Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

ASMA PADA KEHAMILAN

Penyusun:
Ihza Hasbullah Husein Siregar 190100062
Sintike leminawati Simbolon 190100118
Tasya Bunga Intan Silalahi 190100128

KEPANITERAAN KLINIK RS PENDIDIKAN USU


DEPARTEMEN PULMONOLOGI DAN KEDOKTERAN RESPIRASI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
rahmat dan anugerah-Nya Sari Pustaka ini dapat diselesaikan penulis tepat waktu dan
tanpa halangan yang berarti. Sari pustaka yang berjudul “Asma Pada Kehamilan”
merupakan salah satu syarat untuk penilaian Pendidikan Profesi Dokter (P3D) di
Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara. Tentunya, dalam penyelesaian Sari Pustaka ini, penulis banyak
mendapatkan bantuan dari selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan
dan bimbingan selama pembuatan Sari Pustaka ini. Penulis menyadari bahwa
penulisan laporan kasus ini masih banyak yang perlu diperbaiki, baik dari segi materi,
sistematis, maupun cara penulisannya. Oleh karena itu, dengan kerendahan hati
penulis mengharapkan kritik dan saran agar dapat menjadikan referat ini menjadi
lebih baik lagi. Demikianlah kata pengantar yang penulis sampaikan. Semoga laporan
kasus ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca.

Medan 12 Februari 2023

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................2

DAFTAR ISI................................................................................................................3

DAFTAR GAMBAR...................................................................................................4

BAB I............................................................................................................................5

1.1 Latar Belakang.....................................................................................................5

1.2 Tujuan Penulisan..................................................................................................5

1.3 Manfaat Penulisan................................................................................................6

BAB II..........................................................................................................................7

2.1 Asma....................................................................................................................7

2.1.1 Definisi Asma................................................................................................7

2.1.2 Asma Pada Kehamilan..................................................................................7

2.1.3 Etiologi Asma pada Kehamilan....................................................................9

2.1.5 Tatalaksana Asma Saat Persalinan..............................................................14

2.1.6 Obat Asma pada Kehamilan........................................................................15

2.1.7 Edukasi pada Ibu Hamil dengan Asma.......................................................18

BAB III.......................................................................................................................19

KESIMPULAN........................................................................................................19

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................20

3
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Pengaruh hormonal dan mekanik pada ibu hamil terhadap fungsi paru. .11
Gambar 2. Algoritma Asma pada Kehamilan............................................................12

4
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Keluhan umum yang sering terjadi pada ibu hamil adalah sesak napas. Sesak
napas ini biasanya terjadi pada masa trismester ketiga dari periode kehamilan. Sesak
napas yang terjadi pada masa kehamilan ini disebabkan karena janin yang ada
dirahim ibu sudah semakin membesar sehingga mendorong bagian bawah diafragma
yang mengakibatkan terjadinya sesak napas (Murphy, 2015).

Asma adalah penyakit yang sering memberikan komplikasi medis yang berarti
pada kehamilan. Sekitar 4-8% kehamilan memiliki komplikasi berupa asma.
Prevalensi morbiditas asma pada kehamilan terus meningkat dari tahun ke tahun,
meskipun angka mortalitasnya menurun. Insidensi asma dalam kehamilan adalah
sekitar 0,5-1% dari seluruh kehamilan, Di Indonesia prevalensi asma dalam
kehamilan adalah sekitar 3,7-4%. Hal tersebut membuat asma menjadi salah satu
permasalahan yang biasa ditemukan dalam kehamilan (Agustina & Malang, 2017).

Asma pada kehamilan umumnya tidak mempengaruhi janin, namun serangan


asma berat dan asma yang tak terkontrol dapat menyebabkan hipoksemia ibu
sehingga berefek pada janin. Hipoksia janin terjadi sebelum hipoksia ibu terjadi.
Asma pada kehamilan berdampak penting bagi ibu dan janin selama kehamilan dan
persalinan. Dampak yang terjadi dapat berupa kelahiran prematur, usia kehamilan
muda, hipertensi pada kehamilan, abrupsio plasenta, korioamnionitis, dan seksio
sesaria (Murphy et al., 2005).

