Anda di halaman 1dari 31

Case Report Session

Respiratory Distress Syndrome

Oleh:

Rayhan Aulia Darman

1710070100173

Preseptor:

Dr. Eny Yantri Sp.A (K)

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS BAITURRAHMAH RSI SITI RAHMAH

PADANG

2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamiin, puji dan syukur atas kehadirat Allah


S.W.T dan shalawat beserta salam untuk Nabi Muhammad S.A.W, berkat
rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah case report
session dengan judul “Respiratory Distress Syndrome.” Makalah ini diajukan
untuk melengkapi tugas kepaniteraan klinik senior Departemen Ilmu Kesehatan
Anak Fakultas Kedokteran Universitas Baiturrahmah.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada
preceptor dr. Eny Yantri Sp.A,(K) yang telah membimbing penulis dalam
menyelesaikan makalah ini. Akhir kata, penulis memohon maaf apabila terdapat
kesalahan dalam penulisan makalah ini. Untuk itu, penulis menerima kritik dan
saran dari berbagai pihak untuk menyempurnakan makalah ini.

Padang, 02 Juli 2023

Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Morbiditas dan mortalitas neonatus merupakan masalah yang dianggap cukup
serius di negara berkembang.1 Pada tahun 2010, Blencowe H. et al.
mengklasifikasikan 10 negara di dunia yang memiliki jumlah tertinggi kelahiran
prematur. India merupakan negara pertama dengan bayi lahir prematur terbanyak,
yaitu 13.0% dari bayi lahir hidup di sana. China merupakan negara kedua dengan
sekitar 1,2 juta atau 7,8% dari bayi prematur di seluruh dunia. Nigeria, Pakistan dan
Indonesia yang menduduki posisi ke 3,4, dan 5 dengan 5,2%, 5,0% dan 4,5% dari
semua kasus kelahiran prematur.2
Sebanyak kurang lebih 3⁄4 kematian neonatus tersebut terjadi pada tujuh hari
pertama kehidupan. Pada eratahun 60an Indonesia masih memiliki angka kwmatian
bayi (AKB) yang sangat tinggi yaitu sebesar 216 per 1000 kelahiran hidup. Pada
penelitian yang telah dilakukan sebelumnya didapatkan 82 kematian neonatus dari
334 bayi baru lahir dengan Neonatal Respiratory Distress (NRD) dan Hyaline
Membrane Disease (HMD) merupakanpenyebab kematian nomor 2 terbanyak setelah
sepsis neonatal. Dari 82 kematian neonatus, 35 kematian terjadi karena sepsis
neonatal, 20 kematian terjadi karena HMD, 13 kematian terjadi karena ensefalopati
iskemik hipoksik, 11 kematian terjadi karena malformasi kongenital, dan 3 kematian
terjadi karena sindrom aspirasi mekonium 3. HMD yang muncul pada bayi prematur
memiliki presentase 10 persen di Amerika Serikat. 21,3 per 100.000 merupakan
angka kematian HMD di Amerika Serikat.4
HMD telah diakui sebagai komplikasi yang sering didapatkan pada bayiprematur,
lebih dari setengah kasus muncul pada bayi yang memiliki berat badan lahir sebesar
501-1500 gram yang menunjukkan tanda tanda HMD. HMD adalah penyakit
pernapasan akut pada bayi prematur yang disebabkan oleh insufisiensi surfaktan di
alveolus. Insufisiensi surfaktan menyebabkan peningkatan tegangan permukaan di
alveolus selama ekspirasi yang akan menyebabkan kolaps alveolar, atelektasis,
penurunan pertukaran gas, hipoksia berat dengan asidosis, lalu akan menyebabkan
kegagalan pernapasan .5
Makalah ini bertujuan untuk menuliskan tentang HMD, khususnya membahas
mengenai karakteristik dan tatalaksana bayi dengan HMD. Dengan membaca tulisan
ini diharapkan pembaca mendapat pengetahuan dan pemahaman mengenai HMD.

1.2 Rumusan Masalah


Makalah ini membahas mengenai defenisi, epidemiologi, klasifikasi, etiologi,
patofisiologi,manifestasi klinis, penatalaksanaan dan laporan kasus dari Respiratory
Distress Syndrome (RDS).

1.3 Manfaat Penelitian


Makalah ini diharapkan dapat memberikan informasi dan pengetahuan tentang
Respiratory Distress Syndrome (RDS).

