Anda di halaman 1dari 16

SATUAN ACARA SEMINAR

PASIEN TN. W DENGAN KOLESISTITIS

Di Susun Oleh :
Merlin Diane Putri S.Kep NIM 736080718007
Astrid iraudah S.Kep NIM 736080718010
Dewi Ratnasari S.Kep NIM 736080718011
Juanita S.Kep NIM 7360807180
Linda S.Kep NIM 7360807180
Nurlailah .Kep NIM 7360807180

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN DAN PROFESI


PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN DAN
PENDIDIKAN PROFESI NERS
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
MITRA BUNDA PERSADA BATAM
T.A 2018-2019
SATUAN ACARA SEMINAR

Pokok Bahasan :
Sub Pokok Bahasan :
Sasaran : Mahasiswa
PELAKSANAAN KEGIATAN
Hari/Tanggal : Kamis /28 Februari 2019
Waktu : 60 menit
Tempat : Rumah Sakit Umum Daerah Embung Fatimah
Batam

Latar Belakang
Keperawatan medical bedah adalah : Pelayanan profesional yang didasarkan Ilmu
dan teknik Keperawatan Medikal Bedah berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio-spiritual
yg komprehensif ditujukan pada orang dewasa dgn atau yg cenderung mengalami
gangguan fisiologi dgn atau tanpa gangguan struktur akibat trauma.
Keperawatan medical bedah merupakan bagian dari keperawatan, dimana
keperawatan itu sendiri adalah : Bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian
integral dari pelayanan kesehatan, berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio-spiritual yang
komprihensif ditujukan pada individu, keluarga dan masyarakat baik sakit maupun sehat
yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia. Pelayanan keperawatan berupa
bantuan yang diberikan dengan alasan : kelemahan fisik, mental, masalah psikososial,
keterbatasan pengetahuan, dan ketidakmampuan dalam melakukan kegiatan sehari-hari
secara mandiri akibat gangguan patofisiologis, (CHS,1992).

Tujuan Instruksional
Tujuan Instruksional Umum (TIU):
Setelah mendapatkan materi, peserta dapat memahami tentang kebutuhan
dasar pada kasus pasien dengan Kolesistitis

Tujuan Instruksional Khusus (TIK):


Setelah selesai mengikuti penyuluhan, peserta dapat:
1. mahasiswa dapat mengetahui asuhan keperawatan pasien dengan Kolesistitis,
2. mahasiswa dapat mengetahui tanda dan gejala Kolesistitis
3. mahasiswa dapat mecegah terjadinya Kolesistitis

Pelaksanaan Kegiatan.
Topik.
------------------------
Sasaran dan Target.
Sasaran : mahasiswa ners
Target : mahasiswa ners stikes mitra bunda persada
Metode
a. Seminar
b. Tanya jawab.
Media dan alat.
Infokus dan leptop
Waktu dan Tempat.
Hari/tanggal : Kamis/ 27 Februari 2019
Jam : 14.00 WIB s/d Selesai.
Tempat : Rumah Sakit RSUD Embung Fatimah Batam
Pengorganisasian
Penanggung Jawab :
Moderator :
Pemateri :
Notulen :
Fasilitator :
Dokumentasi :
Tugas Pengorganisasian
Penanggung Jawab.
Mengkoordinir persiapan dan pelaksanaan penyuluhan.
Moderator.
1. Membuka acara
2. Memperkenalkan mahasiswa kepada audiens.
3. Menjelaskan Tujuan dan Topik.
4. Menjelaskan kontrak waktu.
5. Menyerahkan jalannya penyuluhan kepada pemateri .
6. Mengarahkan alur diskusi.
7. Memimpin jalannya diskusi.
8. Menutup acara.
Pemateri
Mempresentasikan materi untuk seminar
Notulen
Mencatat pertanyaan dari audiens
Membut hasil kesimpulan
Fasilitator
1. Memotivasi mahasiswa/I ners untuk berperan aktif dalam jalannya
seminar.
2. Membantu dalam menanggapi pertanyaan dari audiens
Observer
Mengamati proses pelaksanaan kegiatan dari awal sampai akhir.
Setting Tempat.

