 2002).
Perawat merupakan profesi yang memberikan pelayanan kepada pasien di rumah
sakit selama 24 jam dalam sehari, sehingga perannya dalam penerapan keselamatan pasien
sangat diharapkan.

Pelayanan yang ada di rumah sakit merupakan pelayanan yang multidisilpin sehinga
bisa berpotensi terjadinya pelayanan yang tumpang tindih, terjadinya konflik interprofesional
dan juga keterlambatan pemeriksaan dan tindakan (Susilaningsih, 2016).

Komunikasi yang baik antar sesama. Komunikasi dapat efektif apabila pesan diterima
dan dimengerti sebagaimana dimaksud oleh pengirim pesan, pesan ditindaklanjuti dengan
sebuah perbuatan oleh penerima pesan dan tidak ada hambatan untuk hal itu. Komunikasi
yang efektif terjadi bila pendengar menangkap dan menginterpretasikan ide yang disampaikan
dengan tepat seperti apa yang dimaksud oleh pembicara.

2
Strategi efektif sangat dibutuhkan jika melihat pelayanan kesehatan di rumah sakit
yang memiliki banyak profesi yang berbeda. Strategi dalam menyusun membuat sesuatu yang
akan membangkitkan kerja sama diantar profesi dengan professional.
Sama halnya ketika menjalan tugas dari masing-masing profesi , harus menggunakan
komunikasi yang efektif. Kemampuan untuk bekerja dengan profesional dari disiplin lain
untuk memberikan kolaboratif, patientcentred care dianggap sebagai elemen penting dari
praktek profesional yang membutuhkan spesifik perangkat kompetensi.

B. TUJUAN

Kajian ini bertujuan untuk meningkatkan kerjasama dan komunikasi yang baik sesama
mitra kesehatan agar terciptanya kolaborasi dalam keselamatan pasien.

C. METODE

Metode yang digunakan dalam kajian menggunakan analisis data sekunder yang
dimana kajian bersumber dari jurnal dan buku.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Cara Komunikasi
Komunikasi dalam suatu organisasi kesehatan dapat berupa tulisan dan atau
komunikasi yang bersifat verbal serta non-verbal. Bentuk komunikasi tertulis antara lain
rekam medik, resep serta surat edaran. Pada rekam medik, riwayat penyakit, diagnosis,
rencana kerja dan instruksi pengobatan pasien dituliskan. Rekam medik menjadi sumber
informasi siapapun yang ikut merawat pasien tersebut masa kini atau suatu saat nanti, bahkan
pasien pun berhak membaca rekam medik tersebut,7 karena itu kelengkapan dan kejelasan
tulisannya menjadi sangat penting. Penulisan resep pada dasarnya adalah memberikan
instruksi kepada petugas apotik untuk memberikan obat kepada pasien sesuai dengan
keinginan si penulis, sedangkan surat edaran biasanya dikeluarkan oleh direktur utama rumah
sakit, direktur medik, atau kepala divisi, bergantung isi dan kepada siapa surat edaran tersebut
ditujukan.
Cara komunikasi lainnya antar petugas kesehatan adalah komunikasi verbal dan non-
verbal. Cara ini dapat terjadi dalam berbagai bentuk misalnya komunikasi interpersonal yang
melibatkan dua atau beberapa orang saja, atau dalam bentuk pertemuan yang bisa melibatkan
banyak orang. Pada komunikasi interpersonal, komunikasi verbal dan non-verbal digunakan
baik secara tersendiri, atau sebagai pendukung dari komunikasi tulisan yang dilakukan.6
Sebagai contoh seorang dokter yang telah menuliskan instruksi pengobatan, menjelaskan
instruksinya tersebut kepada perawat atau bidan. Pada pertemuan apapun akan terjadi
komunikasi verbal dan non-verbal antar peserta pertemuan. Sangat penting bagi hadirin untuk
menguasai keterampilan komunikasi interper- sonal agar pertemuan dapat membuahkan hasil
yang opti- mal. Konferensi kasus merupakan contoh pertemuan yang diharapkan dapat
memberikan solusi yang terbaik bagi pasien.

