Anda di halaman 1dari 51

-UNTUK DOSEN FASILITATOR-

BLOK XIV
KEDOKTERAN GIGI KLINIK II

Tim Penyusun :
Basma Rosandi Prakosa, drg
Eko Prastyo, drg., M.Si
Erina Fatmala, drg
Indah Nur Evi, drg., Sp.Ort
Herrina Firmantini, drg., Sp.Perio
Rudy S, drg., Sp.Pros

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA
KEDIRI
2019
1
I. PENDAHULUAN

1.1 GAMBARAN UMUM BLOK


Blok XIV ini dilaksanakan pada semester 5, tahun ke 3. Blok ini akan mempelajari
tentang prosedur diagnosis dan perawatan gigi tiruan tetap, prosedur diagnosis dan etiologi
maloklusi pada anak-anak, serta jaringan periodontal dan penyakit periodontal.
Sistem pembelajaran blok ini dengan menggunakan metode Problem Base Learning,
melalui diskusi tutorial, kuliah pakar, dan kuliah tambahan.

1.2 AREA KOMPETENSI


Area kompetensi dari standart kompetensi kedokteran gigi yang akan dicapai pada blok
ini yaitu:
a. Domain: Penguasaan Ilmu Kedokteran dan Kedokteran Gigi
b. Kompetensi utama: memahami Ilmu Kedokteran Dasar dan Klinik, Kedokteran Gigi Dasar
dan Klinik yang relevan sebagai dasar profesionalisme serta pengembangan ilmu
kedokteran gigi.

1.3 KARAKERISTIK MAHASISWA


Blok kedokteran gigi klinik II ditujukan bagi mahasiswa Kedokteran Gigi tahun ke-3,
semester 5 yang telah mendapat dasar-dasar (materi) tentang Kedokteran gigi Klinik dengan
metode PBL pada blok sebelumnya. Blok ini dimaksudkan memberikan pengetahuan tentang
prosedur diagnosa dan perawatan prostodonsia, maloklusi pada anak-anak dan biomekanik
pergerakan gigi serta periodonsia yang diperlukan pada ketrampilan klinik yang nanti
diperlukan pada tahap selanjutnya. Mahasiswa yang mengikuti blok ini telah memenuhi
prasyarat (syarat yang telah ditentukan).

1.4 MATA KULIAH TERINTEGRASI


a) Ortodonsia
b) Periodonsia
c) Prostodonsia
d) Biomaterial
e) Dental anatomy
f) Stogmatognaty
g) Blok Oral Manisfestasi

1.5 TUJUAN UMUM BLOK (learning outcome)


Mahasiswa diharapkan mampu mempelajari prosedur diagnosis dan perawatan
prostodonsia, maloklusi pada anak-anak dan biomekanik pergerakan gigi serta periodonsia.

2
1.6 TUJUAN KHUSUS
1.6.1 Mahasiswa mampu menjelaskan tentang maloklusi, analisis umum, analisis khusus,
analisis lokal, analisis fungsional, analisis model Ortodonsia.
1.6.2 Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian, ruang lingkup, tujuan pembuatan, macam
bagian dan bahan, syarat preparasi, dasar-dasar disain, penetapan rencana perawatan,
mencetak, cahaya dan warna, penyemenan, estetika dalam perawatan, after care,
pembongkaran GTT.
1.6.3 Mahasiswa mampu menjelaskan jaringan periodontal normal, klasifikasi penyakit
periodontal, mikrobiologi penyakit periodontal, epidemiologi penyakit periodontal,
sistem imun, kalkulus dan faktor predoposisinya.

3
II. METODE BELAJAR

Pada kurikulum berbasis kompetensi, strategi utama yang digunakan adalah belajar
berdasarkan masalah atau Problem Base Learning (PBL). Kegiatan belajar ini dilaksanakan dengan
mengacu pada skenario masalah yang memuat trigger atau pemicu melalui sebuah diskusi tutorial.
Pengembangan Informasi berikutnya diperoleh dari kuliah pakar, belajar mandiri, praktikum dan
skills lab.

2.1 Diskusi
Diskusi tutorial mahasiswa dibagi dalam kelompok-kelompok kecil, setiap kelompok terdiri
dari sekitar 10 orang sampai 13 orang mahasiswa dan dibimbing oleh seorang tutor sebagai
fasilitator. Dalam diskusi tutorial perlu ditunjuk satu orang sebagai ketua diskusi dan satu orang
sebagai sekretaris, keduanya akan bertugas sebagai pimpinan diskusi. Ketua diskusi dan sekretaris
ditunjuk secara bergiliran untuk setiap skenario agar semua mahasiswa mempunyai kesempatan
berlatih sebagai pemimpin dalam diskusi. Oleh karena itu perlu difahami dan dilaksanakan peran
dan tugas masing-masing dalam tutorial sehingga tercapai tujuan pembelajaran. Sebelum diskusi
dimulai tutor akan membuka diskusi dengan perkenalan antara tutor dengan mahasiswa dan antara
sesama mahasiswa. Setelah itu tutor menyampaikan aturan main dan tujuan pembelajaran secara
singkat. Ketua diskusi dibantu sekretaris memimpin diskusi dengan menggunakan 7 langkah atau
seven jumps untuk mendiskusikan masalah yang ada dalam skenario.

2.1.1 Tutorial seven jumps meliputi :


a) mengklarifikasi istilah atau konsep.
b) menetapkan permasalahan.
c) menganalisis masalah.
d) menarik kesimpulan dari langkah 3.
e) menetapkan Tujuan Belajar.
f) mengumpulkan informasi tambahan (belajar mandiri)
g) mensintesis / menguji informasi baru.

2.1.2. Mengklarifikasi Istilah atau Konsep


Istilah-istilah dalam skenario yang belum jelas atau menyebabkan timbulnya banyak
interpretasi perlu ditulis dan diklarifikasi lebih dulu dengan bantuan, kamus umum, kamus
kedokteran dan tutor.

2.1.3 Menetapkan Permasalahan


Masalah-masalah yang ada dalam skenario diidentifikasi dan dirumuskan dengan jelas.

4
2.1.4 Menganalisis Masalah
Masalah-masalah yang sudah ditetapkan dianalisis dengan brainstorming. Pada langkah ini
setiap anggota kelompok dapat mengemukakan penjelasan tentative, mekanisme, hubungan sebab
akibat, dll tentang permasalahan.

2.1.5 Menarik Kesimpulan dari Langkah 3


Disimpulkan masalah-masalah yang sudah dianalisa pada langkah 3.

2.1.6 Menetapkan Tujuan Belajar


Pengetahuan atau informasi-informasi yang dibutuhkan untuk menjawab permasalahan
dirumuskan dan disusun secara sistematis sebagai tujuan belajar atau tujuan instruksional khusus
(TIK).

2.1.7 Mengumpulkan Informasi Tambahan (Belajar Mandiri)


Kebutuhan pengetahuan yang ditetapkan sebagai tujuan belajar untuk memecahkan masalah
dicari dalam bentuk belajar mandiri melalui akses informasi melalui internet, jurnal, perpustakaan,
kuliah dan konsultasi pakar. Tugas mandiri harus ditulis tangan dan harus bisa dibaca, bila tulisan
tidak terbaca akan mengurangi poin penilaian. Penilaian tugas mandiri dari kelengkapan, kerapian
serta keakuratan sumber informasi.

2.1.8 Mensintesis / Menguji Informasi Baru


Mensintesis, mengevaluasi dan menguji informasi baru hasil belajar mandiri setiap anggota
kelompok. Open book hanya dilakukan untuk membentu saat memberikan penjelasan bukan dibaca
tanpa pemahaman.
Setiap skenario akan diselesaikan dalam satu minggu dengan dua kali pertemuan. Langkah 1
s/d 5 dilaksanakan pada pertemuan pertama, langkah 6 dilakukan di antara pertemuan pertama dan
kedua. Langkah 7 dilaksanakan pada pertemuan kedua. Tutor yang bertugas sebagai fasilitator akan
mengarahkan diskusi dan membantu mahasiswa dalam cara memecahkan masalah tanpa harus
memberikan penjelasan atau kuliah mini. Dalam diskusi tutorial, tujuan instruksional umum atau
TIU dapat digunakan sebagai pedoman untuk menentukan tujuan belajar. Ketua diskusi memimpin
diskusi dengan memberi kesempatan setiap anggota kelompok untuk dapat menyampaikan ide dan
pertanyaan, mengingatkan bila ada anggota kelompok yang mendominasi diskusi serta memancing
anggota kelompok yang pasif selama proses diskusi. Ketua dapat mengakhiri brain storming bila
dirasa sudah cukup dan memeriksa sekretaris apakah semua hal penting sudah ditulis. Ketua diskusi
dibantu sekretaris bertugas menulis hasil diskusi dalam white board atau flipchart. Dalam diskusi
tutorial perlu dimunculkan learning atmosphere disertai iklim keterbukaan dan kebersamaan yang
kuat. Mahasiswa bebas mengemukakan pendapat tanpa khawatir apakah pendapatnya dianggap
salah, remeh dan tidak bermutu oleh teman lain, karena dalam tutorial yang lebih penting adalah
bagaimana mahasiswa berproses memecahkan masalah dan bukan kebenaran pemecahan
masalahnya. Proses tutorial menuntut mahasiswa agar aktif dalam mencari informasi atau belajar
5
mandiri untuk memecahkan masalah. Belajar mandiri dapat dilakukan dengan akses informasi baik
melalui internet (jurnal ilmiah terbaru), perpustakaan (text book & laporan penelitian), kuliah dan
konsultasi pakar.

2.2 Kuliah
Kuliah dilaksanakan untuk memperjelas konsep atau teori yang sulit atau khusus sehingga
membutuhkan pakar untuk meningkatkan pemahaman, kuliah dapat diselenggarakan dalam bentuk
konsultasi interaktif berdasarkan masalah atau dapat diselenggarakan secara terjadwal, maupun atas
permintaan mahasiswa bila diperlukan.

2.3 Evaluasi
Sistem penilaian blok dilaksanakan dengan mempertimbangkan proses selama mengikuti
kegiatan belajar-mengajar, etika, dan penguasaan pengetahuan. Dengan ketentuan pencapaian total
dari semua komponen nilai tidak boleh kurang dari 65 untuk dapat lulus blok.
Dengan bobot nilai :
a) UAB (50%)
b) Tutorial (30%) poin yang dinilai kehadiran (1 & 2), aktifitas identifikasi permasalahan
dalam Skenario (1), interaksi antar teman (1 & 2), kemampuan penyampaian referensi
terhadap skenario (1 & 2).
c) Evaluasi tes dilakukan pada akhir tutorial ke-2 (10%)
d) Tugas mandiri dikumpulkan pada tutorial ke-2 (10%)
Apabila total nilai diatas mendapat nilai dibawah 65, mahasiswa dianggap tidak lulus
sehingga mahasiswa diwajibkan mengulang (remidi) komponen yang tidak lulus, jika ada program
remidi, jika tidak ada program remidi mahasiswa harus mengikuti lagi blok tersebut pada tahun
berikutnya.

6
CHECK LIST PENILAIAN TUTORIAL

SKENARIO :
PERTEMUAN :

No KRITERIA NILAI
Feed back :
1. Kehadiran
..........................
2. Aktifitas identifikasi permasalahan dalam scenario
..........................
3. Interaksi antar teman
..........................

