Anda di halaman 1dari 18

DAFTAR PUSTAKA

Francisco, M.P.J., Alejandra, C.D.P., Lopez, A.J., Marques, D.S.M.J., and Violeta, Z.M. 2005.

"Prevalencia De Maloclusiones Dentales En Un Grupo De Adolescentes Mexicanos Y Su

Relaction Con La Edad Y El Genero". Acta Odontologica Venezolana. p: 123-129

Howe, Z. 1983. Caring for your Baby and Young Child. Oxford: Oxford University Press. p:

66-67

Laguhi V.A., Anindita P.S., Gunawan P.N. 2014. Gambaran maloklusi dengan menggunakan

HMAR pada pasien di rumah sakit gigi dan mulut universitas sam ratulangi manado: jurnal

e-gigi

Proffit, W.,R. 2007. Conteporary orthodontic.4th ed. St. Louis: Mosby Elsevier. p: 16

Rahardjo, Pambudi. 2012. Ortodonti Dasar. Surabaya: Airlangga University Press. p: 26, 46-

55

Scheid, Rickne C. 2012. Langman’s medical embryology. Elevent edition. Philadelphia:

Lippincot Williams & Wilkins

Thomson, H. 2007. Oklusi. Terjemahan: T. Suta dan Lilian Yuwono. Jakarta: EGC. p:15
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Maloklusi

1. Definisi Maloklusi

Maloklusi dapat di definisikan sebagai suatu ketidak sesuaian dari hubungan

gigi atau hubungan rahang yang menyimpang dari normal. Oklusi dikatakan normal

jika susunan gigi dalam lengkung teratur baik, serta terdapat hubungan yang

harmonis antara gigi atas dan gigi bawah. Oklusi gigi bervariasi antara individu satu

dengan yang lain, dan sangat tergantung pada jaringan sekitar gigi, usia, ukuran,

bentuk, serta posisi gigi. Oklusi normal dapat terbentuk jika susunan gigi-geligi

pada rahang atas dan rahang bawah harmonis (Scheid, 2012).

Derajat keparahan maloklusi berbeda-beda dari rendah ke tinggi yang

menggambarkan variasi biologi individu. Maloklusi dapat terjadi dalam arah

sagital, transversal, vertical dan dapat diidentifikasi berdasarkan hubungan rahang

yaitu hubungan rahang bawah terhadap rahang atas. Maloklusi dapat menyebabkan

tampilan wajah yang buruk, resiko karies dan penyakit periodontal, sampai

gangguan pada sendi temporo mandibula bila tidak dikoreksi (Laughi, 2014).

2. Klasifikasi Maloklusi

Berbagai macam klasifikasi maloklusi diperoleh dari banyak penelti

berdasarkan penelitian yang dilakukan dan penemuan yang relevan. Secara

terminologi, maloklusi dibagi kedalam 3 macam, yaitu:

a. Maloklusi intra-lengkung atau malposisi individual gigi yang satu dengan gigi

yang lain dalam lengkung yang sama.

b. Maloklusi inter-lengkung malrelasi sekelompok gigi antara satu lengkung

dengan lengkung lainnya.


c. Hubungan abnormal skeletal yang disebabkan karena kerusakan permanen

struktur skeletal. Kerusakan bentuk dan posisi kedua rahang.

1) Klasifikasi Angle

Klasifikasi maloklusi yang sering digunakan hingga saat ini adalah

system Angle. Klasifikasi Angle didasarkan pada hubungan anteroposterior

antara rahang atas dan rahang bawah, dengan gigi molar permanen pertama

sebagai kunci oklusinya. Pembagian maloklusi berdasarkan klasifikasi

Angle yaitu:

a). Maloklusi Angle Kelas I

Maloklusi Angle Kelas I disebut juga Neutroklusi dan ditandai dengan

hubungan anteroposterior yang normal antara rahang atas dan rahang

bawah. Tonjol mesiobukal gigi molar permanen pertama atas terletak pada

celah bukal gigi molar permanen pertama bawah, sedangkan gigi kaninus

atas terletak pada ruang antara tepi distal gigi kaninus bawah dan tepi mesial

gigi premolar pertama bawah.

