Pencegahan
DEPARTEMEN PERIODONSIA
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2021
Pemeriksaan dan Diagnosis Dini Penyakit Periodontal Sebagai Pencegahan
Preshaw Detection and diagnosis of periodontal
conditions amenable to prevention. BMC Oral Health 2015 15(Suppl 1):S5.
Abstrak:
Gingivitis dan periodontitis kronis adalah penyakit inflamasi kronis yang
sangat umum. Sebagian besar orang terkena gingivitis, dan berlanjut menjadi
periodontitis yang diperkirakan menegenai 5-15% orang dewasa. Deteksi dan
diagnosis penyakit umum ini merupakan komponen yang sangat penting dari
perawatan kesehatan mulut. Semua pasien harus menjalani pemeriksaan periodontal
sebagai bagian dari pemeriksaan oral rutin. Skrining periodontal menggunakan
metode seperti Basic Periodontal Examination/Community Periodontal Index atau
Periodontal Screening Record harus dilakukan untuk semua pasien baru sebagai
bagian dari perawatan kesehatan mulut yang berkelanjutan. Apabila periodontitis
teridentifikasi maka diperlukan pemeriksaan periodontal lengkap, yang mencakup
pencatatan data probing dan perdarahan pada mulut penuh, yang bersamaan dengan
penilaian parameter relevan lainnya seperti skor plak, keterlibatan furkasi, resesi dan
mobilitas gigi. Pemeriksaan radiografi pada tulang alveolar tergantung pada kondisi
klinis, dan pemeriksaan ini diperlukan untuk menilai kerusakan tulang pada pasien
dengan periodontitis. Penilaian risiko (seperti menilai status diabetes dan merokok)
dan manajemen risiko (seperti mendorong berhenti merokok) harus membentuk
komponen sentral dari terapi periodontal. Artikel ini memberikan panduan kepada tim
perawatan kesehatan mulut mengenai metode dan frekuensi pemeriksaan klinis dan
radiografi yang sesuai untuk menilai status periodontal, untuk memungkinkan untuk
mendeteksi dan diagnosis kondisi periodontal yang tepat.
Pendahuluan
Secara umum penyakit periodontal merupakan kondisi peradangan kronis
yang mempengaruhi jaringan pendukung gigi. Dalam istilah yang luas, dan paling
relevan dengan komunitas global, penyakit periodontal termasuk gingivitis (gingivitis
yang diinduksi plak) dan periodontitis kronis. Makalah ini berbentuk tinjauan naratif
yang membahas tentang cara pemeriksaan dan diagnosis gingivitis dan periodontitis
kronis, yang merupakan lesi periodontal yang dapat dicegah.
Patogenesis penyakit periodontal
Gingivitis dan periodontitis kronis merupakan kondisi peradangan kronis yang
sangat umum. Selama 40-50 tahun terakhir telah terjadi transformasi dalam
pemahaman kita tentang patogenesis kondisi umum tersebut. Peranan plak bakteri
dalam memulai terjadinya peradangan gingiva sudah tidak diragukan lagi, dan
pertama kali ditunjukkan dalam studi gingivitis eksperimental pada tahun 1960 [1].
Sebagian besar pada tahun 1960-an dan 1970-an didominasi oleh konsep perawatan
yang difokuskan secara eksklusif pada penghilangan kalkulus dan sementum akar
“nekrotik” yang diyakini terinfeksi oleh bakteri toksik seperti lipopolisakarida (LPS).
Namun, penelitian yang sedang berlangsung pada 1980-an dan 1990-an menghasilkan
peningkatan kesadaran tentang pentingnya respons host inflamasi sebagai penentu
pentingnya risiko penyakit [2,3].
Adanya kemajuan teknologi pada bidang mikrobiologi, imunologi dan
inflamasi, menyadarkan bahwa inflamasi merupakan inti dari respons destruktif yang
mengarah pada kerusakan jaringan yang secara dikenal sebagai gingivitis dan
periodontitis. Akumulasi bakteri plak di lingkungan subgingiva menghasilkan difusi
produk bakteri dan racun yang melintasi epitel junctional ke jaringan inang.