1.4 Metode Penelitian


Metode penulisan makalah ini menggunakan metode tinjauan pustaka dengan
mengacu kepada berbagai literatur.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Defenisis

Sindrom Gangguan Napas (SGN) atau Respiratory Distress Syndrom (RDS)


dikenal juga sebagai penyakit membran hialin (PMH) adalah suatu sindroma yang
terjadi pada bayi prematur karena imaturitas struktur paru dan insufisiensi produksi
surfaktan. Sindrom ini terjadi pada bayi prematur segera atau beberapa saat setelah
lahir (4-6 jam) yang ditandai adanya pemapasan cupinghidung, dispnu atau takipnu,
retraksi (suprastemal, interkostal, atau epigastrium), sianosis, suara merintih saat
ekspirasi, yang menetap dan menjadi progresif dalam 48-96 jam pertama kehidupan.5

2.2 Epidemiologi

Insidensi PMH pada bayi prematur sebesar 60-80% pada bayi kurang dari 28
minggu, 15-30% pada bayi 32-36 minggu, 5% pada bayi kurang dari 37 minggu, dan
sangat jarang terjadi padabayi matur. Frekuensinya meningkat pada ibu yang
diabetes, kelahiran sebelum usia kehamilan 37minggu, kehamilan dengan lebih dari
satu fetus, kelahiran dengan operasi caesar, kelahiran yang dipercepat. Pada ibu
diabetes, terjadi penurunan kadar protein surfaktan yang menyebabkan terjadinya
disfungsi surfaktan. Selain itu dapat juga disebabkan pecahnya ketuban untuk waktu
yang lama serta hal- hal yang menimbulkan stres pada fetus seperti ibu dengan
hipertensi dan drugabuse, atau adanya infeksi kongenital kronik.Penyakit membran
hialin (PMH) merupakan penyebab terbanyak angka kesakitan dan kematian pada
bayi prematur. Di Amerika Serikat, PMH didapatkan pada sekitar 10% dari seluruh
bayi prematur. Angka kematian PMH di Amerika Serikat adalah 21,3 per 100.000.6

2.3 Faktor Resiko

Faktor-faktor lain yang dapat meningkatkan risiko mengembangkan RDS


meliputi:8
a. Kelahiran bayi baru lahir sebelumnya dengan HMD

b. Persalinan sesar

c. Asfiksia perinatal (kekurangan udara segera sebelum, selama atau setelah


lahir)

d. Stres dingin (kondisi yang menekan surfaktan produksi)

e.Infeksi perinatal dan retardasi pertumbuhan

f. Bayi dengan duktus arteriosus paten

g. Kelahiran kembar (sering terjadi bayi kembar prematur)

h. Bayi dari ibu diabetes

i. Hipotiroidisme ibu

j. Mutasi pada gen yang mengkode surfaktanprotein.

Persalinan sesar telah terbukti mewakili faktor risiko independen untuk RDS,
kejadian HMD berkurang dengan persalinan sebelum sesar, tetapi masih meningkat.
Ini mendukungpentingnya memastikan kematangan paru-paru janin sebelum operasi
Caesar persalinan, terutama bila dilakukan sebelum persalinan. Studi lain,
membandingkan hasil kelahiran tunggal dan multipel dari bayi yang lahir sebelum
usia kehamilan 32 minggu menunjukkan insiden RDS yanglebih tinggi di antara bayi
dengan kelahiran ganda. Bayi yang lahir dari ibu dengan intoleransi glukosa
(diabetes) berada pada peningkatan risiko morbiditas dan mortalitas yang
berhubungan dengan gangguan pernapasan.8

2.4 Etiologi dan Patofisiologi

PMH disebabkan oleh penurunan fungsi dan pengurangan jumlah surfaktan.


Surfaktan sendiri merupakan kompleks lipoprotein yang terdiri dari fosfolipid seperti
lechitin, fosfatidil gliserol, kolesterol, dan apoprotein yang disintesis oleh sel
epitelial alveolar tipe II dan sel Clara yang semakin banyak jumlahnya seiring
dengan umur kehamilan yang bertambah. Komponen- komponen ini selanjutnya
disimpan di dalam sel alveolar tipe II yang akan dilepaskan ke dalam alveoli untuk
mengurangi tegangan permukaan dan mencegah kolaps paru sehingga membantu
mempertahankan stabilitas alveolar. Surfaktan pertama kali terbentuak pada usia
kehamilan 20 minggu dan matur ketika menginjak uisa kehamilan 35 minggu.
Namun, jika bayi terlahir dalam keadaan prematur, maka fungsi ini tidak dapat
berjalan dengan baik. Adanya imaturitas paru pada bayi prematur dan jumlah
surfaktan yang dihasilkan dan dilepaskan tidak mencukupi kebutuhan saat lahir
menyebabkan tegangan permukaan yang tinggi antara perbatasan gas alveolus
dengan dinding alveolus sehingga paru sulit untuk mengembang. Pada keadaan ini,
bayi berupaya melakukan usaha ventilasi imatur dengan tetap tidak terisi gas di
antara upaya pernapasan sehingga bayi menjadi semakin berat untuk bernapas dan
terjadi hipoventilasi.9

