Anda di halaman 1dari 26

Case Report Session

Sindrom Aspirasi Mekonium

Oleh:
Aulia Riani Badawi 2140312177
Ghina Salsabil Aurelly Rivaliza 2140312193
Elistiyo Rizki Akbar 2140312200
Afrilla Syafnita 2240312058

Preseptor:
dr. Fitria Rhahmadani, Sp.A

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS


BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK RSUD DR. ACHMAD MOCHTAR
BUKITTINGGI
2023

0
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamiin, puji dan syukur atas kehadirat Allah S.W.T


dan shalawat beserta salam untuk Nabi Muhammad S.A.W, berkat rahmat dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah case report session dengan
judul “Sindrom Aspirasi Mekonium” Makalah ini diajukan untuk melengkapi
tugas kepaniteraan klinik senior Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas
Kedokteran Universitas Andalas.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada
preceptor dr. Fitria Rhahmadani, Sp.A yang telah membimbing penulis dalam
menyelesaikan makalah ini. Akhir kata, penulis memohon maaf apabila terdapat
kesalahan dalam penulisan makalah ini. Untuk itu, penulis menerima kritik dan
saran dari berbagai pihak untuk menyempurnakan makalah ini.

Padang, 21 Juni 2023

Penulis

1
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Angka Kematian Bayi (AKB) adalah salah satu indikator yang dapat
digunakan dalam menentukan derajat kesehatan suatu negara. Angka kematian
bayi merupakan jumlah bayi yang meninggal sebelum mencapai usia satu tahun
yang dinyatakan dalam 1000 kelahiran hidup pada tahun tersebut. Menurut data
World Health Organization (WHO) angka kematian bayi di dunia masih cukup
tinggi sekitar 29 dalam 1000 kelahiran hidup. Beberapa penyebab kematian bayi
disebabkan berat badan lahir rendah, asfiksia, tetanus, infeksi, dan masalah
pemberian minum.1
Infeksi neonatal merupakan salah satu masalah di bidang pelayanan
perinatologi dengan angka morbiditas dan mortalitas yang cukup tinggi dengan
berbagai latar belakang penyebab. Air ketuban keruh bercampur mekonium dapat
menyebabkan sindrom aspirasi mekonium (MAS) yang mengakibatkan asfiksia
neonatorum yang selanjutnya dapat berkembang menjadi infeksi neonatal.1
Menurut Clear dan Wiswel tingkat keparahan MAS dapat didefinisikan
sebagai ringan (FiO2 < 0,40 selama kurang dari 48 jam), sedang (FiO2 > 0,40
selama lebih dari 48 jam tanpa kebocoran udara) atau berat (ventilasi mekanis
selama lebih dari 48 jam dan/atau hipertensi pulmonal).2
Diagnosis berdasarkan atas penemuan pemeriksaan radiologis. Penyebab
SAM belum jelas mungkin terjadi intra uterin atau segera sesudah lahir akibat
hipoksia janin kronik dan asidosis serta kejadian kronik intra uterin. Faktor risiko
SAM adalah skor Apgar <5 pada menit ke lima, mekonium kental, denyut jantung
yang tidak teratur atau tidak jelas, dan berat lahir. Diagnosis infeksi didasarkan
atas anamnesis, pemeriksaan klinis, dan pemeriksaan penunjang. Diagnosis pasti
ditegakkan dengan biakan darah, cairan serebrospinal, urin, dan infeksi lokal.
Petanda diagnostik sangat berguna sebagai indikator sepsis neonatal karena dapat
meningkatkan sensitivitas dan ketelitian diagnosis serta berguna untuk
memberikan menghentikan secara dini terapi antibiotik.1

2
1.2 Tujuan Penulisan
Penulisan case ini bertujuan untuk memahami serta menambah pengetahuan
mengenai Sindrom Aspirasi Mekonium.

1.3 Batasan Masalah


Batasan penulisan case ini membahas mengenai definisi, klasifikasi,
epidemiologi, etiologi, patogenesis, manifestasi klinis, diagnosis,
penatalaksanaan, pencegahan, komplikasi, dan prognosis sindrom aspirasi
mekonium..

1.4 Metode Penulisan


Penulisan case ini menggunakan metode penulisan tinjauan kepustakaan
merujuk pada berbagai literatur.

