Penulis :
Mety Munahari
1102012163
Pembimbing :
dr. K.A. Halim Lutfi, Sp.OG, MH.Kes
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.Wb.
Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa,
karena atas rahmat dan hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan presentasi kasus dengan judul
Penatalaksanaan Oligohidramnion Berat dan Fetal Distress pada Kehamilan sebagai tugas
kepanitraan Kebidanan RSUD Arjawinangun. Tidak lupa shalawat serta salam kami
panjatkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW.
Pada kesempatan ini, izinkan kami selaku penulis untuk mengucapkan terimakasih
kepada semua pihak yang telah membantu kami untuk menyelesaikan presentasi kasus ini,
terima-kasih kepada dr. K.A. Halim Lutfi, Sp.OG, MH.Kes selaku kepala kepamitraan
Kebidanan yang telah meluangkan waktu dalam membimbing dan memberi masukanmasukan kepada penulis mengenai presentasi kasus ini dan kepada dr. Isnaena Perwira,
Sp.OG dan dr. Husny B. Sismawan, Sp.OG dan dr. Trubus Priyoko, Sp.OG yang turut
membantu dan membimbing penulis, dan juga kepada seluruh dokter, staf bagian kebidanan,
orang tua kami yang telah mendukung secara moril maupun materil demi terwujudnya citacita kami, dan teman-teman sejawat lainnya yang turut membantu penyusun selama
kepanitraan di bagian Ilmu Kebidanan. Semoga Allah SWT memberikan balasan yang
sebesar-besarnya atas bantuan yang diberikan selama ini.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan presentasi kasus ini masih banyak terdapat
kekurangan. Oleh sebab itu kami mengharapkan saran serta kritik yang dapat membangun
dalam laporan presentasi kasus ini untuk perbaikan di kemudian hari. Semoga presentasi
kasus ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua baik sekarang maupun dihari yang
akan datang. Amin.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Penulis
2
BAB I
LAPORAN KASUS
I.
Identitas Pasien
Nama
: Ny. S
Usia
: 32 tahun
Agama
: Islam
Pendidikan
: SD
Pekerjaan
Jenis kelamin
: Perempuan
Alamat
: Banyulangu Lor
Tanggal masuk RS
: 24 Oktober 2016
II.
Anamnesis
Keluhan utama:
Pasien datang dirujuk dari Puskesmas dengan keluhan mulas dan keluar air-air
Riwayat penyakit sekarang:
Pasien G2P1A0 merasa hamil 9 bulan, mengeluh keluar air-air dan mulas sejak pukul 10.00
WIB, lendir campur darah tidak ada. Gerak janin masih dirasakan oleh Ibu. Pasien belum
pernah di operasi, tidak ada riwayat keluarga menderita sakit diabetes mellitus dan
penyakit jantung.
Riwayat menstruasi:
Menarkhe
: 12 tahun
Siklus
: Teratur, 28 hari
Lama haid
: 5 hari
HPHT
: 7 Februari 2016
HTP
: 14 November 2016
Riwayat obstetri:
Status Pasien
Keadaan Umum
: Tampak Sedang
Kesadaran
: Composmentis
Tekanan Darah
: 120/80 mmHg
Nadi
: 80 x/menit
Pernafasan
: 20 x/menit
Suhu
: 37,0 oC
Tinggi Badan
: 153 cm
Berat Badan
: 56 kg
Mata
Thorax
Abdomen
: Status Obstetrikus
Genitalia
: Status Obstetrikus
Ekstremitas
Jantung
Paru
Status Obstretikus
Pemeriksaan luar
Fundus uteri
: 33 cm
Taksiran Berat Janin (TBJ)
(TFU - 12 x 155)
(33- 12 x 155) = 3255 gr
His
Letak Anak
Pemeriksaan dalam
Vulva vagina
Porsio
: tebal lunak
VT
: kuncup
Ketuban
: (-)
Pemeriksaan Penunjang
Darah Lengkap
Hemoglobin
Hematokrit
Leukosit
Trombosit
Eritrosit
Index Eritrosit
MCV
MCH
: 10,2
: 28,9
: 11,68 /ul
: 200.000
: 3,51
gr/dl
%
: 82,6
: 29,0
fl
pg
/ul
mm3
MCHC
RDW
MPV
PDW
: 35,1
: 14,5
: 10,1
: 54,9
g/dl
fl
fl
fl
: 0.9
: 0,3
: 80,9
: 13,1
: 3,8
: 1,1
%
%
%
%
%
%
Golongan darah
HBsAg
Anti HIV
:B
: 0,01
: Non reaktiaf
SGOT
: 20
SGPT
:9
Protein Urine
: Negatif
USG
Presentasi Bokong
Djj ireguler
Usia Kehamilan 39 - 40 minggu
Plasenta di fundus grade III - IV
Ketuban oligo berat
Diagnosis Klinis
G2P1A0 gravida aterm dengan oligohidramnion berat + fetal distress
Penatalaksanaan
Infus RL 20 tpm
Cefotaxime 2x1 gr
Reancana
6
R : 46 x/menit
S : 36,4 C
: UUB datar
Konjungtiva tidak anemis
Sklera tidak ikterik
Pernafasan Cuping Hidung (-)
Perioral sianosis (-)
Langit-langit intak
Leher
Thorax
Ekstremitas
: Akral hangat
7
: Bayi cukup bulan, sesuai masa kehamilan, spontan dengan ketuban pedah dini
Th/
- Vit. K 1 mg i.m.