Skor total (rata-rata ) : Paraf :

CHECK LIST PENILAIAN TUTORIAL

SKENARIO :
PERTEMUAN :
No KRITERIA NILAI
1. Kehadiran
2. Interaksi antar teman
3. Kemampuan penyampaian pendapat/argumentasi
berdasarkan referensi

Skor total (rata-rata) :

Skore total (rata-rata ) tutorial I & II : Paraf :

Nilai akhir blok berupa angka 0 – 100 dengan penjenjangan sebagai berikut :

NILAI NILAI
KELOMPOK RENTANG SCORE
HURUF MUTU

Sempurna A 4 75,00-100,00

Sangat Baik AB 3,5 70,00-74,99

Baik B 3 65,00-69,99

Sedang BC 2,5 60,00-64,99

Cukup C 2 55,00-59,99

Kurang CD 1,5 47,50-54,99

Kurang Sekali D 1 40,00-47,49

Gagal
E 0 0,00-39,99

7
Identifikasi Masalah
Dan Kemampuan
Interaksi Antar Teman
NILAI Kehadiran Penyampaian KETUA ANGGOTA
Referensi Terhadap
Skenario
Memimpin diskusi Mencatat dengan
Mampu menjelaskan dengan baik dan baik dan aktif Memperhati kan dan
75-80 Tepat waktu
dengan baik aktif memberikan memberikan memberikan respons
pendapat pendapat
Memimpin diskusi Mencatat dengan
Terlambat 5 - Mampu menjelaskan dengan baik tetapi baik tetapi tidak Diam tetapi memperhati
70-75
10 menit tetapi tidak runtut tidak aktif memberi aktif memberikan kan
kan pendapat pendapat
Penjelasan tidak Memimpin diskusi Tidak mencatat
Terlambat 5- didukung kurang baik tetapi dengan baik tetapi Menyela/memotong
61-70
14 menit data/informasi yang aktif memberi kan aktif memberikan pembicaraan
akurat pendapat pendapat
Penjelasan tidak Memimpin diskusi
Tidak mencatat
relevan dengan kurang baik dan Diam, tidak memperhati
51-60 dengan baik dan
masalah yang tidak aktif memberi kan
tidak aktif
didiskusikan kan pendapat
Bicara sendiri atau
0-50 Pasif - - melakukan aktivitas
lain

8
MODUL PROSTODONSIA

1. Definisi gigi tiruan jembatan


Gigi tiruan jembatan atau yang lebih sering dikenal sebagai bridge adalah suatu
mahkota tiruan yang dibuat untuk menggantikan satu atau lebih gigi yang hilang,
sebuah gigi tiruan cekat yang menggantikan kehilangan gigi yang tidak dapat dilepas
oleh pasien dan dokter gigi dengan mudah karena dipasang secara permanen dengan
semen pada gigi atau akar gigi asli yang telah dipersiapkan.

2. Indikasi dan Kontraindikasi Gigi Tiruan Jembatan


a. Indikasi gigi tiruan jembatan:
- Usia 20-50 tahun
a. < 20 Tahun : Foramen apikal yang masih terbuka dan bisa fraktur,
Saluran akar masih lebar sehingga preparasi terbatas, proses pertumbuhan
masih aktif dapat dilihat pertumbuhan gigi dengan rontgen dapat
menghambat pertumbuhan tulang.
b. > 50 Tahun : Sudah terjadi resesi gingiva dan terlihat servikal gigi,
terjadi perubahan jaringan pendukung & resobsi tulang alveolar secara
fisiologis, kelainan jaringan yang bersifat patologis
- Kondisi periodontal gigi penyangga baik
- Ruang pulpa sempit pada gigi abutment
- Kemiringan gigi penyangga ≤15ᵒ
- Mahkota klinis gigi penyangga tidak pendek (perbandingan mahkota:akar
adalah 1:2)
b. Kontraindikasi gigi tiruan jembatan:
- Pasien yang tidak kooperatif
- Pasien yang masih muda karena ruang pulpanya masih besar.
- Pasien yang tidak bisa dilakukan anestesi lokal (e.g. hipertensi, gangguan
jantung, dll.). Apabila masih memungkinkan gunakan obat yang tidak
memakain epinefrin.
- Pasien yang memiliki risiko karies tinggi serta penyakit periodontal.
- Pasien yang memerlukan pontik gigi dalam jumlah besar, membuat length
of span tinggi dan menyebabkan beban GTJ makin besar, terutama pada
jaringan periodontal dan gigi penyangganya.
- Gigi penyangga mengalami rotasi/tilting – tidak dalam satu bidang sejajar.

3. Komponen Gigi Tiruan Jembatan


Bagian-bagian dari gigi tiruan jembatan, antara lain :

9
1. Gigi penyangga / abutment adalah gigi yang dapat memberikan dukungan,
kestabilan, penjangkaran, atau retensi pada suatu protesa baik yang cekat
maupun lepasan, berfungsi untuk mendukung dan menopang protesa.
Gigi abutment harus dipersiapkan supaya betul-betul dapat memberi
dukungan yang kuat pada GTC. Untuk menentukan banyaknya gigi abutment
sebaiknya disesuaikan dengan Hukum Ante. Hukum ini mengatakan : seluruh
luas ligamen perodonsium gigi penyangga harus paling sedikit sama, atau
melebihi seluruh luas ligamen periodonsium gigi yang diganti.
2. Retainer, yaitu bagian dari gigi tiruan jembatan yang menghubungkan gigi
tiruan dengan gigi penyangga (abutment teeth), yang berfungsi untuk menjaga
agar gigi tiruan tetap stabil dan untuk menyalurkan beban kunyah ke gigi
tetangga.
a) Retainer ekstrakorona : retainer yang retensinya berada diluar permukaan
luar mahkota gigi penyangga. Contohnya adalah Mahkota selubung
penuh, Mahkota tuang penuh, Mahkota Jaket, Mahkota Pigura / Berlapis,
Mahkota ¾.
b) Retainer intrakorona : retainer yang retensinya berada di bagian dalam
mahkota gigi penyangga. Contohnya adalah inlay MOD, inlay klas II,
Uplay, dan onlay.
c) Retainer dobel crown : retainer yang retensinya berupa pasak yang telah
disemenkan ke saluran akar yang telah dirawat dengan sempurna.
Contoh: Mahkota Richmond, nucleus pin crown.

Gambar: a) Retainer ekstrakorona,b) Retainer intrakorona,c) Retainer doblecrown


3. Pontik, yaitu bagian dari gigi tiruan jembatan yang menggantikan gigi asli
yang hilang, berfungsi untuk mengembalikan fungsi stomatognatik dengan
memperhatikan hubungan dengan gigi penyangganya dan gigi antagonisnya.
Tipe pontik dibedakan atas :
A. Pontik yang berkontak dengan residual ridge
a) Saddle ridge-lappontic, merupakan pontik yang berkontak bidang
dengan edentulous ridge. Bagian labial kontak dengan mukosa, Bagian
Palatinalnya menjauhi mukosa. Bagian yang menghadap gingiva
membulat supaya mudah dibersihkan. Dipakai terutama untuk daerah
anterior, premolar & molar RA dan premolar RB.

10
b) Modified ridge-lap pontic, merupakan kombinasi antar pontik tipe
saddle dengan hygienic. Memiliki permukaan fasial yang menutupi
residual ridge dan bagian lingual tidak berkontak dengan ridge,
sehingga estetiknya bagus dan mudah dibersihkan.
c) Conical pontic, merupakan pontik yang hanya memiliki satu titik
kontak pada titik tengah residual ridge, sehingga mudah dibersihkan.
d) Ovate pontic, merupakan pontik yang sangat elastis, dasar pontik
membulat dan masuk kedalam cekungan (concavity) residual ridge,
sehingga mudah dibersihkan.

a. b. c.
Gambar: a)ridge lap pontic; b)sanitary pontic; c)conis pontic

B. Pontik yang tidak berkontak dengan residual ridge


a) Sanitary / hygienic pontic, merupakan pontik yang mudah dibersihkan
karena tidak berkontak dengan edentulous ridge. Mesiodistal dan
fasiolingualnya berbentuk cembung, serta dasar pontik berbentuk
bulat, tidak rata/flat sehingga mencegah terjadinya retensi makanan.
b) Modified sanitary (hygienic) pontic / perel pontic, merupakan
modifikasi sanitary pontic. Permukaan dasar pontik melengkung
kearah mesiodistal dan fasiolingual. Konektor yang menghubungkan
pontik ini dengan retainer ketebalan maksimal, sehingga konektor
lebih dapat menahan tekanan.
4. Konektor, yaitu bagian dari gigi tiruan jembatan yang menghubungkan pontik
dengan retainer, retainer dengan retainer, pontik dengan pontik, berfungsi
sebagai splinting dan penyalur beban kunyah.
a) Konektor rigid, konektor yang tidak memungkinkan tejadinya pergerakan
pada komponen GTJ. Konektor rigid dapat dibuat dengan cara casting,
soldering, dan welding.
b) Konektor nonrigid, konektor yang memungkinkan pergerakan terbatas
pada komponen GTJ. Konektor nonrigid bertujuan untuk mempermudah
pemasangan dan perbaikan (dovetail) GTJ. Contohnya adalah dovetail
dan male and female.

11
Gambar: Komponen-komponen gigi tiruan jembatan 1) Gigi abutment,
2) Retainer, 3) Pontik, 4) Konektor

4. Syarat Gigi Tiruan Jembatan


Suatu gigi tiruan jembatan harus memenuhi :
1. Persyaratan Mekanis
Gigi-gigi penyangga harus mempunyai sumbu panjang yang sejajar atau
hampir sejajar satu sama lain, atau sedemikian rupa sehingga dapat dibuat sejajar
tanpa membahayakan vitalitas pulpa. Suatu pontik harus mempunyai bentuk
mendekati bentuk anatomi gigi asli yang diganti dan harus sedemikian kuatnya
sehingga dapat menahan/ memikul daya kunyah tanpa patah atau bengkok.
2. Persyaratan Fisiologis
Gigi tiruan jembatan tidak boleh mengganggu kesehatan gigi-gigi penyangga
dan jaringan-jaringan pendukung lainnya.
3. Persyaratan Hygiene
Pada gigi tiruan jembatan tidak boleh terdapat bagian-bagian yang dapat
menyangkut dan menimbulkan sisa-sisa makanan. Di antara pontik-pontik atau
pontik dan retainer, harus ada sela-sela (embrasure) yang cukup besar sehingga
dapat dibersihkan dengan mudah.
4. Persyaratan Estetik
Tiap gigi tiruan jembatan terutama yang mengganti gigi-gigi depan, harus
dibuat sedemikian rupa sehingga menyerupai gigi asli.

