Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN KASUS

PENATALAKSAAN OLIGOHIDRAMNION BERAT DAN FETAL DISTRESS PADA


KEHAMILAN

Penulis :
Mety Munahari
1102012163

Pembimbing :
dr. K.A. Halim Lutfi, Sp.OG, MH.Kes

KEPANITERAAN KLINIK ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


RSUD ARJAWINANGUN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
2016
1

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb.
Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa,
karena atas rahmat dan hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan presentasi kasus dengan judul
Penatalaksanaan Oligohidramnion Berat dan Fetal Distress pada Kehamilan sebagai tugas
kepanitraan Kebidanan RSUD Arjawinangun. Tidak lupa shalawat serta salam kami
panjatkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW.
Pada kesempatan ini, izinkan kami selaku penulis untuk mengucapkan terimakasih
kepada semua pihak yang telah membantu kami untuk menyelesaikan presentasi kasus ini,
terima-kasih kepada dr. K.A. Halim Lutfi, Sp.OG, MH.Kes selaku kepala kepamitraan
Kebidanan yang telah meluangkan waktu dalam membimbing dan memberi masukanmasukan kepada penulis mengenai presentasi kasus ini dan kepada dr. Isnaena Perwira,
Sp.OG dan dr. Husny B. Sismawan, Sp.OG dan dr. Trubus Priyoko, Sp.OG yang turut
membantu dan membimbing penulis, dan juga kepada seluruh dokter, staf bagian kebidanan,
orang tua kami yang telah mendukung secara moril maupun materil demi terwujudnya citacita kami, dan teman-teman sejawat lainnya yang turut membantu penyusun selama
kepanitraan di bagian Ilmu Kebidanan. Semoga Allah SWT memberikan balasan yang
sebesar-besarnya atas bantuan yang diberikan selama ini.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan presentasi kasus ini masih banyak terdapat
kekurangan. Oleh sebab itu kami mengharapkan saran serta kritik yang dapat membangun
dalam laporan presentasi kasus ini untuk perbaikan di kemudian hari. Semoga presentasi
kasus ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua baik sekarang maupun dihari yang
akan datang. Amin.
Wassalamualaikum Wr. Wb.

Arjawinangun, Oktober 2016

Penulis
2

BAB I
LAPORAN KASUS

I.

Identitas Pasien

Nama

: Ny. S

Usia

: 32 tahun

Agama

: Islam

Pendidikan

: SD

Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga

Jenis kelamin

: Perempuan

Alamat

: Banyulangu Lor

Tanggal masuk RS

: 24 Oktober 2016

II.

Anamnesis

Keluhan utama:
Pasien datang dirujuk dari Puskesmas dengan keluhan mulas dan keluar air-air
Riwayat penyakit sekarang:
Pasien G2P1A0 merasa hamil 9 bulan, mengeluh keluar air-air dan mulas sejak pukul 10.00
WIB, lendir campur darah tidak ada. Gerak janin masih dirasakan oleh Ibu. Pasien belum
pernah di operasi, tidak ada riwayat keluarga menderita sakit diabetes mellitus dan
penyakit jantung.
Riwayat menstruasi:
Menarkhe

: 12 tahun

Siklus

: Teratur, 28 hari

Lama haid

: 5 hari

Keluhan saat haid

: Disangkal, 2 kali ganti pembalut

HPHT

: 7 Februari 2016

HTP

: 14 November 2016

Riwayat obstetri:

1. Anak I: tahun (2008), tempat persalinan (rumah bersalin), umur kehamilan (9


bulan), Spontan, penolong (bidan), perempuan, 2700 g, Hidup.
2. Hamil sekarang
Riwayat KB:
Tidak ada
Riwayat Pernikahan:
1 kali, usia pernikahan 9 tahun
Riwayat Penyakit dahulu:
HT (-), DM (-), Asma (-), Alergi (-), Peny. Jantung (-), Peny. Paru (-).
Riwayat penyakit keluarga:
HT (-), DM (-), Asma (-), Alergi (-), Peny. Jantung (-), Peny. Paru (-).
Pemeriksaan Fisik

Status Pasien
Keadaan Umum

: Tampak Sedang

Kesadaran

: Composmentis

Tekanan Darah

: 120/80 mmHg

Nadi

: 80 x/menit

Pernafasan

: 20 x/menit

Suhu

: 37,0 oC

Tinggi Badan

: 153 cm

Berat Badan

: 56 kg

Mata

: Konjungtiva tidak anemis, Sklera tidak ikterik

Thorax

: Jantung dalam batas normal, Paru dalam batas normal

Abdomen

: Status Obstetrikus

Genitalia

: Status Obstetrikus

Ekstremitas

: Edema ekstremitas bawah +/+, akral hangat +/+

Jantung

: BJ 1 & 2 Reguler, Murmur (-), Gallop (-)

Paru

: VBS kanan=kiri, Rhonki (-), Wheezing (-)

Status Obstretikus
Pemeriksaan luar
Fundus uteri

: 33 cm
Taksiran Berat Janin (TBJ)
(TFU - 12 x 155)
(33- 12 x 155) = 3255 gr

His

: (+) 3x dalam 10 menit selama 20 detik

Letak Anak

: Memanjang, Punggung kanan

Bunyi Jantung Anak

: DJJ : 168 x/menit, ireguler

Pemeriksaan dalam
Vulva vagina

: tidak ada kelainan

Porsio

: tebal lunak

VT

: kuncup

Ketuban

: (-)

