Update Proposal
Update Proposal
MENOLAK AMPUTASI
PROPOSAL
Disusun Oleh :
GIBSON LIE
NIM : 16.0448.783.01
i
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada penyusunan, sehingga dapat
menyelesaikan proposal ini dengan judul “Pengalaman Klien Dengan Penyakit
Ulkus Diabetik Yang Menolak Amputasi di Fasyankes NCI Center” Penulisan
Proposal dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh
persiapan penelitian pada Program Studi Keperawatan ITKES Wiyata Husada
Samarinda.
Saya menyadari bahwa tanpa ada bantuan dari bimbingan dari berbagai
pihak dari penyusunan proposal ini, sangat sulit bagi saya untuk menyelesaikan
semua proses tepat pada waktunya. Oleh karena itu, perkenankan saya untuk
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya dengan hati yang tulus kepada :
1. Bapak Mujito Hadi, MM selaku ketua yayasan ITKES Wiyata Husada
Samarinda.
2. Ns. Edy Mulyono, S. Pd., M.kep Selaku Ketua ITKES Wiyata Husada
Samarinda.
3. Ns. Kiki Hardiansyah, S.Kep.,M.Kep., Sp.Kep.MB selaku dosen pembimbing
I yang telah banyak meluangkan waktu disela-sela kesibukannya untuk
mengarahkan saya dalam penyusunan proposal.
4. Ns. Anisa A’in, S.kep., M.Kep selaku dosen pembimbing II yang telah
banyak meluangkan waktunya untuk membimbing dan memotivasi saya
selama penyusunan proposal.
5. Kepada seluruh Dosen dan Staf Program Studi Ilmu Keperawatan ITKES
Wiyata Husada Samarinda yang telah memberikan ilmunya kepada saya
dengan penuh kesabaran.
6. Kepada COE Fasyankes NCI Center Samarinda Ns. Hamka, S.Kep, M.Kep,
RN, WOC(ET)N yang telah banyak mengajarkan dan membagikan ilmunya
kepada saya dan mengijinkan saya untuk melakukan studi pendahuluan di
Fasyankes NCI Center Samarinda.
iii
7. Kepada orang tua saya, serta keluarga besar saya yang saya sangat cintai daan
sayangi. Saya ucapkan terima kasih atas doa dan dukungan serta segala yang
telah kalian berikan. Semoga Tuhan Yesus Kristus selalu memberkati kalian
dan keluarga kita.
8. Dan kepada Teman-teman, saya doakan semoga kita semua dapat mencapai
sukses yang kita inginkan.
Dan semua pihak yang telah membantu penyelesaian Proposal ini, semoga
Tuhan Yesus Kristus membalas kebaikan kita semua dan proposal ini dapat
bermanfaat bagi pengembangan ilmu.
Penyusun
Gibson Lie
iv
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 klasifikasi kaki diabetik ....................................................................14
viii
DAFTAR SKEMA
Skema 2.1 Pathogenesis Ulkus Diabetik ..............................................................13
Skema 2.2 Konsep Teori Penelitian .....................................................................27
Skema 2.3 Kerangka teori modifikasi dari model adaptasi callista Roy ..............28
Skema 2.4 Alur Penelitian ....................................................................................39
ix
DAFTAR LAMPIRAN
A. Latar Belakang
Diabetes melitus (DM) atau penyakit kencing manis adalah penyakit
yang disebabkan karena kurangnya produksi insulin oleh pankreas atau tubuh
tidak dapat menggunakan insulin yang telah dihasilkan oleh pankreas secara
efektif. Penyebab diabetes melitus sangat kompleks, mulai dari gaya hidup
tidak sehat, lingkungan, faktor genetik, dan lainnya. Komplikasi DM yang
sering dijumpai adalah kaki diabetik yang dapat bermanifestasi menjadi ulkus
dan artropati. Ulkus diabetik merupakan kelainan tungkai bawah pada
diabetes karena gangguan pembuluh darah vena atau arteri, gangguan
persarafan/neuropati serta adanya kondisi infeksi. Sekitar 15% penderita DM
dalam perjalanan penyakitnya akan mengalami komplikasi ulkus (Muliadi, J.
Kurnoli, & Nurjanah, 2018).
Terjadi masalah kaki diawali adanya hiperglikemia pada penyandang
DM yang menyebabkan kelainan neuropati dan kelainan pada pembuluh
darah. Neuropati, baik neuropati sensosik maupun motorik dan autonomik
akan mengakibatkan berbagai perubahan pada kulit dan otot. Yang kemudian
menyebabkan terjadinya perubahan distribusi tekanan pada telapak kaki dan
selanjutnya akan mempermudah terjadinya ulkus. Adanya kerentanan
terhadap infeksi menyebabkan infeksi mudah merebak menjadi infeksi yang
luas. Faktor aliran darah yang kurang juga akan lebih lanjut menambah
rumitnya pengelolaan kaki diabetes [ CITATION Aru07 \l 1033 ].
