Anda di halaman 1dari 19

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Maloklusi

1. Definisi Maloklusi

Maloklusi dapat di definisikan sebagai suatu ketidak sesuaian dari hubungan

gigi atau hubungan rahang yang menyimpang dari normal. Oklusi dikatakan normal

jika susunan gigi dalam lengkung teratur baik, serta terdapat hubungan yang

harmonis antara gigi atas dan gigi bawah. Oklusi gigi bervariasi antara individu satu

dengan yang lain, dan sangat tergantung pada jaringan sekitar gigi, usia, ukuran,

bentuk, serta posisi gigi. Oklusi normal dapat terbentuk jika susunan gigi-geligi

pada rahang atas dan rahang bawah harmonis (Scheid, 2012).

Derajat keparahan maloklusi berbeda-beda dari rendah ke tinggi yang

menggambarkan variasi biologi individu. Maloklusi dapat terjadi dalam arah

sagital, transversal, vertical dan dapat diidentifikasi berdasarkan hubungan rahang

yaitu hubungan rahang bawah terhadap rahang atas. Maloklusi dapat menyebabkan

tampilan wajah yang buruk, resiko karies dan penyakit periodontal, sampai

gangguan pada sendi temporo mandibula bila tidak dikoreksi (Laughi, 2014).

2. Klasifikasi Maloklusi

Berbagai macam klasifikasi maloklusi diperoleh dari banyak penelti

berdasarkan penelitian yang dilakukan dan penemuan yang relevan. Secara

terminologi, maloklusi dibagi kedalam 3 macam, yaitu:

a. Maloklusi intra-lengkung atau malposisi individual gigi yang satu dengan gigi

yang lain dalam lengkung yang sama.

b. Maloklusi inter-lengkung malrelasi sekelompok gigi antara satu lengkung

dengan lengkung lainnya.


c. Hubungan abnormal skeletal yang disebabkan karena kerusakan permanen

struktur skeletal. Kerusakan bentuk dan posisi kedua rahang.

1) Klasifikasi Angle

Klasifikasi maloklusi yang sering digunakan hingga saat ini adalah

system Angle. Klasifikasi Angle didasarkan pada hubungan anteroposterior

antara rahang atas dan rahang bawah, dengan gigi molar permanen pertama

sebagai kunci oklusinya. Pembagian maloklusi berdasarkan klasifikasi

Angle yaitu:

a). Maloklusi Angle Kelas I

Maloklusi Angle Kelas I disebut juga Neutroklusi dan ditandai dengan

hubungan anteroposterior yang normal antara rahang atas dan rahang

bawah. Tonjol mesiobukal gigi molar permanen pertama atas terletak pada

celah bukal gigi molar permanen pertama bawah, sedangkan gigi kaninus

atas terletak pada ruang antara tepi distal gigi kaninus bawah dan tepi mesial

gigi premolar pertama bawah.

Gambar 2: Maloklusi Klas I Angle6

b). Maloklusi Angle Kelas II


Maloklusi Angle Kelas II disebut juga Distoklusi. Ditandai dengan celah

bukal gigi molar permanen pertama bawah yang terletak lebih posterior dari

tonjol mesiobukal gigi molar permanen pertama atas.

Gambar 3: Maloklusi Klas II Angle.

Kelas II Angle dikelompokkan lagi dalam 3 golongan, yaitu :

Divisi 1 : hubungan molar distoklusi dan inklinasi gigi-gigi insisivus

rahang atas ke labial (extreme labioversion).

Gambar 4: Maloklusi Klas II Divisi

Divisi 2 : hubungan molar distoklusi dan gigi insisivus sentral rahang

atas dalam hubungan anteroposterior yang mendekati normal atau sedikit

linguoversi, sementara gigi insisivus lateral bergeser ke labial dan mesial.


Gambar 5: Maloklusi Klas II Angle Devisi

Subdivisi : hubungan molar distoklusi hanya terjadi pada salah satu sisi

lengkung gigi

Gambar 6: Maloklusi Klas II Angle Subdivisi.

c). Maloklusi Angle Kelas III

Maloklusi Angle Kelas III ditandai dengan hubungan mesial antara

rahang atas dan rahang bawah. Lengkung gigi rahang bawah terletak dalam

hubungan yang lebih mesial terhadap lengkung gigi rahang atas. Celah

bukal gigi molar permanen pertama bawah terletak lebih anterior dari tonjol

mesiobukal gigi molar permanen pertama atas.


Gambar 7: Maloklusi Klas III Angle.

