Anda di halaman 1dari 7

PENANGANAN ULKUS MANUS DIABETIK GRADE III

Oleh: Arief Darmawan – dokter.one@gmail.com

I. KASUS
Kasus diambil dari Bed Site Teaching Yun Khaeriyah tentang “Ulkus Manus Diabetik” pada
penderita diabetes mellitus tipe II non-obes dengan ikhtisar pasien sebagai berikut:

Pasien datang ke poli penyakit dalam dengan keluhan bengkak pada telapak tangan sebelah
kanan yang sudah dideritanya selama + 11 hari. Pasien menderita diabetes melitus sejak 6 bulan
yang lalu dan pasien mengaku mendapatkan pengobatan oral secara rutin dari puskesmas.
Sampai dipoli gula darah sewaktu pasien diperiksa dan didapatkan GDS 511 mg%, kemudian
pasien dianjurkan untuk mondok di rumah sakit, setelah mondok abses pecah dan menjadi
ulkus manus.

INFORMASI TAMBAHAN PASIEN


Vital Sign; Tekanan Darah : 120/70 mmHg Respirasi : 14 kali/menit
Nadi : 80 bpm, reguler Suhu : 37,9oC

Isue penting:
1. Diabetes Mellitus Tipe II dengan Ulkus Manus (Riwayat DM + 6 bulan)
2. Subfebris (Suhu = 37,9oC)
3. Leukositosis (AL = 37,59)
4. Anemia (Hb = 7,1 g/dl)
5. Hipoalbumin (Protein Albumin = 2,76 gr/dl)

Deskripsi Ulkus:
Ulkus terletak di manus, pada thenar dextra berlanjut menuju ventral pollex dextra hingga
phalanx distalis pollex dextra. Kedalaman ulkus + 3 mm menembus otot dan tampak os phalanx
proximalis pollex dextra. Selulitis terlihat pada regio thenar dextra, tampak abses dan dicurigai
adanya osteomielitis (positive predictive value: 90%). Gangren (-).
Kesan Ulkus  Ulkus Manus Diabetik Grade III

II. PERMASALAHAN
Ulkus manus diabetik grade III dengan leukositosis, anemia dan hipoalbumin

III. PEMBAHASAN
A. Pendahuluan
Ulkus diabetik merupakan penyebab utama dari morbiditas dan mortalitas dan penyebab
dua pertiga dari semua kasus amputasi pada nontraumatik di Amerika Serikat. Suatu review
pada 80 orang penderita yang menjalani amputasi ekstremitas di Pusat Kesehatan Veteran
di Seattle tahun 1984-1987, terdapat masalah yang mendasari perlunya dilakukan amputasi
pada penderita tersebut yaitu: iskemia, neuropati, penyembuhan luka yang buruk, trauma
minor, ulserasi kulit dan gangren.

Berikut klasifikasi ulkus diabetik yang disusun oleh Wagner:


1. Grade 0: Tidak ada ulkus pada kulit yang memiliki resiko tinggi (Kelainan bentuk
ekstremitas akibat neuropati)
Arief darmawan – dokter.one@gmail.com
2. Grade 1: Ulkus superfisial yang mengenai seluruh tubuh lapisan kulit tetapi tidak
mengenai jaringan di bawahnya (Terbatas pada kulit).
3. Grade 2: Ulkus dalam, menembus sampai otot dan ligamentum, tetapi tanpa melibatkan
tulang ataupun pembentukan abses.
4. Grade 3: Ulkus dalam dengan selulitis atau disertai pembentukan abses, sering disertai
osteomielitis.
5. Grade 4: Gangren terlokalisasi
6. Grade 5: Gangren luas yang mengenai seluruh bagian regio tubuh, misal kaki

Suatu klasifikasi lain yang sangat praktis dan sangat erat dengan pengeloaan adalah
klasifikasi yang berdasar pada perjalanan alamiah gangren diabetes (Edmonds 2004 – 2005)
1. Stage 1 : Normal foot
2. Stage 2 : Hight risk foot
3. Stage 3 : Ulcerated foot
4. Stage 4 : Infected foot
5. Stage 5 : Necrotic foot
6. Stage 6 : Unsavable foot

