Oleh:
dr. Aulia Rahmi
Pendamping:
dr. Yosi Susandri
dr. Matruzi
Puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan UKP (Unit Kesehatan
Perorangan) ini dengan judul “Penurunan Kesadaran et causa Hipoglikemia
DM.” Shalawat beriring salam semoga disampaikan kepada Rasulullah SAW
beserta keluarga, sahabat dan umat beliau.
Laporan UKP ini merupakan salah satu syarat dalam mengikuti program
Internship Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kami mengucapkan
terima kasih kepada dr. Yosi Susandri dan dr. Matruzi selaku pendamping yang
telah memberikan masukan dan bimbingan serta semua pihak yang telah
membantu menyelesaikan laporan UKP ini.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa laporan ini masih jauh dari
kesempurnaan, oleh karena itu kami mengharapkan saran dan kritik untuk
menyempurnakan laporan ini. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kita
semua.
Penulis
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR 1
DAFTAR ISI 2
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 3
1.2 Batasan Masalah 4
1.3 Tujuan dan Penulisan 4
1.4 Metode Penulisan 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi 5
2.2 Etiologi 5
2.3 Patofisiologi 7
2.4 Manifestasi Klinis 8
2.5 Diagnosis 10
2.6 Diagnosis Banding 11
2.7 Tatalaksana 11
2.8 Komplikasi 12
2.9 Prognosis
BAB III LAPORAN KASUS 15
BAB IV DISKUSI 22
DAFTAR PUSTAKA 24
2
BAB 1
PENDAHULUAN
3
Pada laporan UKP ini akan dicantumkan tinjauan kepustakaan mengenai
penurunan kesadaran ec hipoglikemia DM serta laporan kasus dan diskusi pada
bagian akhir untuk membandingkan prosedur yang telah dilakukan dengan teori
sebelumnya.
4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Hipoglikemia adalah keadaan dimana kadar glukosa darah <60
mg/dL atau kadar glukosa darah <80 mg/dL dengan gejala klinis.
Kasus hipoglikemia paling banyak dijumpai pada penderita diabetes.
Hipoglikemia pada penderita diabetes dapat terjadi karena1:
- Kelebihan obat atau dosis obat: terutama insulin, atau obat
hipoglikemia oral
- Kebutuhan tubuh akan insulin yang relatif menurun: gagal ginjal
kronik, pasca persalinan
- Asupan makan tidak adekuat: jumlah kalori atau waktu makan
tidak tepat
- Kegiatan jasmani berlebihan
Hipoglikemia pada usia lanjut merupakan suatu hal yang harus
dihindari, mengingat dampaknya yang fatal atau terjadinya
kemunduran mental bermakna pada pasien. Perbaikan kesadaran pada
penderita diabetes melitus (DM) usia lanjut sering lebih lamban dan
memerlukan pengawasan yang lebih lama.1
2.2 Etiologi
Sindroma hipoglikemia yang diinduksi obat yang paling sering
dijumpai disebabkan oleh kelebihan insulin dan pemakaian OHO,
terutama glibenklamid. Dosis insulin yang tidak bijaksana pada penderita
diabetes, sama seperti penggunaan insulin tanpa setahu dokter, terutama
oleh personal medik, bisa menginduksi hipoglikemia berat. Apabila terjadi
serangan berulang-ulang bisa mengakibatkan kerusakan otak permanen.
Indikasi yang baik pemberian insulin eksogen adalah deteksi antibodi
insulin dalam plasma.3
Obat hipoglikemik oral (OHO) bisa menjadi penyebab hipoglikemia
berat dan berkepanjangan, terutama pada pasien dewasa yang sakit atau
berpuasa namun terus minum obat.3 Terdapat beberapa obat-obat selain
5
obat antidiabetik oral yang dapat menyebabkan hipoglikemia. Obat-obat
ini dibedakan berdasarkan potensi menurunkan gula darah menjadi 3
klasifikasi sedang, lemah, atau sangat lemah.
6
- Alkohol, obat-obatan yang meningkatkan kerja sulfonilurea
2.3 Patofisiologi
Tubuh memiliki mekanisme mempertahankan konsentrasi glukosa
darah yang adekuat untuk digunakan organ-organ tubuh, terutama otak.