- Sementara rawat kamar bayi sampai ibu siap
Follow up ruangan
Waktu
24/10/16
Follow Up
S : Lemas (+), pusing (-)
O : TD: 120/80 mmHg P: 80x/menit RR: 20x/menit S:36,80C
A : P2A0 post sc hari 0 atas indikasi oligohidramnion
berat + fetal distress
P : Observasi TPRS
RL 20 tpm
Cefotaxime 2 x 1 gr
Tranexid 3x 1 amp
Ranitidin 2 x 1 amp
Ketorolac 3 x 1 amp
25/10/2016
S : Nyeri luka operasi (+), Flatus (+), BAB (+), BAK (+)
O : TD :120/80 mmHg P: 80x/menit RR: 20x/menit S: 36,60C
A : P2A0 post sc hari 1 atas indikasi oligohidramnion berat +
fetal distress
P : RL 20 tpm
Cefotaxime 2 x 1 gr
Tranexid 3x 1 amp
Ranitidin 2 x 1 amp
26/10/2016
Ketorolac 3 x 1 amp
S : Keluhan (-)
O : TD 110/70 mmHg P: 88x/menit RR: 20x/menit S: 36,90C
A : P2A0 post sc hari 2 atas indikasi oligohidramnion berat +
fetal distress
P : RL 20 tpm
Cefotaxime 2 x 1 gr
Tranexid 3x 1 amp
27/10/2016
Ranitidin 2 x 1 amp
Ketorolac 3 x 1 amp
S : Keluhan (-)
O : TD 120/80 mmHg P: 88x/menit RR: 20x/menit S: 36,90C
A : P2A0 post sc hari 3 atas indikasi oligohidramnion berat +
fetal distress
P : Pasien acc pulang
Cefadroxil 2x500mg
Asam mefenamat 3x500mg
B. Complex 2x1 tab
BAB II
PERMASALAHAN DAN PEMBAHASAN
PERMASALAHAN
1. Apakah penyebab terjadinya oligohidramnion pada pasien ini?
2. Apa komplikasi yang perlu diperhatikan dari oligohidramnion?
3. Apakah penatalaksanaan gawat janin (fetal distress) pada kasus ini sudah tepat?
PEMBAHASAN
1. Penyebab pasti terjadinya oligohidramnion masih belum diketahui. Namun,
oligohidramnion bisa terjadi karena peningkatan absorpsi/kehilangan cairan (seperti
pada: ketuban pecah dini) dan penurunan produksi dari cairan amnion (seperti pada :
kelainan ginjal kongenital, ACE inhibitor, obstruksi uretra, insufisiensi uteroplasenta,
infeksi kongenital, NSAIDs).
10
Pada pasien ini penyebab oligohidramnion adalah ketuban pecah dini yang ditandai
dengan keluar air dari kemaluan sejak +6 jam sebelum masuk rumah sakit.