Pemeriksaan Penunjang
Darah Lengkap
Hemoglobin
Hematokrit
Leukosit
Trombosit
Eritrosit
Index Eritrosit
MCV
MCH

: 10,2
: 28,9
: 11,68 /ul
: 200.000
: 3,51

gr/dl
%

: 82,6
: 29,0

fl
pg

/ul
mm3

MCHC
RDW
MPV
PDW

: 35,1
: 14,5
: 10,1
: 54,9

g/dl
fl
fl
fl

Hitung Jenis (Diff)


Eosinofil
Basofil
Segmen
Limfosit
Monosit
Stab

: 0.9
: 0,3
: 80,9
: 13,1
: 3,8
: 1,1

%
%
%
%
%
%

Golongan darah
HBsAg
Anti HIV

:B
: 0,01
: Non reaktiaf

SGOT

: 20

SGPT

:9

Protein Urine

: Negatif

USG
Presentasi Bokong
Djj ireguler
Usia Kehamilan 39 - 40 minggu
Plasenta di fundus grade III - IV
Ketuban oligo berat

Diagnosis Klinis
G2P1A0 gravida aterm dengan oligohidramnion berat + fetal distress
Penatalaksanaan
Infus RL 20 tpm
Cefotaxime 2x1 gr
Reancana
6

Sectio caessaria CITO atas indikasi oligohidramnion berat + fetal distress


Laporan Perinatologi
Bayi
Pada jam 17.00 lahir seorang bayi perempuan, letak bokong, sectio caessaria, segera
menangis setelah lahir dengan berat 2400 gr, PB : 48 cm, LK : 29 cm, LD: 29 cm, APGAR
score 7/8/9.
KU : aktif, menangis
HR : 140 x/ menit
Kepala

R : 46 x/menit

S : 36,4 C

: UUB datar
Konjungtiva tidak anemis
Sklera tidak ikterik
Pernafasan Cuping Hidung (-)
Perioral sianosis (-)
Langit-langit intak

Leher

: Retraksi suprasternal (-)

Thorax

: Bentuk dan gerak simetris

Retraksi interkostal -/Cor

: Bunyi jantung murni regular

Pulmo : VBS kiri = kanan


Abdomen

: Datar lembut, retraksi epigastrium (-)


Hepar/lien: tidak teraba
Bising usus (+) normal

Ekstremitas

: Akral hangat
7

Capillary refill time < 3


Akrasianosis (-)
Reflex : Moro (+)
Sucking (+)
Rooting (+)
Grasping (+)
New Ballard Score : ~ 38 minggu
DK/

: Bayi cukup bulan, sesuai masa kehamilan, spontan dengan ketuban pedah dini

Th/

: - Pertahankan suhu 36,5 36,9 C

- Vit. K 1 mg i.m.
- Sementara rawat kamar bayi sampai ibu siap

Follow up ruangan
Waktu
24/10/16

Follow Up
S : Lemas (+), pusing (-)
O : TD: 120/80 mmHg P: 80x/menit RR: 20x/menit S:36,80C
A : P2A0 post sc hari 0 atas indikasi oligohidramnion
berat + fetal distress
P : Observasi TPRS
RL 20 tpm
Cefotaxime 2 x 1 gr
Tranexid 3x 1 amp
Ranitidin 2 x 1 amp
Ketorolac 3 x 1 amp

25/10/2016

S : Nyeri luka operasi (+), Flatus (+), BAB (+), BAK (+)
O : TD :120/80 mmHg P: 80x/menit RR: 20x/menit S: 36,60C
A : P2A0 post sc hari 1 atas indikasi oligohidramnion berat +
fetal distress
P : RL 20 tpm
Cefotaxime 2 x 1 gr
Tranexid 3x 1 amp
Ranitidin 2 x 1 amp

26/10/2016

Ketorolac 3 x 1 amp
S : Keluhan (-)
O : TD 110/70 mmHg P: 88x/menit RR: 20x/menit S: 36,90C
A : P2A0 post sc hari 2 atas indikasi oligohidramnion berat +
fetal distress
P : RL 20 tpm
Cefotaxime 2 x 1 gr
Tranexid 3x 1 amp

27/10/2016

Ranitidin 2 x 1 amp
Ketorolac 3 x 1 amp
S : Keluhan (-)
O : TD 120/80 mmHg P: 88x/menit RR: 20x/menit S: 36,90C
A : P2A0 post sc hari 3 atas indikasi oligohidramnion berat +
fetal distress
P : Pasien acc pulang
Cefadroxil 2x500mg
Asam mefenamat 3x500mg
B. Complex 2x1 tab

BAB II
PERMASALAHAN DAN PEMBAHASAN
PERMASALAHAN
1. Apakah penyebab terjadinya oligohidramnion pada pasien ini?
2. Apa komplikasi yang perlu diperhatikan dari oligohidramnion?
3. Apakah penatalaksanaan gawat janin (fetal distress) pada kasus ini sudah tepat?
PEMBAHASAN
1. Penyebab pasti terjadinya oligohidramnion masih belum diketahui. Namun,
oligohidramnion bisa terjadi karena peningkatan absorpsi/kehilangan cairan (seperti
pada: ketuban pecah dini) dan penurunan produksi dari cairan amnion (seperti pada :
kelainan ginjal kongenital, ACE inhibitor, obstruksi uretra, insufisiensi uteroplasenta,
infeksi kongenital, NSAIDs).