2. Prosedur Pembuatan Gigi Tiruan Jembatan


a. Preparasi daerah oklusal dan insisal
Gigi anterior rahang atas
- Membuat keratan pada permukaan labial, sejajar dan berjarak 1,5 mm
(ketebalan preparasi/pengasahan gigi tergantung dari macam bahan restorasi
yang akan digunakan) dari tepi incisal.
- Permukaan incisal diambil sesuai pedoman preparasi.
- Pengambilan bersudut 45° terhadap bidang horizontal ke arah palatal dan
dilakukan 2 tahap, pertama sebagian mesial dan kemudian sebagian distalnya
- ALAT : Diamond wheel bur dan Cylindrical diamond stone bur
-

12
Gigi anterior rahang bawah
- Permukaan incisal diambil membentuk sudut 45° terhadap bidang horizontal
ke arah labial.
Gigi posterior
- Dibuat keratan sebagai pedoman pada groove sedalam 1-1,5 mm (ketebalan
preparasi/pengasahan gigi tergantung dari macam bahan restorasi yang akan
digunakan) mengikuti anatomi permukaan oklusal gigi.
- Permukaan oklusal diambil sesuai dengan pedoman preparasi dalam tahap-
tahap bagian bukal, kemudian bagian lingual.
- Alat : Wheel diamond bur dan Cylindrical diamond stone.

b. Preparasi daerah bukal / labial


- Pembuatan 3 keratan dilakukan dengan : cylindrical diamond stone yang
mempunyai diameter 1-1,5 mm.
- Alat : Diamond wheel dan cylindrical diamond stone untuk 2/3 incisal.
Taper cylindrical diamond stone untuk 1/3 cervical.
- Ketebalan pengasahan permukaan labial tergantung bahan restorasi,
kecembungan gigi, besar gigi.
- Pengambilan permukaan labial/bukal sebanyak 1-1,5 mm, 1/3 bagian cervical
preparasi sejajar terhadap sumbu gigi (untuk menghilangkan undercut), 2/3
bagian incisal mengikuti anatomi permukaan labial gigi.
- Preparasi / pengasahan dinding bukal / labial sampai batas mesial distal
transitional line angle.
- Batas pengambilan permukaan labial adalah gingival crest.
Pedoman preparasi :
- Dibuat sebelum preparasi: berupa beberapa keratan pada permukaan
labial/bukal sedalam 1-1,5 mm, sesuai ketebalan yang diinginkan.

c. Preparasi daerah lingual / palatal


- Pengambilan permukaan lingual dan palatal 1- 1,5 mm
- Preparasi dibagi 2 tahap:
- Bagian cingulum ke incisal : Pengambilan sejajar dengan anatomi permukaan
gigi.
- Bagian cingulum ke cervical gigi : Pengambilan sejajar dengan permukaan
kecuali 1/3 cervical dibuat sejajar dengan sumbu gigi.
- Pada gigi posterior, seperti pengambilan permukaan bukal.
- Dibuat pedoman preparasi berupa keratan sedalam 0,5-1,5 mm dengan
cylindrical diamond stone.

13
- Alat : dari cingulum ke incisal menggunakan Wheel diamond stone,
Cylindrical diamond stone. Sedangkan dari cingulum ke cervical
menggunakan Wheel diamond stone, Tappered Cylindrical diamond stone

d. Preparasi daerah proksimal


- Pada permukaan mesial dan distal yang sejajar dengan sumbu gigi yang
normal atau membentuk sudut 5° - 6ͦ konvergen ke arah insisal atau oklusal.
- Dimulai dari gingival margin dan berjarak 1-1,5 mm dari titik kontak.
- Preparasi / pengasahan daerah permukaan proksimal menggunakan short thin
tapered diamond bur dari sisi bukal,
- Preparasi / pengasahan dinding aksial membentuk kemiringan dengan sudut

- Daerah akhiran servikal dipreparasi menggunakan mata bur silindris atau
tapered dengan ujung flat atau round sesuai kebutuhan dan perhatikan
posisinya. Hindari terjadinya trauma berlebih pada jaringan lunak (servikal
gingival)
- Banyaknya pengambilan tergantung dari bahan yang akan dipakai, bentuk
dan besar gigi

Gambar Preparasi / pengasahan pada sisi proksimal.

e. Preparasi daerah cervical


- SHOULDER PREPARASI :
Suatu bentuk preparasi yang mempunyai sudut 90 terhadap permukaan axial
gigi, kadang-kadang dibuat bevel pada tepi dari cervical dan disebut
BEVELED SHOULDER
- Alat: Cylindrical diamond stone dan Fissure bur dari tungsteen carbite.

14
(a) Knife edge; (b) bevel; (c) chamfer; (d) shoulder; (e) bevelled shoulder.

- Chamfer preparation :Suatu jenis cervical preparasi yang bulat (tidak


bersudut)
- ALAT:Round end cylindrical diamond stone
- Shouldering Preparation: Suatu jenis preparasi yang tidak mempunyai bahu:
Feather edge: suatu jenis shoulderless preparasi yang berbentuk lurus
dimana tidak mempunyai batas yang jelas dengan bagian gigi yang tidak
dipreparasi.
- Alat untuk Feather edge: pointed tapered cylindrical diamond stone.
Knife edge/chisel edge: suatu jenis shoulderless seperti bentuk pisau/pahat
dan memberi batas yang lebih jelas.
- Alat untuk Knife edge:pointed tapered diamond stone dengan sudut yang
lebih besar.

f. Tinggi dari servikal preparasi


- Setinggi gingival crest:Pada penderita dengan kelainan gingiva
(perdarahan pada preparasi), penderita dengan gangguan sistemik.
Kerugian : mudah terjadi karies
- Di dalam sulcus. Keuntungan: Memberikan estetis yang lebih baik
dimana batas tidak tampak, memberikan retensi dan resistensi lebih besar,
sebab preparasi axial lebih panjang, dan menghindari karies.
- Di atas gingival crest: Kekurangannya adalah retensi dan resistensi
kurang dan mudah karies. Keuntungan: Mudah dibersihkan dengan sikat
gigi. Pembulatan sudut yang tajam dan penghalusan preparasi pada
permukaan labial, incisal dan proksimal. Tujuan: Agar tidak terjadi
fraktur pada bagian yang tajam dan untuk mendapatkan restorasi yang
baik (fit). Alat: Taper cylindrical diamond stone yang halus atau dengan
sand paper disc yang halus.

15
3. Penyemenan dan Instruksi Post Penyemenan
a. Tahapan penyemenan
- Melepas gigi tiruan sementara dengan membuka daerah margin gigi tiruan
sementara dengan crown retractor dan memberi semprotan air dan udara
pada daerah margin
- Pembersihan gigi penyangga dengan semprotan air dan udara kemudian
mengeringkan dengan cotton roll
- Melakukan control saliva pada mulut penderita
- Menyiapkan perbandingan powder dan liquid semen perekat (Fregeunol)
pada papper pad sesuai aturan pabrik dan mengaduk dengan agate spatula
- Melakukan pelapisan adonan semen pada permukaan bagian dalam gigi
tiruan secara merata
- Insersikan gigi tiruan
- Instruksikan pasien menggigit handle kaca mulut sampai semen keluar
lewat margin gigi tiruan
- Membersihkan sisa semen yang keluar dengan sonde, wooden stick, dental
floss
b. Instruksi post sementasi gigi tiruan tetap
- Jaga kebersihan mulut dengan membersihkan daerah gigi tiruan yang
menghadap ke gusi pakai benag gigi/dental floss
- Lakukan control plak rutin
- Kontrol secara periodik ke dokter gigi 6 bulan sekali

4. Pelepasan/ Pembonglaran GTJ setelah disemen tetap


a. Penyebab kerusakan crown dan bridge
Alasan penglepasan oleh karena ada upaya untuk menghilangkan kondisi
darurat oleh karena Aus.
Gigi tiruan tetap pecah, karies, lepas sebagian, tidak memenuhi estetika,
keadaan jaringan periodonsium meradang.
Ada berbagai sebab kerusakan crown dan bridge. Penyebab kerusakan dapat
dibagi menjadi 3 yaitu: 1). Biologikal, 2). Mekanikal dan 3). Estetikal
Tabel. penyebab kerusakan crown dan bridge
Biologikal Mekanikal Estetikal
1. Karies 1. Kegagalan sementasi 1. Warna
2. Perawatan endodontik 2. Margin yang jelek 2. Kontur
3. perawatan endodontic ulang 3.Kerusakanpasak dan inti dibawah
crown/jembatan
4. Jaringan periodontal 4. Kerusakan perlekatan
5. Oklusi 5. Fraktur pada lapisan porcelain
6. Alergi metal

16
b. Klasifikasi cara pembongkaran mahkota dan jembatan.
Ada beberapa cara yang berbeda untuk melepaskan mahkota dan jembatan
yang gagal. Tetapi tidak terdapat informasi mengenai klasifikasi dari cara yang
tersedia untuk melepaskan mahkota dan jembatan. Jadi sangat logis untuk
membagi sistem tersebut dalam suatu klasifikasi untuk memudahkan klinisi
dalam memilih tipe tertentu dari sistem ini tergantung dari situasi tertentu.
Sistem ini dapat dikelompokkan menjadi 3 kategori:
1. Konservativ : protesa tetap utuh. Cara kerjanya secara umum dengan
mengaplikasikan kekuatan perkusi atau gaya tarik, memecahkan luting semen
dan memungkinkan protesa untuk dilepas.
2. Semi-konservativ: kerusakan yang kecil dibuat pada protesa tetapi masih
memungkinkan untuk dipakai kembali. Teknik ini dilakukan dengan membuat
lubang kecil pada protesa, yang memungkinkan gaya dapat diaplikasikan
diantara preparasi dan jembatan untuk memecah luting semen.
3. Destruktiv: protesa dirusak dan tidak dapat digunakan kembali. Mahkota
dipotong agar memungkinkan untuk diungkit hingga lepas.

Tabel. Berbagai cara melepas crown bridge


Konservatif Semi konservatif Destruktif
1. Richwill crown and bridge 1. Wamkey 1. Tungsten carbide burs
remover
2. Ultrasonics 2. Metalift crown and bridge 2. Burs and Cristenson crown
removal system remover
3.Pneumatic(KaVo) CORONA 3. Higa Bridge remover
flex
4. Sliding hammer
5. Crown tractors
6. Matrix band

 Pelepasan dengan teknik konservative


Prinsip dasar dari sliding hammer (palu penggeser) adalah ujungnya dapat
disesuaikan untuk mengikat tepi mahkota dan kemudian beratnya akan meluncur
pada porosnya, hentakan cepat untuk melepaskan restorasi. Bermacam-macam
desain sliding hammer tersedia di pasaran. Penggunaan sistem ini mungkin tidak
nyaman bagi pasien dan dianggap kurang dapat diandalkan. Teknik ini tidak
dianjurkan bagi pasien dengan resiko gigi yang terlibat penyakit periodontal
karena dapat menyebabkan lepasnya gigi yang tidak diinginkan.

17
Gambar. Sliding hammer.

 Pembongkaran destruktive
Pembongkaran yang berarti memotong mahkota dengan bur diamond
tungsten-carbide mungkin merupakan metode yang paling praktis bagi klinisi.
Membatasi akses ke permukaan labial dan mengaplikasikan peralatan ultrasonic
untuk merusak perlekatan juga dapat menciptakan jarak untuk mengangkat
mahkota dan jembatan sehingga tetap utuh. Dimana semen adesif digunakan hal
ini dibutuhkan pemotongan permukaan lingual, yang dapat merusak mahkota
sepenuhnya dan dapat megurangi tekanan pada gigi/inti.

18
Gambar. Cara membuat celah
Yang perlu diperhatikan saat membuat celah.
 Gunakan bur dengan kecepatan tinggi dan getarannya tidak terlalu keras
 untuk mengurangi Trauma Jangan gunakan anestesi  tidak tahu seberapa
kekuatan yang dipakai
 Jaga agar jaringan dentin tidak banyak terambil
Yang perlu diperhatikan saat melepas crown dan bridge
 Jangan gunakan “ Crown Remover “ dalam upayapertama untuk melepas
retainer (pemaut ) yang sudah disemen secara tetap
 “ Crown Remover “ digunakan pada keadaanretainer sudah menunjukkan
tanda-tanda akan lepas
 Penggunaan yg tidak bijaksana dapat menyebabkan salah satu gigi penyangga
pecah dan menyebabkan periodonsium juga mengalami trauma berat.

