Anda di halaman 1dari 37

PERILAKU KESEHATAN

“Proses Pembentukan Perilaku”

Disusun Oleh:

Kelompok 2

1. Arga Wildan Syafa’at 1510713012


2. Tyas Ayu Desiana 1510713038
3. Qathrun Nada Minhadj 1510713066

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN

UPN “VETERAN” JAKARTA

2018/2019
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaykum Wr. Wb

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa karena
atas nikmat dan hidayah-Nya penulis mendapat kesempatan dan kesehatan sehingga dapat
dapat menyelesaikan makalah mata kuliah “Perilaku Kesehatan”. Shalawat serta salam kami
sampaikan kepada junjungan besar Nabi Muhammad SAW yang telah membawa umat
manusia dari zaman kegelapan menuju zaman ketenangan.

Makalah ini merupakan salah satu pemenuhan tugas di mata kuliah Perilaku
Kesehatan di program studi Kesehatan Masyarakat. Selanjutnya penulis mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Agustin, selaku dosen pembimbing mata kuliah
Perilaku Kesehatan. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada segenap pihak yang telah
memberikan bimbingan, saran serta arahan dan bantuan dalam penulisan makalah ini.

Akhirnya penulis menyadari bahwa banyak terdapat kekurangan dalam penulisan


makalah ini. Maka dari itu, penulis mengharapkan krtik serta saran yang konstruktif dari para
pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Depok, 11 Februari 2018

Penyusun

iii
ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...………….……………………………………………............. ii

DAFTAR ISI …………………………………………………….…………...... iii

BAB I PEMBUKA

1.1 Latar Belakang .………………………....…………………………….……... 1

1.2 Rumusan Masalah …………………….......………………………...……..... 2

1.3 Tujuan Pembahasan .......………………………………………....................... 2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Definisi Perilaku .......………………………………………....................... 3

2.2 Strategi atau Cara Pembentukan Perilaku .....……………….......................... 11

2.3 Proses Pembentukan Perilaku………………………………….......…............ 15

2.4 Faktor yang Mempengaruhi Proses Pembentukan

Perilaku……………………..…………........………………………….......... 19

2.5 Teori-Teori Pembentukan Perilaku.......………………………….......................... 23

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan ..…………………… .. .. .. …..…………………………………. 32

DAFTAR PUSTAKA ……….……….……………..…………….…………………… 34

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perilaku manusia merupakan hasil pengalaman dan proses interaksi dengan lingkungannya,
yang terwujud dalam bentuk pengeathuan, sikap, dan tindakan sehingga diperoleh keadaan
seimbang antara kekuatan pendorong dan penahan. Perilaku seseorang dapat berubah jika
terjadi ketidakseimbangan antara kedua kekuatan dalam diri seseorang. Meskipun perilaku
adalah bentuk respons atau reaksi terhadap stimulus atau rangsangan dari luar organisme
(orang), tetapi dalam memberikan respons sangar bergantung pada karakteristik atau faktor-
faktor lain dari orang yang bersangkutan. Hal ini berarti bahwa meskipun stimulus sama
tetapi respons setiap orang akan berbeda. Faktor yang membedakan respons terhadap
stimulus tersebut dibedakan menjadi dua macam, yaitu 1) faktor eksternal meliputi
lingkungan fisik, social, budaya, ekonomi, dan politik, dan 2) faktor internal seperti ras, sifat
fisik, sifat kepribadian, bakat bawaan, tingkat kecerdasan, dan jenis kelamin.

Perilaku adalah fakor terbesar kedua setelah faktor lingkungan yang memengaruhi
kesehatan individu, kelompok, atau masyarakat (Blum, 1974). Maka dari itu, untuk
membina dan meningkatkan kesehatan masyarakat, intervensi atau upaya yang ditujukan
kepada faktor perilaku sangat penting dan strategis, mengingat pengaruh yang
ditimbulkannya.

Sebagian besar perilaku manusia berupa perilaku yang dibentuk atau perilaku yang
dipelajari, dengan menciptakan operant conditioning, melalui penggunaan penguat berupa
hadiah atau reward. Oleh karena itu dalam makalah ini akan dijelaskan lebih lanjut
mengenai faktor-faktor pembentuk perilaku, proses bagaimana perilaku terbentuk, dan teori-
teori yang membahas tentang perilaku manusia.

1
1.2 Rumusan Masalah

1. Apa definisi perilaku?

2. Apa saja Strategi atau cara pembentukan perilaku?

3. Bagaimana proses pembentukan perilaku?

4. Apa saja faktor-faktor yang memengaruhi pembentukan perilaku?

5. Apa saja teori-teori yang membahas pembentukan perilaku?

1.3. Tujuan Pembahasan

1. Mengetahui definisi perilaku.

2. Mengetahui startegi atau cara pembentukan perilaku.

3. Mengetahui proses pembentukan perilaku.

4. Mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi proses pembentukan perilaku


seseorang.

5. Mengetahui teori-teori tentang pembentukan perilaku.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 DEFINISI PERILAKU

1. Pengertian perilaku kesehatan

Perilaku dapat dikatakan sebagai apa yang dikerjakan oleh organisme, baik yang dapat
diamati secara langsung atau pun yang dapat diamati secara tidak langsung. Perilaku
juga dipengaruhi oleh faktor genetik ( keturunan ) dan lingkungan. Hereditas atau
faktor keturunan merupakan konsepsi dasar atau modal untuk perkembangan perilaku
mahluk hidup untuk selanjutnya. Sedangkan lingkungan merupakan kondisi atau
merupakan lahan untuk perkembangan perilaku tersebut. Robert kwick 1974 dalam
Notoatmodjo 1993 menyatakan bahwa perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu
organisme yang dapat diamati dan bahkan dipelajari. Perilaku tidak sama dengan sikap.
Sikap adalah suatu kecenderungan untuk mengadakan tindakan terhadap suatu obyek
dengan suatu cara menyatakan adanya tanda-tanda untuk menyenangi atau tidak
menyenangi obyek tersebut. Sikap hanyalah sebagian dari perilaku manusia.
(Notoatmodjo, 1993 ) .

Skinner ( 1938 ) seorang ahli psikologi merumuskan bahwa perilaku merupakan respon
atau reaksi seseorang terhadap stimulus ( rangsangan dari luar ) Perilaku kesehatan
adalah suatu respons seseorang ( organisme ) terhadap stimulus atau objek yang
berhubungan dengan sakit dan penyakit, system pelayanan kesehatan, makanan dan
minuman serta lingkungan.

Pengertian perilaku dilihat dari segi biologis adalah suatu kegiatan atau aktivitas
organisme ( mahluk hidup ) yang bersangkutan. Dari sudut pandang biologis, semua
mahluk hidup mulai dari tumbuhan , hewan dan manusia berperilaku karena punya
aktivitas masing-masing. Perilaku ( manusia ) adalah semua tindakan atau aktivitas
manusia baik yang dapat diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak
luar.

3
Jadi dapat disimpulkan bahwa perilaku adalah segala sesuatu yang dikeluarkan atau
dilakukan oleh organisme hidup akibat rangsangan atau stimulus yang diterima dan di
respon oleh organisme tersebut dengan suatu tindakan yang dapat diamati maupun
tidak dapat diamati. Perilaku juga dipengaruhi oleh factor internal dan factor eksternal
yang kedua nya saling berakitan.

Menurut Skinner ( 1938 ), perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap
stimulus (rangsangan dari luar). Pengertian dengan teori S-O-R ( Stimulus-organisme-
respons). Skinner membedakan respons menjadi dua jenis, yaitu respondent response
(reflexive ) dan operant response ( instrumental )

I. Respondent response atau reflexive


Respondent response merupakan tanggapan yang ditimbulkan oleh
rangsangan stimulus tertentu. Stimulus semacam ini disebut eliciting
stimulation, yang menimbulkan respons atau tanggapan yang relative tetap
(misalnya, keinginan untuk makan karena melihat makanan yang lezat, dan
cahaya yang menyilaukan menyebabkan mata tertutup). Respons ini juga
termasuk respons emosi atau perilaku emosional (misalnya mendengar
musibah menjadi sedih atau menangis, gembiar karena lulus ujian dan wajah
berseri karena bertemu si dia). Jenis respons ini keberadaannya sangat
terbatas dan kemungkinan untuk dimodifikasi sangat kecil.
II. Operant response atau instrumental
Operant response merupakan respons atau tanggapan yang timbul dan
berkembang, kemudian diikuti oleh stimulus atau perangsang tertentu
(reinforcing stimulation atu reinforce). Sebagai contoh, seorang mahasiswa
karena ketekunan dalam belajar (respons terhadap tugas), memperoleh nilai
sangat memuaskan (stimulus baru) sehingga memperoleh beasiswa karena
prestasinya baik dan ia akan lebih giat belajar agar terus mendapat beasiswa.
Sebagian besarperilaku manusia adalah operant response. Oleh karena itu,
untuk membentuk jenis repons atau perilaku perlu diciptakan suatu kondisi
yang disebut operant conditioning (yaitu dengan menggunakan urutan-urutan
komponen penguat berupa hadiah ).