Ulkus diabetik merupakan penyakit yang terjadi pada kaki penderita
diabetes melitus, dimana gangguan pada kaki ini akibat adanya gangren.
Gangguan kaki ini dapat terjadi perubahan aktivitas, disebabkan adanya
gangguan pembuluh darah, gangguan persyarafan dan infeksi, amputasi, atau
gangguan pada kaki ini dapat mempengaruhi lamanya seseorang melakukan
perawatan luka, biaya yang dikeluarkan lebih besar pada penderita diabetes
1
2
perawatan pasien yang kurang efektif dengan perawatan luka kaki akan
berisiko untuk amputasi. Amputasi merupakan cara yang dapat menunda atau
mencegah hasil yang lebih merugikan (Azizah, Intan, Tulak, Kurniawan, &
Iswanti, 2017).
Dampak yang diakibatkan oleh ulkus Diabetik begitu kompleksnya, hal
ini berdasarkan penelitian (Herber, Schnepp, & Rieger, 2007) di Jerman,
dalam penelitian ini dikemukakan bahwa 24% dari payusien ulkus yang
berobat memiliki masalah bau pada ulkus, ulkus Diabetik yang menimbulkan
bau memiliki efek negatif pada kehidupan sosial pasien, salah satunya
menyebabkan kecemasan yang tinggi dan depresi, maupun perubahan body
image, efek dari masalah ulkus Diabetik bisa menyebabkan hubungan dengan
lingkungan menurun, seperti merasa malu karena bau dari ulkus Diabetik.
Tujuan utama dari tatalaksana ulkus kaki diabetik adalah untuk penyembuhan
luka yang lebih baik. Permasalahan yang sering ditemukan pada pasien
pulang dari rumah sakit adalah kondisi ulkus. Diabetik belum sembuh total
karena membutuhkan waktu perawatan yang lama, besarnya biaya perawatan
dan menurunnya produktivitas yang berdampak pada pasien harus pulang
ketika kondisi luka belum sembuh total. Sehingga pasien diharapkan bisa
melanjutkan perawatan ulkus Diabetik secara mandiri di rumah, dengan
harapan terhindar terjadinya komplikasi lanjut dan amputasi (Basri, 2019).
Amputasi berasal dari kata “amputare” yang kurang lebih diartikan
“pancung” (Bararah dan Jauhar, 2012) dalam (Suwito, 2014) menyatakan
bahwa “amputasi dapat diartikan sebagai tindakan memisahkan bagian tubuh
sebagian atau seluruh bagian ekstremitas.Tindakan ini merupakan tindakan
yang dilakukan dalam kondisi pilihan terakhir manakala masalah organ yang
terjadi pada ekstremitas sudah tidak mungkin dapat diperbaiki dengan
menggunakan teknik lain, atau manakala kondisi organ dapat membahayakan
keselamatan tubuh klien secara utuh atau merusak organ tubuh yang lain
seperti timbulnya komplikasi infeksi” (Mandiri, Rachmat, & Priangi, 2019).
Sekitar 1,6 juta orang dengan amputasi tinggal di Amerika
Serikat,dengan sekitar 65% mengalami amputasi anggota gerak bawah.
Sekitar 1 juta orang amputasi lower limb dikarenakan oleh vascular disease.
4
Amputasi yang paling sering dilakukan ialah amputasi pada toe (33,2%),
trans tibial (28,2%), transfemoral (26,1%), dan amputasi pada foot (10,6%).
Ankle disarticulation (Syme), knee disarticulation, hip disarticulation, dan
amputasi hemipelvictomy sekitar 1,5% (Mandiri et al., 2019).
Ketika divonis amputasi diterima oleh klien maka respon psikologis
yang akan muncul fase-fase sebelum masuk kepada kondisi kemampuan
dalam menyesuaikan diri saat menghadapi tekanan (resiliensi). Tahapan
tersebut terdiri dari tahap penolakan (denial), marah (anger), tawar-menawar
(bargaining), depresi (depression), dan tahap terakhir yaitu penerimaan
(acceptance). Hal ini dibuktikan oleh penelitian yang dilakukan oleh Tabita,
Ruri, & Kristiana (2017) pada pasien yang telah menjalani keputusan
amputasi akan melewati pengalaman psikologis yang sulit yaitu harus
menerima kondisi fisik yang tidak sempurna seperti dulu, beradaptasi dengan
lingkungan maupun kondisi fisiknya. Ketika keputusan amputasi dilakukan
akan menimbulkan permasalahan lain pada klien seperti gangguan citra
tubuh, keterbatasan dalam beraktivitas, sampai mempengaruhi kondisi
perekonomian disebabkan klien tidak produktif. Meskipun dukungan sosial
dan lingkungan tersedia untuk klien, kondisi ini tidak akan memberikan nilai
positif pada klien pasca amputasi. (Christanty, 2013).
