Anda di halaman 1dari 24

Referat

DIABETIC FOOT

Oleh :
Ghiffary Alif Miraza, S.Ked
NIM : 712019014

Pembimbing :
dr. Fahriza Utama, Sp. B

DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN BEDAH


RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2021
HALAMAN PENGESAHAN

Telah dipresentasikan referat dengan Judul

DIABETIC FOOT

Disusun Oleh

Ghiffary Alif Miraza, S.Ked (71 2019 014)

Telah diterima sebagai salah satu syarat dalam mengikuti kepaniteraan klinik di
bagian Ilmu Kedokteran Bedah Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang.

Palembang, Januari 2021

Pembimbing
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kaki diabetik merupakan salah satu komplikasi diabetes mellitus yang
paling ditakuti, dan merupakan kausa mayor morbiditas, ketidakmampuan pada
penderita dengan diabetes mellitus.( I , 2)  Nasib  pasien diabetes mellitus dengan
persoalan kaki samp ai saat ini umu mn ya masih sangat mengecewakan baik bagi
pasiennya sendiri maupun bagi dokter yang mengobatinya. Biaya yang harus
ditanggung untuk mengatasi  persoalan kaki diabetik sangat besar. (1 ) Dari 14
juta penderita diabetes di Amerika , biaya yang dikeluarkan untuk pengobatannya
mencapai $ US 91,8 miliar, baik dari akibat morbiditasnya, kecacatannya, dan
sebagainva. Biaya yang utama karena akibat komplikasi kronik diabetes yang
ditimbulkannya. Salah satunya ialah karena amputasi tungkai bawah. Resiko
amputasi penderita diabetes ialah 15 kali dibanding dengan yang non diabetik,
sedangkan biaya pengelolaan perkasus diperhitungkan $ US 25.000. 1,2 Ulkus
diabetik maupun masalah kaki merupakan sebab utama morbiditas, mortalitas,
serta kecacatan penderita diabetes.
Dengan adanya neuropati dan atau iskemia maka trauma yang minimal
saja dapat menyebabkan ulkus pada kulit dan gangguan penyembuhan lukanya
hingga dapat membawa kearah amputasi tungkai bawah.(3) Kebanyakan penderita
datang ke rumah sakit sudah dalam kadaan. lanjut sehingga amputasi tungkai yang
berakibat cacatnya penderita seumur hidup merupakan salah satu tindakan yang
dapat diambil.4,5 Mengingat ulkus diabetik maupun masalah kaki merupakan seb
ab uta ma morbiditas, mortalitas, serta kecacatan penderita diabetes mellitus, dan
biaya yang harus ditanggung untuk mengatasi persoalan kaki diabetik sangat
besar, serta kaki diabetik makin sering dijumpai pada  penderita diabetes mellitus ,
bahkan kebanyakan penderita datang ke rumah sakit sudah dalam keadaan lanjut
sehingga amputasi tungkai merupakan salah satu tindakan yang dapat diambil.
Atas dasar inilah saya mencoba membuat referat tentang Diabetic Foot (kaki
Diabetik), dengan harapan bagi saya maupun pembaca dapat lebih memahami
tentang apa itu diabetic foot, bagaimana diabetic foot  bi sa terjadi dan bagaimana
penanggulangan supaya tidak terjadi diabetic foot dan penatalaksanaannya apabila
diabetic foot sudah terjadi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Epidemiologi Kaki Diabetik 


Di Amerika Serikat, persoalan kaki diabetik merupakan sebab utama
perawatan bagi pasien DM. Pada suatu penelitian selama 2 tahun, 16% perawatan
DM adalah akibat persoalan kaki kaki diabetes, dan 23 % dari total hari perawatan
adalah akibat persoalan k aki diabetik. Diperkirakan sebanyak 15% pasien DM
akan mengalami persoalan kaki suatu saat dalam kehidupan bersama DM.
Keberhasilan pengobatan kaki diabetik berkisar antara 57-94 %, bergantung pada
besarnya tukak atau ulkus. Kebanyakan pasien sedikit ataupun banyak kemudian
juga akan memerlukan tindakan bedah dari yang kecil sampai amputasi. (1,2,)
Prevalensi ulkus pada penduduk berkisar antara 2 - 10 %, sebenarnya hanya
sebagian kecil persoalan kaki kemudian berlanjut sampai memerlukan amputasi
tungkai bawah. Sebagian besar dapat diselamatkan dengan pengelolaan yang
cermat.
Sedangkan di Indonesia  prevalensi kaki diabetik pada populasi jarang
dilaporkan. Di Jakarta  pada survei populasi pada tahun 1983 didapatkan angka
prevalensi tukak / bekas tukak sebesar 2,4 %. (1 ) Di Poliklinik Endokrin RS Dr 
Kariadi Semarang dari data yang dikumpulkan mulai bulan Januari 2001 sampai
Juni 2002 didapatkan 4 % pasien DM yang dirujuk ke p oliklinik  en do kr i n RS
Dr K ar i a d i Sem ar a n g, me n g a l a mi k om pl i k a s i makroangiopa ti
berupa kaki diabetic. (6) Diabetes Mellitus adalah sebagai penyebab utama
amputasi ekstremitas bawah non traumatic di Amerika Serikat(1,2) Amputasi kaki
karena diabetes merupakan 50% total amputasi di Amerika Serikat. Sedangkan
data di RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta angka amputasi masih sangat
tinggi, yaitu sebesar 23 %. Nasib pasien yang sudah mengalami amputasipun
tidaklah menggembirakan. Data dari seluruh rumah sakit di negara bagian
California menunjukkan 13 % diantara mereka yang sudah diamputasi akan
memerlukan tindakan amputasi lagi dalam jangka I tahun.
2.2.Perjalanan Alami Kaki Diabetik 
Untuk dapat mengerti kemudian melakukan tindakan yang tepat, baik   
pencegahan maupun pengelolaan kaki diabetik, perlu sekali untuk dipahami
perjalanan alami keadaan tersebut. Kaki diabe tes merupakan kombinas i
arterioskierosis ke-2 terse ring sesudah arteriosklerosis pembuluh koroner, dan
yang terserang pembuluh darah tungkai bawah. Umumnya kelainan ini dikenal
sebagai PVD (Peripheral Vascular Desease). Ada 3 faktor yang dapat dipandang
sebagai predisposisi kerusakan jaringan pada kaki diabetes, yaitu neuropati, PVD,
dan infeksi. Jarang sekali infeksi sebagai faktor tunggal, tapi seringkali
merupakan komplikasi iskemia maupun neuropati. Dari segi  praktis maka kaki
diabetik dapat dipandang sebagai kaki iskemia ataupun kaki neuropatik. (3)