Prosedur pembentukan perilaku dalam operant conditioning menurut Skinner


(Notoatmodjo, 2003 ; Sunaryo, 2004) antara lain sebagai berikut
4
1) Langkah pertama : melakukan pengenalan terhadap sesuatu sebagai penguat,
berupa hadiah atau reward.
2) Langkah kedua : melakukan analisis untuk mengidentifikasi bagianbagian kecil
pembentuk perilaku yang diinginkan selanjutnya disusun dalam urutan yang tepat
menuju terbentuknya perilaku yang diinginkan,
3) Langkah ketiga : menggunakan bagian-bagian kecil perilaku yaitu sebagai berikut
 Bagian-bagian perilaku disusun secara urut dan dipakai sebagai tujuan
sementara
 Mengenal penguat atau hadiah untuk masing-masing bagian
 Membentuk perilaku dengan bagian-bagian yang telah disusun tersebut
 Jika bagian perilaku pertama telah dilakukan, hadiah akan diberikan
sehingga tindakan tersebut sering dilakukan
 Akhirnya akan dibentuk perilaku kedua dan seterusnya sampai terbentuk
perilaku yang diharapkan

Perilaku manusia merupakan hasil dari segala macam pengalaman serta interaksi
antara manusia dengan lingkungan yang diwujudkan dalam bentuk pengetahuan,
sikap dan tindakan. Perilaku dibentuk melalui suatu proses dan berlangsung dalam
interasi manusia dan lingkungan. Factor yang mempengaruhi terbentuknya perilaku
dibedakan menjadi dua yaitu factor internal ( dalam diri orang yang bersangkutan )
dan eksternal (dari luar diri seseorang). Factor internal mencangkup pengetahuan,
kecerdasaan, emosi, inovasi dan sebagainya yang berfungsi untuk mengolah
rangsangan dari luar. Factor internal yang menentukan seseorang merespon stimulus
dari luar adalah perhatian, pengamatan, persepsi, motiasi, fantasi, sugesti dan
sebagainya. Factor eksternal meliputi lingkungan sekitar, baik fisik maupun non
fisik seperti iklim, social ekonomi, kebudayaan dan sebagainya. Factor eksternal
atau stimulus adalah factor lingkungan, baik lingkungan fisik maupun non fisik
dalam bentuk social budaya, ekonomi, politik dan sebagainya. Factor eksternal yang
paling besar perannya dalam membentuk perilaku manusia dalah factor social dan
budaya tempat seseorang tersebut berada.

Salah satu factor internal yang dapat mempengaruhi perilaku manusia yaitu adalah
pengamatan. Pengamatan adalah pengenalan obyek dengan cara melihat, mendengar,
meraba, membau dan mengecap.( Notoatmodjo, 1993 ) Sedangkan melihat,

5
mendengar, meraba, membau dan mengecap itu sendiri disebut modalitas
pengamatan. Dalam proses belajar-mengajar, yang banyak berperan dari ke lima
modalitas pengamtan tersebut adlaah modalitas pendengaran dan penglihatan,
sedangkan untuk modalitas penciuman perabaan dan pengecapan kurang banyak
berepran dalam proses belajar mengajar. Pengamatan ini akan terkait dengan
kemampuan persepsi individu.

Lalu selanjutnya ada perhatian, perhatian adalah pemusatan energi psikis yang
tertuju pada suatu obyek. Perhatian juga dapat diartikan sebagai banyak sedikitnya
kesadaran yang menyertai sesuatu aktivitas yang sedang dilakukan. Prinsipnya,
makin banyak kesadaran yang menyertai suatu kegiatan atau aktivitas maka makin
intensif perhatiannya, dan makin sedikit kesadaran yang menyertai suatu kegiatan
atau aktivitas maka makin tidak intensif perhatiannya. Ada beberapa hal yang
menarik perhatian yaitu pandangan dari segi obyek dan segi subyek. Dilihat dari
obyek yang dipehatikan maka hal-hal yang menarik perhatian adalah hal-hal yang
lain daripada yang lain, hal yang menonjol atau hal yang keluar dari konteks. Dilihat
dari segi orang atau subyek yang memperhatikan, maka hal-hal yang menarik
perhatian adlah hal-hal yang ada kepentingannya atau ada sangkut pautnya dengan
diri si subyek. Oleh akrena itu setiap orang mempunyai kepentingan yang berbeda-
beda, mesipun dengan obyek yang sama, maka hal yang menarik perhatian pun
bersifat subyektif tergantung dari subyeknya. Untuk mempelajari suatu perilaku
baru, diperlukan pemberian atau pembelajaran yang menyenangkan dan menarik,
sehingga perhatian penerima pesan lebih terfokus dan cenderung menerima lebih
lama.

Tanggapan merupakan respon setelah mengalami kejadian pengamatan. Tanggapan


adalah gambaran yng tinggal dalam ingatan. Tanggapan ini akan berpengaruh
terhadap belaajr mahasiswa pada waktu kemudian. Sebab tanpa adanya tangapan
pada subyek maka studinya tidak mungkin berhasil. Fantasi adalah kemampuan
untuk membentuk tanggapan yang telah ada. Tanggapan-tanggapan baru ini tidak
harus sama dengan tanggapan yang telah ada. Dalam proses belajar mengajar, fantasi
ini sangat penting dan terwujud dalam daya kreativitas sasaran belajar.

Fantasi menjadi sebuah wadah untuk membuat individu meluluasakan pikirannya.


Dalam fantasi, individu bisa memproses perilaku baru yang akan diadopsi ( di
6
pikirkan baik-baik ). Ingatan adalah kemampuan untuk menerima, menyimpan,
memproduksi kesan-kesan. Ingatan dibagi menjadi beberapa proses yaitu
mencamkan, titian ingatan, retensi, reproduksi dan asosiasi. Mencamkan erat
kaitannya dengan proses belajar-mengajar. Untuk membantu penghafalan perilaku,
dapat dilakukan dengan memberikan petunjuk mengenai hal-hal yang dijadikan
acuan dalam berperilaku. Titian ingatan yaitu dengan akal dicari jalan supaya bahan
perilaku yang dipelajari mudah dicamkan atau ingat. Seperti penggunaan teori
Rogers dalam perubahan dengan singkatan AIETA ( Awareness, interest, evaluation,
trial dan adoption). Reproduksi adalah mengaktifkan kembali hal-hal yang telah
diingat atau mengingat kembali hal-hal yang sudah pernah diingat. Asosiasi adalah
hubungan antara tanggapan yang satu dengan tanggapan yang lain di dalam diri
seseorang. Dalam proses belajar mengajar asosiasi ini sangat penting, sebab dengan
asosiasi seakan-akan ada semacam kekuatan yang menyebabkan bahwa apabila salah
satu dari tanggapan-tanggapan itu masuk ke dalam kesadaran makan tanggapan itu
akan memanggil tanggapan lain dan membawanya ke dalam kesadaran.

Aristoteles dalam Notoatmodjo ( 1993 ) merumuskan bahwa hukum-hukum asosiasi


ini sebagai berikut :

 Hukum sama saat serentak


Tanggapan yang dialamai dalam waktu bersamaan akan berasosiasi satu sama lain.
Misalnya, nama penyakit dengan bentuk kuman penyebabnya.
 Hukum berurutan
Tanggapan yang diulang berturut-turut akan beraasosiasi anatara satu dengan
lainnya. Misalnya pelayanan preventif akan menimbulkan asosiasi dengan pelayanan
kuratif dan rehabilititatif
 Hukum kesamaan
Tanggapan yang bersesuaian akan cenderung untuk berasosiasi. Misalnya, kalau
orang melihat gambar cacing perut maka akan teringat kepada anak kecil yang
cacingan, , perut buncit, mata cekung dan sebagainya.
 Hukum berlawanan
Tanggapan yang saling berlawan akan berasosiasi satu sama lainnya. Misalnya,
melihat orang sehat kemudian akan teringat kepad asi sakit yang kurus dan pucat.
 Hukum sebab-akibat

7
Tanggapan yang mempunyai hubungan sebab=akibat akan saling berasosiasi.
Misalnya, melihat daerah slum, lingkungan yang buruk, ingat akan penyakit menular
yang tinggi.

Proses asosiasi dilanjutkan dengan proses berpikir. Berpikir adalah aktivitas yang
sifatnya ideasonal yang mempergunakan abstraksi atau idea. Dalam berpikir , orang
meletakkan hubungan antara bagian-bagian informasi yang ada pada dirinya yang
berupa pengertian-pengertian. Dalam berpikir ada prosesnya. Proses inilah yang disebut
jalan pikiran atau logika. Pada prinsipnya berpikir ini mencangkup 3 langkah yaitu
pembentukan pengertian, pembentukan pendapat, penarikan kesimpulan.

Hal-hal yang praktis tentang berpikir yang relevan dengan proses belajar mengajar
dapat disimupulkan sebagai berikut :

 Berpikir merupakan salah satu penentu keberhasilan belajar. Oleh karena itu
pengajar mempunyai tugas untuk membantu sasaran dengan sebaik-baiknya gar
kemampuan berpikir mereka berkembang sebaik-baiknya.
 Berpikir mempunyai hubungan yang erat dengan bahasa. Oleh karena itu
penguasaan bahasa merupakan syarat pokok untuk dapat berpikir secara baik.
 Dalam membantu perkembangan berpikir seseorang, hendaknya bukan hanya
dengan memberikan pengertiaan dan kunci yang fungsional. Pengertian akan kunci
yang fungsional ini akan meningkatkan kemampuan berpikir mahasiswa.
 Metode pemecahan masalah sangat penting dikembangkan karena sangat cocok
untuk mengembangkan kemampuan berpikir seseorang.
 Pengetahuan yang siap pakai sangat membantu seseorang untuk berpikir dengan
cepat dan tepat.
 Penggunaan diagaram, peta, ikhtisar serta alat peraga lainnya akan sangat membantu
berpikir.

Proses selanjutnya adalah motif. Motif adalah suatu dorongan dari dalam diri seseorang
yang menyebabkan orang tersebut melakukan kegiatan tertentu guna mencapai suatu
tujuan. Motif tidak dapat diamati. Yang dapat diamati adalah kegiatan atau mungkin
alasan-alasan tindakan tersebut. Motif dibagi menjadi 3 macam menurut Woodworth
dan Marquis dalam Notoatmodjo ( 1993 ), yakni motif kebutuhan organis seperti makan,
minum, bernapas, beristirahat, bekerja. Lalu motif darurat yang mencangkup dorongan-

8
dorongan menyelamatkan diri, berusaha dan dorongan untuk membalas. Menurut
Maslow ( 1964 ) dalam Notoatmodjo ( 1993 ), motif manusia dapat digolong-golongkan
dan tiap-tiap golongan tersebut mempunyai hubungan jenjang. Maksudnya, suatu motif
timbul kalau motif yang mempunyai jenjang lebih rendah telah terpenuhi. ( Terkait
piramida Maslov ). Relevansi motif terhadap proses belajar-mengajar adalah kegiatan
yang didorong oleh motif intrinsic lebih baik daripada yang didorong oleh motif
ekstrintik dan mengembangkan minat sasaran belajar dalam bidang-bidang studi yang
dianggap relevan. Persaingan sehat, baik secara individual maupun kelompok, akan
dapat meningkatkan motif untuk belajar. Diskusi mengenai aspirasi yang dikehendaki
sangat baik untuk mengembangkan motif. Jadi dengan adanya motif, tujuan perilaku
lebih jelas dan bisa diarahkan.

