Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Trauma dapat didefinisikan sebagai cedera yang dihasilkan oleh kekuatan
eksternal. Luka traumatis dapat melibatkan gigi, rahang atau gigi dan rahang. Tingkat dan
luas cederanya tergantung pada tingkat keparahan trauma. Meskipun gambaran intraoral
cukup dalam diagnosis dari cedera traumatik yang melibatkan gigi, radiografi ekstraoral
yang diperlukan dalam evaluasi cedera traumatis pada rahang. Luka traumatis pada gigi
dapat menyebabkan berbagai cedera seperti gegar otak, keseleo (mengganggu, ekstrusi dan
lateral), avulsion atau patah tulang (R, Pramod John, 2011).
Luka traumatis pada gigi dapat menyebabkan berbagai cedera seperti gegar otak,
keseleo (mengganggu, ekstrusi dan lateral), avulsion atau patah tulang. Pada kasus gegar
otak ada cedera pada pembuluh darah apikal dan ligamen periodontal pada dasarnya
adalah cedera ke jaringan pendukung gigi. Keseleo gigi mengacu pada dislokasi atau
melonggarnya gigi karena hilangnya perlekatan periodontal. Avulsi atau exarticulation
mengacu menyelesaikan perpindahan gigi dari soketnya. Seringkali gigi yang terlibat
adalah gigi insisiv rahang atas. Serta fraktur pada gigi maupun tulang rahang (R, Pramod
John, 2011).
Gambaran diagnostik trauma pada gigi dan rahang dapat bervariasi, oleh karena itu
dokter gigi perlu memahami tanda-tanda klinis yang timbul serta gambaran diagnostik dari
gigi dan rahang yang dapat membantu memberikan dasar penjelasan untuk keadaan dan
gejala-gejala klinis pada trauma.
1.2 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui gambaran normal radiografi dari gigi dan rahang
2. Untuk mengetahui gambaran radiografi dari trauma pada gigi dan rahang yang
mengalami kelainan.
3. Untuk mengetahui klasifikasi dari macam-macam trauma
1.3 Manfaat Penulisan

Agar penulis dan pembaca bisa memahami gambaran radiografi gigi dan rahang
normal serta trauma pada gigi dan rahang yang mengalami kelainan dan dapat menegakkan
diagnosa melalui gambaran radiografi.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Trauma pada Gigi


Trauma merupakan kerusakan jaringan tubuh akibat terjadi benturan fisik dengan
komponen/benda lain. Pemeriksaan radiografi digunakan untuk melihat fraktur pada
jaringan keras (tulang, gigi) setelah mengalami trauma.

2.1.1 Concussion
Concussion ini merujuk pada luka benturan di struktur vaskular akar gigi dan
ligament periodontal yang menyebabkan edema inflamasi. Tidak ada displacement dan
hanya sedikit kelonggaran gigi yang terjadi. Luka ini dapat menyebabkan avulsion ringan
gigi dari soketnya, menyebakan permukaan oklusalnya membuat kontak premature dengan
gigi yang berlawanan pada saat penutupan mandibula.
Gejala klinis
Pasien biasanya mengkomplain pada gigi yang trauma terasa rapuh ketika disentuh,
yang dapat dikonfirmasi dengan mengetuk gigi secara horinsontal atau vertical secara
lembut. Gigi juga mungkin sensitif untuk menggigit, walaupun pasien biasanya mengubah
oklusinya untuk menghindari kontak pada gigi yang trauma.

Gambaran radiografik
Gambaran radiografik dari concussion ini mungkin tidak kelihatan, tidak ada
perubahan yang terlihat, atau bisa terlihat adanya pelebaran pada ligament periodontal
apeks gigi (gambar 1). Perubahan ukuran ruang pulpa dan saluran akar mungkin
berkembang berbulan-bulan atau bertahun-tahun setelah trauma pada gigi, dan hal ini
mungkin khusunya terbukti pada gigi yang sedang berkembang. Setelah trauma dapat
terjadi nekrosis pulpa, dan tidak ada dentin sekunder yang terbentuk karena odontoblas dan
stem sel pulpa mati.
Gigi yang telah mengalami trauma sebelum penutupan apeks mungkin berkembang
apeks yang abnormal secara morfologi, yaitu osteodentin cap. Pada saat proses nekrosis

pulpa dimulai dari insisal dan berlanjut ke apikal, odontoblas vital mungkin tetap ada pada
apeks akar yang sedang berkembang, dan dentin tersier mungkin terbentuk. Matriks yang
jarang dan tidak teratur dari bahan mineral yang berkembang mungkin menyerupai tulang
secara struktur dan morfologi apeks akar, seperti tudung pada ujung akar. Tudung
osteodentin dalam beberapa kasus mungkin berkembang tampak berdekatan dengan apeks
atau terpisah. Berbeda dengan resorpsi internal dimana saluran akar melebar (gambar 2),
dan pada gambar 3 terlihat saluran akar terhubung dengan tudung osteodentin terlihat
melebar dari ruang pulpa sampai apeks.

Gambar 1. Terlihat adanya pelebaran rongga pada ligament periodontal

Gambar 2. Lenyapnya rongga pulpa dan adanya resorpsi akar internal.

Gambar 3. Panoramic (A) dan periapikal (B) terlihat saluran akar terhubung dengan tudung osteodentin
terlihat melebar dari ruang pulpa sampai apeks.

Penanganan
Karena tidak terjadi displacement gigi yang signifikan, pengobatan yang sesuai
adalah konservatif dan mungkin perlu pengaturan gigi yang berlawanan atau aplikasi dari
splint fleksibel.