Keterangan :

: Peserta

: Fasilitator

: Pemateri

: Notulen
: Moderator

: Observer

: Dokumentasi
Proses Kegiatan :
No Kegiatan Peserta Waktu
1 Pembukaan : 10 menit
1. Memberikan salam dan - Menjawab salam
perkenalan
2. Menjelaskan tujuan - Mendengarkan
penyuluhan tentang etika
pergaulan remaja - Mendengarkan
3. Kontrak waktu selama 60
menit
2 Isi : 40 menit
1. Menjelaskan materi seminar - Mendengarkan
2. Melakukan tanya jawab - Bertanya
3 Penutup : 10 menit
1. Memberikan pertanyaan - Menjawab
sebagai hasil evaluasi pertanyaan
2. Menyimpulkan hasil diskusi - Mendengarkan
3. Menutup dan mengucapkan - Menjawab salam
salam

Evaluasi
1. Evaluasi Struktur
Tahap persiapan-awal pelaksanaan :
 Media sudah dipersiapkan, yaitu infokus, leptop dll
 Pemateri sudah siap dalam melakukan seminar
 Kewajiban Pengorganisasian
 Penyaji
o Mampu menyampaikan tujuan penyuluhan secara jelas
o Mampu menjelasakan materi secara sistematis
o Mampu menggunakan bahasa yang sesuai dengan audien
o Mampu menjawab pertanyaan dari peserta
 Fasilitator
o Mampu memfasilitasi sasaran
 Observer
o Mampu mengukur ketepatan waktu

Lampiran

MATERI

A. Konsep Penyakit

1. Definisi

Kolesistitis adalah radang kandung empedu yang merupakan inflamasi akut

dinding kandung empedu disertai nyeri perut kanan atas,nyeri tekan dan panas

badan. Dikenal dua klasifikasi yaitu akut dan kronis (Brooker,2011).

Kolesistitis adalah reaksi inflamasi dinding kandung empedu. Kolesistitis

adalah radang kandung empedu yang merupakan reaksi inflamasi akut

dinding kandung empedu disertai keluhan nyeri perut kanan atas, nyeri tekan

dan panas badan.Dikenal klasifikasi kolesistitis yaitu kolesistitis akut serta

kronik. (Dr. Suparyanto, M.Kes 2009).

Kolesistitis adalah inflamasi kantung empedu akut atau kronis yang

disebabkan oleh batu empedu yang terjepit dalam saluran sistik dan disertai

inflamasi di balik obstruksi (Williams & wilkins 2011). Kolesistisis adalah

inflamasi kantung empedu akut atau kronik (ovedoff,2002).

2. Etiologi
Penyebab terjadinya kolesistitis adalah statis cairan empedu, infeksi kuman

dan iskemia dinding kandung empedu. Bagaimana stasis di duktus sistitis

dapat menyebabkan kolesistitis dalam belum jelas. Banyak factor yang

berpengaruh seperti kepekatan cairan empedu, kolesterol, lisolesitin dan

prostaglandin yang merusak lapisan mukosa dinding kandung empedu diikuti

oleh reaksi inflamasi dan supurasi.

Selain factor-faktor di atas kolesistitis dapat terjadi juga pada pasien yang

dirawat cukup lama dan mendapat nutrisi secara parentesal pada sumbatan

karena keganasan kandung empedu, batu disaluran emepedu atau merupakan

salah satu komplikasi penyakit lain seperti demam tipoid dan IOM (Prof. dr.

H.M. Sjaifaoellah Noer).

Sekitar 95% penderita peradangan kandung empedu akut, memiliki batu

empedu.

Kadang suatu infeksi bakteri menyebabkan terjadinya peradangan.

Kolesistitis akut tanpa batu merupakan penyakit yang serius dan cenderung

timbul setelah terjadinya:

 Cedera

 Pembedahan

 luka bakar

 sepsis (infeksi yang menyebar ke seluruh tubuh)

 penyakit-penyakit yang parah (terutama penderita yang menerima

makanan lewat

infus dalam jangka waktu yang lama).

Sebelum secsara tiba-tiba merasakan nyeri yang luar biasa di perut bagian

atas, penderita biasanya tidak menunjukan tanda-tanda penyakit kandung


empedu.