Stimulus yang ada atau diterima oleh individu harus diinterpretasikan supaya terjadi
respon yang akibat stimulus yang diberikan. Interpretasi adalah apa yang dikeluarkan
dari kepala kita, sedangkan sensasi adlaah apa yang kita terima dari luar dan masuk ke
dalam kepala kita. Dalam mempresepsikan suatu obyek, diperluka perhatian terhadap
obyek tersebut. Tanpa memusatkan perhatian pada suatu obyek, maka kita tidak dapat
mempersepsikannya. Pemusatan perhatian adalah suatu usaha dari manusia untuk
menyeleksi atau membatasi segala stimulus yang ada untuk masuk dalam pengalaman
kesadaran kita dalam rentang waktu tertentu. Pada umumnya yang masuk dalam rentang
perhatian adalah hal-hal yang kita butuhkan. Sebagai contoh, jika berbelanja dalam
keadaan lapar, maka berbagai makanan kecil akan menarik perhatian dibandingkan jika
berbelanja dengan kondisi perut kenyang.

Persepsi sendiri dapat dipengaruhi beberapa factor. Menurut Notoatmodjo ( 2005 )


factor penyebab yang mempengaruhi persepsi dapat dibagi menjadi dua yaitu factor
eksternal dan factor internal. Factor eksternal terdiri dari Kontras, perubahan intensitas,
pengulangan, hal baru, dan sesuatu yang menjadi perhatian orang banyak. Kontras yang
dimaksud disini adalah keadaan warna, ukuran, bentuk atau gerakan yang digunakan
sebagai penarik perhatian untuk membuat pesan tersebut dibaca khalayak ramai. Lalu
perubahan intensitas, suara yang berubah dari pelan menjdi keras, atau cahay yang
berubah dengan intensitas tinggi akan menjadi stimulus yang menarik perhatian kita.
Pengulangan dapat menjadi cara ampuh untuk menarik perhatian kita. Dengan
pengulangan pesan atau iklan, stimulus yang berasal dari luar dan pada mulanya tidak

9
masuk dalam rentang perhatian, maka akhirnya akan mendapatkan perhatian. Sesuatu
yang baru akan lebih menarik perhatian kita dibandingkan sesuatu yang telah ada atau
kita ketuahui. Factor internal yang mempengaruhi persepsi seseorang adalah
pengalaman yang dimiliki oleh individu tersebut, lalu ekspetasi terhadap sesuatu akan
mempengaruhi persepsi terhadap stimulus, kebutuhan akan menyebabkan stimulus
tersebut dapat masuk dalam rentang perhatian kita dan kebutuhan ini akan menyebabkan
kita menginterpretasikan stimulus secara berada, motivasi dalam berperilaku juga
berpengaruh dalam pembentukan presepsi lalu ada emosi yang mempengaruhi
perpresepsian terhadap stimulus yang ada. Poin terakhir yang mempengaruhi persepsi
adalah budaya. Seseorang dengan latar belakang budya yang sama akan
menginterpretasikan orang-orang dalam kelompoknya secara berbeda, namun akan
mempersepsikan orang-orang diluar kelompoknya sebagai sama saja.

Quinn ( 1995 ), dalam Notoatmodjo ( 2005 ) di dalam konsep motivasi aka nada hal
yang mempelajari fenomena yang mempengaruhi sifat, kekuatan dan ketetapan dari
tingkah laku manusia. Motivasi dapat diartikan sebagai interaksi antara perilaku dan
lingkungan sehingga dapat meningktkan, menurunkan atau mempertahankan perilaku.
Motivasi menjadi pendorong atau penggerak kita untuk berperilaku tertentu.

Rita Damayanti ( 2005 ) dalam Notoatmodjo ( 2005 ) mempelajari motivasi tidaklah


mudah karena motivasi adalah sebuah konsep psikologis yang intangible atau tidak
kasat mata. Artinya kita tidak dapat melohat motivasi secara lansung. Dalam sisi
Psikologis menurut penganut teori Freudian, bahwa dengan menekankan perilaku baru
kea rah alam bawah sadar maka invidu tersebut dapat berperilaku tertentu.

Faktor yang mempengaruhi terbentuknya perilaku, dilihat dari sisi eksternal yaitu
keadaan keluarga, lingkungan, social budaya. Keluarga memiliki peran yang sangat
penting dalam upaya mengembangkan pribadi invidu ( anak ). Rumah tangga keluarga
merupakan lingkungan pendidikan yang pertama dan utama bagi seorang anak sehingga
anak dapat mencapai kematangan. Kematangna disini dimaksudnya dengan ia dapat
berperilaku secara aktif. Berdasarkan Modul Rini Hildayani ( 2009 ) bahwa apabila
terdapat masalah pada keluarga khususnya orang tua, maka ini dapat berpengaruh pada
perkembangan seseorang. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ningrum Diah
Puspita ( Universitas Hasanudin, 2016 ) dukungan orang tua sangat berpengaruh
terhadap pola perilaku anak ( individu ) yang ada. Sebanyak 68,4 % mahasiswi yang
10
tidak melaksanakan perilaku tindakan preventif SADARI karena mendapat dukungan
yang kurang dari orang tua mereka. Kepribadian orang tua baik yang menyangkut sikap,
kebisaan berperilaku atau tatacara hidup merupakan unsur-unsur pendidikan yang tidak
langsung memberikan pengaruh pada perkembangan terutama pembentukan perilaku.
Selain factor keluarga atau orang tua, factor lingkungan juga sangat berpengaruh.

Keadaan social ekonomi dan lingkungan tempat tinggal menjadi salah satu penentu
dalam berperilaku. Kebiasaan buruk yang sering dilakukan pada kelas social ekonomi
rendah disebabkan karena pola didik keluarga yang kurang tepat. Hal ini juga
disebabkan karena himpitan ekonomi yang membuat keadaan perkembangan individu
tidak kondusif sehingga membuat ketidak normalan dalam berperilaku. Evans dalam
MODUL PAUD kemiskinan khususnya untuk jangka waktu yang lama, berpengaruh
buruk terhadap kesejahteraan fisik, kognitif, dan psikososial anak dan keluarga. Anak
dari keluarga berpenghasilan rendah lebih rentan untuk memiliki masalah emosi dan
tingkah laku. Akan tetapi tidak hanya kemiskinan, anak-anak yang berasal dari keluarga
berada juga memiliki risiko terhadap perilaku negative dikarenakan kurang nya rasa
kasih saying keluarga, dan tuntutan berprestasi yang berlebihan. Hal ini seringkali
membuat anak melarikan diri ke penyalahgunaan narkotika dan psikotoprika.

Budaya mengacu pada keseluruhan cara hidup di masyarakat meliputi adat, tradisi,
belief atau keyakinan, nilai, bahasa dan produk fisik. Tingkah laku tersebut dipelajari
dan diwariskan kepada anggota kelompok masyarkat. Warisan pola perilaku ini turun
menurun di ajarkan kepada anggota keluarga besar. Budaya seperti ini yang dapat
membuat pilihan atau perilaku kita tidak dapat menentang atau berbeda arus dengan arus
budaya atau harus sejalan dengan budaya yang dipegang.

2.2 STRATEGI ATAU CARA PEMBENTUKAN PERILAKU

Menurut bimo walgito ( 2003 ) dalam Eka ( Jurnal Ilmu Komunikasi.2013 ),


pembentukan perilaku dibagi menadi 3 cara sesuai keadaan yang diharapkan, yakni

1. Pembentukan perilaku dengan kondisioning


Salah satu cara pembentukan perilaku dapat ditempuh dengan kondisioning
atau kebiasaan. Dengan cara membiasakan diri untuk berperilaku seperti yang

11
diharapkan, akhirnya akan terbentuk perilaku tersebut. Cara ini didasari atas teori
belajar kondisioning baik dikemukakan oleh Pavlov maupun oleh Throndike dan
Skinner meskipun pendapat yang ada tidak seratus persen sama, namun para ahli
tersebut mempunyai dasar pandangan yang tidak jauh berbeda satu dengan yang lain.
Thorndike dalam Atnotius Nandal ( 2011 ) menyebutkan bahwa teorinya
disebut koneksionisme, belajar adalah proses pembentukan hubungan stimulus
dengan respon. Eksperimen yang dilakuakn adalah dengan kucing yang dimasukkan
pada sangkar tertutup apabila pintunya dapat dibuka secara otomatis bila knop di
dalam sangkar disentuh. Percobaan ini menghasilkan teori Trial dan Error. Ciri-ciri
belajar dengan Trial dan Error yaitu : adanya aktivitas, ada berbagai respon terhadap
berbagai situasi, ada eliminasi terhadap berbagai respon yang salah, ada kemajuan
reaksi untuk mencapai tujuan. Ada beberapa hokum dalam hal belajar menurut
Thorndike, yaitu Hukum kesiapan, hukum latihan, hukum akibat, hukum multi
respon, hukum sikap, hukum elemen potensi awal, hukum respon, hukum asosiasi.
Hukum-hukum tersebut menjadi aturan dasar dalam proses belajar . Teori Thorndike
dalam di implikasikan yaitu untuk menjelaskan satu konsep, guru sebaiknya
mengambil contoh yang sering di jumpai dalam kehidupan sehari-hari , metode
latihan dan pemberian tugas, akan lebih cocok untuk penguatan dan hafalaan, dalam
penyusunan hierarki komposisi didasarkan pada yang mudah dahulu kemudian yang
sulit.
Teori belajar Ivan Pavlov dalam Anthonius ( 2011 ) menyebutkan bahwa
respon terhadap suatu stimulus yang terjadi secara berulang, akan berpindah pada
stimulus lain atau yang lebih sering disebut classical conditioning . pembentukan
kebiasaan sangat penting. Suatu respon dari adanya stimulus akan membentuk
kebiasaan. Pavlov mengadakan percobaan terhadap anjing. Dalam percobaan ini
anjing di beri stimulus bersarat sehingga terjadi reaksi bersarat pada anjing. Contoh
situasi percobaan tersebut pada manusia adalah bunyi bel di kelas untuk penanda
waktu tanpa disadari menyebabkan proses penandaan sesuatu terhadap bunyi-
bunyian yang berbeda dari pedagang makan, bel masuk, dan antri di bank. Hal
tersebut diterapkan strategi Pavlov ternyata individu dapat dikendalikan melalui cara
mengganti stimulus alami dengan stimulus yang tepat utuk mendapatkan
pengulangan respon yang diinginkan. Sementara individu tidak dikendalikan oleh
stimulus dari luar. Belajar menurut teori ini adalah suatu porses perubahan yang