2.1.2 Luxation
Luxation adalah gigi mengalami dislokasi dari soket gigi setelah putus dari
perlekatan periodontal. Gigi ini dapat digerakkan dan dapat terjadi dislokasi. Subluxation
pada gigi menyebabkan luka pada struktur penyangganya sehingga menyebabkan
longgarnya gigi tanpa terlihat adanya dislokasi. Gigi tampak goyang dalam arah vertical
(naik-turun).

3 tipe Luxation :
- Intrusive Luxation

: terjadi dislokasi gigi ke arah dalam tulang alveoli

- Extrusive Luxation : terjadi dislokasi gigi ke arah permukaan soket gigi


- Lateral Luxation

: terjadi dislokasi gigi ke arah lateral, diluar arah sumbu gigi

(mesial, distal, bukal, lingual)


Pada Intrusive dan Lateral Luxation, biasanya disertai dengan kerusakan atau
fraktur tulang alveol penyangga gigi yang bersangkutan.
Gejala klinis
Pergerakan yang terjadi di bagian apikal gigi dan gangguan sirkulasi dari gigi yang
terlibat trauma dapat menyertai Luxation, dan biasanya dapat menyebabkan perubahan
sementara sampai permanent pada jaringan pulpa, sehingga jaringan pulpa dapat
mengalami partial atau total nekrosis. Bila jaringan pulpa dapat bertahan, akan terjadi
hilangnya ruang pulpa dan saluran akar hal ini dapat terjadi pada gigi sulung dan
permanent. Pada Luxation yang ringan, tampak seperti gigi normal walaupun sedikit
goyah, terasa sangat sensitif waktu perkusi atau mengunyah.
Gigi-gigi yang sering mengalami Luxation yaitu : gigi-gigi incisivus atas sulung
atau permanent. Gigi-gigi mandibula jarang terlibat. Pada gigi permanent jarang
mengalami Intrusive Luxation Bila terdapat gigi yang mengalami luxation, biasanya terjadi
pada 2 gigi atau lebih, jarang terjadi hanya pada satu gigi.
Gambaran Radiografi :

Terlihat adanya kerusakan pada akar gigi, ligamen periodontal dan tulang alveolar.
Pada gigi concussion, kerusakan gigi yang sedikit terkait dengan subluxation mungkin

tidak Nampak dan elevasi gigi dari soketnya terbatas.


Pelebaran jaringan periodontal ligament di region apical.
Intrusive Luxation dapat menyebabkan sebagian / seluruh penutupan ligament

periodontal space.
Extrusive Luxation terjadi pertambahan lebarnya periodontal ligament space dan
seringkali gigi ini juga mengalami sedikit terangkat keluar soket gigi.

Gambar 4. Intrusive Luxation

Gambar 5. Extrusive Luxation

Gambar 6. Lateral Luxation

Penanganan
Gigi permanen yang mengalami subluxation dikembalikan ke posisi semula dengan
digital pressure setelah kecelakaan. Jika ada inflamasi yang menghalangi reposisi,
pengurangan gigi yang berlawanan mungkin dibutuhkan. Splint fleksibel mungkin
dibutuhkan utuk menambah stabilitas dan mencegah kerusakan yang lebih jauh pada pulpa
dan ligament periodontal. Jika ada gigi yang mengalami goyan parah, ekstraksi mungkin
diperlukan.

2.1.3 Avulsion
7

Avulsion adalah gigi terlepas dari soketnya/tulang alveol akibat trauma yang kuat
langsung mengenai gigi yang bersangkutan atau dapat pula tidak langsung, yaitu akibat
dari rahang yang terkena trauma. Avulsion yang terjadi akibat trauma langsung sebanyak
15%
Gejala klinis
Sering terjadi pada maksila, lebih sering hanya satu gigi yang hilang. Avulsion
sering terjadi pada pasien usia muda, dimana gigi Incisivus sentral baru saja erupsi dan
jaringan periodontal belum terbentuk sempurna, sehingga dapat lepas bila terlibat trauma.
Seringkali terjadi hanya satu gigi Incisivus sentral yang lepas dan disertai fraktur dinding
tulang alveoli dan luka/ulser pada bibir yang terdekat dengan gigi yang bersangkutan.
Gambaran Radiografi :
Pada beberapa kasus, dilaporkan gambaran radiopak dari lamina dura pada bekas
soket gigi yang avulsion masih tampak jelas.
Gigi yang hilang mungkin digantikan oleh jaringan lunak yang ada di sekitarnya,
yang terlihat berada di atas tulang alveolar dan memberikan kesan palsu seperti berada
dalam tulang.
Untuk membedakan gigi intrusi dengan gigi avulsi yang berada di antara jaringan
lunak, gambaran jaringan lunak mirip lidah akan terbentuk.
Pada beberapa kasus, tulang baru yang mengisi soket tampak sangat tebal dan
radiopak, dapat menyerupai akar gigi yang tertinggal

Gambar 7. Terlihat tulang berkembang pada dinding lateral soket. Pada ujung petunjuk
tampak garis radiolusen yang mirip bentukan saluran akar., sehingga memberi gambaran
yang mirip akar tertinggal.