Kekurangan sintesis atau pelepasan surfaktan pada bayi prematur yang


mempunyai unit saluran pernapasan yang masih kecil dan dinding dada lemah dapat
menimbulkan atelektasis, hipoksia, hingga menyebabkan gagal napas. Penyakit
membran hialin disebabkan oleh adanya atelektasis dari tiga faktor yang saling
berhubungan; a) tegangan permukaan yang tinggi akibat fungsi surfaktan yang tidak
optimal dan defisiensi jumlah sintesis atau pelepasan surfaktan b) fungsi unit
pernapasan yang masih kecil, dan c) dinding dada bayi yang masih lemah.8

Hipertensi paru yang menyebabkan pirau kanan ke kiri melalui foramen ovale dan
duktusarteriosus memperburuk hipoksemia. Aliran darah paru yang awalnya menurun
dapat meningkat karena berkurangnya resistensi vaskuler paru dan PDA. Sebagai
tambahan dari peningkatan permeabilitas vaskuler, aliran darah paru meningkat
karena akumulasi cairan dan protein di interstitial dan rongga alveolar. Protein pada
rongga alveolar dapat menginaktivasi surfaktan. Berkurangnya functional residual
capacity (FRC) dan penurunan compliance paru merupakan karakteristik PMH.
Beberapa alveoli kolaps karena defisiensi surfaktan, sementara beberapa terisicairan,
menimbulkan penurunan FRC. Sebagai respon, bayi prematur mengalami grunting
yang memperpanjang ekspirasi.9

2.5 Manifestasi Klinis

Terdapat dua bentuk manifestasi klinis PMH yaitu bentuk akut dan kronis. Pada
bentuk akut gejala klinis mulai kelihatan pada beberapa jam setelah bayi lahir,
terutama dispnea dan takipnea (pernapasan lebih 60x/menit), retraksi dinding dada
dan merintih, seterusnya meningkatdalam 48–72 jam pertama, keadaan ini akan tetap
bertahan sampai kira-kira satu minggu, kemudian menurun dan hilang. Pada bentuk
kronis kesulitan bernapas baru dijumpai setelah 24-36 jam kelahiran, ditandai dengan
sesak nafas, sianosis dan apnea. Gejala ini terlihat jelas pada hari ke 4-7 dan menetap
dalam 2-3 minggu.8

Pada kedua bentuk gambaran ini atelektasis merupakan bentuk patologi utama
paru. Dengan adanya atelektasis paru, terjadilah penurunan volume dada, secara fisik
terlihat adanya konkafitas yang nyata di daerah aksila, daya regang rongga dada
menurun, sehingga pada saat inspirasi terlihat jelas adanya retraksi di daerah
interkostal dan supraternal. Pada saat ekspirasi dibutuhkan tenaga yang lebih besar,
karena pengembangan paru yang tidak merata, udara terperangkap di bagian distal,
sedangkan jalan udara tertutup karena kolaps, sehingga tekanan ekspirasi yang besar
ini menyebabkan bising ekspirasi yang khas yakni merintih.8

2.5 Diagnosis

Diagnosis penyakit membran hialin ditegakkan melalui prosedur pemeriksaan


dari klinissampai pemeriksaan penunjang.
A. Anamnesis

Pada anamnesis harus dicari faktor risikonya meliputi: usia kehamilan yang
preterm, ibu diabetes mellitus, kehamilan kembar, seksio cesar, partus presipitatus
setelah perdarahan antepartum, asfiksia pada masa perinatal dan adanya riwayat
sebelumnya ibu yang melahirkanbayi dengan PMH. Bayi ini akan menunjukkan
gejala kesulitan bernapas pada waktu lahir danberkembang menjadi lebih parah.10
B. Pemeriksaan Fisik
1. Gejala biasanya dijumpai dalam 24 jam pertama kehidupan
2. Dijumpai sindrom klinis yang terdiri dari kumpulan gejala, seperti
gejala berikut:
a. Takipnea (frekuensi nafas >60x/menit)

b. Grunting atau nafas merintih

c. Kadang dijumpai sianosis (pada suhu ruangan)

d. Retraksi dinding dada

3. Perhatikan tanda prematuritas


4. Kadang ditemukan hipotensi, hipotermia, edema perifer, edema paru
5. Perjalanan klinis bervariasi sesuai dengan beratnya penyakit, besarnya
bayi, adanyainfeksi dan derajat dari pirau paten duktus arteriosus.

