PEMICU 4
RTS2-Pc2
………………………………………………………
1
PROBLEM BASED LEARNING (PBL)
Kegiatan belajar Problem Base Learning (PBL) menggunakan metode 2 (dua) kali diskusi
kelompok (tutorial) untuk setiap pemicu (trigger) dan 1 (satu) kali pertemuan pleno, yang
dihadiri para pakar dari setiap departemen terkait dengan blok RTS.
Diskusi dilaksanakan dalam kelompok kecil yang masing-masing terdiri dari 12-15 mahasiswa
dan didampingi oleh seorang tutor yang berperan sebagai fasilitator, dan berlangsung selama 3
x 50 menit untuk setiap pertemuan tutorial. Dosen bertindak sebagai tutor yang memfasilitasi
jalannya tutorial, dan bukan sebagai narasumber.
Metode pembelajaran ini bertujuan untuk melatih keterampilan mahasiswa dalam belajar
mandiri, menentukan materi pembelajaran, mencari informasi sesuai dengan kebutuhannya,
mengasah keterampilan berfikir kritis (critical thinking) melalui masalah yang relevan dengan
keadaan sebenarnya yang diberikan dalam pemicu, serta mengkomunikasikannya secara
efektif dalam diskusi maupun presentasi.
PELAKSANAAN TUTORIAL
1. PERAN TUTOR
Peran Tutor dalam proses tutorial sangatlah penting, tujuan pembelajaran diharapkan
dapat tercapai melalui peran tutor dalam menciptakan suasana yang kondusif,
menyenangkan dan terarah dalam dinamika kelompok diskusi.
Peran tutor antara lain:
- Berperan sebagai fasilitator yang berfungsi untuk memfasilitasi jalannya diskusi,
bukan sebagai narasumber.
- Membangun keterampilan berfikir metacognitive dari mahasiswa
- Membangun suasana yang menyenangkan sehingga mahasiswa dapat
mengekspresikan pendapat dan perasaannya secara bebas tanpa merasa takut,
malu, atau tertekan.
- Membangun dinamika kelompok yang aktif dengan mengikutsertakan seluruh peserta
diskusi.
- Membangun kerjasama tim
- Memberikan umpan balik (feedback) yang konstruktif
- Memberikan penilaian yang adil terhadap setiap mahasiswa dengan memberikan
kesempatan dan perhatian yang sama selama diskusi
- Memberikan penilaian terhadap log-book dan laporan pelaksanaan kelompok diskusi
3. LANGKAH-LANGKAH TUTORIAL
Metode tutorial yang dilakukan di FK USU adalah:
1. Ice Breaking (mencairkan suasana agar lebih akrab dan tidak kaku)
2. Perkenalan (Tutor terlebih dahulu memperkenalkan diri, yang diikuti dengan seluruh
peserta tutorial)
3. Pemilihan ketua dan sekretaris kelompok. Bila diperlukan tutor dapat mengingatkan
kembali peran setiap personalia tutorial.
4. Membuat atau mengingatkan kembali peraturan yang sudah disepakati oleh
kelompok di dalam kegiatan tutorial (ground rules)
5. Tutor membagikan lembaran pemicu kepada mahasiswa
6. Mahasiswa membahas masalah pemicu dengan prinsip Seven Jumps.
7. Tutor menuliskan learning issue dan hal-hal yang tidak diketahui (we don’t know)
dituliskan di lembaran berita acara
8. Sebelum menutup tutorial, fasilitator akan:
2
Membagikan absensi
Mengisi lembar berita acara mengenai pelaksanaan tutorial
Membagi lembar feedback tutorial dan fasilitator
Memasukkan seluruh berkas ke dalam map yang tersedia
Pada tutorial-1, Tutor mengingatkan mahasiswa agar mengisi log-book tutorial
dan menyusun mind map
Pada tutorial ke-2, Tutor mengoreksi log-book mahasiswa.
9. Memberikan umpan balik yang konstruktif terhadap pelaksanaan tutorial,
mengucapkan kata penutup misalnya “alhamdulillah” atau kata-kata lainnya yang
memberikan motivasi terhadap mahasiswa.