Kadar glukosa plasma dalam darah dipertahankan dalam rentang 80 – 150
mg/dL, walaupun asupan makanan dan tingkat aktivitas berbeda-beda.
Hal ini memerlukan pengaturan antara kadar glukosa yang dilepaskan
ke dalam sirkulasi dengan tingkat pemakaiannya dalam jaringan dan
perubahan tersebut terjadi sangat cepat. Sumber glukosa umumnya berasal
dari asupan makanan, namun pada periode antara makan dengan puasa,
gula darah dipertahankan umumnya melalui mekanisme pemecahan
glikogen dan glukoneogenesis. Umumnya pada tiap orang, deposit
glikogen dapat mencukupi kebutuhan untuk mempertahankan kadar gula
darah selama 8 jam sampai 12 jam, dan periode ini dipersingkat jika
kebutuhan glukosa meningkat karena aktivitas atau jika penyimpanan
glikogen berkurang karena lapar atau penyakit. Keseimbangan produksi
glukosa dan pemakaiannya pada jaringan perifer diatur oleh kerja hormon,
sistem saraf, dan sinyal metabolik. Diantara kontrol tersebut, insulin
berperan secara dominan. Pada kondisi puasa, kadar insulin ditekan,
mengakibatkan peningkatan proses glukoneogenesis di hati dan ginjal dan
meningkatkan pembentukan glukosa melalui pemecahan glikogen di
hati.3,4
Menurunnya konsentrasi glukosa darah secara fisiologis akan diikuti
oleh penurunan sekresi insulin endogen yang diikuti oleh pelepasan
hormon-hormon counterregulatory, seperti glukagon dan epinefrin. Kadar
insulin yang rendah juga mengurangi pemakaian glukosa oleh jaringan
perifer sehingga memicu lipolisis dan proteolisis, pelepasan prekursor
glukoneogenesis, dan penyediaan sumber energi alternatif. Hormon lain
seperti glukagon, epinefrin, growth hormone (GH), dan kortisol
memainkan peran yang kecil dalam pengaturan glukosa dalam kondisi
fisiologis. Namun, hormon ini berperan penting dalam kondisi
hipoglikemia. Jika kadar glukosa mencapai level hipoglikemia, maka
7
tubuh akan meresponnya melalui mekanisme hormonal. Glukagon adalah
mekanisme pertama dan terpenting dalam respon ini. Glukagon
mengaktifkan mekanisme glikogenolisis dan glukoneogenesis. Epinefrin
juga berperan pada hipoglikemia akut melalui mekanisme yang serupa.
Jika hipoglikemia berkepanjangan, maka GH dan kortisol akan
mengurangi pemakaian glukosa dan membantu proses produksinya.
Respon pertama pada saat kadar glukosa turun di bawah normal adalah
peningkatan akut sekresi hormone caunter-regulatory (glukosa dan
epinefrin). Lepasnya epinefrin menunjukkan aktivasi sistem
simpatoadrenal. Bila kadar glukosa tetap turun, gejala aktivasi otonomik
mulai tampak. Gejala hipoglikemik berhubungan dengan aktivasi
simpatis dan disfungsi otak akibat penurunan kadar glukosa. Stimulasi
sistem saraf simpatoadrenal menyebabkan berkeringat, jantung berdebar,
gemetaran, gelisah, dan lapar. Pengurangan ketersediaan glukosa otak
(yaitu, neuroglikopenia) dapat bermanifestasi sebagai kebingungan,
kesulitan dengan konsentrasi, lekas marah, halusinasi, gangguan fokus
(misalnya, hemiplegia), dan, akhirnya, koma dan kematian.5
Gejala adrenergik sering mendahului gejala neuroglikopenik dan,
dengan demikian, menyediakan sistem peringatan dini untuk pasien.