Studi pendahuluan yang dilakukan difasilitas pelayanan kesehatan
(Fasyankes) Nature Centre Indonesia (NCI) diperoleh data jumlah klien
dengan Diabetik foot Ulcer tahun 2019 adalah sejumlah 108 orang. Dimana
… orang dengan Diabetic Foot Ulcer, dari hasil wawancara diperoleh data ..
orang diantaranya telah divonis amputasi oleh dokter di RS. klien mengaku
menolak amputasi dengan alasan klien merasa takut kehilangan organ tubuh
dan juga mereka merasa kecewa, stress ketika divonis amputasi, selain itu
klien juga memutuskan ingin melakukan perawatan karena tlah mendengar
keberhasilan dengan metode perawatan luka jauh lebih baik.
5
B. Rumusan Masalah
Penyakit Ulkus diabetik akan mengalami gangguan pembuluh darah,
ganggguan persarafan dan infeksi. Apabila perawatan tidak dilakukan secara
baik maka akan divonis amputasi. Vonis amputasi merupakan hal yang tidak
mudah diterima oleh klien karena akan memberikan dampak negatif setelah
dilakukan tindakan amputasi. Dampak negatif inilah yang membuat klien
akan berupaya mencari alternatif perawatan luka tanpa amputasi. Proses
penerimaan keputusan menolak amputasi diperlukan kemampuan beradaptasi
pada tahapan reseliensi. Resiliensi dapat membuat seseorang lebih
memaknakan hidupnya, membuatnya mampu untuk dapat beraktivitas
walaupun dengan kondisi fisik yang sudah tidak sempurna.
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipapar diatas, maka
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana pengalaman klien
dengan penyakit ulkus diabetik yang menolak amputasi di fasilitas pelayanan
kesehatan praktik perawatan luka mandiri di Kalimantan Timur”.
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan proposal ini adalah untuk mengeksplorasi pengalaman
klien dengan ulkus diabetik yang menolak amputasi.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi pelayanan keperawatan
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu rujukan dalam
melaksanakan asuhan keperawatan dengan klien ulkus diabetik yang
menolak amputasi.
2. Bagi institusi pendidikan keperawatan
Hasil penelitian ini menambah dengan saya melihat penolakan klien saya
bisa mengetahui bagaimana caranya saya menyakinkan klien ketika
diamputasi harus menerima.
6
E. Penelitian Terkait
Penelitian terkait yang telah dilakukan oleh peneliti-peneliti
sebelumnya yang berkaitan dengan studi fenomenologi, klien dengan ulkus
diabetik yang menolak amputasi :
1. Widianingsih, N., & Diantina, F. P. (2018). Gambaran Resiliensi Pasien
Komplikasi Ulkus Diabetik Pasca Amputasi. 331–338. Terdapat 14
pasien komplikasi ulkus diabetik pasca amputasi di RSUP Hasan
Sadikin. Mereka mampu bangkit dari keterpurukannya dengan
melakukan berbagai hal positif yang disebut dengan resiliensi. Wagnild
(2014) mendefinisikan resiliensi sebagai kapasitas yang dimiliki individu
untuk berkembang dan menyesuaikan diri secara positif meskipun
adanya stres yang dirasakan terus-menerus. Resiliensi terdiri dari 5
aspek, meaningfulness, perseverance, equanimity, self reliance dan
existential aloneness. Resiliensi dapat membuat seseorang lebih
memaknakan hidupnya, membuatnya mampu untuk dapat beraktivitas
walaupun dengan kondisi fisik yang sudah tidak sempurna.Penelitian ini
menggunakan metode studi deskriptif dengan subjek berjumlah 14 orang
pasien. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah Resilience
scale 25 (RS-25), dengan reliabilitas 0,973. Dari hasil penelitian,
sebanyak 3 pasien (21,43%) memiliki resiliensi sangat tinggi, 5 pasien
(35,71%) memiliki resiliensi tinggi, 2 pasien (14,29%) memiliki
resiliensi rata-rata, 2 pasien (14,29%) memiliki resiliensi dibawah rata-
rata, 1 pasien (7,14%) memiliki resiliensi rendah dan 1 pasien (7,14%)
memiliki resiliensi sangat rendah. Perbedaan dari penelitian tersebut
terletak pada penggunaaan , teknik pendekatan, tempat penelitian, waktu
penelitian, sample penelitian, dan jenis penelitian. Persamaan dari
penelitian tersebut dengan penelitian yang akan dilakukan variabel
penelitian, partisipan yang akan diteliti.