PEMICU 2
Deskripsi singkat
Pemicu 2 pada blok respiratory system- 2 ini adalah mengenai pneumonia COVID-19. Pandemi
COVID-19 melanda hampir semua negara di belahan dunia, termasuk Indonesia. Kasus
pertama COVID-19 di Indonesia dilaporkan pada awal Maret 2020, dan jumlah kasus barunya
semakin hari semakin tidak terkontrol. Per Februari 2021, Indonesia menjadi negara dengan
jumlah penderita COVID-19 tertinggi di Asia Tenggara. Lebih dari 1 juta prang terkonfirmasi
COVID-19 dengan total kematian lebih dari 31 ribu orang di Indonesia. Manifestasi klinis
COVID-19 yang memiliki keistimewaan dengan happy hypoxia menjadi pengecoh yang
membuat banyak kasus tidak terdiagnosis di awal dan berkontribusi dalam menyebabkan
tingginya angka kematian.
Pada Standard Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI), pneumoni dimasukkan dalam level 4A,
dimana seorang dokter umum harus mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya: pemeriksaan
laboratorium sederhana atau X-ray). Dokter dapat memutuskan dan mampu menangani
problem itu secara mandiri hingga tuntas.
Lembar 1
3
Seorang laki-laki, berumur 28 tahun datang ke rumah sakit dengan keluhan sesak napas sejak
3 hari ini. Sesak napas bersifat terus menerus, tidak berhubungan dengan aktivitas, cuaca dan
perubahan posisi. Sebelumnya, pasien juga mengeluhkan batuk kering, dan demam sejak 1
minggu ini.
Lembar 2
Selama ini pasien jarang menggunakan masker jika beraktivitas di luar rumah, dan jarang
mencuci tangan. Pasien mengetahui bahwa teman satu kos terinfeksi COVID-19 dan sedang
dirawat di Ruang Isolasi.
Pemeriksaan tanda vital: kesadaran compos mentis, tekanan darah 130/80 mmHg, frekuensi
nadi 102x/menit reguler, frekuensi napas 22-24x/menit, suhu 38,5oC. Saturasi Oksigen: 82%
(room air), dan dengan oksigen Non-Rebreathing Mask (NRM) 15 liter per menit Saturasi
Oksigen menjadi 85-86%
Pada pemeriksaan fisik regio toraks:
Inspeksi simetris fusiformis, retraksi iga (-), palpasi: stem fremitus sulit dinilai, perkusi: sonor
memendek pada lapangan bawah kedua paru, auskultasi: suara pernapasan bronkovesikular,
dengan ronki basah pada lapangan bawah kedua paru
Lembar 3
Hasil laboratorium :
Hb 12,6 gr%, leukosit: 5.300/mm3, trombosit: 235.000, Neutrophil Lymphocyte ratio: 5,6
Analisis Gas Darah (dengan oksigen NRM 15 liter per menit, FiO2 80%):
pH : 7,24 (Normal 7,35-7,45)
PaCO2 : 51 mmHg (Normal 35-45)
PaO2 : 76 mmHg (Normal 85-100)
HCO3 : 17 mmol/L (Normal 22 – 26)
Total CO2: 40 mmol/L (Normal 19 – 25)
BE : +4 (Normal -2 – +2)
SaO2 : 83-84% (Normal 92-99%)
Rapid Antigen test: Positive SARS-CoV2
PCR Swab Test: Positive SARS-CoV2 (CT value: 21,2)
Foto toraks: tampak infiltrat pada lapangan tengah-bawah kedua paru disertai air-bronchogram
minimal dan linier opacity pada daerah basal bilateral
Pada CT scan toraks tampak groundglass opacity multifokal pada perifer paru bilateral
4
Step 1: Mengklarifikasi istilah yang tidak dimengerti.
Pada tahap ini mahasiswa akan mengidentifikasi dan menyatukan persepsi mengenai
beberapa istilah yang dirasakan asing sehingga dalam diskusi berikutnya mahasiswa
memiliki pemahaman yang sama mengenai kasus yang dibahas.