Gambar 2: Maloklusi Klas I Angle6

b). Maloklusi Angle Kelas II


Maloklusi Angle Kelas II disebut juga Distoklusi. Ditandai dengan celah

bukal gigi molar permanen pertama bawah yang terletak lebih posterior dari

tonjol mesiobukal gigi molar permanen pertama atas.

Gambar 3: Maloklusi Klas II Angle.

Kelas II Angle dikelompokkan lagi dalam 3 golongan, yaitu :

Divisi 1 : hubungan molar distoklusi dan inklinasi gigi-gigi insisivus

rahang atas ke labial (extreme labioversion).

Gambar 4: Maloklusi Klas II Divisi

Divisi 2 : hubungan molar distoklusi dan gigi insisivus sentral rahang

atas dalam hubungan anteroposterior yang mendekati normal atau sedikit

linguoversi, sementara gigi insisivus lateral bergeser ke labial dan mesial.


Gambar 5: Maloklusi Klas II Angle Devisi

Subdivisi : hubungan molar distoklusi hanya terjadi pada salah satu sisi

lengkung gigi

Gambar 6: Maloklusi Klas II Angle Subdivisi.

c). Maloklusi Angle Kelas III

Maloklusi Angle Kelas III ditandai dengan hubungan mesial antara

rahang atas dan rahang bawah. Lengkung gigi rahang bawah terletak dalam

hubungan yang lebih mesial terhadap lengkung gigi rahang atas. Celah

bukal gigi molar permanen pertama bawah terletak lebih anterior dari tonjol

mesiobukal gigi molar permanen pertama atas.


Gambar 7: Maloklusi Klas III Angle.

2). Klasifikasi Dewey

Pada tahun 1915, Dewey memodifikasi klasifikasi Angle. Dewey

memodifikasi Klas I klasifikasi Angle ke dalam 5 tipe dan Klas III

klasifikasi Angle kedalam 3 tipe. Modifikasinya adalah sebagai berikut:33

(a). Modifikasi Klas I oleh Dewey

Tipe 1: Maloklusi Klas I dengan gigi anterior rahang atas berjejal (crowded).

Tipe 2: Klas I dengan insisivus maksila yang protrusi (labioversi).

Tipe 3: Maloklusi Klas I dengan crossbiteanterior.

Tipe 4: Relasi molar Klas I dengan crossbiteposterior.

Tipe5: Molar permanen mengalami drifting mesial akibat ekstraksi dini

molar dua desidui atau premolar dua.

(b). Modifikasi Klas III oleh Dewey

Tipe 1: Ketika rahang atas dan bawah dilihat secara terpisah menunjukkan

susunan yang normal, tetapi ketika rahang dioklusikan, pasien menunjukkan

adanya gigitan edge to edge pada insisivus.

Tipe 2: Insisivus rahang bawah berjejal dan menunjukkan relasi lingual

terhadap insisivus rahang atas.


Tipe 3: Insisivus rahang atas berjejal dan menunjukkan crossbite dengan

anterior rahang bawah.

3). Klasifikasi Lisher

Pada 1933, Lischer melakukan modifikasi terhadap klasifikasi Angle

dengan mengganti nama Klas I, II dan III Angle dengan neutro-oklusi, disto-

oklusi dan mesio-oklusi. Selain itu, Lischer juga mengklasifikasikan

maloklusi gigi individual.