6. Penyakit dapat menetap atau menjadi progresif dalam 48-96 jam.12

Scoring system yang sering digunakan pada bayi preterm dengan PMH
adalah Silverman – Anderson score untuk mengevaluasi derajat keparahan
dari gangguan nafas. 11

Gambar 2.1 Score Silverman-Anderson2


Tabel 2.1 Score Down

C. Pemeriksaan Penunjang
Terdapat beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk
mengakkan diagonosis HMD:8

1. Analisis Gas Darah (AGD) sangat penting dalam penatalaksanaan PMH.


Nilai yang dapat diterima adalah untuk PO2: 50 –70 mmHg, PCO2: 45 –
60 mmHg, pH: 7,25 atau diatasnyaSaO2: 88 – 95%.

2. Pemeriksaan hematokrit atau hemoglobin diperlukan untuk pemilihan


jenis cairan apabilabayi menderita syok.

3. Kadar gula darah harus dimonitor secara ketat untuk menentukan adekuasi
dari pemberianinfus dekstros.

4. Pemeriksaan penanda infeksi meliputi pemeriksaan sel darah lengkap,


trombosit, kultur darah, kultur cairan amnion dan urin untuk
menyingkirkan adanya early onset sepsis.

5. Kadar elektrolit diperiksa setiap 12 sampai 24 jam untuk menentukan


pemberian cairan elektrolit parenteral.

6. Kadar calsium darah diperiksa setiap hari karena hipocalsemia biasa


terjadi pada bayi yangsakit, tidak diberi makan, preterm atau yang
menderita asfiksia.

7. Pemeriksaan golongan darah, Rh dan coomb’s test untuk keperluan


tranfusi atau penanganan apabila terjadi hiperbilirubinemia.

8. Foto thoraks

Diagnosis yang tepat hanya dapat dibuat dengan pemeriksaan foto


rontgen toraks. Pemeriksaan ini juga sangat penting untuk menyingkirkan
kemungkinan penyakit lain yangdiobati dan mempunyai gejala yang mirip
penyakit membran hialin, misalnya pneumotoraks, hernia diafragmatika,
dan lain-lain. Foto toraks posisi AP dan lateral, bila diperlukan
serial.Gambaran radiologis memberi gambaran penyakit membran hialin.
Gambaran yang khas berupa pola retikulogranular, yang disebut dengan
ground glass appearance, disertai dengan gambaran bronkus di bagian
perifer paru (air bronchogram). Terdapat 4 derajat berdasarkan gambaran
radiologis:
a. Derajat 1: Bercak retikogranular dengan air bronchogram.

b. Derajat 2: Bercak retikogranular menyeluruh dengan air


bronchogram.

c. Derajat 3: Opasitas lebih jelas, dengan air bronchogram lebih


jelas meluas ke cabangperifer. Gambaran jantung menjadi kabur.
d. Derajat 4: Seluruh lapangan paru terlihat putih (opaq)/ white
lung. Tidak tampak airbronchogram, jantung tak terlihat.
Gambar 3. Derajat HMD menurut pemeriksaan radiologis (a) Derajat 1. Bercak
retikogranuler, (b) Derajat 2. Bercak retikogranuler disertai air bronchogram meluas sampai
ke perifer. (c)Derajat 3. Opasitas lebih jelas, dengan air bronchogram lebih jelasmeluas ke
cabang perifer. Gambaran jantung menjadi kabur. (d) Derajat 4: Seluruh lapangan paru
terlihat putih (opaq)/ white lung8