B. Masalah Komunikasi
Tulisan sering digunakan oleh dokter yang merawat pasien untuk memberikan
instruksi kepada petugas kesehatan lainnya misalnya dokter ruangan atau perawat/ bidan
untuk melaksanakan pengobatan atau pemeriksaan penunjang. Pada dasarnya penulisan rekam
medik merupakan sumber informasi tentang pasien yang dibuat bukan hanya untuk penulis
tetapi juga bagi semua pihak yang terlibat dalam penanganan pasien pada saat tersebut atau di
masa mendatang. Masalah yang sering timbul adalah tulisan yang sulit dibaca oleh petugas

4
lainnya, bahkan kadang-kadang penulis sendiri pada kesempatan berikutnya tidak dapat
membaca kembali tulisannya. Kerugian yang dapat ditimbulkan adalah, dokter lain tidak
dapat memahami situasi pasien dengan baik sehingga tidak dapat melanjutkan perawatan
dengan baik. Perawat atau bidan juga tidak dapat membaca instruksi yang seharusnya
dilakukan. Pada akhirnya pasien akan terlambat mendapatkan penanganan. Instruksi yang
baik selain dituliskan juga seharusnya dibicarakan dengan petugas yang akan melakukan
instruksi tersebut, baik dokter ruangan atau perawat/bidan yang menangani pasien tersebut.8
Penulisan yang tidak jelas membuat suasana kerja menjadi terganggu, dan perasaan kesal
dapat timbul. Tidak jarang klarifikasi melalui telepon perlu dilakukan, padahal pembicaraan
melalui telepon terkadang tidak mudah dilakukan karena koneksi yang buruk atau dokter tidak
mengaktifkan pesawat teleponnya. Bila tidak dapat berkomunikasi dengan pemberi instruksi,
sebagian petugas menunda pekerjaan tersebut, atau menduga-duga instruksi apa yang harus
dilaksanakan. Instruksi yang kurang jelas dan tidak diklarifikasi dapat berakibat fatal bagi
pasien.
Resep menjadi salah satu bentuk informasi dari dokter kepada petugas apotik untuk
memberikan obat kepada pasien. Mengingat obat selain dapat menyembuhkan pasien tetapi
juga bersifat racun, maka tulisan dokter harus dapat dibaca dengan mudah, baik macam obat
maupun angka yang menyatakan dosis obat.9 Kesalahan pemberian obat bukan hanya milik
penulis resep, tetapi bisa juga disebabkan oleh si pemberi obat. Kesalahan bisa terjadi karena
pemberi obat tidak dapat membaca tulisan dengan baik, tetapi kemudian memberikan obat
yang mirip tulisannya tanpa melakukan konfirmasi kepada dokter. Konfirmasi tidak dilakukan
karena malas atau sulit menghubungi, atau dokter tidak mencantumkan nomor teleponnya
di kertas resep. Kesalahan lain adalah mengganti obat dengan obat yang serupa tanpa
melakukan konfirmasi dengan dokter penulis resep. Kesalahan ini biasanya dilakukan oleh
petugas apotik yang bukan apoteker, misalnya asisten apoteker atau petugas apotik yang
sebenarnya tidak mempunyai wewenang untuk melakukan hal tersebut. Tanggungjawab
sepenuhnyatentunya berada pada penanggungjawab apotik tersebut.
Surat edaran biasanya dipakai oleh manajemen rumah sakit atau fasilitas kesehatan
lainnya untuk menginformasikam suatu kebijakan baru atau perubahan kebijakan. Informasi
dengan cara ini kadang-kadang tidak cukup, perlu ditunjang dengan cara komunikasi yang
lain misalnya pertemuan khusus atau pelatihan/workshop, bergantung kepada sifat informasi
itu sendiri. Bila informasi bersifat sederhana, tidak diperlukan pertemuan khusus, tetapi bila
informasi tersebut menuntut perubahan perilaku petugas kesehatan, diperlukan pertemuan
khusus berbentuk ceramah tanya-jawab, atau bila lebih kompleks diperlukan pelatihan atau

5
lokakarya.