(a). Neutro-oklusi : istilah sinonim maloklusi Klas I Angle

(b). Disto-oklusi : istilah sinonim maloklusi Klas II Angle

(c). Mesio-oklusi : istilah sinonim maloklusi Klas III Angle

3. Penyebab Maloklusi

Menurut Moyers yang dikutip oleh Suminy, maloklusi dapat disebabkan oleh

beberapa faktor diantaranya :

a. Faktor keturunan, seperti sistem neuromuskuler, tulang, gigi dan bagian lain di

luar otot dan saraf.

b. Gangguan pertumbuhan.

c. Trauma, yaitu trauma sebelum lahir dan trauma saat dilahirkan serta trauma

setelah dilahirkan.

d. Keadaan fisik, seperti prematur ekstraksi.

e. Kebiasaan buruk seperti menghisap jari yang dapat menyebabkan insisivus

rahang atas lebih ke labial sedangkan insisivus rahang bawah ke lingual,

menjulurkan lidah, menggigit kuku, menghisap dan menggigit bibir.

f. Penyakit yang terdiri dari penyakit sistemik, kelainan endokrin, penyakit lokal

(gangguan saluran pernapasan, penyakit gusi, jaringan penyangga gigi, tumor,

dan gigi berlubang).


g. Malnutrisi.

4. Perawaan maloklusi

Piranti ortodonsi

Piranti yang digunakan untuk merawat maloklusi secara garis besar dapat

digolongkan menjadi tiga, yaitu: piranti lepasan (removable appliance), piranti

fungsional (functional appliance) dan piranti cekat (fixed appliance).

1) Piranti Lepasan (Removable Appliance)

Piranti lepasan adalah piranti yang dapat dipasang dan dilepas oleh

pasien. Komponen utama piranti lepasan adalah: 1) komponen aktif, 2)

komponen pasif, 3) lempeng akrilik, 4) penjangkaran. Komponen aktif

terdiri atas pegas, busur dan sekrup ekspansi. Komponen pasif yang utama

adalah cengkeram Adams dengan beberapa modifikasinya, cengkeram

Southend dan busur pendek.

Tipe Piranti Fungsional

a) Removable Tooth-Borne Appliance atau Passive Tooth-Borne

Piranti ini bekerjanya hanya tergantung pada jaringan lunak yang

menegang serta aktivitas otot sehingga menghasilkan efek untuk

mengoreksi maloklusi. Termasuk dalam tipe ini adalah :

(a). Aktivator

Disebut juga piranti Andresen, desain aktivator yang asli terdiri atas

blok akrilik yang menutupi lengkung geligi atas dan bawah serta

palatal, blok ini longgar karena tidak mempunyai cengkeram.

Aktivator dapat memajukan mandibula beberapa milimeter untuk

mengoreksi maloklusi Klas II dan membuka gigitan kira-kira 3-4 mm.

(b). Bionator
Kadang-kadang disebut piranti Balters sesuai dengan penemunya.

Prinsipnya hampir seperti aktivator tetapi kurang bulky sehingga lebih

disukai. Lempeng bagian palatal dibuang dan masih terdapat sayap

lingual untuk menstimulasi mandibula agar diposisikan ke anterior

serta adanya lempeng akrilik di antara gigi-gigi atas dan bawah untuk

mengontrol dimensi vertikalnya. Pemakaian selama 24 jam sehari

sangat dianjurkan.

(c). Twin Blok Appliance

Piranti ini terdiri atas piranti atas dan bawah yang pada saat pasien

beroklusi membentuk satu kesatuan di bukal, seperti yang terlihat pada

gambar. Serta mempunyai lempengan yang berfungsi menempatkan

mandibula ke depan pada saat menutup. Twin blok appliance cocok

untuk pasien yang mempunyai tumpang gigit normal atau sedikit

berkurang dan dimungkinkan dipakai selama 24 jam setiap hari

bahkan waktu malam tetap bisa dipakai. Pengurangan jarak gigit dapat

terjadi dalam waktu yang tidak terlalu lama.