LEARNING ISSUE
Lembar 1:
1. Mengetahui diagnosis banding sesak napas disertai batuk dan demam
2. Mengetahui karakteristik/gejala klinis dari infeksi virus atau bakteri pada saluran
pernapasan atas
Lembar 2:
3. Mengetahui faktor risiko sesorang terkena infeksi virus SARS-CoV2
4. Mengetahui struktur virus SARS CoV-2 dan transmisi virus
5. Menentukan pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk membantu menegakan
diagnosis
Lembar 3:
6. Mengetahui interpretasi hasil foto toraks, laboratorium (interpretasi hasil PCR dan rapid
antigen serta menghitung FiO2) (IPD, RADIOLOGI, PATOLOGI KLINIK, MIKROBIOLOGI)
7. Menjelaskan patogenesis dan stadium/fase pada pneumonia COVID-19
8. Menjelaskan kriteria diagnosis pneumonia COVID-19
9. Menjelaskan patofisiologi ARDS
10. Mengetahui kriteria diagnosis dan klasifikasi ARDS berdasarkan perhitungan PaO2/FiO2
11. Menentukan indikasi rawat dan tempat perawatan (ICU/Ruangan) pada COVID-19
12. Menentukan tata laksana non-farmakalogi dan farmakologi pada pneumonia COVID-19
13. Mengetahui prinsip terapi oksigen (penggunaan oksigen NRM, NIV, ventilator mekanik)
pada pasien COVID-19
14. Menentukan prognosis dan komplikasi COVID-19
5
Langkah tutorial pertemuan kedua
1. Mahasiswa mendiskusikan hasil belajar mandiri masing-masing bersama kelompok.
2. Setiap mahasiswa diharuskan membawa minimal 3 bahan referensi berupa jurnal atau
buku teks yang diperoleh melalui belajar mandiri.
3. Pembahasan hasil belajar mandiri tidak harus dalam bentuk pemaparan dan presentasi
flipchart, melainkan dapat juga berupa diskusi.
4. Presentasi dalam bentuk flipchart terutama bermanfaat dalam memaparkan diagram atau
gambar, namun tidak disarankan untuk sekadar narasi.
5. Untuk mengaktifkan setiap mahasiswa dan mengevaluasi hasil belajar mandiri mereka,
tutor dapat berimprovisasi dengan menunjuk mahasiswa untuk memaparkan hasil belajar
mandiri, tidak semata-mata berdasarkan pembagian tugas yang disepakati oleh kelompok.
6. Kelompok akan menyimpulkan hasil tutorial. Mahasiswa diharapkan mampu membuat
beberapa kesimpulan hasil belajar, tidak hanya kesimpulan diagnosis.
6
• Tranmisi dari manusia ke manusia:
• Via droplet saluran napas seperti batuk dan bersin
• Kontak dekat personal (menyentuh atau jabat tangan)
• Menyentuh benda atau permukaan yang terdapat virus disana dan ketika
menyentuh mulut, hidung, atau mata sebelum mencuci tangan
• Pada prosedur khusus dimana terjadi pembentukan partikel aeorosol (misal
bronkoskopi, intubasi, dll) terdapat potensi penularan airborne
• Kontaminasi feses terdapat laporan walaupun jumlahnya kecil
Foto toraks: Infiltrat dengan gambaran ground glass opacity (GGO)/Crazy paving
pattern/reticulonodular pattern dominan di bagian perifer dan dibagian bawah/segmen
basal kedua paru
CT Scan toraks: GGO bilateral multifokal, dominan pada bagian perifer, bawah dan
posterior
Laboratorium:
Infeksi Virus SARS-CoV2 (Rapid antigen dan PCR SARS-CoV2 reaktif).