2. Basri, M. H. (2019). Pengalaman Pasien DMTIPE 2 dalam Melakukan
Perawatan Ulkusdiabetik Secara Mandiri. 4(1), 58–69. Tujuan dari
penelitian ini untuk mendapatkan pemahamanyang mendalam tentang
arti dan makna pengalaman pasien Diabetes Melitus tipe 2 dalam
7
A. Telaah Pustaka
1. Konsep Teori Ulkus Diabetik
a. Definisi Ulkus Diabetik
Ulkus diabetik adalah salah satu bentuk komplikasi kronik
Diabetes Mellitus berupa luka terbuka pada permukaan kulit yang
dapat disertai adanya kematian jaringan setempat. Ulkus adalah
rusaknya barier kulit sampai ke seluruh lapisan (full thickness) dari
dermis. Ulkus kaki diabetik dapat diikuti oleh penyebaran bakteri ke
seluruh tubuh sehingga terjadi infeksi dan pembusukan, dapat terjadi
di setiap bagian tubuh terutama di bagian distal tungkai bawah
(Angkasa, 2017).
Banyak pasien kaki diabetik dimulai dengan neuropati sensorik,
neuropati otonom dan motor neuropati sensorik. Neuropati sensorik
merupakan faktor pemulai utama untuk ulkus kaki dan infeksi dan
dapat menyebabkan Peradangan dan kerusakan jaringan. Lesi sistem
saraf otonom akan menyebabkan pasien kehilangan kemampuan kulit
untuk mengatur keringat, suhu dan aliran darah, sehingga mengurangi
fl eksibilitas jaringan lokal, membentuk kepompong tebal dan retak
dan melanggar. Tanpa pengobatan yang efektif, organ-organ vital
utama pasien akan rusak. Bahkan jika amputasi terjadi Saat ini,
pengobatan kaki diabetes terutama mencakup manajemen luka,
kontrol glukosa darah, terapi suportif, antiinfeksi dan menjaga
stabilitas lingkungan internal (Lin et al., 2019).
Terjadinya ulkus diabetikum tidak terlepas dari tingginya kadar
glukosa darah pasien diabetes melitus. Tingginya kadar gula darah
yang berkelanjutan dan dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan
kelainan neuropati dan kelainan pada pembuluh darah kemudian
menimbulkan masalah pada kaki pasien diabetes melitus. Ada tiga
komplikasi diabetes melitus yang dapat meningkatkan risiko
10
Diabetes Melitus
Makroangeopati Mikroangeopati
Atherosklerosis Neuropati
Penyempitan okupasi
Neuropati Neuropati Neuropati
Autonom Sensosik Motorik
Iskemia
Kulit kering Kehilangan Kelainan
anhidrosis sensasi bentuk
perlindungan
Pembentukan kalus
Ulkus Diabetik
Amputasi
Sumber : https://id.pinterest.com/pin/487444359648632322/
f. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan Fisik :
1) Pemeriksaan Ulkus Keadaan Umum Ekstremitas.
Ulkus diabetes cenderung terjadi di daerah tumpuan beban
terbesar, seperti tumit, area kaput metatarsal di telapak, ujung jari
yang menonjol (jari pertama dan kedua). Ulkus di malleolus
15
2. Konsep Amputasi
a. Definisi
Amputasi merupakan penghilang ektremitas sebagian total.
Amputasi dapat menjadi akibat proses akut, seperti kejasian traumatic,
atau kondisi kronik, seperti penyakit vaskular perifer atau diabetes
melitus. Tanpa mempertimbangkan penyebab, amputasi melemahkan
untuk pasien. Kehilangan semua atau sebagian ekstremitas memiliki
dampak fisik dan psikososial yang signifikan pada pasien dan
keluarga. Adaptasi dapat memerlukan waktu lama dan memerlukan
lebih banyak usaha. Asuahan kesehatan antardisiplin selalu
diperlukan, tetapi diperlukan secara khusus untuk memenuhi
17
d. Jenis amputasi
Amputasi dapat terbuka (guillotine) atau tertutup (flap). Amputasi
terbuka dilakukan ketika infeksi terjadi. Luka tidak menutup, tetapi
tetap terbuka untuk drain. Ketika infeksi tidak lagi terjadi,
pembedahan dilakukan untuk menutup luka. Pada amputasi tertutup,
luka di tutup dengan flap (penutup) kulit yang dihjahit diatas puntung.