2). Klasifikasi Dewey

Pada tahun 1915, Dewey memodifikasi klasifikasi Angle. Dewey

memodifikasi Klas I klasifikasi Angle ke dalam 5 tipe dan Klas III

klasifikasi Angle kedalam 3 tipe. Modifikasinya adalah sebagai berikut:33

(a). Modifikasi Klas I oleh Dewey

Tipe 1: Maloklusi Klas I dengan gigi anterior rahang atas berjejal (crowded).

Tipe 2: Klas I dengan insisivus maksila yang protrusi (labioversi).

Tipe 3: Maloklusi Klas I dengan crossbiteanterior.

Tipe 4: Relasi molar Klas I dengan crossbiteposterior.

Tipe5: Molar permanen mengalami drifting mesial akibat ekstraksi dini

molar dua desidui atau premolar dua.

(b). Modifikasi Klas III oleh Dewey

Tipe 1: Ketika rahang atas dan bawah dilihat secara terpisah menunjukkan

susunan yang normal, tetapi ketika rahang dioklusikan, pasien menunjukkan

adanya gigitan edge to edge pada insisivus.

Tipe 2: Insisivus rahang bawah berjejal dan menunjukkan relasi lingual

terhadap insisivus rahang atas.


Tipe 3: Insisivus rahang atas berjejal dan menunjukkan crossbite dengan

anterior rahang bawah.

3). Klasifikasi Lisher

Pada 1933, Lischer melakukan modifikasi terhadap klasifikasi Angle

dengan mengganti nama Klas I, II dan III Angle dengan neutro-oklusi, disto-

oklusi dan mesio-oklusi. Selain itu, Lischer juga mengklasifikasikan

maloklusi gigi individual.

(a). Neutro-oklusi : istilah sinonim maloklusi Klas I Angle

(b). Disto-oklusi : istilah sinonim maloklusi Klas II Angle

(c). Mesio-oklusi : istilah sinonim maloklusi Klas III Angle

3. Penyebab Maloklusi

Menurut Moyers yang dikutip oleh Suminy, maloklusi dapat disebabkan oleh

beberapa faktor diantaranya :

a. Faktor keturunan, seperti sistem neuromuskuler, tulang, gigi dan bagian lain di

luar otot dan saraf.

b. Gangguan pertumbuhan.

c. Trauma, yaitu trauma sebelum lahir dan trauma saat dilahirkan serta trauma

setelah dilahirkan.

d. Keadaan fisik, seperti prematur ekstraksi.

e. Kebiasaan buruk seperti menghisap jari yang dapat menyebabkan insisivus

rahang atas lebih ke labial sedangkan insisivus rahang bawah ke lingual,

menjulurkan lidah, menggigit kuku, menghisap dan menggigit bibir.

f. Penyakit yang terdiri dari penyakit sistemik, kelainan endokrin, penyakit lokal

(gangguan saluran pernapasan, penyakit gusi, jaringan penyangga gigi, tumor,

dan gigi berlubang).


g. Malnutrisi.

4. Perawaan maloklusi

a. Piranti ortodonsi

Piranti yang digunakan untuk merawat maloklusi secara garis besar dapat

digolongkan menjadi tiga, yaitu: piranti lepasan (removable appliance), piranti

fungsional (functional appliance) dan piranti cekat (fixed appliance).

1) Piranti Lepasan (Removable Appliance)

Piranti lepasan adalah piranti yang dapat dipasang dan dilepas

oleh pasien. Komponen utama piranti lepasan adalah: 1) komponen

aktif, 2) komponen pasif, 3) lempeng akrilik, 4) penjangkaran.

Komponen aktif terdiri atas pegas, busur dan sekrup ekspansi.

Komponen pasif yang utama adalah cengkeram Adams dengan beberapa

modifikasinya, cengkeram Southend dan busur pendek.

Gambar 2.4 Beberapa Jenis Piranti Lepasan

Piranti lepasan dapat juga dihubungkan dengan headgear untuk

menambah penjangkaran. Lempeng akrilik dapat dimodifikasi dengan

menambah peninggian gigitan anterior untuk koreksi gigitan dalam

peninggian gigitan posterior untuk membebaskan halangan gigi anterior

atas pada kasus gigitan silang anterior. Salah satu faktor keberhasilan

perawatan dengan piranti lepasan adalah kooperatif pasien untuk

memakai piranti.
2). Piranti Fungsional (Functional Appliance)