(d). Removable Tissue-Borne

Satu-satunya piranti fungsional tipe removable tissue-borne

adalah functional corrector atau functional regulator ciptaan Rolf

Frankel sehingga piranti ini dikenal sebagai piranti Frankel

2). Fixed Tooth-Borne Appliance

Tipe ketiga adalah fixed tooth-borne appliance yang mempunyai

pengertian bahwa piranti ini melekat pada gigi. Sebagai contoh adalah

Herbst Appliance dan Jasper jumper. Herbst appliance pada awalnya

merupakan piranti lepasan kemudian pada perkembangannya menjadi


piranti cekat yang terdiri atas splint yang disemen ke lengkung gigi atas dan

bawah, biasanya molar pertama atas dan premolar pertama bawah,

dihubungkan oleh lengan telescopic pin and tube yang menentukan seberapa

banyak mandibula dimajukan. Kekurangan piranti ini ialah dapat

menyebabkan insisivus bawah terdorong ke labial. Herbst appliance yang

baru tidak mengganggu pergerakan rahang bawah ke lateral dan dibuat dari

bahan yang lebih kuat sehingga tidak mudah patah.

B. Usia dan jenis kelamin

Pada anak dengan masa geligi pergantian merupakan kondisi kritis menuju

kearah maloklusi (Fransisco et.al., 2005), dan adanya hubungan antara usia dengan

maloklusi, karena pada usia kurang dari 11 tahun merupakan proses pergantian fase

geligi sulung ke geligi permanen, dimulai pada usia 6-7 tahun, dimana pada usia

tersebut merupakan awal erupsi dari gigi permanen, dan mulai terjadi perubahan

ukuran lengkung rahang, karena pengaruh dari erupsi gigi molar pertama. Gigi molar

pertama diperlukan untuk melihat apakah anak memiliki oklusi yang normal atau

terjadinya maloklusi, dimana erupsi normal gigi molar pertama permanen sampai

kalsifikasi akarnya lengkap adalah usia 9-10 tahun (Rahardjo, 2012)

Selain adanya hubungan antara usia dengan maloklusi, jenis kelamin juga

mempunyai peranan penting dalam terjadinya maloklusi. Percepatan pertumbuhan

berbeda pada setiap jenis kelamin, perempuan biasanya ditandai dengan menstruasi

diusia 10-12 tahun dan laki-laki diusia lebih dari 12 tahun.Hal ini dikarenakan variasi

ukuran lengkung rahang dipengaruhi oleh jenis kelamin, laki-laki memiliki ukuran

rahang yang lebuh besar dari pada perempuan (Proffit, 2009). Beberapa penelitian

tentang hubungan lengkung rahang dan maloklusi telah dilakukan. Menurut Howe
(1983) lebar lengkung rahang pada orang yang lengkung ahangnya sempit,

lebihmengarah ke maloklusi, daripada orang dengan lengkung rahang yang lebar.

C. Prevalensi

Prevalensi adalah bagian dari studi epidemiologi yang membawa pengertian jumlah

orang dalam populasi yang mengalami penyakit, gangguan atau kondisi tertentu pada suatu

tempoh waktu dihubungkan dengan besar populasi dari mana kasus itu berasal. Prevalensi

sepadan dengan insidensi dan tanpa insidensi penyakit maka tidak akan ada prevalensi

penyakit. Insidensi merupakan jumlah kasus baru suatu penyakit yang muncul dalam satu

periode waktu dibandingkan dengan unit populasi tertentu dalam periode tertentu. Insidensi

memberitahukan tentang kejadian kasus baru. Prevalensi memberitahukan tentang derajat

penyakit yang berlangsung dalam populasi pada satu titik waktu (Timmereck, 2001).

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi prevalensi. Faktor-faktor tersebut

adalah:

1. Kasus baru yang dijumpai pada populasi sehingga angka insidensi meningkat.

2. Durasi penyakit.

3. Intervensi dan perlakuan yang mempunyai efek pada prevalensi.

4. Jumlah populasi yang sehat.


BAB III

KERANGKA KONSEP

A. Kerangka Konsep

Anak usia 9-12 tahun

Masa Gigi Pergantian

Laki-laki Perempuan

Erupsi Gigi Usia Erupsi Gigi Usia


12 tahun keatas 10-12 tahun

Lengkung rahang lebar dan Lengkung rahang sempit dan


tumbuh kembang lambat tumbuh kembang cepat

1. Faktor Herediter
2. Faktor Lokal
a. Kebiasaan Buruk
Maloklusi b. Gangguan
pertumbuhan
c. Trauma

Klasifikasi Angel
Modifikasi Dewey

Kelas I Kelas II Kelas III

Tipe I Tipe II Tipe III Tipe IV Tipe V

Faktor Tumbuh Kembang

Gigi Berjejal
(Crowded)