e. Penyembuhan tempat amputasi
Agar prostesis pas dengan baik,tempat amputasi harus sembuh
dengan tepat. Untuk meningkatkan penyembuhan, balutan yang kaku
atau tekan diberikan untuk mencegah infeksi dan meminimalkan
edema. Balutan yang dikaku dibuat dengan meletakkan gips pada
punting dan membentuk puntung untuk prostesis yang pas. Balutan
kompresi lunak diberikan ketika pemeriksaan luka yang sering
diperlukan. Ketika balutan jenis ini digunakan, belat terkadang
dipasang untuk membantu membentuk ekstremitas agar pas dengan
prostesis. Setelah luka dibalut, pasien dianjurkan untuk mengeraskan
kulit puntung dengan menekannya pertama kali pada permukaan lunak
dan kemudian permukaan keras. Puntung dibungkus dengan Ace
bandage untuk memungkinkan bentuk kerucut untuk membentuk dan
mencegah edema. [ CITATION LeM17 \l 1033 ]
f. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi setelah amputasi, antara lain
infeksi, penyembuhan terlambat, nyeri puntung kronik dan nyeri
fantom, serta kontraktur. Infeksi, Secara umum, pasien yang
mengalami amputasi traumatik memiliki risiko infeksi lebih besar
dibandingkan orang yang menjalani amputasi terencana. Akan tetapi,
meskipun amputasi terencana membawa risiko infeksi. pasien lansia,
menderita diabetes melitus, atau menderita penurunan neurovascular
perifer terutama berisiko tinggi untuk infeksi. infeksi dapat terjadi
secara lokal ataupun sistemik. Manifestasi local infeksi, antara lain
drainase, bau, kemerahan, dan peningkatan ketidaknyamanan pada
garis jahitan. Manifestasi sistemik, antara lain demam peningkatan
19
Pernyataan yang sering muncul, dalam hati (sebagai reaksi atas rasa
marah) muncul dalam bentuk “Tidak adil rasanya...”, “Mengapa kami
yang mengalami ini?” atau “Apa salah kami?” (3) Tahap bargaining
(tawar-menawar). Tahapan dimana keluarga mulai berusaha untuk
menghibur diri dengan pernyataan seperti “mungkin kalau kami menunggu
lebih lama lagi, keadaan akan membaik dengan sendirinya” dan berpikir
tentang upaya apa yang akan dilakukan untuk membantu proses
penyembuhan klien dengan ulkus diabetik; (4) Tahap depression (depresi).
Tahapan yang muncul pada fase ini adalah keputusasaan dan
hilangnya harapan. Putus asa menjadi bagian dari depresi akan muncul
saat keluarga mulai dibayangi akan masa depan yang akan dihadapi klien.
Terutama jika keluarga memikirkan sewaktu-waktu kliennya dapat
terenggut nyawanya dari sisi keluarga. Harapan atas masa depan klien
menjadi buram, dan muncul dalam bentuk pertanyaan “Akankah klien
kami mampu bertahan lebih lama dan dapat kembali hidup sehat seperti
sediakala?”. Pada tahap depresi, keluarga cenderung murung, menghindar
dari lingkungan sosial terdekat, lelah sepanjang waktu dan kehilangan
gairah hidup; (5) Tahap acceptance (penerimaan). Tahapan dimana
kelurga telah mencapai pada titik pasrah dan mencoba untuk menerima
keadaan klien dengan tenang. Keluarga pada tahap ini cenderung
mengharapkan yang terbaik sesuai dengan kapasitas dan kemampuan
klien. Pada tahap ini keluarga sudah mampu menyesuaikan diri dan
mengontrol emosi dengan baik. Tahap ini menjelaskan bahwa keluarga
sudah mampu menerima segala kondisi yang ada dengan lapang dada dan
ikhlas serta siap akan semua konsekuensinya yang akan terjadi dalam
hidup (Di, Prof, & Kupang, 2018).
Wagnild (2014) mendefinisikan resiliensi sebagai kapasitas yang
dimiliki individu untuk berkembang dan menyesuaikan diri secara positif
meskipun adanyastres yang dirasakan terus-menerus. Wagnild (2010)
berpendapat bahwa individu yang resiliensi merespon tantangan dalam
hidup dengan keberanian dan daya tahan secara emosional walaupun ia
merasa takut. Resiliensi bukan sesuatu yang merupakan bawaan lahir tapi
24
Umpan Balik
Skema 2.3 kerangka teori modifikasi dari model adaptasi callista Roy
(Tingkat Adaptasi)
1. Stimulus Focal
Keinginan keluarga agar klien dapat sembuh & Ulkus
Input beraktifitas setiap hari dengan baik Diabetik
2. Stimulus Konseptual
Kondisi dimana keluarga menggangap tidak ada
harapan bagi klien untuk sembuh seperti normal
3. Stimulus Residual Infeksi luka
Sikap keluarga dalam menghadapi klien yang
mengalami ulkus diabetik yang menolak amputasi
Vonis
amputasi
Fungsi fisiologis
Konsep Diri
Efektor Fungsi peran Proses adaptasi
Interdependensi
Sumber : dari Roy.C. [1984] Introduction to nursing An adaptation model [edisi ke2 hal.30].