3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Mekonium adalah tinja paling awal dari bayi baru lahir. Terkadang bayi
baru lahir mengeluarkan mekonium selama persalinan atau melahirkan, sehingga
menghasilkan cairan ketuban bercampur mekonium.3 Sindrom aspirasi mekonium
(MAS) merupakan sindrom atau kumpulan berbagai gejala klinis dan radiologis
akibat janin atau neonatus menghirup atau mengaspirasi mekonium. Sindrom
aspirasi mekonium dapat terjadi sebelum, selama, dan setelah proses persalinan.
Mekonium yang terhirup dapat menutup sebagian atau seluruh jalan napas
neonatus. Udara dapat melewati mekonium yang terperangkap dalam jalan napas
neonatus saat inspirasi. Mekonium dapat juga terperangkap dalam jalan napas
neonatus saat ekspirasi sehingga mengiritasi jalan napas dan menyebabkan
kesulitan bernapas.1

2.2 Epidemiologi
Cairan ketuban yang bercampur mekonium lebih sering terjadi pada bayi
baru lahir post-term. Insidennya bervariasi dengan usia kehamilan, pada bayi
prematur terjadi pada 5,1% kasus, pada bayi cukup bulan sebesar 16,5%, dan pada
bayi post term 27,1%. Meskipun cairan ketuban yang bercampur mekonium
diperlukan untuk diagnosis MAS, hanya 2% sampai 10% bayi yang lahir melalui
cairan ketuban yang diwarnai dengan mekonium berkembang menjadi MAS.
Angka kejadian MAS telah menurun di negara-negara maju berkat peningkatan
ilmu obstetri dan perawatan perinatal.3

2.3 Etiologi
MAS disebabkan oleh aspirasi cairan ketuban yang bercampur mekonium.
Cairan ketuban yang bercampur mekonium bukanlah temuan yang tidak umum
dan tidak selalu dikaitkan dengan MAS Stres uterus karena hipoksia atau infeksi
dapat menyebabkan keluarnya mekonium janin lebih awal. Penyebab aspirasi
mekonium mungkin terjadi intrauterin atau segera sesudah lahir. Hipoksia janin

4
kronik dan asidosis dapat mengakibatkan gasping janin yang mempunyai
konsekuensi aspirasi mekonium intrauterin. Tidak seperti feses bayi, mekonium
lebih gelap dan lebih kental. Ini terbentuk melalui akumulasi seluler janin (kulit,
gastrointestinal, rambut) dan sekresi. Aspirasi bahan ini menyebabkan obstruksi
jalan napas, memicu perubahan inflamasi, dan menginaktivasi surfaktan. Melalui
mekanisme ini, neonatus mengembangkan pernafasan.3

2.4 Faktor Resiko


Beberapa penelitian mengenai faktor risiko antenatal dan perinatal yang
terkait dengan MAS seperti gawat janin atau CTG yang abnormal (43-67%),
seperti pada asidosis metabolik tali pusat (21-24%), dan skor Apgar rendah pada 5
menit (18-60%). Selain itu peningkatan kadar laktat dalam gas darah selama satu
jam pertama kehidupan juga dapat menjadi faktor risiko untuk pengembangan
MAS. Adanya riwayat inflamasi atau infeksi pada ibu juga berhubungan dengan
MAS seperti pada demam intrapartum pada 49-57% kasus. Funisitis dan atau
korioamnionitis akut telah dilaporkan pada 18-65% pasien, dan ketuban pecah >
18 jam terjadi pada 5–30% kasus. Konsistensi mekonium menjadi indikator
penting lain dari MAS karena mekonium yang kental telah dilaporkan pada 51-
75% pasien dengan MAS.2

2.5 Patogenesis
MAS memiliki patofisiologi patofisiologi, mekanisme patofisiologi utama
meliputi :

1. Inflamasi/infeksi antenatal

Infeksi bakteri, endotoksin dan tingginya konsentrasi mediator inflamasi


ditemukan pada kasus MSAF (Meconium Stained Amniotic Fluid). Dimana bila
fetus menelan produk mikroba dan mediator inflamasi akan menyebabkan
peningkatan peristaltik dan pasase usus sehingga bisa diaspirasi oleh fetus.
Beberapa studi menemukan mekonium di dalam alveoli anak yang lahir mati,
menunjukkan bahwa adanya mekonium antemortem di dalam rahim akibat
hipoksia dan proses inflamasi. Selanjutnya, pemeriksaan histologus menemukan

5
adanya peningkatan inflamasi plasenta akut pada MSAF. Meskipun cairan
ketuban bersifat bakteriostatik, dengan penambahan sedikit mekonium akan
merusak efek penghambat ini dan meningkatkan pertumbuhan bakteri seperti
Streptococcus grup B dan Escheria coli.2

2. Obstruksi jalan napas mekanik

Penghabatan jalan napas oleh sumbatan mekonium menyebabkan resistensi


tinggi terhadap aliran udara dan udara yang terperangkap sesuai dengan
konsistensi dan kuantitas dari cairan mekonium. Jika obstruksi sebagian, efek
katup akan menyebabkan kondisi hiperinflasi, dan apabila obstruksi total akan ada
area “bebercak” di area atelektasis. Gas yang terperangkap akan menyebabkan
kebocoran udara seperti emfisema interstisial, penumotoraks, dan
pneumomediastinum. Obstruksi jalan napas sebagian dan seluruhnya telah
dianggap sebagai mekanisme patofisiologi utama MAS selama bertahun-tahun.2