12
terjadi karena adanya syarat-syarat yang menimbulkan reaksi. Yang terpenting
dalam belajar menurut teori ini adalah belajar dan pengulangan.
Menurut B.F. Skinner dalam Atnotius Nandal ( 2011 ) dalam pembelajaran
sangat diperlukan Reinforcement. Hasil positif dari suatu respon, akan cenderung
diulang atau diperkuat. Sebaliknya, hasil negative dari suatu respon, cenderung akan
hilang atau melemah sendiri. Penguatan bisa positif atau negative, tergantung dari
pengalaman di masa lampau. Contoh pujian guru atas keberhsilan anak akan
cenderung menguatkan perilakunya, anak akan mengulanginya. Penguatan akan
berbekas pada anak, sehingga jika anak mengerjakan hal saa, akan lebih
bersemangat. Penguatan baik positif maupun negative harus segera diberikan ketia
anak melakukan sesuatu. Proses belajar harus mengikuti irama dari yang belaajr.
Materi pelajaran harus digunakan sebagai system modul. Dalam proses pembelajaran
lebih dipentingkan aktivitas sendiri, tidak digunakan hukuman. Untuk itu lingkungan
perlu diubah untuk menghindar hukuman. Tingkah laku yang diinginkan pendidik
diberi hadiah dan sebaliknya hadiah diberikan dengan digunakannya jadwal variable
ratio reinforce.
Dasar pandangan ketiga ahli tersebut adalah bahwa untuk membentuk
perilaku, perlu dilakukan conditioning atau pembiasaaan, degnan cara membiasakan
diri untuk berperilaku sesuai harapan. Sebagai contoh, kebiasaan bangun pagi,
membiasakan diri untuk tidak terlamat sekolah, atau menggosok gigi sebelum tidur.

2. Pembentukan perilaku dengan pengertian (Insight)


Pembentukan perilaku dapat ditempuh dengan pengertian atau Insight. Cara
ini berdasarkan atas teori belajar kognitif, yaitu belajar dengan disertai dengan
adanya pengertian. Hal ini berarti selain dengan pembiasaan, pembentukan perilaku
dibentuk dengan pengertian( insight ).Menurut Kohler ( tokoh dalam psikologi
Gestalt, penganut aliran kognitif ), hal penting dalam belajar adalah pengertian (
insight ), sedangkan menurut Thorndike, yang penting dalam belajar adalah
pembiasaan. Menurut teori Gestalt ( Jurnal Falasifa, 2011 )belajar adalah berkenaan
dengan keseluruhan individu dan timbul dari interaksinya yang matng dengan
lingkunganya. Melalui interaksi ini, kemudian tersusunlah bentuk persepsi, imajinasi
dan pandangan baru. Kesemuanya secara bersama-sama membentuk pemahaman
atau wawasan ( Insight ) . yang bekerja selama individu melakukan pemecahan

13
masalah. Walapun demikian pemahaman, baru berfungsi apabila ada persepsi atau
tanggapan terhadap masalah, unsur dan tujuannya. Bila dalam eksperiman
Throndike dalam belajar yang dipentingkan adalah soal latihan, maka dalam
eksperiman Kohler dalam belajar yang penting adalah pengertian atau Insight.
Contohnya, mahasiswa jangan sampai terlambat karena hal tersebut dapat
mengganggu teman-teman yang lain atau kalau berbicara jangan sembarangan
karena dapat menyinggung perasaan orang lain. Pemecahan masalah secara jitu yang
muncul setelah adanya proses pengujian berbagai dugaan atau kemungkinan yang
ada. Adanya pengalaman insight, individu mampu menerapkannya pada masalah
yang ada tanpa perlu melakukan proses trial-error lagi. Konsep insight ini adalah
fenoma yang penting saat proses pembelajaran. Timbulnya insight pada indiviidu
tergantung pada kesanggupan, pengalaman, taraf kompleksitas situasi, latihan, dan
trial error. (

3. Pembentukan perialku dengan model


Tingkah laku manusia adalah reaksi antara lingkungan dengan skema kognisi
orang tersebut. Teori Bandura dipandang sebagai gabungan antara behabioristik dan
psikologi kognitif. Dalam teori bandura ada tiga konsep, yaitu interaksi kognisi-
tingkah laku-lingkungan, lalu kegiatan mengamati-meniru-mengulang, dan belajar
mengatur diri sendiri. Sebagian dari yang dipelajari manusia terjadi melalui peniruan
( imitation ) dan penyajian contoh perilaku ( modelling ). Anak akan mengubah
perilakunya dengan mengamati perilaku orang lain, untuk merespon suatu stimulus.
Anak akan mempelajarari respon-respon baru dengan cara mengamati perilaku
contoh dari orang lain. Bukan hanya yang Nampak, tetapi contoh perilaku yang tidak
Nampak, seperti kesabaran, sikap dan pandangan orang lain.
Pembentukan perilaku masih dapat ditempuh dengan menggunakan model
atau contoh. Pemimpin dijadikan model atau contoh ileh yang dipimpinnya. Cara ini
berdasarkan atas teori belajar social ( Social Learning Theory ) atau Observational
learning theory yang dikemukakan oleh Bandura ( 1977 ). Menurutnya, pada
dasarnya pembentukan perilaku dapat ditempuh dengan menggunakan contoh atau
model. Bandura ( 1977 ) mengemukakan suatu formulasi mengenai perilaku dan
sekaligu dapat memberikan informasi bagaimana peran perilaku itu terhadap
lingkungan dan terhadap individu atau organisme yang bersangkutan. Formulasi

14
Bandura berwujud B= Behavior , E= Envinronment, dan P=Person atau organisme.
Perialku lingkungan dan individu itu sendiri saling berinteraksi saatu dengan yang
lain.
Implikasi teori bandura dalam kehidupan yaitu anak sering belajar dari
mengamati perilaku guru. Guru dan orang tua harus menjadi model perilaku yang
baik dan berhati-hati agar tidak meniru yang tidak pantas. Self regulation dapat
menjadi metode efektif untuk meningkatkan perilaku siswa.
Ini berarti bahwa perilaku invidu dapat mempengaruhi individu itu sendiri,
disamping itu perilaku juga berpengaruh pada lingkungan, demikian pula lingkungan
dapat mempengaruhi individu.( Walgito, 2003 )

2.3 PROSES PEMBENTUKAN PERILAKU

Perilaku manusia terbentuk karena adanya kebutuhan. Menurut Abraham Harold Maslow,
manusia memiliki lima kebutuhan dasar, yaitu :

a. Kebutuhan fisiologis (Physiological Needs)


Kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan yang sangat primer dan mutlak
harus dipenuhi untuk memelihara homostatis biologis dan kelangsungan kehidupan
bagi tiap manusia. Kebutuhan ini merupakan syarat dasar, apabila kebutuhan ini
tidak terpenuhi maka dapat memengaruhi kebutuhan yang lain. Sebagai contoh
seseorang yang tidak mampu memenuhi kebutuhan oksigen dapat mengakibatkan
dia tidak akan mampu memenuhi kebutuhan yang lain, misalnya makanan dan
beraktivitas.
15
Kebutuhan fisiologis meliputi oksigen, cairan, nutrisi, eliminasi, istirahat,
tidur, terbebas dari rasa nyeri, pengaturan suhu tubuh, seksual, dan ain sebagainya.
Apabila kebutuhan fisiologis ini sudah terpenuhi maka seseorang akan berusaha
untuk memenuhi kebutuhan lain yang lebih tinggi dan begitu seterusnya.
b. Kebutuhan Keselamatan dan Keamanan (Self Security Needs)
Kebutuhan akan keselamatan dan keamanan adalah kebutuhan untuk
melindungi diri dari berbagai bahaya yang mengancam, baik terhadap fisik maupun
psikososial. Ancaman terhadap keselamatan dan keamanan fisik seseorang dapat
dikategorikan ke dalam ancaman mekanik, kimia, termal, dan bakteri .
Kebutuhan keselamatan dan keamanan berkenaan dengan konteks fisiologis dan
hubungan interpersonal. Keselamatan dan keamanan dalam konteks secara fisiologis
berhubungan dengan sesuatu yang mengancam tubuh seseorang dankehidupannya.
Ancaman bisa nyata atau hanya imajinasi, misalnya penyakit, nyeri, cemas, dan lain
sebagainya. Kebutuhan rasa aman, misalnya :
- Rasa aman terhindar dari pencurian, penodongan, perampokamn, dan kejahatan
lain
- Rasa aman terhindar dari konflik, tawuran, kerusuhan, peperangan, dan lain-lain.
- Rasa aman terhindar dari sakit dan penyakit.
- Rasa aman memperoleh perlindungan hukum.
c. Kebutuhan Mencintai dan Dicintai ( Love and Belongingness Needs)
Kebutuhan cinta adalah kebutuhan dasar yang menggambarkan emosi
seseorang. Kebutuhan ini merupakan suatu dorongan di mana seseorang
berkeinginan untuk menjalin hubungan yang bermakna secara efektif atau hubungan
emosional dengan orang lain. Dorongan ini akan makin menekan seseorang
sedemikian rupa, sehingga ia akan berupaya semaksimal mungkin untuk
mendapatkan pemenuhan kebutuhan akan cinta kasih dan perasaan memiliki.
Kebutuhan akan mencintai dan dicintai ini sangat besar pengaruhnya
terhadap kepribadian seseorang terutama anak. Kebutuhan cinta orang terhadap
anaknya diperlukan untuk proses tumbuh kembang anak. Anak yang dibesarkan
dengan cinta kasih sayang akan tumbuh rasa kasih saying dalam dirinya sebab anak
akan meniru apa yang dilihat dan dirasakan. Begitu pula sebaliknya. Anak yang
dibesarkan dengan penuh kekerasan akan menjadi anak yang melakukan perilaku
kekerasan ketika dewasa kelak. Sebab, sebagian besar perilaku anak kelak ketika