Penanganan
Jika gigi avulsi tidak ditemukan, maka perlu pemeriksaan dada dan perut semisal
berada pada saluran pernapasan atau saluran pencernaan. Mengimplankan kembali gigi
yang avulsi mungkin untuk dilakukan, tergantung kondisi rongga mulut dan sisa ligamen
periodontal.
8

2.2 Fraktur Gigi


2.2.1 fraktur mahkota gigi
Prevalensi fraktur mahkota gigi pada gigi permanen 25%, sedangkan pada gigi
sulung 40%. Pada umumnya fraktur gigi permanent disebabkan oleh karena jatuh,
kecelakaan naik kendaraan, pukulan yang mengenai gigi
Fraktur mahkota dibagi 3 kategori :
1. Fraktur hanya di bagian enamel gigi : Infraction of the Crown / keretakan
mahkota
2. Fraktur yang melibatkan enamel dan dentin, tetapi belum melibatkan jaringan
pulpa : uncomplicated Fracture
3. Fraktur yang telah melibatkan enamel, dentin dan jaringan pulpa : Complicated
Fraktur
Gejala klinis
Fraktur mahkota lebih sering terjadi pada gigi anterior.
Fraktur di bagian enamel (kategori 1), tidak melibatkan dentin, biasanya terjadi di
region tepi mesial / distal dari mahkota gig Incisivus sentral atas, dan tepi incisal gigi dapat
ikut menjadi patah.
Pada fraktur kategori 2 yang melibatkan dentin, gigi menjadi sensitif terhadap
bahan kimia, panas, rangsangan mekanik. Pada keadaan fraktur yang lebih dalam, terlihat
bayangan kemerahan dari dinding dentin yang tersisa (bayangan dari jarigan pulpa).
Fraktur kategori 2 lebih sering terjadi (pada gigi permanent) daripada fraktur kategori 3.
Prevalensi fraktur kategori 2 dan 3 sama / seimbang pada gigi sulung. Fraktur
kategori 3 dapat diketahui pada pemeriksaan klinis oleh karena adanya perdarahan pada
jaringan pulpa yang terbuka, dan darah akan keluar dari regio tersebut. Jaringan pulpa akan
terlihat dari atap pulpa yang terbuka, dan ini terasa sensitif / peka terhadap rangsangan.
Gambaran Radiografi :
Gambaran radiografi dapat menunjukkan lokasi dan perluasan dari fraktur dan
dapat menunjukkan sampai dimana keterlibatan jaringan pulpa.

Gambar 8. Fraktur hanya pada bagian enamel gigi

Gambar 9. Fraktur yang melibatkan enamel dan dentin tapi belum melibatkan pulpa.

Gambar 10. Fraktur yang telah melibatkan enamel, dentin, dan pulpa

10

Penanganan
Walaupun fraktur pada mahkota gigi tidak memerlukan pengobatan, vitalitas dari
gigi harus dievaluasi. Tepi-tepi yang tajam akibat dari fraktur uncomplicated harus
dihaluskan misalnya dengan restorasi. Sedangkan pada complicated fraktur melibatkan
pulp capping, pulpotomi, atau pulpektomi.
2.2.2 fraktur akar gigi
Fraktur akar gigi jarang terjadi, dilaporkan hanya 7% yang disebabkan trauma pada
gigi permanent, sedangkan untuk gigi sulung sebesar 3,5%.
Gejala klinis
Pada umumnya fraktur akar gigi terjadi pada gigi Incisivus sentral atas. Fragmen
mahkota biasanya condong ke lingual dan sedikit extruded. Derajat kegoyangan mahkota
gigi tergantung lokasi batas garis fraktur. Untuk melihat derajat kegoyangan akar gigi yang
fraktur, letakan jari diatas tulang alveol, bila yang goyang hanya bagian mahkota,
sedangkan bagian akar yang tertanam tidak goyang, ini berarti ada fraktur akar gigi.
Gambaran radiografi :
Fraktur akar gigi dapat terjadi pada gigi dengan akar tunggal atau ganda.
Terlihatnya fraktur akar pada foto tergantung posisi fraktur dan arah proyeksi sinar X.
Fraktur akar akan terlihat sebagai garis radiolusen yang menyilang di bagian akar gigi.
Fraktur akar dapat terjadi dalam arah trasversal dan oblique, maka bayangan garis
fraktur terlihat pada permukaan labial dan lingual akar gigi, sehingga pada foto terlihat dua
garis radiolusen yang menyilang di bagian akar gigi, berarti terlihat lebih dari satu garis
fraktur, ini disebut : Comminuted Fracture.
Fraktur akar sulit untuk dideteksi dan biasanya butuh beberapa macam sudut yang
berbeda untuk mendapatkan gambaran fraktur akar. Pada beberapa kasus, data fraktur akar
tidak dapat dideteksi maka satu-satunya bukti bahwa terjadi fraktur adalah dengan adanya
pelebaran ligamen periodontal di sekitar akar gigi yang fraktur.

Gambar 11. Fraktur akar gigi, terlihat garis radiolusen horizontal pada akar

11

2.2.3 fraktur mahkota akar


Fraktur mahkota-akar melibatkan kedua mahkota dan akar. Meskipun fraktur rumit
dapat terjadi, fraktur mahkota-akar biasanya melibatkan pulpa. Gigi permanen memiliki
kemungkinan 2 kali lebih banyak daripada gigi sulung. Kebanyakan mahkota dan akar
fraktur gigi anterior adalah hasil dari trauma langsung. Banyak gigi posterior cenderung
mengalami fraktur dengan restorasi besar atau karies yang luas.
Gejala Klinis
Hal yang khas pada fraktur mahkota akar adalah gigi memanjang miring dari
permukaan labial dekat gingiva sepertiga dari mahkota ke posisi apikal untuk perlekatan
gingiva pada permukaan lingual. Perpindahan fragmen biasanya minimal. fraktur mahkotaakar bermanifestasi dengan perdarahan dari pulpa. Karena gigi ini sensitif terhadap
tekanan oklusal yang dapat menyebabkan pemisahan fragmen, pasien dengan mahkota
dan fraktur akar biasanya mengeluh nyeri selama pengunyahan.
Gambaran radiografi
Identifikasi fraktur mahkota-akar sama seperti mengidentifikasi fraktur akar karena
jumlah fragmen distraction, primer x-ray beam angulation, dan artefak berasal dari bahan
restoratif intrakanal.
Penanganan
Menghilangkan fragmen koronal memungkinkan terjadinya perluasan fraktur. Jika
fragmen koronal termasuk 3 sampai 4 mm akar klinis, kesuksesan restorasi gigi diragukan,
dan penghapusan akar sisa dianjurkan. Jika mahkota-akar fraktur yang berorientasi
vertikal, prognosis buruk terlepas dari pengobatan. Jika pulpa tidak terkena dan fraktur
tidak memperpanjang lebih dari 3 sampai 4 mm di bawah lampiran epitel, pengobatan
konservatif mungkin berhasil. Mahkota tidak rumit dan akar fraktur yang sering ditemui
pada gigi posterior, dan gigi cenderung restorable dengan prosedur pemanjangan mahkota.