10

Pada pasien ini penyebab oligohidramnion adalah ketuban pecah dini yang ditandai
dengan keluar air dari kemaluan sejak +6 jam sebelum masuk rumah sakit.
2. Oligohidramnion yang terjadi oleh sebab apapun akan berpengaruh buruk pada janin.
Komplikasi yang sering terjadi adalah PJT, hipoplasia paru, deformitas pada wajah
dan skelet, kompresi tali pusat, dan aspirasi mekonium pada masa intra partum, dan
kematian janin.
Pada kasus ini, lahir bayi laki-laki BB=3700 gram, PB=46cm, Apgar Score 8/9, anus
(+), deformitas(-).
3. Tatalaksana pada pasien ini sudah tepat.
1. Prinsip-prinsip umum
a. Bebaskan setiap kompresi tali pusat.
b. Perbaiki aliran darah uteroplasental.
c. Menilai apakah persalinan dapat berlangsung normal atau terminasi kehamilan
merupakan indikasi. Rencana kelahiran didasarkan pada faktor-faktor etiologi,
kondisi janin, riwayat obstetri pasien, dan jalannya persalinan.
2. Langkah-langkah khusus :
a. Posisi ibu diubah dari posisi terlentang menjadi miring, sebagai usaha untuk
memperbaiki aliran darah balik, curah jantung, dan aliran darah uteroplasental.
Perubahan dalam posisi juga dapat membebaskan kompresi tali pusat.
b. Oksigen diberikan 6 liter/menit, sebagai usaha meningkatkan penggantian
oksigen fetomaternal.
c. Oksitosin dihentikan karena kontraksi uterus akan mengganggu sirkulasi darah
keruang intervilli.
d. Hipotensi dikoreksi dengan infus IV D5% dalam RL. Transfusi darah dapat
diindikasikan pada syok hemorragik.
e. Pemeriksaan pervaginan menyingkirkan prolaps tali pusat dan menentukan
perjalanan persalinan. Elevasi kepala janin secara lembut dapat merupakan
suatu prosedur yang bermanfaat.
f. Pengisapan mekoneum dari jalan nafas bayi baru lahir mengurangi resiko
aspirasi mekoneum. Segera setelah kepala bayi lahir, hidung dan mulut
dibersikan dari mekoneum dengan kateter penghisap. Segera setelah kelahiran,
pita suara harus dilihat dengan laringoskopi langsung sebagai usaha untuk
menyingkirkan mekoneum dengan pipa endotrakeal.
Pada pasien ini sudah dilakukan beberapa tatalaksana / penanganan yang sesuai
diantaranya:
o Instruksi untuk mengubah posisi ibu dari terlentang menjadi miring, sebagai
usaha untuk memperbaiki aliran darah balik, curah jantung, aliran darah
uteroplasental. Posisi miring juga dapat membebaskan janin dari kompresi tali
pusat.
11

o Terminasi persalinan yaitu dilakukannya sectio cessaria karena tidak didapatkan


perbaikan pada keadaan ibu dan janin.

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

Oligohidramnion
3.1 Definisi Oligohidramnion
Oligohidramnion adalah suatu keadaan dimana air ketuban kurang dari normal, yaitu
kurang dari 500 cc. Marks dan Divon (1992) mendefinisikan oligohidramnion bila pada
pemeriksaan ultrasonografi ditemukan AFI (Amnion Fluid Index) 5 cm atau kurang.
Sedangkan menurut Norwitz (2001) mendefinisikan oligohidramnion bila pada pemeriksaan
ultrasonografi diketahui total volume cairan amnion <300 mL, hilangnya kantong vertikel
tunggal yang berukuran 2 cm, atau AFI <5cm pada kehamilan aterm atau <5th persentil
sesuai usia kehamilan.
3.2 Etiologi Oligohidramnion
Penyebab pasti terjadinya oligohidramnion masih belum diketahui. Namun
oligohidramnion bisa terjadi karena peningkatan absorpsi/kehilangan cairan (seperti pada
ketuban pecah dini) dan penurunan produksi dari cairan amnion (seperti pada kelainan ginjal

12

kongenital), ACE inhibitor, obstruksi uretra, insufisiensi uteroplasenta, infeksi kongenital


NSAIDs). Beberapa keadaan yang berhubungan dengan oligihodramnion diantaranya:
a. Pada janin: kelainan kromosom, hambatan pertumbuhan, kematian, kehamilan
postterm
b. Pada placenta: solution plasenta
c. Pada ibu: hipertensi, preeklamsi, diabetes dalam kehamilan
d. Pengaruh obat: NSAIDs, ACE inhibitor