3. Surfaktan inaktif

Inaktivasi surfaktan disebabkan oleh aksi dari asam lemak mekonium yang
menyebabkan atelektasis dan mengganggu terhadap ventilasi dan perfusi.
Walaupun mekanismenya masih belum dipahami sepenuhnya, komponen larut
lemak dan larut air dari mekonium terlibat dalam proses ini. Mekonium dapat
mengubah kekentalan dan ultrastruktur dari surfaktan melalui toksisitas langsung
terhadap pneumosit tipe II. Selanjutnya, hal ini akan mengurangi level protein A
dan B dan mempercepat konversi dari agregasi aktif besar menjadi bentuk kecil
yang kurang aktif dan menentukan perpindahan dari permukaan alveolar.
Disfungsi surfaktan semakin diperparah dengan meningkat protein plasma karena
kerusakan membran alveolar-kapiler dan adanya enzim proteolitik dan oksigen
radikal bebas.2

4. Aktivasi kaskade inflamasi

Interstium alveolar pasien denga MAS menunjukan infiltrat seluler inflamasi


yang ditandai dengan pelepasan sitokin dan aktivasi komplemen. Mekonium
mengandung zat dengan aksi kemotaksis untuk neutrofil, ini juga akan

6
mengaktivasi sistem komplemen, memiliki fungsi vasoaktif dan juga sumber
mediator pro-inflamasi (seperti IL-1, IL-6 dan IL-8 dan TNF). Terlepas dari peran
pebaikan peradangan, potensi destruktifnya dapat menyebabkan kerusakan
jaringan lokal. Selama beberapa dekade telah diketahui secara luas bahwa
mekonium beracun dan menginduksi peradangan dan apoptosis dan dapat
menyebabkan pneumonia kimia dalam 48 jam pertama kehidupan dengan risiko
infeksi bakteri berlebihan. Namun, mekanisme seluler yang mendasari inisiasi
kaskade inflamasi pada manusia masih harus diklarifikasi. Karena mekonium
diproduksi di usus dan oleh karena itu hanya terpapa secara minimal ke sistem
kekebalan tubuh selama kehidupan janin, mekonium dikenali sebagai “bukan diri
sendiri” yang memicu aktivasi kekebalan bawaan. Telah dihipotesiskan bahwa
dua sistem utama pengenalan imunitas bawaan (reseptor seperti tol dan sistem
komplemen) dapat mengenali mekonium sebagai berbahaya dan mengaktidkan
kaskade inflamasi. Secara in vivo, masuk akal untuk berhipotesis bahwa pemicu
tambahan inflamasi dapat berupa hipoksia krena MAS, baro- dan volu-trauma
terkait pada terapi ventilasi dan oksigen. Memahami mekanis yang mendasari
kaskade inflamasi pada MAS dapat bermanfaat untuk menemukan strategi terapi
baru.2

5. Hipertensi pulmonal persisten

Hal ini terjadi pada 15-20% pasien MAS dan dikaitkan pada berbagai
mekanisme termasuk diantaranya vasokonstriksi pumonal (sekunder akibar
hipoksia/hiperkapnia/asidosis), hipertrofi kapiler (akibat hipoksia intrauterin) dan
hiperekspansi pulmonal (peningkatan resistensi paru). Shunt kanan-kiri
memperburuk hipoksemia dan dapat menyebabkan lingkaran setan yang
berbahaya.4

7
Gambar 2.1 Patofisiologi dari MAS2

2.6 Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis pertama dari MAS adalah adanya ditemukan MSAF saat
lahir pada bayi yang tidak kuat, menunjukan pola asfiksia yang khas. Temuan
umum juga mencakup ensefalopati (hipoksia-iskemik), gagal jantung, perfusi
perifer yang buruk, dan penurunan jumlah urin. Neonatus dengan MAS sering
menunjukan respiratory distress dengan keparahan heterogen yang terkait dengan
takipnea, sianosis, nafas cuping hidung, dan toraksi yang retraksi, hiperekspansi
dan berbentuk barrel-chest. Saat auskultasi ditemukan bunyi rhonki yang luas.
Bayi baru lahir dengan MAS dapat memasuki lingkaran setan yang berbahaya,
hipoksemia menyebabkan asidosis dan keduanya memperburuk hipertensi
pulmonal, hipertensi ini akan menyebabkan pirau kanan ke kiri setinggi foramen
ovale dan duktus arteriosus sehingga menyebabkan sianosis dan hipoksemia yang
berlanjut menjadi lingkaran setan. Temuan pernapasan berkisar dari distres napas
yang ringan atau sedang hingga hipoksemia refrakter berat sekunder hingga
persistent pulmonary hypertension (PPHN), yang memerlukan dukungan
pernapasan lanjutan seperti ventilasi osilasi frekuensi tinggi, oksida nitrat inhalasi,
dan oksigenasi membran ekstrakorporeal.2