B. Cek Keterlibatan Penyakit Arteri Perifer dan Osteomielitis


Sebelum diputuskan untuk memilih penanganan yang ditentukan untuk ulkus yang dalam,
perlu ditentukan ada tidaknya keterlibatan vaskular perifer atau tulang.
1. Evaluasi penyakit arteri perifer
Jika terdapat gejala-gejala nyeri, teraba dingin dan tidak adanya rambut meningkatkan
kecurigaan adanya penyakit arteri perifer, tetapi tidak terlalu sensitive atau spesifik
untuk menolong penderita secara individual. Pemeriksaan yang lebih bermanfaat adalah
pemeriksaan pulsasi arteri dan atau angiografi.
Pada ulkus pedis dapat dilakukan pemeriksaan waktu pengisian vena atau pengukuran
the ankle to arm index. Indeks normal > 1,0. Indeks yang kurang dari 0,9 memiliki 95%
kepekaan terhadap adanya hasil positif adanya penyakit arteri perifer pada pemeriksaan
angiografi. Indeks yang rendah pada penderita tanpa ulkus kaki tidak berhubungan
dengan resiko terjadinya ulkus kaki dikemudian hari, akan tetapi indeks yang rendah
pada penderita dengan ulkus kaki menunjukan bahwa prognosisnya akan lebih baik
dengan pembedahan rekonstruksi vaskular.
2. Evaluasi pada ulkus yang melibatkan tulang
Osteomielitis cenderung terjadi (positive predictive value: 90%). Jika tulang tampak pada
dasar ulkus atau jika tulang dapat dengan mudah dilihat dengan mengeksplorasikan
ulkus dengan probe stainless steel yang tumpul dan steril. Tanda lain yang menduga
adanya esteomielitis adalah jika kedalaman ulkus lebih dari 3 mm dan adanya laju endap
darah di atas 40 mm/jam.
Pemeriksaan radiologis dapat berguna jika diagnosis tetap belum jelas. Diagnosis dapat
ditegakkan jika tampak osteomielitis pada foto polos. Akan tetapi perubahan radiologis
dapat muncul terlambat pada kasus osteomielitis dan pemeriksaan radiologis yang
negatif tidak mengesampingkan adanya osteomieltis. Cara pemeriksaan lain yang telah
digunakan meliputi radionuclide bone imaging, magnetic resonance imaging (MRI) dan
imaging dengan leukosit berlabel indium.

Arief darmawan – dokter.one@gmail.com


C. Penanganan Ulkus Diabetik Grade III
Penyakit DM melibatkan sistem multi organ yang akan mempengaruhi penyembuhan
luka. Hipertensi, hiperglikemia, hiperkolesterolemia, gangguan kardiovaskular (stroke,
penyakit jantung koroner), gangguan fungsi ginjal, dan sebagainya harus dikendalikan.
Penatalaksanaan ulkus diabetika terutama difokuskan untuk mencegah dan menghindari
amputasi ekstremitas. Penanganan ulkus diabetik memerlukan pendekatan yang terpadu
dari berbagai disiplin ilmu berupa kolaborasi antara dokter, laboran, fisoterapis, ahli gizi,
perawat dan penderita itu sendiri. Berikut hal-hal yang dilakukan dalam penanganan ulkus
diabetik grade III:
1. Pemondokkan di rumah sakit
Pemondokan dilakukan untuk dilakukan perawatan luka, debridement, kultur sensitifitas
kuman terhadap antibiotik serta edukasi perawatan dirumah jika luka telah membaik.

2. Kontrol Nutrisi dan Metabolik


Faktor nutris merupakan salah satu faktor yang berperan dalam penyembuhan luka.
Adanya anemia dan hipoalbuminemia akan berpengarh dalam proses penyembuhan.
Perlu memonitor Hb diatas 12 gram/dl dan pertahankan albumin diatas 3,5 gram/dl.
Diet pada penderita DM dengan selulitis atau gangren diperlukan protein tinggi yaitu
dengan komposisi protein 20%, lemak 20%, dan karbohidrat 60%.
Infeksi atau inflamasi dapat mengakibatkan fluktuasi kadar gula darah yang besar.
Pembedahan dan pemberian antibiotika pada abses atau infeksi dapat membantu
mengontrol gula darah. Sebaliknya penderita dengan hiperglikemi yang tinggi,
kemampuan melawan infeksi turun sehingga kontrol gula darah yang baik harus
diupayakan sebagai perawatan pasien secara total.