Piranti fungsional digunakan untuk mengoreksi maloklusi

dengan memanfaatkan, menghalangi atau memodifikasi kekuatan yang

dihasilkan oleh otot orofasial, erupsi gigi dan pertumbuhkembangan

dentomaksilofasial. Ada juga yang mengatakan bahwa piranti

fungsional dapat berupa piranti lepasan atau cekat yang menggunakan

kekuatan yang berasal dari regangan otot, fasia dan atau jaringan yang

lain untuk mengubah relasi skelet dan gigi. Dengan menggunakan

piranti fungsional, diharapkan terjadi perubahan lingkungan fungsional

dalam suatu upaya untuk mempengaruhi dan mengubah relasi rahang

secara permanen. Biasanya piranti fungsional tidak menggunakan pegas

sehingga tidak dapat menggerakkan gigi secara individual.

Piranti ini hanya efektif pada anak yang sedang bertumbuh

kembang terutama yang belum melewati pubertal growth spurt.

Kekuatan otot yang digunakan tergantung pada desain piranti

fungsional, tetapi utamanya kekuatan otot yang digunakan

menempatkan mandibula ke bawah dan ke depan pada maloklusi Klas

II atau ke bawah dan belakang pada maloklusi Klas III. Penempatan

mandibula ke bawah dan belakang lebih sukar daripada ke bawah dan

depan sehingga piranti ini lebih efektif bila digunakan pada maloklusi

Klas II.

Indikasi

Piranti fungsional secara terbatas dapat digunakan pada maloklusi :

- Mandibula yang retrusi pada kelainan skeletal Klas II ringan disertai insisivus

bawah yang retroklinasi atau tegak.


- Tinggi muka yang normal atau sedikit berkurang.

- Mandibula yang protrusi pada kelainan skeletal Klas III ringan

- Tidak ada gigi yang crowded

Maloklusi Klas II dengan insisivus bawah yang proklinasi merupakan

kontraindikasi pemakaian piranti fungsional. Pada maloklusi Klas II skeletal yang

parah, piranti fungsional digunakan sebagai perawatan pendahuluan untuk mengubah

relasi rahang pada saat masih ada pertumbuhan (phase one) kemudian digunakan piranti

cekat untuk mengoreksi letak gigi dan kadang-kadang diperlukan ekstraksi gigi

permanen (phase two).

Tipe Piranti Fungsional

a) Removable Tooth-Borne Appliance atau Passive Tooth-Borne

Piranti ini bekerjanya hanya tergantung pada jaringan lunak yang menegang

serta aktivitas otot sehingga menghasilkan efek untuk mengoreksi

maloklusi. Termasuk dalam tipe ini adalah :

(a). Aktivator

Disebut juga piranti Andresen, desain aktivator yang asli terdiri atas blok

akrilik yang menutupi lengkung geligi atas dan bawah serta palatal, blok ini

longgar karena tidak mempunyai cengkeram. Aktivator dapat memajukan

mandibula beberapa milimeter untuk mengoreksi maloklusi Klas II dan

membuka gigitan kira-kira 3-4 mm.

Piranti ini berpengaruh pada pertumbuhan rahang dan piranti yang pasif

ini dapat menggerakkan gigi anterior secara tipping serta mengontrol erupsi

gigi-gigi untuk mengubah dimensi vertikal. Piranti ini memberi kesempatan

gigi posterior bawah tumbuh vertikal sedangkan gigi posterior atas ditahan

oleh lempeng akrilik untuk mengurangi tumpang gigit. Piranti ini dipakai
selama 14-16 jam sehari. Berbagai contoh aktivator seperti terlihat pada

gambar (Gambar 2.5)

Gambar 2.5 Berbagai Contoh Aktivator

(b). Bionator

Kadang-kadang disebut piranti Balters sesuai dengan penemunya.

Prinsipnya hampir seperti aktivator tetapi kurang bulky sehingga lebih

disukai. Lempeng bagian palatal dibuang dan masih terdapat sayap lingual

untuk menstimulasi mandibula agar diposisikan ke anterior serta adanya

lempeng akrilik di antara gigi-gigi atas dan bawah untuk mengontrol

dimensi vertikalnya. Pemakaian selama 24 jam sehari sangat dianjurkan.

Seperti yang terlihat pada gambar. (Gambar 2.6)

Gambar 2.6 Bionator

(c). Twin Blok Appliance


Piranti ini terdiri atas piranti atas dan bawah yang pada saat pasien

beroklusi membentuk satu kesatuan di bukal, seperti yang terlihat pada

gambar (Gambar 2.7). Serta mempunyai lempengan yang berfungsi

menempatkan mandibula ke depan pada saat menutup. Twin blok appliance

cocok untuk pasien yang mempunyai tumpang gigit normal atau sedikit

berkurang dan dimungkinkan dipakai selama 24 jam setiap hari bahkan

waktu malam tetap bisa dipakai. Pengurangan jarak gigit dapat terjadi dalam

waktu yang tidak terlalu lama.

Gambar 2.7 Twin Blok Appliance

b) Removable Tissue-Borne

Satu-satunya piranti fungsional tipe removable tissue-borne adalah functional

corrector atau functional regulator ciptaan Rolf Frankel sehingga piranti ini dikenal

sebagai piranti Frankel. Seperti yang terlihat pada gambar (Gambar 2.8). Piranti ini

terdiri atas akrilik dengan kerangka dari kawat, didesain untuk mengurangi gerakan gigi

yang tidak diinginkan dan mengatur otot yang terletak dekat dengan gigi dan

menempatkan rahang dalam letak yang dikehendaki. Sayap akrilik lingual

menempatkan mandibula ke depan sedangkan bantalan akrilik di labial dan sayap

akrilik yang lebar di bukal (buccal shield) menahan tekanan dari bibir dan pipi.

Pemakaian piranti Frankel dimulai bertahap 2-3 jam tiap hari pada minggu-minggu
pertama, kemudian dipakai semalaman tiap hari sampai akhirnya selama 24 jam tiap

hari kecuali pada saat makan.

Ada empat tipe piranti Frankel :

- FR I untuk mengoreksi maloklusi Klas I dan Klas II Divisi 1

- FR II untuk mengoreksi maloklusi Klas II Divisi 2

- FR III untuk mengoreksi maloklusi Klas III

- FR IV untuk mengoreksi gigitan terbuka anterior

Gambar 2.8 Piranti Frankel

c) Fixed Tooth-Borne Appliance

Tipe ketiga adalah fixed tooth-borne appliance yang mempunyai pengertian

bahwa piranti ini melekat pada gigi. Sebagai contoh adalah Herbst Appliance dan

Jasper jumper. Herbst appliance pada awalnya merupakan piranti lepasan kemudian

pada perkembangannya menjadi piranti cekat yang terdiri atas splint yang disemen ke

lengkung gigi atas dan bawah, biasanya molar pertama atas dan premolar pertama

bawah, dihubungkan oleh lengan telescopic pin and tube yang menentukan seberapa

banyak mandibula dimajukan. Beberapa contoh herbst appliance seperti yang terlihat

pada gambar (Gambar 2.9). Oleh karena merupakan piranti cekat, maka herbst

appliance dipakai terus-menerus sehingga keberhasilan untuk mengoreksi maloklusi

lebih tinggi. Kekurangan piranti ini ialah dapat menyebabkan insisivus bawah
terdorong ke labial. Herbst appliance yang baru tidak mengganggu pergerakan rahang

bawah ke lateral dan dibuat dari bahan yang lebih kuat sehingga tidak mudah patah.

Gambar 2.9 Herbst Appliance

Jasper jumper adalah juga fixed tooth-borne appliance, menggunakan prinsip

yang hampir sama dengan piranti herbst appliance, tetapi lengan metal diganti dengan

pegas yang kuat yang terbungkus plastik yang lentur kemudian dilekatkan secara

langsung dengan busur pada piranti cekat. Seperti yang terlihat pada gambar (Gambar

2.10).

Gambar 2.10 Jasper Jumper

B. Usia dan jenis kelamin

Usia 9-11 tahun merupakan usia mixed dentition, bersamaan dengan periode

prepubertal yang diketahui terjadi percepatan laju tumbuh kembang. Percepatan

pertumbuhan berbeda pada setiap jenis kelamin, perempuan biasanya ditandai dengan

menstruasi diusia 10-12 tahun dan laki-laki diusia lebih dari 12 tahun (Proffit, 2009).
C. Prevalensi

Prevalensi adalah bagian dari studi epidemiologi yang membawa pengertian jumlah orang

dalam populasi yang mengalami penyakit, gangguan atau kondisi tertentu pada suatu tempoh

waktu dihubungkan dengan besar populasi dari mana kasus itu berasal. Prevalensi sepadan

dengan insidensi dan tanpa insidensi penyakit maka tidak akan ada prevalensi penyakit.

Insidensi merupakan jumlah kasus baru suatu penyakit yang muncul dalam satu periode waktu

dibandingkan dengan unit populasi tertentu dalam periode tertentu. Insidensi memberitahukan

tentang kejadian kasus baru. Prevalensi memberitahukan tentang derajat penyakit yang

berlangsung dalam populasi pada satu titik waktu (Timmereck, 2001).

