Anda di halaman 1dari 24

Pemeriksaan dan Diagnosis Dini Penyakit Periodontal Sebagai

Pencegahan

Dosen Pembimbing: Mahasiswa:

Armia Syahputra, drg., Sp.Perio (K) Dina Hudiya Nadana Lubis


NIP. 19830814 200912 1 004 NIM 180631013

DEPARTEMEN PERIODONSIA
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2021
Pemeriksaan dan Diagnosis Dini Penyakit Periodontal Sebagai Pencegahan
Preshaw Detection and diagnosis of periodontal
conditions amenable to prevention. BMC Oral Health 2015 15(Suppl 1):S5.

Abstrak:
Gingivitis dan periodontitis kronis adalah penyakit inflamasi kronis yang
sangat umum. Sebagian besar orang terkena gingivitis, dan berlanjut menjadi
periodontitis yang diperkirakan menegenai 5-15% orang dewasa. Deteksi dan
diagnosis penyakit umum ini merupakan komponen yang sangat penting dari
perawatan kesehatan mulut. Semua pasien harus menjalani pemeriksaan periodontal
sebagai bagian dari pemeriksaan oral rutin. Skrining periodontal menggunakan
metode seperti Basic Periodontal Examination/Community Periodontal Index atau
Periodontal Screening Record harus dilakukan untuk semua pasien baru sebagai
bagian dari perawatan kesehatan mulut yang berkelanjutan. Apabila periodontitis
teridentifikasi maka diperlukan pemeriksaan periodontal lengkap, yang mencakup
pencatatan data probing dan perdarahan pada mulut penuh, yang bersamaan dengan
penilaian parameter relevan lainnya seperti skor plak, keterlibatan furkasi, resesi dan
mobilitas gigi. Pemeriksaan radiografi pada tulang alveolar tergantung pada kondisi
klinis, dan pemeriksaan ini diperlukan untuk menilai kerusakan tulang pada pasien
dengan periodontitis. Penilaian risiko (seperti menilai status diabetes dan merokok)
dan manajemen risiko (seperti mendorong berhenti merokok) harus membentuk
komponen sentral dari terapi periodontal. Artikel ini memberikan panduan kepada tim
perawatan kesehatan mulut mengenai metode dan frekuensi pemeriksaan klinis dan
radiografi yang sesuai untuk menilai status periodontal, untuk memungkinkan untuk
mendeteksi dan diagnosis kondisi periodontal yang tepat.

Pendahuluan
Secara umum penyakit periodontal merupakan kondisi peradangan kronis
yang mempengaruhi jaringan pendukung gigi. Dalam istilah yang luas, dan paling
relevan dengan komunitas global, penyakit periodontal termasuk gingivitis (gingivitis
yang diinduksi plak) dan periodontitis kronis. Makalah ini berbentuk tinjauan naratif
yang membahas tentang cara pemeriksaan dan diagnosis gingivitis dan periodontitis
kronis, yang merupakan lesi periodontal yang dapat dicegah.
Patogenesis penyakit periodontal
Gingivitis dan periodontitis kronis merupakan kondisi peradangan kronis yang
sangat umum. Selama 40-50 tahun terakhir telah terjadi transformasi dalam
pemahaman kita tentang patogenesis kondisi umum tersebut. Peranan plak bakteri
dalam memulai terjadinya peradangan gingiva sudah tidak diragukan lagi, dan
pertama kali ditunjukkan dalam studi gingivitis eksperimental pada tahun 1960 [1].
Sebagian besar pada tahun 1960-an dan 1970-an didominasi oleh konsep perawatan
yang difokuskan secara eksklusif pada penghilangan kalkulus dan sementum akar
“nekrotik” yang diyakini terinfeksi oleh bakteri toksik seperti lipopolisakarida (LPS).
Namun, penelitian yang sedang berlangsung pada 1980-an dan 1990-an menghasilkan
peningkatan kesadaran tentang pentingnya respons host inflamasi sebagai penentu
pentingnya risiko penyakit [2,3].
Adanya kemajuan teknologi pada bidang mikrobiologi, imunologi dan
inflamasi, menyadarkan bahwa inflamasi merupakan inti dari respons destruktif yang
mengarah pada kerusakan jaringan yang secara dikenal sebagai gingivitis dan
periodontitis. Akumulasi bakteri plak di lingkungan subgingiva menghasilkan difusi
produk bakteri dan racun yang melintasi epitel junctional ke jaringan inang.
Akibatnya, inang meningkatkan respons imun-inflamasi yang dicirikan oleh jaringan
kompleks interaksi seluler dan molekuler pada jaringan inang. Kompleksitas interaksi
ini telah dijelaskan secara rinci [4,5] dan pemahaman kita tentang mekanisme ini
kemungkinan besar akan berubah dan berkembang dengan penelitian lebih lanjut dan
inovasi teknologi. Prinsip yang mendasari adalah bahwa respon imun / inflamasi
terhadap biofilm subgingiva sangat bervariasi antar individu, dan dikendalikan pada
sejumlah regulasi (misalnya sitokin pro dan anti inflamasi), genetik, dan level
epigenetik.
Peradangan dibutuhkan untuk melindungi inang dari serangan bakteri, tetapi
peradangan yang berkepanjangan dan / atau berlebihan menyebabkan kerusakan
jaringan. Sekarang penyakit periodontal dianggap sebagai peradangan kronis yang
tidak dapat diselesaikan yang dimulai dan dipertahankan oleh bakteri subgingiva,
proses menghilangkan bakteri yang tidak efektif, dan waktu yang lama, menyebabkan
kerusakan jaringan yang dikenal sebagai periodontitis [6, 7]. Penting untuk dicatat
bahwa gingivitis merupakan kondisi yang dapat disembuhkan, jika peradangan dapat
dikendalikan. Hal ini biasanya dapat dicapai dengan meningkatkan kebersihan mulut
dan mengurangi biofilm bakteri [8,9]. Jika biofilm tidak terkontrol, gingivitis akan
menetap, dan pada beberapa pasien, dapat berkembang menjadi periodontitis [10].
Periodontitis dibedakan dari gingivitis dengan kerusakan progresif dari serat ligamen
periodontal ("hilangnya perlekatan") yang mengakibatkan peningkatan kedalaman
probing, resorpsi tulang alveolar, dan kerusakan jaringan yang terjadi sebagian besar
bersifat ireversibel.
Pemahaman kami saat ini tentang patogenesis periodontitis adalah bahwa
kerentanan terhadap penyakit ("penyakit" adalah manifestasi klinis yang diakibatkan
oleh peradangan yang menetap dan kerusakan jaringan) tampaknya sangat ditentukan
oleh sifat dari respons host inflamasi. Dalam studi eksperimental klasik tentang
gingivitis tahun 1960-an, tercatat bahwa peradangan berkembang lebih cepat pada
beberapa individu dibandingkan dengan orang lain, meskipun akumulasi plaknya
sama [1]. Baru-baru ini, studi gingivitis eksperimental terkontrol menunjukkan hasil
yang sama, yaitu bahwa intensitas peradangan gingiva sangat bervariasi antara
individu yang diikuti dengan akumulasi plak, menunjukkan bahwa kerentanan
terhadap penyakit bervariasi antar individu karena perbedaan dalam respon host
inflamasi [11], bukan sepenuhnya karena perbedaan jumlah dan / atau komposisi plak
bakteri.
Pentingnya respon host dalam menentukan kerentanan terhadap periodontitis
kronis didokumentasikan dengan jelas dalam studi observasi longitudinal yang
dilakukan terhadap pekerja perkebunan teh di Sri Lanka. Orang-orang ini tidak
pernah melakukan perawatan gigi, tidak secara rutin menggunakan produk kebersihan
mulut konvensional, dan menunjukkan terdapat deposit plak dan kalkulus secara
menyeluruh. Namun, dalam populasi ini, sekitar 11% dianggap stabil, tidak ada bukti
perkembangan terjadinya periodontitis, kelompok lain (81%) menunjukkan
perkembangan periodontitis sedang, dan 8% menunjukkan perkembangan penyakit
yang cepat [12]. Studi longitudinal pasien pada program pemeliharaan periodontal
jangka panjang juga melaporkan bahwa subkelompok kecil pasien tampaknya sangat
rentan terhadap penyakit, dengan perkembangan periodontitis yang terjadi meskipun
perawatan pemeliharaan terus berlangsung [13,14].
Prevalensi penyakit periodontal
Penyakit peridontal yang diinduksi oleh plak memiliki prevalensi sangat
tinggi. Namun, perkiraan prevalensi untuk periodontitis telah banyak berubah selama
bertahun-tahun, sebagai akibat dari perubahan metode yang digunakan untuk
mendeteksi keberadaan penyakit dalam studi epidemiologi [15]. Dengan demikian,
pada tahun 1950-an dan 1960-an, penggunaan indeks periodontal seperti Indeks
Russell (yang mengasumsikan kontinuitas antara inflamasi gingiva dan periodontal)
menghasilkan anggapan bahwa penyakit periodontal ada di mana-mana, dan tidak
dapat dihindari bahwa semua orang dewasa akan berkembang mengalami
periodontitis. [16]. Namun, penelitian yang lebih baru menunjukkan bahwa,
prevalensi gingivitis dan periodontitis ringan sangat tinggi, bukan seperti
periodontitis yang parah seperti yang diperkirakan sebelumnya [16].
Banyak studi epidemiologi yang telah menggunakan CPITN (Community
Periodontal Index of Treatment Need) [17] untuk mengidentifikasi periodontitis.
Kelebihan metode ini adalah cepat dan mudah dilakukan, serta dapat dipahami dan
digunakan di seluruh dunia. Di sisi lain, keterbatasan seperti penilaian kedalaman
probing saja, tidak memberikan informasi apa pun tentang hilangnya perlekatan.
Selain itu, hanya mencatat skor yang paling parah di setiap sektan (dan karena itu
tidak memberikan informasi lengkap tentang tingkat dan keparahan penyakit dalam
kasus yang lebih lanjut) [18]. Sistem penilaian CPITN yang awalnya dijelaskan
adalah hubungan antara skor CPITN dan kebutuhan perawatan; Namun, hubungan ini
agak dipertanyakan, dan iterasi yang lebih baru dari sistem penilaian telah
menamainya sebagai CPI (Community Periodontal Index), dengan penghapusan
komponen “kebutuhan perawatan” [15]. Adaptasi CPI (atau CPITN) juga telah
disediakan oleh American Dental Association dan American Academy of
Periodontology (“Periodontal Screening Record”, PSR), dan Society of
Periodontology (“Basic Periodontal Examination”, BPE) [ 19-21] (Tabel 1).
Tabel 1. Kode penilaian pemeriksaan periodontal dasar (BPE) [19]
Kode Deskripsi
0 Tida ada poket > 3,5 mm, (-) kalkulus, (-) perdarahan gingiva
1 Tida ada poket > 3,5 mm, (-) kalkulus, (+) perdarahan gingiva
2 Tida ada poket > 3,5 mm, (+) kalkulus supra/sub gingiva
3 Kedalam probing 3,5 -5,5 mm (Poket 4-5 mm)
4 Kedalaman probing > 5,5 mm (Poket ≥ 6 mm)
* Keterlibatan furkasi
Catatan: baik nomor dan * harus dicatat jika furkasi terdeteksi - mis. skor
untuk sektan: 3 * (misalnya menunjukkan kedalaman probing 3,5-5,5 mm
ditambah keterlibatan furkasi dalam sekstan). Skor tertinggi dicatat untuk
setiap seksan.

Perhatian metodologi dalam epidemiologi periodontal adalah apakah akan


menggunakan catatan status periodontal dari mulut parsial atau mulut penuh. Jelas,
catatan mulut parsial lebih cepat dilakukan daripada catatan mulut penuh, dan hal ini
mungkin penting ketika melakukan penyaringan sejumlah besar individu. Namun,
diketahui bahwa catatan mulut parsial menghasilkan perkiraan yang terlalu rendah
dari prevalensi penyakit [22 25]. Oleh karena itu, telah dicatat bahwa hasil CPI dapat
merendahkan prevalensi penyakit periodontal, meskipun, di sisi lain, telah diakui
sangat cocok untuk mengidentifikasi individu yang (dan yang terus) sehat secara
periodontal [22] .
Pertimbangan utama adalah definisi kasus yang digunakan untuk
menunjukkan pasien sebagai kasus periodontitis. Jelasnya, prevalensi periodontitis
yang dihitung secara fundamental tergantung pada definisi kasus yang digunakan
untuk menetapkan diagnosis periodontitis [26]. Definisi kasus untuk periodontitis
yang akan digunakan dalam studi epidemiologi telah dibuat (Tabel 2) [27-29].
Walaupun penting dalam penentuan kriteria untuk menetapkan kasus periodontitis
dalam studi epidemiologi, informasi yang lebih komprehensif mungkin diperlukan
oleh dokter ketika menilai keberadaan, luas dan keparahan periodontitis pada masing-
masing pasien.

Tabel 2. Definisi kasus periodontitis dalam studi epidemiologi


Penulis Keparahan Kasus Definisi Kasus
Terdapat kehilangan perlekatan
Tonetti & Claffey, 2005. Kasus ringan/ baru
proksimal ≥ 3 mm pada ≥ 2 gigi
Consensus report of the mulai terjadi
yang tidak berdekatan
5th
Terdapat kehilangan perlekatan
European Workshop on
Kasus berat proksimal ≥ 5 mm pada 30%
Periodontology [28]
gigi yang ada.
kehilangan perlekatan ≥ 3 mm
pada dua atau lebih bagian
interproksimal dan kedalaman
probing ≥ 4 mm pada dua atau
Periodontitis ringan
lebih bagian interproksimal,
tidak pada gigi yang sama, atau
satu bagian dengan kedalaman
Page & Eke, 2007. US probing ≥ 5 mm
Centre for Diseases Kehilangan perlekatan ≥ 4 mm
Control and pada dua atau lebih bagian
Prevention (CDC) and interproksimal, tidak pada gigi
American Academy of Periodontitis sedang yang sama, atau kedalaman
Periodontology (AAP) probing ≥ 5 mm pada dua atau
[27,29] lebih bagian interproksimal,
tidak pada gigi yang sama
Kehilangan perlekatan ≥ 6 mm
pada dua atau lebih bagian
interproksimal, tidak pada gigi
Periodontitis berat
yang sama, dan kedalaman
probing ≥ 5 mm pada satu atau
lebih bagian interproksimal

Ketika mempertimbangkan sejumlah besar studi nasional tentang


epidemiologi periodontal yang telah dilakukan [16], dan mengingat teknik
metodologi dan definisi kasus yang berbeda yang digunakan untuk menentukan kasus
periodontitis, secara umum diperkirakan bahwa 5-15% orang dewasa pada populasi
yang telah diteliti memiliki periodontitis kronis yang parah (dibuktikan dengan
memiliki, misalnya, setidaknya satu poket periodontal ≥ 6 mm) [16]. Estimasi
prevalensi untuk periodontitis sedang (misalnya kedalaman probing maksimum 4-6
mm) kurang tepat, tetapi mungkin dalam kisaran 30-50% orang dewasa [16]. Adanya
kekurangan data yang tepat mengenai prevalensi gingivitis, yang umumnya dianggap
sangat tinggi, mungkin mempengaruhi sebagian besar (misalnya> 75%) orang.
Keterbatasan utama dalam pemahaman kami saat ini adalah bahwa kami tidak
memiliki kemampuan untuk mengenali dibagian mana gingivitis akan berkembang
menjadi periodontitis, atau, bagian dengan periodontitis mana yang akan berkembang
lebih jauh. Padahal studi eksperimental mungkin layak dilakukan pada hewan untuk
mempelajari transisi dari gingivitis ke periodontitis, namun masalah etika
menghalangi jenis eksperimen yang sama untuk dilakukan pada manusia. Selain itu,
juga telah dibuktikan (pada hewan percobaan) bahwa bahkan gingivitis yang sudah
berlangsung lama tidak selalu berkembang menjadi periodontitis [30]. Juga tidak
mungkin untuk menentukan, dengan akurat, bagian mana yang mengalami kerusakan
jaringan yang progresif. Sebaliknya, kami mengandalkan pemeriksaan tanda-tanda
kerusakan jaringan yang terjadi sebelumnya, melalui penggunaan probe periodontal
(untuk mendeteksi hilangnya perlekatan dan peningkatan kedalaman probing) dan
radiografi (untuk mendeteksi riwayat terjadinya kerusakan tulang alveolar).
Penilaian faktor risiko
Telah diketahui dengan baik bahwa sejumlah paparan lingkungan secara
signifikan meningkatkan risiko periodontitis. Yang paling menonjol di antaranya
adalah merokok dan diabetes. Merokok telah lama dikenal sebagai faktor risiko
periodontitis, dengan peningkatan risiko relatif 1,4 hingga lima kali lipat untuk
periodontitis di kalangan perokok dibandingkan dengan non-perokok [31]. Juga telah
dilaporkan, berdasarkan data dari National Health and Nutrition Examination Survey
III (NHANES III) yang dilakukan antara 1988 dan 1994, bahwa merokok (merokok
saat ini atau sebelumnya merokok) mungkin bertanggung jawab untuk sekitar
setengah dari kasus periodontitis di antara orang dewasa di Amerika Serikat, dengan
implikasi bahwa sebagian besar kasus periodontitis kronis dapat dicegah melalui
pencegahan dan penghentian merokok [32]. Untuk mendukung hal ini, penghentian
merokok telah dikaitkan dengan hasil yang lebih baik dari terapi periodontal [33], dan
harus membentuk komponen sentral dari manajemen periodontal semua pasien
perokok, termasuk pasien dengan dan tanpa periodontitis.
Diabetes juga diakui sebagai faktor risiko utama untuk periodontitis, dengan
diabetes yang tidak terkontrol meningkatkan risiko periodontitis sekitar 3 kali lipat
[34]. Mekanisme yang tepat dimana diabetes meningkatkan risiko periodontitis belum
sepenuhnya dipastikan, tetapi hampir pasti berhubungan dengan modifikasi
mekanisme inflamasi dan imun yang meningkatkan kerentanan terhadap kondisi
tersebut [35]. Kontrol tingkat glikemik penting dalam menentukan risiko; dengan
demikian, orang dengan diabetes yang terkontrol dengan baik berada pada risiko
minimal / tidak ada peningkatan untuk periodontitis dibandingkan dengan mereka
yang tidak menderita diabetes, sedangkan orang dengan diabetes yang tidak
terkontrol memiliki risiko yang jauh lebih besar [34].
Mengingat pentingnya faktor-faktor seperti merokok dan diabetes dalam
risiko periodontitis, penilaian risiko harus membentuk komponen standar penilaian
periodontal. Hal ini dilakukan sebagai bagian dari anamnesis dan pemeriksaan, dan
setiap upaya harus dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan faktor risiko
sebagai bagian dari terapi periodontal. Pendekatan sistematis harus digunakan saat
mendapatkan riwayat dari pasien. Berkenaan dengan faktor risiko sistemik utama dari
merokok dan diabetes, beberapa pertanyaan yang perlu ditanyakan meliputi:
 Apakah anda merokok, jika ya, selama berapa tahun, dan berapa batang rokok
per hari?
 Jika sebelumnya Anda merokok, kapan Anda berhenti? Dan, sebelumnya,
berapa tahun Anda merokok, dan kira-kira berapa batang per hari?
 Berkenaan dengan diabetes Anda, bagaimana Anda menilai tingkat
pengendalian diabetes Anda (misalnya baik / buruk)? Tahukah Anda berapa
pengukuran HbA1c (hemoglobin terglikasi) terbaru Anda?
Dalam kasus pasien dengan diabetes yang tidak terkontrol dengan baik dan
periodontitis berat, mungkin juga berguna untuk berhubungan dengan dokter medis
pasien sehingga mereka juga dapat menekankan pentingnya meningkatkan kesehatan
periodontal (dan juga memaksimalkan kontrol glikemik) sebagai bagian dari
keseluruhan perawatan.
Untuk meringkas pengetahuan saat ini, diketahui bahwa akumulasi dari hasil
biofilm subgingiva dalam respon imun dan inflamasi yang mengarah pada
perkembangan gingivitis, dan dalam beberapa kasus, periodontitis. Onset dan
kecepatan perkembangan periodontitis sangat bervariasi dari orang ke orang, dan
beberapa faktor (mikrobiologi, lingkungan, kekebalan dan inflamasi) berinteraksi
untuk menentukan kerentanan individu terhadap penyakit. Oleh karena itu,
pemeriksaan pasien periodontitis tidak hanya fokus pada penilaian rinci dari kondisi
klinis, tetapi juga harus mencakup penilaian risiko penyakit.
Pemeriksaan penyakit periodontal
Pemeriksaan penyakit periodontal sangat kompleks dan membutuhkan
keahlian yang tinggi, baik sebagai komunikator untuk memahami masalah pasien,
maupun sebagai operator klinis untuk mendeteksi penyakit. Faktor kunci dari
pemeriksaan klinis akan dijelaskan.
1. Pemeriksaan klinis dan probing periodontal
Pemeriksaan gingiva dan jaringan periodontal harus dilakukan dalam urutan
yang logis. Sebagian besar operator memulai dengan pemeriksaan visual jaringan
gingiva untuk menilai (secara subyektif) ada tidaknya inflamasi gingiva (dengan
menilai warna dan derajat pembengkakan jaringan) serta penilaian awal tingkat
kebersihan mulut ( menilai kadar plak dan kalkulus). Setelah itu, dilakukan penilaian
kedalaman probing. Keputusan pertama yang harus diambil adalah pilihan probe
periodontal. Untuk studi epidemiologi, pemeriksaan Community Periodontal Index
(CPI) Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dapat digunakan, untuk menetapkan skor
pada setiap sektan, tergantung pada bagian yang paling banyak terkena (seperti yang
ditunjukkan pada Tabel 1). Probe CPI WHO dirancang khusus untuk tujuan ini,
dengan ujung tip berdiameter 0,5 mm (untuk meminimalkan penetrasi probe ke
jaringan lunak dan juga untuk membantu dalam mendeteksi kalkulus), penanda hitam
antara 3,5 dan 5,5 mm, dan lingkaran pada 8,5 dan 11,5 mm. Namun, untuk pasien
individu dalam praktek klinis, informasi yang lebih rinci mungkin diperlukan,
terutama untuk pasien dengan periodontitis, sehingga kedalaman probing yang tepat
di seluruh gigi dapat dicatat. Berbagai probe periodontal yang dapat digunakan
seperti probe manual (misalnya Williams, UNC PCP-15) atau probe periodontal
terkomputerisasi (misalnya probe Florida). Di sisi lain, mencatat grafik periodontal
lengkap untuk pasien periodontal yang sehat pada setiap kunjungan akan memakan
waktu dan tenaga yang berlebihan, dan bahkan dapat menghalangi pasien untuk
mengunjungi dokter gigi. Rekomendasi mengenai probing periodontal diberikan pada
Tabel 3, menurut (dalam istilah luas) jenis pasien yang sedang dinilai.

Tabel 3. Rekomendasi penilaian status periodontal dengan menggunakan probing


periodontal
Tipe Pasien Tipe Kapan Digunakan Alasan
Probe
Pasien yang WHO Setiap kunjungan CPI / BPE / PSR diketahui
tidak CPI check-up (setidaknya memiliki hasil perkiraan
periodontitis setiap tahun) yang terlalu rendah dari
keparahan penyakit
periodontal pada pasien
dengan periodontitis.
Namun, ini sangat cocok
untuk mengidentifikasi
individu yang tidak
menderita periodontitis.
Oleh karena itu, karena
relatif cepat dan mudah
dilakukan, pemeriksaan ini
harus digunakan untuk
menskrining pasien yang
tidak memiliki periodontitis
secara teratur sebagai bagian
dari kunjungan "check-up"
rutin mereka.
Pasien dengan UNC Sebelum perawatan Untuk pasien dengan
periodontitis PCP-15 untuk mencatat status periodontitis (ditunjukkan
(baru periodontal dasar. dengan kode 3 atau kode 4
didiagnosa) Pasca perawatan dari CPI / BPE / PSR), maka
(kurang lebih 3 bulan) direkomendasikan grafik
untuk menilai respon periodontal yang lebih rinci.
terhadap terapi awal Untuk pasien dengan skor
dan menentukan kode 4, maka grafik
kebutuhan perawatan periodontal lengkap harus
di masa mendatang dilakukan untuk
mendapatkan catatan
perawatan awal (6 bagian
per gigi). Grafik pasca
perawatan harus dilakukan
setelah terapi awal (non-
bedah), biasanya pada 3
bulan pasca perawatan awal,
untuk menilai respons dan
menentukan langkah
selanjutnya (misalnya terapi
non-bedah yang lebih
banyak, intervensi bedah).
Pasien dengan UNC Setiap tahun Untuk pasien yang menjalani
periodontitis PCP-15 (meskipun mungkin perawatan pemeliharaan
yang dirawat, probing lebih sering periodontal, harus dilakukan
yang diperlukan jikapembuatan grafik
sekarang khawatir tentang periodontal lengkap (6
dalam fase bagian atau gigibagian per gigi) setidaknya
pemeliharaan tertentu, atau jika ada setiap tahun untuk menilai
(perawatan bukti perkembangan bukti perkembangan
periodontal penyakit yang sedang penyakit.
suportif) berlangsung)
CPI WHO: World Health Organisation Community Periodontal Index probe
UNC PCP-15: Probe periodontal PCP-15 University of North Carolina
(contoh probe periodontal manual, probe lain juga dapat digunakan

Kekuatan probing yang digunakan selama pemeriksaan klinis jelas berpotensi


mempengaruhi pengukuran yang dicatat, seperti halnya derajat inflamasi pada
jaringan gingiva dan periodontal. Secara umum, dengan adanya inflamasi, ujung
probe menembus dasar dari epithelium junctional, menyebabkan perkiraan kedalaman
poket yang berlebih, sedangkan dengan tidak adanya inflamasi, ujung probe tidak
mencapai dasar dari junctional epithelium [36 ]. Untuk alasan ini, penting untuk
dicatat bahwa kedalaman probing yang diukur tidak sama persis dengan kedalaman
poket yang sebenarnya, dan untuk alasan ini, istilah "kedalaman probing" (atau
"kedalaman probing poket ") harus digunakan (sebagai perbandingan terhadap
"kedalaman poket"). Kekuatan probing yang optimal harus dipilih untuk mencapai
pengukuran kedalaman probing yang seakurat mungkin (yaitu tidak secara signifikan
melebihi atau di bawah perkiraan kedalaman poket) sementara juga menjadi
senyaman mungkin bagi pasien (mengenali bahwa jaringan yang meradang di mana
probe menembus epitel junctional lebih mungkin menyakitkan saat probing
dibandingkan dengan jaringan yang tidak meradang). Secara umum diketahui bahwa
gaya probing optimal adalah sekitar 0,20-0,25 N (setara dengan sekitar 20-25 g) [36].
Namun, bagi dokter, sulit untuk menilai jumlah kekuatan gaya tersebut hal ini dapat
dijelaskan secara alternatif sebagai tekanan yang diperlukan untuk memucatkan
jaringan ketika titik probe ditempatkan di bawah thumbnail, atau, sebagai tekanan
yang diperlukan untuk menekan kulit pada bantalan ibu jari sekitar 1 mm.
Cara yang sistematis harus dilakukan saat evaluasi skrining menggunakan CPI
/ BPE / PSR dan setiap sektan harus sepenuhnya dinilai sebelum beralih ke sektan
berikutnya. Tidak ada urutan probing yang benar atau salah; Masalah utamanya
adalah sistematis sehingga tidak ada bagian yang terlewat. Beberapa praktisi
mengikuti urutan sebagai berikut: kanan atas, anterior atas, kiri atas, kiri bawah,
anterior bawah, kanan bawah. Orang lain mungkin lebih suka dimulai dari kanan ke
kiri pada semua kuadran.
Saat mencatat kedalaman probing periodontal mulut penuh (dalam kasus
pasien dengan periodontitis) harus dengan menggunakan cara yang sistematis. Cara-
cara yang umum adalah sebagai berikut:
• permukaan bukal rahang atas (dari kanan ke kiri)
• permukaan palatal rahang atas (dari kiri ke kanan)
• permukaan bukal rahang bawah (dari kanan ke kiri)
• permukaan lingual rahang bawah (dari kiri ke kanan)
Pengukuran kedalaman probe dicatat di 6 bagian per gigi (mesio-buccal, mid-
buccal, disto-buccal, mesio-palatal, mid-palatal, disto-palatal). Perdarahan saat
probing (BOP) juga harus dicatat ada atau tidak ada di setiap bagian setelah probing,
yang memberikan informasi (agak terbatas) tentang tingkat peradangan di jaringan
periodontal. Sedangkan adanya BOP di bagian yang terisolasi bukan merupakan
indikator yang sangat baik dari peradangan "aktif" atau risiko perkembangan penyakit
[37], tidak adanya BOP merupakan indikator yang cukup baik untuk kesehatan
periodontal dan stabilitas jaringan [38,39]. Di sisi lain, adanya BOP persisten pada
suatu bagian menunjukkan peningkatan kedalaman probing yang merupakan
indikator kuat dari fakto risiko perkembangan penyakit di masa depan [40]. Selain
itu, pada pasien yang menjalani perawatan perawatan periodontal, perdarahan yang
terus-menerus saat probing pada kunjungan perawatan berturut-turut merupakan
indikator yang kuat dari risiko perkembangan penyakit yang sedang berlangsung [41].
2. Pemeriksaan Radiografi
Pada pasien periodontitis, penilaian radiografi penting untuk memberikan
informasi mengenai pola dan luasnya kehilangan tulang alveolar. Panduan diberikan
oleh otoritas terkait di berbagai negara di seluruh dunia, dan untuk tujuan makalah
ini, panduan yang dikeluarkan oleh Faculty of General Dental Practice (UK) akan
dijelaskan [42]. Dalam istilah yang luas, penggunaan radiografi didorong oleh, dan
merupakan hasil sekunder dari, hasil pemeriksaan klinis. Rekomendasi yang
diberikan oleh FGDP disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Rekomendasi pemeriksaan radiografi status periodontal*


Kondisi Rekomendasi
Pasien dengan pemeriksaan klinisnya Penilaian keseluruhan gigi dan status
menunjukkan bahwa diperlukan untuk tulang alveolar dapat dicapai dengan:
menilai semua gigi dan jaringan - Radiografi panoramik kualitas optimal
pendukung periodontal saja
- Kualitas radiografi panoramik yang
optimal dengan radiografi periapikal
tambahan tergantung pada kondisi klinis
- Serangkaian lengkap radiografi
periapikal
Saat menentukan teknik mana yang
akan digunakan, pertimbangkan kondisi
klinis, kualitas gambar yang diperlukan,
dan manfaat dosis relatif berdasarkan
peralatan radiografi yang tersedia.
Suspek lesi periodontal/endodontik Radiografi periapikal
Kondisi periodontal spesifik: pasien Tingkat kedalaman probing ini
dengan kedalaman probing ≤ 3-4 mm umumnya menunjukkan kesehatan
periodontal. Radiografi biasanya tidak
diindikasikan untuk menilai status
tulang alveolar secara rutin dalam
kondisi ini.
Kondisi periodontal spesifik: pasien Tingkat kedalaman probing ini biasanya
dengan kedalaman probing ≈ 4-5 mm menunjukkan periodontitis ringan /
(misalnya skor CPI / BPE / PSR kode 3 sedang. Level tulang alveolar dapat
dinilai dengan bitewing horizontal yang
diambil untuk penilaian karies rutin,
dilengkapi dengan periapikal intraoral
untuk gigi yang dipilih tergantung pada
kondisi klinis. Sebagai alternatif,
penilaian lengkap dari semua gigi dan
status tulang alveolar dapat dilakukan
seperti dijelaskan di atas, jika
diindikasikan secara klinis.
Kondisi periodontal spesifik: pasien Tingkat kedalaman probing ini biasanya
dengan kedalaman probing ≈ 6 mm atau merupakan indikasi dari periodontitis
lebih (misalnya skor CPI / BPE / PSR lanjut. Penilaian lengkap semua gigi dan
kode 4) status tulang alveolar diindikasikan
seperti yang dijelaskan di atas. Sebagai
alternatif, beberapa penulis
menganjurkan penggunaan radiografi
bitewing vertikal, dilengkapi dengan
tampilan periapikal, mis. untuk gigi
anterior tertentu.
Cone beam computed tomography Tidak diindikasikan sebagai metode
(CBCT) rutin untuk pencitraan level tulang
alveolar sebagai bagian dari penilaian
periodontal. Namun, jika gambar CBCT
diperoleh untuk tujuan lain, dan gambar
tersebut mencakup gigi, penting bahwa
penilaian tulang pendukung alveolar
disertakan dalam laporan radiografi.
* Diambil dari pedoman UK Faculty of General Dental Practice 2013 "Kriteria
Pemilihan untuk Radiografi Gigi" [42]. Catatan: setiap kali diperoleh radiografi
periapikal, teknik paralel harus digunakan.

Setiap upaya harus dilakukan untuk meminimalkan dosis radiasi. Oleh karena
itu, radiografi yang tersedia yang telah diambil untuk tujuan lain (misalnya diagnosis
karies) harus digunakan, jika mungkin, untuk membantu penilaian level tulang
alveolar. Teknik paralel harus digunakan untuk periapikal intraoral, dan upaya
dilakukan untuk memposisikan radiografi sekuensial secara reproduktif dari waktu ke
waktu untuk memungkinkan deteksi yang lebih baik dari perubahan level tulang
alveolar yang mungkin terjadi. Tidak ada bukti yang jelas untuk mendukung saran
mengenai frekuensi pengambilan radiografi untuk penilaian periodontal, selain
mengatakan bahwa keputusan mengenai radiografi harus berdasarkan oleh gambaran
klinis. Jadi, pada pasien dengan riwayat periodontitis yang telah dirawat dan
distabilkan, dan yang sekarang dalam fase pemeliharaan perawatan periodontal, jika
tidak ada bukti perkembangan penyakit (misalnya dibuktikan dengan meningkatnya
kedalaman probing), maka ada tidak diindikasikan untuk mengambil radiografi lebih
lanjut untuk penilaian periodontal.
Mengenai dosis radiasi, tampaknya lebih sedikit (bila menggunakan mesin
panoramik modern) dengan radiografi panoramik ditambah sejumlah kecil radiografi
periapikal tambahan (diambil sesuai dengan kondisi klinis), dibandingkan dengan
rangkaian radiografi periapikal full-mouth [42] . Selain itu, dengan mesin panoramik
modern, kualitas gambar sedemikian rupa sehingga tidak diperlukan radiografi
periapikal tambahan. Karena hasilnya cenderung berbeda dari pemaparan rangkaian
gambar periapikal dengan mulut penuh. Oleh karena itu, ketika menggunakan mesin
panoramik modern, direkomendasikan bahwa radiografi panoramik cukup untuk
menilai status tulang alveolar, tetapi ini dapat dilengkapi dengan radiografi periapikal
yang dipilih sesuai dengan kondisi klinis yang spesifik.
Kapanpun radiograf diperoleh, laporan tertulis harus dimasukkan ke dalam
catatan klinis. Hal ini biasanya harus mencakup faktor-faktor seperti:
• gigi (termasuk gigi yang belum erupsi) / gigi hilang
• kehilangan tulang, termasuk pola (misalnya horizontal, teratur, tidak teratur)
serta luasnya (biasanya dinyatakan sebagai proporsi atau persentase panjang
akar)
• adanya cacat tulang vertikal spesifik
• adanya kalkulus (supra- dan subgingiva)
• patologi apikal
• karies dan kekurangan enamel
• ledges / restorasi overhanging
• temuan atau patologi lainnya

3. Pemeriksaan lain yang merupakan bagian dari pemeriksaan periodontal


Probing periodontal untuk menilai kedalaman probing dan perdarahan saat
probing, bersama dengan penilaian radiografi, tetap menjadi landasan penilaian
periodontal. Tindakan tambahan yang mungkin dapat dicatat, tergantung pada kondisi
klinis dirangkum di bawah ini.
Resesi dan Kehilangan Perlekatan
Kedalaman pemeriksaan saja terkadang dapat menyesatkan dalam menilai
efek kumulatif kerusakan jaringan periodontal. Sebagai contoh, pasien dengan
riwayat periodontitis yang telah berhasil dirawat mungkin datang dengan kedalaman
probing yang dangkal namun dengan resesi gingiva general (menunjukkan hilangnya
dukungan jaringan periodontal yang meluas yang tidak disarankan dengan
pemeriksaan data kedalaman probing saja). Pengukuran resesi penting dalam kasus
resesi gingiva lokalisata. Oleh karena itu, meskipun tidak penting untuk semua
pasien, pengukuran resesi menambah informasi klinis yang diperoleh, dan dapat
mempengaruhi keputusan perawatan. Pengukuran kehilangan perlekatan didapatkan
dari penjumlaha kedalaman probe dengan pengukuran resesi:
• Kedalaman probe (x mm) + resesi (y mm) = Kehilangan perlekatan (x + y mm)
Mobilitas gigi
Kehilangan perlekatan dan kehilangan tulang alveolar dapat menyebabkan
peningkatan mobilitas gigi. Hal ini dapat dinilai dengan menggunakan instrumen
yang kaku (misalnya ujung pegangan kaca mulut) dan skor dialokasikan untuk gigi
yang terkena. Beberapa sistem penilaian untuk mobilitas gigi telah diusulkan, tetapi
yang umum digunakan ditunjukkan di bawah ini [43]:
• Grade I: mobilitas yang melebihi mobilitas fisiologis ("mobilitas fisiologis"
biasanya dianggap < 0,2 mm dalam arah horizontal), tetapi kurang dari 1 mm
dalam arah horizontal
• Grade II: mobilitas horizontal> 1 mm
• Grade III: mobilitas mahkota dalam arah vertikal
Keterlibatan Furkasi
Perkembangan periodontitis di sekitar gigi dengan banyak akar dapat
menyebabkan hilangnya perlekatan horizontal ke area furkasi. Hal ini dinilai sebagai
bagian dari penilaian periodontal rutin, dengan mengingat anatomi gigi berakar
banyak. Idealnya digunakan probe furkasi yang melengkung (misalnya probe
Nabers). Pada molar rahang atas, biasanya terdapat 3 akar, dan oleh karena itu dinilai
3 furkasi (bukal, mesio-palatal, disto-palatal). Pada molar mandibula, biasanya
terdapat 2 akar, dan oleh karena itu dinilai 2 furkasi (bukal dan lingual). Dua sistem
klasifikasi utama untuk penilaian furkasi adalah yang diusulkan oleh Glickman pada
tahun 1953 [44] dan Hamp pada tahun 1975 [45], seperti yang ditunjukkan pada
Tabel 5.

Tabel 5.Klasifikasi derajat furkasi


Penilaian derajat furkasi oleh Glickman, 1953
Furkasi Keterlibatan furkasi yang baru jadi, tidak terapat kehilangan
Derajat I perlekatan horizontal
Hilangnya perlekatan pada furkasi, tetapi tidak seluruhnya melalui
Furkasi
sisi berlawanan dari gigi, yaitu keterlibatan furkasi cul-de-sac
Derajat II
(saluran buntu yang dibatasi oleh permukaan)
Furkasi Keterlibatan horizontal “menembus” di mana lesi meluas ke seluruh
Derajat III lebar furkasi
Furkasi Sama seperti furkasi derajat III, tetapi dengan resesi gingiva yang
Derajat IV membuat daerah furkasi terlihat jelas pada pemeriksaan klinis
Penilaian derajat furkasi oleh Hamp, 1975
Furkasi Hilangnya perlekatan horizontal pada furkasi <3 mm (kira-kira 1/3
Derajat I lebar gigi)
Hilangnya perlekatan horizontal pada furkasi> 3 mm (atau kira-kira
Furkasi
1/3 lebar gigi), tetapi tidak sepenuhnya melewati furkasi, yaitu
Derajat II
keterlibatan furkasi cul-de-sac.
Furkasi Keterlibatan horizontal “menembus” di mana lesi meluas ke seluruh
Derajat III lebar furkasi

Skor plak / kebersihan mulut


Biofilm subgingiva memainkan peran mendasar dalam memulai dan
memperthankan inflamasi yang mengarah pada tanda-tanda klinis gingivitis dan
periodontitis, dan juga bahwa pengendalian plak adalah sarana yang kami gunakan
untuk mengontrol peradangan, penilaian plak dan oral. kebersihan harus membentuk
komponen standar penilaian periodontal. Juga sangat penting bagi pasien untuk
memahami di mana plak terakumulasi sehingga mereka dapat mengarahkan upaya
kebersihan mulut terutama ke area yang menjadi perhatian. Meskipun sejumlah besar
sistem penilaian indeks plak telah diusulkan untuk tujuan penelitian, sistem ini
umumnya tidak terlalu berguna untuk praktik klinis rutin. Sebaliknya, serupa dengan
BOP, pendekatan dikotomis “ada” / “tidak ada” dapat dilakukan saat mencatat plak di
situs periodontal tertentu, dengan kemungkinan untuk menghitung persentase bagian
yang tertutup plak. Hal ini dapat berguna untuk membantu memotivasi pasien untuk
meningkatkan pengendalian plak mereka. Visualisasi plak dapat ditingkatkan lebih
lanjut, jika perlu, dengan menggunakan disclosing agents, yang mungkin sangat
berguna untuk mengajari anak-anak tentang pentingnya meningkatkan kebersihan
mulut.
Uji sensibilitas
Dalam beberapa kasus, penting untuk melakukan uji sensibilitas sebagai
bagian dari penilaian periodontal, misalnya, pada kasus dugaan lesi periodontal /
endodontik. Sensibilitas harus dinilai dengan minimal dua metode independen, mis.
uji dingin (misalnya etil klorida) dan uji pulp listrik. Hasil harus dicatat dalam catatan
pasien.
Oklusi
Mungkin perlu untuk menilai adanya fremitus, trauma oklusi, atau gangguan
oklusal. Trauma oklusi dapat diklasifikasikan sebagai trauma oklusi primer dan
trauma oklusi sekunder. Alasan trauma oklusi beragam, dan dapat mencakup
hubungan gigi / lengkung, aspek perkembangan, atau faktor iatrogenik. Trauma
oklusi primer dikatakan terjadi pada kasus-kasus yang secara periodontal sehat, dan
dapat menyebabkan peningkatan mobilitas gigi, pelebaran ruang membran
periodontal, dan nyeri tekan, tetapi tidak menyebabkan kerusakan jaringan
periodontal. Trauma oklusi sekunder terjadi pada gigi dengan periodontitis yang
sudah ada sebelumnya, dan dapat memperburuk kerusakan jaringan periodontal.
Penilaian Status Periodontal pada Anak
Gingivitis sangat umum terjadi pada anak-anak, dan periodontitis mungkin
juga dapat terjadi (termasuk periodontitis kronis dan periodontitis agresif) [46].
Sebuah kelompok kerja gabungan yang melibatkan British Society of Periodontology
dan British Society of Pediatric Dentistry mengembangkan "Pedoman Screening dan
Penatalaksanaan Periodontal Anak dan Remaja di Bawah 18 Tahun" [47]. Deteksi
dini penyakit periodontal pada anak-anak dan orang dewasa pada dasarnya penting
untuk memungkinkan diagnosis yang akurat, dan penerapan pencegahan dan
perawatan yang benar. Secara bersamaan, terdapat beberapa tantangan yang
berhubungan dengan skrining periodontal pada anak-anak, seperti kerjasama (dalam
kasus anak-anak yang sangat muda) dan juga peningkatan kedalaman probing (false
poket) yang berhubungan dengan fase gigi bercampur dan gigi yang erupsi sebagian.
Penilaian status periodontal disarankan dimulai pada usia 7 tahun [47], karena
masalah periodontal di bawah usia ini sangat jarang terjadi, dan indeks gigi seringkali
masih belum erupsi. Sejak usia 7 tahun, Pemeriksaan Periodontal Dasar (BPE) yang
disederhanakan harus dilakukan pada 6 indeks gigi:
FDI 16 11 26
FDI 46 31 36
Sistem skoring untuk BPE pada anak dan remaja sama dengan yang
digunakan pada orang dewasa (Tabel 1), hanya saja pada anak usia 7-11 tahun hanya
kode BPE 0, 1 dan 2 yang harus digunakan. Untuk anak-anak dan remaja dalam
rentang usia 12-17 tahun, kode BPE yang lengkap harus digunakan.

Diagnosis Penyakit Periodontal


Diagnosis periodontal merupakan penjumlahan dari informasi dari riwayat
medis dan gigi, digabungkan dengan temuan dari pemeriksaan klinis dan radiografi.
Berdasarkan sifatnya, diagnosis dapat dianggap sebagai "tebakan terbaik" bagi dokter
tentang kondisi atau penyakit yang diderita pasien [48]. Dalam istilah luas, dan
berkaitan dengan kondisi periodontal akibat plak, diagnosis biasanya adalah sehat,
gingivitis, atau periodontitis kronis. Klasifikasi kondisi periodontal terbaru yang
diterima secara internasional diterbitkan pada tahun 1999 [49], dan diringkas dalam
Tabel 6.
Tabel 6. Klasifikasi terbaru penyakit periodontal*
Penyakit dan kondisi gingiva (termasuk gingivitis yang diinduksi plak
Periodontitis Kronis
Periodontitis agresif lokalisata
Periodontitis agresif generalisata
Periodontitis yang merupakan manifestasi dari penyakit sistemik
Necrotising ulcerative gingivitis dan necrotising ulcerative periodontitis
Abses periodontal (Termasuk abses gingiva dan periodontal)
Kombinasi lesi periodontal/endodontik
Kondisi tumbuh kembang/ yang didapat
*Berdasarkan Armitage 1999 dan 2004 [48,49]
Sedangkan sistem klasifikasi sekarang digunakan secara luas (dan telah
dijelaskan dalam makalah ini), penting untuk dicatat bahwa masalah dan kesulitan
dalam pelaksanaannya telah diidentifikasi [50,51]. Hal ini terutama disebabkan oleh
fakta bahwa periodontitis adalah penyakit kompleks yang memiliki etiologi multi-
faktor tetapi memiliki titik akhir yang sama (hilangnya perlekatan dan kehilangan
tulang alveolar). Namun, hal ini di luar cakupan makalah ini untuk
mempertimbangkan masalah tersebut secara lebih rinci.
Menetapkan diagnosis merupakan suatu tantangan, dan membutuhkan
asimilasi dari semua bukti dan temuan yang tersedia. Bahkan dokter berpengalaman
sering kesulitan untuk menetapkan diagnosis untuk kasus tertentu, dan sering juga
akan mempertimbangkan beberapa diagnosis. Hal ini juga membantu untuk
memasukkan penilaian tingkat dan keparahan penyakit dalam diagnosis. Hal ini dapat
membuat diagnosis agak bertele-tele, tetapi ini pasti dapat diterima, dan juga sangat
berguna saat menjelaskan kondisi (lebih dari sekadar merujuk pada "nama" kondisi,
tanpa detail lain yang diberikan).
Berkenaan dengan luasnya penyakit, tidak ada “aturan” yang jelas tentang
mana yang merupakan kasus lokalisata dibandingkan dengan kasus generalisata
dalam konteks gingivitis atau periodontitis kronis. Telah disarankan bahwa jika> 30%
gigi terkena, maka kasus dapat digambarkan sebagai generalisata, dan jika <30% gigi
terpengaruh, dapat digambarkan sebagai lokalisata [48]. Hal ini merupakan
pendekatan yang masuk akal untuk diikuti secara umum, tetapi dokter tidak boleh
terlalu dogmatis dalam menerapkan ambang batas ini - seperti yang disebutkan di
atas, diagnosis harus mempertimbangkan semua faktor.
Namun, penting untuk dicatat bahwa deskripsi "lokalisata" dan "generalisata"
dalam konteks periodontitis agresif memiliki konotasi yang lebih spesifik.
Periodontitis agresif biasanya didiagnosis pada orang dewasa muda (dan sebaliknya
sehat) di mana terdapat periodontitis lanjut dengan kehilangan perlekatan yang cepat
dan kerusakan tulang, dan agregasi keluarga [52]. Periodontitis agresif lokalisata
mungkin bukan hanya bentuk lokal dari periodontitis agresif generalisata. Pada kasus
periodontitis agresif lokalisata, terdapat gambaran yang terlokalisasi pada molar
pertama / gigi insisivus. Definisi kasus yang dijelaskan dalam laporan konsensus
tentang periodontitis agresif dalam klasifikasi 1999 [52] menjelaskan hilangnya
perlekatan interproksimal pada setidaknya dua gigi permanen, salah satunya adalah
molar pertama, dan melibatkan tidak lebih dari dua gigi selain molar pertama dan gigi
insisivus. . Gambaran lain termasuk onset sirkumpubertal, dan respons antibodi
serum yang kuat terhadap agen infeksi. Dalam kasus periodontitis agresif
generalisata, laporan konsensus mengacu pada kehilangan perlekatan interproksimal
yang mempengaruhi setidaknya tiga gigi permanen selain molar pertama dan gigi
insisivus [52]. Gambaran lain dari periodontitis agresif generalisata adalah biasanya
menyerang orang berusia <30 tahun (tetapi dapat mempengaruhi orang yang lebih
tua), ada respon serum antibodi yang buruk terhadap agen infeksi, dan ada pola
episodik kerusakan jaringan yang jelas [52] .
Berkenaan dengan tingkat keparahan penyakit, hal ini berkaitan dengan
besarnya inflamasi (dalam kasus gingivitis) dan jumlah kehilangan perlekatan (dalam
kasus periodontitis kronis). Istilah seperti "ringan", "sedang", dan "berat" sering
digunakan, menjadi agak subjektif, tetapi juga cukup membantu secara klinis, seperti
yang dipahami dengan baik oleh dokter lain. Penilaian keparahan berdasarkan mm
kehilangan perlekatan klinis telah disediakan: 1-2 mm = ringan, 3-4 mm = sedang, ≥
5 mm = parah [48]. Sekali lagi, sistem ini berguna, tetapi terkadang tidak mungkin
diterapkan dengan cara yang sederhana (misalnya, dalam kasus dengan kehilangan
perlekatan yang sangat bervariasi di seluruh gigi). Kehilangan tulang radiografik juga
berguna untuk menetapkan deskriptor untuk menunjukkan keparahan periodontitis:
<1/3 kehilangan tulang = ringan, 1/3 sampai ½ kehilangan tulang = sedang, dan> ½
kehilangan tulang = parah. Namun, penting untuk selalu mempertimbangkan
gambaran klinis lengkap saat menerapkan deskripsi tersebut, seperti usia pasien,
adanya faktor risiko, derajat inflamasi, kedalaman probing, dan pola kehilangan
tulang (misalnya horizontal vs. cacat tulang vertikal).
Oleh karena itu, diagnosis dapat membentuk kalimat yang merangkum fitur-
fitur utama dari kasus tersebut, yang dapat menggambarkan status penyakit yang
berbeda di lokasi yang berbeda di mulut yang sama. Contoh diagnosis yang mungkin
untuk pasien yang berbeda adalah sebagai berikut:
• gingivitis berat generalisata, dengan periodontitis kronis sedang lokalisata
(kedalaman probing 4-5 mm) mengenai tempat interproksimal pada molar rahang atas
• periodontitis kronis sedang generalisata (kedalaman probing 4-5 mm) dengan
periodontitis kronis berat lokalisata (kedalaman probing 6-10 mm) pada gigi molar
rahang atas dan bawah
Dalam banyak kasus, juga berguna untuk membuat daftar khusus gigi yang
terkena penyakit ringan, sedang atau berat, karena informasi ini, dikombinasikan
dengan pemeriksaan radiografi, akan membantu untuk menentukan keputusan
perawatan.

Kesimpulan
Pemeriksaan dan diagnosis dini penyakit periodontal sebagai pencegahan
adalah tugas yang kompleks dan menantang. Namun, penting untuk melakukan
skrining periodontal pada semua pasien, mengingat bahwa konsekuensi dari penyakit
periodontal (kehilangan perlekatan, kehilangan tulang alveolar, dan akhirnya,
kehilangan gigi), sebagian besar tidak dapat diubah. Aspek kunci yang relevan
dengan deteksi dan diagnosis kondisi periodontal meliputi:
• Pada individu tanpa periodontitis, skrining periodontal menggunakan sistem CPI /
BPE / PSR atau yang setara sangat penting, baik sebagai bagian dari pemeriksaan
awal pasien baru dan sebagai bagian dari perawatan reguler mereka yang
berkelanjutan;
• Pada individu dengan periodontitis, diperlukan pemeriksaan periodontal lengkap.
Hal ini termasuk pemeriksaan mulut penuh dan perdarahan, bersama dengan
penilaian parameter relevan lainnya seperti resesi, mobilitas gigi dan keterlibatan
furkasi;
• Pemeriksaan radiografi tergantung oleh kondisi klinis, dan diperlukan untuk menilai
level tulang alveolar pada pasien periodontitis;
• Pada pasien dengan periodontitis yang dirawat dalam fase pemeliharaan (terapi
periodontal suportif), penilaian periodontal lengkap diperlukan secara berkelanjutan
untuk memastikan bahwa bukti perkembangan penyakit terdeteksi;
• Penilaian dan manajemen risiko (misalnya dalam hubungannya dengan faktor-faktor
seperti merokok dan diabetes) harus membentuk komponen utama dari terapi
periodontal.

Anda mungkin juga menyukai