Anda di halaman 1dari 11

TUGAS INDIVIDU

KOMUNIKASI EFEKTIF DALAM KEPERAWATAN

DOSEN PENGAMPU
-

DISUSUN OLEH
AULIA RAHMAH (1914201110010)
SEMESTER / KELAS
II / A

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN
PRFOGAM STUDI S1 KEPERAWATAN REGULER
TAHUN AKADEMIK 2019/2020
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .................................................................. i


A. PENDAHULUAN .................................................................. 1
B. Pengertian Komunikasi Efektif............................................................. 2
C. Unsur-Unsur yang Membangun Komunikasi Efektif dalam Keperawatan
.................................................................. 3
D. Proses Komunikasi Efektif .................................................................. 5

DAFTAR PUSTAKA .................................................................. 9

i
A. Pendahuluan
Pasien atau keluarga adalah manusia, dia mempunyai perasaan, ego atau
harga diri,serta kemampuan untuk melindungi dirinya sendiri. Salah besar jika
petugas kesehatan dokter, perawat, tenaga analis, atau tenaga kesehatan lain
menganggap pasien adalah orangyang tidak berdaya. Bahkan pasien yang
mengalami gangguan jiwa sekalipun juga masih mempunyai unsur-unsur
kesadaran diri.1
Pasien yang datang ke rumah sakit bukan berarti orang yang tidak peduli
dengan kesehatannya, tetapi pasien akan mencari pertolongan ke rumah sakit,
apabilakondisi tersebut sudah diluar kemampuannya. Hal ini terkait dengan
konsep homeostasis, bahwa apapun kondisinya manusia akan berusaha untuk
menjaga keseimbangan di dalam dirinya. 2
Sebelum pasien ke rumah sakit, individu tersebut sudah berusaha mencari
cara untuk menyeimbangkan atau mengatasi masalah kesehatannya. Entah itu
minum obat yang di beli di warung, minum jamu, atau pergi ke dukun, atau
ketempat pelayanan kesehatan lain. Kondisi tersebut harus dipahami oleh tenaga
kesehatan, salah besar apabila pada saat pasienbaru datang ke rumah sakit,
petugas kesehatan sudah mengeluarkan kata “Kok...barusekarang di bawah ke
sini?” Kalimat ini sangat menyinggung perasaan pasien atau keluarga, seolah-olah
mereka berbuat kesalahan menelantarkan pasien.
Apabila pasien atau keluarga mendapat sambutan kalimat seperti ini, maka
akan timbul perasaan bersalah atau malu, sehingga dapat mengganggu proses
komunikasi selanjutnya. Kalimat yang tepat adalah “Sebelum berobat ke sini,
upaya apa yang bapak sudah lakukan?” Kalau kita telaah, kalimat ini tidak
menghakimi, tetapi petugas kesehatan akan memperoleh informasi upaya yang
sudah dilakukan sebelumnya. Pasien atau keluarga akan memberikan penilaian
pertama kepada petugas kesehatan baik dokter maupun perawat, dari komunikasi
verbal atau non verbal yang ditunjukkan oleh petugas disaat pertama kontak atau

1
Rika Sarfika, Buku Ajar Keperawatan Dasar 2, (Padang : Andalas University Press, 2016), hlm
3
2
Fauzan, Konsep-Konsep Komunikasi dalam Keperawatan. (Surabaya: Universitas Airlangga,
2019). hlm 1