19
MODUL ORTHODONTI

Maloklusi adalah penyimpangan letak gigi dan atau malrelasi lengkung geligi
(rahang) di luar rentang kewajaran yang dapat diterima. Maloklusi juga bisa
merupakan variasi biologi sebagaimana variasi biologi yang terjadi pada bagian tubuh
yang lain, tetapi karena variasi letak gigi mudah diamati dan mengganggu estetik
sehingga menarik perhatian dan memunculkan keinginan untuk melakukan
perawatan.

Klasifikasi Maloklusi
Malrelasi lengkung geligi dapat terjadi pada tiga bidang orientasi (sagital,
transversal dan horizontal). Klasifikasi maloklusi yang terkenal ialah klasifikasi
menurut Angle yang dipakai kurang lebih sejak tahun 1899 sampai sekarang.
Meskipun banyak klasifikasi maloklusi telah diajukan tetapi klasifikasi maloklusi
menurut Angle tetap yang paling sering digunakan di dunia. Klasifikasi menurut
Angle didasarkan atas relasi lengkung gigi atas dan bawah pada bidang sagital. Dasar
klasifikasi Angle adalah relasi molar pertama permanen yang pada keadaan normal
tonjol mesiobukal molar pertama permanen atas terletak pada lekukan (groove) bukal.
Bila terjadi pergeseran molar perlu dibayangkan letak molar sebelum bergeser
kemudian baru dibuat klasifikasinya.

Klasifikasi Maloklusi menurut Angle


Kelas I:
Maloklusi dengan molar pertama permanen bawah setengah lebar tonjol lebih
mesial terhadap molar pertama permanen atas. Relasi lengkung gigi semacam ini
biasa disebut juga dengan istilah netroklusi. Kelainan yang menyertai dapat berupa
gigi berdesakan, proklinasi, gigitan terbuka anterior dan lain-lain.
Kelas II:
Lengkung bawah minimal setengah lebar tonjol lebih posterior dari relasi
yang normal terhadap lengkung geligi atas dilihat pada relasi molar. Relasi seperti ini
biasa juga disebut distoklusi. Maloklusi kelas II dibagi menjadi dua divisi menurut
inklinasi insisivi atas.
Divisi 1: insisivi atas proklinasi atau meskipun insisivi atas inklinasinya
normal tetapi terdapat jarak gigit dan tumpang gigit yang bertambah.
Divisi 2: insisivi sentral atas retroklinasi. Kadang–kadang insisivi lateral
proklinasi, miring ke mesial atau rotasi mesiolabial. Jarak gigit biasanya dalam batas
normal tetapi kadang-kadang sedikit bertambah. Tumpang gigit bertambah. Dapat
juga keempat insisivi atas retroklinasi dan kaninus terletak di bukal.

20
Kelas III:
Lengkung bawah setidak-tidaknya satu lebar tonjol lebih ke mesial daripada
lengkung geligi atas bila dilihat dari relasi molar pertama permanen. Relasi lengkung
geligi semacam ini biasa disebut juga mesioklusi. Relasi anterior menunjukkan
adanya gigitan terbalik.
Angle hanya membuat klasifikasi maloklusi dalam jurusan sagital pada hal
maloklusi juga bisa terjadi dalam jurusan transversal dan vertikal. Kelainan dalam
jurusan transversal berupa gigitan silang posterior, baik yang dental maupun skeletal.
Kelainan dalam jurusan vertikal bisa berupa gigitan dalam dan gigitan terbuka
anterior ataupun posterior, dental maupun skeletal.
Analisis yang diperlukan antara lain
analisis umum
analisis lokal
analisis fungsional
analisis model
analisis sefalometri

Analisis Umum
Pada bagian awal status pasien tercatat nama, jenis kelamin, umur dan alamat
pasien. Jenis kelamin dan umur digunakan sebagai indentitas pasien dan juga sebagai
data yang berkaitan dengan pertumbuh kembangan dentomaxilofacial pasien,
misalnya perubahan fase gigi geligi dari fase gigi sulung ke geligi pergantian hingga
akhirnya ke gigi permanen.

DAPAT DIGUNAKAN UNTUK MENGETAHUI ETIOLOGI MALOKLUSI

Keluhan utama tentang keadaan susunan giginya yang dirasa kurang baik sehingga
mengganggu estetik dentofasial dan mempengaruhi status social serta fungsi
pengunyahannya. Keinginan pasien yang mendorong untuk mendapatkan perawatan
ortodontik dapat digolongkan eksternal maupun internal. Faktor eksternal dapat
berasal dari orang tua maupun teman, sedangkan internal berasal dari pribadi pasien
sendiri.

Riwayat kesehatan pasien


Riwayat kesehatan pasien sejak lahir sampai datang ke klinik yang dapat
mempengaruhi maloklusi :
1. proses kelahiran
2. trauma di daerah mulut / kepala

21
3. penyakit yang ada misalnya epilepsi, kelainan darah, jantung, diabetes, pernah
operasi tonsil dll.
Berat dan tinggi badan
1. Untuk mengetahui apakah ukuran tersebut normal untuk anak seumur itu
2. Dapat diukur sendiri atau minta pada dokter anak yang mengawasi pasien tsb.
Ras / kelompok etnik / populasi
Dalam pengertian fisik (bukan budaya), kadang digunakan populasi sebagai
pengganti ras (contoh populasi surabaya)
Bentuk skelet
Bentuk skelet berdasarkan jaringan yang dominan yang mempengaruhi bentuk skelet.
Bentuk skelet ini berhubungan dengan pertumbuh kembangan. Anak dengan bentuk
badan yang ektomorfik mencapai kematangan lebih lambat dari pada meso maupun
endomorfik.
1. Endomorfik = seseorang yang pendek dengan otot yang kurang berkembang tetapi
memiliki lapisan lemak yang tebal.
2. Mesomorfik = seseorang yang berotot.
3. Ektomorfik = seseorang yang langsing dengan sedikit jaringan otot maupun lemak.

Gambar 1.

Ciri keluarga
Pola-pola tertentu yang selalu ada pada keluarga itu contoh prognati mandibula yang
diturunkan.
Profit : ciri keluarga diduga menyebabkan adanya pola skelet tertentu dan agenesi
gigi, (didukung oleh pedigree genetik). Contoh klasik adalah bangsa Habsburg yang
mempunyai mandibula yang panjang sehingga mempunyai maloklusi kelas III.
Penyakit anak
bila ada penyakit sistemik pada anak

konsultasi dengan dokter anak
penyakit anak yang dapat berkaitan dengan proses remodeling (aposisi dan resorpsi) -
> resorpsi undermining
resorpsi undermining adalah resorpsi yang terjadi karena kekuatan yang berlebihan
dimana terjadi pada bukan daerah yang dituju.
22
Alergi
1. alergi terhadap obat atau makanan tertentu
2. alergi terhadap bahan yang dipergunakan dalam perawatan ortodonti, misalnya:
Ni, Ti, Cr, Co, Cu, Ag, monomer
3. radang mukosa ok alergi atau keradangan kronis
Tanda-tanda reaksi alergi dapat berupa:
keradangan, kemerahan, rasa gatal, rasa terbakar, pembengkakan mukosa pada
gingival, lidah dan pipi, eksema perioral dan facial.
Alergi yang perlu diwaspadai: alergi bahan logam, lateks, akrilik.

Kelainan endokrin
1. pralahir : hipoplasia gigi
2. pasca lahir : percepatan atau hambatan pertumbuhan muka, dapat mempengaruhi
derajat pematangan tulang, penutupan sutura, resorbsi akar gigi sulung, erupsi gigi
permanen, membrana periodontal dan gusi
Hormon: paratiroid
Primer androgen-> esterogen

Tonsil
Ada tidaknya keradangan, atau pernah dilakukan operasi pengambilan tonsil/ operasi
amandel.
1. bila tonsil radang, dorsum lidah dapat menekan tonsil, mandibula turun, gigi
tidak kontak, lidah ke depan.
2. tonsil yang besar mempengaruhi cara menelan

Kebiasaan waktu bernafas


1. pernapasan mulut berpengaruh pada pertumbuhan kraniofasial dan letak gigi.
Misalnya : palatum sempit dan tinggi, gigitan silang posterior
2. kesukaran waktu mencetak
Cara memeriksa:
Menempatkan kaca mulut dibawah lubang hidung, pada pernafasan hidung kaca
mulut akan buram
Kebiasaan bernafas lewat mulut dapat mempengaruhi bentuk lengkung geligi seperti
huruf V karena hasil kompresi ketidakseimbangan tekanan pada sekmen bukal
lengkung geligi atas dan adanya posisi lidah yang lebih rendah.

23
ANALISIS LOKAL
A. Ekstra oral meliputi:
1. tipe profil
2. tipe muka
3. tipe kepala
4. bentuk muka
5. bibir
6. fonetik
7. kebiasaan jelek
B. Intra oral meliputi
1. mukosa mulut
2. lidah
3. palatum
4. kebersihan mulut
5. frekuensi karies
6. fase geligi
7. keadaan gigi

Pemeriksaan Ekstraoral
Bentuk kepala dilihat dari belakang atas dan ada hubungan dengan bentuk muka,
palatum dan lengkung geligi
1. dolikosefalik : panjang dan sempit -> akan membentuk tipe muka sempit,
panjang, protusif (leptoprosop)
2. mesosefalik : bentuk rata-rata
3. brakisefalik : lebar dan pendek -> akan membentuk tipe muka yang lebih
besar dan kurang protusif (euriprosop).
indeks sefalik :
lebarkepala x 100
panjangkepala
dolikosefalik : 0,75
mesosefalik : 0,76 – 0,79
brakisefalik :  0,80

Simetri wajah
Bentuk muka lihat dari depan untuk melihat muka bagian kiri dan kanan simetri atau
asimetri. Pada dasarnya bentuk kepala manusia tidak terlalu simetri namun perbedaan
ini tidak terlalu mencolok sehingga tidak terlihat atau menimbulkan kesan asimetri.
Muka bagian kiri dan kanan tidak simetri akan tetapi tidak mencolok. Muka yang

24
asimetri kemungkinan rahang juga asimetri dan dapat merupakan variasi biologi,
keadaan patologi atau kelainan kongenital .