2. Oligohidramnion yang terjadi oleh sebab apapun akan berpengaruh buruk pada janin.
Komplikasi yang sering terjadi adalah PJT, hipoplasia paru, deformitas pada wajah
dan skelet, kompresi tali pusat, dan aspirasi mekonium pada masa intra partum, dan
kematian janin.
Pada kasus ini, lahir bayi laki-laki BB=3700 gram, PB=46cm, Apgar Score 8/9, anus
(+), deformitas(-).
3. Tatalaksana pada pasien ini sudah tepat.
1. Prinsip-prinsip umum
a. Bebaskan setiap kompresi tali pusat.
b. Perbaiki aliran darah uteroplasental.
c. Menilai apakah persalinan dapat berlangsung normal atau terminasi kehamilan
merupakan indikasi. Rencana kelahiran didasarkan pada faktor-faktor etiologi,
kondisi janin, riwayat obstetri pasien, dan jalannya persalinan.
2. Langkah-langkah khusus :
a. Posisi ibu diubah dari posisi terlentang menjadi miring, sebagai usaha untuk
memperbaiki aliran darah balik, curah jantung, dan aliran darah uteroplasental.
Perubahan dalam posisi juga dapat membebaskan kompresi tali pusat.
b. Oksigen diberikan 6 liter/menit, sebagai usaha meningkatkan penggantian
oksigen fetomaternal.
c. Oksitosin dihentikan karena kontraksi uterus akan mengganggu sirkulasi darah
keruang intervilli.
d. Hipotensi dikoreksi dengan infus IV D5% dalam RL. Transfusi darah dapat
diindikasikan pada syok hemorragik.
e. Pemeriksaan pervaginan menyingkirkan prolaps tali pusat dan menentukan
perjalanan persalinan. Elevasi kepala janin secara lembut dapat merupakan
suatu prosedur yang bermanfaat.
f. Pengisapan mekoneum dari jalan nafas bayi baru lahir mengurangi resiko
aspirasi mekoneum. Segera setelah kepala bayi lahir, hidung dan mulut
dibersikan dari mekoneum dengan kateter penghisap. Segera setelah kelahiran,
pita suara harus dilihat dengan laringoskopi langsung sebagai usaha untuk
menyingkirkan mekoneum dengan pipa endotrakeal.
Pada pasien ini sudah dilakukan beberapa tatalaksana / penanganan yang sesuai
diantaranya:
o Instruksi untuk mengubah posisi ibu dari terlentang menjadi miring, sebagai
usaha untuk memperbaiki aliran darah balik, curah jantung, aliran darah
uteroplasental. Posisi miring juga dapat membebaskan janin dari kompresi tali
pusat.
11
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
Oligohidramnion
3.1 Definisi Oligohidramnion
Oligohidramnion adalah suatu keadaan dimana air ketuban kurang dari normal, yaitu
kurang dari 500 cc. Marks dan Divon (1992) mendefinisikan oligohidramnion bila pada
pemeriksaan ultrasonografi ditemukan AFI (Amnion Fluid Index) 5 cm atau kurang.
Sedangkan menurut Norwitz (2001) mendefinisikan oligohidramnion bila pada pemeriksaan
ultrasonografi diketahui total volume cairan amnion <300 mL, hilangnya kantong vertikel
tunggal yang berukuran 2 cm, atau AFI <5cm pada kehamilan aterm atau <5th persentil
sesuai usia kehamilan.
3.2 Etiologi Oligohidramnion
Penyebab pasti terjadinya oligohidramnion masih belum diketahui. Namun
oligohidramnion bisa terjadi karena peningkatan absorpsi/kehilangan cairan (seperti pada
ketuban pecah dini) dan penurunan produksi dari cairan amnion (seperti pada kelainan ginjal
12
13
Uterus tampak lebih kecil dari usia kehamilan dan tidak ada ballotemen.
Bunyi jantung anak sudah terdengar mulai bulan kelima dan terdengar lebih jelas.
Bila ketuban pecah, air ketuban sedikit sekali bahkan tidak ada yang keluar
Severe Oligohydramnion
Moderate Oligohydramnion
5.1-8.0
Normal
8.1-24.0
Polyhydramnion
>24
Penilaian jumlah cairan amnion melalui pemeriksaan ultrasonografi dapat dilakukan dengan
cara subjektif ataupun semikuantitatif.
a. Penilaian Subjektif
Dalam keadaan normal, janin tampak bergerak bebas dan dikelilingi oleh cairan amnion.