2.6. Diagnosis Banding


1. Transient Tachypnoea Of The Newborn (TTN)
Peningkatan kadar epinefrin pada fetus pada saat partus umumnya mengurangi
produksi cairan paru dan mengaktivasi channel natrium yang menimbulkan
terjadinya reabsorbsi. Gagalnya untuk membersihkan paru dari cairan paru ini
menyebabkan terjadinya TTN. Faktor risiko terjadi TTN termasuk kelahiran preterm,
kelahiran dengan sectio caesaria, dan bayi dengan jenis kelamin laki-laki. TTN juga
dihubungkan dengan maternal asma. Pada gejala awal, TTN sulit untuk dibedakan
dengan penyakit membran hialin. Diagnosis TTN hanya dapat ditegakkan dengan
foto rontgen paru yaitu adanya opasitas paru yang berbentuk “streaky”,
ditemukannya cairan pada fisura transversalis, dan biasanya disertai dengan
kardiomegali. TTN terjadi pada 5/1000 bayi cukup bulan. Gejala TTN ialah adanya
takipnea yang parah (RR sampai dengan 100x/min) dan terjadinya hiperinflasi, tetapi
jarang disertai dengan grunting. TTN merupakan diagnosis eksklusi, dimana
diagnosis sindrom gawat nafas, sepsis dan gagal jantung sudah disingkirkan.10
2. Meconium Aspiration Syndrome
Aspirasi mekoneum jarang terjadi pada bayi kurang bulan. Penegakkan diagnosis
aspirasimekonium dapat dilakukan dengan kombinasi foto rontgen dengan gambaran
bercak – bercak konsolidasi dan aspirasi abnormal yang didapatkan dengan intubasi
trakea. 10
3. Pneumotoraks
Kekurangan surfaktan yang relatif pada bayi yang lahir dengan usia gestasi 32-34
minggu menghasilkan paru-paru yang kurang compliance, sehingga meningkatkan
risiko terjadinya pneumotoraks dan pneumomediastinum. Pneumotoraks yang kecil
umumnya dapat sembuh secaraspontan. Selama ini, oksigen 100% digunakan
sebagai penanganan pneumotoraks yang kecil, akantetapi efektivitasnya belum
terbukti dan dengan risiko terjadinya toksisitas oksigen, maka penanganan ini sudah
tidak lagi dilakukan. Penanganan yang sedang berkembang ialah penggunaan
kateterisasi pigtail yang dimasukan dengan tehnik Seldinger. Keuntungan tindakan
ini ialah tindakannya yang cepat dan mudah, serta sedikitnya skar yang ditimbulkan
dibandingkandengan traditional chest tubes. 10

2.7 Tatalaksana
1. Memberikan lingkungan yang optimal.
Suhu tubuh bayi harus selalu diusahakan agar tetap dalam batas normal (36,5 –
37oC) dengan meletakkan bayi di dalam inkubator. Humiditas ruangan juga harus
adekuat (70 – 80%).10
2. Bantuan Napas
Pada bayi yang dicurigai menderita PMH dengan PO2 dibawah 50 mmHg dengan
FiO2 70% merupakan indikasi untuk pemakaian CPAP (Countinous Positive Airway
Pressure) dengan tekanan 6-10 cm H2O atau dapat menggunakan kotak kepala atau
CNCP (Countinouse Negative Chest Pressure). Jumlah tekanan yang dibutuhkan
akan turun mendadak pada usia 72 jam kemudian bayi dapat disapih dari CPAP-nya.
Bayi memerlukan ventilasi mekanik apabila pada CPAP dengan FiO2 100% Po2
dibawah 50 mmHg. Ventilasi mekanik biasanya dimulai dengan frekuensi 30-60
respirasi/menit dengan rasio inspirasi dan ekspirasi 1:2. PIP yang digunakan
biasanya 18-30 cmH2O. Dengan PEEP 4 cm H2O biasanya dapat memperbaiki
oksigenasi karena dapat meningkatkan tekanan jalan napas sehingga dapat menjaga
terjadinya ventilasi dan oksigenasi serta dapat meminimalkan kerusakan jaringan
parenkim paru. 13
Pemberian oksigen harus dilakukan secara hati-hati. Pemberian O2 yang terlalu
banyak dapat menimbulkan komplikasi yang tidak diinginkan seperti fibrosis paru
(bronchopulmonary dysplasia (BPD)), kerusakan retina (fibroplasi retrolental/
retinopathy of prematurity (ROP)) dan lain-lain. Pemeriksaan saturasi oksigen
sebaiknya dilakukan mengikuti pemberian O2 untuk mencegah timbulnya
komplikasi. Saturasi oksigen sebaiknya diantara 85-93% dan tidak melebihi 95%
untuk mengurangi terjadinya ROP dan BPD.13
Jenis terapi oksigen yang diberikan berdasarkan kondisi pasien:
a. Nasal kanul atau head box dengan kelembapan dan konsentrasi yang cukup
untuk mempertahankan tekanan oksigen arteri antara 50-70 mmHg untuk
pasien dengan distres pernafasan ringan.
b. Apabila PaO2 tidak dapat dipertahankan diatas 50 mmHg pada konsentrasi
oksigen inspirasi 60% atau lebih, diindikasikan untuk penggunaan NCPAP
(Nasal Continuous Positive Airway Pressure). NCPAP merupakan metode
ventilasi yang non-invasif. Penggunaan dini (early NCPAP) dilakukan untuk
stabilisasi bayi dengan berat lahir sangat rendaah (1000-1500 gr) di ruang
persalinan untuk mencegah alveoli kolaps. Penggunaan humidified high flow
nasal cannul therapy (HHNFC) sebagai pengganti CPAP dianggap memiliki
keefektivan yang sama dengan NCPAP serta dapat digunakan untuk bayi
dengan semua usia gestasi.
c. Ventilator mekanik digunakan pada bayi dengan HMD berat atau komplikasi
yang menimbulkan apneu persisten. Ventilator mekanik dihubungkan dengan
terjadinya BPD dan juga meningkatkan risiko terjadinya trauma dan infeksi.13
Indikasi rasional untuk penggunaan ventilator adalah:
1) pH darah arteri <7,2
2) pCO2 darah arteri 60 mmHg atau lebih
3) pO2 darah arteri 50 mmHg atau kurang pada konsentrasi oksigen 70-
100% dan tekanan CPAP 6-10 cm H2O
4) Apneu persisten.8
3. Terapi cairan dan nutrisi