Reaksi inflamasi/hiperinflamasi (Peningkatan CRP, ferritin)
Menyingkirkan infeksi bakteri: pro-calcitonin dalam batas normal
Status hiperkoagulasi (Peningkatan kadar D-Dimer)
Asidosis respiratorik dengan kecurigaan gagal nafas tipe 2 (Peningkatan CO2,
penurunan pH, dan penurunan saturasi oksigen)
Menghitung FiO2: (Oksigen yang diberikan L/min x 4) + 20
Virus dapat melewati membran mukosa, terutama mukosa nasal dan laring, kemudian
memasuki paru-paru melalui traktus respiratorius. Selanjutnya, virus akan menyerang
organ target yang mengekspresikan Angiotensin Converting Enzyme 2 (ACE2), seperti
paru-paru, jantung, sistem renal dan traktus gastrointestinal. Protein S pada SARS-CoV-
2 memfasilitasi masuknya virus corona ke dalam sel target. Masuknya virus bergantung
7
pada kemampuan virus untuk berikatan dengan ACE2, yaitu reseptor membran
ekstraselular yang diekspresikan pada sel epitel.
Protein S pada SARS-CoV memiliki afinitas ikatan yang kuat dengan ACE2 pada
manusia. Periode inkubasi untuk COVID 19 antara 3-14 hari. Ditandai dengan kadar
leukosit dan limfosit yang masih normal atau sedikit menurun, serta pasien belum
merasakan gejala. Selanjutnya, virus mulai menyebar melalui aliran darah, terutama
menuju ke organ yang mengekspresikan ACE2 dan pasien mulai merasakan gejala
ringan. Empat sampai tujuh hari dari gejala awal, kondisi pasien mulai memburuk dengan
ditandai oleh timbulnya sesak, menurunnya limfosit, dan perburukan lesi di paru. Jika
fase ini tidak teratasi, dapat terjadi Acute Respiratory Distress Syndrome(ARDS), sepsis,
dan komplikasi lain.
Tingkat keparahan klinis berhubungan dengan usia (di atas 70 tahun), komorbiditas
seperti diabetes, penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), hipertensi, dan obesitas.
Sistem imun bawaan dapat mendeteksi RNA virus melalui RIG-like receptors, NOD-like
receptors, dan Toll-like receptors. Hal ini selanjutnya akan menstimulasi produksi
interferon (IFN), serta memicu munculnya efektor anti viral seperti sel CD8+, sel Natural
Killer (NK), dan makrofag.
Infeksi dari virus mampu memproduksi reaksi imun yang berlebihan pada inang. Pada
beberapa kasus, terjadi reaksi yang secara keseluruhan disebut “badai sitokin”. Badai
sitokin merupakan peristiwa reaksi inflamasi berlebihan dimana terjadi produksi sitokin
yang cepat dan dalam jumlah yang banyak sebagai respon dari suatu infeksi. Dalam
kaitannya dengan Covid-19, ditemukan adanya penundaan sekresi sitokin dan kemokin
oleh sel imun innate dikarenakan blokade oleh protein non-struktural virus. Selanjutnya,
hal ini menyebabkan terjadinya lonjakan sitokin proinflamasi dan kemokin (IL-6, TNFα, IL-
8, MCP-1, IL-1 β, CCL2, CCL5, dan interferon) melalui aktivasi makrofag dan limfosit.
Pelepasan sitokin ini memicu aktivasi sel imun adaptif seperti sel T, neutrofil, dan sel NK,
bersamaan dengan terus terproduksinya sitokin proinflamasi. Lonjakan sitokin
proinflamasi yang cepat ini memicu terjadinya infiltrasi inflamasi oleh jaringan paru yang
menyebabkan kerusakan paru pada bagian epitel dan endotel. Kerusakan ini dapat
berakibat pada terjadinya ARDS dan kegagalan multi organ yang dapat menyebabkan
kematian dalam waktu singkat.
1) Seseorang dengan riwayat demam, pilek, batuk, atau nyeri tenggorokan, disertai
sesak napas atau kesulitan bernapas yang membutuhkan perawatan di ruang isolasi
Rumah Sakit tanpa penyebab lainnya DAN disertai satu diantara dibawah ini:
2) Riwayat perjalanan dari wilayah terjangkit COVID-19 atau tinggal di wilayah dengan
8
transmisi lokal COVID-19 dalam kurun 14 hari terakhir sebelum timbul gejala. ATAU
3) Riwayat kontak dengan pasien konfirmasi atau probable pneumonia COVID-19 dalam
14 hari terakhir sebelum timbul gejala.