3.3 Patofisiologi Oligohidramnion


Pecahnya membran adalah penyebab paling umum dari oligohidramnion. Namun,
karena cairan ketuban terutama adalah urin janin di paruh kedua kehamilan, tidak adanya
produksi urin janin atau penyumbatan pada saluran kemih janin dapat juga menyebabkan
oligohidramnion. Janin yang menelan cairan amnion, yang terjadi secara fisiologis juga
mengurangi jumlah cairan.
Masalah pada klinik yaitu pecahnya ketuban berkaitan dengan kekuatan selaput. Pada
kehamilan normal hanya ada sedikit makrofag. Pada saat kelahiran leukosit akan masuk
ke dalam cairan amnion sebagai reaksi terhadap peradangan. Pada kehamilan normal
tidak ada IL-1B tetapi pada persalinan preterm IL-1B akan ditemukan. Hal ini berkaitan
dengan terjadinya infeksi.
Pada insufisiensi plasenta dapat terjadi hipoksia janin. Hipoksia janin yang
berlansgung kronis akan memicu mekanisme redistribusi darah. Salah satu dampaknya
adalah terjadi penurunan aliran darah ke ginjal, produksi urin berkurang dan terjadilah
oligohidramnion.

3.2 Manifestasi Klinik

13

Uterus tampak lebih kecil dari usia kehamilan dan tidak ada ballotemen.

Ibu merasa nyeri di perut pada setiap pergerakan anak.

Sering berakhir dengan partus prematurus.

Presentasi bokong dapat terjadi

Bunyi jantung anak sudah terdengar mulai bulan kelima dan terdengar lebih jelas.

Persalinan lebih lama dari biasanya.

Sewaktu his akan sakit sekali

Bila ketuban pecah, air ketuban sedikit sekali bahkan tidak ada yang keluar

3.4 Diagnosis dan Pemeriksaan Oligohidramnion


Wanita hamil yang dicurigai mengalami oligohidramnion, harus dilakukan
pemeriksaan ultrasonografi untuk memperkirakan jumlah cairan amnion, dan memastikan
diagnosis oligohidramnion. Oligohidramnion dapat dicurigai bila kantong amnion kurang dari
2 x 2 cm atau indeks cairan pada 4 kuadran kurang dari 5 cm setelah 38 minggu volume akan
berkurang tetapi pada postterm oligohidramnion merupakan penanda serius apalagi bila
bercampur meconium.
Amnion fluid index (AFI) diukur pertama dengan membagi uterus menjadi empat
kuadran dengan menggunakan linea nigra sebagai divisi kanan dan kiri, umbilikus untuk
kuadaran atas dan bawah. Diameter maksimum vertikal kantong amnion di setiap kuadran
yang tidak mengandung tali pusat atau ekstremitas janin diukur dalam sentimeter, jumlah
pengukuran ini adalah AFI. Sebuah AFI normal adalah 5,1-25 cm, dengan oligohidramnion
didefinisikan sebagai kurang dari 5,0 cm dan polihidramnion karena lebih dari 25 cm.

Kategori diagnostik Amnionic Fluid Acid (AFI)


14

Volume Cairan Amnion

Nilai AFI (cm)

Severe Oligohydramnion

Moderate Oligohydramnion

5.1-8.0

Normal

8.1-24.0

Polyhydramnion

>24

Penilaian jumlah cairan amnion melalui pemeriksaan ultrasonografi dapat dilakukan dengan
cara subjektif ataupun semikuantitatif.
a. Penilaian Subjektif
Dalam keadaan normal, janin tampak bergerak bebas dan dikelilingi oleh cairan amnion.
Struktur organ janin, plasenta, dan tali pusat dapat terlihat jelas. Kantung-kantung amnion
terlihat di beberapa tempat, terutama pada daerah diantara kedua tungkai bawah dan diantara
dinding depan dan belakang uterus. Pada kehamilan trimester III biasanya terlihat sebagian
dari tubuh janin bersentuhan dengan dinding depan uterus.
Pada keadaan oligohidramnion, cairan amnion disebut berkurang bila kantung amnion hanya
terlihat di daerah tungkai bawah dan disebut habis bila tidak terlihat lagi kantung amnion.
Pada keadaan ini aktivitas gerakan janin menjadi berkurang. Struktur janin sulit dipelajari dan
ekstremitas tampak berdesakan.
b. Penilaian Semikuantitatif
Penilaian semikuantitatif dapat dilakukan melalui beberapa cara, diantaranya: (1)
Pengukuran diameter vertikal yang terbesar pada salah satu kantong amnion. Morbiditas dan
mortalitas perinatal akan meningkat bila diameter vertikal terbesar kantong amnion <2cm
pada oligohidramnion. (2) pengukuran indeks cairan amnion (ICA). Pengukuran ICA uterus
dibagi kedalam 4 kuadran, pada setiap kuadran uterus dicari kantong amnion terbesar, bebas
dari bagian tali pusat dan ekstremitas janin.Indeks cairan amnion merupakan hasil
penjumlahan dari diameter vertikal terbesar kantong amnion pada setiap kuadran. Nilai ICA
yang normal adalah antara 5-20 cm. Penulis lain menggunakan batasan 5-18 cm atau 5-25
cm. Disebut oligohidramnion bila ICA < 5cm.
Pemeriksaan laboratorium pada persalinan prematur dapat membantu untuk menilai
maturitas dari paru-paru fetus sehingga bisa mendeteksi kemungkinan terjadinya respiratory
distress syndrome. Pemeriksaan dilakukan dengan menilai rasio lecithin-sphingomyelin (L:S)
15