Kebutuhan cairan dan nutrisi sebaiknya diberikan secara parenteral. Pada 36-48
jam pertama diberikan glukosa 10% dengan kecepatan 65-100 ml/kgBB/24 jam.
Selanjutnya harus ditambahkan elektrolit dan volume cairan ditingkatkan secara
berangsur sampai 120-150 ml/KgBB/24 jam. 13

4. Antibiotik

Setiap penderita penyakit membran hialin perlu mendapat antibiotika untuk


mencegah terjadinya infeksi sekunder. Pemberian antibiotik dimulai dengan spektrum
luas, biasanya dimulai dengan ampisilin 50mg/kgBB intravena setiap 12 jam dan
gentamisin 3mg/kgBB untuk bayi dengan berat lahir kurang dari 2 kilogram. Jika tak
terbukti ada infeksi, pemberian antibiotika dihentikan.13

5. Sedasi

Obat-obat sedative biasanya diperlukan pada bayi yang dikontrol dengan


ventilator. Fenobarbital biasanya digunakan untuk menurunkan aktivitas bayi. Untuk
analgesik dansedative biasanya digunakan morfin atau fentanil atau lorazepam.13

6. Surfaktan
Surfaktan adalah multikomponen kompleks dari beberapa fosfolipid, neutral lipid,
protein khusus, yang disintese dan disekresikan ke alveoli oleh sel epitel tipe II.
Komponen penting surfaktan terdiri atas fosfolipid (85%) dan 10% protein.
Fosfolipid yang ada terdiri dari Phosphatidylcholine (PC), dan 1 bagian PC molekul,
DPPC (dipalmitol phosphatidyl choline), yang merupakan komponen utama. Struktur
DPPC membentuk satu lapisan stabil dengan tegangan rendah pada permukaan
alveolus untuk mencegah kolapsnya alveoli pada akhir ekspirasi. Surfaktan eksogen
terdiri dari 2 macam, yaitu Natural surfaktan (dari mamalia) dan sintetis surfaktan.
Nama dagang surfaktan yang ada adalah Exosurf , Survanta, Infrasurf, BLES,
Curosurf dan Survaxin. Surfaktan diberikan dalam 24 jam pertama jika bayi terbukti
mengalami penyakit membran hialin, diberikan dalam bentuk dosis berulang melalui
pipa endotrakea setiap 6 – 12 jam untuk total 2 - 4 dosis, tergantung jenis preparat
yang dipergunakan.13
Tabel 2.2 Surfaktan Alami Tersedia Secara Komersil (derivatif hewan)

Tabel 2.3 Surfaktan Sintetik


Basis bukti efikasi dalam suatu meta-analisis pemberian surfaktan untuk
pencegahan (terapi dalam 30 menit setelah lahir) atau rescue( umur setelah 2 jam,
setelah didapatkan tandadistress nafas) menunjukkan:8
a. Penurunan 40% kematian sesudah pemberian surfaktan natural atau
sintetis,profilaksisatau rescue
b. Kedua macam dan kedua cara pemberian tersebut menurunkan 30-50%
risikokebocoranudara (interstisial emfisema, pneumotoraks)
c. Menurunkan kejadian chronic lung disease/CLD ( penyakit paru
kronik).8
BAB 3

LAPORAN JAGA

IDENTITAS PASIEN

Nama : By. Nyonnya W


MR : 24.89.22
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 1 hari
Pekerjaan :-
Suku Bangsa : Minangkabau
Alamat : Ikur Koto
Tanggal masuk : 02-07-2023

Alloanamnesis
Diberikan oleh: Ayah kandung

Seorang pasien By Ny W masuk sejak tanggal 2 juli 2023 dengan :

Keluhan Utama
Bayi lahir tidak menangis spontan

Riwayat Penyakit Sekarang:

• Saat pasien sebelum dan setelah dibawa ke nicu sesak nafas masih ada.