8
2.7 Diagnosis

Anamnesis dan presentasi/konteks klinis adalah kunci dalam mencurigai


diagnosis Aspirasi Mekonium. Ini sangat penting, karena intervensi dan
manajemen dini mungkin diperlukan untuk dukungan pernapasan dan
kardiovaskular.

Evaluasi Aspirasi Mekonium

● Radiografi dada (CXR)


○ Temuan CXR awal tidak spesifik. Ini termasuk kerapatan bergaris
secara bilateral. Temuan selanjutnya pada CXR meliputi
hiperinflasi, perataan diafragma, dan atelektasis. Pneumotoraks
juga dapat terlihat.
● Gas darah arteri (ABG)
○ ABG adalah alat untuk menilai tingkat kegagalan pernapasan dan
membantu memandu manajemen (intubasi, ventilasi mekanis).
Pada kasus yang parah, ABG akan menunjukkan hipoksemia,
hiperkapnia, dan asidosis respiratorik.
● Oksimetri nadi
○ Untuk menilai oksigenasi tetapi juga tingkat shunting (perbedaan
pra-duktal dan pascaduktal).
● Ekokardiografi (EKG)
○ EKG adalah alat penting untuk menilai fungsi jantung dan
membantu menyaring tanda-tanda PPHN dan disfungsi ventrikel
kanan. Ini juga membantu mengidentifikasi anatomi jantung dan
mengevaluasi setiap tingkat jantung kanan ke kiri shunting.
● Kultur darah dan trakea
○ Evaluasi untuk sepsis dan pneumonia sangat penting dalam
konteks distres neonatal. Seringkali antibiotik empiris dimulai.

2.8 Tatalaksana

Bayi yang lahir dengan aspirasi mekonium harus menjalani perawatan


neonatal rutin sambil memantau tanda-tanda distres sesuai dengan pedoman

9
resusitasi neonatal umum. Menurut pedoman 2015, American Heart Association,
International Liaison Committee on Resuscitation, dan American Academy of
Pediatrics tidak lagi merekomendasikan pengisapan endotrakeal rutin untuk bayi
yang tidak bertenaga/ lemah. Bayi dengan aspirasi mekonium harus diamati tanda-
tanda MAS.4

Penatalaksanaan MAS terutama bersifat suportif, tetapi identifikasi dan


dukungan dini dapat meningkatkan hasil dan menurunkan morbiditas dan
mortalitas. Ini memerlukan pendekatan tim interprofessional, termasuk dokter
kandungan, bidan, ahli neonatologi, terapis pernafasan, perawat, ahli paru anak,
dan ahli jantung anak.

1) Terapi oksigen

Oksigen tambahan sering dibutuhkan pada MAS dengan tujuan saturasi


oksigen > 90% untuk mencegah hipoksia jaringan dan meningkatkan oksigenasi.
Hipoksemia merupakan pemicu penting dari vasokonstriksi paru, yang dapat
meningkatkan PVR dan memperburuk PPHN.

2) Dukungan ventilasi

Ini diindikasikan dengan hipoksemia refrakter meskipun terapi oksigen,


retensi karbon dioksida, dan peningkatan gangguan pernapasan. Ini juga memiliki
peran untuk dukungan pernapasan pada PPHN dan sindrom kebocoran udara.
Tidak ada strategi ventilasi khusus. Pemantauan oksigenasi dan serial ABG untuk
membantu mengoptimalkan oksigenasi dan ventilasi adalah kuncinya. Pada kasus
yang parah dengan hipoksemia refraktori, pasien mungkin memerlukan oksigenasi
membran ekstrakorporeal (ECMO) untuk dukungan kardiorespirasi.

3) Terapi Surfaktan

Penggunaan surfaktan pada MAS bukan merupakan standar perawatan; namun,


seperti dibahas di atas, inaktivasi surfaktan berperan dalam patogenesis MAS.
Oleh karena itu surfaktan dapat membantu dalam beberapa kasus, perkembangan

10
penggunaan oksigenasi membran ekstrakorporeal (ECMO), dan mengurangi lama
tinggal di rumah sakit.

4) Oksida nitrat

Oksida nitrat inhalasi adalah vasodilator paru yang berperan dalam


hipertensi paru dan PPHN.