Prevalensi Anak Usia 9-12 Tahun


Pada anak dengan masa geligi pergantian akan terjadi perubahan kecepatan dan arah

pertumbuhan gigi geligi serta tulang rahang. perubahan tersebut dapat menentukan seseorang

mempunyai oklusi yang normal atau mengalami suatu mall posisi atau maloklusi. Maloklusi

adalah bentuk oklusi yang menyimpang dari bentuk standar. kadang etiologi suatu maloklusi

sukar ditentukan secara tepat karena ada banyak faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan

perkembangan. maloklusi dapat terjadi karena dua faktor yaitu faktor langsung dan faktor tidak

langsung, faktor langsung penyebab terjadinya maloklusi diantaranya adalah herediter dan

kelainan kongenital, kebiasaan buruk, faktor lokal, sedangkan faktor tidak langsung meliputi

faktor lingkungan, gangguan metabolik, penyakit infeksi dan nutrisi.

Pada penelitian ini dilakukan pengamatan pada siswa-siswi usia 9 sampai 12 tahun di

SDN 5 kecamatan Mojoroto kota Kediri, untuk mengetahui prevalensi maloklusi dan Gigi

berjejal berdasarkan jenis kelamin dan umur.


BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian

Rancangan penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif dengan teknik

survey, dengan cara menggunakan disain obsevasi.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Sekolah Dasar 5 Mojoroto Kota Kediri

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2019

C. Populasi, Sampel, dan Teknik Sampling

1. Populasi

Anak-anak SD 5 Mojoroto Kota Kediri

2. Sampel

Anak-anak SD sebanyak 96 anak terdiri dari 37 anak laki-laki dan 59 anak

perempuan

3. Teknik sampling

Probability sampling, adalah teknik pengambilan sampel yang memberikan

peluang yang sama bagi setiap unsur (anggota) populasi untuk dipilih menjadi

sampel (Sugiyono,2014).

D. Variabel Penelitian

Maloklusi pada anak SD umur 9-12 tahun menurut jenis kelamin laki-laki dan

perempuan.

E. Definisi Operasional (DO) Variabel penelitian


1. Maloklusi dapat didefinisikan sebagai suatu ketidaksesuaian dari hubungan

gigi atau hubungan rahang yang menyimpang dari normal Menurut World Health

Organization (WHO) maloklusi adalah cacat atau gangguan fungsional yang

dapat menjadi hambatan bagi kesehatan fisik maupun emosional dari pasien yang

memerlukan perawatan.

2. Pengambilan data dengan melakukan pengamatan dari hasil pengukuran pada

model gigi sampel menggunakan Dental Aesthetic Index.

E. Instrumen Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif dengan teknik survey,

dengan cara menggunakan disain obsevasi.

1. Gigi maloklusi dan berjejal

2. Observasi

3. Informed Consent

Pada informed conseant yang mengisi adalah atas nama siswa yang akan melakukan

pemeriksaan sedangkan yang bertanda tangan untuk menyetujui dilakukannya

pemeriksaan dalam penelitian adalah pihak sekolah karena yang

F. Alat dan Bahan

1. Alat Penelitian

a. Kaca mulut

b. Handscoon

c. Masker

d. Sendok cetak

e. Bowl

f. Spatula
g. Gelas kumur

h. Pinset

i. Kamera digital

j. Lembar pengisian data

2. Bahan Penelitian

a. Air

b. Alginat

c. Alkohol 70%

d. Gips biru

e. Gips putih

f. Kapas steril

G. Prosedur Kerja

1. Pada waktu dilaksanakan penelitian pertama-tama peneliti menyeleksi subjek

yang sesuai dengan kriteria penelitian kemudian dilakukan pencatatan identitas

subjek penelitian pada lembar pengisian data

2. Melakukan pemeriksaan gigi geligi dengan menggunakan kaca mulut steril

pada tempat yang memiliki cukup cahaya. Pada pemeriksaan gigi geligi subjek

didudukkan pada kursi.