• Sesak nafas berkurang saat pemberian oksigen

BBLR 1670 gram lahir secara SC dari ibu G3P2A1H1 gravid 31-32 minggu

• Anak lahir pukul 14.25 WIB dengan A/S 7/8 10 menit.

• Anak tidak menangis segera setelah lahir, diikuti merintih dan kebiruan, kebiruan

berkurang dengan pemberian oksigen, retraksi tidak ada.

• Demam dan kejang tidak ada

• Panjang badan 39 cm dengan leukosit

• Air ketuban ibu jernih


• Injeksi vitamin K sudah diberikan.

• Mekonium sudah keluar

• BAK belum keluar

Riwayat Kelahiran
Anak lahir tidak cukup bulan, usia gestasi 33-34 minggu, persalinan section

seccaria, anak menangis lambat, berat badan lahir 2000 gram dan panjang badan 42 cm.

APGAR scor pasien adalah 6 pada menit pertama dan 7 pada menit ke lima, janin tunggal

ketuban jernih.

Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada anggota keluarga yang mengalami gejala maupun penyakit seperti pasien

Riwayat Persalinan

• Lama hamil : Kurang ( 31-32 minggu)

• Cara lahir : SC

• Ditolong oleh : Dokter Spesialis Kandungan

• Indikasi : Kehamilan Preterm ( Plasenta previa + kontraksi)

• Berat lahir : 1670 gram

• Panjang lahir : 39 cm

• Lekosit ibu : 10.280 mm3

• Ketuban : Jernih

• Kesan : kehamilan preterm a/i Plasenta Previa, BBLR


Keadaan Bayi Saat Lahir

Lahir tanggal : 02-07-2023

Jam : 14.25 WIB

Jenis Kelamin : Laki-laki

Kondisi saat lahir : Hidup

Riwayat Makan dan Minuman


 Bayi

 ASI :-

 Bubur Susu :-

 Nasi Tim :-

 Buah, biskuit :-

 Susu Formula : 0-4 hari

Saudara kandung
1. Perempuan 2700 Sc (Sehat)

Riwayat Perumahan dan Lingkungan

Rumah tempat tinggal : Permanen

Sumber air minum : Air galon

Buang air besar : Jamban didalam rumah

Pekarangan : Sempit

Sampah : dibakar

Kesan : Higienitas dan sanitasi kurang


PEMERIKSAAN FISIK
Vital Sign
Keadaan umum : Sedang
Kesadaran : Kompos mentis
Frekuensi nadi : 150 x/menit
Frekuensi nafas : 51 x / menit
Ventilator Suhu : 37,2°C
Edema :-
Ikterus :-
BB : 1670 g
TB : 39 cm
Anemia :-
Sianosis :-
Kulit : teraba hangat

Antropometri Bayi

Reflek :

Moro : ada

Rooting : ada

Isap : ada

Pegang : ada

Antropometri Bayi

Lingkar kepala : 26 cm

Lingkar dada : 27 cm

Panjang badan : 39 cm

Lingkar Perut : 28 cm
 KGB : Tidak ada pembesaran KGB

 Kepala : Bulat, simetris, tidak ada deformitas, Lingkar

kepala normoephal, ubun-ubun datar

 Rambut : Hitam tidak mudah dicabut

 Mata : Konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor,

diameter 2mm/ 2 mm, refleks cahaya +/+, refleks kornea

(+/+)

 Telinga : Simetris kiri dan kanan, tidak ditemukan kelainan kongenital

 Hidung : Napas cuping hidung tidak ada, tidak tampak

kelainan kongenital

 Gigi dan mulut: Tidak ada gigi, bibir lembab (+) krusta (-) sianosis (-)