1.2 Tujuan Penulisan


Penulisan dan penyusunan makalah ini dilakukan untuk menambah ilmu dan lebih
memahami mengenai asma pada ibu hamil. Tujuan penulisan lainnya yaitu untuk

5
memenuhi persyaratan pelaksanaan kegiatan Program Pendidikan Profesi Dokter
(P3D) di Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara.

1.3 Manfaat Penulisan


Karya tulis ilmiah ini diharapkan dapat memberikan manfaat terhadap penulis
dan pembaca terutama yang terlibat dalam bidang medis agar dapat memahami asma
pada kehamilan, sehingga dapat mengenali, melakukan penegakan diagnosis dan
pengobatan asma pada kehamilan dengan tepat. Karya tulis ilmiah ini juga
diharapkan dapat memberikan wawasan kepada masyarakat umum agar lebih
mengetahui dan memahami tentang asma pada kehamilan.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Asma

2.1.1 Definisi Asma


Asma merupakan penyakit inflamasi kronis saluran pernafasan yang ditandai
dengan gejala seperti mengi, sesak nafas, dada berat, dan batuk yang bervariasi,
terutama terjadi pada malam hari yang bersifat reversibel baik dengan pengobatan
atau tanpa pengobatan. Variasi ini sering dipicu oleh faktor-faktor seperti olahraga,
paparan alergen atau iritan, perubahan cuaca, atau infeksi pernafasan virus. Gejala
dan keterbatasan aliran udara dapat sembuh secara spontan atau sebagai respon
terhadap pengobatan, dan kadang-kadang bisa absen selama berminggu-minggu atau
berbulan-bulan pada suatu waktu. Disisi lain, pasien dapat mengalami episodik flare-
up atau eksaserbasi (Global Initiative for Asthma, 2022).

2.1.2 Asma Pada Kehamilan


Asma adalah penyakit kronik yang prevalensinya semakin meningkat di
dunia. Beberapa penelitian membuktikan bahwa asma berdampak selama proses
kehamilan dan kehamilan dapat mempengaruhi perubahan status klinis pasien asma.
Kehamilan dengan asma merupakan masalah kesehatan dengan prevalensi
diperkirakan meningkat pada dua dekade belakangan ini (Damayanti & Pudyastuti,
2020).

Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), jumlah penderita asma


di seluruh dunia akan mencapai 400 juta orang pada tahun 2025, dengan pertambahan
180.000 setiap tahunnya. Seiring dengan peningkatan prevalensi asma di masyarakat,
kejadian asma pada kehamilan juga akan sering dijumpai. Prevalensi asma pada
kehamilan pada kepustakaan terdahulu dilaporkan 0,4 sampai 1,3%, sedangkan
penelitian yang lebih mutahir melaporkan sekitar 3,7 sampai 8,4%. Di Australia

7
dengan prevalensi asma tertinggi di dunia, pada tahun 1995 didapatkan 12,4% wanita
hamil dengan asma. Di Indonesia prevalensi asma berkisar antara 5-7%. Insidensi
asma dalam kehamilan adalah sekitar 0,5 – 1 % dari seluruh kehamilan, dimana
serangan asma biasanya timbul pada usia kehamilan 24 – 36 minggu, jarang pada
akhir kehamilan.

Selama proses kehamilan sehat kondisi fungsi paru, pola ventilasi dan
pertukaran gas dipengaruhi secara biokimia (hormonal) dan mekanik. Perubahan
ventilasi paru yang paling berperan selama kehamilan adalah perubahan fisiologis
hormonal. Hormon yang berperan yaitu progesteron, estrogen dan prostaglandin.
Progesteron meningkat bertahap selama kehamilan dari 25 ng/ml pada usia kehamilan
37 minggu.

Progesteron menginduksi pusat napas primer dengan meningkatkan


sensitivitas pusat napas terhadap karbondioksida. Progesteron mengubah tonus otot
polos jalan napas sehingga terjadi bronkodilatasi dan mediasi hiperemi dan edem
mukosa sehingga menyebabkan kongesti nasal. Ventilasi semenit (minute ventilation)
meningkat akibat efek kadar progesteron meningkat.

Peningkatan ventilasi semenit terutama disebabkan peningkatan volume tidal


dan frekuensi pernapasan. Kapasitas residu fungsional dapat menurun sampai 10-25%
akibat penurunan volume cadangan ekspirasi dan volume residual akibat pembesaran
uterus dan posisi diafragma bergeser keatas (Maselli et al., 2013).

Estrogen juga meningkat selama kehamilan sehingga jumlah dan sensitivitas


reseptor progesteron dalam hipotalamus dan medula meningkat. Peningkatan
estrogen selama trimester ketiga dapat meningkatkan produksi mukus, hiperemi dan
edem mukosa jalan napas. Prostaglandin juga akan menstimulus otot polos uterus
selama persalinan. Prostaglandin F2α dapat meningkatkan tahanan jalan napas
dengan menyebabkan bronkokonstriksi sedangkan Prostaglandin E1 da E2
bronkodilatasi.

8
Uterus yang makin membesar menyebabkan perubahan volume paru dan
dinding dada selama kehamilan. Pembesaran uterus menimbulkan tekanan abdominal
akhir ekspirasi meningkat sehingga diafragma bergerak ke atas. Perubahan ini
menimbulkan tekanan negatif pleura (tekanan esofagus) meningkat sehingga saluran
napas kecil menutup lebih awal yang mengakibatkan penurunan kapasitas residu
fungsional dan volume cadangan ekspirasi serta perubahan konfigurasi dinding dada.
Tinggi rongga toraks menjadi lebih pendek tetapi dimensi dinding toraks sisi lainnya
meningkat supaya kapasitas paru total tetap konstan.

Perubahan fisiologis, hormonal serta anatomi selama kehamilan dapat


meningkatkan kerja napas dan menjadikan proses bernapas untuk dua orang (ibu dan
janin, bahkan lebih bila kembar) merupakan suatu hal yang perlu diperhatikan. Pada
saat ini asma seharusnya bukan menjadi masalah bagi pasien hamil karena telah
tersedia obat-obat asma relatif aman. Derajat terkontrolnya asma melalui obat
pengontrol dapat meminimalkan risiko ibu dan janin (Damayanti & Pudyastuti,
2020).

2.1.3 Etiologi Asma pada Kehamilan


Prevalensi asma dipengaruhi oleh banyak status atopi, faktor keturunan, serta
faktor lingkungan. Selama kehamilan ada banyak perubahan pada tubuh ibu mulai
dari perubahan anatomis pada rongga dada yang disebabkan oleh pembesaran uterus
yang menggeser diafragma ke atas hingga sejauh 4 cm, perubahan fisiologis pada
paru yang mengalami penurunan secara progresif kapasitas residu fungsional sekitar
10-12% yang diakibatkan oleh perubahan anatomi rongga dada dan perubahan pada
hormonal yaitu peningkatan kadar estrogen dan progesteron yang dapat
mengakibatkan saluran napas atas dan mukosa jalan napas menjadi hiperemis, edema,
dan hipersekesi, hormon juga akan berkompetisi dan mencegah translokasi nuklear
glukokortikoid, menyebabkan perlawanan efek fisiologis steroid endogen dan
eksogen (Nelson & Piercy, 2001).

9
Perubahan tersebut dapat menyebabkan penurunan oksigenasi maternal,
sementara kehamilan itu sendiri akan meningkatkan 20% konsumsi oksigen serta
15% laju metabolik, hal ini menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan ventilasi-
perfusi. Kebutuhan ekstra ini dapat diperoleh melalui peningkatan 40-50% resting
minute ventilation, yang berasal terutama dari peningkatan volume tidal, dan
hiperventilasi menyebabkan peningkatan tekanan oksigen arteri (PaO2) serta
penurunan tekanan karbondioksida arteri (PaCO2), dengan kompensasi penurunan
konsentrasi bikarbonat serum sampai 18- 22 mmol/l. Alkalosis respiratorik ringan
(pH 7,44) seringkali ditemukan dalam kehamilan. Oleh karenanya sesak napas sering
dijumpai selama kehamilan (American College of Allergy and Immunology, 2002).

Efek kehamilan pada asma bervariasi dan tidak dapat diprediksi. Perubahan
faal paru, fluktuasi hormonal dan aspek imunologi interaksi antara ibu dan janin
mungkin mempunyai peran dalam tingkat kontrol asma pada ibu hamil. Data
menunjukkan sepertiga pasien asma dengan kehamilan mengalami perburukan,
sepertiga tidak berubah dan sisanya menjadi lebih baik (Namazy & Schatz, 2018).
Pengaruh kehamilan terhadap serangan asma pada setiap penderita asma selalu
bervariasi bahkan pada seorang penderita asma serangannya tidak sama pada
kehamilan pertama dan berikutnya. Eksaserbasi serangan asma tampaknya juga
sering terjadi pada trimester III atau pada saat persalinan (Gluck & Gluck, 2006).

Eksaserbasi sering terjadi karena faktor infeksi virus pada traktus respirasi
(34%), ketidaktaatan menggunakan inhaled corticosteroids/ICS (29%) sedangkan
memberatnya asma umumnya disertai infeksi traktus respirasi atau urinarius (69%)
(Murphy et al., 2005). Serangan asma yang semakin berat pada ibu hamil akan
membuat risiko hipoksia pada ibu dan janin juga akan semakin besar. Jika keadaan
hipoksia tidak segera diatasi maka akan memberikan pengaruh buruk pada janin
seperti abortus, persalinan prematur dan berat janin tidak sesuai umur kehamilan atau
pertumbuhan janin terhambat (Damayanti & Pudyastuti, 2020).

10
Selama kehamilan, derajat berat ringan asma dapat berubah sehingga
diperlukan pengaturan jenis dan dosis obat asma yang dipakai. Kondisi asma yang
tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah pada bayi yaitu peningkatan kematian
perinatal, pertumbuhan janin terhambat, lahir prematur, peningkatan operasi caesar,
BBLR dan perdarahan pasca partus (Mangunnegoro et al., 2004).

Gambar 1. Pengaruh hormonal dan mekanik pada ibu hamil terhadap fungsi paru
(Damayanti & Pudyastuti, 2020)

11
Gambar 2. Algoritma Asma pada Kehamilan

Mekanisme yang mungkin berkontribusi terhadap perubahan pada asma


selama kehamilan memang masih belum dipahami dengan baik, peningkatan pada
kadar hormon ibu, perubahan respon β2-adrenoreseptor dan paparan terhadap antigen
dari jenis kelamin janin mungkin terlibat (Murphy et al., 2005).

2.1.4 Tatalaksana Asma pada Kehamilan

Tatalaksana asma pada kehamilan sama dengan tanpa kehamilan. Manajemen


tatalaksana asma yang menjadi pedoman di Indonesia mengikuti pedoman dari
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) dan Global Initiative for Asthma
(GINA).

Sebagian besar perempuan hamil dengan asma mengurangi atau


menghentikan pengobatan selama kehamilan yang mengakibatkan kurangnya

12
kepatuhan dalam menggunakan obat asma dan infeksi virus sering menjadi pencetus
serangan asma saat kehamilan. Prinsip dasar pengobatan asma pada ibu hamil
adalah memberikan terapi optimal sehingga dapat mempertahankan asma yang telah
terkontrol bertujuan untuk mempertahankan kesehatan dan kualitas hidup ibu serta
pertumbuhan janin yang normal selama kehamilan. Pasien asma harus diberikan
informasi jelas mengenai potensi komplikasi asma yang dapat terjadi dan perubahan
fungsi paru selama masa kehamilan. Edukasi dan penggunaan obat inhalasi secara
tepat merupakan faktor terpenting menghindari pencetus asma dan segera
berkonsultasi ke dokter jika muncul gejala asma (Maselli et al., 2013).

Mengontrol asma pada kehamilan bertujuan untuk mencegah eksaserbasi


akut, mencegah hipoksemia dan gangguan janin serta menghindari kebutuhan obat
yang berlebihan. Semua obat asma secara umum dapat dipakai saat kehamilan
kecuali komponen alfa-adrenergik, bromfeniramin dan epinefrin. Obat inhalasi
kortikosteroid inhalasi sangat bermanfaat untuk mengontrol asma dan mencegah
serangan akut terutama saat kehamilan. Obat inhalasi agonis beta-2, leukotrien dan
teofilin dengan kadar yang termonitor dalam darah terbukti tidak meningkatkan
kejadian abnormalitas janin. Pemilihan obat asma pada pasien yang hamil dianjurkan
berupa obat inhalasi dan sebaiknya memakai obat-obat asma yang pernah dipakai
pada kehamilan sebelumnya yang sudah terdokumentasi dan terbukti aman (Murphy
et al., 2005).

Telah banyak bukti keamanan penggunaan obat asma selama kehamilan yaitu
beta2 agonis kerja cepat, teofilin dan ICS. Keamanan steroid oral untuk asma selama
kehamilan masih belum jelas seperti terlihat pada dua penelitian kohort prospektif
berkala besar yang mendapatkan hubungan antara penggunaan steroid oral dan
peningkatan risiko persalinan prematur. Penelitian yang ada tidak didapatkan
perubahan perkembangan janin pada ibu hamil yang menggunakan beklometason,
budesonid atau flutikason dibandingkan dengan kontrol namun hingga saat ini belum

13
ada studi spesifik meneliti pengaruh beta 2 agonis kerja lama (salmeterol, formoterol)
secara tunggal atau kombinasi dengan ICS selama kehamilan (Murphy et al., 2005).

Eksaserbasi akut yang terjadi harus segera diatasi agresif dengan pemberian
oksigen, agonis beta-2 kerja singkat secara nebulisasi dan kortikosteroid sistemik jika
ada indikasi. Pasien dan keluarga diupayakan berperan aktif dalam mencegah
eksaserbasi melalui kontrol lingkungan dan melakukan pengobatan sesuai
perencanaan yang dibicarakan bersama antara dokter, pasien dan keluarga.

Tatalaksana asma intermiten, persisten ringan, persisten sedang dan persisten


berat selama kehamilan tidak berbeda dengan tanpa kehamilan. Pasien dengan asma
intermiten dapat menggunakan inhalasi beta-2 agonis untuk menghilangkan gejala
dan tidak memerlukan obat pengontrol. Asma persisten ringan dberikan inhalasi
kortikosteroid dosis rendah atau teofilin lepas lambat selain beta-2 agonis. Pada asma
persisten sedang diberikan inhalasi kortikosteroid dosis sedang ditambah
bronkodilator kerja lama untuk mengontrol gejala asma. Pada asma persisten berat
memerlukan tatalaksana terapi yang lebih kompleks dan obatobatan yang optimal
yaitu kortikosteroid dosis tinggi dikombinasi dengan inhalasi beta-2 agonis kerja
lama atau teofilin lepas lambat. Terapi eksaserbasi akut asma pada pasien dengan
kehamilan sama dengan yang tidak hamil termasuk pemberian kortikosteroid sistemik
(Busse et al., 2004).

2.1.5 Tatalaksana Asma Saat Persalinan


Setiap pasien asma dengan kehamilan disarankan selalu menggunakan obat
pengontrol asma saat persalinan walaupun asma biasanya tenang selama persalinan.
Arus puncak ekspirasi (APE) harus tetap dinilai saat masuk dan interval fase
persalinan. Pemberian stress-dose steroid (seperti hidrokortison 100 mg setiap 8 jam
secara intravena) sebaiknya diberikan selama persalinan dan dalam 24 jam setelah
persalinan jika kortikosteroid sistemik telah diberikan dalam 4 minggu sebelumnya
untuk mencegah krisis adrenal (Busse et al., 2004).

14
Eksaserbasi asma pada saat persalinan sangat jarang terjadi sehingga
operasi saesaria hanya dilakukan bila ada indikasi obstetri. Hipoksemia pada ibu dan
janin biasanya dapat diatasi dengan tatalaksana medis optimal. Pembiusan regional
lebih dianjurkan dibandingkan bius umum. Penggunaan prostaglandin F2-alfa pada
pasien asma dengan kehamilan harus hati-hati karena berisiko memicu
bronkokonstriksi (Mangunnegoro et al., 2004).

Prostaglandin E2 atau E1 dapat digunakan untuk cervical ripening, tatalaksana


abortus spontan atau induksi atau perdarahan postpartum namun 15-methyl PGF2-
Alfa dan metilergonovin dapat menyebabkan bronkospasme. Magnesium sulfat yang
merupakan bronkodilator dan beta-adrenergik seperti terbutalin dapat digunakan
untuk tatalaksana persalinan prematur. Analgesi epidural mempunyai keuntungan
menurunkan konsumsi oksigen dan ventilasi semenit selama persalinan. Meperidin
dapat melepaskan histamin tetapi sangat jarang menyebabkan bronkospasme selama
kehamilan. Sebesar 2% insidens bronkospasme telah dilaporkan dengan penggunaan
anestesi regional (Mangunnegoro et al., 2004).

2.1.6 Obat Asma pada Kehamilan


Obat short acting β2-agonist (SABA) adalah terapi utama pelega saat terjadi
serangan asma pada semua derajat berat asma. Obat SABA bekerja dengan
menstimulus reseptor β2 pada jalan napas sehingga terjadi relaksasi otot polos dan
bronkodilatasi. Obat ini mempunyai onset kerja cepat (5-15 menit) dan masa kerja
pendek (3-6 jam) sehingga digunakan sebagai obat pelega. Obat SABA masuk dalam
kategori C pada daftar obat kehamilan namun dari hasil penelitian telaah sistematis
American Congress of Obstretricians and Gynecologists (ACOG) dan National Heart,
Lung and Blood Institute (NHLBI) berkesimpulan bahwa penggunaan SABA sebagai
pelega serangan asma dikategorikan aman untuk kehamilan.

Banyak penelitian menemukan tidak didapatkan hubungan antara penggunaan


SABA di trimester pertama ketika organogenesis terjadi dengan BBLR, kelahiran

15
usia kehamilan rendah atau malformasi kongenital utama. Terdapat beberapa
penelitian yang menemukan hubungan minor antara penggunaan SABA dengan
malformasi jantung, bibir sumbing dan gastroskisis.

Kelemahan penelitian mereka adalah tidak melaporkan apakah ibu hamil


terkontrol atau tidak dan derajat berat asma yang merupakan faktor risiko kelahiran
dengan kelainan.Salbutamol atau albuterol direkomendasikan sebagai obat pelega
pada kehamilan. Para ibu hamil harus diedukasi pentingnya selalu menyediakan
salbutamol sebagai obat pelega bila dibutuhkan. Salbutamol dapat digunakan 2-6 puff
dengan 20 menit interval sampai dengan 2 dosis bila ada keluhan sesak dan bila sesak
tidak berkurang atau ada penurunan aktivitas janin maka harus segera mencari
bantuan medis (Mangunnegoro et al., 2004).

1. Kortikosteroid Inhalasi (Inhaled Corticosteroids/ICS)


Kortikosteroid inhalasi merupakan obat pelega utama pasien asma persisten,
demikian juga untuk ibu hamil dengan asma persisten. Penggunaan ICS secara
teratur dapat menurunkan nilai gejala asma, angka serangan dan frekuensi gejala.
Kortikosteroid inhalasi dapat mengontrol inflamasi pada asma dengan menghambat
sel inflamasi dan mempunyai masa kerja 24 jam sampai 2 minggu. Kortikosteroid
inhalasi sebaiknya digunakan secara teratur sehingga dapat bekerja optimal. Efek
samping lokal yang paling sering terjadi akibat penggunaan ICS yaitu kandidiasis
oral sehingga disarankan selalu kumur air setiap kali selesai menggunakan
kortikosteroid inhalasi. Efek sistemik pada penggunaan ICS biasanya berhubungan
dengan penggunaan jangka panjang dosis tinggi. Kortikosteroid inhalasi termasuk
kategori C obat kehamilan namun dipertimbangkan aman digunakan ibu hamil untuk
dosis rendah dan sedang (Namazy & Schatz, 2018).

2. Kombinasi kortikosteroid inhalasi dan long acting β2 – agonist (LABACs)


Obat golongan LABA diindikasikan pada asma persisten sebagai terapi tahap
berikutnya dengan ICS dosis rendah atau saat gejala pada ibu hamil dengan asma

16
tidak terkontrol dengan ICS dosis sedang. Obat LABA lebih disarankan daripada
menambahkan teofilin atau Leukotriene Receptor Antagonists (LTRA) sebagai obat
pengontrol.Mekanisme kerja dan efek samping LABA sama dengan SABA tapi masa
kerjanya lebih lama sekitar 5,5 sampai 10 jam.

Penggunaan LABA pada pasien asma harus bersamaan dengan ICS.


Kombinasi ICS dan LABA masuk kategori C obat kehamilan dan penggunaannya
masih diperdebatkan. Penelitian telaah sistematis yang mendukung keamanannya
mendapatkan bahwa tidak ada hubungan bermakna antara ICS dan LABA dengan
malformasi kongenital, BBLR, kelahiran prematur atau janin kecil tidak sesuai usia
kehamilan pada beberapa penelitian utama yang sudah ada.

3. Leukotriene receptor antagonist (LTRA)


Obat golongan leukotriene receptor antagonist (LTRA) adalah montelukast
dan zafirlukast merupakan terapi alternatif obat pengontrol untuk asma persisten.
Mekanisme kerja LTRA dengan menghambat ikatan leukotrien dengan reseptor
sehingga terjadi edem jalan napas, kontraksi otot polos dan inflamasi. Efek samping
penggunaan LTRA antara lain sakit kepala, nyeri perut, eksim, laringitis, sakit gigi
dan dizziness. Obat LTRA termasuk obat kehamilan kategori B. Penelitian tentang
keamanan penggunaan montelukast pada kehamilan tidak menemukan kejadian
keguguran ataupun kematian janin (Namazy & Schatz, 2018).

4. Kortikosteroid Oral
Kortikosteroid oral diberikan pada pasien serangan asma atau asma persisten
berat sulit dikontrol yang telah mendapatkan paduan pengobatan lain namun tidak
ada respons. Penggunaan kortikosteroid oral harus dikombinasikan dengan obat
pengontrol lain. Kortikosteroid oral merupakan agonis reseptor glukokortikoid yang
menghambat proses inflamasi. Efek samping penggunaan kortikosteroid oral dapat
terjadi retensi sodium dan cairan, hiperglikemia, peningkatan tekanan darah dan sakit
kepala. Kortikosteroid oral masuk kategori C obat kehamilan dan penelitian yang ada

17
menunjukkan peningkatan efek samping dihubungkan dengan penggunaan obat ini.
Penggunaan kortikosteroid oral harus mempertimbangkan risiko untuk setiap kasus
yang ada seperti peningkatan risiko kelahiran prematur, BBLR dan preeklamsia.
Asma yang tidak terkontrol juga dapat membahayakan janin sehingga ketika
penggunaan kortikosteroid oral tidak bisa dihindarkan, maka dosis dan lama terapi
harus dibatasi disertai monitoring ketat (Namazy & Schatz, 2018).

2.1.7 Edukasi pada Ibu Hamil dengan Asma


Menurut National Asthma Education and Prevention Program (NAEPP), ibu
dengan pengobatan asma rutin sebelum kehamilan disarankan untuk tetap
melanjutkan pengobatan asma karena dinilai lebih aman daripada risiko yang
mungkin timbul akibat eksaserbasi asma karena penghentian pengobatan. Diperlukan
pemantauan yang ketat dan pengobatan yang benar pada ibu hamil dengan asma
melalui pemeriksaan Ante Natal Care (ANC) secara rutin dan sejak awal kehamilan
diwajibkan mengkuti senam hamil terutama yang membantu menguatkan otot-otot
pernapasan dengan tujuan menurunkan komplikasi naik pada janin maupun pada ibu.
Pasien ibu hami dengan asma juga perlu diedukasi akan menjuhi paparan allergen
atau aktivitas yang dapet memicu terjadinya serangan asma.