Struktur organ janin, plasenta, dan tali pusat dapat terlihat jelas. Kantung-kantung amnion
terlihat di beberapa tempat, terutama pada daerah diantara kedua tungkai bawah dan diantara
dinding depan dan belakang uterus. Pada kehamilan trimester III biasanya terlihat sebagian
dari tubuh janin bersentuhan dengan dinding depan uterus.
Pada keadaan oligohidramnion, cairan amnion disebut berkurang bila kantung amnion hanya
terlihat di daerah tungkai bawah dan disebut habis bila tidak terlihat lagi kantung amnion.
Pada keadaan ini aktivitas gerakan janin menjadi berkurang. Struktur janin sulit dipelajari dan
ekstremitas tampak berdesakan.
b. Penilaian Semikuantitatif
Penilaian semikuantitatif dapat dilakukan melalui beberapa cara, diantaranya: (1)
Pengukuran diameter vertikal yang terbesar pada salah satu kantong amnion. Morbiditas dan
mortalitas perinatal akan meningkat bila diameter vertikal terbesar kantong amnion <2cm
pada oligohidramnion. (2) pengukuran indeks cairan amnion (ICA). Pengukuran ICA uterus
dibagi kedalam 4 kuadran, pada setiap kuadran uterus dicari kantong amnion terbesar, bebas
dari bagian tali pusat dan ekstremitas janin.Indeks cairan amnion merupakan hasil
penjumlahan dari diameter vertikal terbesar kantong amnion pada setiap kuadran. Nilai ICA
yang normal adalah antara 5-20 cm. Penulis lain menggunakan batasan 5-18 cm atau 5-25
cm. Disebut oligohidramnion bila ICA < 5cm.
Pemeriksaan laboratorium pada persalinan prematur dapat membantu untuk menilai
maturitas dari paru-paru fetus sehingga bisa mendeteksi kemungkinan terjadinya respiratory
distress syndrome. Pemeriksaan dilakukan dengan menilai rasio lecithin-sphingomyelin (L:S)
15
dan konsentrasi phosphatidylglycerol (PG). Selain itu, pada oligohidramnion dapat dilakukan
tes SLE (yang menyebabkan infark pada plasenta dan insufisiensi plasenta). Evaluasi untuk
hemolisis, peningkatan enzim hati, dan rendahnya jumlah platelet (HELLP syndrome);
peningkatan tekanan darah tinggi, proteinuria, peningkatan asam urat, dan peningkatan fungsi
hatim dan rendahnya jumlah platelet juga dapat dilakukan.
3.5 Penatalaksanaan Oligohidramnion
Pertimbangkan untuk hospitalisasi pada kasus yang didiagnosa setelah usia kehamilan
26-33 minggu. Jika fetus tidak memiliki anomali, persalinan sebaiknya dilakukan. Ibu
disarankan untuk tirah baring dan hidrasi guna meningkatkan produksi cairan ketuban dengan
meningkatkan ruang intravaskular ibu. Studi menunjukkan bahwa dengan minum 2 liter air ,
dapat meningkatkan AFI sebesar 30 % . Jika anomali janin tidak dianggap mematikan atau
penyebab oligohidramnion tidak diketahui, amnioinfusion profilaktik dengan normal
salin, ringer laktat, atau glukosa 5% dapat dilakukan untuk mencegah deformitas kompresi
dan penyakit paru hipoplastik, dan juga untuk memperpanjang usia kehamilan.
Amnioinfusion adalah pemberian infuse normal salin 0,9% ke dalam uterus selama
persalinan untuk menghindari kompresi pada tali pusat atau untuk melarutkan mekonium
yang bercampur dengan cairan amnion. Studi menunjukkan bahwa normal salin tidak akan
mempengaruhi keseimbangan elektrolit fetus. Pada kehamilan preterm direkomendasikan
menggunakan cairan hangat, sedangkan untuk kehamilan aterm dianjurkan cairan pada suhu
ruangan.
Aminoinfusion dilakukan
dengan
menggunakan
intrauterine
pressure
catheter (IUPC). Prosedur melakukannya yakni (1) menghubungkan kantong cairan infuse
ke IV tubing; (2) Flush tubing, untuk menghindari masuknya udara ke dalam uterus; (3)
Menjelaskan kepada pasien bahwa prosedur infuse tidak akan menyakitkan. Insersi IUPC
mungkin akan tidak nyaman; (4) Menyiapkan sarung tangan steril, lubrikan, IUPC, dan
kabel; (5) atur IUPC pada tekanan nol atmosfer; (6) Setelah IUPC dimasukkan, nilai tonus
uterus saat pasien istirahat pada sisi kiri, kanan, dan punggung, lalu rekam.(7) Pasang
IV tubing pada AMNIO port di IUPC. (8) Bolus dengan 250-600 ml, 250 ml akan
menghasilkan
6cm
kantung
cairan
amnion;
(9)
Gunakan
infuse
pump
setelah
bolus, maintenance cairan 150-180ml per jam, yang paling sering digunakan adalah 180 ml
per jam. Interpretasinya dikatakan hasilnya positif jika didapati penurunan keparahan
deselerasi, mekonium berkurang viskositasnya dan warnanya lebih cerah. Sedangkan
dikatakan negatif jika terjadi peningkatan tonus uterus saat istirahat dan tidak ada
16
peningkatan pada pola DJJ. Kontraindikasi dari amnioinfusion seperti plasenta previa,
korioamnionitis, fetal anomali, malpresentasi janin, impending delivery, kehamilan multipel,
kelainan uterus, serviks yang tidak berdilatasi, perdarahan pada trimester III yang tidak
terdiagnosa. Adapun komplikasi dari tindakan ini yaitu hidramnion, prolaps tali pusat,
tekanan intra uterus yang tinggi, abruptio plasenta, infeksi uterus, maternal chilling (karena
cairan terlalu dingin), fetal bradikardi (karena cairan terlalu dingin), fetal takikardi (karena
cairan terlalu panas). Pada kehamilan post matur, tinjau ulang mengenai hari pertama haid
terakhir. Jika kehamilan memang benar post term, cara persalinan fetus adalah dengan
induksi atau seksio sesarea. Jika mekonium dijumpai selama persalinan, terapi aminoinfusion
untuk mengurangi resiko gawat janin dan apirasi prenatal.
Ketika ibu hamil memiliki kecenderungan yang tinggi menderita penyakit maternal,
persalinan preterm, atau masalah janin yang membutuhkan fasilitas kesehatan tertier maka
segera rujuk ke pusat tertier.
3.6 Komplikasi Oligohidramnion
Oligohidramnion yang terjadi oleh sebab apapun akan berpengaruh buruk pada janin.
Komplikasi yang sering terjadi adalah PJT, hipoplasia paru, deformitas pada wajah dan
skelet, kompresi tali pusat, dan asipirasi mekonium pada masa intra partum, dan kematian
janin. Deformitas yang dapat terjadi pada janin misalnya pada amniotic band syndrome ,
yaitu terjadinya adhesi antara amnion dengan fetus yang menyebabkan deformitas yang
serius termasuk amputasi pada ektremitas bawah atau deformitas muskuloskeletal akibat
kompresi pada uterus (seperti clubfoot). Resiko infeksi pada fetus meningkat seiring dengan
pecahnya ketuban yang lama.
3.7 Prognosis Oligohidramnion
Semakin awal oligohidramnion terjadi pada kehamilan, semakin buruk prognosisnya
Jika terjadi pada trimester II, 80-90% mortalitas
Fetal distress
Definisi
17
Fetal distress adalah adanya suatu kelainan pada fetus akibat gangguan oksigenasi dan
atau nutrisi yang bisa bersifat akut (prolaps tali pusat), sub akut (kontraksi uterus yang terlalu
kuat), atau kronik (plasenta insufisiensi).
Etiologi
Etiologi Penyebab dari fetal distress diantaranya :
a. Ibu
: kontraksi uterus yang telalu kuat atau terlalu lama, degenerasi vaskuler.
c. Plasenta
d. Tali pusat
e. Fetus
Klasifikasi
Jenis gawat janin yaitu :
A. Gawat janin yang terjadi secara ilmiah
1.
2.
18
3.
Infus oksitosin
Bila kontraksi uterus menjadi hipertonik atau sangat kerap, maka relaksasi uterus
terganggu, yang berarti penyaluran arus darah uterus mengalami kelainan. Hal ini
disebut sebagai Hiperstimulasi. Pengawasan kontraksi harus ditujukan agar kontraksi
dapat timbul seperti kontrkasi fisiologik.
4.
Anestesi Epidural
Blokade sistem simpatik dapat mengakibatkan penurunan arus darah vena, curah
jantung dan penyuluhan darah uterus. Obat anastesia epidural dapat menimbulkan
kelainan pada denyut jantung janin yaitu berupa penurunan variabilitas, bahkan dapat
terjadi deselerasi lambat. Diperkirakan ibat-obat tersebut mempunyai pengaruh
terhadap otot jantung janin dan vasokontriksi arteri uterina.
B.
C.
D.
E.
Patofisiologi
Ada beberapa proses atau tahapan terjadinya peristiwa Fetal Distress, antara lain :
a.
b.
19
Terjadi perubahan kualitas dan kuantitas cairan amnion. Jumlah cairan amnion
mencapai puncak pada usia kehamilan 38 minggu sekitar 1000 ml dan menurun sekitar
800 ml pada 40 minggu. Penurunan jumlah cairan amnion berlangsung terus menjadi
sekitar 480 ml , 250 ml, 160 ml pada usia kehamilan 42 dan 43 minggu.
Penurunan tersebut berhubungan dengan produksi urin janin yang berkurang.
Dilaporkan bahwa aliran darah janin menurun pada kehamilan postterm dan
menyebabkan oligohidramnion.
Selain perubahan volume terjadi pula perubahan komposisi cairan amnion menjadi
kental dan keruh. Hal ini terjadi karena lepasnya vernik kaseosa dan komposisi
phosphilipid. Dengan lepasnya sejumlah lamellar bodies dari paru-paru janin dan
perbandingan Lechitin terhadap Spingomielin menjadi 4 : 1 atau lebih besar. Dengan
adanya pengeluaran mekonium maka cairan amnion menjadi hijau atau kuning.
Evaluasi volume cairan amnion sangat penting. Dilaporkan kematian perinatal
meningkat dengan adanya oligohidramnion yang menyebabkan kompresi tali pusat.
Keadaan ini menyebabkan fetal distress intra partum pada persalinan postterm.
Untuk memperkirakan jumlah cairan amnion dapat di ukur dengan pemeriksaan
ultrasonografi. Metode empat kuadran sangat popular. Dengan mengukur diameter
vertikal dari kantung paling besar pada setiap kuadran. Hasil penjumlahan 4 kuadran
disebut Amniotic Fluid Index (AFI). Bila AFI kurang dari 5 cm indikasi
oligrohidramnion. AFI 5 10 cm indikasi penurunan volume cairan amnion. AFI 10
15 cm adalah normal. AFI 15 20 cm terjadi peningkatan volume cairan amnion. AFI
lebih dari 25 cm indikasi polihidramnion.
c.
b. Jaringan plasenta
kotiledon ( ada darah dengan densitas gema tinggi dari proses kalsifikasi, mungkin
memberikan bayangan akustik ) .
c. Lapisan basal
Tatalaksana
21
A. Penanganan umum:
1. Pasien dibaringkan miring ke kiri, agar sirkulasi janin dan pembawaan oksigen dari
ibu ke janin lebih lancar.
2. Berikan oksigen sebagai antisipasi terjadinya hipoksia janin.
3. Hentikan infuse oksitosin jika sedang diberikan infuse oksitosin, karena dapat
mengakibatkan peningkatan kontraksi uterus yang berlanjut dan meningkat dengan
resiko hipoksis janin.
4. Jika sebab dari ibu diketahui (seperti demam, obat-obatan) mulailah penanganan yang
sesuai.
5. Jika sebab dari ibu tidak diketahui dan denyut jantung janin tetap abnormal sepanjang
paling sedikit 3 kontraksi, lakukan pemeriksaan dalam untuk mencari penyebab gawat
janin:
merupakan indikasi.
Rencana kelahiran (pervaginam atau perabdominam) didasarkan pada fakjtor-faktor etiologi,
kondisi janin, riwayat obstetric pasien dan jalannya persalinan.