3. Kontrol Stress Mekanis/Mengurangi tekanan (Off-loading)


Pengurangan tekanan ini lebih banyak dilakukan pada ulkus kaki. Upaya off loading
berdasarkan penelitian terbukti dapat mempercepat kesembuhan ulkus. Metode off
loading yang sering digunakan adalah: mengurangi kecepatan saat berjalan kaki,
istirahat (bed rest), kursi roda, alas kaki, total contact cast. Total contact cast merupakan
metode off loading yang paling efektif dibandingkan metode yang lain. Berdasarkan
penelitian Amstrong TCC dapat mengurangi tekanan pada luka secara signifikan dan
memberikian kesembuhan antara 73%-100%. TCC dirancang mengikuti bentuk kaki dan
tungkai, dan dirancang agar tekanan plantar kaki terdistribusi secara merata. Telapak
kaki bagian tengah diganjal dengan karet, sehingga memberikan permukaan rata dengan
telapak kaki sisi depan dan belakang (tumit). Kerugian pada pemakaian total contact
cast adalah perlunya keahlian pada pemasangannya, tidak bisa melihat luka setiap hari,
sulit menjalankan aktifitas sehari-hari dan mahal. Total contact cast merupakan
kontraindikasi pada penderita ulkus dengan infeksi atau osteomielitis.

4. Debridemen
Tindakan debridemen merupakan salah satu terapi penting pada kasus ulkus
diabetika. Debridemen dapat didefinisikan sebagai upaya pembersihkan benda asing dan
jaringan nekrotik pada luka. Luka tidak akan sembuh apabila masih didapatkan jaringan
nekrotik, debris, calus, fistula/rongga yang memungkinkan kuman berkembang. Setelah
dilakukan debridemen luka harus diirigasi dengan larutan garam fisiologis atau
pembersih lain dan dilakukan dressing (kompres). Ada beberapa pilihan dalam tindakan
debridemen, yaitu:
a. Debridemen mekanik, enzimatik, autolitik, biologik, debridement bedah.
b. Debridemen mekanik dilakukan menggunakan irigasi luka cairan fisiolofis, ultrasonic
laser, dan sebagainya, dalam rangka untuk membersihkan jaringan nekrotik.
Arief darmawan – dokter.one@gmail.com
c. Debridemen secara enzimatik dilakukan dengan pemberian enzim eksogen secara
topikal pada permukaan lesi. Enzim tersebut akan menghancurkan residu residu
protein. Contohnya, kolagenasi akan melisikan kolagen dan elastin. Beberapa jenis
debridement yang sering dipakai adalah papin, DNAse dan fibrinolisin.
Debridemen autolitik terjadi secara alami apabila seseorang terkena luka. Proses ini
melibatkan makrofag dan enzim proteolitik endogen yang secara alami akan melisiskan
jaringan nekrotik. Secara sintetis preparat hidrogel dan hydrocolloid dapat menciptakan
kondisi lingkungan yang optimal bagi fagosit tubuh dan bertindak sebagai agent yang
melisiskan jaringan nekrotik serta memacu proses granulasi. Belatung (Lucilla serricata)
yang disterilkan sering digunakan untuk debridemen biologi. Belatung menghasilkan
enzim yang dapat menghancurkan jaringan nekrotik.
Debridemen bedah merupakan jenis debridemen yang paling cepat dan efisien. Tujuan
debridemen bedah adalah untuk :
a. Mengevakuasi bakteri kontaminasi,
b. Mengangkat jaringan nekrotik sehingga dapat mempercepat penyembuhan,
c. Menghilangkan jaringan kalus,
d. Mengurangi risiko infeksi lokal.
Catatan: Ingat, antibiotika tidak dapat menggantikan debridement luka yang baik.
Pada pasien ini debridemen belum dapat dilakukan dikarenakan anemia (Hb = 7,1 gr/dl)
dan hipoalbuminemia (Albumin = 2,76 gr/dl). Jika dilakukan maka akan mempersulit
penyembuhan luka.