Penelitian telah menunjukkan bahwa stimulus utama untuk melepaskan
katekolamin adalah tingkat absolut glukosa plasma; laju penurunan
glukosa kurang penting. Kadar gula darah sebelumnya dapat memengaruhi
respons seseorang terhadap kadar gula darah tertentu.8
68 mg/dl 50-58
mg/dl
Awitan gejala 54 mg/dl 50 mg/dl
counter-regulatory Otonom 43-54mg/dl
Glukagon Perubahan Gangguan
Neuroglikope Disfungsi kognitif
Epinefrin luas pada
nia (mual, Neurofisiologis EEG - tidak
keringat - evoked
response dapat
dingin, lapar, melakukan
<27 mg/dl
gemetar, tugas
penurunan
8 yang
Pelepasan
Neuroglikopenia kompleks
hormonberat tekanan missal
-KejangPenurunan Kesadaran - darah) berhitung
Koma
Gambar 2.1 Patofisiologi hipoglikemia seiring turunnya konsentrasi
glukosa darah
2.5 Diagnosis
Diagnosis hipoglikemia dilakukan berdasarkan trias Whipple yaitu:1,5
9
- Gejala yang konsisten dengan hipoglikemia
- Kadar glukosa plasma rendah
- Gejala mereda setelah kadar glukosa plasma meningkat
2. 5.1 Anamnesis
Penegakkan diagnosis berdasarkan anamnesis:
- Penggunaan preparat insulin atau obat hipoglikemik oral: dosis terakhir,
waktu pemakaian terakhir, perubahan dosis
- Waktu makan terakhir, jumlah asupan gizi
- Riwayat jenis pengobatan dan dosis sebelumnya
- Lama menderita DM, komplikasi DM
- Penyakit penyerta: ginjal, hati, dll
- Penggunaan obat sistemik lainnya: penghambat adrenergik beta,
dll.
2. 5.2 Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan5:
- Pucat
- Diaforesis
- Tekanan darah
- Frekuensi denyut jantung meningkat
- Penurunan kesadaran
- Defisit neurologis fokal transien
- Penurunan kesadaran
2. 5.3 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien curiga
hipoglikemia meliputi5:
- Kadar gula darah
- Tes fungsi ginjal
- Tes fungsi hati
- C-Peptide
10
- Obat: sering: alkohol; kadang: kinin, pentamidine; jarang: salisilat,
sulfonamid
- Hiperinsulinisme endogen: insulinoma, autoimun, sekresi insulin
ektopik
- Gagal ginjal, sepsis, starvasi, gagal hati, gagal jantung
- Defisiensi endokrin: kortisol, growth hormone, glukagon,
epinefrin
- Tumor non-sel: sarkoma, tumor adenokortikal, hepatoma,
leukemia, limfoma, melanoma
- Pasca-prandial: reaktif (setelah operasi gaster), diinduksi alkohol
2.7 Tatalaksana
a. Stadium permulaan (sadar)
- Gula murni 30 gram (2 sendok makan) atau sirup/permen atau
gula murni (bukan pemanas pengganti gula atau gula
diet/gula diabetes) dan makanan yang mengandung
karbohidrat
- Hentikan obat hipoglikemik sementara
- Pantau glukosa darah sewaktu
- Pertahankan GD diatas 100 mg/dl (bila sebelumnya tidak sadar)
- Cari penyebab
b. Stadium lanjut (koma hipoglikemia atau tidak sadar dan curiga
hipoglikemia)
- Diberikan larutan dekstrosa 40% sebanyak 2 flakon (= 50 mL)
bolus intravena
- Diberikan cairan dekstrosa 10% per infus, 8 jam per kolf bila
tanpa penyulit lain
- Periksa GD sewaktu (GDS), kalau memungkinkan dengan
glukometer:
Bila GDS < 50 mg/dL: bolus dekstrosa 40% 50 mL IV
Bila GDS < 100 mg/dL: bolus dekstrosa 40% 25 mL IV
- Periksa GDS setiap 15 menit setelah pemberian dekstrosa 40%:
Bila GDS < 50 mg/dL: bolus dekstrosa 40% 50 mL IV
11
Bila GDS < 100 mg/dL: bolus dekstrosa 40% 25 mL IV
Bila GDS 100-200 mg/dL: tanpa bolus dekstrosa 40%
Bila GDS > 200 mg/dL: pertimbangkan menurunkan
kecepatan drip dekstrosa 10%
- Bila GDS > 100 mg/dL sebanyak 3 kali berturut-turut,
pemantauan GDS setiap 2 jam, dengan protokol sesuai diatas.