4) Ditemukan kriteria: a. Remaja atau dewasa: demam atau curiga infeksi saluran napas,
ditambah frekuensi napas >30x/menit, distress napas berat, SpO2 < 90% pada udara
ruangan
5) Pemeriksaan Penunjang :
b. RT-PCR (dari swab tenggorok ataupun aspirat saluran napas bawah) : menunjukkan
positif COVID-19
d. Kimia darah lainnya : pada pneumonia berat dapat menunjukkan gangguan fungsi
hepar, fungsi ginjal, gula darah dan peningkatan PT, d Dimer, dan laktat.
ARDS adalah suatu bentuk cedera jaringan paru sebagai respons inflamasi terhadap
berbagai faktor penyebabnya, dan ditandai dengan adanya inflamasi, peningkatan
permeabilitas vaskular, dan penurunan aerasi jaringan paru.10 Pada ARDS terjadi
peningkatan permeabilitas kapiler karena ada kerusakan endotel vaskular atau epitel
alveolar yang menyebabkan penumpukan cairan kaya protein dalam alveolus, sehingga
terjadi kerusakan alveolar difus dan pelepasan sitokin-sitokin pro-inflamasi misalnya
Interleukin-1 (IL-1), IL-6 dan Tumor Necrosis Factor (TNF). Sitokin ini menarik neutrofil
dan mengaktifkannya, sehingga terjadi pelepasan reactive oxygen species dan protease
yang menyebabkan kerusakan oksidatif pada jaringan paru. Berbagai patogenesis dapat
berkontribusi terhadap perkembangan ARDS. Fase akumulasi cairan ini diikuti dengan
fase proliferasi yang ditandai dengan meredanya edema pulmoner, proliferasi sel alveolar
tipe II, fibroblas, dan myifobroblas, serta deposisi matriks. Selanjutnya ARDS dapat
berlanjut ke fase fibroproliferatif atau terjadi resolusi dan paru menjadi normal kembali.
Replikasi cepat SARS-CoV-2 di paru-paru dapat memicu respons imun yang kuat.
Sindrom badai sitokin menyebabkan ARDS dan kegagalan pernapasan, sampai
kematian. Salah satu ciri utama ARDS pada COVID-19 adalah adanya badai sitokin.
Badai sitokin merupakan respons inflamasi sistemik yang tidak normal karena produksi
sitokin dan kemokin pro-inflamasi yang berlebihan.
Sitokin dan kemokin yang meningkat pesat menarik banyak sel inflamasi, seperti
neurotrofil dan monosit, yang mengakibatkan infiltrasi berlebihan sel inflamasi ke jaringan
paru-paru sehingga terjadi cedera paru. Selain itu, IFN- αβ dan IFN- γ juga menginduksi
infiltrasi sel inflamasi melalui mekanisme yang melibatkan Fas-Fas ligand (Fas L) atau
TRAIL-death receptor 5 (DR5) dan menyebabkan apoptosis sel epitel jalan napas dan
alveolar. Apoptosis sel endotel dan sel epitel merusak mikrovaskuler paru dan barier sel
epitel alveolaris sehingga terjadi kebocoran vaskular dan edema alveolaris, yang
akhirnya menyebabkan hipoksia dalam tubuh. Oleh karena itu, mediator inflamasi
memainkan peran kunci dalam patogenesis ARDS
9
1 Mengetahui kriteria diagnosis dan klasifikasi ARDS berdasarkan perhitungan PaO2/FiO2
0 (IPD)
1 Menentukan indikasi rawat dan tempat perawatan (ICU/Ruangan) pada COVID-19 (IPD)
1
Indikasi perawatan di ruangan/ICU
COVID derajat sedang (ruangan): pasien dengan tanda klinis pneumonia
(demam, batuk, sesak, napas cepat) tetapi tidak ada tanda pneumonia berat
termasuk SpO2 > 93% dengan udara
COVID derajat berat (ruangan/ICU): Pada pasien remaja atau dewasa : pasien
dengan tanda klinis pneumonia (demam, batuk, sesak, napas cepat) ditambah
satu dari: frekuensi napas > 30 x/menit, distres pernapasan berat, atau SpO2 <
93% pada udara ruangan.