11
12
BAB 3
LAPORAN KASUS

Identitas Pasien
Nama : By. Ny. Amira Nurasita Adil
No MR : 580959
Umur : 3 hari
Jenis kelamin : Perempuan
Nama ibu kandung : Ny. A

Seorang pasien perempuan berusia 1 hari datang ke IGD RSAM Bukittinggi


dengan:

Keluhan utama: Bayi merintih saat lahir

Riwayat Penyakit Sekarang:


· Bayi merupakan rujukan dari RS Swasta Pariaman, lahir pada tanggal
16 Juni 2023 pukul 08.00 dengan berat badan lahir 3.100 gram,
panjang badan lahir 50 cm, lahir secara spontan dari ibu G2P1A0H1
gravid 38-39 minggu. Saat lahir bayi merintih, dan dirujuk ke RSUD
Pariaman karena keterbatasan alat dan CPAP sehingga bayi dirujuk ke
RSAM Bukittinggi.
· Apgar score 5/6, ketuban berwarna hijau kental dan berbau. Leukosit
ibu 16.580/mm3.
· Bayi sesak napas sejak lahir, tampak nafas cuping hidung dan terlihat
adanya retraksi dinding dada.
· Bayi tidak langsung menangis, menangis setelah dilakukan suctioning
dan didapatkan lendir berwarna hijau kental dan berbau.
· Kulit kebiruan pada ekstremitas ada, sianosis sirkum oral ada saat
masih di Pariaman. Saat bayi sampai di RSAM Bukittinggi sianosis
tidak ada
· Demam tidak ada. kejang ada 2x, penurunan kesadaran tidak ada.
· Muntah tidak ada.

13
· Kulit kekuningan tidak ada
· Injeksi vitamin K, injeksi gentamisin, dan injeksi cefixime sudah
diberikan di RSUD Pariaman.
· Meconium sudah ada sejak lahir.
· BAK ada.

Riwayat kehamilan sekarang


· G3P2A0
· Presentasi bayi kepala
· Pemeriksaan antenatal : kontrol ke dokter sp.OG 2x, ke bidan setiap
bulan.
· Penyakit selama hamil : anemia (-), hipertensi (-), DM (-), penyakit
jantung (-), penyakit ginjal (-), tuberculosis (-), TORCH (-)

Riwayat penyakit keluarga


· Tidak ada saudara sekandung yang mengalami keluhan yang sama saat
lahir.

Riwayat persalinan dan kehamilan


· Lama hamil : cukup bulan (38-39 minggu)
· Cara lahir : normal pervaginam
· Berat badan lahir : 3100 gram
· Panjang badan : 50 cm
· Saat lahir : tidak langsung menangis
· A/S : 5/6
· Leukosit ibu : 16.580 mm3

Kebiasaan ibu saat hamil


· Pemeriksaan antenatal : kontrol ke dokter Sp.OG 2x, ke bidan setiap
bulan.
· Kualitas makanan baik dan kuantitas makanan cukup.
· Tidak ada mengonsumsi obat-obatan

14
· Tidak ada mengonsumsi alkohol, merokok, dan narkoba.
Riwayat keluarga:

Ayah Ibu

Nama : Tn. H Ny. A


Umur : 33 tahun 30 tahun
Pendidikan : S1 SMA
Pekerjaan : ASN IRT
Perkawinan : Pertama Pertama
Penyakit yang pernah diderita : Tidak ada Tidak ada

Saudara kandung:

No. Jenis Kelamin Umur Keterangan

1. Laki-laki 5 tahun Sehat

2 Perempuan 3 hari Pasien

Pemeriksaan Fisik
Pemriksaan Umum
Keadaan umum : Sakit berat
Kesadaran : kurang aktif
Tekanan darah : 65/34 mmHg
Frekuensi nadi : 132 x/menit
Frekuensi nafas : 33 x/menit
o
Suhu : 36,4 C

SpO2 : 96% terpasang CPAP


Edema : Tidak ada
Ikterus : Tidak ada
Anemis : Tidak ada
Sianosis : Tidak ada
Berat badan : 3.100 gram
Panjang badan : 50 cm

15
Kulit : kulit teraba hangat, sianosis ada, hilang dengan
pemberian oksigen
Kepala : Bulat, simetris, lingkar kepala 33 cm
(normocephal), ubun-ubun datar
Rambut : Hitam dan tidak mudah rontok
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Telinga : Tidak ditemukan kelainan
Hidung : Nafas cuping hidung tidak ada
Mulut : Sianosis sirkum oral tidak ada
Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
Thoraks : Normochest
Paru
Inspeksi : dinding dada simetris kiri dan kanan, retraksi
dinding dada minimal
Palpasi : tidak dilakukan
Perkusi : tidak dilakukan
Auskultasi : suara napas bronkovesikuler, rhonki kasar ada dan
wheezing tidak ada
Jantung
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : tidak dilakukan
Perkusi : tidak dilakukan
Auskultasi : Irama reguler, tidak ada bising
Abdomen
Inspeksi : Tidak ada distensi
Palpasi : Supel, hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : Tidak dilakukan
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Umbilikus : segar
Punggung : Tidak ditemukan kelainan
Alat kelamin : anus ada, anal rugae ada, tidak ada edem pada labia minor