dan konsentrasi phosphatidylglycerol (PG). Selain itu, pada oligohidramnion dapat dilakukan
tes SLE (yang menyebabkan infark pada plasenta dan insufisiensi plasenta). Evaluasi untuk
hemolisis, peningkatan enzim hati, dan rendahnya jumlah platelet (HELLP syndrome);
peningkatan tekanan darah tinggi, proteinuria, peningkatan asam urat, dan peningkatan fungsi
hatim dan rendahnya jumlah platelet juga dapat dilakukan.
3.5 Penatalaksanaan Oligohidramnion
Pertimbangkan untuk hospitalisasi pada kasus yang didiagnosa setelah usia kehamilan
26-33 minggu. Jika fetus tidak memiliki anomali, persalinan sebaiknya dilakukan. Ibu
disarankan untuk tirah baring dan hidrasi guna meningkatkan produksi cairan ketuban dengan
meningkatkan ruang intravaskular ibu. Studi menunjukkan bahwa dengan minum 2 liter air ,
dapat meningkatkan AFI sebesar 30 % . Jika anomali janin tidak dianggap mematikan atau
penyebab oligohidramnion tidak diketahui, amnioinfusion profilaktik dengan normal
salin, ringer laktat, atau glukosa 5% dapat dilakukan untuk mencegah deformitas kompresi
dan penyakit paru hipoplastik, dan juga untuk memperpanjang usia kehamilan.
Amnioinfusion adalah pemberian infuse normal salin 0,9% ke dalam uterus selama
persalinan untuk menghindari kompresi pada tali pusat atau untuk melarutkan mekonium
yang bercampur dengan cairan amnion. Studi menunjukkan bahwa normal salin tidak akan
mempengaruhi keseimbangan elektrolit fetus. Pada kehamilan preterm direkomendasikan
menggunakan cairan hangat, sedangkan untuk kehamilan aterm dianjurkan cairan pada suhu
ruangan.
Aminoinfusion dilakukan

dengan

menggunakan

intrauterine

pressure

catheter (IUPC). Prosedur melakukannya yakni (1) menghubungkan kantong cairan infuse
ke IV tubing; (2) Flush tubing, untuk menghindari masuknya udara ke dalam uterus; (3)
Menjelaskan kepada pasien bahwa prosedur infuse tidak akan menyakitkan. Insersi IUPC
mungkin akan tidak nyaman; (4) Menyiapkan sarung tangan steril, lubrikan, IUPC, dan
kabel; (5) atur IUPC pada tekanan nol atmosfer; (6) Setelah IUPC dimasukkan, nilai tonus
uterus saat pasien istirahat pada sisi kiri, kanan, dan punggung, lalu rekam.(7) Pasang
IV tubing pada AMNIO port di IUPC. (8) Bolus dengan 250-600 ml, 250 ml akan
menghasilkan

6cm

kantung

cairan

amnion;

(9)

Gunakan

infuse

pump

setelah

bolus, maintenance cairan 150-180ml per jam, yang paling sering digunakan adalah 180 ml
per jam. Interpretasinya dikatakan hasilnya positif jika didapati penurunan keparahan
deselerasi, mekonium berkurang viskositasnya dan warnanya lebih cerah. Sedangkan
dikatakan negatif jika terjadi peningkatan tonus uterus saat istirahat dan tidak ada
16

peningkatan pada pola DJJ. Kontraindikasi dari amnioinfusion seperti plasenta previa,
korioamnionitis, fetal anomali, malpresentasi janin, impending delivery, kehamilan multipel,
kelainan uterus, serviks yang tidak berdilatasi, perdarahan pada trimester III yang tidak
terdiagnosa. Adapun komplikasi dari tindakan ini yaitu hidramnion, prolaps tali pusat,
tekanan intra uterus yang tinggi, abruptio plasenta, infeksi uterus, maternal chilling (karena
cairan terlalu dingin), fetal bradikardi (karena cairan terlalu dingin), fetal takikardi (karena
cairan terlalu panas). Pada kehamilan post matur, tinjau ulang mengenai hari pertama haid
terakhir. Jika kehamilan memang benar post term, cara persalinan fetus adalah dengan
induksi atau seksio sesarea. Jika mekonium dijumpai selama persalinan, terapi aminoinfusion
untuk mengurangi resiko gawat janin dan apirasi prenatal.
Ketika ibu hamil memiliki kecenderungan yang tinggi menderita penyakit maternal,
persalinan preterm, atau masalah janin yang membutuhkan fasilitas kesehatan tertier maka
segera rujuk ke pusat tertier.
3.6 Komplikasi Oligohidramnion
Oligohidramnion yang terjadi oleh sebab apapun akan berpengaruh buruk pada janin.
Komplikasi yang sering terjadi adalah PJT, hipoplasia paru, deformitas pada wajah dan
skelet, kompresi tali pusat, dan asipirasi mekonium pada masa intra partum, dan kematian
janin. Deformitas yang dapat terjadi pada janin misalnya pada amniotic band syndrome ,
yaitu terjadinya adhesi antara amnion dengan fetus yang menyebabkan deformitas yang
serius termasuk amputasi pada ektremitas bawah atau deformitas muskuloskeletal akibat
kompresi pada uterus (seperti clubfoot). Resiko infeksi pada fetus meningkat seiring dengan
pecahnya ketuban yang lama.
3.7 Prognosis Oligohidramnion
Semakin awal oligohidramnion terjadi pada kehamilan, semakin buruk prognosisnya
Jika terjadi pada trimester II, 80-90% mortalitas