Akibatnya, inang meningkatkan respons imun-inflamasi yang dicirikan oleh jaringan
kompleks interaksi seluler dan molekuler pada jaringan inang. Kompleksitas interaksi
ini telah dijelaskan secara rinci [4,5] dan pemahaman kita tentang mekanisme ini
kemungkinan besar akan berubah dan berkembang dengan penelitian lebih lanjut dan
inovasi teknologi. Prinsip yang mendasari adalah bahwa respon imun / inflamasi
terhadap biofilm subgingiva sangat bervariasi antar individu, dan dikendalikan pada
sejumlah regulasi (misalnya sitokin pro dan anti inflamasi), genetik, dan level
epigenetik.
Peradangan dibutuhkan untuk melindungi inang dari serangan bakteri, tetapi
peradangan yang berkepanjangan dan / atau berlebihan menyebabkan kerusakan
jaringan. Sekarang penyakit periodontal dianggap sebagai peradangan kronis yang
tidak dapat diselesaikan yang dimulai dan dipertahankan oleh bakteri subgingiva,
proses menghilangkan bakteri yang tidak efektif, dan waktu yang lama, menyebabkan
kerusakan jaringan yang dikenal sebagai periodontitis [6, 7]. Penting untuk dicatat
bahwa gingivitis merupakan kondisi yang dapat disembuhkan, jika peradangan dapat
dikendalikan. Hal ini biasanya dapat dicapai dengan meningkatkan kebersihan mulut
dan mengurangi biofilm bakteri [8,9]. Jika biofilm tidak terkontrol, gingivitis akan
menetap, dan pada beberapa pasien, dapat berkembang menjadi periodontitis [10].
Periodontitis dibedakan dari gingivitis dengan kerusakan progresif dari serat ligamen
periodontal ("hilangnya perlekatan") yang mengakibatkan peningkatan kedalaman
probing, resorpsi tulang alveolar, dan kerusakan jaringan yang terjadi sebagian besar
bersifat ireversibel.
Pemahaman kami saat ini tentang patogenesis periodontitis adalah bahwa
kerentanan terhadap penyakit ("penyakit" adalah manifestasi klinis yang diakibatkan
oleh peradangan yang menetap dan kerusakan jaringan) tampaknya sangat ditentukan
oleh sifat dari respons host inflamasi. Dalam studi eksperimental klasik tentang
gingivitis tahun 1960-an, tercatat bahwa peradangan berkembang lebih cepat pada
beberapa individu dibandingkan dengan orang lain, meskipun akumulasi plaknya
sama [1]. Baru-baru ini, studi gingivitis eksperimental terkontrol menunjukkan hasil
yang sama, yaitu bahwa intensitas peradangan gingiva sangat bervariasi antara
individu yang diikuti dengan akumulasi plak, menunjukkan bahwa kerentanan
terhadap penyakit bervariasi antar individu karena perbedaan dalam respon host
inflamasi [11], bukan sepenuhnya karena perbedaan jumlah dan / atau komposisi plak
bakteri.
Pentingnya respon host dalam menentukan kerentanan terhadap periodontitis
kronis didokumentasikan dengan jelas dalam studi observasi longitudinal yang
dilakukan terhadap pekerja perkebunan teh di Sri Lanka. Orang-orang ini tidak
pernah melakukan perawatan gigi, tidak secara rutin menggunakan produk kebersihan
mulut konvensional, dan menunjukkan terdapat deposit plak dan kalkulus secara
menyeluruh. Namun, dalam populasi ini, sekitar 11% dianggap stabil, tidak ada bukti
perkembangan terjadinya periodontitis, kelompok lain (81%) menunjukkan
perkembangan periodontitis sedang, dan 8% menunjukkan perkembangan penyakit
yang cepat [12]. Studi longitudinal pasien pada program pemeliharaan periodontal
jangka panjang juga melaporkan bahwa subkelompok kecil pasien tampaknya sangat
rentan terhadap penyakit, dengan perkembangan periodontitis yang terjadi meskipun
perawatan pemeliharaan terus berlangsung [13,14].
Prevalensi penyakit periodontal
Penyakit peridontal yang diinduksi oleh plak memiliki prevalensi sangat
tinggi. Namun, perkiraan prevalensi untuk periodontitis telah banyak berubah selama
bertahun-tahun, sebagai akibat dari perubahan metode yang digunakan untuk
mendeteksi keberadaan penyakit dalam studi epidemiologi [15]. Dengan demikian,
pada tahun 1950-an dan 1960-an, penggunaan indeks periodontal seperti Indeks
Russell (yang mengasumsikan kontinuitas antara inflamasi gingiva dan periodontal)
menghasilkan anggapan bahwa penyakit periodontal ada di mana-mana, dan tidak
dapat dihindari bahwa semua orang dewasa akan berkembang mengalami
periodontitis. [16]. Namun, penelitian yang lebih baru menunjukkan bahwa,
prevalensi gingivitis dan periodontitis ringan sangat tinggi, bukan seperti
periodontitis yang parah seperti yang diperkirakan sebelumnya [16].
Banyak studi epidemiologi yang telah menggunakan CPITN (Community
Periodontal Index of Treatment Need) [17] untuk mengidentifikasi periodontitis.
Kelebihan metode ini adalah cepat dan mudah dilakukan, serta dapat dipahami dan
digunakan di seluruh dunia. Di sisi lain, keterbatasan seperti penilaian kedalaman
probing saja, tidak memberikan informasi apa pun tentang hilangnya perlekatan.
Selain itu, hanya mencatat skor yang paling parah di setiap sektan (dan karena itu
tidak memberikan informasi lengkap tentang tingkat dan keparahan penyakit dalam
kasus yang lebih lanjut) [18]. Sistem penilaian CPITN yang awalnya dijelaskan
adalah hubungan antara skor CPITN dan kebutuhan perawatan; Namun, hubungan ini
agak dipertanyakan, dan iterasi yang lebih baru dari sistem penilaian telah
menamainya sebagai CPI (Community Periodontal Index), dengan penghapusan
komponen “kebutuhan perawatan” [15]. Adaptasi CPI (atau CPITN) juga telah
disediakan oleh American Dental Association dan American Academy of
Periodontology (“Periodontal Screening Record”, PSR), dan Society of
Periodontology (“Basic Periodontal Examination”, BPE) [ 19-21] (Tabel 1).
Tabel 1. Kode penilaian pemeriksaan periodontal dasar (BPE) [19]
Kode Deskripsi
0 Tida ada poket > 3,5 mm, (-) kalkulus, (-) perdarahan gingiva
1 Tida ada poket > 3,5 mm, (-) kalkulus, (+) perdarahan gingiva
2 Tida ada poket > 3,5 mm, (+) kalkulus supra/sub gingiva
3 Kedalam probing 3,5 -5,5 mm (Poket 4-5 mm)
4 Kedalaman probing > 5,5 mm (Poket ≥ 6 mm)
* Keterlibatan furkasi
Catatan: baik nomor dan * harus dicatat jika furkasi terdeteksi - mis. skor
untuk sektan: 3 * (misalnya menunjukkan kedalaman probing 3,5-5,5 mm
ditambah keterlibatan furkasi dalam sekstan). Skor tertinggi dicatat untuk
setiap seksan.
Setiap upaya harus dilakukan untuk meminimalkan dosis radiasi. Oleh karena
itu, radiografi yang tersedia yang telah diambil untuk tujuan lain (misalnya diagnosis
karies) harus digunakan, jika mungkin, untuk membantu penilaian level tulang
alveolar. Teknik paralel harus digunakan untuk periapikal intraoral, dan upaya
dilakukan untuk memposisikan radiografi sekuensial secara reproduktif dari waktu ke
waktu untuk memungkinkan deteksi yang lebih baik dari perubahan level tulang
alveolar yang mungkin terjadi. Tidak ada bukti yang jelas untuk mendukung saran
mengenai frekuensi pengambilan radiografi untuk penilaian periodontal, selain
mengatakan bahwa keputusan mengenai radiografi harus berdasarkan oleh gambaran
klinis. Jadi, pada pasien dengan riwayat periodontitis yang telah dirawat dan
distabilkan, dan yang sekarang dalam fase pemeliharaan perawatan periodontal, jika
tidak ada bukti perkembangan penyakit (misalnya dibuktikan dengan meningkatnya
kedalaman probing), maka ada tidak diindikasikan untuk mengambil radiografi lebih
lanjut untuk penilaian periodontal.
Mengenai dosis radiasi, tampaknya lebih sedikit (bila menggunakan mesin
panoramik modern) dengan radiografi panoramik ditambah sejumlah kecil radiografi
periapikal tambahan (diambil sesuai dengan kondisi klinis), dibandingkan dengan
rangkaian radiografi periapikal full-mouth [42] . Selain itu, dengan mesin panoramik
modern, kualitas gambar sedemikian rupa sehingga tidak diperlukan radiografi
periapikal tambahan. Karena hasilnya cenderung berbeda dari pemaparan rangkaian
gambar periapikal dengan mulut penuh. Oleh karena itu, ketika menggunakan mesin
panoramik modern, direkomendasikan bahwa radiografi panoramik cukup untuk
menilai status tulang alveolar, tetapi ini dapat dilengkapi dengan radiografi periapikal
yang dipilih sesuai dengan kondisi klinis yang spesifik.
Kapanpun radiograf diperoleh, laporan tertulis harus dimasukkan ke dalam
catatan klinis. Hal ini biasanya harus mencakup faktor-faktor seperti:
• gigi (termasuk gigi yang belum erupsi) / gigi hilang
• kehilangan tulang, termasuk pola (misalnya horizontal, teratur, tidak teratur)
serta luasnya (biasanya dinyatakan sebagai proporsi atau persentase panjang
akar)
• adanya cacat tulang vertikal spesifik
• adanya kalkulus (supra- dan subgingiva)
• patologi apikal
• karies dan kekurangan enamel
• ledges / restorasi overhanging
• temuan atau patologi lainnya
Kesimpulan
Pemeriksaan dan diagnosis dini penyakit periodontal sebagai pencegahan
adalah tugas yang kompleks dan menantang. Namun, penting untuk melakukan
skrining periodontal pada semua pasien, mengingat bahwa konsekuensi dari penyakit
periodontal (kehilangan perlekatan, kehilangan tulang alveolar, dan akhirnya,
kehilangan gigi), sebagian besar tidak dapat diubah. Aspek kunci yang relevan
dengan deteksi dan diagnosis kondisi periodontal meliputi:
• Pada individu tanpa periodontitis, skrining periodontal menggunakan sistem CPI /
BPE / PSR atau yang setara sangat penting, baik sebagai bagian dari pemeriksaan
awal pasien baru dan sebagai bagian dari perawatan reguler mereka yang
berkelanjutan;
• Pada individu dengan periodontitis, diperlukan pemeriksaan periodontal lengkap.
Hal ini termasuk pemeriksaan mulut penuh dan perdarahan, bersama dengan
penilaian parameter relevan lainnya seperti resesi, mobilitas gigi dan keterlibatan
furkasi;
• Pemeriksaan radiografi tergantung oleh kondisi klinis, dan diperlukan untuk menilai
level tulang alveolar pada pasien periodontitis;
• Pada pasien dengan periodontitis yang dirawat dalam fase pemeliharaan (terapi
periodontal suportif), penilaian periodontal lengkap diperlukan secara berkelanjutan
untuk memastikan bahwa bukti perkembangan penyakit terdeteksi;
• Penilaian dan manajemen risiko (misalnya dalam hubungannya dengan faktor-faktor
seperti merokok dan diabetes) harus membentuk komponen utama dari terapi
periodontal.