16
Ekstremitas : akral hangat, CRT <3”, edema tidak ada, refleks moro ada, refleks
rooting ada, refleks genggam ada, refleks hisap ada

Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal 17-06-23
Darah Lengkap
Hb : 16 g/dl
Leukosit : 12.035/mm3
Hematokrit : 52,3%
Hitung jenis :
Basofil : 0,2%
Eosinofil : 0,1
Neutfrofil : 82,3%
Limfosit : 12,6%
Monosit : 4,8%
Trombosit :146.000/mm3
Kesan : leukositosis, basophil eosinophil menurun, neutrophil meningat,
limfosit menurun

Elektrolit
Natrium : 133,8 mEq/L
Kalium : 3,85 mEq/L
Clorida : 110,4 mEqq/L
Kesan : klorida meningkat

Kalsium : 8,1 mg/dl


Kesan : kalsium menurun

AGD
pH : 7,46
pCO2 : 29,6 mmHg
pO2 : 64,6 mmHg

17
SaO2 : 94,3%
HCO3 : 21,8 mmol/L
Kesan : alkalosis respiratorik dengan kompensasi sebagian

Tanggal 18-06-23
Elektrolit
Natrium : 135,3 mEq/L
Kalium : 4,84 mEq/L
Clorida : 110 mEqq/L
Kesan : clorida meningkat

Kalsium : 9,3 mg/dl


Kesan : dalam batas normal

Apusan Darah Tepi


Eritrosit : anisositosis, normokrom, eritrosit berinti 2/100 leukosit, sferosit
(+), burr cell (+)
Leukosit : jumlah cukup, shift to the left, neutrophil hipersegmented, dc;
basofil 0, eosinophil 0, neutfrofil batang 48, neutrophil segmen 37, limfosit 11,
monosit 4

Diagnosis kerja :
Neonates cukup bulan sesuai masa kehamilan gravid 38-39 minggu, BBL 3.100
gram + meconium aspirasi syndrome susp. pneumonia neonatal

RENCANA PEMERIKSAAN:
- Rontgen thorax
TATALAKSANA
● Tatalaksana kegawatdaruratan
- Alat bantu napas : CPAP PEEP 5 FiO2 25%
- Rawat incubator
● Tatalaksana nutrisi/diuretic
- ASI 8 x 8cc via NGT

18
● Tatalaksana medikamentosa
- Inj. Ampicillin sulbactam 2 x 160mg iv
- Inj. Gentamisin 1 x 16mg iv
- Inj. Sibitial 2 x 6,5mg iv
- PCT 40 mg k/p

Prognosis
· Ad vitam : dubia ad bonam
· Ad fungsionam : dubia ad bonam
· Ad sanationam : dubia ada bonam

19
FOLLOW UP

19/06/2023 S/ Bayi tampak sesak, retraksi masih ada inimal, sianosis


tidak ada, ikterik tidak ada, muntah tidak ada, baba da,

O/ bak ada
Keadaan umum: sedang
Kesadaran: sadar
TD 67/40 mmHg, MAP 54, HR 128x/menit, RR
68x/menit, T 36,6C SPO2 97% BB 3.200 gram
Kulit: teraba hangat, turgor kulit cepat, sianosis tidakada
Kepala: normocephal, ubun-ubun datar
Mata: konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Paru
Isnpeksi: normochest, pergerakan dinding dada simetris
kiri dan kanan, retraksi ada minimal
Palpasi: tidak dilakukan
Perkusi: tidak dilakukan
Auskultasi: SN bronkovesikuler, rhonki ada wheezing
tidak ada
Jantung
Inspeksi: IC tidak terlihat
Palpasi: tidak dilakukan
Perkusi: tidak dilakukan
Auskultasi : irama jantung regular
Abdomen
Inspeksi: distensi tidak ada, tali pusar tampak berwarna
putih tidak ada tanda-tanda inflamasi
Palpasi: tidak dilakukan
Perkusi: tidak dilakukan
Auskultasi: BU (+) normal
A/ Ekstremitas: hangat, CRT <3 detik
Neonates cukup bulan sesuai masa kehamilan gravid
38-39 minggu, BBL 3.100 gram + meconium aspirasi
syndrome susp. pneumonia neonatal
P/
CPAP PEEP 5 FiO2 25%
ASI 8 x 8cc via NGT
Inj. Ampicillin sulbactam 2 x 160mg iv
Inj. Gentamisin 1 x 16mg iv
Inj. Sibitial 2 x 6,5mg iv
PCT 40 mg k/p

