Anda di halaman 1dari 20

BUKU PANDUAN TUTOR

BLOK SPECIAL SENSE SYSTEMS

PEMICU 1
Kode: SSS1Pc1
……………………………………………………….......................................
PROBLEM BASED LEARNING (PBL)
Kegiatan belajar Problem Base Learning (PBL) menggunakan metode 2 (dua) kali diskusi
kelompok (tutorial) untuk setiap pemicu (trigger) dan 1 (satu) kali pertemuan pleno, yang
dihadiri para pakar dari setiap departemen terkait dengan blok Special Sense System.
Diskusi dilaksanakan dalam kelompok kecil yang masing-masing terdiri dari 8 -10 mahasiswa
dan didampingi oleh seorang tutor yang berperan sebagai fasilitator, dan berlangsung selama
2,5 x50 menit untuk setiap pertemuan tutorial. Dosen bertindak sebagai tutor yang memfasilitasi
jalannya tutorial, dan bukan sebagai narasumber.
Metode pembelajaran ini bertujuan untuk melatih keterampilan mahasiswa dalam belajar
mandiri, menentukan materi pembelajaran, mencari informasi sesuai dengan kebutuhannya,
mengasah keterampilan berfikir kritis (critical thinking) melalui masalah yang relevan dengan
keadaan sebenarnya yang diberikan dalam pemicu, serta mengkomunikasikannya secara
efektif dalam diskusi maupun presentasi.

PELAKSANAAN TUTORIAL
1. PERAN TUTOR
Peran Tutor dalam proses tutorial sangatlah penting, tujuan pembelajaran diharapkan
dapat tercapai melalui peran tutor dalam menciptakan suasana yang kondusif,
menyenangkan dan terarah dalam dinamika kelompok diskusi.
Peran tutor antara lain:
 Berperan sebagai fasilitator yang berfungsi untuk memfasilitasi jalannya diskusi,
bukan sebagai narasumber.
 Membangun keterampilan berfikir metacognitive dari mahasiswa
 Membangun suasana yang menyenangkan sehingga mahasiswa dapat
mengekspresikan pendapat dan perasaannya secara bebas tanpa merasa takut,
malu, atau tertekan.
 Membangun dinamika kelompok yang aktif dengan mengikutsertakan seluruh peserta
diskusi.
 Membangun kerjasama tim
 Memberikan umpan balik (feedback) yang konstruktif
 Memberikan penilaian yang adil terhadap setiap mahasiswa dengan memberikan
kesempatan dan perhatian yang sama selama diskusi
 Memberikan penilaian terhadap log-book dan laporan pelaksanaan kelompok diskusi

2. TATA TERTIB TUTOR


Berikut ini adalah tata tertib yang harus diketahui untuk kelancaran proses tutorial:
1. Tutor diharapkan hadir 15 menit sebelum proses tutorial berlangsung.
2. Jika Tutor tidak dapat hadir sesuai jadwal yang ditentukan, Tutor wajib melapor ke
penjab tutorial SSS paling lambat 1 hari sebelumnya dengan menghubungi Igit
Sisworo, Hp 082165267669
3. Tutor harus berada di ruangan tutorial selama proses tutorial berlangsung yaitu
selama 2,5 x50 menit.
4. Setiap fasilitator wajib mengisi lembaran penilaian terhadap mahasiswa dan lembar
berita acara tutorial dan mengembalikannya kepada pengelola tutorial setelah proses
tutorial selesai.
3. LANGKAH-LANGKAH TUTORIAL
Metode tutorial yang dilakukan di FK USU adalah:
1. Ice Breaking (mencairkan suasana agar lebih akrab dan tidak kaku)
2. Perkenalan (Tutor terlebih dahulu memperkenalkan diri, yang diikuti dengan seluruh
peserta tutorial)
3. Pemilihan ketua dan sekretaris kelompok. Bila diperlukan tutor dapat mengingatkan
kembali peran setiap personalia tutorial.
4. Membuat atau mengingatkan kembali peraturan yang sudah disepakati oleh
kelompok di dalam kegiatan tutorial (ground rules)
5. Tutor membagikan lembaran pemicu kepada mahasiswa
6. Mahasiswa membahas masalah pemicu dengan prinsip SevenJumps.
7. Tutor menuliskan learning issue dan hal-hal yang tidak diketahui (we don’t know)
dituliskan di lembaran berita acara
8. Sebelum menutup tutorial, fasilitator akan:
 Membagikan absensi
 Mengisi lembar berita acara mengenai pelaksanaan tutorial
 Membagi lembar feedback tutorial dan fasilitator
 Memasukkan seluruh berkas ke dalam map yang tersedia
 Pada tutorial-1, Tutor mengingatkan mahasiswa agar mengisi log-book
tutorialnya
 Pada tutorial ke-2, Tutor mengoreksi log-book mahasiswa.
9. Memberikan umpan balik yang konstruktif terhadap pelaksanaan tutorial,
mengucapkan kata penutup misalnya “alhamdulillah” atau kata-kata lainnya yang
memberikan motivasi terhadap mahasiswa.

SKEMA LANGKAH-LANGKAH TUTORIAL (SEVEN JUMPS)

Step 1 Step 2 Step 3


Identify and clarify Define the problem(s) to Brainstorming, suggesting possible
unfamiliar terms be discussed explanations on basis of prior
knowledge
Generate hypotheses

Step 6 Step 5 Step 4


Independent study Formulate learning Arrange explanations into
objectives tentative solutions

Step 7
Langkah 1-5 dilaksanakan pada pertemuan pertama,
Sharing results of
independent study langkah 6 merupakan kegiatan belajar mandiri, dan
langkah 7 dilaksanakan pada pertemuan kedua.
PEMICU

Judul: Nyeri pada sekitar mata

Deskripsi singkat
Nyeri pada sekitar mta merupakan salah satu keluhan yang sering dikeluhkan oleh pasien.
Keluhan tersebut diikuti dengan sakit kepala, penyempitan lapang pandangan dan penurunan
tajam penglihatan dapat mengarahkan ke penyakit Glaukoma Primer Sudut Terbuka.
Pemeriksaan lanjutan seperti pemeriksaan Tekanan Intra Okuli dan Lapang Pandangan juga
mendukung ke arah penyakit tersebut.
Glaukoma merupakan salah satu penyakit yang memiliki level kompetensi 3B pada SKDI 2012.
Namun karena kasus Glaukoma sangat banyak dijumpai dan merupakan kasus penyebab
kebutaan kedua didunia. Ditambah Glaukoma akan menyebabkan kebutaan secara permanen,
maka secara dini dapat mediagnosa dengan baik sehingga pemicu mengenai Glaukoma ini
akan dikemukakan pada tutorial kali ini.
Oleh karena itu sesuai dengan kompetensi 3B pada SKDI 2012, maka lulusan dokter mampu
membuat diagnosis klinis terhadap penyakit tersebut dan menentukan rujukan yang paling tepat
bagi penanganan pasien selanjutnya, serta lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti
sesudah kembali dari rujukan.