Kolesistitis kronis terjadi akibat serangan berulang dari kolesistitis akut,

yang menyebabkan terjadinya penebalan dinding kandung empedu dan

penciutan

kandung empedu.Pada akhirnya kandung empedu tidak mampu menampung

empedu.

Penyakit ini lebih sering terjadi pada wanita dan angka kejadiannya

meningkat

pada usia diatas 40 tahun.

3. Anatomi dan fisiologi

Kandung empedu adalah sebuah kantung berbentuk seperti buah pir, yang

terletak pada permukaan inferior dari hati pada garis yang memisahkan lobus

kanan dan kiri, yang disebut dengan fossa kandung empedu. Ukuran kandung

empedu pada orang dewasa adalah 7cm hingga 10 cm dengan kapasitas lebih

kurang 30mL. Kandung empedu menempel pada hati oleh jaringan ikat

longgar , yang mengandung vena dan saluran limfatik yang menghubungkan

kandung empedu dengan hati. Kandung empedu dibagi menjadi empat area
anatomi: fundus, korpus, infundibulum, dan kolum (Avunduk, 2002). Saluran

biliaris dimulai dari kanalikulus hepatosit, yang kemudian menuju ke duktus

biliaris. Duktus yang besar bergabung dengan duktus hepatikus kanan dan

kiri, yang akan bermuara ke duktus hepatikus komunis di porta hepatis. 5

Ketika duktus sistika dari kandung empedu bergabung dengan duktus

hepatikus komunis, maka terbentuklah duktus biliaris komunis. Duktus

biliaris komunis secara umum memiliki panjang 8 cm dan diameter 0.5-0.9

cm, melewati duodenum menuju pangkal pankreas, dan kemudian menuju

ampula Vateri (Avunduk, 2002). Suplai darah ke kandung empedu biasanya

berasal dari arteri sistika yang berasal dari arteri hepatikus kanan. Asal arteri

sistika dapat bervariasi pada tiap tiap orang, namun 95 % berasal dari arteri

hepatik kanan (Debas, 2004). Aliran vena pada kandung empedu biasanya

melalui hubungan antara vena vena kecil. Vena-vena ini melalui permukaan

kandung empedu langsung ke hati dan bergabung dengan vena kolateral dari

saluran empedu bersama dan akhirnya menuju vena portal. Aliran limfatik

dari kandung empedu menyerupai aliran venanya. Cairan limfa mengalir dari

kandung empedu ke hati dan menuju duktus sistika dan masuk ke sebuah

nodus atau sekelompok nodus. Dari nodus ini cairan limfa pada akhinya akan

masuk ke nodus pada vena portal. Kandung empedu diinervasi oleh cabang

dari saraf simpatetik dan parasimpatetik, yang melewati pleksus seliaka. Saraf

preganglionik simpatetik berasal dari T8 dan T9. Saraf postganglionik

simpatetik berasal dari pleksus seliaka dan berjalan bersama dengan arteri

hepatik dan vena portal menuju kandung empedu. Saraf parasimpatetik

berasal dari cabang nervus vagus (Welling & Simeone, 2009).

Fisiologi Kandung Empedu Fungsi kandung empedu yaitu sebagai berikut:


a) Menyimpan dan mengkonsentrasikan cairan empedu yang berasal dari

hati di antara dua periode makan.

b) Berkontraksi dan mengalirkan garam empedu yang merupakan

turunan kolesterol, dengan stimulasi oleh kolesistokinin,ke duodenum

sehingga membantu proses pencernaan lemak (Barett, 2006).

Cairan empedu dibentuk oleh hepatosit, sekitar 600 mL per hari, terdiri dari

air, elektrolit, garam empedu, kolesterol, fosfolipid, bilirubin, dan senyawa 6

organik terlarut lainnya. Kandung empedu bertugas menyimpan dan

menkonsentrasikan empedu pada saat puasa. Kira-kira 90 % air dan elektrolit

diresorbsi oleh epitel kandung empedu, yang menyebabkan empedu kaya

akan konstituen organik (Avunduk, 2002). Di antara waktu makan, empedu

akan disimpan di kandung empedu dan dipekatkan. Selama makan, ketika

kimus mencapai usus halus, keberadaan makanan terutama produk lemak

akan memicu pengeluaran kolesistokinin (CCK). Hormon ini merangsang

kontraksi dari kandung empedu dan relaksasi sfingter Oddi, sehingga empedu

dikeluarkan ke duodenum dan membantu pencernaan dan penyerapan lemak.

Garam empedu secara aktif disekresikan ke dalam empedu dan akhirnya

disekresikan bersama dengan konstituen empedu lainnya ke dalam duodenum.

Setelah berperan serta dalam pencernaan lemak, garam empedu diresorpsi ke

dalam darah dengan mekanisme transport aktif khusus di ileum terminal. Dari

sini garam empedu akan kembali ke sistem porta hepatika lalu ke hati, yang

kembali mensekresikan mereka ke kandung empedu. Proses pendaurulangan

antara usus halus dan hati ini disebut sebagai sirkulasi enterohepatik

(Sherwood, 2001). Dalam keadaan dimana kandung empedu tidak berfungsi


dengan baik, garam empedu yang telah melalui sirkulasi enterohepatik

sebagian besar akan disimpan di usus halus (Barett, 2006).

4. Patofisiologi

Prevalensi batu empedu meningkat seiring dengan perjalanan usia, terutama

untuk pasien diatas 40 tahun. Perempuan berisiko dua kali lebih tinggi 7

mengalami batu empedu dibandingkan dengan pria. Kejadian batu empedu

bervariasi di negara berbeda dan di etnis berbeda pada negara yang sama.

Perbedaan ini menunjukkan bahwa faktor genetik berperan penting dalam

pembentukan batu empedu. Prevalensi tinggi batu empedu campuran di

negara Barat, sedangkan di Asia umumnya dijumpai batu pigmen (Lee&

Ko,2009). Batu pigmen sering diasosiasikan dengan penyakit hemolitik dan

sering dijumpai di daerah endemik anemia hemolitik dan malaria. Batu

pigmen hitam merupakan penyebab batu empedu di negara barat sekitar 25% ,

terdiri dari polimer bilirubin tanpa kalsium palmitat, sedikit kolesterol dan

matriks dari bahan organik. Batu pigmen hitam biasanya multipel, kecil,

ireguler, dan berwarna hijau-kehitaman. Batu pigmen coklat mengandung

kalsium bilirubinat, kalsium palmitat, dan hanya sedikit jumlah kolesterol

yang terikat pada matriks bahan organik (Cuschieri, 2003; Debas, 2004).

Faktor gaya hidup , seperti obesitas, kurangnya beraktivitas, diet, dan

obatobatan juga berperan penting dalam kejadian batu empedu baik

simtomatik ataupun asimtomatik. Diet tinggi karbohidrat, rendah protein

nabati, dan rendah serat juga dihubungkan dengan batu empedu simpomatik.

Obat-obatan diuretik seperti thiazid dan terapi estrogen juga meningkatkan

resiko batu empedu (Lee& Ko,2009).


5. Manifestasi klinis

Hanya 20-25% pasien dengan batu empedu yang menunjukkan gejala klinia.

Biasa batu empedu dijumpai ketika dilakukan pemeriksaan USG dan dijumpai

asimtomatik pada 80% pasien (Paumgartner&Greenberger, 2006).

a) Kolik bilier Kolik yang diakibatkan oleh obstruksi transien dari batu

empedu merupakan keluhan utama pada 70-80% pasien. Nyeri kolik

disebabkan oleh spasme fungsional di sekitar lokasi obstruksi. Nyeri

kolik mempunyai karakteristik spesifik; nyeri yang dirasakan bersifat

episodik dan berat, lokasi di daerah epigastrium, dapat juga dirasakan

di daerah kuadran kanan atas, kuadran kiri, prekordium, dan abdomen

bagian bawah. Onset nyeri tiba-tiba dan semakin memberat pada 15

menit pertama dan berkurang hingga tiga jam berikutnya. Resolusi

nyeri lebih lambat. Nyeri dapat menjalar hingga region interskapular,

atau ke bahu kanan (Cuschieri, 2003).

b) Kolesistitis kronik Diagnosis yang tidak pasti yang ditandai dengan

nyeri perut atas kanan yang bersifat intermiten, distensi, flatulens, dan

intoleransi makanan berlemak, atau apabila mengalami kolesistitis

episode ringan yang berulang. (Cuschieri, 2003).

c) Kolesistitis obstruktif akut Ditandai dengan nyeri konstan pada

hipokondrium kanan, pireksia, mual , dapat atau tidak disertai dengan

jaundice, Murphy sign positif (nyeri di kuadran atas kanan),

leukositosis (Cuschieri, 2003).

d) Kolangitis Ditandai dengan nyeri abdominal, demam tinggi, obstruktif

jaundice (Charcot’s triad), nyeri hebat pada kuadran atas kanan.