Fetal distress
Definisi
17

Fetal distress adalah adanya suatu kelainan pada fetus akibat gangguan oksigenasi dan
atau nutrisi yang bisa bersifat akut (prolaps tali pusat), sub akut (kontraksi uterus yang terlalu
kuat), atau kronik (plasenta insufisiensi).

Etiologi
Etiologi Penyebab dari fetal distress diantaranya :
a. Ibu

: hipotensi atau syok yang disebabkan oleh apapun, penyakit kardiovaskuler,

anemia, penyakit pernafasan, malnutrisi, asidosis dan dehidrasi.


b. Uterus

: kontraksi uterus yang telalu kuat atau terlalu lama, degenerasi vaskuler.

c. Plasenta

: degenerasi vaskuler, hipoplasi plasenta.

d. Tali pusat

: kompresi tali pusat.

e. Fetus

: infeksi, malformasi dan lain-lain

Klasifikasi
Jenis gawat janin yaitu :
A. Gawat janin yang terjadi secara ilmiah
1.

Gawat janin iatrogenic


Gawat janin iatrogenik adalah gawat janin yang timbul akibat tindakan medik atau
kelalaian penolong. Resiko dari praktek yang dilakukan telah mengungkapkan
patofisiologi gawat janin iatrogenik akibat dari pengalaman pemantauan jantung janin.

2.

Posisi tidur ibu


Posisi terlentang dapat menimbulkan tekanan pada Aorta dan Vena Kava sehingga
timbul Hipotensi. Oksigenisasi dapat diperbaiki dengan perubahan posisi tidur menjadi
miring ke kiri atau semilateral.

18

3.

Infus oksitosin
Bila kontraksi uterus menjadi hipertonik atau sangat kerap, maka relaksasi uterus
terganggu, yang berarti penyaluran arus darah uterus mengalami kelainan. Hal ini
disebut sebagai Hiperstimulasi. Pengawasan kontraksi harus ditujukan agar kontraksi
dapat timbul seperti kontrkasi fisiologik.

4.

Anestesi Epidural
Blokade sistem simpatik dapat mengakibatkan penurunan arus darah vena, curah
jantung dan penyuluhan darah uterus. Obat anastesia epidural dapat menimbulkan
kelainan pada denyut jantung janin yaitu berupa penurunan variabilitas, bahkan dapat
terjadi deselerasi lambat. Diperkirakan ibat-obat tersebut mempunyai pengaruh
terhadap otot jantung janin dan vasokontriksi arteri uterina.

B.

Gawat janin sebelum persalinan

C.

Gawat janin kronik


Dapat timbul setelah periode yang panjang selama periode antenatal bila status fisiologi
dari ibu-janin-plasenta yang ideal dan normal terganggu.

D.

Gawat janin akut


Suatu kejadian bencana yang tiba tiba mempengaruhi oksigenasijanin.

E.

Gawat janin selama persalinan


Menunjukkan hipoksia janin tanpa oksigenasi yang adekuat, denyut jantung janin
kehilangan varibilitas dasarnya dan menunjukkan deselerasi lanjut pada kontraksi
uterus. Bila hipoksia menetap, glikolisis anaerob menghasilkan asam laktat dengan pH
janin yang menurun.

Patofisiologi
Ada beberapa proses atau tahapan terjadinya peristiwa Fetal Distress, antara lain :
a.

Perubahan pada kehamilan Postterm


Terjadi beberapa perubahan cairan amnion, plasenta dan janin pada kehamilan
postterm. Dengan mengetahui perubahan tersebut sebagai dasar untuk mengelola
persalinan postterm.

b.