Rawat ICU: Pemeriksaan foto toraks serial menunjukkan perburukan progresif. Monitor
tanda-tsebagai berikut; - Takipnea, frekuensi napas ≥ 30x/min, - Saturasi Oksigen dengan
10
pulse oximetry ≤93% (di jari), - PaO2/FiO2 ≤ 300 mmHg, - Peningkatan sebanyak >50% di
keterlibatan area paru-paru pada pencitraan thoraks dalam 24-48 jam, - Limfopenia
progresif, - Peningkatan CRP progresif, - Asidosis laktat progresif
Non-farmakologis Berikan edukasi terkait tindakan yang perlu dikerjakan (leaflet untuk
dibawa ke rumah):
Pasien : - Selalu menggunakan masker jika keluar kamar dan saat berinteraksi dengan
anggota keluarga - Cuci tangan dengan air mengalir dan sabun atau hand sanitizer
sesering mungkin. - Jaga jarak dengan keluarga (physical distancing) - Upayakan kamar
tidur sendiri / terpisah - Menerapkan etika batuk (Diajarkan oleh tenaga medis) - Alat
makan-minum segera dicuci dengan air/sabun - Berjemur matahari minimal sekitar 10-15
menit setiap harinya (sebelum jam 9 pagi dan setelah jam 3 sore). Pakaian yg telah
dipakai sebaiknya dimasukkan dalam kantong plastik / wadah tertutup yang terpisah
dengan pakaian kotor keluarga yang lainnya sebelum dicuci dan segera dimasukkan
mesin cuci - Ukur dan catat suhu tubuh 2 kali sehari (pagi dan malam hari) - Segera beri
informasi ke petugas pemantau/FKTP atau keluarga jika terjadi peningkatan suhu tubuh
> 38o C
Keluarga: - Bagi anggota keluarga yang berkontak erat dengan pasien sebaiknya
memeriksakan diri ke FKTP/Rumah Sakit. - Anggota keluarga senanitasa pakai masker -
Jaga jarak minimal 1 meter dari pasien - Senantiasa mencuci tangan - Jangan sentuh
daerah wajah kalau tidak yakin tangan bersih - Ingat senantiasa membuka jendela rumah
agar sirkulasi udara tertukar - Bersihkan sesering mungkin daerah yg mungkin tersentuh
pasien misalnya gagang pintu dll.
Farmakologi
Vitamin C (untuk 14 hari), dengan pilihan ; - Tablet Vitamin C non acidic 500 mg/6-8
jam oral (untuk 14 hari) - Tablet isap vitamin C 500 mg/12 jam oral (selama 30 hari) -
Multivitamin yang mengandung vitamin C 1-2 tablet /24 jam (selama 30 hari), -
Dianjurkan multivitamin yang mengandung vitamin C,B, E, Zink
Vitamin D - Suplemen: 400 IU-1000 IU/hari (tersedia dalam bentuk tablet, kapsul, tablet
effervescent, tablet kunyah, tablet hisap, kapsul lunak, serbuk, sirup) - Obat: 1000-5000
IU/hari (tersedia dalam bentuk tablet 1000 IU dan tablet kunyah 5000 IU)
Azitromisin 500 mg/24 jam per iv atau per oral (untuk 5-7 hari) atau sebagai alternatif
Levofloksasin dapat diberikan apabila curiga ada infeksi bakteri: dosis 750 mg/24 jam
per iv atau per oral (untuk 5-7 hari).
Favipiravir (Avigan sediaan 200 mg) loading dose 1600 mg/12 jam/oral hari ke-1 dan
selanjutnya 2 x 600 mg (hari ke 2-5)
Remdesivir 200 mg IV drip (hari ke-1) dilanjutkan 1x100 mg IV drip (hari ke 2-5 atau
hari ke 2-10)
11
Pengobatan simtomatis seperti parasetamol bila demam.
Obat-obatan suportif baik tradisional (Fitofarmaka) maupun Obat Modern Asli Indonesia
(OMAI) yang teregistrasi di BPOM dapat dipertimbangkan untuk diberikan namun dengan
tetap memperhatikan perkembangan kondisi klinis pasien.