16
dewasa merupakan hasil proses peniruan baik terhadap orang tuanya, saudaranya,
maupun orang dewasa disekitarnya secara langsung ataupun tidak langsung.
Cinta sulit didefinisikan. Cinta berhubungan dengan emosi, bukan dengan
intelektual. Perasaan lebih berperan dalam cinta daripada proses intelektual.
Walaupun demikian, cinta dapat diartikan sebagai keadaan untuk saling mengerti
secara dalam dan menerima sepenuh hati.
d. Kebutuhan Harga Diri (Self Esteem Needs)
Harga diri adalah penilaian individu tentang nilai personal yang diperoleh
dengan menganalisa seberapa baik perilaku seseorang sesuai dengan ideal diri.
Menurut hierarki kebutuhan manusia, seseorang dapat mencapai kebutuhan harga
diri bila kebutuhan terhadap mencintai dan dicintai telah terpenuhi. Terpenuhinya
kebutuhan harga diri seseorang tampak dari sikap penghargaan diri. Penhargaan diri
sering merujuk ke penghormatan diri dan pengakuan diri. Dengan demikian, untuk
memiliki harga diri yang positif, seseorang harus menghargai apapun yang telah
dilakukan dann yang akan dilakukan serta harus yakin bahwa apa ayang dilakukan
benar. Selain itu, orang itu juga harus merasa dibutuhkan dan berguna bagi orang
lain serta lingkungannya.
Pencapaian harga diri yang positif bergantung pada kemampuan pemenuhan
kebutuhan dasar yang lain. Contohnya, kebutuhan harga diri tidak akan tercapai
dengan optimal jika kebutuhan akan cinta atau keamanan tidak terpenuhi secara
memuaskan. Selain itu, harga diri juga dipengaruhi oleh perasaan ketergantungan
dan kemandirian. Harga diri dapat menurun pada orang yang sedang sakit karena
mempunyai ketergantungan yang besar terhadap orang lain. Sebaliknya, harga diri
seseorang pun akan meningkat apabila tingkat kemandiriannya besar. kebutuhan
harga diri misalnya :
- Ingin dihargai dan menghargai orang lain.
- Adanya respek atau perhatian dari orang lain.
- Toleransi atau saling menghargai dalam hidup berdampingan.
e. Kebutuhan Aktualisasi Diri (Self Actualization Needs)
Kebutuhan aktualisasi diri adalah tingkatan kebutuhan yang paling tinggi
menurut Maslow dan Kalish. Oleh karenanya untuk mencapai tingkat kebutuhan
aktualisasi diri ini banyak hambatan yang menghalanginya. Secara umum hambatan
tersebut terbagi dua yakni internal dan eksternal. Hambatan internal adalah

17
hambatan yang berasal dari dalam diri seseorang, seperti ketidaktauan akan potensi
diri serta perasaan ragu dan takut mengungkapkan potrensi diri, sehingga potensinya
terus terpendam.
Hambatan eksternal adalah hambatan yang berasal dari luar diri seseorang ,
seperti budaya masyarakat yang tidak mendukung upaya aktualisasi potensi diri
seseorang karena perbedaan karakter. Pada kenyataannya lingkungan masyarakat
tidak sepenuhnya menunjang upaya aktualisasi diri warganya. Jadi, factor
lingkungan di masyarakat berpengaruh terhadap upayamewujudkan aktualisasi diri.
Artinya, aktualisasi diri dapat dilakukan juka lingkungan mengizinkannya. Hal
tersebut berarti bahwa potensi seseorang sepenuhnya telah tercapai apabila
seseorang telah mencapai aktualisasi dirisecara penuh.
Aktualisasi diri merupakan kemampuan seseorang untuk mengatur diri
sendiri sehingga bebas dari berbagai tekanan, baik yang berasal dalam diri maupun
di luar diri. Kemampuan seseorang membebaskan diri dari tekanan internal dan
eksternal dalam pengaktualisasian dirinya menunjukkan bahwa orang tersebut telah
mencapai kematangan diri. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa aktualisasi diri
pada hakekatnya merupakan hasil dari kematangan diri, dan tidak semua orang dapat
mencapai aktualisasi diri tersebut secara penuh. Hal ini disebabkann oleh
terdapatnya dua kekuatan yang saling menarik dan akan selalu mempengaruhi di
dalam diri manusia itu sendiri sepanjang perjalanan hidup manusia. Kekuatan yang
satu mengarah pada pertahanan diri sehingga yang muncul adalah rasa takut salah
atau tidak percaya diri, takut menghadapi risiko terhadap keputusan yang akan
diambil, mengagungkan masa lalu dengan mengabaikan masa sekarang dan
mendatang, ragu-ragu dalam mengambil keputusan atau bertindak, dan sebagainya.
sementara kekuatan yang lainnya adalah kekuatan yang mengarah pada keutuhan diri
dan terwujudnya seluruh potensi diri yang dimiliki sehingga yang muncul adalah
kepercayaan diri dan penerimaan diri secara penuh.
Berdasarkan teori Maslow mengenai aktualisasi diri, terdapat asumsi dasar
bahwa manusia pada hakikatnya memiliki intrinsic berupa kebaikan. Kebutuhan
aktuliasasi diri misalnya :
- Ingin dipuja atau disanjung oleh orang lain
- Ingin sukses atau berhasil dalam mencapai cita-cita.

18
- Ingin menonjol dan lebih dari orang lain, baik dalam karier, usaha, kekayaan,
dan lain-lain.
Dari sinilah manusia memilki peluang untuk mengembangkan dirinya. Selain
itu, pemenuhan kebutuhan aktualisasi diri di dasarkan pada growth motivation.
Dalam proses pertumbuhannya, manusia dihadapkan pada dua pilihan bebas yakni
Pilihan untuk maju (Progressive Choice) atau Pilihan untuk mundur (Regressive
Choice). Pilihan-pilihan tersebut akan menentukan arah perjalanan hidup manusia,
mendekat atau menjauh dari aktualisasi diri. Apabila progressive choice yang lebih
dominan maka orang tersebut akan makin dekat dengan aktualisasi diri. Tetapi bila
sebaliknya, maka akan menjauhkan dari aktualisasi diri.

Tingkatan dan jenis kebutuhan tersebut satu dan lainnya tidak dapat dipisahkan karena
merupakan satu kesatuan atau rangkaian walaupun pada hakekatnya kebutuhan fisiologis
merupakan faktor yang dominan untuk kelangsungan hidup manusia. Dalam memenuhi
kebutuhan, tidak dapat dipisah-pisahkan antara satu dan yang lain, misalnya memenuhi
kebutuhan fisiologis dahulu, kemudian kebutuhan rasa aman dan seterusnya.

2.4 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PROSES


PEMBENTUKAN PERILAKU SESEORANG

1. Faktor genetik atau faktor endogen


Faktor genetik atau keturunan merupakan konsepsi dasar atau modal untuk
kelanjutan perkembangan perilaku makhluk hidup itu. Faktor genetik berasal dari
dalam diri individu (endogen), antara lain :
a. Jenis ras
setiap ras didunia memilki perilaku yang spesifik, saling berbeda satu dengan
lainnya. Tiga kelompok ras terbesar yaitu :
- Ras kulit putih atau ras kaukasia, ciri-ciri fisik : warna kulit putih, bermata biru,
senang akan kemajuan, dan menjunjung tinggi hak asasi manusia.
- Ras kulit hitam atau ras negroid, ciri-ciri fisik : berkulit hitam, berambut keriting,
dan bermata hitam. Perilaku yang dominan : tabiatnya keras, tahan menderita,
dan menonjol dalam kegiatan olah raga keras.