5. Dressing Pada Ulkus Diabetik


Tehnik dressing pada luka diabetes yang terkini menekankan metode moist wound
healing atau menjaga agar luka dalam keadaan lembab. Luka akan menjadi cepat
sembuh apabila eksudat dapat dikontrol, menjaga agar luka dalam keadaan lembab, luka
tidak lengket dengan bahan kompres, terhindar dari infeksi dan permeabel terhadap
gas. Tindakan dressing merupakan salah satu komponen penting dalam mempercepat
penyembuhan lesi. Prinsip dressing adalah bagaimana menciptakan suasana dalam
keadaan lembab sehingga dapat meminimalisasi trauma dan risiko operasi.
Sebagai contoh:
Ulkus yang terjadi dievaluasi dengan teliti, termasuk dalamnya luka harus ditelusuri
denga peralatan tumpul yang steril sehingga dapat diketahui persis kedalaman dari luka
tersebut, permukaan luka harus cukup lebar untuk memudahkan masuknya oksigen
kemudian luka dibersihkan dengan NaCl 0,9%. Bila luka agak dalam maka dilakukan
tampon untuk menyerap debris. Drainase pus harus menyeluruh dan ekstensif kemudian
dilakukan kompres luka dengan larutan NaCl 0,9% hangat untuk merangsang
pertumbuhan granulasi dari jaringan. Penggunaan metronidazole dalam kompres ulkus
diabetik belum memiliki eviden based medicine.
Saat ini dikembangkan penggunaan PRP dalam pengelolaan ulkus diabetik yang
berguna untuk mempercepat penyembuhan ulkus. Platelet-kaya plasma (PRP)
merupakan aplikasi praktis pertama dari teknik jaringan, temuan klinis telah
menghasilkan sebuah hasil dalam berbagai pengaturan. Melalui degranulasi) setidaknya
6 faktor pertumbuhan yang berbeda (sitokin) yang merangsang penyembuhan tulang
dan jaringan lunak.

6. Obat-Obatan
Pencegahan infeksi sistemik karena luka lama yang sukar sembuh dan penanganan
pengobatan DM merupakan faktor utama keberhasilan pengobatan secara keseluruhan.
Pemberian obat untuk sirkulasi darah perifer dengan pendekatan multidisiplin
(rheologi/prostaglandin – vasodilator perifer/naftidrofuril oksalat – neurotropik/vitamin