1 Mengetahui prinsip terapi oksigen (penggunaan oksigen NRM, NIV, ventilator mekanik)
3 pada pasien COVID-19 (IPD, ANESTESI)
Inisiasi terapi oksigen jika ditemukan SpO2 <93% dengan udara bebas dengan mulai
dari nasal kanul sampai NRM 15 L/menit, lalu titrasi sesuai target SpO2 92 – 96%.
Tingkatkan terapi oksigen dengan menggunakan alat HFNC (High Flow Nasal
Cannula) jika tidak terjadi perbaikan klinis dalam 1 jam atau terjadi perburukan klinis.
Inisiasi terapi oksigen dengan alat HFNC; flow 30 L/menit, FiO2 40% sesuai dengan
kenyamanan pasien dan dapat mempertahankan target SpO2 92 -96%
o Titrasi flow secara bertahap 5 – 10 L/menit. diikuti peningkatan fraksi
oksigen, jika Frekuensi nafas masih tinggi (>35x/menit)
o Target SpO2 belum tercapai (92 – 96%)
o Work of breathing yang masih meningkat (dyspnea, otot bantu nafas aktif)
o Kombinasi Awake Prone Position + HFNC selama 2 jam 2 kali sehari
dapat memperbaiki oksigenasi dan mengurangi kebutuhan akan intubasi
pada ARDS ringan hingga sedang.
o Evaluasi pemberian HFNC setiap 1 - 2 jam dengan menggunakan indeks
ROX. Jika pasien mengalami perbaikan dan mencapai kriteria ventilasi
aman (indeks ROX >4.88) pada jam ke-2, 6, dan 12 menandakan bahwa
pasien tidak membutuhkan ventilasi invasif, sementara ROX <3.85
menandakan risiko tinggi untuk kebutuhan intubasi.
o Jika pada evaluasi (1–2 jam pertama), parameter keberhasilan terapi
oksigen dengan HFNC tidak tercapai atau terjadi perburukan klinis
pada pasien, pertimbangkan untuk menggunakanmetode ventilasi
invasif atau trial NIV.
o De-eskalasi bertahap pada penyapihan dengan perangkat HFNC,
dimulai dengan menurunkan FiO2 5-10%/1-2 jam hingga mencapai
fraksi 30%, selanjutnya flow secara bertahap 5-10 L/1- 2 jam) hingga
mencapai 25 L.
o Pertimbangkan untuk menggunakan terapi oksigen konvensional ketika
flow 25 L/menit dan FiO2 < 30%.
o Indeks ROX = (SpO2 / FiO2) / laju napas
12
o Jika pada evaluasi (1–2 jam pertama), parameter keberhasilan dengan NIV tidak
tercapai atau terjadi perburukan klinis pada pasien, lakukan metode ventilasi invasif.
o Kombinasi Awake Prone Position + NIV 2 jam 2 kali sehari dapat memperbaiki
oksigenasi dan mengurangi kebutuhan akan intubasi pada ARDS ringan hingga sedang.
Komplikasi COVID-19
1. Pneumonia berat
2. Sepsis
3. Syok sepsis
4. Gagal napas
5. Disseminated intravascular Coagulation
6. Acute Coronary syndrome
7. Multiorgan Dysfunction Syndrome (MODS)
8. Kematian
13
KERANGKA BERPIKIR
Terapi Indikasi rawat
dan tempat Karakteristik Demam? Tanda vital
perawatan dahak Nyeri dada?
Non- Inspeksi
Farmakologik dada
Evaluasi
Anamnesis Auskultasi
Farmakologik
dada
Pemeriksaan fisik
Tanda dan
gejala
penyerta
Profesionalism
ee
Pemeriksaan lab
Sistematika? penunjang
Foto
Komunikasi? Roentgen
Prioritas? Mikrobiologi
?
Mawas diri?
TB Paru
Klasifikasi
. Mikosis Paru
Beratnya penyakit
Bronkiektasis
Bronkitis
Abses paru
Neoplasma
14