Tipe Muka
Berhubungan dengan basis cranium, oleh karena itu pertumbuhan basis cranium pada
tahap awal mempengaruhi pola dimensi, sudut dan topografi muka.
dolikosefalik : panjang dan sempit -> akan membentuk tipe muka sempit, panjang ,
protusif (leptoprosop)
mesosefalik :bentuk rata-rata -> tipe muka sedang (mesoprosop)
brakisefalik : lebar dan pendek -> akan membentuk tipe muka yang lebih besar dan
kurang protusif (euriprosop).
indeks wajah :
lebar wajah x 100
panjangwajah

Tipe Profil
Profit :
Tipe profil ada 3 tipe: cembung, lurus dan cekung dilihat dari pangkal hidung ke
dasar bibir atas dan dari dasar bibir atas ke dagu dilihat dari samping atau sagital.
1. muka lurus : dua garis ini membentuk garis lurus
2. muka cembung : garis pertama lurus garis ke dua mengarah ke posterior
3. muka cekung : garis pertama lurus garis ke dua mengarah ke anterior
kecembungan muka menunjukan disproposi rahang. Hal ini dapat diketahui dengan
cara mendudukan pasien dalam keadaan natural head position baik waktu
duduk tegak ataupun berdiri tegak, pandangan mata ditujukan kepada titik
yang jauh. Kemudian ditarik 2 garis: dari pangkal hidung ke dasar bibir atas
dan dari dasar bibir atas ke dagu. Pada keadaan muka lurus kedua garis ini
membentuk garis lurus, pada muka cembung garis pertama lurus garis kedua
membentuk sudut karena dagu terletak lebih posterior, pada muka cekung dagu lebih
ke anterior.
Tujuan pemeriksaan profil wajah
1. menentukan posisi rahang dalam jurusan sagital
2. evaluasi bibir dan letak insisivi
3. evaluasi proporsi wajahdalam arah vertical dan sudut mandibula

Bibir
Keseimbangan letak gigi ditentukan oleh bibir dan pipi serta lidah. Bibir yang
kompeten : bibir yang cukup panjang, mudah berkontak dengan aktivitas minimal
dari otot sirkum oral untuk mendapatkan anterior seal pada saat mandibula dalam

25
posisi istirahat. Bibir yang dapat berkontak dengan mudah akan tetapi dalam keadaan
biasa bibir tidak berkontak disebut bibir yang potensial kompeten. Bibir yang tidak
kompeten : bibir yang dengan aktivitas minimal otot sirkum oral pada saat mandibula
dalam posisi istirahat tidak dapat berkontak

Fungsi bicara
Bicara merupakan mekanisme adaptasi, anak dengan maloklusi yang parah dapat
berbicara dengan normal
Ada suku bangsa tertentu yang tidak dapat melafalkan huruf tertentu :
f, v  p
l r

Kebiasaan buruk
Kebiasaan jelek dapat menjadi etiologi maloklusi tergantung dari lama berlangsung,
Frekuensi dan Intensitas. Maloklusi yang terjadi tergantung kebiasaan jeleknya.
Misalnya saja menghisap ibu jari diteruskan sampai erupsi gigi permanen dapat
menyebabkan protusi, diastema, insisiv bawah linguoversi, gigitan terbuka anterior,
lengkung atas sempit.

Analisis Fungsional
1. Path of closure
Merupakan arah gerakan mandibula dari posisi istirahat ke posisi sentrik. Arahnya
ke atas dan ke depan .
Ada 2 macam perkecualian path of closure yaitu
a. Deviasi mandibula adalah path of closure yang berawal dari kebiasaan
mandibula akan tetapi ketika gigi mencapai oklusi maksimum mandibula
dalam posisi. Arahnya ke atas dan kebelakang
b. Displacement mandibula : dari posisi istirahat sebelum ke oklusi sentrik
mandibula bergeser oleh karena ada halangan oklusal
Lateral dan sagital
Pada displacement ke lateral, lebar lengkung posterior atas = bawah.
Relasi transversal : gigitan tonjol  tidak stabil  pasien menggerakkan
mandibula ke salah satu sisi, terjadi oklusi maksimum. Pada posisi istirahat, garis
median segaris, oklusi sentrik : grs. median tidak segaris dan terjadi gigitan silang
satu sisi.
Pada displacement ke sagital, kontak prematur di daerah insisivi, mandibula
digeser ke depan. Pada saat pasien akan menutup mandibula, mandibula ditekan ke
distal, bila bisa edge to edge pseudo kelas III.

26
Cara pemeriksaan:
1. Pasien didudukkan pada posisi istirahat, lihat posisi garis mediannya
2. Pasien diinstruksikan untuk oklusi sentris dari posisi istirahat dan lihat
kembali posisi garis mediannya.
3. Apabila posisi garis median pada saat posisi istirahat menuju oklusi sentris
tidak terdapat pergeseran = tidak ada gangguan path of closure
4. Normal: bila gerakan mandibula ke atas, ke muka dan belakang.
5. Tidak normal: bila terdapat deviasi dan displacement mandibula

2. Freeway space = interocclusal clearance


Merupakan jarak antaroklusal pada saat mandibula dalam posisi istirahat (2-3mm)
Cara pengukuran:
1. Tentukan 1 titik di hidung dan 1 titik di dagu.
2. Kemudian ukur jarak ke-2 titik tsb dalam posisi istirahat dan posisi oklusi
sentris
3. Ukur selisihnya
4. Ukuran rata-rata: 2-3mm

3. Sendi TMJ
Tanda-tanda kelainan :
1. Rasa sakit
2. Suara klik atau pop
3. Keterbatasan pembukaan
Cara pemeriksaan:
1. Pasien didudukkan pada posisi istirahat
2. Letakkan kedua jari telunjuk operator di bagian luar meatus acusticus externa
(MAE) kiri dan kanan pasien
3. Pasien diinstruksikan utk membuka dan menutup mulutnya.
4. Normal: Apabila tidak ada krepitasi saat palpasi di bagian luar MAE atau
bunyi clicking pd saat membuka dan menutup mulut

4. Pola Atrisi: keausan gigi dibandingkan dengan usia pasien


Tidak normal: bila terjadi pengikisan dataran oklusal gigi permanen pada usia fase
geligi pergantian (usia muda)

27
Analisis Radiologi
Foto Panoramik
Fungsi Panoramik menentukan:
1. Ada/tidaknya benih gigi
2. Keadaan tulang
3. Keadaan jaringan periodontal
4. Karies
5. Kehilangan gigi
6. Agenisi
7. Gigi yang impaksi
8. Gigi berlebih
9. Urutan erupsi

Analisis Model
Model studi adalah replika dari keadaan gigi geligi dan jaringan lunak di sekitarnya
yang digunakan sebagai catatan diagnostik penting dalam membantu mempelajari
oklusi dan gigi geligi, yang berupa cetakan reproduksi dalam bentuk tiga dimensi.
Tujuan analisa model studi :
1. Untuk mempelajari anatomi gigi
2. Untuk mempelajari hubungan intercusp/interdigitasi
3. Untuk mempelajari bentuk lengkung rahang
4. Untuk mempelajari kurva of spee
5. Untuk mempelajari dan mengevaluasi oklusi dengan bantuan articulator
6. Untuk mendeteksi kelainan, misalnya terdapat pembesaran lokal, asimetris
lengkung, dll.
7. Untuk mendiagnosa kelainan maloklusi
8. Untuk menganalisa kebutuhan ruang supaya dapat meletakkan gigi-gigi dalam
lengkung yang ideal
9. Untuk menentukan rencana perawatan
10. Untuk mengamati kemajuan selama perawatan

Kelainan Gigi
Kelainan Posisi Gigi
1. Supra Oklusi/supra posisi : gigi yang erupsinya melebihi bidang oklusal.
2. Infra Oklusi/infra posisi : gigi yang erupsinya tidak sampai mencapai bidang
oklusal.
Untuk mengetahui apakah gigi mengalami supra posisi/supra oklusi atau infra
posisi/infra oklusi, harus berpedoman pada dataran oklusal.Yang dimaksud dengan

28
dataran oklusal yaitu suatu bidang yang ditarik melalui oklusal gigi molar pertama
atas dan bawah, dan gigi-gigi insisivus atas dan bawah.
1. Mesioversi : posisi gigi lebih ke mesial dari posisi normal
2. Distoversi : posisi gigi lebih ke distal dari posisi normal
3. Linguoversi : posisi gigi lebih ke lingual dari posisi normal

Kelainan Bentuk Gigi


1. Peg shaped adalah kelainan bentuk gigi menyerupai sebuah pasak, biasanya
didapatkan pada insisivus lateral.
2. Geminasi adalah satu benih gigi yang tumbuh membentuk seperti dua mahkota
yang menjadi satu, tetapi dengan satu buah akar.
3. Fusi adalah dua benih gigi yang mahkota tumbuh menjadi satu berukuran besar,
tetapi dengan dua akar.
4. Dilaserasi adalah akar gigi yang tidak normal bentuknya / bengkok.

Kelainan Jumlah gigi


1. Hiperdontia : gigi kelebihan. Umumnya mesiodens, terletak diantara kedua
insisivus sentral.
2. Hipodontia : kekurangan jumalah gigi. Umumnya berupa agenisi atau tidak ada
benih gigi, biasanya terjadi pada insisivus lateral.

Kesimetrisan Lengkung Gigi dalam Arah Sagital dan Transversal


Lengkung gigi yang kedudukannya tidak simetris, biasanya bisa terlihat sejak
pemeriksaan estetika wajah, namun bentuk lengkung yang tidak simetris bisa juga
dijumpai pada wajah yang simetris. Pada beberapa kasus, bisa juga dijumpai keadaan
asimetri hanya pada lengkung giginya saja, sementara lengkung rahangnya normal.

Bentuk lengkung geligi


Bentuk lengkung geligi yg normal yaitu parabola dan memiliki hubungan dengan
bentuk muka / kepala

Diskrepansi Model
Diskrepansi pada model adalah perbedaan antara tempat yang tersedia (available
space) dengan tempat yang dibutuhkan (required space).
1. Tempat yang tersedia/available space adalah tempat di sebelah mesial molar
pertama permanen kiri sampai mesial molar pertama permanen kanan yang akan
ditempati gigi-gigi permanen (premolar kedua kiri sampai premolar kedua kanan)
dalam kedudukan/letak yang benar.

29
Ada berbagai cara untuk mengukur tempat yang tersedia. Salah satu cara untuk
mengukur tempat yang tersedia di rahang atas adalah dengan membuat lengkungan
dari kawat tembaga (brass wire) mulai dari mesial molar pertama permanen kiri
melewati fisura gigi-gigi di depannya terus melewati insisal insisivi yang letaknya
benar terus melewati fisura gigi-gigi posterior sampai mesial molar pertama
permanen sisi kanan. Kawat ini kemudian diluruskan dan diukur panjangnya.
2. Tempat yang dibutuhkan adalah jumlah lebar mesiodistal gigi-gigi permanen di
sebelah mesial molar pertama permanen kiri sampai molar pertama permanen
kanan (premolar kedua kiri sampai premolar kedua kanan). Untuk mendapatkan
tempat yang dibutuhkan juga terdapat beberapa cara. Untuk mendapatkan tempat
yang dibutuhkan pada pasien dengan fase geligi permanen, dilakukan pengukuran
lebar mesiodistal premolar kedua kanan sampai premolar kedua kiri pada model
studi, kemudian dijumlahkan.
Pengukuran yang normal lebar mesio distal gigi dipakai untuk menilai gigi normal
(28-36 mm) atau mikrodonti atau makrodonti.

Sebagai panduan umum Proffit dkk., 2007 mengatakan bahwa:


1. bila kekurangan tempat sampai dengan 4 mm tidak diperlukan pencabutan gigi
permanen
2. bila kekurangan tempat antara 5-9 mm kadang-kadang masih dapat dirawat tanpa
pencabutan gigi permanen, namun sering diperlukan pencabutan gigi permanen
(tidak termasuk molar ketiga)
3. bila kekurangan tempat 10 mm atau lebih hampir selalu diperlukan pencabutan
gigi permanen, biasanya premolar.

Gambar 2.