Arief darmawan – dokter.one@gmail.com


B19 – antikoagulan/warfarin – antioksidan – antibiotika) / “3 ANTI REVANE merupakan
pokok pengobatan (reologi – vasoaktif – neurotropik). Berikut pengendalian infeksi yang
dapat dilakukan:
Pemberian antibitoka didasarkan pada hasil kultur kuman. Namun sebelum hasil
kultur dan sensitifitas kuman tersedia antibiotika harus segera diberikan secara empiris
pada ulkus diabetik yang terinfeksi. Antibiotika yang disarankan pada ulkus diabetik
terinfeksi.
1) Pada ulkus diabetika ringan/sedang antibiotika yang diberikan di fokuskan pada
patogen gram positif.
2) Pada ulkus terinfeksi yang berat (limb or life threatening infection) kuman lebih
bersifat polimikrobial (mencakup bakteri gram positif berbentuk coccus, gram
negatif berbentuk batang, dan bakteri anaerob) antibiotika harus bersifat
broadspectrum, diberikan secara injeksi. Pada infeksi berat yang bersifat limb
threatening infection dapat diberikan beberapa alternatif antibiotika seperti:
- Ampicillin/sulbactam, ticarcillin/clavulanate, piperacillin/tazobactam, Cefotaxime
/ceftazidime + metronidazole/clindamycin.
- Fluoroquinolone + clindamycin.
Sementara pada infeksi berat yang bersifat life threatening infection dapat
diberikan beberapa alternatif antibiotika seperti berikut:
- Ampicillin/sulbactam +aztreonam,
- Piperacillin/tazobactam + vancomycin,
- Vancomycin + metronidazole+ceftazidime,
- Imipenem/cilastatin atau fluoroquinolone + vancomycin + metronidazole.
Pada infeksi berat pemberian antibitoika diberikan selama 2 minggu atau lebih.
3) Bila ulkus disertai osteomielitis penyembuhannya menjadi lebih lama dan sering
kambuh. Maka pengobatan osteomielitis di samping pemberian antibiotika juga
harus dilakukan reseksi bedah. Antibiotika diberikan secara empiris, melalui
parenteral selama 6 minggu dan kemudain dievaluasi kembali melalui foto radiologi.
Apabila jaringan nekrotik tulang telah direseksi sampai bersih pemberian antibiotika
dapat dipersingkat, biasanya memerlukan waktu 2 minggu.
Catatan: Infeksi jaringan lunak oleh Staphylococcus dan Streptococcus pada
sebagian besar pasien. Osteomyelitis (90% osteomyelitis diakibatkan oleh
Pseudomonas aeruginosa).
Contoh dosis dan informasi obat kombinasi Cefotaxime + metronidazole; Sefotaksim
merupakan sefalosporin generasi ketiga dengan aktivitas yang lebih luas dibandingkan
dengan generasi kedua (2nd Sefuroksim, 1th Sefradin). Efek samping utama dari
sefalosporin adalah hipersensitivitas dan sekitar 10% dari pasien sensitif terhadap
penisilin juga akan alergi terhadap sefalosporin.
Sefotaksim dose: injeksi intramuskular, intravena atau infus: 1gr/12jam, dapat
ditingkatkan sampai 12 gram perhari dalam 3-4 kali pemberian. (Dosis di atas 6 gr
perhari diperlukan untuk infeksi pseudomonas).
Pemberian antimikroba anaerob dapat diberikan seperti metronidazole.
Metronidazole merupakan antimikroba yang sangat baik terhadap bakteri anaerob dan
protozoa. Hati-hati pada penderita gangguan fungsi hati dan ginjal, wanita hamil dan
menyusui. Efek samping: mual, muntah, urin berwarna gelap, urtikaria dan anafilaksis.
Metronidazole dose untuk infeksi anaerob (biasanya selama 7 hari): Oral, dosis awal
800mg, kemudian 400mg/8jam atau 500mg/8jam. Rektal, 1gr/8jam selama 3 hari,
kemudian 1gr/12jam. Infus intravena, 500mg/8jam.

Arief darmawan – dokter.one@gmail.com


D. Pencegahan Tingkat Tiga
Seperti telah disampaikan sebelumnya bahwa penanganan ulkus diabetik memerlukan
pendekatan yang terpadu dari berbagai disiplin ilmu berupa kolaborasi antara dokter,
laboran, fisoterapis,ahli gizi, perawat dan penderita itu sendiri. Oleh karena itu dalam
pencegahan, diperlukan kesadaran penderita untuk melakukan beberapa hal dibawah ini:
1. Daily Self Inspection, pada pasien dengan gangguan penglihatan, memerlukan orang
terdekat untuk melakukannya.
2. Membasuh dan membersihkan tangan dan kaki dengan baik, keringkan tangan dan kaki
dengan handuk lembut hingga ke sela-sela jari. Kondisi yang terlalu lembab akan
menjadi sarang jamur.
3. Perawatan kuku; pemotongan kuku yang terlalu pendek akan melukai jaringan
disekitarnya, pertumbuhan kuku kedalam jaringan mengakibatkan luka infeksi pada
jaringan disekitar kuku. Hal ini diakibatkan perawatan kuku yang tidak tepat salah
satunya kebiasaan mencungkil kuku yang kotor. Kuku juga merupakan sumber kuman
jadi bila ada luka akan mudah terinfeksi yang ditandai dengan sakit jaringan sekitar kuku,
merah, bengkak, dan keluar cairan nanah. Kegiatan memotong kuku yang tidak diakhiri
dengan kegiatan mengikir kuku, maka akan melukai jaringan sekitar.
4. Gunakan sarung tangan yang tidak ketat pada kegiatan yang beresiko. Gunakan alas kaki
yang baik (aspek pemilihan alas kaki).
5. Lakukan latihan jasmani atau senam kaki untuk memperbaiki sirkulasi darah,
memperkuat otot, sehingga mencegah terjadinya deformitas pada ekstremitas.
6. Kontrol rutin ke dokter, untuk menjaga kadar gula darah. Dan hendaknya dokter
memeriksa dan menanyakan kondisi ekstremitas dan hal lain yang berkaitan dengan luka
pada penderita diabetes. Observasi untuk kemampuan dalam sensasi panas dan
getaran, periksa adakah kalus, deformitas dan infeksi.

IV. KESIMPULAN
Penatalaksanaan ulkus diabetika grade III terutama difokuskan untuk mencegah dan
menghindari amputasi ekstremitas bawah. Sebelum dilakukan terapi, seorang dokter yang akan
menangani pasien dengan ulkus diabetik sebaiknya dapat melakukan penilaian ulkus diabetik
secara menyeluruh, melakukan identifikasi derajat ulkus, penyebab terjadinya ulkus dan faktor
penyulit penyembuhan luka serta menilai ada tidaknya infeksi. Apakah ada keterlibatan
penyakit arteri perifer sangatlah penting karena revaskularisasi perlu dilakukan bila terdapat
gangguan arteri perifer. Berikut kesimpulan faktor yang harus dikendalikan:
1. Mechanical Control-Pressure Control
2. Metabolic Control
3. Vaskular Control
4. Educational Control
5. Wound Control
6. Mikrobiological Control-Infection Control

Arief darmawan – dokter.one@gmail.com


V. REFERENSI
Astriani, Dini. (2010). Terapi Platelet rich plasma (PRP) pada penderita ulkus diabetikum.
Diakses 14 Desember 2010 dari http://www.fkumyecase.net/wiki/index.php?
page=Terapi+Platelet+rich+plasma+%28PRP%29+pada+penderita+ulkus+diabetikum

DITJEN PP & PL. (2008). Petunjuk Teknis Pengukuran Faktor Resiko Diabetes Mellitus. Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Fitra, Nanang. (2008). Pola Kuman Aerob dan Sensitifitas Pada Gangren Diabetik. Tesis Fakultas
Kedokeran Sumatera Utara.

Informatorium Obat Nasional Indonesia. (2008). Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia. KOPERKOM: Sagung Seto.

Jude, Edward. (2010). Debridement of diabetic foot ulcers. Diakses 2 Desember 2010 dari
http://www.library.nhs.uk/diabetes/ViewResource.aspx?resID=238076.

Karmila, Nina. (2009). Pengaruh Pemberian Warfarin Selama 7 Hari Terhadap Status
Hiperkoagulasi Penderita Ulkus Kaki Diabetik. Tesis Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Universitas Sumatera Utara RSUP H. Adam malik, Medan

Novita, Liza. (2009). Ulkus Kruris. Fakultas Kedokteran Universitas Riau. Diakses 2 Desember
2010 dari www.doctors-filez.tk

Scheffler NM, 2004 Nov-Dec, Innovative treatment of a diabetic ulcer: a case study. ): 111-2
(journal article - case )

Suhartono. (2009). Hiperkoagulasi Pada Penderita Ulkus Kaki Diabetik. Tesis Departemen Ilmu
Penyakit Dalam Universitas Sumatera Utara RSUP H. Adam malik, Medan

Trihastuti, Rini. (2008). Faktor-faktor Resiko Ulkus Diabetika Pada Penderita Diabetes Mellitus.
RSUD dr. Moewardi Surakarta. Tesis Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro
Semarang

Waspadji, Sarwono. (2006). Kaki Diabetes. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV.
Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Hal: 1933-1936.

Yogyakarta, 10 Desember 2010


Dokter Pembimbing;

dr. Mulyo Hartana., Sp.PD

Arief darmawan – dokter.one@gmail.com

Anda mungkin juga menyukai