Englewood Cliffs, NJ Prentice Hall. (Widianingsih & Diantina, 2018).(Di et al., 2018).
BAB III
METODE PENELITIAN
B. Partisipan
Subjek dalam penelitian ini adalah orang yang mengalami penyakit ulkus diabetik
yang menolak amputasi dan menggunakan teknik purpose sampling dengan
berdasarkan kriteria yang memiliki partisipan sesuai dengan tujuan penelitian
yang akan dilakukan berdasarkan kriteria yang ditentukan oleh peneliti. Ukuran
sample dalam penelitian ini sangat dipelukan dengan tujuan diperolehnya suatu
saturasi data morse, 2000 dalam [ CITATION Yat14 \l 1033 ]. Oleh karena itu
menurut (Duken, 1984) dalam [ CITATION Yat14 \l 1033 ] menyatakan ukuran
sample yang tidak banyak berkisar kurang lebih 3 partisipan. Adapun kriteria
partisipan dalam penelitian ini sebagai berikut :
a. Kriteria Insklusi
1) Partisipan adalah orang yang mengalami ulkus diabetik yang menolak
amputasi diklinik Nature Centre Indonesia (NCI) Kalimantan Timur.
D. Instrument Penelitian
Dalam penelitian kualitatif yang menjadi instrument penelitian atau alat
penelitian adalah penelitian itu sendiri, oleh karena itu peneliti harus divalidasi
seberapa jauh peneliti kualitatif siap melakukan penelitian yang seanjutnya akan
langsung dilakukan dilapangan. penelitian kualitatif sebagai human instrument,
yang berfungsi menetapkan focus pada penelitian, memilih partisipan sebagai
sumber data, melakukan pengumpulan data, menilai kualitas data, analisa data,
menafsirkan data dan membuat kesimpulan atas semuanya [ CITATION sug10 \l 1033
].
Peneliti menggunakan sistem wawancara semi struktur dengan topik
pertanyaan yang utama, (1) Bapak/ibu pertama kali didiagnosis penyakit ulkus
diabetik kapan . (2) Ketika bapak/ibu dibicarakan pertama kali dengan dokternya
harus diamputasi waktu, bagaimana tanggapan bapak/ibu dan keluarga
menanggapinya. (3) Apakah yang bapak/ibu lakukan, mengikutinya atau
bagaimana, kalau bapak/ibu tindak mengikutinya waktu itu apa yang bapak
pikirkan. Keluar RS atau bagaimana. Dan apa yang bapak/ibu lakukan. (4) Apa
yang bapak/ibu lakukan ketika disuruh amputasi oleh pihak RS dan apa tanggapan
keluarga. (5) Apa yang bapak/ibu lakukan setelah divonis untuk amputasi ?
melaksanakan atau tidak. Kenapa bapak/ibu lebih memilih untuk menolak. Setelah
menolak rencana bapak/ibu pada saat itu apa. Apakah sekarang bapak menyesal
menolak atau bagaimana. (6) Seandainya ada sekarang pasien yang bersama-sama
juga nasibnya dengan bapak divonis. Bapak bisa bicara apa bersama mereka.
Karena bapak sudah mengalaminya. Ketika ada orang yang yang divonis
33
amputasi apa yang ingin bapak sampaikan kepada mereka. (7) Sekarang bapak
tidak diamputasi, terus sekarang jadinya bagaimana dengan keadaan bapak ?
apakah keputusan bapak ini tepat atau tidak, terhadap penyakit yang sedang
dialami. Peneliti juga tidak lupa melengkapi diri dengan :
1. Recorder yang berfungsi untuk merekam hasil wawancara antara peneliti dan
informan.
2. Kamera digital untuk mendokumentasikan keadaan saat dilapangan.
3. Alat tulis untuk mencatat.
4. Daftar pertanyaan sebagai pedoman wawancara dilapangan.
G. Analisa Data
Analisis tematik merupakan proses mengkode informasi yang dapat
menghasilkan daftar tema, model, atau indicator yang kompleks, kualifikasi yang
36
biasanya terkait dengan tema, atau hal-hal diantara atau gabungan dari yang telah
disebutkan. Tema-tema tersebut memungkinkan interpretasi fenomena. Suatu
tema dapat diidentifikasi pada tingkat termanifestasi, yakni secara langsung dapat
terlihat. Suatu tema juga dapat ditemukan pada tingkat laten, tidak secara eksplisit
terlihat tetapi mendasari atau membayangi. Tema-tema dapat memperoleh secara
induktif dari informasi mentah atau diperoleh secara deduktif dari teori atau
penelitian-penelitian sebelumnya [ CITATION Yat14 \l 1033 ].