Masalah komunikasi interpersonal antar petugas kesehatan dapat terjadi pada proses
pemberian layanan kesehatan bagi pasien di bangsal rawat atau di klinik rawat jalan.
Masalah di klinik rawat jalan relatif lebih sedikit, karena petugas yang terlibat juga relatif
sedikit. Jenis petugas yang terlibat antara lain dokter, perawat atau bidan, ahli gizi atau
konselor, petugas pemeriksaan penunjang, serta petugas apotik dan administrasi. Namun bila
pasien memerlukan penanganan oleh beberapa ahli, tentunya diperlukan komunikasi antara
dua atau lebih dokter. Selama ini komunikasi antar dokter lebih banyak menggunakan tulisan,
kecuali pada pasien yang dirawat kadang-kadang dilakukan konferensi kasus yang tentunya
melibatkan komunikasi verbal dan non- verbal.
Di bangsal rawat situasi lebih kompleks karena selain dokter yang merawat pasien ada
dokter ruangan, perawat/ bidan jaga serta petugas laboratorium dan apotik. Masalah yang ada
biasanya timbul berdasarkan persepsi masing- masing petugas. Dokter menyatakan bahwa
pada umumnya perawat tidak menjalankan instruksi dengan benar tetapi tidak merasa bersalah,
perawat sering salah menginterpretasikan perintah atau tidak menjalankan perintah. Antar
dokter sering tidak ada negosiasi rencana terapi, juga sebagian dokter tidak mau tahu terapi
yang diberikan oleh sejawat lainnya, merasa tidak ada pembagian tugas yang jelas sehingga
terjadi saling lempar tanggungjawab. Perawat mengeluh tulisan dokter sulit dibaca, dan mereka
sering cepat-cepat meninggalkan ruangan sehingga tidak terjadi klarifikasi instruksi, juga
terjadi hambatan psikologis yang mengakibatkan mereka enggan menyampaikan kesulitan
mereka.
Ada beberapa hal yang patut dicermati antara lain:
1. Instruksi yang diberikan kurang jelas dan petugas yang diberikan instruksi tidak
minta klarifikasi,
2. Tidak terjadi interaksi verbal sama sekali, biasanya antar dokter ahli kecuali bila ada
konferensi kasus,
3. Pemberi instruksi tidak meyakinkan bahwa instruksinya dimengerti oleh petugas,
4. Dokter ahli tidak menganggap dokter ruangan, perawat/ bidan sebagai mitra kerja,
5. Masih lemahnya aturan mengenai hak dan tanggungjawab masing-masing petugas
kesehatan.
Sebagai contoh setelah selesai operasi operator meninggalkan tempat terburu-buru tanpa
menemui keluarga pasien terlebih dahulu, sedangkan dokter pendamping operasi tidak
merasa berhak untuk menjelaskan hasil operasi kepada keluarga pasien. Di mata keluarga

6
pasien telah terjadi lempar tanggungjawab antar petugas kesehatan, lebih- lebih kalau
operasi tidak berhasil. Hal ini akan mempengaruhi penilaian terhadap kinerja rumah
sakit. Contoh lain, sering dokter datang terlambat menolong persalinan, sehingga
persalinan ditolong oleh bidan, tetapi di lain pihak honorarium diperoleh dokter. Ini akan
sangat mempengaruhi hubungan dokter dengan bidan terebut.