19
- Ras kulit kuning atau ras mongoloid, ciri-ciri fisik : berkulit kuning, berambut
lurus, dan bermata coklat. Perilaku yang dominan : keramahtamahan, suka
bergotongroyong, tertutup, dan senang dengan upacara ritual. (Sunaryono, 2002).
b. Jenis kelamin
Perbedaan perilaku pria dan wanita dapat dilihat dari cara berpakaian dan melakukan
pekerjaan sehari-hari. Pria berperilaku atas dasar pertimbangan rasional atau akal,
sedangkan wanita atas dasar pertimbangan emosional atau perasaan. Perilaku pada
pria disebut maskulin, sedangkan perilaku wanita disebut feminim. (Sunaryono,
2002).
c. Sifat fisik
Bila diamati perilaku individu akan berbeda-beda karena sifat fisiknya. Misalnya
perilaku individu yang pendek dan gemuk berbeda dengan individu yang memiliki
fisik tinggi kurus. (Sunaryono, 2002).
d. Sifat kepribadian
Salah satu pengertian kepribadian yang dikemukakan oleh Maramis (1999) adalah :
“Keseluruhan pola pikiran, perasaan, dan perilaku yang sering digunakan oleh
seseorang dalam usaha adaptasi yang terus menerus terhadap hidupnya.”
Kepribadian menurut masyarakat awam adalah bagaimana individu tampil dan
menimbulkan kesan abgi individu lainnya. Contoh : pemalu, pemarah, penge cut,
dan sebagainya. Jadi perilaku individu adalah manifestasi dari kepribadian yang
dimilioki sebagai perpaduan antara faktor genetik dan lingkungan. Perilaku individu
tidak ada yang sama karena adanya perbedaan kepribadian yang dimiliki individu,
yang dipengaruhi oleh aspek kehidupan, seperti pengalaman, usia, watak, tabiat,
sistem norma, niali, dan kepercayaan yang dianutnya. (Sunaryono, 2002).
e. Bakat pembawaan
Bakat menurut notoatmodjo (1997) yang mengutip pendapat William B. Micheel
(1960) adalah “Kemampuan individu untuk melakukan sesuatu yang sedikit sekali
bergantung pada laitihan mengenai hal tersebut. “
Bakat merupakan interaksi faktor genetik dan lingkungan serta bergantung pada
adanya kesempatan untuk pengembangan. Contoh : Individu yang berbakat seni
lukis, perilaku seni lukisnya akan cepat menonjol apabila mendapat latihan dan
kesempatan dibandingkan individu lain yang tidak berbakat. (Sunaryono, 2002).
f. Intelegensi

20
Menurut Terman intelegensi adalah “Kemampuan untuk berpikir abstrak” (Sukardi,
1997). Sedangkan Ebbinghaus mendefinisikan intelegensi adalah “kemampuan
untuk membuat kombinasi” (Notoatmodjo, 1997). Dari batasan tersebut dapat
diaktakan bahwa intelegensi sangat berpengaruh terhadap perilaku individu. Oleh
karena itu, ada individu yang inteligen yaotu individu yang dalam mengambil
keputusan dapat bertindak tepat, cepat, dan mudah. Sebaliknya bagi individu yang
memiliki inteligen rendah dalam mengambil keputusan akan betindak lambat.
(Sunaryono, 2002).
2. Faktor eksogen atau faktor dari luar individu
a. Faktor lingkungan
Lingkungan menyangkut segala sesuatu yang ada disekitar individu, baik fisik,
biologis, maupun sosial. Lingkungan sangat berpengaruh terhadap perilaku individu
karena lingkungan merupakan lahan untuk perkembangan perilaku. Contoh :
- mahasisa yang hidup di lingkungan kampius perilakunya akan dipengaruhi oleh
pemikiran ilmiah, rasional, dan intelektual.
- Tenaga keperawatan di rumah sakit, perilakunya ketika menjalankan tugas, akan
dipengaruhi norma dan nilai yang berlaku, dan dianut oleh rumah sakit tersebut.
(Sunaryono, 2002).
b. Pendidikan
Secara luas pendidikan mencakup seluruh proses kehidupan individu hingga liang
lahat, berupa interaksi individu dengan lingkungannya, baik secara formal maupun
informal. Proses dan kegiatan pendidikan pada dasarnya melibatkan masalah
perilaku individu maupun kelompok.
Kegiatan pendidikan formal maupun informal berfokus pada proses belajar
mengajar, dengan tujuan agar terjadi perubahan perilaku, yaitu dari tidak tahu
menjadi tahu, dari tidak mengerti menjadi mengerti dan dari tidak dapat menjadi
dapat. Contoh : individu yang berpendidikan perawat, perilakunya berbeda dengan
yang berpendidikan guru. (Sunaryono, 2002).
c. Agama
Merupakan tempat mencari makna hidup yang terkahir atau penghabisan. Agama
sebagai suatu keyakinan hidup yang masuk ke dalam konstruksi kepribadian
seseorang sangat berpengaruh dalam cara berpikirm bersikap, bereaksi, dan
berperilaku individu. Seseorang yang mengerti dan rajin melaksanakan ajaran agama

21
dalam kehidupan, akan berperilaku dan berbudi luhur sesuai dengan ajaran agama
yang diyakininya. Penganut agama tertentu, akan menunjukkan perilaku berbeda
dengan penganut agama yang lain. (Sunaryono, 2002).
d. Sosial ekonomi
Lingkungan sosial dapat menyangkut sosial budaya dan sosial ekonomi. Khusus
menyangkut lingkungan sosial ekonomi, sebagai contoh keluarga yang status sosial
ekonominya berkecukupan, akan mampu menyediakan segala fasilitas yang
diperlukan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal ini akan berpengaruh terhadap
perilaku individu-individu yang ada di dalam keluarga tersebut. Sebaliknya, keluarga
yang sosial ekonominya rendah akan mengalami kesulitan di dalam memenuhi
kebutuhan hidup sehari-hari. Oleh karena itu, keluarga tersebut akan berusaha
memenuhinya dengan cara, misalnya : menggadaikan barang, meminjam uang, bon
ke toko didekat rumagnya, dan lain-lain. (Sunaryono, 2002).
e. Kebudayaan
Menurut Mac Iver sebagaimana dikutip oleh Soerjono Soekanto (2001) “Ekspresi
jiwa terwujud dalam cara-cara hidup dan berpikir, pergaulan hidup, seni
kesusastraan, agama, rekreasi, dan hiburan.”
Koentjoroningrat (1990) memberi batasan kebudayaan adalah “keseluruhan gagasan
dan karya manusia yang harus dibiasakannya dengan belajar, serta dari hasil budi
dan karyanya itu.”
Dalam arti sempit kebudayaan diartikan sebagai kesenian, adat istiadat atau
peradaban manusia. Ternyata hasil kebudayaan manusia akan memengaruhi perilaku
manusia itu sendiri. Contoh :
- Kebudayaan Jawa akan memengaruhi perilaku masyarakat Jawa pada umumnya
dan orang Jawa pada khususnya.
- Kebudayaan suku bangsa tertentu yang terkenal dengan kehalusannya, akan
berbeda dengan kebudayaan suku bangsa lain yang dinilai keras. (Sunaryono,
2002).
f. Faktor-faktor lain
- Susunan saraf pusat memegang peranan penting karena merupakan sarana untuk
memindahkan energi yang berasal stimulus melalui neuron ke simpul saraf tepi
yang seterusnya akan berubah menjadi perilaku. Impuls-impuls saraf indra
pendengaran, penglihatan, pembau, pengecap, dan peraba, yang disalurkan dari

22
tempat masuknya stimulus melalui impuls-impuls saraf ke susunan saraf pusat,
yaotu otak dan setelah disadari melalui persepsi maka indivisu akan berperilaku.
- Persepsi merupakan proses diterimanya rangsang melalui pancaindra, yang
didahului oleh perhatian (attention) sehinga individu sadar tentang sesuatu yang
ada di dalam maupun di luar dirinya. Melalui persepsi dapat diketahui perubahan
perilaku seseorang. Setiap individu kadang-kadang memilki persepsi yang
berbeda walaupun mengamati objek yang sama.
- Emosi, Maramis (1999) menyebutkan bahwa emosi adalah “manifestasi perasaan
atau efek keluar disertai banyak kmomponen fisiologik dan biasanya
berlangsung tidak lama”. Perilaku individu dapat dipengaruhi emosi. Aspek
psikologis yang memengaruhi emosi berhubungan erat dengan keadaan jasmani.
Perilaku individu yang sedang marah, kelihatan mukanya merah. (Sunaryono,
2002).

2.5 TEORI-TEORI PEMBENTUKAN PERILAKU

A. Teori Behaviorisme
Behaviorisme merupakan salah aliran psikologi yang memandang individu hanya dari
sisi fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek – aspek mental. Dengan kata lain,
behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu
dalam suatu belajar. Peristiwa belajar semata-mata melatih refleks-refleks sedemikian
rupa sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai individu. Beberapa hukum belajar yang
dihasilkan dari pendekatan behaviorisme ini, diantaranya :
1. Connectionism ( S-R Bond) menurut Thorndike.
Dalam Stephen P. Robbins (2007) dari eksperimen yang dilakukan Thorndike terhadap
kucing menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya:
a. Law of Effect; artinya bahwa jika sebuah respons menghasilkan efek yang
memuaskan, maka hubungan Stimulus - Respons akan semakin kuat. Sebaliknya,
semakin tidak memuaskan efek yang dicapai respons, maka semakin lemah pula
hubungan yang terjadi antara Stimulus- Respons.
b. Law of Readiness; artinya bahwa kesiapan mengacu pada asumsi bahwa kepuasan
organisme itu berasal dari pemdayagunaan satuan pengantar (conduction unit),
dimana unit-unit ini menimbulkan kecenderungan yang mendorong organisme
untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.

23
c. Law of Exercise; artinya bahwa hubungan antara Stimulus dengan Respons
akan semakin bertambah erat, jika sering dilatih dan akan semakin berkurang apabila
jarang atau tidak dilatih.
2. Classical Conditioning menurut Ivan Pavlov
Dalam Stephen P. Robins (2007) dari eksperimen yang dilakukan Pavlov terhadap
seekor anjing menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :
a. Law of Respondent Conditioning yakni hukum pembiasaan yang dituntut. Jika dua
macam stimulus dihadirkan secara simultan (yang salah satunya berfungsi sebagai
reinforcer), maka refleks dan stimulus lainnya akan meningkat.
b. Law of Respondent Extinction yakni hukum pemusnahan yang dituntut. Jika refleks
yang sudah diperkuat melalui Respondent conditioning itu didatangkan kembali
tanpa menghadirkan reinforcer, maka kekuatannya akan menurun.
3. Operant Conditioning menurut B.F. Skinner
Menurut Sri Esti W (2004), dari eksperimen yang dilakukan B.F. Skinner terhadap tikus
dan selanjutnya terhadap burung merpati menghasilkan hukum-hukum belajar,
diantaranya :
a. Law of operant conditining yaitu jika timbulnya perilaku diiringi dengan stimulus
penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan meningkat.
b. Law of operant extinction yaitu jika timbulnya perilaku operant telah diperkuat
melalui proses conditioning itu tidak diiringi stimulus penguat, maka kekuatan
perilaku tersebut akan menurun bahkan musnah.

Reber (Muhibin Syah, 2003) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan operant adalah
sejumlah perilaku yang membawa efek yang sama terhadap lingkungan. Respons dalam
operant conditioning terjadi tanpa didahului oleh stimulus, melainkan oleh efek yang
ditimbulkan oleh reinforcer. Reinforcer itu sendiri pada dasarnya adalah stimulus yang
meningkatkan kemungkinan timbulnya sejumlah respons tertentu, namun tidak sengaja
diadakan sebagai pasangan stimulus lainnya seperti dalam classical conditioning.

4. Social Learning menurut Albert Bandura


Menurut Prof. Dr. Singgih D. Gunarsa (2004) Teori belajar sosial atau disebut juga teori
observational learning adalah sebuah teori belajar yang relatif masih baru dibandingkan
dengan teori-teori belajar lainnya. Berbeda dengan penganut Behaviorisme lainnya,
Bandura memandang Perilaku individu tidak semata-mata refleks otomatis atas stimulus

24
(S-R Bond), melainkan juga akibat reaksi yang timbul sebagai hasil interaksi antara
lingkungan dengan skema kognitif individu itu sendiri. Prinsip dasar belajar menurut
teori ini, bahwa yang dipelajari individu terutama dalam belajar sosial dan moral terjadi
melalui peniruan (imitation) dan penyajian contoh perilaku (modeling). Teori ini
juga masih memandang pentingnya conditioning. Melalui pemberian reward dan
punishment, seorang individu akan berfikir dan memutuskan perilaku sosial mana
yang perlu dilakukan. Sebetulnya masih banyak tokoh-tokoh lain yang mengembangkan
teori belajar behavioristik ini, seperti : Watson yang menghasilkan prinsip kekerapan
dan prinsip kebaruan, Guthrie dengan teorinya yang disebut Contiguity Theory yang
menghasilkan Metode Ambang (the treshold method), metode meletihkan (The Fatigue
Method) dan Metode rangsangan tak serasi (The Incompatible Response Method),
Miller dan Dollard dengan teori pengurangan dorongan.

B. Teori Belajar Kognitif menurut Piaget


Piaget merupakan salah seorang tokoh yang disebut-sebut sebagai pelopor aliran
konstruktivisme. Salah satu sumbangan pemikirannya yang banyak digunakan
sebagai rujukan untuk memahami perkembangan kognitif individu yaitu teori tentang
tahapan perkembangan individu. Menurut Piaget dalam Winfred F Hill (1980) bahwa
perkembangan kognitif individu meliputi empat tahap yaitu :
1. Sensory motor;
2. Pre operational;
3. Concrete operational dan
4. Formal operational.

Pemikiran lain dari Piaget tentang proses rekonstruksi pengetahuan individu yaitu asimilasi
dan akomodasi. Menurut Tanu jaya dan James Atherton dalam Dumond G. Yosh Nabu
(2005) menyebutkan bahwa asisimilasi adalah “the process by which a person takes material
into their mind from the environment, which may mean changing the evidence of their
senses to make it fit” dan akomodasi adalah “the difference made to one’s mind or concepts
by the process of assimilation”

Dikemukakannya pula, bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap
perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk
melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman

25
sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak memberikan
rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif,
mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan.

Menurut Dr. Paul Sutarno (2005), Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam
pembelajaran adalah :

a. Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru
mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak.
b. Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan
baik. Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-
baiknya.
c. Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing.
d. Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.
e. Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan
diskusi dengan teman – temanya.
C. Teori Pemrosesan Informasi dari Robert Gagne
Asumsi yang mendasari teori ini adalah bahwa pembelajaran merupakan faktor yang
sangat penting dalam perkembangan. Perkembangan merupakan hasil kumulatif dari
pembelajaran. Menurut Gagne bahwa dalam pembelajaran terjadi proses penerimaan
informasi, untuk kemudian diolah sehingga menghasilkan keluaran dalam bentuk hasil
belajar. Dalam pemrosesan informasi terjadi adanya interaksi antara kondisi-kondisi
internal dan kondisi-kondisi eksternal individu. Kondisi internal yaitu keadaan dalam
diri individu yang diperlukan untuk mencapai hasil belajar dan proses kognitif yang
terjadi dalam individu. Sedangkan kondisi eksternal adalah rangsangan dari lingkungan
yang mempengaruhi individu dalam proses pembelajaran.
Menurut teori Gagne, cara untuk menentukan prasyarat untuk suatu tujuan belajar
adalah melakukan hierarki belajar. Sebuah hierarki belajar dibangun dengan bekerja
mundur dari tujuan pembelajaran akhir. Dan kemampuan akhir yang dimiliki oleh
siswa setelah belajar disebut kapabilitas. Gagne dalam kumpulan makalah (1991)
membagi hasil belajar menjadi lima kategori kapabilitas :
1. Informasi verbal, merupakan kemampuan untuk mengkomunikasikan secara
lisan pengetahuannya tentang fakta-fakta yang diperoleh secara lisan, membaca
buku dan sebagainya.

26
2. Keterampilan intelektual, merupakan kemampuan untuk dapat membedakan,
menguasai konsep, aturan, dan memecahkan masalah. Kemampuan tersebut
diperoleh melalui belajar. Kapabilitas keterampilan intelektual menurut Gagne
dikelompokkan dalam 8 tipe belajar, yaitu
a. Belajar isyarat, adalah belajar yang tanpa kesengajaan, timbul akibat suatu
stimulus sehingga menimbulkan suatu respon emosional pada individu
yang bersangkutan.
b. Belajar stimulus respon, adalah belajar untuk merespon suatu isyarat
c. Belajar rangkaian gerak, merupakan perbuatan jasmaniah terurut dari dua
kegiatan atau lebih stimulus respon
d. Belajar rangkaian verbal, merupakan perbuatan lisan terurut dari dua
kegiatan atau lebih stimulus respon
e. Belajar memperbedakan, adalah belajar membedakan hubungan
stimulus respon sehingga bisa memahami bermacam-macam objek fisik dan
konsep dalam merespon lingkungannya
f. Belajar pembentukan konsep, adalah belajar mengenal sifat bersama dari
benda konkret
g. Belajar pembentukan aturan, adalah belajar menghubungkan dua konsep
atau lebih untuk mendapatkan suatu aturan dan belajar pemecahan masalah,
belajar membuat formulasi penyelesaian masalah dari aturan yang telah
dipelajari
h. Tipe belajar tersebut terurut kesukarannya dari yang paling sederhana sampai
kepada yang paling kompleks.
3. Sikap adalah kecenderungan untuk merespon secara tepat terhadap stimulus atas
dasar penilaian terhadap stimulus tersebut.
4. Keterampilan motoric adalah kemampuan yang dapat dilihat dari segi kecepatan,
ketepatan, dan kelancaran gerakan otot-otot serta anggota badan.

Menurut Gagne dalam kumpulan makalah (1991), tahapan proses pembelajaran meliputi
delapan fase yaitu, (1) motivasi; (2) pemahaman; (3) pemerolehan; (4) penyimpanan; (5)
ingatan kembali; (6) generalisasi; (7) perlakuan dan (8) umpan balik.

D. Teori Belajar Gestalt

27
Gestalt berasal dari bahasa Jerman yang mempunyai padanan arti sebagai “bentuk atau
konfigurasi”. Pokok pandangan Gestalt adalah bahwa obyek atau peristiwa tertentu akan
dipandang sebagai sesuatu keseluruhan yang terorganisasikan. Menurut Koffka dan
Kohler dalam Azizi Yahya, dan kawan-kawan (2005), ada tujuh prinsip organisasi yang
terpenting yaitu :
1. Hubungan bentuk dan latar (figure and gound relationship); yaitu
menganggap bahwa setiap bidang pengamatan dapat dibagi dua yaitu figure (bentuk)
dan latar belakang. Penampilan suatu obyek seperti ukuran, potongan, warna
dan sebagainya membedakan figure dari latar belakang. Bila figure dan latar bersifat
samar-samar, maka akan terjadi kekaburan penafsiran antara latar dan figure.
2. Kedekatan (proxmity); bahwa unsur-unsur yang saling berdekatan (baik waktu
maupun ruang) dalam bidang pengamatan akan dipandang sebagai satu bentuk
tertentu.
3. Kesamaan (similarity); bahwa sesuatu yang memiliki kesamaan cenderung akan
dipandang sebagai suatu obyek yang saling memiliki.
4. Arah bersama (common direction); bahwa unsur-unsur bidang pengamatan yang
berada dalam arah yang sama cenderung akan dipersepsi sebagi suatu figure atau
bentuk tertentu.
5. Kesederhanaan (simplicity); bahwa orang cenderung menata bidang pengamatannya
bentuk yang sederhana, penampilan reguler dan cenderung membentuk keseluruhan
yang baik berdasarkan susunan simetris dan keteraturan; dan
6. Ketertutupan (closure) bahwa orang cenderung akan mengisi kekosongan suatu
pola atau pengamatan yang tidak lengkap.
E. Teori Koneksionisme
Menurut Thorndike, belajar merupakan peristiwa terbentuknya asosiasi-asosiasi antara
peristiwa-peristiwa yang disebut Stimulus (S) dengan Respon (R). Stimulus adalah suatu
perubahan dari lingkungan eksternal yang menjadi tanda untuk mengaktifkan organisme
untuk beraksi atau berbuat sedangkan respon dari adalah sembarang tingkah laku yang
dimunculkan karena adanya perangsang. Dari eksperimen kucing lapar yang
dimasukkan dalam sangkar (puzzle box) diketahui bahwa supaya tercapai hubungan
antara stimulus dan respons, perlu adanya kemampuan untuk memilih respons yang
tepat serta melalui usaha-usaha atau percobaan-percobaan (trials) dan kegagalan-
kegagalan (error) terlebih dahulu. Bentuk paling dasar dari belajar adalah “trial and error