Perubahan cairan amnion

19

Terjadi perubahan kualitas dan kuantitas cairan amnion. Jumlah cairan amnion
mencapai puncak pada usia kehamilan 38 minggu sekitar 1000 ml dan menurun sekitar
800 ml pada 40 minggu. Penurunan jumlah cairan amnion berlangsung terus menjadi
sekitar 480 ml , 250 ml, 160 ml pada usia kehamilan 42 dan 43 minggu.
Penurunan tersebut berhubungan dengan produksi urin janin yang berkurang.
Dilaporkan bahwa aliran darah janin menurun pada kehamilan postterm dan
menyebabkan oligohidramnion.
Selain perubahan volume terjadi pula perubahan komposisi cairan amnion menjadi
kental dan keruh. Hal ini terjadi karena lepasnya vernik kaseosa dan komposisi
phosphilipid. Dengan lepasnya sejumlah lamellar bodies dari paru-paru janin dan
perbandingan Lechitin terhadap Spingomielin menjadi 4 : 1 atau lebih besar. Dengan
adanya pengeluaran mekonium maka cairan amnion menjadi hijau atau kuning.
Evaluasi volume cairan amnion sangat penting. Dilaporkan kematian perinatal
meningkat dengan adanya oligohidramnion yang menyebabkan kompresi tali pusat.
Keadaan ini menyebabkan fetal distress intra partum pada persalinan postterm.
Untuk memperkirakan jumlah cairan amnion dapat di ukur dengan pemeriksaan
ultrasonografi. Metode empat kuadran sangat popular. Dengan mengukur diameter
vertikal dari kantung paling besar pada setiap kuadran. Hasil penjumlahan 4 kuadran
disebut Amniotic Fluid Index (AFI). Bila AFI kurang dari 5 cm indikasi
oligrohidramnion. AFI 5 10 cm indikasi penurunan volume cairan amnion. AFI 10
15 cm adalah normal. AFI 15 20 cm terjadi peningkatan volume cairan amnion. AFI
lebih dari 25 cm indikasi polihidramnion.
c.

Perubahan pada plasenta


Plasenta sebagai perantara untuk suplai makanan dan tempat pertukaran gas antara
maternal dan fetal. Dengan bertambahnya umur kehamilan, maka terjadi pula
perubahan struktur plasenta.
Plasenta pada kehamilan postterm memperlihatkan pengurangan diameter dan panjang
villi chorialis. Perubahan ini secara bersamaan atau di dahului dengan titik-titik
penumpukan kalsium dan membentuk infark putih. Pada kehamilan atterm terjadi
20

infark 10 % - 25 % sedangkan pada postterm terjadi 60% - 80 %. Timbunan kalsium


pada kehamilan postterm meningkat sampai 10 g / 100 g jaringan plasenta kering,
sedangkan kehamilan atterm hanya 2 3 g / 100 g jaringan plasenta kering.
Secara histology plasenta pada kehamilan postterm meningkatkan infark plasenta,
kalsifikasi, thrombosis intervilosus, deposit fibrin perivillosus, thrombosis arterial dan
endarteritis arterial. Keadaan ini menurunkan fungsi plasenta sebagai suplai makanan
dan pertukaran gas. Hal ini menyebabkan malnutrisi dan asfiksia.
Dengan pemeriksaan ultrasonografi dapat diketahui tingkat kematangan plasenta. Pada
kehamilan postterm terjadi perubahan sebagai berikut :
a. Piring korion

: lekukan garis batas piring korion mencapai daerah basal.

b. Jaringan plasenta

: berbentuk sirkuler, bebas gema di tengah, berasal dari satu

kotiledon ( ada darah dengan densitas gema tinggi dari proses kalsifikasi, mungkin
memberikan bayangan akustik ) .
c. Lapisan basal

: daerah basal dengan gema kuat dan memberikan gambaran

bayangan akustik. Keadaan plasenta ini di kategorikan tingkat.


d.

Perubahan pada janin


Sekitar 45 % janin yang tidak di lahirkan setelah hari perkiraan lahir, terus berlanjut
tumbuh dalam uterus. Ini terjadi bila plasenta belum mengalami insufisiensi. Dengan
penambahan berat badan setiap minggu dapat terjadi berat lebih dari 4000 g. keadaan
ini sering disebut janin besar. Pada umur kehamilan 38 40 minggu insiden janin besar
sekitar 10 % dan 43 minggu sekitar 43 %. Dengan keadaan janin tersebut meningkatkan
resiko persalinan traumatik.
Janin postmatur mengalami penurunan jumlah lemak subkutaneus, kulit menjadi
keriput dan vernik kaseosa hilang. Hal ini menyebabkan kulit janin berhubungan
langsung dengan cairan amnion. Perubahan lain yaitu : rambut panjang, kuku panjang,
warna kulit kehijauan atau kekuningan karena terpapar mekonium.

Tatalaksana

21

A. Penanganan umum:
1. Pasien dibaringkan miring ke kiri, agar sirkulasi janin dan pembawaan oksigen dari
ibu ke janin lebih lancar.
2. Berikan oksigen sebagai antisipasi terjadinya hipoksia janin.
3. Hentikan infuse oksitosin jika sedang diberikan infuse oksitosin, karena dapat
mengakibatkan peningkatan kontraksi uterus yang berlanjut dan meningkat dengan
resiko hipoksis janin.
4. Jika sebab dari ibu diketahui (seperti demam, obat-obatan) mulailah penanganan yang
sesuai.
5. Jika sebab dari ibu tidak diketahui dan denyut jantung janin tetap abnormal sepanjang
paling sedikit 3 kontraksi, lakukan pemeriksaan dalam untuk mencari penyebab gawat
janin:

Bebaskan setiap kompresi tali pusat

Perbaiki aliran darah uteroplasenter

Menilai apakah persalinan dapat berlangsung normal atau kelahiran segera

merupakan indikasi.
Rencana kelahiran (pervaginam atau perabdominam) didasarkan pada fakjtor-faktor etiologi,
kondisi janin, riwayat obstetric pasien dan jalannya persalinan.
B.