D. Penyebab
Ada 3 penyebab yang dapat berdampak terhadap hubungan antar petugas kesehatan,
yakni:
(1) role stress,
(2) lack of interprofessional understanding,
(3) au- tonomy struggles.Konflik antar petugas kesehatan sangat penting karena pada
        gilirannya akan mempengaruhi kualitas pelayanan kepada pasien.
Role Stress. Menghadapi pasien setiap hari bukanlah suatu hal yang mudah. Petugas
kesehatan hampir setiap hari harus menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan nyawa
seseorang, misalnya menentukan diagnosis penyakit fatal, menjelaskan pengobatan yang
kadang-kadang tidak menjanjikan kesembuhan, menginformasikan prognosis yang tidak baik
atau harus memberikan obat yang harganya sulit dijangkau oleh pasien. Hal-hal ini sedikit
banyak akan mempengaruhi suasana hati dokter dan dapat mempengaruhi komunikasi verbal
dan non-verbalnya dengan sesama petugas. Ada 2 hal yang termasuk dalam role stress, yakni
role conflict dan role overload.
Role conflict adalah perbedaan antara peran yang diharapkan dengan yang diperoleh.
Seseorang yang ketika menjalani pendidikan mempunyai impian atau bayangan perannya
nanti setelah menjadi dokter atau bidan/perawat akan mengalami konflik peran bila ia
mendapatkan pekerjaan yang berbeda dengan pekerjaan yang diharapkannya. Sebenarnya
masalahnya tidak sesederhana itu, dalam lubuk hati setiap orang menginginkan penghargaan
dari siapapun dalam melakukan tugasnya. Bila ini tidak terpenuhi di lingkungan kerjanya,
akan sangat mempengaruhi kinerjanya. Sikap saling menhormati antar petugas akan
mengurangi role conflict.
Role overload, terjadi karena jumlah pasien yang terlalu banyak. Jumlah pasien yang
terlalu banyak dengan derajat kesulitan yang tinggi akan melelahkan petugas kesehatan.10
Jenis pekerjaan di ICU, ICCU dan IGD di rumah sakit rujukan tentunya berbeda dengan
pekerjaan di klinik rawat jalan. Jumlah pasien yang lebih dari kapasitas petugas kesehatan
akan sangat mempengaruhi suasana hati petugas. Efek dari role conflict dan role overload

7
akan berdampak terhadap terhadap pasien juga. Petugas kesehatan yang secara fisik dan
mental menderita kelelahan akan kehabisan tenaga untuk memenuhi kebutuhan pasien.

Lack of interprofessional understanding. Kita mengharapkan semua petugas


kesehatan memahami perannya masing-masing dalam lingkungan kerjanya. Dalam
praktiknya, ternyata tidak demikian. Walaupun telah ada kemajuan dalam memahami
peran petugas lainnya, kebingungan atau kesalahtafsiran tentang peran dari masing- masing
petugas masih sering terjadi.
Autonomy Struggles. Faktor ketiga adalah masalah otonomi, yakni “the freedom to
be self-governing or self- directing”. Pentingnya otonomi digarisbawahi oleh Conway, yang
menyatakan bahwa kapasitas untuk melakukan otonomi sangat penting agar petugas dapat
memenuhi peran profesinya. Tingginya professional autonomy berhubungan dengan
membaiknya job morale dan job performance.
Perbedaan tingkat otonomi pada petugas kesehatan dapat memacu ketegangan
interpersonal. Perawat misalnya sering menyatakan kekesalannya karena rendahnya otoritas
mereka untuk pengambilan keputusan yang sederhana tetapi penting bagi keamanan atau
kenyamanan pasien. Di dalam menghadapi tantangan globalisasi, setiap petugas kesehatan
memerlukan otonomi sesuai dengan tugas dan kewajibannya masing-masing.

E. Pemecahan Masalah
Beberapa usaha perlu dilakukan dengan cara meng- hilangkan atau mengurangi role
stress dengan cara membuka wawasan mahasiswa kedokteran, perawat, bidan dan sebagainya,
tentang perannya masing-masing dalam dunia kerja nyata, serta khususnya dalam sistem
pelayanan kesehatan. Untuk mengatasi role overload, perlu dilakukan pengaturan jumlah
pasien yang harus ditangani oleh petugas kesehatan. Di dalam suatu institusi kesehatan,
diperlukan beberapa hal yang bersifat pembenahan manajerial yakni:
1) Memperjelas uraian hak, tugas dan koordinasi masing-masing petugas dalam
suatu fasilitas kesehatan. Peran, hak dan tugas petugas lain juga harus diketahui
oleh masing-masing petugas.
2) Memberikan otonomi kepada petugas untuk mengambil keputusan sesuai dengan
kewajiban dan kemampuannya.
3) Mereposisi kembali hubungan antar petugas kesehatan sebagai hubungan yang
saling melengkapi Secara umum setiap petugas kesehatan dituntut untuk
mempraktikkan cara-cara komunikasi interpersonal yang baik termasuk

8
komunikasi verbal dan non-verbal.

Tidak berbeda dengan bila menghadapi pasien, setiap petugas kesehatan seyogyanya
menerapkan keterampilan komunikasi inter- personalnya bila berhadapan dengan sesama
petugas kesehatan. Komunikasi tertulis hendaknya ditunjang dengan penulisan yang jelas, dan
bila perlu didukung oleh komunikasi verbal dan non-verbal yang sesuai. Menciptakan situasi
yang nyaman dalam lingkungan kerja perlu dilakukan dan sebenarnya sangat mudah
dilakukan bila semua petugas kesehatan menyadari bahwa hasilnya akan sangat bermanfaat
bagi pasien yang telah memberikan amanah kepada mereka, bukan kepada orang lain, untuk
merawat.

G. Dampak Komunikasi
1. Kepuasan Pasien
Kepuasan pasien akan membuahkan hal-hal yang sangat diharapkan oleh
setiap penyedia layanan kesehatan, antara lain:
a. Peningkatan kepatuhan terhadap regimen pengobatan. Penelitian
menunjukkan bahwa pasien yang puas akan mengikuti petunjuk petugas
kesehatan lebih baik daripada pasien yang tidak puas,
b. Peningkatan loyalitas kepada pemberi layanan kedokteran. Pasien tidak
berpaling ke pemberi layanan kedokteran lainnya. Loyalitas akan
meningkatkan pendapatan finansial pemberi layanan kedokteran.
Pendapatan finansial yang meningkat dan yang dimanfaatkan secara
proporsional dapat meningkatkan kualitas pelayanan dan kesejahteraan
petugas. Selanjutnya kesejahteraan petugas yang baik akan menjamin
meningkatnya kualitas pelayanan.
c. Menurunkan tuntutan malpraktik. Sebagai hasil layanan kedokteran
kadang-kadang terjadi kecacatan atau kematian pada pasien. Bila pasien
dan merasa puas dengan proses pelayanan yang biasanya tidak
mengajukan tuntutan, dan kejadian tersebut merupakan takdir. Ini bisa
terjadi bila mereka merekam hal-hal positif menurut persepsi merekam
misalnya dokter/perawat/bidan selalu dapat dikontak bila diperlukan,
informasi yang diinginkan bisa diperoleh, penggunaan obat dapat
dimonitor oleh pasien/keluarganya, diagnosis diperoleh dalam waktu
yang relatif singkat, ada kerjasama yang baik antar petugas kesehatan

9
dsbnya. Tentu saja persepsi tersebut berbeda-beda sesuai dengan
pendidikan dan pengalaman mereka. Seorang pasien yang pernah berobat
di fasilitas yang lebih baik akan menuntut layanan yang lebih tinggi pula.

2. Sumber Ketidakpuasan Pasien


Salah satu masalah yang sering menimbulkan ketidakpuasan pasien
adalah komunikasi antara petugas kesehatan dengan pasien dan
keluarganya, atau antar petugas kesehatan sendiri. Kadang-kadang kecacatan
atau kematian terjadi karena komunikasi yang kurang baik.

Penelitian telah menunjukkan bahwa semangat kerjasama antar petugas


kesehatan sangat penting bagi suksesnya suatu pelayanan kesehatan. Petugas
kesehatan harus bekerjasama membantu pasien untuk memecahkan masalah
kesehatan yang kompleks. Sayangnya semangat untuk bekerjasama tersebut
kadang-kadang tidak tampak. Pasien sering merasa bingung karena dua dokter
yang menangani penyakitnya memberikan nasehat yang berbeda, atau kadang
bertentangan. Lemahnya komunikasi antar petugas kesehatan dapat
mempengaruhi kualitas pelayanan kedokteran yang diberikan, yang pada
gilirannya dapat menimbulkan kerugian pada pasien dan keluarganya.