20
20/06/2023 S/ Bayi tampak sesak, retraksi masih ada inimal, sianosis
tidak ada, ikterik tidak ada, muntah tidak ada, baba da,

O/ bak ada
Keadaan umum: sedang
Kesadaran: sadar
TD 81/49 mmHg, MAP 63, HR 110x/menit, RR
54x/menit, T 36,4C SPO2 93% BB 3.220 gram
Kulit: teraba hangat, turgor kulit cepat, sianosis tidakada
Kepala: normocephal, ubun-ubun datar
Mata: konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Paru
Isnpeksi: normochest, pergerakan dinding dada simetris
kiri dan kanan, retraksi ada minimal
Palpasi: tidak dilakukan
Perkusi: tidak dilakukan
Auskultasi: SN bronkovesikuler, rhonki ada wheezing
tidak ada
Jantung
Inspeksi: IC tidak terlihat
Palpasi: tidak dilakukan
Perkusi: tidak dilakukan
Auskultasi : irama jantung regular
Abdomen
Inspeksi: distensi tidak ada, tali pusar tampak berwarna
putih tidak ada tanda-tanda inflamasi
Palpasi: tidak dilakukan
Perkusi: tidak dilakukan
Auskultasi: BU (+) normal
A/ Ekstremitas: hangat, CRT <3 detik

Neonates cukup bulan sesuai masa kehamilan gravid 38-


39 minggu, BBL 3.100 gram + meconium aspirasi
P/ syndrome susp. pneumonia neonatal

CPAP PEEP 5 FiO2 25%


ASI 8 x 8cc via NGT
Inj. Ampicillin sulbactam 2 x 160mg iv
Inj. Gentamisin 1 x 16mg iv
Inj. Sibitial 2 x 6,5mg iv
PCT 40 mg k/p

21
21/06/2023 S/ Bayi tampak sesak, retraksi masih ada inimal, sianosis
tidak ada, ikterik tidak ada, muntah tidak ada, baba da,

O/ bak ada
Keadaan umum: sedang
Kesadaran: sadar
TD 81/48 mmHg, MAP 60, HR 131x/menit, RR
40x/menit, T 37,4C SPO2 95% BB 3.220 gram
Kulit: teraba hangat, turgor kulit cepat, sianosis tidakada
Kepala: normocephal, ubun-ubun datar
Mata: konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Paru
Isnpeksi: normochest, pergerakan dinding dada simetris
kiri dan kanan, retraksi ada minimal
Palpasi: tidak dilakukan
Perkusi: tidak dilakukan
Auskultasi: SN bronkovesikuler, rhonki ada wheezing
tidak ada
Jantung
Inspeksi: IC tidak terlihat
Palpasi: tidak dilakukan
Perkusi: tidak dilakukan
Auskultasi : irama jantung regular
Abdomen
Inspeksi: distensi tidak ada, tali pusar tampak berwarna
putih tidak ada tanda-tanda inflamasi
Palpasi: tidak dilakukan
Perkusi: tidak dilakukan
Auskultasi: BU (+) normal
A/ Ekstremitas: hangat, CRT <3 detik

Neonates cukup bulan sesuai masa kehamilan gravid 38-


39 minggu, BBL 3.100 gram + meconium aspirasi
P/ syndrome susp. pneumonia neonatal

CPAP PEEP 5 FiO2 25%


ASI 8 x 8cc via NGT
Inj. Ampicillin sulbactam 2 x 160mg iv
Inj. Gentamisin 1 x 16mg iv
Inj. Sibitial 2 x 6,5mg iv
PCT 40 mg k/p