1
menyambut pasien. Hal tersebut tidak bisa ditipu, atau dimanipulasi, insting
pasien akan mengatakan, apakah dokter atau perawat “care” terhadap dirinya.3
Membangun komunikasi efektif antara dokter/perawat dengan pasien
dimulai sejak kontak pertama kali. Apabila diawal kontak, pasien merasa tidak
nyaman atau mendapat respon yang negatif, dengan sendirinya kontak berikutnya
tidak akansecara maksimal. Pasien tidak akan percaya kepada petugas kesehatan
baik dokter atau mperawat, sehingga timbul perasaan tidak aman dan tidak
terlindungi, yang berakibatkeinginan untuk mengakhiri terapi. Ingat suatu iklan
yang mengatakan “kesan pertama begitu menggoda, selanjutnya terserah anda.”
Makna dari pesan ini begitu dalam, kalau kesan pertama begitu menyenangakan
bagi pasien, maka selanjutnya pasien akan kooperatif terhadap terapi/pengobatan,
dan akan menimbulkan perasaan puas akan pelayanan yang diterima.4
Dengan sendirinya pasien akan memberikan imbalan jasa, baik secara
material maupun immaterial dengan iklas atau perasaan senang. Disamping itu
pasien tanpa sadar akan memberikan promosi pelayanan yang diterima kepada
orang lain, sehingga rumah sakit atau individu (dokter) akan diuntungkan karena
dipromosikan secara gratis. Oleh karena itu,jika dokter atau perawat ingin
hubungan yang baik dengan pasien tercipta, maka buatlah kesan pertama kontak
dengan pasien sebaik mungkin.5

B. Pengertian Komunikasi Efektif


Komunikasi merupakan suatu proses penyampaian pikiran atau perasaan
oleh seseorang (komunikator) kepada orang lain (komunikan). Pikiran bisa
merupakan gagasan, informasi, opini dan lain-lain yang muncul dari benaknya.
Perasaan bisa berupa keyakinan, kepastian, keragu-raguan, kekhawatiran,
kemarahan, keberanian dan sebagainya yang timbul dari lubuk hati.6
Dengan terjalinya hubungan saling percaya, pasien akan memberikan
keterangan yang benar dan lengkap berkaitan dengan kondisinya, sehingga dapat
3
Setia Ari, Kendala dalam Komunikasi dengan Pasien. (Surabaya: Universitas Airlangga, 2020) hlm
1
4
Zainuddin, Komunikasi dalam Kesehatan. (Depok: Universitas Indonesia, 2019), hlm 1
5
Ah. Yusuf, Konsep Komunikasi Efektif dalam Keperawatan. (Surabaya: IPKJI, 2017), hlm 1
6
Ibrahim, Efektifitas Komunikasi Perawat. (Surabaya: Universitas Airlangga, 2020), hlm 2

2
membantu dokter dalam mendiagnosis penyakit pasien secara baik dan memberi
terapi yang tepat bagi pasien. Demikian juga dengan tenaga kesehatan lain,
apabila sudah terjalin hubungan saling percaya, maka tindakan keperawatan akan
lebih mudah untuk dilaksanakan.7
Pasien dan tenaga kesehatan sama-sama memperoleh manfaat dari
hubungan saling percaya. Setiap pihak merasa dimengerti dan dihargai, sehingga
apa yang diinginkan dapat tercapai. Pasien ingin segera mendapat pertolongan
dari dokter karena penyakitnya, segera ditangandan lekas sembuh. Sebaliknya
dokter membutuhkan informasi yang jelas berkaitan dengan gejala dan keluhan
yang dihadapi oleh pasien, dan saat dilakukan pemeriksaan pasien kooperatif.
Kedua tujuan ini baik dari pasien maupun dokter dapat tercapai apabila
didasarikeinginan yang kuat untuk terus menjalin dan mempertahankan hubungan
saling percaya. Komunikasi efektif harus terus dipertahankan mulai awal kontak
dengan pasien, selama proses pengobatan/perawatan, sampai akhir dari terapi atau
pasien dinyatakan sembuh.8

C. Unsur-Unsur yang Membangun Komunikasi Efektif dalam


Keperawatan
Mengidentifikasi unsur dalam komunikasi efektif ada 8 yaitu:
1. Sumber
Sumber merupakan unsur yang termasuk utama dari asal muasal
dilakukannya sebuah proses komunikasi kesehatan. Sumber di sini akan
berperan sebagai pengirim informasi, dimana bisa sebagai satu individu
atau beberapa kelompok sekaligus. Sumber dalam unsur komunikasi
bisa juga disebut sebagai source, sender atau encoder.
2. Pesan
Unsur yang selanjutnya adalah pesan. Sama halnya dengan proses
komunikasi pada umumnya, dalam komunikasi kesehatan pun harus ada
pesan. Apabila tidak ada pesan yang akan dikirimkan kepada penerima
7
Ahmad Naufal, Harmoni Perawat dan Pasien. (Bandung: Poltekkes Bandung, 2018), hlm 1
8
Ika Dewi Kartika, Komunikasi Antarpribadi Perawat Dan Tingkat Kepuasan Pasien Rsia Pertiwi
Makassar. (Makassar: Universitas Hasanuddin, 2016), hlm 23

3
dari sumber, maka tidak mungkin proses tersebut bisa disebut sebagai
proses komunikasi. Pesan juga dikenal sebagai content. Pesan menjadi
bagian yang penting juga dalam prinsip komunikasi terapeutik.
3. Media (channel)
Media atau channel adalah unsur dari komunikasi kesehatan yang juga
tidak kalah pentingnya. Bagaiman sebuah pesan bisa dikirimkan kepada
penerima tentu membutuhkan media. Bentuk media komunikasi pun
bisa bermacam-macam. Ini tergantung dengan jenis pesan dan tujuan
yang ingin dicapai dari proses komunikasi kesehatan itu apa.
Komunikasi kesehatan juga memiliki karakteristik komunikasi
terapeutik yang khas dimana penggunaan medianya akan berbeda antara
satu pasien dengan lainnya.
4. Penerima
Penerima adalah pihak yang menjadi sasaran dari pengiriman pesan
oleh sumber. Proses komunikasi tidak akan lengkap apabila tidak ada
unsur penerima. Pesan yang akan disampaikan tentu harus memiliki
tujuan. Di sini penerima pesan akan menelaah pesan atau informasi
baru yang didapatkannya. Penerima pesan biasa disebut juga sebagai
receiver atau decoder.
5. Pengaruh (decoding)
Pengaruh juga menjadi unsur yang akan terlihat dari proses komunikasi.
Terjadi proses decoding, yaitu proses menelaah pesan yang dikirimkan
dari sumber kepada penerima. Perbedaan pemahaman terhadap pesan
yang diterima oleh penerima inilah yang kemudian disebut sebagai
pengaruh. Misalnya, pada komunikasi terapeutik dalam keperawatan
perlu adanya strategi dari perawat supaya unsur decoding ini tidak
begitu banyak mempengaruhi pesan.
6. Umpan balik (feedback)
Umpan balik menjadi sebuah unsur yang juga akan muncul dari
komunikasi kesehatan. Di sini apa yang telah disampaikan sumber,
akan diberikan umpan balik atau feedback dari penerima. Tidak peduli

4
apakah ada pengaruh atau tidak dalam penyampaian pesan, biasanya
feedback tetap akan muncul sebagai bentuk respon dari penerima.
7. Lingkungan
Lingkungan termasuk ke dalam unsur-unsur komunikasi kesehatan
yang juga turut andil dalam proses komunikasi. Latar atau setting dari
terjadinya proses komunikasi merupakan bentuk dari unsur komunikasi
yang bisa saja terjadi dalam komunikasi kesehatan. Ini juga bisa ikut
mempengaruhi apakah komunikasi yang efektif bisa atau tidak untuk
dilakukan.
8. Gangguan
Gangguan merupakan unsur yang termasuk dalam hambatan
berkomunikasi. Ini bisa disebut sebagai unsur karena gangguan bisa
saja muncul sehingga pesan yang disampaikan oleh sumber tidak
diterima dengan baik. Ada cara-cara untuk mengatasi hambatan
komunikasi ini sehingga pesan bisa tetap diterima oleh receiver. Teknik
komunikasi efektif menjadi salah satu solusinya.9

D. Proses Komunikasi Efektif


Agar komunikasi dapat berjalan lancar, maka tenaga kesehatan harus
paham tentang tehnik komunikasi efektif. Bagaimana menciptakan hubungan
saling percaya? Ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh petugas kesehatan
sebelum komunikasi berlangsung yaitu:
1. Ciptakan Lingkungan yang Kondusif
Langkah pertama yang harus dilakukan oleh tenaga kesehatan pada
saat berkomunikasi dengan pasien adalah menciptakan lingkungan
yang membuat nyaman pasien untuk menjalin suatu hubungan
profesional. Sebagai contoh ruangan dokter praktek, apabila ruangan
tersebut didominasi warna putih yang monoton, maka akan
menimbulkan image

9
Ahmad Safuani, Komunikasi dan Konseling dalam Praktik Keperawatan. (Surabaya: IPKJ, 2018)
hlm 12

5
tersendiri bagi pasien yaitu formal dan jagalah kebersihan, sehingga
pasien sudah terbelenggu oleh warna yang menghakiminya, bahwa dia
harus sopan karena berhadapan dengan orang yang ahli di bidang
kesehatan, serta hati - hati agar jangan mengotori ruangan ini.
Alangkah indahnya jika kesan formal tersebut sedikit dirubah menjadi
lebih welcome atau dinamis, menggunakan permainan warna yang
lembut, serta dekorasi yang indah, dengan tetap mengedepankan
konsep bersih. Pasien akan merasa lebih nyaman berada di lingkungan
yang hangat, sehingga akan lebih dapat membuka diri untuk
mengungkapkan permasalahan yang dihadapinya. Efek ruangan yang
dinamis dan welcome tersebut juga dengan sendirinya akan
mempengaruhi psikologis dokter, sehingga tidak terlalu memposisikan
diri sebagai orang yang ahli di bidang kesehatan. Demikian juga
dengan tenaga kesehatan lain, perawat atau bidan harus
memperhatikan ruangan perawatan apakah nyaman bagi pasien.
Pasien tidak akan dapat berkomunikasi dengan baik jika ruangan
gaduh, kotor, atau privacy-nya tidak terjamin. Bagaimana pasien bisa
terbuka menceritakan tentang masalah-masalah yang dihadapi, apabila
orang lain bisa mendengarkan pembicaraannya. Hal tersebut sering
dijumpai pada pasien yang harus
menjalani perawatan di bangsal dengan kapasitas tempat tidur yan
banyak. Perawat, bidan, atau fisioterapis, harus pintar membaca
kebutuhan pasien akan lingkungan yang dikehendaki, dan dapat
meminimalkan faktor lingkungan yang menghambat
proseskomunikasi efektif. Sebagai contoh apabila pasien bisa berjalan
atau mobilisasi, maka perawat atau bidan bisa mengajak pasien
berbicara di ruang perawat, taman, atau ruangan lain yang bisa
dimanfaatkan. Sebaliknya jika pasien harus bedrest atau tinggal di
tempat tidur, padahal saat itu dia membutuhkan ruangan yang privacy
maka perawat bisa membatasi tempat tidur antar pasien dengan skat
atau pembatas

6
2. Hargai penampilan dan harga diri pasien
Bagaimanapun buruknya penampilan seorang pasien, petugas
kesehatan baik dokter atau perawat, sama sekali tidak diperkenankan
untuk mengaggap bahwa kepribadian pasien juga buruk. Penampilan-
penampilan tersebut hendaknya tidak menghalangi petugas kesehatan
untuk mengangkat harga diri pasien, dan memberikan pelayanan
kesehatan sebaik mungkin. Terkadang dijumpai pasien dengan kondisi
yang kotor dan bau, akibat kondisi/penyakitnya. Dokter atau perawat
tidak boleh menunjukkan rekasi baik verbal maupun nonverbal yang
dapat menyebabkan pasien malu atau menyinggung harga diri pasien.
Harga diri pasien harus kita jaga dan lindungi. Petugas kesehatan
hendaknya tidak sekali-kali merendahkan harga diri pasien, meskipun
tidak di depan umum. Apabila pasien merasa dipermalukan dan harga
dirinya jatuh, maka dipastikan pasien tidak akan mau menjalin
hubungan dengan dokter atau perawat, sehingga komunikasi efektif
tidak akan berlangsung, bahkan pasien bisa mengakhiri suatu
hubungan. Agar harga diri pasien tetap terjaga, petugas kesehatan
harus siap menerima kondisi pasien apa adanya, dan terus membina
hubungan yang baik dan harmonis, siap membatu mengatasi
permasala kesehatan yang dihadapi oleh pasien, dengan penuh
perhatian dan penghargaan.
3. Posisi Petugas Kesehatan (dokter/perawat/nakes lain) Dengan Pasien
Posisi seseorang dalam berkomunikasi, akan mempengaruhi proses
interaksi selanjutnya. Pasien akan merasa tidak nyaman apabila posisi
antara dokter dan pasien tidak sejajar, sebagai contoh pada saat
komunikasi berlangsung pasien dalam posisi duduk, sedangkan dokter
berdiri. Situasi ini sangat tidak menyenangkan, pasien akan merasa
berada di posisi yang lebih rendah, atau akan timbul perasaan digurui
atau dihakimi. Sedangkan dokter akan merasa superior atau
keberadaannya lebih tinggi dari pasien. Keberadaan psikologis antara
kedua belah pihak sangat berbeda, dan sifat hubungan ini antara “aku

7
dan dia”. Demikian juga sebaliknya, apabila petugas kesehatan
(dokter/perawat) duduk, sedangkan pasien berdiri, maka pasien akan
merasa tidak nyaman, apakah kehadirannya tidak dikehendaki,
sehingga pasien akan membatasi komunikasi atau tidak berani
terbuka. Agar komunikasi dapat efektif, maka dalam berkomunikasi
usahakan posisi petugas kesehatan (dokter / perawat) dengan pasien
sejajar, saling berhadapan, dengan jarak personal (1,5 – 4 meter).
Apabila kedua belah pihak dalam posisi yang sama, maka sifat
hubungan menjadi “kami / kita,” tidak ada pihak yang lebih rendah
atau tinggi.
4. Menyamakan Tujuan Perlunya Komunikasi Berlangsung
Sebelum komunikasi berlangsung, dokter dan pasien harus sama-sama
meyakinkan diri, bahwa mereka menghendaki komunikasi tersebut
harus berlangsung, sehingga mereka merasa perlu untuk menjalin
suatu hubungan. Apabila salah satu dari kedua belah pihak tidak
menghendaki, maka komunikasi efektif tidak akan tercapai. Masing-
masing pribadi mempersiapkan diri untuk memulai suatu hubungan
yang baik, dengan tetap menghargai keunikan masing-masing.
Seorang dokter akan merasa perlu menjalin hubungan baik dengan
pasien, dengan harapan dapat memperoleh informasi yang berkaitan
dengan penyakit pasien selengkap mungkin, timbulnya kepercayaan
pasien terhadap dokter, pasien kooperatif dalam semua tindakan yang
dilaksanakan, serta mau menjalankan saransaran yang diberikan oleh
dokter untuk mengatasi permasalahan kesehatannya.10

10
Masyida, Komunikasi Efektif dalam Keperawatan. (Jakarta: Univeritas Indonesia, 2019), hlm 8

8
DAFTAR PUSTAKA

Sarfika, Rika. Buku Ajar Keperawatan Dasar 2, Padang : Andalas University


Press, 2016

Fauzan, Konsep-Konsep Komunikasi dalam Keperawatan. Surabaya: Universitas


Airlangga, 2019

Ari, Setia. Kendala dalam Komunikasi dengan Pasien. Surabaya: Universitas


Airlangga, 2020

Zainuddin, Komunikasi dalam Kesehatan. Depok: Universitas Indonesia, 2019

Yusuf, AH. Konsep Komunikasi Efektif dalam Keperawatan. Surabaya: IPKJI,


2017

Ibrahim, Efektifitas Komunikasi Perawat. Surabaya: Universitas Airlangga, 2020

Naufal, Ahmad. Harmoni Perawat dan Pasien. Bandung: Poltekkes Bandung,


2018

Dewi Kartika, Ika. Komunikasi Antarpribadi Perawat Dan Tingkat Kepuasan


Pasien Rsia Pertiwi Makassar. Makassar: Universitas Hasanuddin, 2016

Safuani, Ahmad. Komunikasi dan Konseling dalam Praktik Keperawatan.


Surabaya: IPKJ, 2018

Masyida. Komunikasi Efektif dalam Keperawatan. Jakarta: Univeritas Indonesia,


2019

Anda mungkin juga menyukai