Berikut ini langkah secara umum proses analisis data fenomenologi :
1. Proses koding
Koding dilakukan setiap penelitian kualitatif, koding adalah proses
pemberian definisi mengenai seperti apa data yang sedang dipelajari charmaz,
2009 dalam (sitasi). Proses ini dilakukan dengan mereduksi data kedalaman
segmen-segmen khusus yang memiliki arti dan nama atau label dari setiap
segmen yang sudah
Tahapan proses analis data kualitatif terhadap beberapa model analisis.
Salah satunya mengggunakan model colaizzi. Alasan pemelihan metode
analisa ini didasarkan pada kesesuaian dengan filosofi Hussert, yaitu suatu
penampakan fenomena partisipan realitas itu sendiri tampak. Fenomena ini
tentang pengalaman klien dengan luka kaki diabetes melitus saat pertama kali
menggunakan modern dressing yang diberikan perawat luka difasilitas layanan
kesehatan NCI Center Kalimantan timur. Langkah-langkah analisis data
kualitatif dari colaizzi (1978) adalah sebagai berikut :
1. Mendeskripsikan fenomena yang diteliti, peneliti mencoba memahami
fenomena gambaran konsep penelitiannya dengan cara memperkaya
informasi melalui studi literature.
2. Mengumpulkan deskripsi fenomena melalui pendapat atau pernyataan dan
partisipan. Dalam hal ini peneliti melkukan wawancara dan menuliskannya
dalam bentuk naskah transkip untuk dapat mendeskripsikan gambaran
konsep penelitian.
3. Membaca seluruh deskripsi fenomena yang telah disampaikan oleh semua
partisipan.
37
H. Keabsahan Data
Penelitian metode kualitatif verifikasi/konfirmasi data dilakukan kepada
partisipan merupakan salah satu cara untuk menvalidasi dan memperoleh
38
I. Etika Penelitian
Etika dalam penelitian merupakan hal yang sangat penting dalam pelaksanaan
sebuah penelitian mengingat penelitian keperawatan akan berhubungan langsung
39
dengan manusia, maka segi etika penelitian harus diperhatikan karena manusia
mempunyai hak asaasi dalam kegiatan penelitian.
1. Benefience
Prinsip etik beneficence merupakan standar etik yang mengutamakan
kesejahteraan bagi partisipan. Penelitian bertujuan untuk memberikan manfaat
bagi partisipan penelitian, dimana penjelasan lengkap tentang manfaat dan
tujuan penelitian untuk menggali pengalaman klien dengan ulkus diabetik yang
menolak amputasi yang, harus merasa nyaman dan bebas dari kerugian fisik,
psikologis, social dan financial (haem and discomfort), misalnya tidak
memaksakan kehendak peneliti terkait dengan tempat dan waktu wawancara
akan dlakukan. Peneliti harus meminimalkan dampak yang dapat merugikan
subjek dalam penelitian (nonmaleficence).
Dalam penelitian ini, ketika peneliti melakukan bina hubungan saling
percaya (BHSP) peneliti menjelaskan kembali mengenai penelitian yang akan
dilakukan, bahwa peneliti ini ingin meggali pengalaman klien dengan penyakit
ulkus diabetik yang menolak amputasi. Ketika partisipan melakukan kontrak
waktu peneliti memberikan kesempatan pada partisipan untuk menentukan
tempat dan waktu dilakukannya wawancara, sekali lagi hai ini dilakukan untuk
memberikan rasa nyaman dan bebas dari kerugian fisik, psikologis, social,
maupun finansial.
2. Respect of human dignity
Prinsip etik respect for human dignity meeliputi hak otonomi (autonomy)
seorang pastisipan untuk menentukan sikap dan pilihan dalam menyampaikan
pendapat dan partisipasinya dalam penelitian. Peneliti meminta kesediaan
partisipan untuk ikut serta dalam penelitian dan mau mengungkapkan seluruh
fenomena yang dialaminya tanpa ada unsur keterpaksaan. Persetujuan
partisipan dalam penelitian ini dinyatakan secara tertulis berupa informed
consent, yaitu lembar yang menerangkan dengan singkat proses pelaksanaan
penelitian, lamanya keterlibatan partisipan, dan hak partisipan dalam peneltian
yang telah lebih dulu diberikan pada partisipan sebelum penelitian dilakukan.
3. Justice
40
J. Alur Penelitian
Kualitatif
Metode Pendekatan
fenomenologi
Pengumpulan Data
Wawancara
Hasil Penelitian
Kesimpulan
41
Azizah, N., Intan, I., Tulak, D., Kurniawan, M. A., & Iswanti, T. (2017). Diabetic
Foot Ulcer Treatment Post Autoamputation Digiti Pedis Sinistra : Case
Study. 4(1), 27–37. Tersedia : https://bit.ly/2VEZhbR.
Aini, N., A. (2016). Asuhan Keperawatan Pada Sistem Endokrin dengan
Pendekatan Nanda Nic Noc. Jakarta: Salemba Medika.
Alligood, M. R. (2017). Pakar Teori Keperawatan dan Karya Mereka. Singapore:
elservier.
Aru W. Sudoyo, B. d. (2007). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi Iv. Jilid Iii.
Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas kedokteran Universitas
Indonesia.
Basri, M. H. (2019). Pengalaman Pasien Dmtipe 2 dalam Melakukan Perawatan
Ulkusdiabetik Secara Mandiri. 4(1), 58–69. Tersedia : https://bit.ly/38bZ6aV
Christanty, D. A. (2013). Hubungan Persepsi Dukungan Sosial dengan
Penerimaan Diri Pasien Penderita Diabetes Mellitus Pasca Amputasi. 2(2),
55–61. Tersedia : https://bit.ly/2TdmArR.
Di, K., Prof, R., & Kupang, J. (2018). Psikologis Kubler Ross Pada Pasien. 2(2).
Empati, J., Rachmawati, S. N., & Masykur, A. M. (2016). Pengalaman ibu yang
memiliki anak down syndrome. 5(4), 822–830. Tersedia :
https://bit.ly/2PF9MZ7.
Hendra, M., Nugraha, S., Wahyuni, N., Ayu, P., & Saraswati, S. (2019).
Neuromuscular Facilitation Pada Ulkus Diabetikum The Effectiveness Of
Low Power Laser Therapy And Proprioceptive Neuromuscular Facilitation
On Grade 2 Diabetik Foot Ulcers. 43–50. Tersedia : https://bit.ly/2PDgZss.
Lemone, P., & dkk. (2017). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:
EGC.
Lin, C., Ye, S., Ji, L., Xiaoping, S., Sebuah, Y., Yin, G., … Sebuah, L. (2019).
Saudi Journal of Biological Sciences Amputasi dan kelangsungan hidup
pasien dengan kaki diabetik berdasarkan pembentukan model prediksi.
(xxxx). https://doi.org/10.1016/j.sjbs.2019.12.020.
Mandiri, J. S., Rachmat, N., & Priangi, H. (2019). Studi Kasus : Gambaran Diri
Pasien Amputasi Copart Prosthesis Akibat Trauma Kecelakan Untuk Pasien
Amputasi Ankle. 14(1), 18–28. Tersedia : https://bit.ly/2PGojUh.
Nurhanifah, D., & Banjarmasin, U. M. (2017). Faktor-Faktor Yang Berhubungan
Dengan Ulkus Kaki Diabetik ( factors related to diabetik Ulcers legs In
policlinic of diabetik leg ). 1(1), 32–41. Tersedia : https://bit.ly/2TucLER.
Muliadi, A., J. Kurnoli, F., & Nurjanah. (2018). Tingkat Penyembuhan Luka
Diabetik Dengan Teknik Modern Dressing Di Klinik Risky Wound Care
Center Palu. 252–267. Tersedia : https://bit.ly/2Tic56K.
Nurhanifah, D., & Banjarmasin, U. M. (2017). Faktor-Faktor Yang Berhubungan
Dengan Ulkus Kaki Diabetik ( factors related to diabetic Ulcers legs In
policlinic of diabetic leg ). 1(1), 32–41. Tersedia : https://bit.ly/39bOyd3.
Pb, A., Skp, I. D. I., & Kartika, R. W. (2017). Pengelolaan Gangren Kaki
Diabetik. 44(1), 18–22. Tersedia : https://bit.ly/2x3qFpX.
P.D, S. (2014). Metode penelitian pendidikan pendekatan kuantitatif.pdf. In
Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif Dan R&D.
Sugiyono. (2010). Metode Peneliti Kuantitatif,Kualitatif, dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Tipe, M., Di, I. I., Kerja, W., & Juanda, P. (2018). Hubungan Kepatuhan Diet
Dengan Kualitas Hidup Pasien Diabetes Mellitus Tipe Ii Di Wilayah Kerja
Puskesmas Juanda Samarinda. 6(1), 76–83. Tersedia : https://bit.ly/38h8Dxp.
Yati Afiyanti, I. (2014). Metodologi Penelitian Kualitatif dalam Riset
Keperawatan. Edisi 1. jakarta: Rajawali Pers.
Yoyoh, I., & Mutaqqijn, I. (2016). Kaki Diabetes Di Ruang Rawat Inap RSU
Kabupaten Organ tubuh merupakan suatu sistem yang terintegrasi , apabila
salah satu sistem terganggu akan menyebabkan gangguan terhadap organ
lainnya , salah satunya sistem organ yang kompleks dalam tubuh manusia
adal. 8–15. Tersedia : https://bit.ly/2IarTBQ.