22
BAB 4
DISKUSI

Seorang pasien perempuan usia 1 tahun dating ke IGD RSAM dengan


keluhan utama bayi merintih sejak lahir. Bayi merupakan rujukan dari RS Swasta
Pariaman, lahir pada tanggal 16 Juni 2023 pukul 08.00 dengan berat badan lahir
3.100 gram, panjang badan lahir 50 cm, lahir secara spontan dari ibu G2P1A0H1
gravid 38-39 minggu. Saat lahir bayi merintih, dan dirujuk ke RSUD Pariaman
karena keterbatasan alat dan CPAP sehingga bayi dirujuk ke RSAM Bukittinggi.
Pada bayi ini ditemukan sesak napas sejak lahir, napas cuping hidung dan
retraksi dinding dada serta kebiruan pada kulit dan rima oris, hal ini menunjukan
suatu respiratory distress (RDS). RDS dapat terjadi multifactorial diantaranya
akibat dari paru sendiri atau dari jantung. Penyakit paru yang menyebabkan RDS
adalah Transient tachypnea of the newborn (TTN), pneumonia neonatal, MAS,
dan hipertensi pulmonal persisten pada bayi baru lahir (PPHN), diakibatkan oleh
komplikasi selama periode transisi prenatal ke postnatal. Sedangkan dari jantung
disebabkan oleh penyakit jantung bawaan yang cukup sulit dibedakan dengan
penyakit paru pada pemeriksaan awal karena sama-sama memiliki gejala sesak
dan kebiruan.5 Pada anak ini diberikan tatalaksana kegawatdaruratan dengan
pemberian CPAP dengan PEEP 5 dan FiO2 25% dalam tujuan mengurangi sesak
dan meningkatkan saturasi.
Sebelum persalinan ibu mengalami leukositosis dengan jumlah leukosit
16.580 dan saat persalinan didapatkan cairan ketuban bewarna hijau kental dan
berbau. Ini merupakan suatu tanda MSAF dan infeksi pada kehamilan. Pada
kondisi ini merupakan salah satu factor risiko dari MAS dimana infeksi pada ibu
meningkatkan risiko terjadinya MAS. Dengan ketuban warna hijau kental ini
berkaitan juga dengan patogensis dari MAS yang mana terjadi obstruksi mekanik
jalan napas akibat sumbatan meconium yang dapat terjadi sumbatan total ataupun
sebagian yang mana ini meningkatkan kejadian respiratory distressnya.2
Pemeriksan saat ini ditemukan kondisi anak tampak sakit berat, frekuensi
napas 33x/menit, saturasi oksigen 96% dengan terpasang CPAP. Pada pasien ini
tidak ditemukan napas cuping hidung dan sianosis sirkum oral. Pada pemeriksaan

23
thoraka, dadanya normochest dan pada auskultasi paru ditemukan suara napas
bronkovesikuler dengan adanya bunyi rhonki kasar yang menunjukkan adanya
suatu cairan dalam paru yang pada saat ini kita dapat menyimpulkan terjadi suatu
aspirasi pada bayi ini. Hal ini merupakan hasil pemeriksaan yang muncul pada
pasien MAS yang mana ditemukan takipnea, sianosis, nafas cuping hidung,
retraksi dada dan bunyi napas tambahan berupa rhonki kasar saat di auskultasi. 2
Kecurigaan kelainan jantung pada anak dapat disingkirkan dengan tidak
ditemukan adanya kelainan pada pemeriksaan fisik jantung anak.
Pemeriksan pemeriksaan darah rutin ditemukan adanya leukositosis
menandakan adanya suatu infeksi pada bayi ini yang mendukung penyebab
distress napas pada bayi ini. Pada kasus MAS, saat terjadinya MSAF akan terjadi
kaskade inflamasi yang menyebabkan mediator sel inflamasi meningkat akibat
peningkatan dari bakteria dalam paru neonates.
Bayi ini menerima tatalaksana antibiotic ampicillin sulbactam 2 x 160 mg
IV dan gentamicin 1 x 16 mg IV dalam tujuan mengatasi infeksi pada bayi. Pasien
juga diberikan Sibitial 2 x 6,5 mg IV yang mengandung phenobarbital Na yang
mana digunakan sebagai sedatif yang bekerja dengan cara menekan sistem saraf
pusat. Paracetamol 40 mg kapan perlu dalam pencegahan demam pada anak.

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Sari Pediatri, VOL.19, NO.6, 6 APRIL 2018. Rinawati Rohsiswatmo, Ahmad


Kautsar. Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran UI-RSCM,
Jakarta. Laporan kasus berbasis bukti peran bilas surfaktan pada Neonatus
Aterm Dengan Sindrom Aspirasi Mekonium. Tersedia dari:
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view
2. Monfredini C, Cavallin F, Villani PE, Paterlini G, Allais B, Trevisanuto D.
Meconium Aspiration Syndrome: A Narrative Review. Children (Basel).
2021;8(3):230. Published 2021 Mar 17. doi:10.3390/children8030230
3. Sayad E, Silva-Carmona M. Meconium Aspiration. [Updated 2023 Apr 12].
In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2023
Jan-. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK557425/
4. Wyckoff MH, Aziz K, Escobedo MB, Kapadia VS, Kattwinkel J, Perlman
JM, Simon WM, Weiner GM, Zaichkin JG. Part 13: Neonatal Resuscitation:
2015 American Heart Association Guidelines Update for Cardiopulmonary
Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care. Circulation. 2015 Nov
03;132(18 Suppl 2):S543-60.
5. Reuter S, Moser C, Baack M. Respiratory distress in the newborn. Pediatr
Rev. 2014;35(10):417–28.

25

Anda mungkin juga menyukai