18
BAB III

KESIMPULAN

Asma merupakan penyakit inflamasi kronis saluran pernafasan yang


menyebabkan hiperresponsif jalan nafas dan ditandai dengan gejala episodik
berulang seperti mengi, sesak nafas, dada terasa berat terutama pada malam/ dini hari
yang bersifat reversibel baik dengan atau tanpa pengobatan. Perubahan anatomis dan
fisiologis seperti hormonal selama kehamilan dengan adanya pengaruh faktor
lingkungan, keturunan dan status atopi dapat menyebabkan wanita mengalami sesak
nafas secara alami, sehingga eksaserbasi asma pada ibu dengan riwayat asma selama
kehamilan dapat menjadi lebih berat. Prinsip dasar pengobatan asma pada ibu hamil
adalah dengan memberikan terapi optimal dan menghindari paparan alergen sehingga
asma dapat terkontrol dan kualitas kesehatan hidup ibu dan janin normal dapat
dicapai.

Penatalaksanaan asma pada kehamilan secara umum dapat menggunakan


agonis beta-2 short-acting sebagai reliever dan kortikosteroid inhalasi sebagai
controller. Kortikosteroid inhalasi lebih disarankan pada awal kehamilan daripada
kortikosteroid sistemik, karena memiliki risiko teratogenik yang lebih rendah. Selain
itu, penggunaan kortikosteroid inhalasi juga dapat mengurangi kebutuhan
penggunaan agonis beta-2 dan kortikosteroid sistemik.

19
DAFTAR PUSTAKA

Agustina, W., & Malang, M. (2017). Pengaruh Kehamilan Terhadap Frekuensi


Kekambuhan Asma Pada Ibu Hamil Trimester I, Ii Dan Iii Dengan Riwayat
Asma Di Kota Malang Influence of Pregnancy Toward the Recurrence
Frequency of Asthma in Trimester I, Ii and Iii Pregnant Woman With Asthma
History . Journal of Nursing Care & Biomolecular –, 2(2), 2017–2062.

American College of Allergy and Immunology. (2002). When Pregnancy is


Complicated by Allergies and Asthma. Pregnancy Committee of the American
College of Allergy Asthma and Immunology.

Busse, W., Clouter, M., MDombrowski, Nelson, H., Reed, M., & Schatz, M. (2004).
Managing Asthma During Pregnancy : Recommendations for Pharmacologic
Treatment. National Asthma Education and Prevention Program.

Damayanti, T., & Pudyastuti, S. (2020). Asma Pada Kehamilan : Mekanisme dan
Implikasi Klinis. Jurnal Respirologi Indonesia.

Global Initiative for Asthma. (2022). Global Strategy for Asthma Management and
Prevention 2022 Update. In Global Initiative for Asthma.
http://www.ginasthma.org

Gluck, J., & Gluck, P. (2006). The Effect of Pregnancy on The Course of Asthma.
Immunoal Allergy Clin North Am, 26(1), 63–80.

Mangunnegoro, H., Widjaja, A., Sutoyo, D., Yunus, F., Padjnaparamita, & Suryanto,
E. (2004). Asma : Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.

Maselli, D., Adams, S., Peters, J., & Levine, S. (2013). Management of Asthma

20
During Pregnancy. Ther Adv Respir Dis, 7, 87–100.

Murphy, V. (2015). Managing asthma in Pregnancy. Breathe, 11, 258–267.

Murphy, V., Gibson, P., Smith, R., & VL, C. (2005). Asthma during pregnancy:
mechanisms and treatment implications. The European Respiratory Journal,
25(4), 731–750. https://doi.org/10.1183/09031936.05.00085704

Namazy, J., & Schatz, M. (2018). Management of Asthma During Pregnancy :


Optimizing outcomes and Minimizing Risk. Semin Respir Crit Med, 39, 29–35.

Nelson, & Piercy, C. (2001). Asthma in Pregnancy. Respiratory Disease in


Pregnancy, 56.

21

Anda mungkin juga menyukai