Bila GDS > 200 mg/dL: pertimbangkan mengganti infus
dengan dekstrosa 5% atau NaCl 0,9%
- Bila GDS > 100 mg/dL sebanyak 3 kali berturut-turut
masing-masing selang 2 jam, pemantauan GDS setiap 4 jam,
dengan protokol sesuai diatas. Bila GDS > 200 mg/dL:
pertimbangkan mengganti infus dengan dekstrosa 5% atau NaCl
0,9%
- Bila GDS > 100 mg/dL sebanyak 3 kali berturut-turut
masing-masing selang 4 jam, pemeriksaan GDS dapat
diperpanjang sesuai kebutuhan sampai efek obat penyebab
hipoglikemia diperkirakan sudah habis dan pasien sudah dapat
makan seperti biasa
- Bila hipoglikemi belum teratasi, dipertimbangkan pemberian
antagonis insulin, seperti: glukagon 0,5-1 mg IV/IM atau
kortison, adrenal
- Bila pasien belum sadar, sementara hipoglikemia sudah teratasi,
maka cari penyebab lain atau sudah terjadi brain damage akibat
hipoglikemia berkepanjangan.
2.8 Komplikasi
Risiko jangka pendek dari hipoglikemia meliputi situasi
berbahaya yang dapat timbul ketika seorang mengalami hipoglikemia,
baik saat di rumah atau di tempat kerja (misalnya mengemudi,
mengoperasikan mesin). Selain itu, koma berkepanjangan
kadang-kadang dikaitkan dengan gejala neurologis sementara, seperti
paresis, kejang-kejang dan encephalopathy. Komplikasi jangka panjang
parah hipoglikemia adalah gangguan intelektual ringan dan permanen
12
sekuele neurologis, seperti hemiparesis.6,7
Hipoglikemia berulang dapat mengganggu individu merasakan
hipoglikemia berikutnya. Keseimbangan counterregulatory
neurohormonal seperti glukagon dan epinefrin terhadap hipoglikemia
mungkin menjadi tumpul, namun ini bersifat reversibel. Penelitian
retrospektif telah menyatakan adanya hubungan antara sering
hipoglikemia berat (> 5 episode sejak diagnosis) dengan penurunan dalam
kinerja intelektual. Perubahan yang kecil ini tergantung pada
pekerjaan individu, bisa bermakna secara klinis atau tidak. Pada pasien
dengan diabetes tipe 2, sangat tinggi risiko penyakit kardiovaskular,
hipoglikemia simtomatik (<2,8 mmol/L) dikaitkan dengan peningkatan
mortalitas. Mekanisme untuk peningkatan ini tidak pasti, namun
hipoglikemia akut merupakan proinflamasi dan mungkin dapat
mempengaruhi konduksi jantung (depolarisasi, Perpanjangan QT).8
Pada pasien DM:
- Memberikan penjelasan kepada pasien bagaimana mereka
mendapatkan pengobatan. Untuk penanganan diabetes yang baik,
harus direkomendasikan dosis dan waktu pemberian obat yang
tepat.
- Perencanan makan dengan cara mengatur pola makan dan gaya
hidup. Orang dengan diabetes harus makan secaa teratur dan cukup
tiap makan, tidak mencoba untuk melewatkan jadwal makan.