Skenario
Lembar 1:
Seorang wanita, umur 40 tahun datang didampingi keluarga ke praktek dokter umum dengan
keluhan nyeri pada sekitar mata disertai penurunan tajam penglihatan

Lembar 2:
Keluhan pada kedua mata ini terus dialami pasien selama 2 tahun belakangan ini. Pasien juga
mengeluhkan sakit kepala yang hilang timbul. Pasien juga sering memakan obat penghilang
rasa nyeri bila sakit kepala timbul. Penurunan penglihatan juga terjadi secara perlahan. Lapang
pandangan menyempit juga dikeluhkan pasien. Riwayat keluarga (Bapak) dijumpai keluhan
yang sama.Tidak ada riwayat diabetes dan hipertensi pada pasien tersebut. Tidak dijumpai
riwayat trauma pada mata
Tanda vital TD 120/80 mmHg, frekuensi nadi 80x/i, napas 20 x/i, suhu 370C
Pada pemeriksaan: tidak dijumpai tanda-tanda inflamasi pada kedua mata. Pasien hanya dapat
menghitung jari pada jarak 4 meter. Tes pinhole: visus tetap (tidak ada perbaikan), Camera
oculi anterior dalam. Diameter pupil dijumpai 3 - 4 mm.
Pada pemeriksaan Tonometer Schiotz dijumpai pada kedua mata : 25 mmHg

Lembar 3:
Pada Pemeriksaan dengan oftalmoskopi direk tampak refleks fundus positif kedua mata. Pada
segmen posterior kedua mata tampak papil bulat, batas tegas,kesan pucat, Cup-Disc ratio
(CDR) ODS 0,8, a/v ODS 2/3, nasalisasi, refleks makula (+). Retina: baik, perdarahan (-),
exudat(-) .
Langkah tutorial pertemuan pertama
Step 1: Mengklarifikasi istilah yang tidak dimengerti.
Pada tahap ini mahasiswa akan mengidentifikasi dan menyatukan persepsi mengenai
beberapa istilah yang dirasakan asing sehingga dalam diskusi berikutnya mahasiswa
memiliki pemahaman yang sama mengenai kasus yang dibahas.

Step 2: Merumuskan masalah yang akan didiskusikan.


Masalah pada lembar 1: Bagaimana patofisiologi terjadinya nyeri sekitar mata dan
penurunan tajam penglihatan?
Masalah pada lembar 2: Bagaimana patofisiologi terjadinya gejala lain yang menyertai
pada kasus? Bagaimana mendiagnosis Glaukoma Primer Sudut Terbuka serta
merujuknya?
Masalah pada lembar 3: Bagaimana prinsip penatalaksanaan dan prognosis pada
kasus Glaukoma Primer Sudut Terbuka?

Step 3: Brainstorming menggunakan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya oleh


masing-masing mahasiswa, merumuskan hipotesis atau penjelasan yang paling
mungkin mengenai kasus.
Pada pembahasan lembar 1, pada tahap ini mahasiswa diharapkan dapat
menganalisis bahwa masalah berkurangnya tajam penglihatan yang disebabkan oleh
beberapa hal, yakni:
1. Glaukoma Primer Sudut Terbuka
2. Kelainan refraksi
3. Katarak
4. Retinopati hipertensif/diabetik
5. Degenerasi makula terkait usia
Dari seluruh hipotesis yang ada, mahasiswa diharapkan dapat menentukan hipotesis
yang tepat
Setelah diberikan lembar 2, hipotesis mahasiswa akan lebih terarah kepada
anamnesis yang diperlukan untuk menentukan kemungkinan diagnosis katarak dan
merujuknya. Setelah dibagikan lembar 3, mahasiswa dapat menjelaskan prognosis
dari katarak.

Step 4: Menganalisis hipotesis.


Pada tahap ini mahasiswa diharapkan akan mendiskusikan kasus sesuai dengan
pengetahuan yang mereka miliki.
Step 5: Merumuskan tujuan pembelajaran (learning objectives)
Pada akhir tutorial pertama mahasiswa diharapkan dapat merumuskan tujuan
pembelajaran yakni:

Lembar 1:
1. Menjelaskan tentang anatomi bola mata (Anatomi)
2. Menjelaskan patofisiologi nyeri sekitar mata (Mata)
3. Menjelaskan diagnosis banding dan anamnesis tambahan yang diperlukan untuk
mendukung diagnosis.(Mata)

Lembar 2:
4. Menjelaskan tentang anatomi sudut bilik mata. (Anatomi)
5. Menjelaskan tentang histologi limbus, kornea, processus ciliaris (Histologi)
6. Menjelaskan fisiologi aqous humor. (Fisiologi)
7. Menjelaskan fisiologi tentang visual pathway. (Fisiologi)
8. Menjelaskan tentang pemeriksaan tajam penglihatan. (Mata)
9. Menjelaskan tentang diagnosis banding penurunan tajam penglihatan secara perlahan-
lahan (Mata)
10. Menjelaskan tentang faktor risiko glaukoma (Mata)
11. Menjelaskan tentang mekanisme patogenesis Glaukoma Primer Sudut Terbuka dan
penyempitan lapang pandangan (Mata)
12. Menjelaskan gambaran klinis Glaukoma Primer Sudut Terbuka dan diagnosis (Mata) 

Lembar 3:
13. Menjelaskan interpretasi hasil pemeriksaan pada kasus (Mata) 
14. Menjelaskan pembagian Glaukoma (Mata)
15. Menjelaskan prinsip penatalaksanaan Glaukoma Primer Sudut Terbuka (medikamentosa
dan pembedahan) (Farmakologi/Mata)
16. Menjelaskan indikasi rujukan dan persiapan pra-rujukan pada kasus glaukoma (Mata)
17. Menjelaskan komplikasi, prognosis, edukasi dan screening Glaukoma Primer Sudut
Terbuka (Mata)

Langkah tutorial pertemuan kedua


1. Mahasiswa mendiskusikan hasil belajar mandiri masing-masing bersama kelompok.
2. Setiap mahasiswa diharuskan membawa minimal 3 bahan referensi berupa jurnal atau
buku teks yang diperoleh melalui belajar mandiri.
3. Pembahasan hasil belajar mandiri tidak harus dalam bentuk pemaparan dan presentasi
flipchart, melainkan dapat juga berupa diskusi.
4. Presentasi dalam bentuk flipchart terutama bermanfaat dalam memaparkan diagram atau
gambar, namun tidak disarankan untuk sekadar narasi.
5. Untuk mengaktifkan setiap mahasiswa dan mengevaluasi hasil belajar mandiri mereka,
tutor dapat berimprovisasi dengan menunjuk mahasiswa untuk memaparkan hasil belajar
mandiri, tidak semata-mata berdasarkan pembagian tugas yang disepakati oleh kelompok.
6. Kelompok akan menyimpulkan hasil tutorial. Mahasiswa diharapkan mampu membuat
beberapa kesimpulan hasil belajar, tidak hanya kesimpulan diagnosis.
Langkah tutorial pertemuan kedua
1. Mahasiswa mendiskusikan hasil belajar mandiri masing-masing bersama kelompok.
2. Setiap mahasiswa diharuskan membawa minimal 3 bahan referensi berupa jurnal atau
buku teks yang diperoleh melalui belajar mandiri.
3. Pembahasan hasil belajar mandiri tidak harus dalam bentuk pemaparan dan presentasi
flipchart, melainkan dapat juga berupa diskusi.
4. Presentasi dalam bentuk flipchart terutama bermanfaat dalam memaparkan diagram atau
gambar, namun tidak disarankan untuk sekadar narasi.
5. Untuk mengaktifkan setiap mahasiswa dan mengevaluasi hasil belajar mandiri mereka,
tutor dapat berimprovisasi dengan menunjuk mahasiswa untuk memaparkan hasil belajar
mandiri, tidak semata-mata berdasarkan pembagian tugas yang disepakati oleh kelompok.
6. Kelompok akan menyimpulkan hasil tutorial. Mahasiswa diharapkan mampu membuat
beberapa kesimpulan hasil belajar, tidak hanya kesimpulan diagnosis.

Jawaban learning issues sebagai bahan panduan bagi tutor

1 Menjelaskan tentang anatomi bola mata (Anatomi)

Anatomi bola mata.


Bola mata berbentuk bulat dengan panjang maksimal 24 mm. Bagian anterior bola mata
mempunyai kelengkungan yang lebih cembung sehingga terdapat bentuk dengan dua
kelengkungan berbeda. Bola mata dibungkus oleh tiga lapisan jaringan, yaitu lapisan sklera
yang bagian terdepannya disebut kornea, lapisan uvea, dan lapisan retina. Di dalam bola mata
terdapat cairan aqueous humor, lensa dan vitreous humor.

1. Konjungtiva, bagian terluar bola mata


yang memiliki pembuluh darah.
Membrane mukosa (selaput lendir)
yang melapisi kelopak dan melindungi
bola mata bagian luar. Konjungtiva
terbagi menjadi 2 yaitu konjungtiva
palpebral (melapisi kelopak mata) dan
konjungtiva bulbi (menutupi bagian
depan bola mata).
2. Kornea, selaput bening mata. Kornea memiliki ketebalan ± 0,5 mm dan tidak
mengandung pembuluh darah,
3. Sklera adalah Jaringan ikat dengan serat yang kuat berwarna putih di bawah
konjungtiva serta merupakan bagian dengan konsistensi yang relatif lebih keras untuk
membentuk bola mata. Ketebalan sclera bervariasi, 1 mm disekitar papil saraf optik dan
0,3 mm tepat di posterior insersi otot (James, Chew dan Bron, 2006).
4. Retina; merupakan mekanisme persyarafan untuk penglihatan. Sel Kerucut pada retina
bertanggung jawab untuk penglihatan siang hari, sel-sel ini terkonsentrasi di fovea yang
bertanggung jawab untuk penglihatan detail seperti membaca huruf kecil.
5. Uvea; Lapisan vaskular di dalam bola mata yang terdiri dari 3 bagian yaitu iris, korpus
siliar dan koroid. Iris membentuk pupil di bagian tengahnya, suatu celah yang dapat
berubah ukurannya dengan kerja otot sfingter dan dilator untuk mengontrol jumlah
cahaya yang masuk ke mata. Badan siliar berfungsi menghasilkan cairan yang mengisi
bilik mata, sedangkan koroid merupakan lapisan yang banyak mengandung pembuluh
darah untuk memberi nutrisi pada bagian mata. Otot siliaris dipersarafi oleh sistem
parasimpatis. Koroid dibentuk oleh arteriol, venula dan anyaman kapiler padat.
Membrane dasarnya dengan membrane dasar epitel pigmen retina membentuk
membrane Bruch yang aselular berfungsi sebagai sawar difusi antara koroid dan retina.
6. Pupil; Lubang tempat cahaya masuk ke dalam mata, dimana lebarnya diatur oleh
gerakan iris. Bila cahaya lemah iris akan berkontraksi dan pupil melebar (midriasis) yang
dipengaruhi oleh saraf simpatis sehingga cahaya yang masuk lebih banyak. Sedangkan
bila cahaya kuat iris akan berelaksasi dan pupil mengecil (miosis) sehingga cahaya yang
masuk tidak berlebihan, dipengaruhi oleh saraf parasimpatis.
7. Lensa mata; transparan dan cekung, dengan kecekungan terbesar berada pada sisi
depan. Lensa disangga oleh serabut zonula yang berjalan diantara korpus siliaris dan
kapsul lensa. Serabut zonula ini mentransmisikan perubahan pada otot siliaris sehingga
membuat lensa mengubah bentuk dan kekuatan refraksinya. Pertambahan usia akan
membuat serabut yang letaknya di dalam akan kehilangan nucleus dan organel
intraselulernya.

2 Menjelaskan patofisiologi nyeri sekitar mata (Mata)

Saraf kranial trigeminal yang menyuplai sensori sekitar mata dan termasuk saraf kranial yang
terbesar di otak. Akibat dari rangsangan nyeri pada saraf ini, secara mekanis serabut saraf akan
terbelit dan demielinisasi sekunder, mungkin dimediasi oleh iskemik mikrovaskuler. Perubahan
ini menurukan ambang eksitabilitas dari serabut saraf yang terkena dan memicu cross-talk
antara serabut yang berdekatan. Kemudian, sinyal taktil datang dari serabut bermielin cepat (A-
beta) dan secara langsung mengaktivasi serabut nosiseptif lambat (A-delta), dan kadang serabut
C, yang berakibat pada nyeri pada sekitar mata.

3 Menjelaskan diagnosis banding dan anamnesis tambahan yang diperlukan untuk


mendukung diagnosis.(Mata)

Diagnosis banding nyeri sekitar mata:

1. Glaukoma sudut tertutup akut


a. Definisi: kegawatdaruratan mata karena terjadi secara akut, di mana
peningkatan tekanan intraokular terjadi akibat hambatan aliran keluar humor
akous oleh sebagian atau seluruh sudut, oleh iris perifer.
b. Gejala klinis: mata merah, pandangan mendadak kabur, halo, sakit kepala
ipsilateral, mual, dan muntah
c. Pemeriksaan: visus turun, segmen anterior (injeksi konjuntiva (+), edema
epitel kornea (+), pupil non-reaktif dan mid-dilatasi, COA dangkal),
gonioskopi (terlihat perlengkatan pangkal iris dengan kornea), tonometry
(TIO dapat mencapai 45 mmHg), perimetri (hilang penglihatan perifer)
funduskopi (neuropati optik glaukomatosa (+))
2. Keratitis
a. Definisi: inflamasi pada kornea, yang dapat terjadi akibat infeksi oleh
mikroorganisme maupun akibat non-infeksi karena proses autoimun
b. Gejala klinis: mata merah, pandangan kabur, fotofobia, dan berair
c. Pemeriksaan: visus turun, segmen anterior (injeksi konjungtiva(+), injeksi
siliar(+)), fluorescein test dijumpai defek (+)
3. Uveitis anterior
a. Definisi: inflamasi yang terbatas pada iris, atau pada iris dan badan siliaris
b. Gejala klinis: mata merah tanpa sekret, dengan atau tanpa penurunan tajam
penglihatan ringan, fotofobia
c. Pemeriksaan: visus normal/ turun, segmen anterior (injeksi konjuntiva(+),
injeksi siliar(+), keratik presipitat (+), sel(+), flare (+), sinekia (+))
4. Skleritis:
a. Definisi: proses peradangan pada sklera yang melibatkan lapisan lebih
dalam
b. Gejala klinis: mata merah, nyeri saat menggerakkan bola mata, dengan atau
tanpa penurunan tajam penglihatan, fotofobia, mata berair tanpa disertai
sekret
c. Pemeriksaan: visus, segmen anterior (injeksi yang terletak lebih dalam,
berwarna merah keunguan, edema sklera (+), penekanan dengan lidi kapas
tidak dapat menggerakkan pembuluh darah), pemeriksaan fenilefrin 10%
(tidak mengubah vasodilatasi pembuluh darah sklera)
5. Neuritis optik:
a. Definisi: inflamasi akut pada nervus optik
b. Gejala klinis: mata tenang, penurunan tajam penglihatan mendadak,
kehilangan penglihatan sentral, nyeri pada pergerakkan bola mata,
penurunan persepsi warna dan sensitivitas kontras
c. Pemeriksaan: visus turun, segmen anterior (normal), RAPD (+) bila
unilateral, funduskopi (papil nervus optik hiperemis(+), edema (+)), perimetri
(hilangnya penglihatan sentral)
6. Konjungtivitis
a. Definisi: inflamasi pada jaringan konjungtiva, yang dapat terjadi secara akut
maupun kronis, akibat invasi mikroorganisme dan atau reaksi imunologi.
b. Gejala klinis: mata merah, berair, rasa berpasir, perih, sekret, dan gatal
c. Pemeriksaan: visus normal, segmen anterior (edema kelopak (+), injeksi
konjuntiva (+), sekret (+))
7. Keratitis herpetic:
a. Definisi: inflamasi kornea yang disebabkan oleh Herpses simpleks virus
(HSV)
b. Gejala klinis: gambaran blefarokonjungtivitis dengan vesikel pada kulit
kelopak, disertai mata merah
c. Pemeriksaan: visus turun, segmen anterior (injeksi konjungtiva (+), lesi
dendritik (+),penurunan atau hilangnya sensasi kornea), fluorescein test
dijumpai defek dendritik

4 Menjelaskan tentang anatomi sudut bilik mata. (Anatomi)

Sudut yang dibentuk oleh iris dan kornea disebut sudut bilik mata depan. Iris di insersi ke
dalam bagian anterior korpus siliaris dan memisahkan humor akuos ke dalam bilik mata depan
dan bilik mata belakang. Humor akuos diproduksi oleh prosesus siliaris yang melewati bilik mata
belakang ke bilik mata depan melalui pupil dan keluar melalui sudut bilik mata depan. Sebagian
besar humor akuos keluar melalui jalur trabecular meshwork yang disebut sebagai sistem
kanalikular atau konvensional, yaitu sekitar 83-96% dari aliran humor akuos normal. Sisanya
yaitu sekitar 5-15% humor akuos keluar melalui sitem uveoskleral atau sistem unconventional.
Bilik mata depan berperan penting dalam proses pengosongan humor akuos. Bilik mata
depan dibentuk oleh akar iris, bagian anterior badan iris, sklera spur, trabecular meshwork, dan
garis Schwalbe (bagian akhir dari membran descement kornea). Sudut bilik mata depan
bervariasi pada setiap individu dan berpengaruh pada patomekanisme tipe-tipe glaukoma yang
berbeda-beda.

Anatomi dari sudut bilik mata depan (sistem aliran konvensional) terdiri dari :
a. Garis Schwalbe
Garis Schwalbe merupakan bagian yang paling depan yang terdiri dari kolagen dan
jaringan elastis dengan lebar bervariasi 50-150 μm dan disebut juga Zona S. Secara
anatomi garis ini merupakan batas antara membran descement perifer dan batas
anterior trabekula.
b. Scleral spur
Scleral spur adalah bagian dinding posterior dari sulkus skleral yang dibentuk oleh
sekelompok serat yang sejajar dengan limbus yang membentuk ke dalam seperti cincin
fibrosa. Kumpulan serat ini terdiri atas 80% kolagen dan 5% serat elastis. Bagian
anterior dari scleral spur melekat pada trabecular meshwork dan bagian posteriornya
melekat pada bagian longitudinal dari otot siliar. Ketika muskulus siliaris berkontraksi,
scleral spur tertarik ke arah posterior, sehingga meningkatkan jarak ruang
intratrabekular dan mencegah kanalis Schlemm tertutup.
c. Ciliary body band
Bagian ini terletak di area posterior dari scleral spur berupa pita yang berwarna
kecoklatan. Lebarnya tergantung pada posisi insersi iris.
d. Trabecular meshwork
Sistem konvensional dari aliran humor akuos terdiri dari trabecular meshwork, kanalis
Schlemm, jalur intraskleral, vena episkleral dan vena konjungtiva. Trabecular meshwork
terdiri dari jaringan ikat yang dikelilingi oleh endotelium. Trabecular meshwork berbentuk
segitiga dengan puncak pada garis Schwalbe dan dasarnya berada pada scleral spur.
Jaringan ini terdiri dari tiga bagian yaitu uveal meshwork, corneoscleral meshwork dan
jaringan jukstakanalikular.

5 Menjelaskan tentang histologi limbus, kornea, processus ciliaris (Histologi)


Selain sklera, tunika fibrosa mempunyai kornea. Sklera dan kornea bertemu dan bertaut
di limbus (Gambar 1). Lebar limbus sekitar 1,5-2 mm. Di limbus terdapat lekukan/sudut akibat
perbedaan lengkung antara kornea dan sklera. Bagian luar limbus diliputi oleh conjunctiva bulbi.
Di atas limbus, conjunctiva bulbi merupakan struktur dengan epitel berlapis gepeng tanpa keratin
dan lamina propria di bawah epitel. Stroma limbus merupakan tepian sklera yang menyatu
dengan kornea, dan berupa jaringan ikat fibrosa. Stroma limbus ini di bagian dalam membentuk
taji sklera. Pada bagian anterior taji ini terdapat jaringan trabekula yang tersusun dari serat-serat
kolagen dengan celah-celah di antaranya yang dikenal sebagai ruang-ruang Fontana. Di atas
trabekula ini, terdapat sebuah lumen lebar memanjang yang disebut kanal Schlemm. Kanal
Schlemm merupakan lumen dari pembuluh limfe yang berperan menyalurkan aqueous humor ke
vena ciliary. Karena itu, lumen kanal Schlemm dilapisi oleh epitel selapis gepeng.

Gambar 1. Limbus
Limbus (1) merupakan daerah pertemuan sklera (2) dan kornea (3) dan ditutupi oleh conjunctiva bulbi
(4). Di sebelah dalam sklera, terdapat corpus ciliaris (5) dengan otot-otot polos dan prosesus siliaris (6).
Corpus ciliaris berlanjut ke anterior menjadi iris (7). Pembesaran 100x. Pewarnaan HE.

Kornea (Gambar 2) merupakan lapisan terluar bola mata di anterior. Kornea tidak
berwarna (transparan) dan menutupi bagian “hitam mata” atau warna lainnya, sesuai warna iris.
Kornea cukup tipis dan tersusun atas 5 lapisan:
1. Epitel kornea terletak paling anterior dan berupa epitel berlapis gepeng tanpa keratin.
2. Membran Bowman merupakan lapisan homogen tipis di bawah epitel kornea dan merupakan
membran basal dari epitel kornea. Serat-serat kolagen halus menyusun membran Bowman.
3. Stroma, disebut juga substansia propria, merupakan bagian kornea yang paling tebal. Stroma
disusun oleh lamella serat kolagen yang lebih kasar daripada yang membentuk membrane
Bowman. Di antara serat kolagen terdapat fibrosit.
4. Membran Descemet mempunyai tebal kurang lebih sama dengan membran Bowman dan
merupakan membran basal bagi lapisan endotel.
5. Endotel merupakan lapisan kornea paling dalam dan berupa epitel selapis gepeng atau
kuboid rendah.

Gambar 2. Kornea
Kornea terdiri dari 5 lapisan yaitu epitel kornea (1), membran Bowman (2), stroma (3), membran
Descemet (4), dan endotel (5). Pembesaran 200x. Pewarnaan HE.

Corpus ciliaris terdapat pada pangkal iris, menonjol ke dalam bilik mata belakang
(kamera okuli posterior). Sekumpulan serat penggantung lensa mata (ligamentum suspensorium
lensa mata/ zonula Zinii) tertambat pada corpus ciliaris melaui prosesus siliaris. Setiap prosesus
siliaris terdiri dari inti pusat stroma dan kapiler yang ditutupi oleh lapisan ganda epitel (lihat
Gambar 3). Endotel kapiler tipis dan memiliki fenestra kecil yang menghadap ke epitel silia
berpigmen. Endotelium kapiler dikelilingi oleh membran basal yang mengandung sel-sel perisit.
Jaringan vaskular dikelilingi oleh stroma tipis yang terdiri dari substansi dasar, fibril kolagen, dan
sel-sel pengembara sesekali. Substansi dasar mengandung mukopolisakarida, protein, dan zat
terlarut plasma.

Gambar 3. Prosessus siliaris


Kapiler (Ca) berada di stroma prosessus siliaris yang ditutupi oleh 2 lapis epitel yaitu pigmented
epithelium (PE) dan nonpigmented epithelium (NPE).
Epitel berpigmen terdiri dari sel kuboid rendah dengan banyak granula melanin di
sitoplasmanya. Lapisan ini dipisahkan dari stroma oleh membran basal atipikal, lanjutan dari
membran Bruch yang mengandung serat kolagen dan elastik. Fungsi epitel berpigmen tidak
sepenuhnya jelas. Bagian basal dari lapisan ini memiliki sejumlah besar lipatan ke dalam sel dan
mitokondria, menunjukkan peran dalam proses metabolisme aktif. Sitoplasma dan membran sel
dari sel epitel berpigmen menunjukkan adanya karbonat anhidrase.
Lapisan epitel non-pigmen terdiri dari sel-sel kolumnar, yang dipisahkan dari aqueous
humor oleh membran basal. Epitel non-pigmen bersilia memiliki ciri morfologi jaringan yang
terlibat dalam transportasi cairan, termasuk lipatan luas di membran basal dan lateral, banyak
mitokondria, retikulum endoplasma kasar yang berkembang dengan baik, dan tight junctions
yang menghubungkan apikal membran sel yang berdekatan.
Aqueous humor diproduksi di bagian anterior prosesus siliaris. Bagian anterior dari epitel
siliaris yang tidak berpigmen memiliki gambaran morfologis yang menunjukkan transpor cairan
aktif, termasuk peningkatan interdigitasi basal dan lateral, banyak mitokondria, dan retikulum
endoplasma kasar yang berkembang dengan baik. Epitel disuplai oleh jaringan kapiler yang
kaya dengan banyak fenestrasi.
Banyak terminal saraf berada pada jaringan ikat yang berdekatan dengan epitel berpigmen,
tetapi tidak menembus lamina basal dan mencapai epitel yang non-pigmen. Terminal ini muncul
dari serat simpatis dan parasimpatis. Selain itu, sel epitel non-pigmen bersilia memiliki reseptor
adrenergik dan kolinergik

6 Menjelaskan fisiologi aqous humor. (Fisiologi)

Humor akuos adalah cairan jernih yang mengisi bilik mata depan dan bilik mata belakang.
Humor akuos dibentuk melalui transfer selektif dari zat terlarut (ion, glukosa, askorbat, asam
amino, dan zat terlarut lainnya) serta air dari darah yang melewati epitel silia. Humor akuos terus
disekresikan oleh epitel badan silia dengan kecepatan 2-3 μL/menit dan masuk terlebih dahulu
ke ruang posterior (0,06 ml) kemudian merembes ke depan melalui celah sempit antara lensa
dan iris lalu memasuki ruang anterior (0,25 ml) melalui pupil. Dari ruang anterior, humor akuos
meninggalkan mata melalui dua jalur aliran keluar di sudut ruang anterior, yaitu sudut yang
dibentuk oleh kornea dan akar iris.
Produksi humor akuos melibatkan beberapa proses, yaitu transport aktif, ultrafiltrasi dan
difusi sederhana. Transport aktif di sel epitel yang tidak berpigmen memegang peranan penting
dalam produksi humor akuos dan melibatkan Na+/K+-ATPase. Proses ultrafiltrasi adalah proses
perpindahan air dan zat larut air ke dalam membran sel akibat perbedaan tekanan osmotik.
Proses ini berkaitan dengan pembentukan gradien tekanan di prosesus siliaris, sedangkan
proses difusi adalah proses yang menyebabkan pertukaran ion melewati membran melalui
perbedaan gradien elektron.
Sistem pengaliran humor akuos terdiri dari dua jenis sistem pengaliran utama, yaitu aliran
konvensional atau trabecular outflow dan aliran nonkonvensional atau uveoscleral outflow.
1. Trabecular outflow (convensional outflow)
Merupakan aliran utama dari humor akuos, sekitar 90% dari total. Jalur conventional
outflow ini terjadi dari trabecular meshwork ke dinding bagian dalam kanal schlemm
yang terlihat dan membuktikan resistensi dari outflow.
2. Uveoscleral outflow (unconventional outflow)
Merupakan sistem pengaliran utama yang kedua, sekitar 5-10% dari total. Humor akuos
mengalir dari bilik anterior ke muskulus siliaris dan rongga suprakoroidal lalu ke vena-
vena di korpus siliaris, koroid, dan sklera. Sistem aliran ini relatif tidak bergantung
kepada perbedaan tekanan.
7 Menjelaskan fisiologi tentang visual pathway. (Fisiologi)

Jalur yang dilalui cahaya ketika masuk ke mata adalah: kornea → aqueous humor
→lensa →vitreous humor →retina (fotoreseptor) →neuron optikus→ lalu menuju ke
korteks penglihatan
8 Menjelaskan tentang pemeriksaan tajam penglihatan. (Mata)

Pemeriksaan visus atau tajam penglihatan diukur menggunakan optotip snellen. Seseorang
yang masih memiliki visus yang normal bisa melihat pada jarak 6 meter tanpa alat bantuan.
Berarti kondisi visus pasien tersebut adalah 6/6 (orang normal bisa melihat optotip snellen pada
jarak 6 meter, pasien juga bisa melihat optotip snellen pada jarak 6 meter) atau emetrop (istilah
medis). 

Seseorang yang mengalami penurunan tajam penglihatan bisa dicurigai karena kelainan refraksi
seperti miopi (rabun jauh), hipermetropi (rabun dekat) atau kelainan pada organ mata (kelainan
media refraksi) seperti katarak dsb. 

Untuk mengetahui apakah penderita mengalami kelainan pada refraksinya atau media
refraksinya bisa dilakukan tes pinhole.

Cara memeriksa visus seseorang adalah sebagi berikut :


1. Tempelkan kartu optotip snellen di dinding. Dudukan penderita dalam jarak 6 meter dari
optotip snellen.
2. Periksa mata kanan penderita, penderita menutup mata kiri dengan telapak tangan
(palmar) tanpa tekanan dilanjutkan dengan mata kiri. Lakukan pemeriksaan dari baris
atas sampai baris akhir. Catat urutan baris akhir yang bisa di baca penderita.
3. Jika huruf paling atas tidak bisa dibaca penderita maka lakukan tes jari tangan (finger
tes).

Cara Counting finger test :


Acungkan satu atau lebih jari tangan kanan/kiri kamu didepan penderita dari jarak 3 meter, 2
meter atau 1 meter. Setelah itu penderita disuruh menebak berapa jumlah jari yang diacungkan.
Apabila pada jarak 3 meter penderita bisa menebak/melihat jari yang diacungkan maka visusnya
3/60 (orang normal bisa melihat acungan jari pada jarak 60 meter, sedangkan pasien hanya bisa
melihat pada jarak 3 meter). Apabila pasien tidak bisa menebak/melihat acungan jari pada jarak
1 meter lakukan tes goyangan tangan (waving hand tes).

Cara melakukan hand movement test :


Goyangkan kedua tangan kamu didepan penderita dari jarak 1 meter. Setelah itu penderita
ditanya apakah dapat melihat goyangan tangan didepannya atau terlihat buram. Apabila pada
jarak 1 meter penderita bisa menebak/melihat goyangan tangan didepannya maka visusnya
1/300 (orang normal bisa melihat goyangan tangan pada jarak 300 meter, sedangkan pasien
hanya bisa melihat pada jarak 1 meter). Apabila pasien tidak bisa menebak/melihat goyangan
tangan pada jarak 1 meter lakukan tes penyinaran dengan lampu senter (dark-light tes).

Cara melakukan dark-light test :


Sorotkan cahaya lampu senter  didepan penderita dari jarak 1 meter. Setelah itu penderita
ditanya apakah dapat melihat cahaya lampu senter didepannya . Apabila  penderita bisa
melihat cahaya lampu senter didepannya maka visusnya 1/~ (tidak terbatas), jika tidak maka
visusnya 0.

9 Menjelaskan tentang diagnosis banding penurunan tajam penglihatan secara perlahan-


lahan (Mata)

1. Katarak Senilis
katarak yang terjadi sebagai akibat dari proses penuaan, yang merupakan katarak
yang paling sering terjadi. Patogenesis kondisi ini melibatkan banyak proses, yang
meliputi perubahan komposisi protein yang beragregasi sehingga membentuk
kekeruhan dan bertambahnya lapisan-lapisan serat lensa yang lama kelamaan juga
membuat lensa mengeras, padat, berpigmen, dan mengeruh.
2. Kelainan refraksi
suatu kondisi dimana cahaya yang masuk kedalam mata tidak dapat difokuskan tepat
pada retina. Kelainan refraksi dapat dibedakan menjadi miopia, hipermetropia, dan
astigmatisma. Miopia adalah keadaan refraksi mata di mana dalam keadaan mata
istirahat (tanpa akomodasi), seberkas cahaya sejajar yang berasal dari objek yang
terletak jauh tak terhingga akan difokuskan pada satu titik di depan retina.
Hipermetropia adalah keadaan refraksi mata di mana dalam keadaan mata istirahat
(tanpa akomodasi), seberkas cahaya sejajar yang berasal dari objek yang terletak jauh
tak terhingga akan difokuskan pada satu titik di belakang retina. Astigmatisma
adalah keadaan optik mata, dimana sinar - sinar sejajar tidak dibiaskan pada satu titik
fokus tunggal.
3. Glaukoma
Glaukoma adalah kumpulan penyakit mata yang terdiri dari atrofi papil optik
glaukomatosa (N II) dan defek luas lapang pandang yang karakteristik (sejalan dengan
kelainan saraf optik). Peningkatan tekanan intraokular merupakan salah satu faktor
resiko utama. Rentang tekanan intraokular normal adalah 10 - 21 mmHg. 
4. Retinopati diabetik
Penyakit mikrovaskular retina akibat hiperglikemia kronik pada penderita diabetes
mellitus (DM). Faktor resiko utama terjadinya retinopati diabetik adalah durasi
menderita diabetes, kontrol gula darah buruk/derajat hiperglikemia, hipertensi,
peningkatan lemak darah (hiperkolestrolemia), dan rokok. Faktor resiko lain adalah
umur, tipe DM, gangguan faktor pembekuan, penyakit ginjal, dan kurang aktifnya
kegiatan fisik
5. Retinopati hipertensi
Retinopati hipertensi adalah perubahan vaskular retina akibat hipertensi sistemik
(tekanan darah sistolik minimal 140 mmHg dan diastolik minimal 90 mmHg), di mana
hipertensi biasanya bersifat esensial, artinya tidak terjadi akibat proses penyakit lain.
Resiko mengalami retinopati hipertensi arterioslerotik meningkat dengan semakin
lamanya menderita tekanan darah tinggi.
6. Degenerasi makula karena usia
Degenerasi makula karena usia atau yang biasa disebut Age-related Makular
Degeneration (AMD) adalah suatu perubahan pada makula yang terjadi ada orang-
orang berusia di atas 50 tahun, tanpa sebab lain yang jelas. Resiko AMD meningkat
seiring dengan bertambahnya usia.

10 Menjelaskan tentang faktor risiko glaukoma (Mata)


Faktor-faktor yang mempengaruhi glaukoma terbagi menjadi 3 bagian yang umum yaitu :
1. Faktor demografis
Kondisi demografis yang mempengaruhi antara lain adalah :
 Umur
Prevalensi meningkat secara signifikan seiring bertambahnya usia. Glaukoma Sudut
Tertutup jarang terjadi pada usia 40 tahun. Prevalensi tertinggi terjadi pada usia 55-70
tahun. Seiring pertambahnya usia maka kedalaman dan volume bilik mata depan
berkurang, sehingga terjadi peningkatan ketebalan lensa yang mendorong lensa
kedepan sehingga mengakibatkan peningkatan kontak iridolentikuler.
 Jenis Kelamin
Secara umum penelitian mengenai hubungan jenis kelamin terhadap prevalensi
glaukoma sudut terbuka menunjukan hasil yang berbeda-beda.
Studi kasus menemukan bahwa perempuan memiliki risiko lebih besar terkena
glaukoma sudut tertutup dibandingkan pria. Hal ini diasumsikan bahwa wanita
cenderung mempunyai segmen anterior lebih kecil dan axial length lebih pendek
dibanding pria.
 Riwayat Keluarga
Sebuah studi case control berdasarkan populasi di Belanda menunjukkan bahwa
saudara setingkat pada pasien dengan glaukoma memiliki risiko 9 kali lebih tinggi
dibandingkan kontrol.
 Ras
Glaukoma memiliki prevalensi tinggi pada ras keturunan afrika dan afrika yang tinggal di
Karibia dan Amerika Serikat. Selain itu, ras Hispanic, cina, asia dan india memiliki
prevalensi lebih tinggi dibandingkan dengan ras kulit putih.
2. Faktor okular
Kesehatan bola mata juga memiliki peran dalam meningkatkan faktor risiko terjadi
glaukoma :
 Tekanan Intraokuler : merupakan faktor risiko utama pada glaukoma
 Faktor anatomis
Pasien dengan glaukoma sudut tertutup mempunyai segmen anterior yang lebih
kecil, padat, dan axial length yang pendek. Faktor predisposisi utama adalah bilik
mata yang dangkal, lensa tebal, dan kuravtura anterior lensa meningkat, axial
length pendek, dan diameter serta radius kurvatura kornea kecil.
 Miopia
 Peripapillary atrophy
3. Penyakit sistemik dan beberapa kondisi penyerta juga dapat meningkatkan risiko
terjadinya glaukoma sudut terbuka yaitu hipertensi, penggunaan obat tertentu (steroid ,
antikolinergik, adrenegik,dll), merokok, konsumsi alkohol, konsumsi kafein, dan faktor
stress emosional

11 Menjelaskan tentang mekanisme patogenesis Glaukoma Primer Sudut Terbuka dan


penyempitan lapang pandangan (Mata)

Mekanisme Obstruksi dan Humor Akueus


Patogenesis glaukoma belum dapat sepenuhnya dimengerti namun besarnya tekanan
intraokular berhubungan dengan kematian sel ganglion retina. Keseimbangan antara sekresi
humor akuos oleh badan siliaris dan alirannya melalui jalur jalinan trabekular dan uveoskleral
menentukan besarnya tekanan intraokular. Pada pasien Glaukoma Primer Sudut Terbuka terjadi
peningkatan resistensi terhadap aliran akueus melalui jalinan trabekular sehingga aliran keluar
humor akueus menurun.
Penelitian histopatologi dan molekular biologi dapat menjelaskan kemungkinan penyebab
obstruksi akueus pada Glaukoma Primer Sudut Terbuka, dimana didapatkan beberapa
abnormalitas seperti fragmentasi kolagen trabelukar, penebalan membran basalis, penyempitan
rongga intertrabekular, penurunan jumlah sel endotel trabekular, penumpukan material asing,
penurunan filamen aktin, penurunan jumlah giant vacuoles, penutupan kanalis schlemm dan
penebalan scleral spur. Interpretasi histopatologis yang dibuat harus mempertimbangkan faktor-
faktor tambahan sepeti usia, efek sekunder dari peningkatan tekanan intraokular dalam jangka
waktu panjang, perubahan-perubahan yang disebabkan oleh pengobatan medis dan operasi
yang dilakukan serta artefak yang terjadi saat memproses jaringan.

Mekanisme Neuropati Optik


Mekanisme kerusakan saraf optik yang disebabkan oleh kenaikan tekanan intraokular,
iskemia diskus optikus atau lapisan serabut saraf, penekanan mekanis pada akson secara
langsung, toksisitas lokal atau kombinasi dari hal-hal ini dikatakan dapat menyebabkan
kerusakan saraf optik pada Glaukoma Primer Sudut Terbuka.
Tekanan intraokular dapat menyebabkan tekanan pada struktur posterior mata terutama
lamina kribrosa dan jaringan sekitarnya. Peningkatan tekanan intraokular menyebabkan
kompresi, deformasi dan remodeling lamina kribrosa, akibatnya terjadi kerusakan mekanis dan
gangguan transpor axonal. Pada pengamatan histopatologik dan imunohistokimia pada saraf
optik ditemukan fibrosis, perubahan arteriosklerotik dan hilangnya pembuluh darah kapiler,
meningkatnya jaringan ikat pada septa dan sekeliling pembuluh darah sentral retina disertai
meningkatnya jumlah kolagen tipe IV dan VI. Mekanisme imunoregulator pada jalinan trabekular,
badan ganglion sel dan akson saraf optik, pembuluh darah retina serta lamina kribrosa sebagai
patogenesis POAG. Keseimbangan antara imunitas protektif dan autoimmune neurogenerative
injury menentukan keadaan akhir ganglion sel retina dalam menghadapi berbagai stresor pada
pasien dengan glaukoma.
Pada Glaukoma Primer Sudut Terbuka, peningkatan TIO biasanya tidak meningkat
melebihi 30 mmHg oleh karena perjalanan penyakit yang berjalan secara progresif perlahan,
sehingga kerusakan sel ganglion retina biasanya terjadi setelah beberapa tahun. Akibat
peningkatan tekanan intaokular yang berkelanjutan, lama-kelamaan akan menyebabkan
kerusakan atau iskemia akson saraf optik akibat berkurangnya aliran darah pada papil saraf
optik, sehingga terjadi atropi papil dan pembesaran cekungan optik yang biasa disebut
ekskavasi glaukomatosa. Pada glaukoma primer sudut terbuka tahap awal, pasien cenderung
tidak mengeluh mata merah atau bahkan kadang tidak terdapat keluhan. Padahal dalam tahap
ini sudah terjadi gangguan fungsi dan susunan anatomis tanpa disadari oleh penderita. Lama-
kelamaan tanpa terapi yang baik, penderita akan merasakan progresifitas dari kerusakan nervus
optikus akibat adanya gangguan saraf optik yang akan terlihat sebagai gangguan fungsi berupa
penciutan lapang pandang.

12 Menjelaskan gambaran klinis Glaukoma Primer Sudut Terbuka dan diagnosis (Mata)

Glaukoma Primer Sudut Terbuka merupakan penyakit yang bersifat progresif lambat dengan
onset gradual, gejala –gejala klinis:
 tidak nyeri
 melihat halo/ gambaran pelangi di sekitar cahaya lampu
 pandangan kabur perlahan
 pada umumnya bilateral asimetris
 biasanya tidak bergejala hingga penglihatan sentral mengalami gangguan yang
terjadi pada tahap lanjut penyakit / melihat seperti terowongan

Glaukoma Primer Sudut Terbuka didiagnosa berdasarkan Ananmnesis dan pemeriksaan


Penunjang.

1.Pemeriksaan tekanan bola mata


Pemeriksaan tekanan bola mata dilakukan dengan alat yang dinamakan tonometer.
Pemeriksaan tekanan yang dilakukan dengan tonometer pada bola mata dinamakan tonometri.
Tindakan ini dapat dilakukan oleh dokter umum dan dokter spesialis lainnya.
Pengukuran tekanan bola mata sebaiknya dilakukan pada setiap orang berusia di atas
20 tahun pada saat pemeriksaan fisik medik secara umum. Dikenal beberapa alat tonometer
seperti alat tonometer Schiotz dan tonometer aplanasi Goldman.

2.Gonioskopi
Pemeriksaan gonioskopi adalah tindakan untuk melihat sudut bilik mata dengan goniolens.
Gonioskopi adalah suatu cara untuk melihat langsung keadaan patologik sudut bilik mata, juga
untuk melihat hal-hal yang terdapat pada sudut bilik mata seperti benda asing..

3.Oftalmoskopi
Oftalmoskopi, pemeriksaan ke dalam mata dengan memakai alat yang dinamakan
oftalmoskop. Dengan oftalmoskop dapat dilihat saraf optik di dalam mata dan akan dapat
ditentukan apakah tekanan bola mata telah mengganggu saraf optik. Saraf optik dapat dilihat
secara langsung. Warna serta bentuk dari papil saraf optik pun dapat menggambarkan ada atau
tidak ada kerusakan akibat glaukoma yang sedang diderita..

4. Pemeriksaan lapang pandang


Penting, baik untuk menegakkan diagnosa maupun untuk meneliti perjalanan
penyakitnya, juga bagi menetukan sikap pengobatan selanjutnya. Harus selalu diteliti keadaan
lapang pandangan perifer dan juga sentral. Pada glaukoma yang masih dini, lapang pandangan
perifer belum menunjukkan kelainan, tetapi lapang pandangan sentral sudah menunjukkan
adanya bermacam-macam skotoma. Jika glaukomanya sudah lanjut, lapang pandangan perifer
juga memberikan kelainan berupa penyempitan yang dimulai dari bagian nasal atas. Yang
kemudian akan bersatu dengan kelainan yang ada ditengah yang dapat menimbulkan tunnel
vision, seolah-olah melihat melalui teropong untuk kemudian menjadi buta.

5. Tes provokasi
 Tes minum air
Penderita disuruh berpuasa, tanpa pengobatan selama 24 jam. Kemudian disuruh
minum 1 L air dalam 5 menit. Lalu tekanan intraokular diukur setiap 15 menit selama 1,5
jam. Kenaikan tensi 8 mmHg atau lebih, dianggap mengidap glaukoma.
 Pressure Congestive test
Pasang tensimeter pada ketinggian 50-60 mmHg, selama 1 menit. Kemudian ukur tensi
intraokularnya. Kenaikan 9 mmHg, atau lebih mencurigakan, sedang bila lebih dari 11
mmHg pasti patologis.
 Kombinasi tes air minum dengan pressure congestive test
Setengah jam setelah tes minum air dilakukan pressure congestive test. Kenaikan 11
mmHg mencurigakan, sedangkan kenaikan 39 mmHg atau lebih pasti patologis

13 Menjelaskan interpretasi hasil pemeriksaan pada kasus (Mata) 


Pada pemeriksaan didapatkan :
 Pemeriksaan Tekanan Intraokuli
Sebagian besar pasien Glaukoma Primer Sudut Terbuka mengalami kenaikan
tekanan intraokular dalam rentang 22-40 mmHg (Beberapa pasien tidak
mengalami kenaikan tekanan intraokular diatas 18 mmHg dan disebut Normo
Tension Glaucoma.)
 Oftalmoskop:
Kelainan pada pemeriksaan oftalmoskopi dapat dilihat :
- Kelainan papil saraf optik
 saraf optik pucat atau atrofi
 saraf optik tergaung
- Kelainan serabut retina, serat yang pucat atau atrofi akan berwarna hijau
- Tanda lainnya seperti perdarahan peripapilar
 Pemeriksaan Lapang pandangan
kerusakan saraf optik dan penyempitan lapang pandangan yang memiliki gambaran
khusus paling tidak pada salah satu mata.
Pada pemeriksaan tes Konfrontasi : dijumpai lapang pandangan pasien tidak
sama dengan pemeriksa
 Gonioskopi
sudut bilik mata depan terbuka (tidak terdapat sinekia anterior perifer, tidak ada
aposisi antara iris dan jalinan trabekular dan tidak terjadi perkembangan abnormal
sudut bilik mata depan
 Tidak dijumpai kondisi lain yang menyebabkan terjadinya glaukoma primer
sudut terbuka
14 Menjelaskan pembagian Glaukoma (Mata)

Klasifikasi glaukoma berdasarkan etiologinya dibagi menjadi :


4. Glaukoma primer
5. Glaukoma sekunder
6. Glaukoma kongenital
7. Glaukoma absolut.
Berdasarkan mekanisme peningkatan tekanan intraokuler dibagi menjadi dua yaitu:
1. Glaukoma sudut terbuka
2. Glaukoma sudut tertutup.

15 Menjelaskan prinsip penatalaksanaan Glaukoma Primer Sudut Terbuka


(medikamentosa dan pembedahan) (Farmakologi/Mata)

Tujuan terapi glaukoma adalah untuk mempertahankan fungsi visual dengan menurunkan
tekanan intraokular hingga mencapai tekanan yang dapat mencegah kerusakan nervus optikus
yang lebih lanjut. Regimen terapi yang dipilih harus mencapai tujuan ini dengan resiko yang
terendah, efek samping yang paling sedikit dan biaya yang tidak memberatkan pasien

Terapi Medikamentosa
Terapi inisial Glaukoma Primer Sudut Terbuka pada umumnya menggunakan
medikamentosa. Obat-obatan okular hipotensif dibagi menjadi beberapa kelas berdasarkan
struktur kimia dan aksi farmakologisnya.
1. Analog prostaglandin merupakan okular hipotensif dengan kemampuan penetrasi
kornea dan bersifat aktif setelah dihidrolisa oleh korneal esterase. Obat ini
menurunkan tekanan intraokular dengan meningkatkan aliran akueus melalui jalur
uveaskleral dan menurunkan resistensi aliran tersebut.
2. Β-adrenergik antagonis menurunkan tekanan intraokular dengan menghambat
produksi cyclic adenosine monophosphate pada epitel badan siliar, dengan
demikian menurunkan sekresi humor akueus sebanyak 20%-50% sehingga
menurunkan tekanan intraokular sebanyak 20%-30%. Adrenergik agonis
menurunkan produksi humor akueus, meningkatkan aliran uveoskleral dan
memperbaiki aliran konvensional.
3. Inhibitor karbonik anhidrase menurunkan produksi humor akueus dengan
menghambat aktivitas enzim karbonik anhidrase pada epitel siliaris. Inhibitor
karbonik anhidrase sistemik dapat menurunkan pembentukan humor akueus lebih
lanjut karena menyebabkan renal metabolic acidosis yang mengganggu aktivitas
Na+K+ATPase pada epitel siliaris. Enzim karbonik anhidrase terdapat pada
beberapa jaringan termasuk endotel kornea, iris, epitel pigmen retina, sel darah
merah, otak dan ginjal.
4. Agen hiperosmotik digunakan untuk mengendalikan episode akut peningkatan
tekanan intraokular. Ketika diberikan secara sistemik, agen hiperosmotik
meningkatkan osmolaritas darah sehingga menimbulkan gradien osmotik antara
darah dan humor vitreus serta menarik air dari rongga vitreus dan menurunkan
tekanan intraokular.

Terapi biasanya dimulai dengan obat topikal tunggal, kecuali bila tekanan intraokular sangat
tinggi sehingga diperlukan terapi menggunakan dua atau lebih jenis obat. Analog prostaglandin,
β-blockers, α2-adrenergic agonist dan inhibitor karbonik anhidrase merupakan pilihan terapi lini
pertama untuk glaukoma sudut terbuka. Apabila terapi tunggal tidak dapat mengendalikan
tekanan intraokular maka diperlukan terapi kombinasi. Akan tetapi, bila terapi kombinasi terdiri
dari tiga jenis atau lebih obat maka kemungkinan untuk timbulnya efek samping lokal maupun
sistemik lebih besar dan dapat terjadi masalah karena kurangnya kepatuhan pasien dalam
menjalani pengobatan

Terapi Laser
Laser trabekuloplasti menggunakan energi laser pada jalinan trabekular pada tempat
berbeda, biasanya mencakup 180º - 360º tiap terapi. Tujuan laser trabekulaplasti adalah untuk
meningkatkan aliran humor akuos, dengan demikian menurunkan tekanan intraokular.
Beberapa laser dengan panjang gelombang yang berbeda dapat digunakan termasuk argon
laser, diode laser dan Q-switched Nd:YAG laser.
Prosedur siklodestruksi menghancurkan sebagian badan siliar untuk mengurangi sekresi
akuos, dengan demikian menurunkan tekanan intraokular.

Terapi bedah
Biasanya dilakukan bila terapi medikamentosa tidak efektif, tidak dapat ditoleransi atau tidak
digunakan dengan tepat oleh pasien. Sehingga glaukoma tidak terkontrol dengan kerusakan
yang progresif atau memiliki resiko tinggi untuk terjadinya kerusakan yang lebih lanjut.
Prosedur bedah insisional yang paling umum untuk glaukoma adalah trabekulektomi dan
implantasi tube shunts. Prosedur-prosedur ini dapat menurunkan tekanan intraokular secara
signifikan dengan membentuk jalur yang memotong jalur aliran akuos alami. Trabekulektomi dan
tube shunts prosedur diindikasikan bila terapi lain tidak dapat mempertahankan tekanan
intraokular pada tingkat yang cukup rendah untuk mencegah progresi penyakit yang lebih lanjut .
16 Menjelaskan indikasi rujukan dan persiapan pra-rujukan pada kasus glaukoma (Mata)

Kebutaan akibat glaukoma dapat dihindari dengan diagnosa dan penanganan dini secara
tepat. Dalam hal ini, dokter umum memiliki pemaran yang sangat penting dalam diagnosis dan
penanganan dini glaukoma, karena dokter umum merupakan ujung tombak pelayanan
kesehatan primer.
Standar kompetensi dokter umum glaukoma akut adalah 3B ( Gawat darurat ) yang artinya
lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan terapi pendahuluan pada keadaan
darurat demi menyelamatkan nyawa atau mencegah keparahan dan/atau kesulitan pada pasien.

Indikasi rujukan kasus Glaukoma Setelah diberikan pertolongan pertama pada pasien, segera
rujuk pada dokter spesialis mata/ pelayanan tingkat sekunder/ tersier.

17 Menjelaskan komplikasi, prognosis, edukasi dan screening Glaukoma Primer Sudut Terbuka
(Mata)
Komplikasi
1. Glaukoma Kronis
Penatalaksanaan yang tidak adekuat dapat menyebabkan perjalanan progresif
dari glaukoma yang lebih parah
2. Sinekia Anterior
Apabila terapi tertunda, iris perifer dapat melekat ke jalinan trabekukar ,
sehingga menimbulkan sumbatan ireversible sudut bilik mata depan dan
menghambat aliran akueus humor keluar.
3. Katarak
Pada keadaan tekanan bola mata yang sangat tinggi , maka akan erjadi
gangguan permeabilitas kapsul lensa sehingga terjadi kekeruhan lensa
4. Kerusakan Saraf Optik
Kerusakan saraf pada glaukoma umumnya diakibatkan karena peningkatan
tekanan intraokuli. Tekanan intraokuli yang tinggi dan tidak terkontol akan
mengakibatkan kerusakan progresif saraf optik.
5. Kebutaan
Akibat kerusakan progrsif saraf optik terjadi penurunan visus sampai terjadi
kebutaan

Prognosis
Meskipun tidak ada obat yang dapat menyembuhkan glaukoma, pada kebanyakan kasus
glaukoma dapat dikendalikan. Glaukoma dapat dirawat dengan obat tetes mata, tablet, operasi
laser atau operasi mata. Menurunkan tekanan pada mata dapat mencegah kerusakan
penglihatan lebih lanjut. Oleh karena itu semakin dini deteksi glaukoma maka akan semakin
besar tingkat kesuksesan pencegahan kerusakan mata.
- Ad vitam (pengaruh penyakit terhadap proses kehidupan) : Ad bonam
- Ad Functionam ( pengaruh penyakit terhadap fungsi organ atau fungsi manusia
dalam melakukan tugasnya ) : Dubia
- Ad sanationam (Penyakit dapat sebuh total dan dapat beraktivitas seperti biasa) :
Dubia

Edukasi dan Screening

Edukasi
Gaya hidup sehat untuk mencegah terjadinya glaukoma : Diet gizi seimbang, istirahat yang
cukup dan pengelolaan stress yang baik merupakan beberapa cara untuk menghindari
glaukoma.

Screening
 Pemeriksaan skrining setiap 2 - 4 tahun pada kelompok usia dibawah 40 tahun
 Pemeriksaan skrining setiap 2 tahun pada kelompok usia di atas 40 tahun
 Pemeriksaan skrining setiap 1 tahun pada kelompok dengan riwayat keluarga
menderita glaukoma

Anda mungkin juga menyukai