28
learning atau selecting and connecting learning” dan berlangsung menurut huku-hukum
tertentu. Oleh karena itu teori belajar yang dikemukakan oleh Thorndike ini sering
disebut dengan teori belajar koneksionisme atau teori asosiasi. Adanya pandangan-
pandangan Thorndike yang memberi sumbangan yang cukup besar di dunia pendidikan
tersebut maka ia dinobatkan sebagai salah satu tokoh pelopor dalam psikologi
pendidikan.
Percobaan Thorndike yang terkenal dengan binatang coba kucing yang telah dilaparkan
dan diletakkan di dalam sangkar yang tertutup dan pintunya dapat dibuka secara
otomatis apabila kenop yang terletak di dalam sangkar tersebut tersentuh. Percobaan
tersebut menghasilkan teori “trial and error” atau “selecting and conecting”, yaitu bahwa
belajar itu terjadi dengan cara mencoba-coba dan membuat salah. Dalam melaksanakan
coba-coba ini, kucing tersebut cenderung untuk meninggalkan perbuatan-perbuatan yang
tidak mempunyai hasil.Setiap response menimbulkan stimulus yang baru, selanjutnya
stimulus baru ini akan menimbulkan response lagi.
Dari percobaan ini Thorndike menemukan hukum-hukum belajar sebagai berikut :
1. Hukum law of readiness (Kesiapan), yaitu semakin siap suatu organisme
memperoleh suatu perubahan tingkah laku, maka pelaksanaan tingkah laku tersebut
akan menimbulkan kepuasan individu sehingga asosiasi cenderung diperkuat.
Prinsip pertama teori koneksionisme adalah belajar suatu kegiatan
membentuk asosiasi (connection) antara kesan panca indera dengan kecenderungan
bertindak. Misalnya, jika anak merasa senang atau tertarik pada kegiatan
menggambar, maka ia akan cenderung mengerjakannya.
Apabila hal ini dilaksanakan, ia merasa puas dan belajar menggambar akan
menghasilkan prestasi yang memuaskan.
a. Masalah pertama, hukum law of readiness adalah jika kecenderungan
bertindak dan orang melakukannya, maka ia akan merasa puas. Akibatnya, ia
tak akan melakukan tindkan lain.
b. Masalah kedua, jika ada kecenderungan bertindak, tetapi ia tidak
melakukannya, maka timbullah rasa ketidakpuasan. Akibatnya, ia akan
melakukan tindakan lain untuk mengurangi atau meniadakan
ketidakpuasannya.
c. Masalah ketiga, adalah bila tidak ada kecenderungan bertindak padahal ia
melakukannya, maka timbullah ketidakpuasan. Akibatnya, ia akan

29
melakukan tindakan lain untuk mengurangi atau meniadakan
ketidakpuasannya.
2. Hukum law of exercise (latihan), yaitu semakin sering tingkah laku diulang dilatih
(digunakan) , maka asosiasi tersebut akan semakin kuat.Prinsip law of exercise
adalah koneksi antara kondisi (yang merupakan perangsang) dengan tindakan akan
menjadi lebih kuat karena latihan-latihan, tetapi akan melemah bila koneksi antara
keduanya tidak dilanjutkan atau dihentikan. Prinsip menunjukkan bahwa prinsip
utama dalam belajar adalah ulangan. Makin sering diulangi, materi pelajaran akan
semakin dikuasai.
3. Hukum law of effect (akibat), yaitu hubungan stimulus respon cenderung diperkuat
bila akibatnya menyenangkan dan cenderung diperlemah jika akibatnya tidak
memuaskan. Hukum ini menunjuk pada makin kuat atau makin lemahnya
koneksi sebagai hasil perbuatan. Suatu perbuatan yang disertai akibat menyenangkan
cenderung dipertahankan dan lain kali akan diulangi. Sebaliknya, suatu perbuatan
yang diikuti akibat tidak menyenangkan cenderung dihentikan dan tidak akan
diulangi.

Koneksi antara kesan panca indera dengan kecenderungan bertindak dapat menguat atau
melemah, tergantung pada “buah” hasil perbuatan yang pernah dilakukan. Thorndike
berkeyakinan bahwa prinsip proses belajar binatang pada dasarnya sama dengan yang
berlaku pada manusia, walaupun hubungan antara situasi dan perbuatan pada binatang
tanpa dipeantarai pengartian.

F. Teori Humanistik
Abraham Maslow dan Carl Rogers merupakan dua orang pakar dalam Teori Humanistik.
Teori ini mementingkan kesediaan moral dan potensi pelajar. Di samping itu, Teori
Humanistik ini juga memfokuskan kepada perkara-perkara yang berkaitan secara
langsung dengan individu, keunikan diri sendiri bagi seseorang individu dan juga
kepentingan kemanusiaan terhadap individu.
Dalam Teori Humanistik, beberapa andaian telah dibuat. Antara andaian yang telah
dibuat ialah manusia mempunyai keperluan dan keperluan asas. Sekiranya keperluan
dan keperluan asas dipenuhi sepenuhnya maka secara langsung individu dapat
memotivasikan individu sendiri ke peringkat yang lebih tinggi iaitu mencapai tahap
kesempurnaan diri. Ini disokong oleh hierarki keperluan mengikut Maslow (1984) yang

30
menyatakan bahawa jika keperluan psikologi tidak dipenuhi oleh individu maka jiwa
seseorang tersebut akan terganggu dan tidak tenteram.
Sepanjang proses pembelajaran, Teori Humanistik ini menekan kepada pelajar, berpusat
kepada pelajar dan pelajar diibaratkan sebagai klien. Dalam keadaan ini, konsep ini
sangat penting kerana ia menceritakan tentang beberapa aspek iaitu dari segi nilai
manusia, hak individu, tindakan diri dan harga diri dalam menentukan sesuatu tindakan
yang diambil.

31
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

 Perilaku adalah segala sesuatu yang dikeluarkan atau dilakukan oleh organisme
hidup akibat rangsangan atau stimulus yang diterima dan di respon oleh organisme
tersebut dengan suatu tindakan yang dapat diamati maupun tidak dapat diamati.
Perilaku juga dipengaruhi oleh factor internal dan factor eksternal yang kedua nya
saling berakitan.

Strategi atau cara pembentukan perilaku, dibagi menjadi 3 :


a. Pembentukan perilaku dengan kondisioning
b. Pembentukan perilaku dengan pengertian (Insight)
c. Pembentukan perialku dengan model

Perilaku manusia terbentuk karena adanya kebutuhan. Menurut Abraham Harold Maslow,
manusia memiliki lima kebutuhan dasar, yaitu :
a. Kebutuhan Psikologis (Physiological Needs)
b. Kebutuhan Keselamatan dan Keamanan (Self Security Needs)
c. Kebutuhan Mencintai dan Dicintai ( Love and Belongingness Needs)
d. Kebutuhan Harga Diri (Self Esteem Needs)
e. Kebutuhan Aktualisasi Diri (Self Actualization Needs)

Faktor-faktor yang mempengaruhi proses pembentukan perilaku seseorang dibagi menjadi 2


yaitu :
1. Faktor genetik atau faktor endogen
1) Jenis ras
2) Jenis kelamin
3) Sifat fisik
4) Sifat kepribadian
5) Bakat pembawaan
6) Intelegensi
2. Faktor eksogen atau faktor dari luar individu
1) Faktor lingkungan
32
2) Pendidikan
3) Agama
4) Sosial ekonomi
5) Kebudayaan
6) Faktor-faktor lain
- Susunan saraf pusat
- Persepsi.
- Emosi

Beberapa teori yang membahas mengenai pembentukan perilaku diantaranya :


1. Teori Behaviorisme
2. Teori Belajar Kognitif menurut Piaget
3. Teori Pemrosesan Informasi dari Robert Gagne
4. Teori Belajar Gestalt
5. Teori Koneksionisme
6. Teori Humanistik

33
DAFTAR PUSTAKA

Abraham H. Maslow. 1984. Motivasi Dan Keperibadian. Jakarta: Pustaka Binoman Pressido.
E journl Ilmu Komunikasi. Eka Rusnani. Pengaruh Game Online Terhadap Perubahan Perilaku
Anak SMP Negeri 1 Samboja.2013
Haroen, Hartiah. 2008. Teknik Prosedural Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika
http://digilib.unila.ac.id/785/6/BAB%20II.pdf diakses pada 9 Februari 2018 pukul 15.30 WIB
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/102/jtptunimus-gdl-mariskaama-5089-3-bab2.pdf diakses pada
28 Januari 2018 pukul 20.00 WIB
http://eprints.ums.ac.id/5959/1/j410050007.pdf diakses pada 28 Januari 2018 pukul 20.00 WIB
http://eprints.utm.my/10364/1/TEORI.pdf diakses pada 11 Februari 2018 pukul 16.40 WIB
http://nurulramadani.weblog.esaunggul.ac.id/wp-content/uploads/sites/4789/2014/10/IGP-363-
PENDIDIKAN-GIZI.pdf diakses pada 28 Januari 2018 pukul 20.00 WIB
http://repository.unair.ac.id/46023/2/FKM.%20290-16%20Feb%20h.pdf diakses pada 28 Januari
2018 pukul 20.05 WIB
Jurnal Media Matrasain. Anthonus N.Tandal & Pingkan P.Egam. Arsitektur Berwawasan Perilaku.
2011
Maulana, Heri D.J. 2007. Promosi Kesehatan. Jakarta : EGC
Notoatmodjo, Soekidjo. 2005. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasinya. Jakarta. PT RINEKA
CIPTA
Notoatmodjo, Soekidjo.1993. Pengantar Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Yogyakarta.
Andy Offset
Rini Hildayani.MODUL PAUD 4104
Skripsi Universitas Hasanudin 2016. Ningrum Diah Puspita. Faktor yang berhubungan dengan
perilaku SADARI pada mahasiswi fakultas non kesehatan
Sunaryono. 2002. Psikologi untuk Keperawatan. Jakarta : EGC
Yusuf, Syamsu LN.2000. Psikologi perkembangan & remaja. Rosadakarya

34

Anda mungkin juga menyukai