12

2.3 Trauma pada tulang fasial


Fraktur wajah paling sering mempengaruhi tulang zygomatic mandibula dan, pada
tingkat lebih rendah, rahang atas. Radiografi memainkan peran penting dalam diagnosis
dan penangan dari cedera traumatis tulang wajah lainnya.
Tanda-tanda Superficial cedera seperti pembengkakan jaringan lunak, pembentukan
hematoma, atau perdarahan dari laserasi atau abrasi dapat dilakukan dengan fokus
pemeriksaan radiologis. Luka lokal dapat diselidiki dengan radiografi biasa. Dalam hal ini,
penting untuk membuat setidaknya dua pandangan untuk menilai keberadaan, lokasi, luas,
dan perpindahan fraktur. Beberapa fraktur mungkin tidak mudah terlihat jika sinar x-ray
tidak berorientasi sejajar dengan bidang fraktur. Lebih umum lagi, radiografi digantikan
oleh CT, bahkan untuk luka lokal.
2.3.1 Mandibular Fracture
Sisi fraktur mandibula yang paling umum adalah Condylus, body, dan angulus,
diikuti dengan kurang sering oleh daerah parasymphyseal, ramus, processus Coronoideus,
dan Processus alveolar. Trauma mandibula sering dikaitkan dengan cedera lainnya, paling
sering gegar otak (hilangnya kesadaran) dan fraktur lainnya, biasanya dari rahang atas,
tulang zygomatic, dan tengkorak.
Penyebab paling umum dari fraktur mandibula adalah penyerangan, jatuh, dan
cedera olahraga. Fraktur mandibula paling banyak terjadi pada individu berusia antara 16
dan 35 tahun, dan cedera pada laki-laki tiga kali lebih umum dibandingkan pada wanita.
2.3.1.1 Mandibula Body Fractures
Definisi
Mandibula adalah tulang wajah yang paling sering retak. Penting untuk menyadari
bahwa Mandibula Body Fracture di satu sisi sering disertai dengan fraktur leher condylus
di sisi berlawanan. Trauma pada anterior rahang bawah dapat menyebabkan fraktur
unilateral atau bilateral dari leher condylar. Ketika kekuatan berat lokal diarahkan posterior
mandibula, mungkin ada fraktur juga di angulus, ramus, atau bahkan processus
Coronoideus. Pada anak-anak, Mandible Body Fracture biasanya terjadi di daerah anterior.
Fraktur mandibula diklasifikasikan ada yang menguntungkan atau tidak
menguntungkan, tergantung pada orientasi bidang yang patah. Fraktur yang tidak
menguntungkan adalah Fraktur yang di mana aksi otot yang melekat pada fragmen
mandibula menggantikan fragmen dari satu sama lain. Sebagai contoh, jika sebuah bidang
Mandibula Body Fracture miring posterior dan inferior dari dasar perbatasan anterior
ramus, masseter dan medial otot pterygoideus dapat menggantikan fragmen Ramal
13

superior dan jauh dari tubuh mandibula. Pada fraktur menguntungkan, aksi otot cenderung
mengurangi fraktur.
Klinis
Sebuah riwayat cedera khas, dibuktikan dengan beberapa bukti dari trauma yang
menyebabkan fraktur, seperti luka pada kulit di atasnya.

Pasien sering mengalami

pembengkakan dan deformitas ketika pasien membuka mulut. Pemeriksaan intraoral dapat
mengungkapkan ecchymosis di dasar mulut. Dalam kasus fraktur bilateral untuk
mandibula, risiko yang ada pada

otot digastricus, mylohyoid, dan omohyoid akan

menggantikan fragmen mandibula anterior posterior dan inferior, menyebabkan tumbukan


pada jalan napas.
Gambaran Radiografi
Pemeriksaan radiografi dari fraktur mandibula diduga dapat mencakup pandangan
intraoral atau oklusal , panorama, postero-anterior atau submentovertex radiografi , atau
CT. Margin bidang fraktur biasanya muncul

tajam ditandai dengan garis radiolusen

pemisahan pada struktur rahang bawah. Fraktur yang divisualisasikan ketika sinar x-ray
berorientasi sepanjang bidang fraktur. Kadang-kadang, margin fraktur tumpang tindih satu
sama lain, sehingga di daerah radiopacity meningkat pada sisi yang fraktur. Fraktur
mandibula Nondisplaced mungkin melibatkan satu atau kedua bukal dan lingual plate
kortikal.

Gambar 21. Gambar panorama dipotong menunjukkan fraktur melalui wilayah


parasymphyseal kanan dan leher condylar patah pada sisi yang sama.

14

Gambar 22. CT menunjukkan parasymphyseal mandibular adanya fraktur di bidang axial


(A) dan coronal (B)

Gambar 23. A, Sebuah gambar miring lateral pada premolar bawah kanan menunjukkan
dua garis fraktur yang berkumpul di korteks inferior. B, Oklusal mandibula dari kasus
yang sama menunjukkan hanya bidang fraktur tunggal. Oleh karena itu dua baris yang
terlihat di A mencerminkan miring dari bidang fraktur yang relatif terhadap sinar x-ray.
Penanganan
Penanganan fraktur mandibula menyajikan berbagai masalah bedah yang
melibatkan pengurangan yang tepat, fiksasi, dan imobilisasi fragmen tulang yang patah.
Fraktur minimal dikelola oleh reduksi tertutup dan fiksasi intermaxillary, sedangkan
fraktur dengan fragmen yang lebih parah mungkin memerlukan reduksi terbuka.
Pengobatan untuk fraktur mandibula body sering kali berisi terapi antibiotik karena akar
gigi mungkin dalam garis fraktur. Ketika garis fraktur melibatkan molar ketiga , gigi
15

sangat mobile, atau gigi dengan setidaknya setengah akar mereka terpapar dalam garis
fraktur, gigi yang terlibat sering diekstraksi untuk mengurangi risiko infeksi dan masalah
dengan fiksasi.
2.3.1.2 Mandibular Condyle Fractures
Definisi
Fraktur yang melibatkan kondilus mandibula dapat dibagi menjadi Condylar Neck
Fracture dan Condylar Head Fracture Condylar Neck Fracture lebih umum berada di
bawah Condylar Head. Ketika Condylar Neck Fracture terjadi, Condylar Head biasanya
bergeser ke medial, inferior, dan anterior sebagai akibat dari kontraksiotot pterygoideus
lateral. Condylar Head Fracture dapat mengakibatkan celah vertikal membagi fragmen
kepala condylar atau dapat menghasilkan beberapa fragmen. Hampir separuh pasien
dengan fraktur condylar juga memiliki Mandibula Body Fracture.

Gambar 24. gambar tomografi multidirectional sagital dan koronal kepala condylar retak.
Kepala condylar telah bergeser ke anterior (panah hitam) pada tampilan sagital (A) dan
medial (panah hitam) pada tampilan koronal (B) sebagai akibat dari kontraksi otot
pterygoideus lateral.

Gambar 25. Proyeksi periorbital dari kondilus mandibula menunjukkan fraktur greenstick
leher condylar.

16

Gambaran Klinis
Gejala klinis Condylar Head retak tidak selalu jelas, sehingga daerah preauricular
harus diperiksa dan teraba dengan hati-hati. Pasien mungkin mengalami nyeri pada
membuka atau menutup mulut atau trismus dari pembengkakan lokal. Open bite anterior
mungkin hadir dengan hanya kontak molar distal dan mungkin ada penyimpangan dari
mandibula pada pembukaan. Sebuah gambaran

yang signifikan menjelaskan bahwa

mandibula pasien menonjol karena otot pterygoideus lateralis melekat kondilus.


Gambaran Radiografik
Fraktur Nondisplaced dari processus condylar mungkin sulit untuk mendeteksi
gambar radiografi atau panorama biasa. CT adalah pilihan penggambaran karena akan
memungkinkan dokter untuk memvisualisasikan hubungan tiga dimensi kepala condylar
yang bergeser ke fossa glenoid dan struktur anatomi yang berdekatan di dasar tengkorak
dan fossa infratemporal
Studi remodelling Condylus retak sebelumnya menunjukkan bahwa orang-orang
muda memiliki potensi rremodelling jauh lebih besar daripada orang dewasa. Pada anakanak yang lebih muda dari 12 tahun, sebagian besar Condylus retak menunjukkan
radiografi morfologi normal setelah penyembuhan, sedangkan pada remaja remodelling
kurang lengkap. Pada orang dewasa, hanya remodelling

kecil diamati. Tingkat

remodellinh juga lebih besar dengan patah tulang kepala condylar dibandingkan dengan
patah tulang leher condylar dengan perpindahan dari kepala condylar. Para cacat yang
paling umum adalah kecenderungan medial kondilus, bentuk abnormal dari kondilus,
memperpendek leher, erosi, dan perataan. Fraktur condylar awal umumnya mengakibatkan
hipoplasia sisi ipsilateral mandibula.

Gambar 26. Contoh dari CT gambar Condylar Neck Fracture bilateral menunjukkan
perpindahan medial kepala condylar sejalan dengan otot pterygoideus lateralis pada
gambar axial (A) dan perpindahan medial di gambar koronal (B dan C); juga di C ada
ankylosis tulang antara leher condylar dan tulang temporal

17

Gambar 27. Gambar CT coronal menunjukkan perpindahan medial dan rotasi fraktur leher
condylar.
Penanganan
Rincian teknis mengobati Fraktur condylar bervariasi berdasarkan apakah satu atau
kedua kondilus yang terlibat, tingkat perpindahan, dan tingkat keparahan fraktur.
Pengobatan ini ditujukan untuk meringankan gejala akut, memulihkan hubungan anatomi
yang tepat, dan mencegah ankilosis tulang. Jika maloklusi berkembang, fiksasi
intermaxillary dapat diberikan dalam upaya untuk mengembalikan oklusi yang tepat.
2.3.1.3 Fracture of Alveolar Processes
Definisi
Fraktur sederhana dari processus alveolar mungkin melibatkan pelat kortikal bukal
atau lingual dari proses alveolar maksila atau mandibula. Umumnya patah tulang ini
berkaitan dengan cedera traumatis ke gigi mengalami luksasi. Beberapa gigi biasanya
terpengaruh, dan bidang fraktur yang paling sering berorientasi horizontal. Beberapa
fraktur memperpanjang melalui seluruh processus alveolar (berbeda dengan fraktur
sederhana yang hanya melibatkan satu piring cortical), dan bidang fraktur mungkin terletak
apikal pada gigi atau melibatkan soket gigi. Ini juga umumnya terkait dengan cedera gigi
dan luksasi dengan atau tanpa fraktur akar.
Klinis
Lokasi umum dari fraktur alveolar adalah anterior rahang atas. Fraktur alveolar
sederhana relatif langka di segmen lengkungan posterior. Di lokasi ini, fraktur lempeng
bukal biasanya terjadi selama pemindahan suatu posterior gigi rahang atas. Fraktur dari
seluruh proses alveolar terjadi pada anterior dan premolar dan dalam kelompok usia yang
lebih tua.
Karakteristik dari fraktur procesus alveolar ditandai maloklusi dengan perpindahan
dan mobilitas fragmen, dan ketika praktisi tes mobilitas gigi tunggal, seluruh fragmen
18

tulang bergerak. Gigi di fragmen akan memiliki suara tumpul dikenali ketika diperkusi dan
gingiva yang melekat mungkin memiliki luka. Tulang terpisah mungkin termasuk sinus
maksilaris, dalam hal perdarahan dari hidung di sisi yang terlibat dapat terjadi serta
ecchymosis dari ruang depan bukal.
Gambaran Radiogafik
Radiografi periapikal, jika mereka dapat dibuat, akan sering tidak mengungkapkan
patah tulang dinding kortikal tunggal dari procssus alveolar, meskipun ada bukti bahwa
gigi telah luksasi. Namun, fraktur lempeng kortikal anterior labial dapat terlihat pada
radiografi oklusal atau pada gambar ekstraoral lateral mandibula jika perpindahan tulang
telah terjadi dan sinar x-ray berorientasi pada sudut dekat kanan ke arah perpindahan
tulang. Fraktur dari kedua pelat kortikal dari proses alveolar biasanya jelas.
Semakin dekat fraktur adalah alveolarcrest, semakin besar kemungkinan bahwa
fraktur akar yang hadir. Mungkin sulit untuk membedakan fraktur akar dari garis fraktur
tumpang tindih tulang alveolar. Beberapa gambar yang dihasilkan dengan sudut proyeksi
yang berbeda dapat membantu dengan diferensiasi ini. Jika bidang fraktur benar-benar
berhubungan dengan gigi, garis tidak bergeser relatif terhadap gigi. Fraktur dari processus
alveolar posterior mungkin melibatkan sinus maksilaris dan mengakibatkan penebalan
abnormal mukosa sinus atau akumulasi darah dan sekresi sinus.

Gambar 28. Kedua gambar menunjukkan fraktur processus alveolar memanjang dari
aspek distal caninus kanan rahang bawah ke arah anterior (panah) dan melalui soket gigi
dari gigi insisivus centralis kanan.
Penanganan
Fraktur dari processus alveolar diperlakukan dengan reposisi gigi dan fragmen
tulang yang terkait dengan tekanan digital. Laserasi gingiva dijahit. Jika gigi permanen
luksasi yang belat dan stabil, fiksasi intermaxillary mungkin tidak diperlukan. Gigi yang
19

telah kehilangan pasokan vaskular mereka akhirnya mungkin memerlukan perawatan


endodontik.
2.3.2

Fraktur Midfacial

2.3.2.1 Fraktur Orbital Wall Blow Out


Definisi
Fraktur orbital wall blow out merupakan hasil trauma yang disebabkan masuknya
benda yang terlalu besar pada rongga orbital, seperti tinju atau bola baseball. Trauma ini
dapat menyebabkan kerusakan pada dinding tulang orbita yang relatif tipis. Daerah
tulang orbita yang paling rentan terhadap trauma adalah dinding inferior yaitu lantai orbital
yang memisahkan rongga ini dari sinus maksiaris dan dinding medial orbital yang dibentuk
oleh papyracea lamina dari tulang ethmoid.
Gambaran Klinis
Fraktur orbital wall blow out memiliki gambaran klinis berupa enophtalmos,
restrictive strabismus, dan rasa baal di infraorbital yaitu di daerah kelopak mata bawah dan
pipi, sampai ke gusi atas. Selain itu ditemukan juga penurunan visus dan vertical diplopia,
ekimosis, ptosis, dan pembengkakan pada daerah periorbital, gerakan bola mata terbatas,
disertai rasa nyri bila bola mata digerakkan, dapat juga ditemukan pendarahan
subconjunctiva

pada

bola

mata.

Pasien

biasanya

mengalamigangguan

dalam

menggerakkan bola mata ke atas, karena terjaadi penjepitan musculus rectus inferior
tempat terjadinya fraktur, selain itu juga dapat diakibatkan oleh kerusakan nervus III.
Pemeriksaan Radiografi

Foto Polos : Caldwell, dan Waters, pemeriksaan ini memiliki angka false
negative sampai sebesar 50%. Pada foto polos dapat ditemukan bayangan opak

pada sinus maksilaris atau sinus ethmoidalis.


USG : Pemeriksaan ini memiliki sensitivitas sebesar 85%
CT Imaging: Merupakan pilihan utama untuk mendiagnosis fraktur blow-out,
disarankan untuk melakukan pemeriksaan CT Imaging dengan potongan
coronal dan axial. Hal ini dilakukan untuk dapat melihat diskontinuitas dari
papyracea lamina di dinding medial orbita atau akumulasi jaeringan lunak di
atap sinus maksilaris. Tidak hanya itu, CT Imaging juga dapat menunjukkan
tingkat kepadatan jaringan lunak pada tulang ethmoid dan sinus maksilaris atau
adanya herniasi lemak dan jebakan otot periorbital melalui defek tulang di

20

lantai orbital. Pada saat melakukan CT Imaging harus diprioritaskan untuk

mendapatkan gambaran lantai dasar orbita dan canalis nervus opticus.


MRI : kurang disarankan karena MRI kurang baik dalam menggambarkan
kondisi tulang, selain itu karena fraktur blow-out disebabkan karena trauma,
pemeriksaan MRI harus dilakukan dengan hati-hati, karena ada kemungkinan
terdapat benda asing di dalam orbita.

Penatalaksanaan
Terapi bedah dapat dicoba untuk pasien yang memiliki dampak pada gerakan mata
sebagai akibat dari jebakan otot atau enophthalmos yang tidak dapat diterima.
2.3.2.2 Fraktur Zygomaticus
Definisi
Fraktur zygomaticus merupakan salah satu fraktur midfasial yang paking sering
terjadi, umumnya sering terjadi pada trauma yang melibatkan bagian tengah wajah, hal ini
terjadi karena posisi os zygomaticus yang agak lebih menonjol dari pada daerah
sekitarnya. Fraktur Zygomaticus terbagi menjadi dua tipe:
a. Fraktur kompleks zygomaticus yaitu os zygomaticus terpisah dari tulangtulang disekitarnya seperti os frontal, os maxilla, os temporal, dan os
sphenoid
b. Fraktur lengkung zygomaticus yaitu fraktur pada processus zygomaticus os
temporalis dan Le Fort tipe II dan III
Fraktur Zygomaticus biasanya merupakan hasil dari pukulan kuat ke pipi atau sisi
wajah. Meskipun fraktur pada daerah ini dapat mengakibatkan perputaran dan pepindahan
fragmen ke arah medial, adanya dukungan dari os temporalis dan musculus masseter dapat
membatasi adanya perpindahan yang terjadi.
Gambaran Klinis
21

Tanda khas yang ada pada fraktur zygomaticus adalah hilangnya tonjoloan
prominen pada daerah zygomaticus. Selain itu hilangnya kurvatur cembung yang normal
pada daerah temporal. Meskipun beritu beberapa gambaran klinis ini mungkin tidak
terlihat lebih lama dari satu jam setelah trauma karena akan tertutup oleh edema. Dalam
kebanyakan kasus, dapat terjadi periorbital ecchymosis dan pendarahan sclera. Gejala
tambahan yang munngkinmuncul, termasuk epitaksis unilateral, anestesi atau paresthesia
pipi, dan gerakan mata terganggu. Adanya diplopia menunjukkan cedera yang signifikan
pada lantai orbital. Gerakan mandibular mungkin akan terbatas apabila terjadi pergeseran
os zygomaticus yang akibat pengaruh processus coronoideous
Pemeriksaan Radiografi

CT Imaging
Keadaan edema akan mengaburkan gambaran klinis yang ada, sehingga
dibutuhkan pemeriksaan penunjang yang dapat memberikan gambaran
mengenai trauma yang ada. CT imaging pada potongan axial maupun coronal
merupakan gold standard pada pasien dengan kecurigaan fraktur zigoma,
untuk mendapatkan pola fraktur, derajat pergeseran, dan evaluasi jaringan
lunak orbital. Secara spesifik CT imaging dapat memperlihatkan keadaan
pilar dari midfasial: pilar nasomaxillary, zygomatico maxillary, infraorbital,

zygomatico frontal, zygomatico sphenoid, dan zygomatico temporal.


Waters projection: memperlihatkan tulang zygomaticus dan

maxillaries.
Subementovertex Projection: untuk memeperlihatkan lengkung tulang dari

sinus

zygomaticus

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan fraktur zygomaticus

tergantung pada derajat pergeseran

tulang, segi estetika dan deficit fungsional. Perawatan fraktur zygomamaticus bervariasi
dari tidak ada intervensi dan observasi meredanya oedem, disfungsi otot ekstraokular, dan
paresthesi hingga reduksi terbuka dan fiksasi interna. Intervensi tidak selalu diperlukan
22

karena banyak fraktur yang tidak mengalami pergeseran atau mengalami pergeseran
minimal. Sebagian besar dari penderita fraktur zygomaticus tidak membutuhkan perawatan
operatif. Jika intervensi diperlukan, perawatan yang tepat harus diberikan seperti fraktur
lain yang mengalami pergeseran yang membutuhkan reduksi dan alat fiksasi.
2.3.2.3 Fraktur Maxilla
Fraktur maxilla ini merupakan fraktur yang kompleks dan bervariasi, sehingga
dibuatkan klasifikasi oleh Le Fort menjadi :
a. Le Fort I (horizontal Fracture)
Definisi
Merupakan fraktur maxilla arah horizontal pada tulang maxilla, dan terjadi
pelepasan tulang alveol rahang atas dari tulang fasial bagian tengah, sehingga
terjadi gerakan bebas dari maxilla, terlihat seperti mengambang, disebut FloatingJaw. Garis fraktur terletak diatas akar gigi-gigi rahang atas, di bagian bawah
tulang zygomatic, meluas melalui 1/3 bawah septum, dan mencakup sinus
maxillaris sampai bagian bawah dari processus Pterygoid. Kadang-kadang dapat
disertai fraktur palatum di regio garis median, ditandai dengan echymosis
disepanjang garis medan palatum.

Gambaran Klinis
Jika garis fraktur berada pada tingkat tinggi, patahan mungkin berada pada
perlekatan otot pterygoideus, yang menarik patahan ke arah posterior dan inferior. Sebagai
Akibatnya, gigi rahang atas posterior berkontak dahulu dengan gigi rahang bawah,
sehingga gigitan anterior terbuka, dagu retruded, dan wajah menjadi panjang. Jika fraktur
berada pada tingkat rendah, tidak ada pergeseran yang dapat terjadi. Gejala lain yang
23

mungkin terjadi adalah pembengkakan dan memar pada mata, nyeri atas hidung dan wajah,
dan kelainan bentuk hidung. Epistaksis tidak bisa dihindari, dan terjadi pengelihatan ganda
sesekali.
Pemeriksaan Radiografi

CT Imaging: memperlihatkan tingkat udara-cairan atau radiopacification


dalam sinus maksilaris. Gambar tampak koronal dapat menunjukkan
bidang fraktur yang meluas kea rah posterior melalui rahang atas,
sedangkan

gambar

mengungkapkan

koronal

atau

keterlibatan os

aksial

pterygoideus

bersama-sama

dapat

ke arah posterior.

Rekonstruksi tiga dimensi dari kumpulan data CT Imaging mungkin


menunjukkan bidang fraktur sehingga menjadi keuntungan terbasar dari

pemeriksaan ini.
Posteroanterior Cephalometric Projection: untuk melihat grais fraktur

dalam jurusan transversal


Lateral Cephalometric of fasial bone: untuk melihat garis fraktur jurusan

sagittal
Waters projection: untuk melihat apakah dasar sinus juga terlibat.

Penatalaksanaan
Jika fraktur tidak mengalami pergeseran dan berada pada relative tingkat rendah
pada rahang atas, dapat diobati dengan fiksasi intermaxillary. Fraktur yang tinggi, dengan
pergeseran patahan ke arah posterior atau dengan pemisahan jelas, membutuhkan fiksasi
craniomaxillary selain fiksasi intermaxillary.
b. Le Fort II (Pyramidal Fracture)
Definisi

24

Fraktur yang dimulai dari os nasal dan meluas melalui os etmoid dan os lacrimal,
turun kebawah melalui sutura zygomaticofacial, berlanjut ke posterior dan lateral melalui
maxilla, dibawah zygomaticus dan kedalam pterigoid.

Gambaran Klinis
Manifestasi dari fraktur ini adalah edema di kedua periorbital, disertai dengan
ekimosis, yang terlihat seperti raccoon sign. Biasanya ditemukan juga hypoesthesia di
nervus infraorbital. Kondisi ini dapat terjadi karena trauma langsung atau karena laju
perkembangan dari edema. Maloklusi biassanya tercatat dan tidak jarang berhubungan
dengan open bite. Pada fraktur ini kemungkinan terjadinya deformitas pada saat palpasi di
area infraorbital dan sutura nasofrontal. Kadang-kadang disertai warna merah kebiruan
dari sclera mata dan konjunctiva, terjadi perdarahan hidung (epistaxis) dan keluarnya
cairan cerebrospinal.
Pemeriksaan Radiografi
Pemeriksaan radiologis menunjukkan fraktur dari tulang hidung, processus frontalis
os maxilla, infraorbital rim, dan lantai orbital. Lebih ke arah inferior dan posterior, dapat
terlihat pemisahan atau pergeseran pada sutura zygomaticomaksilaris serta terputusnya
kontinuitas rima orbital inferior didekat sutura tersebut, dan fraktur dinding lateral sinus
maksilaris dan os pterygoideus. Keterlibatan sel udara pada os ethmoideus, os frontalis,
dan sinus maksilaris akan mengakibatkan penebalan mukosa sinus atau akumulasi kadar
darah-cairan di ruang udara. CT Imaging adalah modalitas pilihan untuk pencitraan fraktur
kompleks tersebut.

25

Penatalaksanaan
Pengobatan fraktur ini dilakukan dengan pengurangan rahang atas yang bergeser
akibat fiksasi intermaxillary, pengurangan terbuka, dan interosseous wiring dari
infraorbital rim dan plating dari fraktur os nasal, nasal septum, dan lantai orbital. Perbaikan
ligamen canthal medial yang terpisah juga mungkin diperlukan. Kebocoran cairan
cerebrospinal membutuhkan perhatian seorang ahli bedah saraf jika dinding posterior atau
superior sinus frontalis yang terlibat.
c. Le Fort III (Craniofacial Disjunction)
Definisi
Merupakan terpisahnya semua tulang muka dari basis crania dengan fraktur
simultan zygomaticus, maxilla, dan os nasal. Garis fraktur meluas ke posterolateral melaui
os etmoid, orbits, dan sutura pterygomaxilla samapi kedalam fossa sphenopalatina.

26

Gambaran Klinis
Tanda yang terjadi pada kasus fraktur ini adalah remuknya wajah disertai adanya
mobilitas tulang zygomatikomaksila kompleks yang menyebabkan terdesaknya bagian
tengah dari region nasal ke arah dalam. Fraktur ini disertai pula dengan keluarnya cairan
cerebrospinal, edema, dan ekimosis periorbital.
Pemeriksaan Radiografi
Pemeriksaan radiologis utama yang ditemukan adalah gangguan dari frontonasal,
frontomaxillary, zygomaticofrontal, dan sutura zygomaticotemporal melalui os nasalis,
processus frontalis os maxillaris, lantai orbital, dan pterigoid. Fraktur terkait yang
melibatkan dinding dari semua sinus paranasal menghasilkan tingkat udara-cairan
radiopaque dengan penebalan mukosa. Rekonstruksi tiga dimensi dari CT Imaging
menunjukkan bidang fraktur.

27

Penatalaksanaan
Fraktur Le Fort III secara esensial merupakan kombinasi fraktur zigoma bilateral
dan fraktur pada kompleks nasal-orbital-ethmoid (NOE). Terdapatnya jejas yang remuk
dan parah bervariasi, tetapi prinsip perawatannya identik dengan yang lain.
Prinsip

umum

perawatan

fraktur

ini

yaitu,

reduksi

dan

imobilisasi

zigomatikofrontal, zigomatikotemporal, dan sutura nasofrontal, serta reduksi yang tepat


dari maksila ke wajah tengah inferior. Pada gilirannya, oklusi yang baik harus didapatkan
untuk mendapatkan posisi anteroposterior dan lateral wajah tengah.

28

DAFTAR PUSTAKA

John R, Pramod. Textbook Of Of Dental Radiology. Kochi: Jaypee Brothers Medical


Publishers (P)LTD, 2011. Print.
White SC. Pharoah MJ., 2014 Oral Radiology Principles and Interpretation. 7 thed., St. Louis:
Sauders Elsevier.

29

Anda mungkin juga menyukai