Pada kaki neuropatik, somatik dan otonom rusak, tetapi sirkulasi masih
intak sehingga nadi teraba jelas, secara klinis kaki terasa hangat, kurang rasa, dan
kering. Komplikasi kaki neuropatik ini ada 3 macam: ulkus neuropatik, sendi
neuropatik (Sendi Charcot), dan edema neuropatik.(3)

2.3. Patogenesis Kaki Diabetik 


Ada 3 faktor yang dapat dipandang sebagai predisposisi kerusakan
jaringan pada kaki diabetes, yaitu neuropati, PVD, dan infeks i. Jarang sekali
infeksi sebagai faktor tunggal, tapi seringkali merupakan komplikasi iskemia
maupun neuropati. Patogenesis neuropati Susunan saraf sangat rentan terhadap
kompli.kasi diabetes mellitus.(1)
Secara patogenetik, ada 3 faktor utama (metabolik, autonom, vaskuler)
yang dapat dianggap sebagai sebab terjadinya neuropati pada diabetes mellitus.
Diabetes mellitus bersama faktor genetik, dan lingkungan(misalnya alkohol) akan
lewat ke-3 faktor tersebut memberi neuropati klinis. Faktor  metabolik : kenaikan
poliol, sorbitol / osmotik poliol (hasil reduksi glukosa oleh enzim yang banyak
tertimbun pada sel tubuh penderita DM). fruktosa, kurangnya kontrol gula darah,
dan penurunan mioinositol d an Na+/K+ATP meyebabkan demielinasi artrofi
akson; otoimum lewat anti gangliosid dan anti GAD menyebabkan neuropati,
gangguan vascular karena menutupnya vasa vasorum, trauma memberi hipoksia
endoneurial yang selanjutnya menyebabkan demielinisasi segmental. Adapun
faktor lain seperti kelainan agregasi trombosit, kelainan etologi sel darah merah
dan hematologic, proses AGEs serta adanya kompleks imum disirkulasi
berpengaruh terhadap neuropati ini.(3,4,8)  Neuropati, kelainan vaskuler (aliran
darah vang mengurangi karena terjadinya proses arteriosklerosis tungkai bawah
khususnya betis). Dan kemudian infeksi berperan dalam patogenesis terjad inya
tukak diabetik. Walaupun demikian, yang peranannya paling mencolok pada
banyak  studi cross sectional adalah polineuropati sensorik perifer (pasien kaki
diabetik ). Pasien disini tak dapat merasakan rangsangan nyeri dan dengan
demikian kehilangan daya kewaspadaan proteksi kaki terhadap rangsangan dari
luar.
Berbagai hal yang sederhana yang pada orang normal tak menyebabkan,
luka akibat adanya daya proteksi nyeri,  pada pasien DM dapat berlanjut menjadi
luka yang tidak disadari adanya, dan kemudian menjadi tukak diabetik. Tusukan
jarum atau  paku tak disadari. sehingga pasien baru menyadarinya setelah terjadi
luka yang membusuk dan membahayakan keselamatan kaki secara k es el ur uh an
. N eu ro pa ti m ot or ik b er pe ra n m el al ui t er ja d inva deformitas pada kaki
yang menyebabkan daerah tersebut lebih mudah dikenali dan lebih banyak
mendapat tekanan dari luar. Neuropati autonomik   berperan melalui perubahan
pola keringat - kering dan mudahnya timbul pecah-  pecah pada kulit kaki, dan jug
melalui adanya perubahan daya vasodilatasivasokonstriksi pads tungkai bawah.
Terjadi pintas A - V seperti misalnya pada  patogenesis terjadinya kaki
Charcot(1,7,8,9,10)
2.4. Patogenesis Angiopathi
Penderita dengan kencing manis akan mengalami perubahan vaskuler
berupa arteriosklerosis. Patologi tersebut disebabkan oleh karena gangguan
metabolisme karbohidrat dalam pembuluh darah, peningkatan kadar trigliserida
dan kolesterol. Hal tersebut akan diperberat dengan kadar gula darah yang tidak
terkontrol.6,7 Lesi vaskuler berupa penebalan pada membran basal pembuluh
darah kapiler  yang diakibatkan karena disposisi yang berlebihan mukoprotein dan
kolagen. Pembuluh darah arteri yang paling sering terkena adalah arteri tibialis
dan  poplitea. Adanya trombus, emboli maupun tromboemboli menyebabkan
penyempitan lumen pembuluh darah. Selanjutnya oklusi dapat menjadi total dan
jika perfusi darah dari aliran kolateral tidak mencukupi kebutuhan maka terjadi
iskemia. Iskemia yang ringan menimbulkan gejala claudicatio intermitten dan
yang paling berat dapat mengakibatkan gangren. 6,7,9,10
Kelainan vaskuler yang berukuran kecil seperti arteriol dan kapiler,
menyebabkan ketidakcukupan oksigen dan nutrisi yang terbatas pada jari atau
sebagian kecil kulit. Kemudian, bagian yang iskemi tersebut mengalami ulserasi,
infeksi ataupun gangren. Sebaliknya, jika pembuluh nadi atau arteri yang
mengalami gangguan berukuran lebih besar maka gangguan oksigenasi jaringan
akan lebih luas. Adanya trombus yang menyumbat lumen arteri akan
menimbulkan gangren yang luas bila mengenai pembuluh darah yang sedang atau
besar. 7,8 Faktor lingkungan, terutama adalah trauma akut maupun kronis (akibat
tekanan sepatu, benda tajam dan gangguan vaskuler perifer baik akibat
makrovaskuler (aterosklerosis) maupun karena gangguan yang bersifat
mikrovaskuler menyebabkan terjadinya iskemia kaki.sebagainya) merupakan
faktor yang memulai terjadinya ulkus. 7,8

Patogenesis Infeksi
Pada prinsipnya penderita diabetes melitus lebih rentan terhadap infeksi
daripada orang sehat. Keadaan infeksi sering ditemukan sudah dalam kondisi
serius karena gejala klinis yang tidak begitu dirasakan dan diperhatikan penderita.
Faktor-faktor yang merupakan risiko timbulnya infeksi yaitu: 6,8,11
a. faktor imunologi
- produksi antibodi menurun
- peningkatan produksi steroid dari kelenjar adrenal
- daya fagositosis granulosit menurun  
b. faktor metabolik 
- hiperglikemia
- benda keton mengakibatkan asam laktat menurun daya bakterisidnya
- glikogen hepar dan kulit menurun
c. faktor angiopati diabetika
d. faktor neuropati
Beberapa bentuk infeksi kaki diabetik antara lain: infeksi pada ulkus telapak  kaki,
selulitis atau flegmon non supuratif dorsum pedis dan abses dalam rongga telapak
kaki. Pada ulkus yang mengalami gangren atau ulkus gangrenosa ditemukan
infeksi kuman Gram positif, negatif dan anaerob. 11,12 Pada kaki diabetik yang
disertai infeksi, berdasarkan letak serta penyebabnya dibagi menjadi 3 kelompok
yaitu: (Goldberg dan Neu, 1987) 11,12 1. Abses pada deep plantar space 2.
Selulitis non supuratif dorsum pedis 3. Ulkus perforasi pada telapak kaki

2.5. DIAGNOSIS
Penegakan diagnosis ulkus diabetikum ditegakkan berdasarkan :
Anamnesa Penderita diabetes melitus mempunyai keluhan klasik yaitu poliuri,
polidipsi dan  polifagi. Riwayat pemeriksaan yang telah dilakukan sebelumnya ke
dokter dan laboratorium menunjang penegakkan diagnosis. Adanya riwayat
keluarga yang sakit seperti ini dapat ditemukan, dan memang penyakit ini
cenderung herediter. 8,13, 14 Anamnesis juga harus dilakukan meliputi aktivitas
harian, sepatu yang digunakan, pembentukan kalus, deformitas kaki, keluhan
neuropati, nyeri tungkai saat beraktivitas atau istirahat , durasi menderita DM,
penyakit komorbid, kebiasaan (merokok, alkohol), obat-obat yang sedang
dikonsumsi, riwayat menderita ulkus/amputasi sebelumnya. 8,13,14 Riwayat
berobat yang tidak teratur mempengaruhi keadaan klinis dan  prognosis seorang
pasien, sebab walaupun penanganan telah baik namun terapi diabetesnya tidak
teratur maka akan sia-sia. 8,13 Keluhan nyeri pada kaki dirasakan tidak secara
langsung segera setelah trauma. Gangguan neuropati sensorik mengkaburkan
gejala apabila luka atau ulkusnya masih ringan. Setelah luka bertambah luas dan
dalam, rasa nyeri mulai dikeluhkan oleh penderita dan menyebabkan datang
berobat ke dokter atau rumah sakit.8,13 Banyak dari seluruh penderita diabetes
melitus dengan komplikasi ulkus atau bentuk infeksi lainnya, memeriksakan diri
sudah dalam keadaan lanjut, sehingga penatalaksanaannya lebih rumit dan
prognosisnya lebih buruk  ( contohnya amputasi atau sepsis ). 8,13

2.6. Pemeriksaan Fisik 


Pada pemeriksaan fisik, seorang dokter akan menemukan ulkus ialah
defek   pada kulit sebagian atau seluruh lapisannya ( superfisial atau profunda )
yang bersifat kronik, terinfeksi dan dapat ditemukan nanah, jaringan nekrotik atau
benda asing. Ulkus yang dangkal mempunyai dasar luka dermis atau lemak /
jaringan subkutis saja. Ulkus yang profunda kedalamannya sampai otot bahkan
tulang.Ulkus sering disertai hiperemi di sekitarnya yang menunjukkan proses
radang. 13,14 Abses adalah kumpulan pus atau nanah dalam rongga yang
sebelumnya tidak ada. Pada pemeriksaan fisik tampak kulit bengkak, teraba kistik
dan fluktuatif. Abses yang letaknya sangat dalam secara fisik sulit untuk
didiagnosis, kecuali nanah telah mencari jalan keluar dari sumbernya. 13,14,15
Flegmon atau selulitis mempunyai ciri klinis berupa udem kemerahan, non
pitting  edema, teraba lebih hangat dari kulit sekitar, tak ada fluktuasi dan nyeri
tekan. Hal ini menandakan proses infeksi / radang telah mencapai jaringan lunak 
atau soft tissue. 13,15 Gangren merupakan jaringan yang mati karena tidak
adanya perfusi darah. Klinis tampak warna hitam, bisa disertai cairan kecoklatan,
bau busuk dan teraba dingin. Jika terdapat krepitasi di bawah kulit maka disebut
dengan gas gangren. 12, 13, 15 Melakukan penilaian ulkus kaki merupakan hal
yang sangat penting karena berkaitan dengan keputusan dalam terapi.
Pemeriksaan fisik diarahkan untuk mendapatkan deskripsi karakter ulkus,
menentukan ada tidaknya infeksi, menentukan hal yang melatarbelakangi
terjadinya ulkus (neuropati, obstruksi vaskuler perifer, trauma atau deformitas),
klasifikasi ulkus dan melakukan  pemeriksaan neuromuskular untuk menentukan
ada/ tidaknya deformitas, adanya  pulsasi arteri tungkai dan pedis. 13 Deskripsi
ulkus DM paling tidak harus meliputi; ukuran, kedalaman, bau, bentuk  dan
lokasi. Penilaian ini digunakan untuk menilai kemajuan terapi. Pada ulkus yang
dilatarbelakangi neuropati ulkus biasanya bersifat kering, fisura, kulit hangat,
kalus, warna kulit normal dan lokasi biasanya di plantar tepatnya sekitar  kaput
metatarsal I-III, lesi sering berupa punch out . Sedangkan lesi akibat iskemia
bersifat sianotik, gangren, kulit dingin dan lokasi tersering adalah di jari. Bentuk 
ulkus perlu digambarkan seperti; tepi, dasar, ada/tidak pus, eksudat, edema atau
kalus.
Kedalaman ulkus perlu dinilai dengan bantuan probe steril.  Probe dapat
membantu untuk menentukan adanya sinus, mengetahui ulkus melibatkan tendon,
tulang atau sendi. Berdasarkan penelitian Reiber, lokasi ulkus tersering adalah di
permukaan jari dorsal dan plantar (52%), daerah plantar (metatarsal dan tumit:
37%) dan daerah dorsum pedis (11%). 16,17 Sedangkan untuk menentukan faktor
neuropati sebagai penyebab terjadinya ulkus dapat digunakan pemeriksaan refleks
sendi kaki, pemeriksaan sensoris, pemeriksaan dengan garpu tala, atau dengan uji
monofilamen. Uji monofilamen merupakan pemeriksaan yang sangat sederhana
dan cukup sensitif  untuk mendiagnosis pasien yang memiliki risiko terkena ulkus
karena telah mengalami gangguan neuropati sensoris perifer. Hasil tes dikatakan
tidak normal apabila pasien tidak dapat merasakan sentuhan nilon monofilamen.
Bagian yang dilakukan pemeriksaan monofilamen adalah di sisi plantar (area
metatarsal, tumit dan dan di antara metatarsal dan tumit) dan sisi dorsal. 15,16
Gangguan saraf otonom menimbulkan tanda klinis keringnya kulit pada sela-sela
jari dan cruris. Selain itu terdapat fisura dan kulit pecah-pecah, sehingga mudah
terluka dan kemudian mengalami infeksi. 15,16 Pemeriksaan pulsasi merupakan
hal terpenting dalam pemeriksaan vaskuler pada penderita penyakit oklusi arteri
pada ekstremitas bagian bawah. Pulsasi arteri femoralis, arteri poplitea, dorsalis
pedis, tibialis posterior harus dinilai dan kekuatannya di kategorikan sebagai
aneurisma, normal, lemah atau hilang. Pada umumnya jika pulsasi arteri tibialis
posterior dan dorsalis pedis teraba normal, perfusi pada level ini menggambarkan
patensi aksial normal. Penderita dengan claudicatio intermitten mempunyai
gangguan arteri femoralis superfisialis, dan karena itu meskipun teraba pulsasi
pada lipat paha namun tidak  didapatkan pulsasi pada arteri dorsalis pedis dan
tibialis posterior. Penderita diabetik lebih sering didapatkan menderita gangguan
infra popliteal dan karena itu meskipun teraba pulsasi pada arteri femoral dan
poplitea tapi tidak didapatkan  pulsasi distalnya. 15,16,17
Ankle brachial index (ABI) merupakan pemeriksaan non-invasif untuk 
mengetahui adanya obstruksi di vaskuler perifer bawah. Pemeriksaan ABI
sangatmurah, mudah dilakukan dan mempunyai sensitivitas yang cukup baik
sebagai marker  adanya insufisiensi arterial. Pemeriksaan ABI dilakukan seperti
kita mengukur tekanan darah menggunakan manset tekanan darah, kemudian
adanya tekanan yang berasal dari arteri akan dideteksi oleh probe Doppler 
(pengganti stetoskop). Dalam keadaan normal tekanan sistolik di tungkai bawah
(ankle) sama atau sedikit lebih tinggi dibandingkan tekanan darah sistolik lengan
atas (brachial). Pada keadaan di mana terjadi stenosis arteri di tungkai bawah
maka akan terjadi penurunan tekanan. ABI dihitung berdasarkan rasio tekanan
sistolik  ankle dibagi tekanan sistolik brachial . Dalam kondisi normal, harga
normal dari ABI adalah >0,9, ABI 0,71–0,90 terjadi iskemia ringan, ABI 0,41–
0,70 telah terjadi obstruksi vaskuler sedang, ABI 0,00–0,40 telah terjadi obstruksi
vaskuler   berat.13,14 Pasien diabetes melitus dan hemodialisis yang mempunyai
lesi pada arteri kaki bagian bawah, (karena kalsifikasi pembuluh darah), maka
ABI menunjukkan lebih dari 1,2 sehingga angka ABI tersebut tidak menjadi
petunjuk diagnosis. Pasien dengan ABI kurang dari 0,5 dianjurkan operasi
(misalnya amputasi) karena prognosis buruk. Jika ABI >0,6 dapat diharapkan
adanya manfaat dari terapi obat dan latihan. 11,12

2.7. Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang yang bisa dilakukan untuk menegakkan diagnosis
secara pasti adalah dengan melakukan pemeriksaan lengkap yakni pemeriksaan
CBC (Complete Blood  Count ), pemeriksaan gula darah, fungsi ginjal, fungsi
hepar, elektrolit. 11,13 Untuk menentukan patensi vaskuler dapat digunakan
beberapa  pemeriksaan non invasif seperti; (ankle brachial index/ ABI) yang
sudah dijelaskan pada pemeriksaan fisik. Pemeriksaan lainnya ialah
transcutaneous oxygen tension (TcP02), USG color Doppler  atau menggunakan
pemeriksaan invasif seperti; digital subtraction angiography (DSA), magnetic
resonance angiography (MRA) atau computed tomography angoigraphy (CTA).
11,17,15

2.8. Gambaran Klinis Kaki Diabetik 

Gambaran klinis dibedakan: 5,8,13,18 1.  Neuropathic Foot yang terdiri dari:


Ulkus neuropatik, Artropati neuropatik (Artropati Charcot ), Edema neuropatik 
2.  Neuro-ischemic-foot

Ulkus Neuropatik.  
Neuropati pe rifer diabetik dapat memberikan small fibr e neuropathy yang
berakibat gangguan somatik dan otonom. Manifestasinya  berupa hilangnya
sensasi panas dan ny eri sebelum rabaan dan fib ra si terganggu. Juga saraf
simpatik mengalami denervasi yang mengganggu aliran darah disebabkan karena
terjadi aliran yang berlebih dengan arteriovenous shunting disekitar kapiler-serta
dilatasi arteri perifer. Aliran darah yang miskin makanan ini mengurangi
efektivitas dari  perfusi ja ringan yang mema ng sudah berkurang. Disamping ini
neuropati merusak serabut C saraf sensorik sehingga terjadi gangguan nosiseptor.
Jadi ulkus pada kaki diabetik ini akibat iskemia, sering terlihat adanya gambaran
gas. Penyebabnya dapat karena Clostridium , E coli, Streptococus anaerob, dan
Bacteroides sp.

Artropati Neuropatik 
Deformitas kaki sering berakibat pada ulcerasi. Penderita diabetes
cenderung mempunyai jari bengkok yang menekan jari tersebut, yang
berhubungan dengan menipis dan menggesernya timbunan lemak bawah caput
metatarsal pertama. Akibatnya daerah ini rawan ulserasi dan infeksi. Bentuk  yang
ekstrim dari deformitas kaki ini, yaitu kaki Charcot. Sebab terjadinya fraktur dan
reabsorbsi tulang pada kaki Charcot ini belum jelas, tetapi diduga akibat neuropati
otonom (akibat gagalnya tonus vaskular akan nieningkatkan aliran darah,
pembentukan shunt arteriovenosa dan resorbsi tulang  padahal penderita diabetes
densitas tulang rendah) dan neuropati perifer  (hilang rasa, sehingga pasien masih
aktif berjalan dan sebagainya meskipun tulang fraktur). Akibatnya ada fraktur,
kolaps sendi, dan deformitas kaki. Awalnya kaki Charcot ini akut: panas, merah,
dengan nadi yang keras, dengan atau tanpa trauma (perlu di DD dengan selulitis).
Pada stadium 4 mudah sekali terjadi ulkus dan infeksi dan gangren yang dapat
berakibat amputasi.(3,7,8)

Edema Neuropatik.
Merupakan komplikasi terjarang dari kaki diabetik, dimana terdapat edema
(pitting) kaki dan tungkai bawah yang berhubungan dengan kerusakan saraf tepi
(kesampingkan dulu sebab kardial dan renal). Gangguan saraf simpatis berakibat
edema dan venous pooling yang abnormal,  juga vasomotor refleks hilang pada
sikap berdiri. 3,5,6

2.9. Evaluasi Dan Perawatan Kaki Pada Penderita Diabetes Melitus


Klinisi harus melakukan pemeriksaan kaki yang pada seorang diabetes
harus cara integrative setiap kunjungan secara periodik. Disini klinisi seharusnya
langsung dilakukan pemeriksaan yang simple sebagai screening terhadap kelainan
kaki diabetik, masuk disini disamping anamnesis, juga inspeksi, palpasi,
pemeriksaan neurologik ringan pinprisick, sentuhan ringan, refleks tendo lutut
maupun archiles, persepsi vibras, indeks tekanan ankle-brachial. Sebaiknya hal ini
ditanggapi secara tim. Pada prinsipnya pencegahan akan lebih balk dari pada
pengobatan. Kaki diabetik terimasuk kausa mayor dari perawatan dirumah sakit
diantara pasien – pasien diabetes. Sering Chiropodist harus dilibatkan juga .
Dalam hal sudah terjadi deformitas kaki, ahli orthopedi dan ahli rehabilitasi medik
perlu dimasukkan dalam tim tersebut.(2, 3, 10, 11, 12) Petunjuk Perawatan Kaki
pada Penderita Diabetes Mellitus Hendaknya penderita Diabetes Mellitus 1,3,8,12
1. Menjaga gula darah supaya dalam batas – batas target yang dikehendaki
2. Membasuh kaki setiap hari dengan sabun mild dan air hangat (jangan air   
panas). Setelah itu keringkan secara benar, terutama sela jari, gunakan handuk
yang halus. 3. Memeriksa kaki setiap hari, dan menyadari bahwa kaki mereka
butuh  perhatian khusus.
4. Minta pertolongan dalam masalah kaki apapun.
5. Control pada Chiropodist teratur.
6. Pakailah sepatu yang memadai.
7. Menjaga supaya aliran darah tetap lancar.
Hal-hal yang harus dihindari oleh penderita diabetes mellitus :(3,12,13,14,15,16)
1. Menggunakan obat corn (katimumul)
2. Menggunakan botol air panas.
3. Berjalan tanpa alas kaki .
4. Memotong Callus atau Katimumul.
5. Mengobati sendiri kakinya.
6. Duduk dengan kedua kaki disilangkan
7. Merendam kaki
8. Memoles lotion atau krim diantara sela jari kaki.
Periksakan segera ke dokter apabila terlihat : (3,12,13,14,15,16)
1. Kaki bengkak 
2. Ada perubahan warna kuku, ibu jari, atau bagian dari kaki
3. Nyeri dan cekot-cekot pada kaki
4. Ada kulit yang pecah mengeras atau corns
5. Ada kulit yang pecah, luka atau melepuh
6. Bintik-bintik merah di bawah corn atau callus.
Dalarn hal-hal tertentu penderita membutuhkan saran penggunaan sepatu
yang memadai. Yang dimaksudkan adalah, apabila ia berjalan dalam waktu yang
lama, maka diharapkan menggunakan sepatu yang rata dan tanpa hak tinggi (low
heeled) dan cukup ruang untuk jari-jari (lace up shoes). Jangan menggunakan
sandal jepit rumah. Juga pasien diharapkan untuk tidak  menggunakan slip-on,
kecuali dalam peristiwa yang amat istimewa. Gunakanlah emollient (pelumas
Wit) pads kaki kering terutama disekitar  tumit untuk mencegah kulit pecah, retak,
dan mudah infeksi.(2,3,7)

2.10 IDENTIFIKASI FAKTOR RISIKO.


Identifikasi risiko adalah hal yang penting dalam managemen  pencegahan
secara efektif pada kaki pasien diabetes. Adapun risiko untuk  terjadinya ulcus
meliputi penderita dengan diabetes > 10 tahun, laki –  la ki, ko ntro l g ula d arah
ya ng bu ruk, a dany a k omp likasi kardiovaskuler, retina, dan ginjal. hal-hal yang
berhubungan dengan  peningka tan ri siko anta ra la in neuropati perif er dengan
hilangnya sensasi protektif, pe rubahan biomekanik, kejadian yang meningkatkan
tekanan pads kaki, penyakit vaskuler perifer (penurunan pulsasi arteri  pada pedi
s), riwayat pernah dapat ulkus atau amputasi, kelainan kuku yang  berat.(2,8,11)
PENGELOLAAN KAKI DIABETIK  27
Usaha penyelamatan kaki secara umum terdiri atas : 1,3,8,9,12,13
1. Memperbaiki kelainan vascular yang ada.
2. Memperbaiki sirkulasi
3. Penggunaan kaki yang teratur 
4. Pengelolaan terhadap tukak/ulkus
5. Sepatu khusus
6. Kerja sama tim yang baik 
7. Penyuluhan pasien (1)
Prinsip dasar yang baik pengelolaan terhadap tukak diabetic adalah :
1,3,5,7,9,12,15
1. Evaluasi tukak yang baik : keadaan klinis luka, dalamnya luka, gambaran
radiologi (benda asing, osteomielitis, adanya gas sub kutis), lokasi, biopsy
vaskularisasi (non invasive).
2. Pengelolaan terhadap neuropati diabetik 
3. Pengendalian keadaan metabolic sebaik-baiknya
4. Debridement luka yang adekuat, radikal
5. Biakan kuman (aerobic dan anaerobic)
6. Antibiotic oral-parental
7. Perawatan luka yang baik 
8. Mengurangi edema
9. Non weight bearing (tirah baring, tongkat penyangga, kursi roda, alas kaki
khusus, total kontak casting)
10. Perbaikan sirkulasi, atau bedah vascular 
11. Nutrisi
12. Rehabilitasi
13. Evaluasi Kedalaman ulkus.
Pengobatan ulkus sangat dipengaruhi oleh derajad dan dalamnya ulkus. Hati-hati
bila menjumpai ulkus yang nampaknya kecil dan dangkal, karena kadang - kadang
hal tersebut hanya merupakan puncak dari gunung es, dan pada pemeriksaan yang
seksama  penetrasi itu mungkin sudah mencapai jaringan lebih dalam dan luas
2,4,15 .
1. b Pemeriksaan X foto Pemeriksaan X foto dimaksudkan untuk mengevaluasi
apakah didapatkan benda asing, osteomielitis, gas subkutan, dan fraktur 
asimptomatik.
1. c lokasi Ulkus Apabila lokasi ulkus tidak umum untuk suatu ulkus diabtetik
sukar  sembuh. Dengan pengelolaan yang adekuat. Dan pada anamnesis tidak 
diakibatkan oleh suatu trauma  perlu dipertimbangkan untuk melakukan
pemeriksaan. biopsi. Hal ini. Untuk mengetahui kemungkinan terjadinya
keganasan pada ulkus tersebut. 4,15 1.
d. Evaluasi vaskuler  Untuk rencana pengelolaan lebih lanjut diperlukan evaluasi
vaskuler  kaki penderita, diusahakan pemeriksaan yang tidak invasif Salah satu
diantaranya adalah membandingkan tekanan darah sistolik pergelangan kaki
dengan tekanar. darah sistolik lengan atas (Ankle-Brachial pressure index),
normalnya > 1,1 Beberapa penelitian menunjukkan bahwa Pressure index tersebut
dapat dipakai untuk memperkirakan / meramalkan penyembuhan , suatu ulkus.
Pada suatu penelitian, 87% penderita ulkus dengan pressure index lebih dari 0,6
dapat sembuh, sedangkan penderita dengan pressure index kurang dari 0,6 yang
mengalami penyembuhan hanya 40 %. 7,8 Pengukuran tekanan oksigen
transkutan dapat digunakan untuk  menaksir keadaan mikrosirkulasi jaringan 7,15.
Normalnya, tcPO2 jaringan kaki adalah antara 45-90 mmHg. 7,15 .

2. Pengelolaan terhadap Neuropati Diabetik  Pengelolaan neuropati diabetik (ND)


sampai saat ini masih sering menimbulkan frustasi, baik bagi para klinisi maupun
penderita. Kegagalan  pengobatan ini oleh karena patogenesis ND masih belum
jelas dan tampaknya multi faktorial. Pada dasarnya pengelolaan ND dilakukan
dengan mengontrol gula darah dan pemberian obat - obatan kausal dan
simptomatik.(6)
A. Kontrol gula darah
Pengobatan ND yang paling memberikan harapan adalah kontrol gula
darah secara terus menerus Suatu penelitian "multicenter randomized clinical
trial" pada 1441 penderita tipe I selama 6,5 tahun menyimpulkan  bahwa
pengobatan DM yang intensif dapat menghambat progresitifitas neuropati sebesar
60%.(6,8) . B. Pengobatan kausal
B. Aldose reduktase inhibitor (ARI).
Pemberian ARI bertujuan untuk mengurangi penumpukkan sorbitol di
saraf perifei dan dengan demikian memperbaiki fungsi saraf   perifer.(6,9) B.1.1.
Sorbinil Dilaporkan pemberian sorbinil dengan dosis 25 mg/hari dapat
menurunkan sorbitol saraf sampai 42% meningkatkan regenerasi serabut saraf
sekitar 4 kali serta dapat memperbaiki fungsi saraf baik  elektrofsiologis maupun
klinis. Akan tetapi pemberian sorbinil telah dihentikan karena adanya laporan
bahwa pemberian sorbinil dapat menimbulkan sindrom Steven Johnson.(6,9)
B.1.2 Tolsetrat Suatu penelitian “double blind randomized controlled” pada 57 30
penderita selama 12 bulan memperlihatkan bahwa pemberian tolsetrat 200 mg /
hari bermanfaat untuk mencegah ND. (10)
C. Aminoguanidin
Aminoguanidin adalah suatu senyawa yang secara farmakologik dapat
menghambat pembentukan AGEs. Mekanisme penghambatannya melalui reaksi
antara prekursot AGEs yaitu 3 deoxyglucosone dengan aminoauanidine
membentuk 3-amino 5-triazines. Pada  percobaan binatang, pemberian
aminoguanidine dapat memperbaiki kecepatan hantaran saraf motoris maupun
sensoris. Satu hal yang belum diketahui apakah senvawa int dapat memberikan
efek yang sama pada manusia. (6,9) B.3. Gangliosid Gangliosid adalah suatu
kompleks glikolipid yang merupakan komponen intrinsik  dari membran sel saraf.
(6)
Pada suatu percobaan klinis manusia yang dilakukan secara doble blind
versus placebo, nampak terdapat  perbaikan dari parameter elektrofisiologis dan
perbaikan gejala klinis. Suatu multicenter randomized WHO trial di empat negara
juga menunjukkan  pengaruh yang positif dari ganglioside. (9) Dosis yang
dianjurkan adalah 40 mg / hari intra muskuler selama 8 minggu.(6,9) B.4
Neurotropik  Pemberian neurotropik (vitamin B1. B6 dan B12) untuk mengobati
atau mengur angi gejala ND memberikan hasil yang berbeda-beda. Hal ini
mungkin oleh karena tidak ada bukti yang nyata bahwa defisiensi vitamin B1, B6,
B12 merupakan faktor penyebab terjadinya ND.(9,11) Bahkan seorang sarjana
melaporkan bahwa pemberian Vitamin B6 dosis tinggi dapat menyebabkan
neuropati sensori.(9) Penelitian di RSUPN Cipto Mangunkusumo memperlihatkan
bahwa  pemberian metilcobalamin 500 mg diberikan intra muskuler tiga kali 31
seminggu dapat memperbaiki parameter  klinis neuropati sensorik pada  peuderita
DM dengan neuropati. (12)

D. Pengobatan simptomatik 
Pada pengobatan ND biasanya yang kita obati adalah keluhannya terutama
rasa nyeri atau rasa sakit yang sangat menganggu penderita Belum ada terapi yang
spesifik untuk mengatasi maslah ini. (6) Penggunaan obat amitriptilin dan
flupenasin baik tunggal maupun kombinasi sudah lama dicoba untuk mengurangi
rasa nyeri pada ND. Pemberian obat ini akan lebih baik  hasilnva apabila nyeri
disertai gejala depresi. Amitriptilin dapat diberikan dengan dosis 75 mg / hari dan
flupenasin 1 - 3 mg / hari.(6, 3). Mexiletin merupakan derivat lianokain yang
dapat diberikan secara  peroral. mexiletin mempunyai sifat penghambatan saluran
natrium sehingga terjadi hambatan aktivasi saraf Dosis yang dianjurkan adalah 10
mg / kg BB / hari, sebaiknya dimulai dengan dosis kecil kemudian dinaikkan
pelan - pelan untuk mengurangi efek samping yang mungkin timbul.(6) Untuk
rasa nyeri yang membandel dapat dicoba pemberian karbamazepin atau fenitoin.
Obat ini diduga dapat menghambat aktivitas saraf tepi yang kuat dan iritatif.
(6,13) 3. Kontrol metabolik  Istilah PVD mengacu pada penyempitan arteri besar
oleh aterosklerosis.. Hal ini sangat umum terjadi pada penderita DM. Terjadinya
aterooklerosis adalah akibat defek  metabolik dan defek fisik. Faktor resiko
terjadinya aterosklerosis antara lain adalah hiperglikemia. hiperinsulinemia,
dislipidemia, hipertensi, obesitas, hiperkoagulabilitas, genetik, merokok. Semua
faktor resiko yang dapat diobati seharusnya segera dikontrol dengan sebaik –
baiknnva untuk menghambat proses terjadinva atheroklerosis lebih lanjut. (4,14)

E. Perbaikan sirkulasi
Sirkulasi pada KD merupakan salah satu faktor yang penting untuk   
penyembuhan maka selain faktor vaskuler perlu dipertimbangkan kemungkinan
gangguan rheologi pada penderita tersebut. (15). Penderita DM mempunyai
kecenderungan untuk lebih mudah mengalami koagulasi dibandingkan yang
bukan DM akibat adanya gangguan viskositas pada plasma, deformabilitas
eritrosit, agregasi trombosit serta adanya peningkatan trogen dan faktor von
Willbrand’s (20, 21) Obat-obat yang mempunyai efek reologik bencyclame,
pentoxyfilin dapat memperbaiki eritrosit disamping mengurangi agregasi eritrosit
pada trombosit. Perubahan –perubahan ini akan memperbaiki mikrosirkulasi
dengan tentunya menambah oksigenisasi pada piringan yang sebelumnya kurang
mendapat oksigen (20, 21) Perbaikan mikrosirkulasi bukan hanya memperbaiki
oksigenasi  jaringan dapat kemungkinan juga mempertinggi efektifitas obat
antibiotic , dengan demikian dapat mempercepat penyembuhan(20) John MF
Adam (1990) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa penderita KD yang
mendapat pemberian bencyclane / pentoxyfilin sebanyak 6 ampul sertiap hari
yang diberikan secara “continous drips” selama 10 hari, dan selanjutnya diberikan
obat tablet per oral, mempunyai lama perawatan yang lebih singkat dibandingkan
kolompok control 15,16 Pada penderita DM mudah mengalami gangguan agregasi
trombosit sehingga obat – obat antiagregasi trombosit yang lain seperti aspirin,
dypirodamol, nisergolin, indebuten, ticlopidin dan yang terbaru masuk Indonesia
adalah cilotazol sering dipakai untuk mengurangi insiden terjadinya PVD pada
penderita DM (20,22)
DAFTAR PUSTAKA

1. Waspadji S , Kaki Diabetik,Kaitannya Dengan Neuropati Diabetik  dalam


1Makalah Kaki Diabetik Patogenesis dan Penatalaksanaan, Badan Pene
rbit Universitas Diponegoro, Semarang, 1997; E1-16.
2. Preventive Foot Care in People with Diabetes in American Dia bete s
Association. Clinical Practice Recommendation 2002. Diabetes Care,
Volume 25, Suplemen 1, January 2003; page 78 - 79. 3.
1. Djokomoeljanto R, Tinjauan Umum Tentang Kaki Diabetes dalam
Makalah Kaki Diabetik Patogenesis dan Penatalaksanaan,Badan Penerbit
Universitas Diponegoro, Semarang, 1997; A1-10. 1.
2. Darmono, Status Glikemi dan Komplikasi Vaskuler Diabetes Mellitus
dalam Naskah lengkap Kongres Nasional V Persatuan Diabetes Indonesia
(Persadia) dan Pertemuan Ilmiah Perkumpulan Endokrinologi Indonesia
(Perkeni), Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang, 2002 ; 57 –
68. 1.
3. Heyder F, Tindakan Pembedahan Pada Kaki Diabetik dalam Makalah
Kaki Diabetik Patogenesis dan Penatalaksanaan, Badan Penerbit
Universitas Diponegoro, Semarang, 1997;D1-11. 2.
4. Pemayun T G D, Gambaran Makro dan Mikroangiopati Diabetik di
Poliklinik Endokrin, dalam Naskah lengkap Kongres Nasional V
Persatuan Diabetes Indonesia (Persadia) dan Pertemuan Ilmiah
Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (Perkeni), Badan Penerbit
Universitas Diponegoro, Semarang, 2002 ; 87 – 97. 2.
5. Powers A C, Diabetes Mellitus in Horrison”s Principles of Internal
Medicine –15 th Edition [monograph in CD Room] ,
6. Mc Graw Hill ; 2001. 3. Scope Management of type 2 diabetes :
prevention and management of  Foot problems. Diabetes Care, Volume
25, June 2002;S 1085 - 1094. available at
http://www.nice.org.uk/nicemedia/pdf/footcare_scope.pdf  47 4.
7. Abbott C A, Vileikyte L, Williamson S, Charrington A L, Boulton A J M,
Multicenter Study of the Incidence of and Predictive Risk Factors for 
Diabetic available at
http://clinicalevidence.com/ceweb/conditions/dia/0602/0602_I5.jsp
8. Kumar, Clarck, Diabetes Mellitus and Other Disorders of Metabolism in
Kumar and Clarck Clinical Medicine fifth Edition, WB Saunders, U K,
2002; 1099 -1100
9. Masharani U, Karam J H, Diabetes Mellitus and Jhipoglicemia in Lange
Medical Book 2002 Current Medical Diagnosis and Treatment 41st
Edition,
10. Me Graw Hill, 2002, 1233 – 1235 11.Diabetes Foot Care. Last Up Date at
June, 2002. Available from file //www.diabetes.org/
11. Bethesda, Foot Care Kit For Diabetes Help Prevent Amputations in
National Diabetes Education Program. Last Up date : 2001. Available
from file ://ndep.nih.gov/ 13.
12. Skin and Foot Care in The Healing Handbook for Persons with Diabetes.
Last Up date : January 2, 1998. Available from file http:// Skin Care and
Foot Care for Diabetes.htm.
13. Diabetic Foot Care. Last Up Date : 2000. Available from file : A:Diabetic
Foot Care-Diabetes.htm 15. Why is Foot Care is Important for Person with
Diabetes. Last Up Date : June 7, 2000. Available from file : A:\VirtA
Hospital Foot Care.htm
14. Sutjahjo A, Pengobatan Hiperbarik Pada Kaki Diabetik dalam Makalah
Kaki Diabetik Patogenesis dan Penatalaksanaan, Badan Penerbit Un iver
sita s Diponegoro, Semarang,"1997; Bl-1 1.
15. Riyanto B, Antibiotik dan Profit Kuman Pada Pendenta Kaki Diabetik 
dalam Makalah Kaki Diabetik Patogenesis dan Penatalaksanaan, Badan
Pene rbit Universitas Diponegoro, Semarang, 1997; C 1 -8
16. Eneroth M, Larson J Apelqvist J, Deep Foot Infections in Patients with
Diabetes and Foot Ulcer An Entity with Different Characteristics,
Treatments, and Prognosis.Journal of Diabetes and Its Complications

Anda mungkin juga menyukai