Penatalaksanaan Khusus
1. Posisikan ibu dalam keadaan miring sebagai usaha untuk membebaskan kompresi
aortokaval dan memperbaiki aliran darah balik, curah jantung dan aliran darah
uteroplasenter. Perubahan dalam posisi juga dapat membebaskan kompresi tali pusat.
2. Oksigen diberikan melalui masker muka 6 liter permenit sebagai usaha untuk
meningkatkan pergantian oksigen fetomaternal.
3. Oksigen dihentikan, karena kontraksi uterus akan mengganggu curahan darah ke
ruang intervilli.
4. Hipotensi dikoreksi dengan infus intravena dekstrose 5 % berbanding larutan laktat.
Transfusi darah dapat di indikasikan pada syok hemoragik.
5. Pemeriksaan pervaginam menyingkirkan prolaps tali pusat dan menentukan perjalanan
persalinan.
6. Pengisapan mekonium dari jalan napas bayi baru lahir mengurangi risiko aspirasi
mekoneum. Segera setelah kepala bayi lahir, hidung dan mulut dibersihkan dari
mekoneum dengan kateter pengisap. Segera setelah kelahiran, pita suara harus dilihat

22

dengan laringoskopi langsung sebagai usaha untuk menyingkirkan mekoneum dengan


pipa endotrakeal.
a.

Prinsip Umum :
1. Bebaskan setiap kompresi tali pusat
2. Perbaiki aliran darah uteroplasenter
3. Menilai apakah persalinan dapat berlangsung normal atau kelahiran segera
merupakan indikasi. Rencana kelahiran (pervaginam atau perabdominam)
didasarkan pada faktor-faktor etiologi, kondisi janin, riwayat obstetric pasien dan
jalannya persalinan.

b.

Penatalaksanaan Khusus:
1. Posisikan ibu dalam keadaan miring sebagai usaha untuk membebaskan kompresi
aortokaval dan memperbaiki aliran darah balik, curah jantung dan aliran darah
uteroplasenter. Perubahan dalam posisi juga dapat membebaskan kompresi tali
pusat.
2. Oksigen diberikan melalui masker muka 6 liter permenit sebagai usaha untuk
meningkatkan pergantian oksigen fetomaternal.
3. Oksigen dihentikan, karena kontraksi uterus akan mengganggu curahan darah ke
ruang intervilli.
4. Hipotensi dikoreksi dengan infus intravena dekstrose 5 % dalam larutan laktat.
Transfusi darah dapat di indikasikan pada syok hemoragik.
5. Pemeriksaan pervaginam menyingkirkan prolaps tali pusat dan menentukan
perjalanan persalinan.
6. Pengisapan mekonium dari jalan napas bayi baru lahir mengurangi risiko aspirasi
mekoneum. Segera setelah kepala bayi lahir, hidung dan mulut dibersihkan dari
mekoneum dengan kateter pengisap. Segera setelah kelahiran, pita suara harus
dilihat dengan laringoskopi langsung sebagai usaha untuk menyingkirkan
mekoneum dengan pipa endotrakeal.
23

Komplikasi
Pada Kehamilan
Gawat janin dapat menyebabkan berakhirnya kehamilan karena pada gawat janin, maka harus
segera dikeluarkan.
1. Pada persalinan
Gawat janin pada persalinan dapat menyebabkan :
a. Persalinan menjadi cepat karena pada gawat janin harus segera dikeluarkan
b. Persalinan dengan tindakan, seperti ekstraksi cunam, ekstraksi forseps, vakum
ekstraksi, ataupun bahkan dapat diakhiri dengan tindakan sectio saesarea (SC)

BAB V
KESIMPULAN
24

KESIMPULAN

Pada pasien ini penyebab oligohidramnion adalah ketuban pecah dini yang
ditandai dengan keluar air dari kemaluan sejak +6 jam sebelum masuk rumah

sakit.
Komplikasi yang sering terjadi pada oligohidramnion adalah PJT, hipoplasia
paru, deformitas pada wajah dan skelet, kompresi tali pusat, dan asipirasi
mekonium pada masa intra partum, dan kematian janin. Terminasi kehamilan
dilakukan sesuai keadaan janin dan usia kehamilan.

Penatalaksanaan fetal distress dan oligohidramnion diberikan langsung setelah


dilakukan penegakan diagnosis dan melakukan terminasi kehamilan

DAFTAR PUSTAKA

25

Charter,

Barter.

Polyhydramnios

and

Oligohydramnions.

Available

at

http://reference.medscape.com/article/975821-overview [Accesed 9th February 2015]


Cunningham, F.G., Leveno, K.J., Bloom, S.L., Hauth, J.C., Rouse, D.J., Spong, C.Y., 2010.
Williams Obstetrics. 23rd ed. USA: The McGraw-Hills Companies, Inc.
Norwitz, ER.Schorge, JO. 2001. Obstetrics and Gynecology at a Glance. Blackwell science. p
102-103
Prawirohardjo s, et all, ILMU KEBIDANAN, P.T BINA PUSTAKA SARWONO
PRAWIROHARDJO, jakarta, 2012.
Wiknjosastro H. Ilmu Kebidanan Edisi III,cetakan lima. Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. Balai Penerbit FK UI. Jakarta. 1999. 357-8, 785-790.

26

Anda mungkin juga menyukai