Makanan ringan penting untuk beberapa orang sebelum pergi tidur
atau bekerja untuk mencegah hipoglikemi ditengah malam.1
2.9 Prognosis
Prognosis hipoglikemia tergantung pada penyebab kondisi ini,
tingkat keparahan, dan durasi. Hipoglikemia meningkatkan angka
mortalitas pada pasien dalam kondisi kritis. Pada 22% pasien mengalami
episode hipoglikemia lebih dari 1 kali. Angka mortalitas meningkat
sesuai dengan parahnya derajat hipoglikemia. Jika penyebab
hipoglikemia puasa diidentifikasi dan diobati dini, prognosis yang
sangat baik. Jika masalah ini tidak dapat disembuhkan, seperti
13
tumor ganas dioperasi, prognosis jangka panjang buruk. Namun, perlu
diketahui bahwa tumor ini dapat berkembang agak lambat.3,5
Hipoglikemia yang berat dan berkepanjangan dapat mengancam
kehidupan dan mungkin terkait dengan peningkatan kematian pada pasien
dengan diabetes. Jika pasien memiliki hipoglikemia reaktif, gejala sering
spontan meningkatkan dari waktu ke waktu, dan prognosis jangka panjang
sangat baik. Hipoglikemia reaktif sering diperlakukan berhasil dengan
perubahan pola makan dan berhubungan dengan morbiditas minimal.
Hipoglikemia reaktif yang tidak diobati dapat menyebabkan
ketidaknyamanan yang signifikan untuk pasien, namun gejala sisa jangka
panjang tidak didapati.4
14
BAB 3
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama (inisial) : Ny. LN
Umur/ Tanggal lahir : 47 tahun/ 30 Desember 1952
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Wiraswasta
No RM : 01.23.68
Tanggal Pemeriksaan : 15 Februari 2020
Suku : Minang
Status Perkawinan : Kawin
Agama : Islam
Alamat : Payakumbuh
II. ANAMNESIS
Seorang pasien perempuan usia 41 tahun datang ke IGD RSUD Dr. Adnaan
WD Payakumbuh pada tanggal 15 Februari 2020 pukul 13.20 dengan :
15
- Riwayat konsumsi obat-obatan atau jamu tidak ada
Riwayat penyakit keluarga : riwayat DM (+), ibu kandung
Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum : sakit sedang
Kesadaran : GCS 3 (E1M1V1)
Tekanan Darah : 130/60 mmHg
Nadi : 84 kali/menit, kuat angkat
Nafas : 20 kali/menit
Suhu : 36,7°C
Status Generalis
16
Abdomen
- Inspeksi: distensi (-),tidak ada sikatrik atau bekas operasi
- Palpasi: supel
- Perkusi: timpani
- Auskultasi: bising usus (+) normal
Ekstremitas: akral hangat, CRT <2 detik, tidak ada edema tungkai
V. DIAGNOSIS
Koma hipoglikemia pada DM tipe 2
VI. TATALAKSANA
- O2 nasal canul 3 l/menit
- IVFD D10% 20 tetes per menit
- Bolus D40% 2 flc IV GDR 57 mg/dl, GCS 15 bolus D40% 1 flc IV,
GD setelah 15 menit bolus 101 mg/dl
- Cek GDR/jam, jika GDR < 60 mg/dl: bolus D40 2 flc IV; jika GDR 60-
100: bolus D40 1 flc IV; GDR > 100: IVFD D10 saja 20 tpm
- Jika GD > 200, Novorapid 3 x 10 IU
- Inj. Ceftriaxon 2 x 1 gram IV, skin test dulu
- Inj. Omperazol 1 x 1 vial IV
- Pasang catether urin
VII. PROGNOSIS
- Quo ad vitam : dubia at bonam
- Quo ad functionam : dubia at bonam
17
- Quo ad sanationam : dubia at malam
FOLLOW UP
Tanggal Hasil Pemeriksaan Terapi
16 S/ P/
Februari - Pasien sadar - O2 3 liter/menit
2020 - Intake ada via nasal kanul
- Mual dan muntah tidak ada - IVFD D10% 20
- BAK dan BAB ada tetes per menit
O/ - Cek GDR/8jam
KU Kes. TD Nadi RR T - Jika GD > 200,
sedang CMC 130/70 86x/i 22x/i 36,3°C Novorapid 3 x 10
Paru : suara nafas vesikuler, ronkhi -/- dan wheezing -/- - Inj. Omperazol 1 x
18
Kulit : turgor baik - Cefadroxil 2 x 500
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik mg (po)
Hidung : Nafas cuping hidung (-) - Omperazol 1 x 1