(Cuschieri, 2003).
e) Jaundice obstruktif Ditandai nyeri abdominal atas, warna feses pucat,

urin berwarna gelap seperti teh pekat, dan adanya pruritus. Jaundice

obstruktif dapat berujung ke kolangitis bila saluran bersama tetap

terjadi obstruksi (Cuschieri, 2003).

6. Pemeriksaan diagnostik

a) Ultrasonografi (USG): merupakan pemeriksaan yang banyak

digunakan untuk mendeteki batu empedu. USG memiliki sensitivitas

95% dalam mendiagnosis batu kandung empedu yang berdiameter

1,5mm atau lebih.

b) Computed Tomography (CT) : berguna untuk mendeteksi atau

mengeksklusikan batu empedu, terutama batu yang sudah

terkalsifikasi, namun lebih kurang sensitif dibandingkan dengan USG

dan membutuhkan paparan terhadap radiasi.

c) Magnetic Resonance Imaging (MRI) dan Cholangiopancreatography

(MRCP) : lebih berguna untuk menvisualisasi saluran pankreas dan

saluran empedu yang terdilatasi.

d) Endocospic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP) : lebih

untuk mendeteksi batu pada saluran empedu

(Paumgartner&Greenberger, 2006)

7. Komplikasi

a) Demam tinggi, menggigil, peningkatan jumlah leukosit dan

berhentinya gerakan

usus (ileus) dapat menunjukkan terjadinya abses, gangren atau

perforasi kandung

empedu.
b) Serangan yang disertai jaundice (sakit kuning) atau arus balik dari

empedu ke

dalam hati menunjukkan bahwa saluran empedu telah tersumbat

sebagian oleh batu

empedu atau oleh peradangan.

c) Jika pemeriksaan darah menunjukkan peningkatan kadar enzim

amilase, mungkin

telah terjadi peradangan pankreas (pankreatitis) yang disebabkan oleh

penyumbatan

batu empedu pada saluran pankreas (duktus pankreatikus).

8. Penatalaksanaan

a. Penatalaksanaan pendukung dan diet

a) Istirahat yang cukup

b) Intervensi bedah harus ditunda sampai gejala akut mereda.

c) Berikan diit makanan cair rendah lemak dan karbohidrat

d) Pemberian buah yang masak, nasi / ketela, daging tanpa lemak,

kentang yang dilumatkan, sayuran yang tidak membentuk gas,

roti,kopi atau teh.

e) Hindari telur, krim, daging babi, gorengan, keju dan bubu-bumbu

berlemak.

b. Farmakoterapi

a) Diberikan asam ursodeoksikolat (uradafalk) dan kerodeoksikolat

(chenodical, chenofalk digunakan untuk melarutkan batu empedu

radiolusen yang berukuran kecil terutama terbentuk dari kolesterol


b) Mekanisme kerja ursodeoksikolat dan konodeoksikolat adalah

menghambat sintesis kolesterol dalam hati dan sekresinya sehingga

terjadi desaturasi getah empedu

c) Diperlukan terapi selama 6 hingga 12 bulan untuk melarutkan batu

empedu dan selama terapi keadaan pasien dipantau terus.

d) Dosis yang efektif bergantung pada berat pasien, cara terapi ini

umumnya dilakukan pada pasien yang menolak pembedahan atau

yang dianggap terlalu beresiko untuk menjalani pembedahan.

e) Obat-obatan tertentu lainnya seperti estrogen, kontrasepsi oral,

klofibrat dan kolesterol makanan dapat menimbulkan pengaruh

merugikan terhadap cara terapi ini.

Anda mungkin juga menyukai