10
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Dalam melaksanakan tugasnya, perawat tidak dapat bekerja tanpa berkolaborasi


dengan profesi lain. Profesi lain tersebut diantaranya adalah dokter, ahli gizi, apoteker dsb.
Setiap tenaga profesi tersebut mempunyai tanggung jawab terhadap kesehatan pasien. Bila
setiap profesi telah dapat saling menghargai, maka hubungan kerja sama akan dapat terjalin
dengan baik. Selain itu perawat juga mempunyai tanggung jawab dan memiliki untuk:

1. Perawat senantiasa memelihara hubungan baik antara sesama perawat dan dengan
tenaga kesehatan lainnya, baik dalam memelihara kerahasiaan suasana lingkungan
kerja maupun dalam mencapai tujuan pelayanan kesehatan secara menyeluruh.
2. Perawat senantiasa menyebarluaskan pengetahuan, keterampilan dan
pengalamannya kepada sesama perawat serta menerima pengetahuan dan
pengalaman dari profesi lain dalam rangka meningkatkan kemampuan dalam
bidang keperawatan.
3. Perawat merupakan kesatuan integral dengan tenaga kesehatan lainya yang tak
bisa dipisah – pisahkan dan disendirikan.

B. Saran
Demikian sedikit informasi dari kami selaku penulis makalah ini. Tentu masih banyak
kekurangan yang jauh dari sempurna. Ucapan terima kasih kami persembahkan bagi para
pembaca. Terakhir, ucapan maaf yang sebesar – besarnya perlu kami ucapkan jika dalam
penulisan ini kami banyak melontarkan kata – kata yang kurang berkenan. Maka dari itu kritik
dan saran yang membangun masih sangat kami btuhkan demi kemajuan Ilmu Pengetahuan
dan Teknologi saat ini.

11
DAFTAR PUSTAKA

Conway M. Organizations, professional autonomy and roles. In: Hardy M,


Conway M, editors. Role theory. E. Norwalk (CT); Apleton & Lange; 1988.

Schutzenhofer KK, Musser DB. Nurse characteristics and professional


autonomy. J Nurs Scholl 1994;26(3),201-5.
Burnard P. Acquiring interpersonal skills. A handbook of experiential
learning for health professionals. Cheltenham (UK); Stanley Thornes Ltd; 1996.

Tate P. The doctor’s communication handbook. Oxford (UK); Radcliffe


Medical Press; 1994. HQ

Potter & Perry (2005). Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan


Praktik (Volume I).Jakarta:EGC

Arnold,E.C,&Boggs.K.U.(2007).Interpersonal Relationship: Professional


Communication skills for Nurses.(5 th ed.). St Louis : Elseiver.

Kozier,Barbara.(2004).Fundamentals Of Nursing: concepts, process,


and practice (7 th ed.). New Jersey : Pearson

Kramer, Marlene.(2008).Reality Shock : why nurses leave nursing. St


Louis : MOSBY

Northouse, Peter Guy.(2010).Leadership : Theory and Practice.(5 th


ed.). USA : SAGE

Potter & Perry. (2009).Fundamental keperawatan (7 th ed.).(vols 2.). dr


Adrina &marina, penerjemah). Jakarta : Salemba Medika.

Stuart.G.W.,&Laraia.,M.T.(2005).Principles and Practice Of psychiatric


nursing.(8 th ed.).St Louis : MOSBY

WHO(1999).Manajemen Pelayanan Kesehatan Primer.(2 th ed).


(dr.Popy Kumalasari, Penerjemah).Jakarta : EGC

CopperandCo.(Maret, 2013).Komunikasi Perawat Dengan Tenaga


Kesehatan.

12

Anda mungkin juga menyukai