3. Subjek yang memenuhi kriteria yaitu maloklusi gigi berjejal kelas 1 type 1

4. Apabila pemeriksaan gigi telah memenuhi kriteria dan sudah dilakukan foto

profil wajah beserta gigi kemudian akan dilakukan prosedur pencetakan.

Peneliti menyiapkan responden, alat dan bahan untuk melakukan pencetakan.

Persiapan responden adalah, responden didudukkan di kursi, kepala bersandar


pada tembok, badan dan kepala tegak, memberikan instruksi kepada responden

untuk bernafas melalui hidung dan memasangkan alas dada kepada responden.

Alat-alat yang dipersiapkan adalah sendok cetak rahang atas dan rahang bawah,

bowl dan spatula. bahan yang dipersiapkan adalah bahan cetak alginat dan air

yang dimanipulasi menggunakan spatula dan bowl dengan gerakan cepat.

5. Sebelum dicetak subjek diinstruksikan untuk berkumur.

6. Setelah dilakukan pengadukan bahan cetak yang sudah siap diletakkan pada

sendok cetak dan diratakan menggunakan air supaya permukaan atas rata. untuk

pencetakan rahang atas sendok cetak dimasukkan ke dalam mulut responden

bagian rahang atas tangan kiri membuka mukosa pipi dan pencetakan dari arah

sisi kiri dulu lalu ke arah kanan, jari telunjuk dan jari tengah tangan kanan

operator menekan sendok cetak pada bagian posterior dahulu kemudian bagian

anterior, pegangan sendok cetak berada pada garis median. Untuk mencetak

rahang bawah sama dengan rahang atas bedanya responden diinstruksikan

untuk menaikkan lidah ke atas dan digerakkan ke kanan dan ke kiri, selanjutnya

dijulurkan ke depan. Posisi operator tetap berada di samping kanan responden.

Setelah alginat setting cetakan dikeluarkan dari mulut dengan satu hentakan

dimulai dari bagian posterior terlebih dahulu.

7. Setelah cetakan dikeluarkan dari mulut subjek diinstruksikan untuk berkumur

dan apabila ada sisa alginat yang tertinggal dibersihkan dengan menggunakan

kapas atau pinset. Hasil cetakan dibilas dibawah air.

8. Cetakan alginat diisi dengan gips ditunggu hingga setting setelah itu di basis

menggunakan gips putih


9. Setelah didapatkan model studi tiap model diidentifikasikan sesuai dengan

nama dan nomor untuk menghindari kesalahan.

10. Kemudian model studi difoto dengan kamera digital dari arah depan samping

kiri dan kanan serta bagian oklusal.

11. Setelah dilakukan foto pada model studi dilakukan pengamatan pada model

studi sesuai dengan variabel yang telah ditentukan

12. Dilakukan analisa data, data yang diperoleh dari hasil penelitian dimasukkan ke

dalam tabel kemudian data diolah dan hasil yang diperoleh ditampilkan dalam

bentuk tabel distribusi frekuensi dan tabulasi silang sesuai karakteristik

responden.

H. Kerangka Kerja

Siswa-siswi usia 9-12 tahun di


SDN 5 kecamatan Mojoroto kota
Kediri

Seleksi subjek sesuai dengan


kriteria penelitian

Penjelasan hal-hal yang akan dilakukan

Cetak + pembuatan model studi


+ foto model studi

Mengamati model studi

Tabulasi Silang

Anda mungkin juga menyukai