B.
Penatalaksanaan Khusus
1. Posisikan ibu dalam keadaan miring sebagai usaha untuk membebaskan kompresi
aortokaval dan memperbaiki aliran darah balik, curah jantung dan aliran darah
uteroplasenter. Perubahan dalam posisi juga dapat membebaskan kompresi tali pusat.
2. Oksigen diberikan melalui masker muka 6 liter permenit sebagai usaha untuk
meningkatkan pergantian oksigen fetomaternal.
3. Oksigen dihentikan, karena kontraksi uterus akan mengganggu curahan darah ke
ruang intervilli.
4. Hipotensi dikoreksi dengan infus intravena dekstrose 5 % berbanding larutan laktat.
Transfusi darah dapat di indikasikan pada syok hemoragik.
5. Pemeriksaan pervaginam menyingkirkan prolaps tali pusat dan menentukan perjalanan
persalinan.
6. Pengisapan mekonium dari jalan napas bayi baru lahir mengurangi risiko aspirasi
mekoneum. Segera setelah kepala bayi lahir, hidung dan mulut dibersihkan dari
mekoneum dengan kateter pengisap. Segera setelah kelahiran, pita suara harus dilihat
22
Prinsip Umum :
1. Bebaskan setiap kompresi tali pusat
2. Perbaiki aliran darah uteroplasenter
3. Menilai apakah persalinan dapat berlangsung normal atau kelahiran segera
merupakan indikasi. Rencana kelahiran (pervaginam atau perabdominam)
didasarkan pada faktor-faktor etiologi, kondisi janin, riwayat obstetric pasien dan
jalannya persalinan.
b.
Penatalaksanaan Khusus:
1. Posisikan ibu dalam keadaan miring sebagai usaha untuk membebaskan kompresi
aortokaval dan memperbaiki aliran darah balik, curah jantung dan aliran darah
uteroplasenter. Perubahan dalam posisi juga dapat membebaskan kompresi tali
pusat.
2. Oksigen diberikan melalui masker muka 6 liter permenit sebagai usaha untuk
meningkatkan pergantian oksigen fetomaternal.
3. Oksigen dihentikan, karena kontraksi uterus akan mengganggu curahan darah ke
ruang intervilli.
4. Hipotensi dikoreksi dengan infus intravena dekstrose 5 % dalam larutan laktat.
Transfusi darah dapat di indikasikan pada syok hemoragik.
5. Pemeriksaan pervaginam menyingkirkan prolaps tali pusat dan menentukan
perjalanan persalinan.
6. Pengisapan mekonium dari jalan napas bayi baru lahir mengurangi risiko aspirasi
mekoneum. Segera setelah kepala bayi lahir, hidung dan mulut dibersihkan dari
mekoneum dengan kateter pengisap. Segera setelah kelahiran, pita suara harus
dilihat dengan laringoskopi langsung sebagai usaha untuk menyingkirkan
mekoneum dengan pipa endotrakeal.
23
Komplikasi
Pada Kehamilan
Gawat janin dapat menyebabkan berakhirnya kehamilan karena pada gawat janin, maka harus
segera dikeluarkan.
1. Pada persalinan
Gawat janin pada persalinan dapat menyebabkan :
a. Persalinan menjadi cepat karena pada gawat janin harus segera dikeluarkan
b. Persalinan dengan tindakan, seperti ekstraksi cunam, ekstraksi forseps, vakum
ekstraksi, ataupun bahkan dapat diakhiri dengan tindakan sectio saesarea (SC)
BAB V
KESIMPULAN
24
KESIMPULAN
Pada pasien ini penyebab oligohidramnion adalah ketuban pecah dini yang
ditandai dengan keluar air dari kemaluan sejak +6 jam sebelum masuk rumah
sakit.
Komplikasi yang sering terjadi pada oligohidramnion adalah PJT, hipoplasia
paru, deformitas pada wajah dan skelet, kompresi tali pusat, dan asipirasi
mekonium pada masa intra partum, dan kematian janin. Terminasi kehamilan
dilakukan sesuai keadaan janin dan usia kehamilan.
DAFTAR PUSTAKA
25
Charter,
Barter.
Polyhydramnios
and
Oligohydramnions.
Available
at
26