Kurve of spee
Garis imaginer yang ditarik dari insisal edge gigi insisif pertama sampai molar
kedua permanen rahang bawah.Lengkung yang menghubungkan insisal insisivi
dengan bidang oklusal molar terakhir pada rahang bawah.Pada keadaan normal
kedalamannya tidak melebihi 1.5mm.Pada kurva spee positif biasanya didapatkan
gigi insisiv yang supra posisi atau gigi posterior yang infra posisi atau gabungan
kedua keadaan tadi.
Cara pengukuran :
30
1. Tempatkan suatu penggaris pada posisi horizontal mulai dari puncak tonjol gigi
insisivus permanen rahang bawah sampai ke cusp mesiobukal gigi molar pertama
permanen rahang bawah.
2. Setelah itu gunakan kaliper zurich untuk mengukur kedalaman kurve Spee, dengan
menempatkan kaliper tersebut pada cusp gigi premolar rahang bawah secara tegak
lurus terhadap penggaris.
3. Kemudian catat hasilnya dalam satuan milimeter. Pencatatan pengukuran tersebut
merupakan prediksi besarnya ruangan yang dibutuhkan untuk mensejajarkan gigi
premolar bawah dalam dataran oklusal yang sama.

Gambar 3.

Kurva of spee normal : kedalaman tdk lebih 1.5 mm


Kurva spee positif : kedalaman > 1.5 mm → bentuk kurve cekung → gigi insisivi
supra posisi / gigi posterior infra posisi

Diastema: ruang diantara 2 gigi yang berdekatan (perlu ditinjau lagi distema normal
atau tidak).

Simetri Gigi
Pemeriksaan ini dilakukan dengan meletakkan model studi pada dasarnya kemudian
simetroskop diletakkan pada bidang oklusal gigi mulai dari yang paling anterior,
bagian simetroskop menyentuh gigi yang paling labial, garis tengah simetroskop garis
berimpit dengan median model. Kemudian geser simetroskop ke distal sambil
mengamati apakah gigi yang senama terletak pada jarak yang sama baik dalam
jurusan sagital maupun transversal.
Pergeseran Garis Median
Cara pengukurannya, pasien diinstruksikan untuk oklusi sentris ditarik garis yang
menghubungkan antara glabella- philtrum- symphisis kemudian diproyeksikan ke
garis median gigi.

31
Relasi gigi
Adalah hubungan gigi atas dan bawah dalam keadaan oklusi
a. Relasi gigi anterior
◦ Jurusan sagital
 Jarak gigit / overjet : jarak horizontal antara incisal insisiv rahang atas
dengan bidang labial insisiv rahang bawah.
 Overjet normal : insisivi atas didepan insisivi bawah dengan jarak 2-3
mm
 Overjet idak normal : jarak gigit terbalik. Edge to edge
◦ Jurusan vertikal
- Tumpang gigit / over bite : jarak vertical incisal insisivi rahang atas atas
dengan insisal insisivi bawah
- Overbite normal : 2 mm
- Tumpang gigit bertambah : gigitan dalam
- Tumpang gigit berkurang : gigitan terbuka
- Tumpang gigit : 0 (edge to edge)

b. Relasi gigi posterior


▪ Jurusan Sagital
Netroklusi, distoklusi, mesioklusi, gigitan tonjol, tidak ada relasi
▪ Jurusan Transversal
Normal : gigitan fisura luar rahang atas
Tidak normal : gigitan fisura dalam atas, gigitan tonjol
◦ Jurusan vertical
Gigitan terbuka : tidak ada kontak gigi atas dan bawah pada saat oklusi

Tooth movements
When a force is applied to a point on a smooth surface. it can be resolved into two
components. one at right angles to the surface and the other parallel to it (Figure 2.2).
Where the surface is curved, the force is resolved perpendicular and parallel to the
tangent at the point of contact. If the force is applied at an angle to the surface, tooth
movement will be produced by the perpendicular component. Thus. The tooth will
not move in the direction of the applied force. Although the initial movement must be
considered in three dimensions. it is convenient to discuss it in the two planes which
span the space: first the plane through the long axis of the tooth and in the direction
of tooth movement, and second, a plane of cross-section.

32
Gambar 4. Three kinds of tooth movement.
(a) Tipping. (b) Bodily movement. (c)
Rotation about the long axis.

33
MODUL PERIODONSIA

1. MIKROBIOLOGI PENYAKIT PERIODONTAL


1.1. Dental plak, Material Alba, Kalkulus, Dental Stain, dan Food Debris
a. Dental plak merupakan deposit lunak yg membentuk lapisan biofilm yg
melekat pada permukaan gigi dan permukaan rongga mulut.
b. Material alba merupakan akumulasi lunak dari sel bakteri dan sel jaringan
yang membentuk struktur dental plak tetapi bersifat mudah dihilangkan
dengan semprotan air.
c. Kalkulus merupakan deposit keras yang berupa mineralisasi dari dental plak
dan dilapisi plak yang belum bermineralisasi.
d. Dental stain merupakan deposit berwarna pada permukaan gigi dan tidak
menyebabkan gingivitis, hanya mengganggu estetik. Dental stain banyak
ditemukan pada penggunaan tembakau, kopi, teh, obat kumur dan pigmen
makanan
e. Food debris merupakan sisa makanan yang dapat segera dicairkan oleh enzim
bakteri. Food debris dapat dibersihkan melalui aliran saliva dan aktifitas
mekanis dalam rongga mulut.
Kecepatan pembersihan tergantung jenis makanan dan individual :
 Makanan cair : 15 menit
 Makanan lengket : 1 jam
f. Perluasan dental plak dapat diklasifikasikan menjadi 2, yaitu :
 Supragingiva/marginal plak: dental plak yang berada lebih ke koronal
hingga kontak dengan margin gingival. Plak jenis supragingiva/marginal
plak dapat menyebabkan gingivitis.
 Subgingiva plak : dental plak yang berada lebih ke apikal mulai margin
gingiva yang terletak antara gigi dengan jaringan gingival sulcular. Plak
tipe subgingiva dapat menyebabkan destruksi jaringan lunak
/periodontitis.
g. Plak supragingiva dan sub gingiva yang kontak dengan gigi dapat memicu
terjadinya pembentukan kalkulus dan karies gigi.
h. Penyusun utama dari dental plak:
 Berat 1 gr plak (berat basah) berisi mgd 2 x 1011 bakteri
 Terdiri dari > 500 spesies bakteri
 Terdapat juga non bakteri, berupa:
 mycoplasma, yeast, protozoa dan virus
 matrix interceluller : sel epitel, makrofag, leukosit
i. Dental plak terbentuk setelah 1-2 hari
Proses formasi plak dibedakan 3 fase:

34
 pembentukan pelikel pada permukaan gigi
 kolonisasi awal oleh bakteri
 kolonisasi sekunder dan maturasi plak.
Pelikel formasi:
 berupa lapisan glikoprotein
 terdiri dari komponen saliva, cairan krevikuler, produk bakteri, sel
jaringan host, debris
Kolonisasi awal oleh bakteri
setelah beberapa jam terdapat bakteri Gram + fakultatif; Actinomyces
viscosus dan Streptococcus sanguis
Kolonisasi sekunder & maturasi plak
berlanjut bila kolonisasi awal tidak dibersihkan, muncul bakteri:
Prevotella intermedia, Prevotella loescheii, Capnocytophaga spp,
Fusobacterium nucleatum, Porphyromonas gingivalis.
1.2. Hubungan Mikroorganisme Plak dengan Penyakit
Hipotesa plak menurut Walter Loesche (1976):
a. Plak non-spesifik: penyakit periodotal disebabkan oleh perluasan produk
berbahaya dari seluruh flora plak
b. Plak spesifik: hanya plak tertentu yang patogenik dimana patogenesanya
tergantung ada/meningkatnya mikroorganisme spesifik, misal:
A.actynomycetemcomitans sbg penyebab Local. Aggressive Period.
Mikroorganisme yang menginvasi:
a) Actinomycetemcomitans
b) P. Gingivalis
c) Treponema denticola
1.2.1 Kemampuan Bakteri Dalam Merusak Jaringan
Secara langsung degradasi jaringan yg menyebabkan pengeluaran bahan -
bahan aktif dari sel jaringan tubuh. Produk bakteri menghambat pertumbuhan sel
/mengganggu metabolisme sel, ex. ammonia, votile sulfur compounds, fatty acids,
peptide, indole. Enzym produk bakteri juga mampu merusak seluruh jaringan dan
matrix interseluler. Produk bakteri merusak sistem imun sehingga menyebabkan
kerusakan jaringan. Kalkulus merupakan plak termineralisasi yg terbentuk pada
permukaan gigi dan protesa gigi

2. KALKULUS DAN FAKTOR PREDISPOSISI


Perlekatan kalkulus :
a) Melalui pelikel organik
b) Mechanical locking
c) Adaptasi kalkulus pada sementum

35
d) Penetrasi bakteri ke sementum
Berdasarkan hubungannya dengan margin gingival:
 Kalkulus supragingiva: mulai koronal dari margin gingiva  visible/tampak
secara klinis. Warna: putih, putih kekuningan  hal ini tergantung dari
kontak dengan bahan seperti: tembakau, makanan. Konsistensi: keras/clay-
like namun mudah lepas. Lokasi: paling banyak di bukal Molar RA atau
lingual anterior (Insisive) RB. Sumber: mineral saliva.
 Kalkulus subgingiva. Warna: coklat gelap, hitam kehijauan. Pemeriksaan
dengan explorer : taktil. Konsistensi : keras, padat, dan melekat kuat. Sumber
: mineral GCF
3. JARINGAN PERIODONTAL
Jaringan periodontal adalah jaringan yang mendukung atau penyokong gigi.
Jaringan periodontal terdiri dari:
a) Gingiva
b) Ligamen Periodontal
c) Sementum
d) Tulang alveolar
 Gingiva
Bagian dari mukosa rongga mulut yang menutupi processus alveolar dan
mengelilingi leher gigi. Secara anatomis dibedakan :
a) Marginal gingiva
 Free (unattached) gingiva
 Ujung gingiva yang mengelilingi gigi sepeti kerah baju “Collarlike fashion”
 Lebar 1 mm, dipisahkan oleh Free Gingival Groove
 Membentuk dinding sulkus gingiva
b) Attached gingival
 Melekat erat pada sementum dan periosteum tulang alveolar
 Berbatasan dengan mukosa alveolar pada Mucogingival junction
 Lebar : dasar sulkus sampai mucogingival junction
 Lebar bervariasi,
o I RA : 3,5-3,9mm;
o P RB : 1,8mm

c) Interdental papilla
 Mengisi gingival embrasure (ruang interproksimal)
 Berbentuk piramida (anterior) or “col” (posterior)
 Bentuk tergantung : titik kontak, ada/tidaknya resesi gingiva
 Diastema : tidak ada interdental papilla, gingiva cekat pada tulang interdental
d) Sulkus gingiva