Paru : suara nafas vesikuler, ronkhi -/- dan wheezing -/- caps (po)
Jantung : Bunyi jantung reguler, bising tidak ada
Abdomen : distensi (-), bising usus (+) normal
Ekstremitas : akral hangat, udem (-), CRT< 2 detik
GDR 130 mg/dl
A/
Koma Hipoglikemia pada DM tipe 2 (perbaikan)
19
BAB 4
DISKUSI
Seorang pasien perempuan, usia 47 tahun diantar ke IGD RSUD Dr. Adnaan
WD Payakumbuh tanggal 15 Februari 2020 dengan diagnosis koma hipoglikemia
pada DM tipe 2 ec obat antidiabetik. Diagnosis tersebut ditegakkan berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
Berdasarkan anamnesis didapatkan pasien tidak sadarkan diri sejak 3 jam
sebelum masuk RS. Sebelumnya pasien mengeluhkan berkeringat dingin dan
pusing. Pasien belum pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya. Pada
pemeriksaan fisik, didapatkan penurunan kesadaran pada pasien dengan
GCS E1V1M1. Pada pemeriksaan penunjang gula darah sewaktu (GDS),
didapatkan kadar GDS pasien 15 mg/dL. Pada pasien didapatkan gejala
yang serupa dengan teori gejala hipoglikemia yaitu lemas, gemetar,
keringat dingin dan penurunan kesadaran. Begitu pula dengan hasil
pemeriksaan GDS yang sesuai dengan teori definisi hipoglikemia yaitu
kadar gula darah dibawah 60 mg/dL atau dibawah 80 mg/dL dengan
gejala klinis. Berdasarkan teori, hipoglikemia paling sering terjadi
pada penderita diabetes, dan paling sering disebabkan oleh obat
antidiabetik. Hal ini sesuai dengan kasus ini, dimana berdasarkan
anamnesis, pasien adalah penderita diabetes melitus yang rutin
mengonsumi obat antidiabetik insulin (novorapid) 3 x 10 IU/hari, namun
konsumsi makan pasien sangat sedikit, hanya 3 sendok nasi, sehingga
menyebabkan kadar gula darah yang sangat rendah setelah penggunaan
obat antidiabetik.
Hipoglikemia dapat terjadi secara tiba-tiba. Biasanya bersifat ringan,
tidak membahayakan dan bisa ditangani dengan cepat dan mudah hanya
dengan makan atau minum makanan yang kaya akan glukosa. Namun jika
tidak ditangani, hipoglikemia bisa memburuk dan menyebabkan
penderitanya mengalami perasaan bingung, canggung, hingga pingsan.
Bahkan hipoglikemia berat dapat menyebabkan kejang, koma dan bahkan
kematian. Hal ini terkait dengan penurunan kesadaran pada pasien akibat
hipoglikemia berat.
Terapi emergensi pada pasien melalui pemasangan infus D10% 20 tetes per
menit, lalu bolus D40% 2 flc, cek GDS 15 menit kemudian, didapatkan GDS
pasien 57 mg/dl dengan kesadaran membaik, GCS 15. Terapi selanjutnya sesuai
protap penatalaksanaan hipoglikemia, dimana pasien GD masih dibawah 100,
bolus D40% 1 flc, kemudian cek ulang GDS 15 menit kemudian, didapatkan GD
101 mg/dl dan tetap terpasang D10% 20 tetes per menit. Jika GD > 100 mg/dl tiga
kali berturut-turut dengan jarak 15 menit, cek gula darah per jam, selanjutnya jika
GD > 100 mg/dl tiga kali berturut-turut cek gula darah ditingkatkan menjadi per 2
jam, per 4 jam hingga per 8 jam.
Edukasi pada pasien DM sangat penting, mengingat efek kerja obat insulin
yang cepat dan bergantung terhadap intake yang akan dimetabolisme tubuh,
sehingga jika pasien menggunakan obat antidiabetik namun intake kurang akan
berisiko menyebabkan hipoglikemia berulang. Sebaliknya, jika gula darah tidak
dikontrol dengan obat antidiabetik, bisa menyebabkan gula darah terlalu tinggi
dan menimbulkan komplikasi baik akut atau kronik seperti hiperglikemia ketotik,
neuropati DM, gagal ginjal dan lain sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA