Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN KASUS

HIPOGLIKEMIA

Oleh:

dr. Elvira Miranda

Pembimbing: dr. Dora Sianturi

PROGRAM INTERNSIP DOKTER

INDONESIA RSUD DOLOKSANGGUL

SUMATERA UTARA

2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
memberikan berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
laporan kasus ini dengan judul “HIPOGLIKEMIA”
Penulisan laporan kasus ini adalah salah satu syarat untuk
menyelesaikan Program Internsip Dokter Indonesia di Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada
pembimbing kami, dr. Dora Sianturi, yang telah meluangkan waktunya
dalam laporan kasus ini sehingga dapat selesai tepat pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini masih jauh dari
kesempurnaan, baik dari segi isi maupun tata bahasa, untuk itu penulis
mengharapkan saran dan kritik dari pembaca sebagai masukan dalam
penulisan laporan kasus selanjutnya. Semoga laporan kasus ini bermanfaat,
akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, 29 Mei 2021

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................i
DAFTAR ISI...............................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN...........................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................4
2.1 Hipoglikemia...................................................................................4

2.1.1 Definisi...................................................................................4

2.1.2 Epidemiologi..........................................................................4

2.1.3 Etiologi...................................................................................4

2.1.4 Tanda dan gejala.....................................................................5

2.1.5 Klasifikasi..............................................................................7

2.1.6 Patofisiologi...........................................................................9

2.1.7 Penegakan Diagnosis............................................................10

2.1.8 Penatalaksanaan...................................................................13

2.1.9 Pencegahan Diagnosis..........................................................13

2.1.10 Prognosis............................................................................14

BAB III STATUS ORANG SAKIT.........................................................16


BAB IV FOLLOW UP.............................................................................20
BAB V DISKUSI KASUS........................................................................23
BAB VI KESIMPULAN...........................................................................27
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................28

BAB I
PENDAHULUAN

Hipoglikemia adalah keadaan yang menunjukkan kadar glukosa darah di


bawah normal. Pada umumnya kadar glukosa puasa pada orang normal jarang
melampaui 126 mg/dl, jika diatas itu tergolong tidak normal. Biasanya pada
penderita hipoglikemia terjadi kadar glukosa yang rendah yaitu kurang dari 70
mg/dL. Kadar glukosa darah keseluruhan (whole blood) lebih rendah 10%
dibandingkan dengan kadar glukosa plasma dikarenakan eritrosit memiliki
kadar glukosa yang relatif rendah. Hipoglikemia pada pasien diabetes mellitus
tipe 1 (DMT 1) dan diabetes mellitus tipe 2 (DMT 2) merupakan faktor
penghambat utama dalam mencapai sasaran kendali glukosa darah normal atau
mendekati normal. Pengendalian glukosa darah yang baik dan lengkap
didasarkan pada kondisi bebas dari hipoglikemia. Risiko hipoglikemia timbul
akibat mekanisme dalam tubuh yang tidak sempurna dimana kadar insulin pada
malam hari meningkat secara tidak proporsional dan kemampuan fisiologis
tubuh gagal melindungi batas penurunan glukosa darah yang aman. (Setiati,
2014).

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hipoglikemia

2.1.1 Definisi

Hipoglikemia adalah penurunan konsentrasi glukosa serum dengan


atau tanpa adanya gejala-gejala otonom. Hipoglikemia ditandai dengan
menurunnya kadar glukosa darah < 70 mg/dl. (Soelistidjo, 2015)

2.1.2 Epidemiologi
Hipoglikemia biasanya ditemukan pada pasien diabetes melitus.
Sekitar 90% dari semua pasien yang menerima insulin mengalami episode
hipoglikemia. Kejadian hipoglikemia sangat bervariasi, namun pada
umumnya penderita diabetes mellitus tipe 1 memiliki rata-rata episode
hipoglikemia simtomatik per minggu dan per tahun. Diperkirakan 2-4% dari
mortalitas akibat diabetes melitus dikaitkan dengan hipoglikemia (Shafiee,
2012).

Frekuensi hipoglikemia lebih rendah pada orang dengan diabetes


mellitus tipe 2 dibandingkan tipe 1. Studi di Inggris menunjukkan bahwa
pada pasien dengan diabetes mellitus tipe 2 risiko hipoglikemia berat rendah
dalam beberapa tahun pertama (7%) dan meningkat menjadi 25% dalam
perjalanan diabetes. Namun prevalensi diabetes mellitus tipe 2 adalah
sekitar dua puluh kali lipat lebih tinggi dari diabetes mellitus tipe 1 dan
banyak pasien dengan diabetes mellitus tipe 2 akhirnya memerlukan
pengobatan insulin, sehingga sebagian besar episode hipoglikemia terjadi
pada pasien dengan diabetes mellitus tipe 2 (Shafiee, 2012).

Studi yang dilakukan terhadap penduduk yang tinggal di daerah


pedesaan Jawa Timur dan Bali menunjukkan tingkat prevalensi
hipoglikemia sebesar 1,5% pada tahun 1982 dan meningkat menjadi 5,7%
pada tahun 1995. Saat ini Indonesia memiliki estimasi prevalensi
hipoglikemia sebesar 1,2-2,3% (Sutanegara, 2000).

2.1.3 Etiologi
Hipoglikemia biasanya dibagi menjadi hipoglikemia pasa-makan
(reaktif), hipoglikemia puasa, dan hipoglikemia pada pasien rawat inap.
Hipoglikemia pasca-makan dapat disebabkan oleh hiperinsulinisme
pencernaan, intoleransi fruktosa herediter, galaktosemia, sensitivitas leusin,
dan idiopatik. Pada hipoglikemia puasa penyebab utamanya adalah
kurangnya produksi glukosa atau karena penggunaan glukosa yang
berlebihan, sedangkan pada hipoglikemia pasien rawat inap paling lazim
disebabkan oleh penggunaan obat (Longo, 2011).

Hipoglikemia pasca-makan dapat disebabkan oleh hiperinsulinisme


pencernaan. Pasien yang menjalani gastrektomi, gastrojejunostomi,
piloroplasti atau vagotomi dapat mengalami hipoglikemia pasca-makan. Hal
ini disebabkan karena pengosongan lambung yang cepat dengan penyerapan
singkat glukosa turun lebih cepat dibanding insulin. Ketidakseimbangan
insulin-glukosa yang terjadi menyebabkan hipoglikemia. Intoleransi
fruktosa herediter yang dipicu pemasukan fruktosa dan galaktosa juga dapat
menyebabkan hipoglikemia pada anak-anak. Hipoglikemia pasca-makan
karena sebab idiopatik dapat dibagi menjadi hipoglikemia sejati dan
pseudohipoglikemia. Pada hipoglikemia sejati, gejala adrenergik muncul
sesudah makan dan disertai dengan glukosa plasma rendah pada saat gejala
muncul spontan dalam kehidupan sehari-hari. Gejala tersebut berkurang
dengan pemasukan karbohidrat yang meningkatkan glukosa plasma.
Pseudohipoglikemia adalah keadaan yang mengarah ke hipoglikemia 2
sampai 5 jam setelah makan, tetapi tidak memiliki konsentrasi glukosa
plasma rendah ketika muncul gejala secara spontan dalam kehidupan sehari-
hari (Longo, 2011).

Hipoglikemia puasa dapat disebabkan oleh kurangnya produksi atau


penggunaan glukosa, defek enzim, defisiensi substrat, penyakit hati
kongenital, ataupun obat-obatan. Defisiensi hormon penyebab hipoglikemia
puasa karena kurangnya glukosa dapat terjadi pada hipohipofisisme,
insufisiensi adrenal, defisiensi katekolamin, dan defisiensi glukagon.
Adapun defek enzim yang menyebabkan hipoglikemia puasa karena
kurangnya glukosa adalah defek enzim Glucose-6-fosfatase, fosforilase hati,
piruvat karboksilase, fosfoenolpiruvat karboksikinase, fructose-1,6-
difosfatase, dan glikogen sintetase. Defisiensi substrat penyebab
hipoglikemia puasa adalah kurangnya produksi glukosa yang terjadi pada
kasus hipoglikemia ketotik pada bayi, malnutrisi berat, penyusutan otot,
dan kehamilan lanjut. Penyakit hati kongenital yang menyebabkan
hipoglikemia puasa karena kurangnya produksi glukosa dapat berupa
kongesti hati, hepatitis berat, sirosis, uremia, dan hipotermia. Penggunaan
obat seperti alkohol, propranolol, dan salisilat juga dapat menyebabkan
hipoglikemia puasa akibat produksi glukosa yang berkurang. Pada
hipoglikemia puasa akibat penggunaan glukosa berlebihan dapat disebabkan
oleh hiperinsulinisme atau pada kadar insulin memadai tetapi terdapat
kelainan lain di luar pankreas. Hiperinsulinisme disebabkan karena adanya
insulinoma, insulin eksogen, sulfonilurea, penyakit imun dengan insulin
atau antibodi reseptor insulin, dan mengkonsumsi obat-obatan seperti kuinin
pada malaria falciparum, disopiramid, dan pentamidin serta dapat
disebabkan oleh syok endotoksik. Pada kasus kadar insulin memadai tetapi
terjadi hipoglikemia adalah akibat pemakaian glukosa berlebih, dapat
disebabkan oleh tumor ekstrapankreas, defisiensi karnitin sistemik,
defisiensi enzim oksidasi lemak, defisiensi 3-hidroksi-3-metilglutaril-CoA
liase, dan kakeksia dengan penipisan lemak (Longo, 2011).

Pasien rawat inap yang mengalami hipoglikemia paling lazim


disebabkan oleh pengunaan obat-obatan yang diberikan. Tiga obat yang
paling sering menyebabkan hipoglikemia pada pasien rawat inap adalah
insulin, sulfonylurea, dan alkohol. Diperkirakan 60% kasus ketiga obat ini
terlibat dalam diagnosis hipoglikemia (Longo, 2011).

2.1.4 Tanda dan Gejala


Pasien dengan risiko hipoglikemi harus diperiksa menganai
kemungkinan hipoglikrmi simptomatik ataupun asimptomatik pada setiap
kesempatan. Tanda dan gejala hipoglikemi pada orang dewasa:
(Soelistidjo, 2015)

- Autonomik

o Tanda

 Rasa lapar

 Berkeringat

 Gelisah

 Paresthesia

 Palpitasi

 Tremulousness

o Gejala

 Pucat

 Takikardia

 Widened pulsepressure

- Neurogliopenik

o Tanda

 Lemah

 Lesu

 Dizziness
 Pusing

 Confusion

 Perubahan sikap

 Gangguan kognitif

 Pandangan kabur

 diplopia

o Gejala

 Cortical-blindness

 Hipotermia

 Kejang

 Koma

1.1.5 Klasifikasi
Hipoglikemia dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa bagian
terkait dengan derajat keparahannya, yaitu: (Soelistidjo, 2015)

- Hipoglikemia berat: pasien membutuhkan bantuan orang lain untuk


pemberian karbohidrat, glucagon, atau resusitasi lainnya.

- Hipoglikemia simptomatik apabila GDS < 70 mg/dl disertai gejala


hipoglikemia.

- Hipoglikrmia asimptomatik apabila GDS < 70 mg/dl tanpa gejala


hipoglikrmia.

- Hipoglikemia relatif apabila GDS > 70 mg/dl dengan gejala


hipoglikemia.

- Probable hipoglikemia apabila gejala hipoglikemia tanpa pemeriksaan


GDS.

Hipoglikemia berat dapat ditemui pada berbagai keadaan, antara lain:


- Kendali glikemik terlalu ketat

- Hipoglikemia berulang

- Hilangnya respon glucagon terhadap hipoglikemia setelah 5 tahun


terdiagnosis DMT1
- Attenuation of epinephrine, norepinephrine, growth hormone, cortisol
responses
- Neuropati otonom
- Tidak menyadari hipoglikemia
- End Stage Renal Disease (ESRD)
- Penyakit/gangguan fungsi hati
- Malnutrisi
- Konsumsi alcohol tanpa makanan yang tepat

1.1.6 Patofisiologi
Hipoglikemia dapat terjadi ketika kadar insulin dalam tubuh
berlebihan. Terkadang kondisi berlebih ini merupakan sebuah kondisi yang
terjadi setelah melakukan terapi diabetes mellitus. Selain itu, hipoglikemia
juga dapat disebabkan antibodi pengikat insulin, yang dapat mengakibatkan
tertundanya pelepasan insulin dari tubuh. Selain itu, hipoglikemia dapat terjadi
karena malproduksi insulin dari pankreas ketika terdapat tumor pankreas.
Setelah hipoglikemia terjadi, efek yang paling banyak terjadi adalah naiknya
nafsu makan dan stimulasi masif dari saraf simpatik yang menyebabkan
takikardi, berkeringat, dan tremor (Silbernagl dan Lang, 2010).
Ketika terjadi hipoglikemia tubuh sebenarnya akan terjadi mekanisme
homeostasis dengan menstimulasi lepasnya hormon glukagon yang berfungsi
untuk menghambat penyerapan, penyimpanan, dan peningkatan glukosa yang
ada di dalam darah. Glukagon akan membuat glukosa tersedia bagi tubuh dan
dapat meningkatkan proses glikogen dan glukoneogenesis. Akan tetapi,
glukagon tidak memengaruhi penyerapan dan metabolisme glukosa di dalam
sel (Carrol, 2007).

Gambar 1. Mekanisme regulasi glukosa pada tubuh manusia (Cryer,


2011).

Selain itu, mekanisme tubuh untuk mengompensasi adalah dengan


meningkatkan epinefrin, sehingga prekursor glukoneogenik dapat dimobilisasi
dari sel otot dan sel lemak untuk produksi glukosa tambahan. Tubuh
melakukan pertahanan terhadap turunnya glukosa darah dengan menaikkan
asupan karbohidrat secara besar-besaran. Mekanisme pertahanan ini akan
menimbukan gejala neurogenik seperti palpitasi, termor, adrenergik,
kolinergik, dan berkeringat. Ketika hipoglikemia menjadi semakin parah maka
mungkin juga dapat terjadi kebingungan, kejang, dan hilang kesadaran (Cryer,
2011).

Hipoglikemia berat didefinisikan sebagai hipoglikemia yang tidak


dapat di tangani oleh mekanisme homeostasis tubuh. Pada kondisi ini orang
yang terkena hipoglikemia berat dapat kehilangan kesadaran atau merasa
kebingungan. Walaupun penderita hipoglikemia berat akan terlihat sadar, tapi
penderita akan terlihat lethargik (kelelahan) dan emosional. Hal ini disebabkan
karena glukagon tidak dapat mengompensasi adanya insulin yang berlebihan.
Sehingga terkadang ketika seseorang mengalami hipoglikemia berat
dibutuhkan penyuntikkan glukagon. Penyuntikkan glukagon ini dapat
diberikan dengan orang terdekat yang dilatih atau tenaga medis terlatih (Nelms
et al, 2007).

1.1.7 Penegakan Diagnosis


Menurut PERKENI tahun 2015, hipoglikemia ditandai dengan
menurunnya kadar glukosa darah < 70 mg/dl dengan atau tanpa adanya
gejala- gejala sisten otonom, seperti adanya Whipple’s triad:

 Terdapat gejala-gejala hipoglikemia


 Kadar glukosa darah rendah
 Gejala berkurang dengan pengobatan.

1.1.8 Penatalaksanaan
Tanda dan gejala hipoglikemia bervariasi dari satu orang dengan
orang lain. Orang dengan hipoglikemia pada diabetes mellitus harus
mengenal tanda-tanda dan gejala serta menggambarkannya kepada teman-
teman dan keluarga sehingga mereka dapat membantu jika diperlukan.
Staf di sekolah juga harus diberitahu bagaimana mengenali tanda dan gejala
hipoglikemia pada anak dan bagaimana cara mengobatinya. Orang yang
mengalami hipoglikemia beberapa kali dalam seminggu harus menghubungi
pusat pelayanan kesehatan untuk mengatur perubahan dalam rencana
pengobatan, pengurangan obat atau pemberian obat yang berbeda, jadwal
baru untuk insulin atau obat-obatan, makan yang berbeda, atau rencana
kegiatan fisik yang baru apabila diperlukan (Fonseca, 2008).

Ketika orang berpikir glukosa darah mereka terlalu rendah,


mereka harus memeriksa kadar glukosa darah pada sampel darah
menggunakan alat ukur. Jika kadar glukosa di bawah 70 mg/dl, makanan
yang tepat yang harus dikonsumsi untuk menaikkan glukosa darah
adalah:

a. Glukosa gel 1 porsi yang jumlah sama dengan 15 gram karbohidrat.

b. 1/2 gelas atau 4 ons jus buah.

c. 1/2 gelas atau 4 ons minuman ringan biasa.

d. 1 cangkir atau 8 ons susu.

e. 5 atau 6 buah permen.

f. 1 sendok makan gula atau madu.

Langkah berikutnya adalah memeriksa kembali glukosa darah


dalam 15 menit untuk memastikan kadar glukosa telah meningkat menjadi 70
mg/dl atau lebih . Jika masih terlalu rendah, diberikan makanan serupa.
Langkah-langkah ini harus diulang sampai kadar glukosa darah adalah 70
mg/dl atau lebih (Fonseca, 2008).

Menurut Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (2015)


pedoman tatalaksana hipoglikemiaa adalah sebagai berikut:

a. Hipoglikemia ringan
1. Pemberian makanan tinggi glukosa (karbohidrat sederhana).
2. Glukosa murni merupakan pilihan utama, namun bentuk karbohidrat lain
yang berisi glukosa juga efektif untuk menaikkan glukosa darah.
3. Makanan yang mengandung lemak dapat memperlanbat respon respon
kenaikan glukosa darah.
4. Glukosa 15-20 g (2-3 sendok makan) yang dilarutkan dalam air adalah
terpi pilihan pada pasien dengan hipoglikemia yang masih sadar
5. Pemeriksaan glukosa darah dengan glikometer harus dilakukan setelah
15 menit pemberian upaya terapi. Jika pada monitoring glukosa darah 15
menit setelah pengobatan hipoglikemia masih tetap ada, pengobatan
dapat diulang kembali.
6. Jika hasil pemeriksaan glukosa darah kadarnya sudah mencapai normal,
pasien diminta untuk makan atau mengkonsumsi snack untuk mencegah
berulangnya hipoglikemia.
b. Hipoglikemia berat
1. Jika didapat gejala neuroglikopenia, terapi parenteral diperlukan berupa
pemberian dekstrose 20 % sebanyak 50 cc (bila terpaksa bisa diberikan
dekstrose 40 % sebanyak 25 cc). Diikuti dengan infus D5% atau D10%.
2. Periksa glukosa darah 15 menit setelah pemberian IV tersebut. Bila kadar
glukosa darah belum mencapai target, dapat diberikan ulang dekstrose 20
%.
3. Selanjutnya lakukan menitoring glukosa darah setiap 1-2 jamkalau masih
terjadi hipoglikemia berulang pemberia dekstrose 20 % dapat diulang
4. Lakukan evaluasi terhadap pemicu hipoglikemia.

Manajemen hipoglikemia menurut Setiati (2014) tergantung


pada derajat hipoglikemia, yaitu :

a. Hipoglikemia ringan

1. 2-3 tablet glukosa, atau 2-3 sendok teh atau gula madu

2. 120-175 ml jus jeruk

3. Segelas (200cc) susu

4. Setengah kaleng soft drink

b. Hipoglikemia berat

1. Tergantung pada tingkat kesadaran pasien.

2. Bila pasien dalam keadaan tidak sadar, jangan memberi makanan atau
minuman karena bisa berpotensi terjadi aspirasi.

1.1.9 Pencegahan Hipoglikemia


1. Lakukan edukasi tentang tanda dan gejala hipoglikemi, penanganan
sementara, dan hal-hal yang harus dilakukan
2. Anjurkan melakukan Pemantauan Glukosa Darah Mandiri (PGDM),
khususnya bagi pengguna insulin atau obat oral golongan insulin
skretagog.
3. Lakukan edukasi tentang obat-obatan atau insulin yang dikonsumsi,
tentang : dosis, waktu mengkonsumsi, efek samping
4. Bagi dokter yang menghadapi penyandang DM dengan kejadian
hipoglikemi perlu melakukan:
- Evaluasi secara menyeluruh tentang status kesehatan pasien
- Evaluasi program pengobatan yang diberikan dan bila diperlukan
melakukan program ulang dengan memperhatikan berbagai aspek seperti:
jadwal makan, kegiatan olahraga, atau adanya penyakit penyerta yang
memerlukan obat lain yang mungkin berpengaruh terhadap glukosa darah

- Bila diperlukan mengganti obat-obatan yang lebih kecil kemungkinan


menimbulkan hipoglikemi.

1.1.10 Prognosis

Prognosis hipoglikemia dinilai dari penyebab, nilai glukosa darah,


dan waktu onset. Apabila bersifat simtomatik dan segera diobati memiliki
prognosis baik (dubia et bonam) dibandingkan dengan asimtomatik tanpa
segera diberikan oral glucose (dubia et malam) (Hamdy, 2013).

Hipoglikemia pada bukan penderita diabetes tidak memiliki


prognosis yang relevan dapat bersifat baik maupun buruk untuk jangka
panjang (Manucci et al., 2006). Apabila pasien dianjurkan pengambilan
pankreas maka memiliki prognosis tergantung skill medis dan kondisi
indivual (Anonymous, 2013).
BAB III

STATUS ORANG SAKIT

IDENTITAS PASIEN

Nomor RM : 07.02.58

Nama pasien : Robetti Banjarnahor

Umur : 62 tahun

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Tanggal : 26 Mei 2021

Jenis kelamin: Perempuan

Alamat : Pollung

ANAMNESIS PENYAKIT

Keluhan utama : Lemas

Anamnesa : Seorang wanita dibawa keluarganya ke UGD RS

dengan keluhan lemas sejak 30 menit sebelum masuk RS. Sebelumnya


pasien meminum obat gula tetapi makan hanya sedikit. 30 menit sebelum

masuk RS pasien periksa KGD di bidan dengan hasil 25 mg/dl. Keringat

dingin dan pusing di jumpai. Nyeri ulu hati dan mual dijumpai. Riwayat

penyakit terdahulu : diabetes mellitus . Riwayat penggunaan obat : Obat

gula (Minum) dan insulin.

Riwayat penyakit/operasi terdahulu : Diabetes melitus

Riwayat penyakit keluarga :-

Riwayat pemakaian obat : Obat gula (?), Insulin

Riwayat alergi :-

PEMERIKSAAN FISIK

A. Vital Sign

GCS = 14

Tekanan darah : 177/94 mmHg

Nadi : 79 kali/menit

Pernapasan : 22 kali/menit

Suhu : 36,5 C

B. Pemeriksaan Fisik

Kepala : Normocephali

Mata : Konjungtiva anemis

Telinga : Dalam batas normal


Hidung : Dalam batas normal

Mulut : Dalam batas normal

Tenggorokan : Dalam batas normal

Leher : Pembesaran KGB (-), Trakea medial, TVJ: R+2

cmH2O

Thoraks :

- Inspeksi : Simetris fusiformis, Ketinggalan bernafas (−), Iktus kordis

tidak terlihat

- Palpasi : Nyeri tekan (−), Stem fremitus kanan = kiri

- Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru

Batas atas jantung : ICS III

Batas kanan jantung : ICS IV 2 cm lateral LPSD

Batas kiri jantung: ICS IV 1cm lateral LMCS

Batas paru-hati R/A: ICS IV / ICS VI, peranjakan ±2cm

- Auskultasi : Suara pernapasan (Vesikuler kedua lapangan paru)

Suara tambahan (-/-)

- Jantung : S1 + / S2 + , Aktivitas cukup, regular, murmur –

Abdomen : Soepel, peristaltic + normal

Ekstremitas superior : akral dingin

Ekstremitas inferior : akral dingin


PEMERIKSAAN LABORATORIUM

A. Darah Lengkap

Tes Hasil Nilai Normal

Hb 9,1 13 - 16 g/dl
RBC 3.07 3,7-5,5 x 106/uL
WBC 4,73 3,37-8,38 x 103/uL
PLT 314.000 150-400 x 103/uL
Ht 25,3 40 - 48%
GDS 26 < 200 mg/dl

DIAGNOSIS KERJA : Hipoglikemia + Dm tipe II

PENGOBATAN :

1. Tirah Baring
2. IVFD Dextrose 5% 20 gtt/i
3. Injeksi Dextrose 40% 1 flakon
4. Injeksi Mecobalamin 500 mg/12 jam
5. Injeksi Omeprazole 1 Amp/12 jam
6. Amlodipin 1 x 10 mg
7. Candesartan 1 x 8 mg
BAB IV

FOLLOW UP PASIEN

Tanggal 26-05-2021

S Lemas berkurang, Nyeri ulu hati +, Mual +


O Sens : CM HR : 80 x/i T:36,6◦C
TD : 160/80 mmHg RR : 22 x/i
Kepala : Mata anemis (+/+) ikterik
(-/-) Leher : TVJ R+2 cmH2O
Thorax : Cor S1 S2 (+) Reguler, murmur (-), gallop (-)
Pulmo SP: vesikuler ST: ronkhi basah basal kedua paru
(-/-) Abdomen : Soepel, tympani, BU (+) peristaltic normal
Ekstremitas : CRT<3 detik, Akral dingin, edema (-/-)\
KGD : 198 mg/dl (30 menit diruangan)
A Hipoglikemia + Dm tipe 2
P  Bed Rest
 IVFD Dextrose 5% 20 gtt/i
 Injeksi Mecobalamin 500 mg/12 jam
 Injeksi Omeprazole 1 Amp/12 jam
 Amlodipin 1 x 10 mg
 Candesartan 1 x 8 mg
Tanggal 27-05-2021

S Lemas -
O Sens : CM HR : 78 x/i T:
36,7◦C TD : 140/90 mmHg RR :
22 x/i
Kepala : Mata anemis (-/-) ikterik
(-/-) Leher : TVJ R+2 cmH2O
Thorax : Cor S1 S2 (+) Reguler, murmur (-), gallop (-)
Pulmo SP: vesikuler ST: ronkhi basah basal kedua paru
(-/-) Abdomen : Soepel, tympani, BU (+) peristaltis normal
Ekstremitas : CRT<3 detik, Akral hangat, edema (-/-)
KGD : 160 mg/dl
A Dm tipe 2
P  Bed Rest
 IVFD Nacl 0,9% 20 gtt/i
 Injeksi Mecobalamin 500 mg/12 jam
 Injeksi Omeprazole 1 Amp/12 jam
 Amlodipin 1 x 10 mg
 Candesartan 1 x 8 mg
 Lantus 0-0-8
 Novorapid 10-10-10
Tanggal 28-05-2021

S Lemas -
O Sens : CM HR : 82 x/i T:
36,6◦C TD : 147/89 mmHg RR :
22 x/i
Kepala : Mata anemis (-/-) ikterik
(-/-) Leher : TVJ R+2 cmH2O
Thorax : Cor S1 S2 (+) Reguler, murmur (-), gallop (-)
Pulmo SP: vesikuler ST: ronkhi basah basal kedua paru
(-/-) Abdomen : Soepel, tympani, BU (+) peristaltis normal
Ekstremitas : CRT<3 detik, Akral hangat, edema (-/-)
KGDs : 156 mg/dl
A Dm tipe 2
P  Bed Rest
 Lansoprazole 1 x 30 mg
 Sucralfate 3 x CII
 Amlodipin 1 x 10 mg
 Candesartan 1 x 8 mg
 Lantus 0-0-8
 Novorapid 10-10-10
BAB V

DISKUSI KASUS

TEORI DISKUSI
Definisi dan Epidemiologi
Seorang wanita dibawa
Hipoglikemia adalah penurunan keluarganya ke UGD RS dengan
konsentrasi glukosa serum dengan atau keluhan lemas.
tanpa adanya gejala-gejala otonom.
Hipoglikemia ditandai dengan
menurunnya kadar glukosa darah < 70
mg/dl. (Soelistidjo, 2015)
Hipoglikemia biasanya ditemukan
pada pasien diabetes melitus. Sekitar 90%
dari semua pasien yang menerima insulin
mengalami episode hipoglikemia. Kejadian
hipoglikemia sangat bervariasi, namun
pada umumnya penderita diabetes mellitus
tipe 1 memiliki rata-rata episode
hipoglikemia simtomatik per minggu dan
per tahun. Diperkirakan 2-4% dari
mortalitas akibat diabetes melitus dikaitkan
dengan hipoglikemia (Shafiee, 2012).

Frekuensi hipoglikemia lebih rendah pada


orang dengan diabetes mellitus tipe 2
dibandingkan tipe 1. Studi di Inggris
menunjukkan bahwa pada pasien dengan
diabetes mellitus tipe 2 risiko hipoglikemia
berat rendah dalam beberapa tahun pertama
(7%) dan meningkat menjadi 25% dalam
perjalanan diabetes. Namun prevalensi
diabetes mellitus tipe 2 adalah sekitar dua
puluh kali lipat lebih tinggi dari diabetes
mellitus tipe 1 dan banyak pasien dengan
diabetes mellitus tipe 2 akhirnya
memerlukan pengobatan insulin, sehingga
sebagian besar episode hipoglikemia
terjadi pada pasien dengan diabetes
mellitus tipe 2 (Shafiee, 2012).

Studi yang dilakukan terhadap penduduk


yang tinggal di daerah pedesaan Jawa
Timur dan Bali menunjukkan tingkat
prevalensi hipoglikemia sebesar 1,5% pada
tahun 1982 dan meningkat menjadi 5,7%
pada tahun 1995. Saat ini Indonesia
memiliki estimasi prevalensi hipoglikemia
sebesar 1,2-2,3% (Sutanegara, 2000).

Diagnosis
Anamnesis:
Menurut PERKENI tahun 2015, 30 menit sebelum masuk RS.
hipoglikemia ditandai dengan menurunnya
Sebelumnya pasien meminum obat
kadar glukosa darah < 70 mg/dl dengan
gula tetapi makan hanya sedikit. 30
atau tanpa adanya gejala- gejala sisten
otonom, seperti adanya Whipple’s triad: menit sebelum masuk RS pasien

 Terdapat gejala- periksa KGD di bidan dengan hasil


gejala hipoglikemia
25 mg/dl. Keringat dingin dan
 Kadar glukosa darah rendah
pusing di jumpai. Nyeri ulu hati dan
Gejala berkurang dengan pengobatan mual dijumpai. Riwayat penyakit

terdahulu : diabetes mellitus .

Pemeriksaan fisik

GCS = 14

Tekanan darah : 177/94 mmHg

Nadi : 79

kali/menit

Pernapasan : 22 kali/menit

Suhu : 36,5 C

Pemeriksaan Laboratorium

Hb 9,1

WBC 4,73

PLT 314.000

GDS 26 mg/dl

Penatalaksanaan Penatalaksanaan

IGD
Menurut Perkumpulan Endokrinologi
Indonesia (2015) pedoman tatalaksana 1. Tirah Baring
hipoglikemiaa adalah sebagai berikut: 2. IVFD Dextrose 5% 20 gtt/i
3. Injeksi Dextrose 40% 1 flakon
c. Hipoglikemia ringan
1. Pemberian 4. Injeksi Mecobalamin 500
makanan tinggi glukosa (karbohidrat mg/12 jam
sederhana).
5. Injeksi Omeprazole 1 Amp/12
2. Glukosa murni
jam
merupakan pilihan utama, namun bentuk
6. Amlodipin 1 x 10 mg
karbohidrat lain yang berisi glukosa juga
7. Candesartan 1 x 8 mg
efektif untuk menaikkan glukosa darah.
3. Makanan yang
mengandung lemak dapat memperlanbat
respon respon kenaikan glukosa darah.
4. Glukosa 15-20 g
(2-3 sendok makan) yang dilarutkan dalam air
adalah terpi pilihan pada pasien dengan
hipoglikemia yang masih sadar
5. Pemeriksaan
glukosa darah dengan glikometer harus
dilakukan setelah 15 menit pemberian upaya
terapi. Jika pada monitoring glukosa darah 15
menit setelah pengobatan hipoglikemia masih
tetap ada, pengobatan dapat diulang kembali.
6. Jika hasil
pemeriksaan glukosa darah kadarnya sudah
mencapai normal, pasien diminta untuk
makan atau mengkonsumsi snack untuk
mencegah berulangnya hipoglikemia.
d. Hipoglikemia berat
1. Jika didapat gejala
neuroglikopenia, terapi parenteral diperlukan
berupa pemberian dekstrose 20 % sebanyak
50 cc (bila terpaksa bisa diberikan dekstrose
40 % sebanyak 25 cc). Diikuti dengan infus
D5% atau D10%.
2. Periksa glukosa
darah 15 menit setelah pemberian IV tersebut.
Bila kadar glukosa darah belum mencapai
target, dapat diberikan ulang dekstrose 20 %.
3. Selanjutnya
lakukan menitoring glukosa darah setiap 1-2
jamkalau masih terjadi hipoglikemia berulang
pemberia dekstrose 20 % dapat diulang
Lakukan evaluasi terhadap pemicu
hipoglikemia

BAB VI

KESIMPULAN

a. Hipoglikemia adalah keadaan yang menunjukkan kadar glukosa darah


berada di bawah < 70 mg/dl.
b. Hipoglikemia dibagi menjadi tiga yaitu hipoglikemia pasca-makan,
hipoglikemia puasa, dan hipoglikemia pasien rawat inap.
c. Hipoglikemia disebabkan karena glukagon tidak dapat
mengkompensasi insulin yang berlebihan.
d. Manajemen hipoglikemia disesuaikan dengan tingkat keparahannya.
e. Prognosis hipoglikemia dapat dinilai dari penyebab, nilai glukosa
darah, dan waktu onset.
DAFTAR PUSTAKA

Anonymous. 2013. Hypoglycemia (Low Blood Sugar). California: Lucile


Packard Children’s Hospital. Available at
http://www.lpch.org/DiseaseHealthInfo/HealthLibrary/diabetes/hyp
o.html} diakses 29 Mei 2021

Carrol, Robert G. 2007. Elsevier’s Integrated Physiology. Philadelphia:


Mosby Elsevier.

Cryer, Philip E. 2011. Hypoglicemia During Therapy of Diabetes.


Tersedia di
<http://diabetesmanager.pbworks.com/w/page/17680209/Hypoglyce mia
%20During%20Therapy%20of%20Diabetes%20> diakses pada Kamis 28
Mei 2021 pukul 21.22.
Hamdy, O. 2013. Hypoglycemia. US: Harvard Medical School.
available at {http://emedicine.medscape.com/article/122122-
overview#aw2aab6b2b6} diakses 28 Mei 2021 pukul 18:52

Longo, Dan L, et al. 2011. Harrison’s Principles of Internal Medicine 18th


Edition. New York; McGraw-Hill Medical Publishing Divison.

Manucci et al,. 2006. Incidence and prognostic significance of


hypoglycemia in hospitalized non-diabetic elderly patients. USA: NCBI
available at {http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17167310} diakses 28
Mei 2021 pukul 20:40

Nelms, Marcia, Kathryn P. Sucher., dan Sara Long. 2007. Nutrition


Therapy and Pathophysiology. Belmont: Thomson Learning Inc.

Silbernagl, Stefan, dan Florian Lang. 2010. Color Atlas of


Pathophysiology 2nd Ed. New York: Thieme.

Setiati S, dkk. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi VI. Jakarta:
Interna Publishing.

Soelistidjo S A, dkk. Konsensus Pengelolaan Dan Pencegahan Diabetes


Mellitus Tipe 2 Di Indonesia. PB PERKENI. Jakarta. 2015, 56-59.

Sutanegara, Dwi. 2000. The epidemiology and management of diabetes


mellitus in Indonesia. Available at
http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S016882270000173 X

Anda mungkin juga menyukai