36
 Celah “v” dibatasi gigi dan margin gingiva
 Secara histologis : 1,8 mm
 Secara klinis : diperiksa dengan Probe (probing depth) normal : 2 – 3 mm
e) Cairan Gingiva (GCF)
 Berasal dari jaringan ikat gingiva keluar ke sulkus gingiva melalui sulkular
epithelium
 Fungsi :
 Membersihkan material dari sulkus
 Mengandung protein plasma utk perlekatan epitel ke gigi
 Mengandung bahan antimikroba
 Mempunyai aktivitas antibodi
 Struktur histologi gingiva
a) Jaringan epitel
 Oral / Outer epithelium
 Sulcular epitelium
 Junctional epithelium
b) Jaringan ikat
 Oral / Outer epithelium
 Menutupi permukaan luar margin gingiva dan attached gingiva juga
puncak margin gingival
 Epitel berlapis pipih berkeratin (parakeratinisasi)
 Terdapat retepeg
 Derajat keratinisasi gingiva menurun dengan bertambah usia dan
onset menopause
c) Sulcular epithelium
 Menjadi dinding sulkus gingiva
 Epitel berlapis pipih tak berkeratin
 Tidak ada retepeg
 Merupakan membran semipermeabel bagi produk bakteri dan cairan
gingiva
d) Junctional Epithelium
 Melekat pada permukaan gigi (epithelial attachment) melalui internal
basal lamina
 Melekat pada jaringan ikat melalui external basal lamina
 Epitel berlapis pipih tak berkeratin
 Tidak ada retepeg
 Sekitar 10-20 lapis sel
 Panjang 0,25 – 1,35 mm
 Jaringan ikat gingiva

37
a. Komponen seluler
 Fibroblas
 Sel mast
 Makrofag
 Limfosit, Sel plasma
b. Komponen ekstraseluler
 Serabut gingiva : kolagen, reticular, elastin
 Bahan dasar : mengisi ruang antara sel dan serabut gingiva
(proteoglican, glikoprotein)
 Pembuluh darah, limfe dan saraf

 Fungsi :
 Melekatkan marginal gingiva terhadap gigi
 Memelihara rigiditas gingiva guna menahan daya kunyah
 Menyatukan free marginal gingiva dengan sementum dan attached gingiva
 Grup gingivodental : dari sementum ke puncak dan permukaan luar margin
gingiva dan meluas ke periosteum tlg alv bag fasial/lingual
 Grup sirkular: mengelilingi seperti cincin
 Grup transeptal: horisontal di daerah interproksimal
 Gambaran klinis gingiva normal
 Warna
 Konsistensi
 Tekstur
 Kontur
 Posisi
 Ukuran
 Bleeding on probing (bop)
 Probing depth
 Gingiva : Coral pink
Tergantung :
a. Vaskularisasi
b. Ketebalan dan derajat keratinisasi epitel
c. pigmentasi
 Mukosa alveolar : merah terang
 Konsistensi gingiva
a) Kenyal, ulet
b) Ditentukan :
a. Kandungan kolagen

38
b. Hubungannya dengan mukoperiosteum tlg alv
 Tekstur gingiva
a) Margin gingiva : halus
b) Attached gingiva : stippling, bervariasi per individu dan lokasi; kurang
promeinen pada lingual
 Kontur gingiva
a) Bentuk gingiva bervariasi tergantung :
 Bentuk dan susunan gigi pd lengkung rahang
 Lokasi dan ukuran daerah IP
 Dimensi embrasur gingiva bukal dan lingual
b) Margin gingiva : Collarlike fashion dan mengikuti scalloped outline
c) Interdental papilla : knife edge
 Ukuran gingival
Tergantung dari jumlah total kandungan komponen seluler dan interseluler dan
juga suplai darahnya

4. KLASIFIKASI PENYAKIT PERIODONTAL


AAP (American Academy of Periodontology) International for Classification of
Periodontal Workshop Disease 1999
A. Classification of Periodontal Disease:
1. Gingival Diseases
 Plaque-induced gingival diseases
 Non-plaque-induced gingival lesions
2. Chronic Periodontitis
 Localized
 Generalized
3. Aggressive Periodontitis
 Localized
 Generalized
4. Periodontitis as manifes. of systemic diseases
5. Necrotizing Periodontal Diseases
 Necrotizing ulcerative gingivitis (NUG)
 Necrotizing ulcerative Periodontitis (NUP)
6. Abscesses of the periodontium
 Gingival Abscess
 Periodontal absces
 Pericoronal abscess

39
6. Periodontitis assoc. with Endodontic Lesions
 Endodontic-periodontal lesion
 Periodontal-endodontic lesion
 Combined lesion
7. Developmental or Acquired Deformities and Conditions
 Localized tooth-related factors that predispose to plaque-induced gingival or
periodontitis
 Mucogingival deformities and conditions around teeth
 Mucogingival deformities and conditions on edentulous ridge
 Occlusal trauma
 Chronic periodontitis dapat diklasifikasikan menurut :
1. Luas daerah :
- Localized (< 30% terlibat)
- Generalized (> 30% terlibat)
2. Keparahan CAL (clinical attachment loss):
- Slight = 1 or 2 mm CAL
- Moderate = 3 or 4 mm CAL
- Severe => 5 mm CAL
Gingival Disease
 Dental Plaque-Induced Gingival Diseases
I. Gingivitis associated with dental plaque only
a) Without local contributing factor
b) With local contributing factors
II. Gingival diseases modified by systemic factors
a) Associated with the endocrine system :
 Puberty-associated gingivitis
 Menstrual cycle-associated gingivitis
 Pregnancy associated
a. Gingivitis
b. Pyogenic granuloma
 Diabetes mellitus-associated gingivitis
b) Associated with blood dyscrasias
 Leukemia-associated gingivitis
 Other
III. Gingival diseases modified by medications
a) Drug-influences gingival diseases
 Drug-influences gingival enlargement
 Drug-influences gingivitis
a. Oral contraceptive-associated. G.
40
b. Other
IV. Gingival diseases modified by malnutrition
a) Ascorbic acid deficiency gingivitis
b) Other

 Non-Plaque-Induced Gingival Lesions


I. Gingival diseases of spesific bacterial origin
A. Neisseria gonorrhoe
B. Treponema pallidum
C. Streptococcal species
D. Other
II. Gingival diseases of viral origin
A. Herpesvirus infections
1. Primary herpetic gingivostomatitic
2. Recurrent oral herpes
3. Vericella Zoster
B.Other
III. Gingival diseases of fungal origin
A. Candida-species infections:
- Generalized
- gingival candidosis
B. Linier gingival erythema
C. Histoplasmosis
D. Other
IV. Gingival lesions of genetic origin
A. Hereditery gingival fibromatosis
B. Other
V. Gingival manifestations of systemic condition
A. Reactions attributable to
a. Toothpaste or dentrifices
b. Mouthrinses or mouthwashes
c. Chewing gum additive
d. Food and additive
B. Other
VI. Traumatic lesions (Factitious, iatrogenic, or accidental)
A. Chemical injury
B. Physical injury
C. Thermal injury
VII. Foreign body reactions

41
VIII.Not otherwise specified

Periodontitis:
- keradangan jar. pendukung gigi
- bakteri periodontopatogen
- kerusakan period. ligamen& tlg alveolar
- terbentuk poket, resesi ggv atau keduanya
- kehilangan perlekatan klinis
Klasifikasi Periodontitis:
1. Chronic Periodontitis
2. Aggressive Periodontitis
3. Periodontitis as a Manifestation of Systemic Diseases
1. Chronic Periodontitis
- umum pada usia dewasa > 35 th (anak-anak bisa terjadi)
- banyaknya kerusakan  faktor lokal
- mikrobial variable
- Kalkulus subgingival  sering ditemukan
- perkembangan penyakit  slow – moderat
kemungkinan bisa cepat
- predisposisi: - penyakit sistemik (DM, HIV),
- faktor lokal
- faktor lingkungan (merokok, stres)
2. Aggressive Periodontitis
- 10 – 30 th
- klinis: sehat  tidak ada akumulasi yg besar dari plak dan kalkulus
- kerusakan tulang &loss attachment  cepat
- Jumlah deposit mikrobial ≠ keparahan
- Genetik familial history
- Actinobacillus actinomycetemcomitans
a. Localized Aggressive Periodontitis :
- usia muda (pubertal)
- molar pertama or insisive dgn proksimal
loss attachment sedikitnya 2 gigi permanen (M1)
- respon antibodi serum  kuat
b. Generalized Aggressive Periodontitis :
- < 30 th (atau lebih )
- sedikitnya pd 3 gigi permanen lain selain dari molar pertama dan insisive
- respon antibodi serum  lemah

42
5. EPIDEMIOLOGI PERIODONTAL
Indeks dibuat berdasar pengukuran variabel:
a. derajat inflamasi jaringan gingiva
b. derajat kerusakan period.
c. banyaknya akumulasi plak
d. banyaknya kalkulus
Macam-macam Indeks Penyakit periodontal :
1. Indeks untuk mengukur penyakit GGV
 Papillary-marginal attachment index
 Periondontal index
 Periodontal disease index
 Gingival index
 Gingival bleeding index
2. Index utk mengukur kerusakan periodontal :
 Pengukuran sulcus ggv
 Extent and severity index
 Pengukuran bone loss dgn Ro
3. Index utk mengukur plak & kalkulus:
 Plaque index
 OHI-s (Green & Vermilion)
 Calculus indexs dari PDI (Ramfjord)
 Calculus surface index
4. Index utk menentukan kebutuhan perawatan :
 GPI (Modifikasi PDI ramfjord)
 CPITN
 Index penyakit periodontal yang sering digunakan:
a. OHI-s
b. Ggv Index & Plak Index
c. Periodontal Index
d. CPITN

A. OHI-S (Oral Hygiene Index - simplified)


Diciptakan Green & Vermillion (1964), OHI-S terdiri 2 komponen yaitu:
1. Simplified Debris-Index (DI-s)
2. Simplified Calculus-Index (CI-s).
- OHI-s digunakan di dunia & memberikan manfaat bagi pemahaman tentang
penyakit periodontal.
- OHI-s untuk kepentingan survey epidemiologi dan evaluasi program kesehatan
gigi secara longitudinal.
43
- OHI-s juga untuk evaluasi status kebersihan mulut pasien individual atau untuk
hal khusus misal penelitian klinis
- Indeks ini mudah digunakan, karena kriterianya obyektif, pemeriksaan dapat
dilakukan dgn tepat & hanya butuh pelatihan singkat.
Cara pemeriksaan :
- OHI-S terdiri komponen DI-S & CI-S.
- Masing-masing komponen mempunyai skala 0 - 3.
- Yang diperiksa 6 permukaan gigi:
fasial pada gigi 6 & 1 RA kanan & 6 RA kiri dan 1 RB kiri
lingual pada 6 RB kanan & kiri
 Cara: Eksplorer mula-mula diletakkan pd permukaan gigi 1/3 insisal dan
digerakkan menuju daerah 1/3 gingiva
Skoring utk DI-S dgn kriteria berikut:
0 : tidak terdpt debris atau stain
1 : terdapat debris lunak yg menutupi tidak lebih dari 1/3 permuk.
gigi, atau terdapatnya stain yg menutupi permuk. gigi
2 : terdapat debris lunak lebih dr 1/3 bagian permuk. gigi,
tetapi tidak lebih dr 2/3 permuk. gigi
3 : terdapat debris lunak menutupi lebih dr 2/3 permuk. Gigi
Skor DI-S per individu didapatkan dengan menjumlahkan skor per permukaan gigi
danmembaginya dengan jumlah permukaan gigi yg diperiksa.
 Penilaian CI-S
Penilaian CI-S dilakukan dgn meletakkan secara hati-hati, eksplorer pd crevice
sisi disto gigi, menuju daerah subgingiva dan menggerakkan dari daerah kontak
bagian distal ke mesial (meliputi daerah separuh keliling gigi).
Skoring utk CI-S dgn kriteria :
0 : tak terdpt kalkulus
1 : terdapat kalkulus supra gingiva yg menutupi tidak lebih dari 1/3 bagian
permukaan gigi
2 : terdapat kalkulus supra gingiva yg menutupi lebih dari 1/3 permukaan.
Tetapitidak lebih dari 2/3 permukaanatauterdapat bercak kalkulus individual yg
terletak subgingiva di bagian leher gigi, atau keduanya.
3 : terdapat kalkulus supra gingiva yg menutupi lebih dari 2/3 bagian permukaan
gigi, atau adanya kalkulus subgingiva yang tebal dan melingkar, atau keduanya
Skor CI-S per individu :didapatkan dgn menjumlahkan skor per permukaan gigi, dan
membaginya dengan jumlah permukaan gigi yg diperiksa.
Kriteria klinis OHI-s
- Skor OHI-S per individu adalah total dari skor DI-s & CI-s.