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi prevalensi. Faktor-faktor tersebut adalah:

1. Kasus baru yang dijumpai pada populasi sehingga angka insidensi meningkat.

2. Durasi penyakit.

3. Intervensi dan perlakuan yang mempunyai efek pada prevalensi.

4. Jumlah populasi yang sehat.


BAB III

KERANGKA KONSEP

maloklusi

Klasifikasi

Klasifikasi Angel Modifikasi Dewey Modifikasi Lisher

Kelas I Kelas III

Menyebabkan apa

Prevalensi maloklusi

Anak usia SD 9-12 tahun

Laki-laki perempuan

Masa pubertal pada Masa pubertal pada


usia 12 tahun keatas usia 10-12 tahun

Tumbuh kembang Tumbuh kembang


lambat cepat

maloklusi
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian

Rancangan penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif dengan teknik

survey, dengan cara menggunakan disain obsevasi.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Sekolah Dasar 5 Mojoroto Kota Kediri

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2019

C. Populasi, Sampel, dan Teknik Sampling

1. Populasi

Anak-anak SD 5 Mojoroto Kota Kediri

2. Sampel

Anak-anak SD sebanyak 96 anak terdiri dari 37 anak laki-laki dan 59

anak perempuan

3. Teknik sampling

Probability sampling

D. Variabel Penelitian

Maloklusi pada anak SD umur 9-12 tahun menurut jenis kelamin laki-laki dan

perempuan.

E. Definisi Operasional (DO) Variabel penelitian

1. Maloklusi dapat didefinisikan sebagai suatu ketidaksesuaian dari hubungan gigi

atau hubungan rahang yang menyimpang dari normal Menurut World Health

Organization (WHO) maloklusi adalah cacat atau gangguan fungsional yang dapat
menjadi hambatan bagi kesehatan fisik maupun emosional dari pasien yang

memerlukan perawatan.

2. Pengambilan data dengan melakukan pengamatan dari hasil pengukuran pada

model gigi sampel menggunakan Dental Aesthetic Index.

F. Instrumen Penelitian

penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif dengan teknik survey, dengan

cara menggunakan disain obsevasi.

1. Gigi maloklusi dan berjejal

2. Observasi

3. Informed Conseant

Pada informed conseant yang mengisi adalah atas nama siswa yang akan

melakukan pemeriksaan sedangkan yang bertanda tangan untuk menyetujui

dilakukannya pemeriksaan dalam penelitian adalah pihak sekolah karena yang

dianggap berkompeten menanda tangani surat pernyataan.

4. Tabel Pemeriksaan

a. Berdasarkan jenis kelamin

Perempuan Laki-laki

Gigi berjejal 32 18

Gigi tidak berjejal 27 19

b. Berdasarkan umur
Umur 9 thn Umur 10 thn Umur 11 thn Umur 12 thn

Gigi berjejal 5 14 10 21

Gigi tidak 8 18 10 10

berjejal

5. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan adalah Dental Aesthetic Index

G. Prosedur Pengumpulan data

1. Menyerahkan proposal perizinan pada instansi SDN 5 Mojoroto Kota Kediri

2. Diadakan pemilihan sampel yang berusia 9-12 tahun dan didapatkan sampel

sebanyak 96 anak.

3. Memberikan informed conseant

4. Menyerahkan surat izin penjemputan pada siswa SD.

5. Melakukan pengamatan pada hasil pengukuran pada model gigi sampel pada

rahang bawah.

6. Didapatkan data hasil pengamatan sebagai berikut:

a. Gigi berjejal : 50 anak

b. Gigi tidak berjejal : 46 anak

7. Data tersebut digunakan untuk menghitung prevalensi gigi berjejal pada rahang

bawah, dan kemudian diperoleh hasil prevalensi sebagai berikut:

a. Prevalensi gigi berjejal :52,08%

b. prevalensi gigi tidak berjejal :47,92%


H. Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan data mengenai hasil penelitian dilakukan secara manual dan dengan

menggunakan metode observasi, lalu mendistribusikan pada table pemeriksaan.

I. Kerangka Kerja

Meminta perizinan pada


instansi yang akan diteliti

Mengambil data siswa SD


yang akan dijadikan sampel

Memberikan informed conseant

Melakukan pengamatan pada


model gigi sampel

Mencatat hasil pengamatan

Mendistribusikan data pada


table pemeriksaan

Anda mungkin juga menyukai