44
- Tingkat kebersihan mulut secara klinis dalam kaitannya dengan nilai OHI-s adalah :

NILAI KRITERIA KLINIS


0.0 – 1.2 Baik
1.3 – 3.0 Sedang
3.1 – 6.0 Jelek

Beberapa hal yang harus diperhatikan tentang OHI-S (Sutatmi S, 1975)


a. Apabila salah satu gigi anterior tsb di atas tidak ada, boleh dipilih gigi I-1 RA
kiri dan I-1 RB kanan atau I-2
b. Apabila gigi M-1 tidak ada, dapat digantikan oleh gigi disebelahnya yaitu P
atau M-2
c. Gigi yg telah diberi mahkota tiruan dan gigi yg tingginya berkurang krn
karies, tak dpt dinilai,ditentukan gigi lain
d. Debris lunak dipermukaan oklusal dan insisal tdk dinilai, karena dapat
diabaikan

B. Periodontal Index
Periodontal index (PI) untuk mengestimasikan keparahan penyakit periodontal yaitu
dengan cara menilai ada atau tidaknya inflamasi gingiva serta keparahannya, adanya
poket dan gangguan pada fungsi pengunyahan.
Kriteria digunakan untuk seluruh gingiva yang mengelilingi suatu gigi yang diperiksa
(gingiva yang mengelillingi suatu gigi dianggap sebagai satu unit skor).
Idealnya penilaian dengan indeks ini harus menggunakan foto rontgent, namun bila
karena keterbatasan sarana maka indeks ini masih relevan utk digunakan, yakni tanpa
menggunakan skor empat.

C. Penggunaan indeks CPITN


CPITN = Community Periodontal Index Treatment Need
Tujuan : untuk memberikan pelayanan kesehatan yang adekuat pada komunitas
tertentu dengan menentukan kebutuhan perawatannya
Daerah gigi-geligi dibagi menjadi 6 sekstan, periodonsium diperiksa pd 10 gigi sbg
berikut.
Pemeriksaan menggunakan probe periodontal WHO, yg didesain khusus dengan
ujung bulat diameter 0.5 mm. Pada bladenya terdapat daerah kode warna yg sesuai
dgn kedalaman 3,5 - 5,5 mm.
Kriteria skoring CPITN:
0 = periodonsium sehat
1 = terdapat perdarahan setelah probing

45
2 = terdapat kalkulus supra atau sub gingival atau timbunan plak disekeliling
margin gingiva, tidak terdapat poket dengan kedalaman lebih dr 3 mm (daerah kode
warna pada probe semuanya tampak)
3 = terdapat poket 4 atau 5 mm (jika probe diinsersikan pada poket, daerah
berwarna probe tampak sebagian)
4 = terdapat poket lebih dari 6 mm (jika probe diinsersikan ke dalam poket, daerah
berwarna pada probe seluruhnya masuk ke dalam poket dan tdk tampak)

D. Gingival Index
Untuk menentukan keparahan dan lokasi gingivitis jaringan yg mengelilingi tiap gigi
dibagi menjadi 4 area :
1. Distal fasial papilla
2. Fasial margin
3. Mesial fasial papilla
4. seluruh lingual gingival margin
Diperiksa pada #3, 9, 12, 19, 25, 28
(6 RA kanan, 1&4 RA kiri, 4&1 RB kanan, 6 RB kiri)
Kriteria Skor :
0 = gingiva normal
1 = inflamasi ringan, sedikit perubah. warna, sedikit edema, tdk ada perdarahan
waktu probing.
2 = Inflamasi sedang, kemerahan, edema, mengkilat, tdpt perdarahan waktu probing.
3 = inflamasi berat, kemerahan, edema, ulcerasi, tendensi perdarahan spontan
jumlah 4 skor GI
Skor GI gigi = ---------------------------
4
jumlah skor GI gigi
Skor GI individu = ----------------------------------------
banyaknya gigi yg diperiksa

E. Plaque Index
- melihat ketebalan plak
- diperiksa semua permuk. mesial, distal, fasial & lingual
Skor dan Kriteria PlI ;
0 = Tidak ada plak
1 = Lapisan plak pada free gingiva margin dan permukaan gigi yang berdekatan bisa
dilihat dengan menjalankan sonde pada permukaan gigi
2 = Akumulasi plak yg sedang dlm gingiva pocket pada gingiva margin
dalam/permukaan gigi yg berdekatan bisa dilihat dengan mata

46
3 = akumulasi plak yg banyak dalam pocket dan pada gingiva margin dan permukaan
gigi yg berdekatan, bisa dilihat dgn mata.
jumlah 4 skor plak
Skor plak gigi = ----------------------------
4

jumlah skor plak gigi


Skor plak individu = ----------------------------------------
banyaknya gigi yg diperiksa

6. RESPONS IMUN
Imunitas : reaksi terhadap substansi asing, termasuk mikroba, dan makromolekul
seperti protein dan polisakarida, tanpa melihat apakah reaksi itu fisiologis atau
patologis.
1. Innate immunity = natural immunity = respons imun alami
2. Adaptive immunity = specific immunity = respons imun adaptif
Imunitas alami
• First line defense
• mekanisme yang terjadi sebelum infeksi
• bereaksi dengan cepat merespon mikroba
• bereaksi dengan cara yang sama terhadap infeksi yang berulang

Komponen imunitas alami


(1) barier fisik dan khemikal, seperti epithel dan bahan anti mikroba yang
diproduksi pada permukaan epithel
(2) sel-sel fagosit (neutrofil, makrofag) dan Natural Killer Cell
(3) protein darah, yang meliputi sistem komplemen dan mediator-mediator inflamasi
(4) protein, sitokin, yang mengatur dan mengkoordinasi aktivitas berbagai sel imun
alami
* Komponen imun alami mengenali struktur mikroba patogen
* Pengenalan oleh reseptor permukaan sel (germline)
* Komponen yang dikenali & reseptor:
- LPS  TLR/CD14
- DNA bakteri  unknown
- RNA virus  RNA-activated kinase
- Glikoprotein  reseptor manosa
- Protein  reseptor N-formilmetioni
- Fosfolipid  CRP-plasma
Komponen imun alami: barier epitelial

47
* Epitel yang utuh
* Produksi peptida = antibiotik alami =defensin
* Epitelium mengandung limfosit T &B
- lim T (CD1)
- lim B mengenali LPS, menghasilkan IgM
(normalnya ada = antibodi natural)
* Epitelium mengandung sel mast  menghasilkan substansi yg menstimulasi
inflamasi
Komponen imun alami: fagosit
• Awal netrofil  makrofag
• Pengenalan antigen oleh reseptor fagosit
 menstimuli migrasi,
 meningkatkan fagositosis,
 produksi bahan mikrobisidal
Rekrutmen lekosit
1. rolling
2. aktivasi menghasilkan molekul adesi
3. adesi pada endotel
4. transmigrasi dari vasa menuju daerah infeksi

Fagositosis
1. Mikroba terikat reseptor
2. invaginasi membran (fagosom)
3. Ingesti mikroba
4. Fusi fagosom dg lisosom  killing

Mekanisme Killing
1. Oksidatif : ROS
- radikal superoksid - radikal hidroksil
- H2O2 - radikal peroksil
- MPO ( netrofil)
2. Enzimatik/protein :
- hidrolitik
- proteolitik
NK cell
• Jenis limfosit
• Melisis sel yang mengandung virus
• Menghasilkan IFNγ
• Defens thd virus & mikroba intraselular

48
Komplemen
Sistem komplemen terdiri dari sejumlah protein plasma yg berperan membantu (sbg
komplemen) unt pengenalan mikroba thd fungsi efektor (imun alami & adaptif)
- opsonisasi & fagositosis
- menstimuli inflamasi
- memediasi sitolisis
Protein lain pada imun alami
• manose-binding lectinsbg opsonin
• C-reactive proteinmengikat bakteri (fosfolipid) sbg opsonin
• Sitokinmenyebabkan rekrutman & aktivasi lekosit
* 2 jenis:
- selular : limfosit T
- Humoral : antibodi (limfosit B)
* Komponen : limfosit & produknya
* Stimulan : antigen
• Humoral
• Antibodi : imunoglobulin (lim B)
- mengenali
- menetralkan
- meningkatkan mek efektor (opsonin &
aktivitas lekosit)
- mikroba ekstraselular
• Selular (cell-mediated)
• Limfosit T
• Mikroba intraselular (virus)
• Meningkatkan destruksi mikroba intrasel
• Meningkatkan lisis sel terinfeksi
• Proteksi imunitas
• Induksi respons inang : imunitas aktif
• Transfer serum atau limfosit dari individu yg telah diimunisasi : imunitas
pasif
• Sifat utama imun adaptif
1. Spesifitas
2. Diversitas
3. Spesialisasi
4. Memori
5. Self-limitation
6. Non reaktif thd self
• Komponen selular

49
• limfosit, asesori sel, efektor sel
• Lim B menghasilkan antibodi
• Lim T helper (CD4+) :
- aktivasi sel B & sel T
- aktivasi makrofag
- inflamasi
• Lim T sitolitik (CD8+) : melisis sel terinfeksi
• NK-cell : meningk lisis sel terinfeksi
• Prosesi & presentasi antigen
• Mikroba/protein ekstraselular  endositosis  prosesi antigen  biosintesis
MHC  MHC klas II  CD4+
• Mikroba/protein intraselular  prosesi antigen  biosintesis MHC  MHC
klas I  CD8+
• Fase respons imun adaptif
* Pengenalan antigen
* aktivasi
* fase efektor
* penurunan aktivasi
* memori

50
DAFTAR PUSTAKA

Gunadi, H. 1995. Buku Ajar Ilmu Geligi Tiruan Sebagian Lepasan Jilid II. Jakarta:
Hipokrates.

Lovely, M. 2006. Review of Fixed Partial Dentures. India : Jaypee.

Mc Givney G.P., Carr A.B. 2005. McCraken’s Removable Partial Prosthodontics.


11th ed. St. Louis: Elsevier Mosby.

Newman MG, Takei HH, Klokkevold PR, Carranza FA. 2011. Carranza’s Clinical
Periodontology. 11th ed. Missouri: Elsevier Saunders.

Rahardjo, Pambudi. 2009. Ortodonti Dasar. Surabaya: Airlangga University press.

Rahardjo, Pambudi. 2008. Diagnosis Ortodontik. Surabaya: Airlangga University


press.

Rosentill, SF, Land, MF, Fujimoto, F. 2001. Contemporary Fixed Prosthodontic,


Mosby.Elsevier,St.Loius, Missouri

51

Anda mungkin juga menyukai