 Tenggorok : Tonsil T1-T1, tidak hiperemis, faring tidak hiperemis

 Leher : Tidak ada pembesaran KGB

Paru

Inspeksi : Retraksi ada pada epigastrium dan


subcostal
Palpasi : tidak dilakukan
Perkusi : tidak dilakukan
Auskultasi : SN kiri= kanan, Bronkovesikuler, grunting (+/+)
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba 1 jari laterall LMCS RIC V
Perkusi : Tidak dilakukan
Auskultasi : Bunyi jantung 1 dan 2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Distensi (-)
Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba, pinggir tajam,nyeri tekan
(-), nyeri lepas (-)
Perkusi : tidak dilakukan
Auskultasi : Bising usus (+) normal
 Punggung : Dalam batas normal
 Genitalia : Dalam batas normal
 Anggota gerak : Udem (-), akral hangat, CRT < 3 detik



Kesan:
Jantung kesan tidak membesar
Sinus dan diafragma normal
Pulmo :
- Hilli kabur
- Corakan bronkoveskuler bertambah
- Tampak gamabaran retikuloradier dari hilus ke perifer di kedua lapang paru
Laboratorium
- Hemoglobin : 18.1 g/dL
- Hematokrit : 52 %

- Leukosit : 3890 mm3


- Trombosit : 260.000 mm3
- Gula darah sewaktu : 60
Diagnosa Kerja :

Neonatus kurang bulan sesuai masa kehamilan gravid preterm 3 1-32


minggu + RD susp. HMD + BBLR 1670 g

Diagnosa Banding : Pneumonia Neonatal, Tension Thetonium of Newborn


(TTN)

Tatalaksana kegawatdaruratan

Pemasangan CPAP

Tatalaksana Nutrisi

ASI 6 X 1 CC

Tatalaksana medikamentosa

aminophilin 2x3,2 mg

Edukasi

Jelaskan pada orangtua tentang penyakit dan awasi jika vital sign

mengalami perburukan

Rencana Pemeriksaan

Pemeriksaan Ro Thorax
Follow Up
Tanggal Hasil Pemeriksaan Terapi
2/7/23 S/- Anak terpasang CPAP PEEP 5-6, FiO2 25%. Saat ini - CPAP
tidak desaturasi, tidak demam, intake masuk, toleransi k - Puasa
urang baik sementara
- Pasang
O/ OGT
- IVFD
KU KES TD HR RR T D10% +
Ca.
Sakit sadar 139x/i 60x/i 37,2 Gluconas
 CT 60
seda  4,1
ng cc/jam

Mata : konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-),


mata tidak cekung
Hidung : deviasi (-), deformitas (-)
Paru : suara napas bronkovesikular, grunting (+)
Jantung : irama jantung teratur, bising tidak ada
Abdomen : hepar dan lien tidak teraba, distensi (-),
bising usus normal
Ekstremitas : akral hangat, iktetik wajah-perut(+),
CRT< 3 detik
Kulit : lesi (-)
A/ Susp. HMD dg dd TTN
BBLR 1670 gr
BAB 4
DISKUSI

Bayi lahir pada tanggal 2 Juli 2023 secara SC dengan diagnosis Ibu G3P1A1H1 gravid

31-32 minggu. Bayi tidak menangis segera setelah lahir, berat lahir 1670 gram, PB 39 cm, apgar

score 7/8 diikuti merintih dan kebiruan yang berkurang dengan pemberian oksigen.

Ibu bayi diketahui tidak memiliki riwayat sakit ketika hamil. Hasil pemeriksaan fisik

didapatkan kondisi bayi aktif, HR 150x/menit, suhu 37,2 celcius, nafas cuping hidung (+),

retraksi epigastrium dan subcostal (+), dilakukan resusitasi neonatus dengan down score 5 dan

bayi diberikan CPAP.

Pada dan hasil downe score didapatkan frekuensi nafas 60-80 X/menit, ada
retraksi ringan, ada sianosis yang berkurang dengan oksigen. Penurunan ringan udara
masuk, dan grunting dapat didengar tanpa stetoskop. Dari hasil tersebut total skor
adalah 5 yang menandakan gangguan nafas sedang.6
Neonatal repiratory distress penyebab terdapat dari paru dan bukan paru.
Pada paru terdapat Hyalin Membran Disease, Transient Tachypneu of New Bron,
Meconium Aspiration Syndrom, Persistent Pulmonary Hipertension Newbron,
Pneumonia Neonatal. Pada bukan paru terdapat Penyakit Jantung Bawaan, Kelainan
SSP, Kelainan Neuromuskular.
Akut Respiratory Distress Syndrome merupakan kumpulan gejala gagal nafas
pada neonatus yang dapat menyebabkan kematian jika tidak ditatalaksana dengan
baik. ARDS pada bayi dengan usia gestasi preterm, persalinan SC umumnya
disebabkan karena hyaline membrane disease, yaitu defisiensi surfaktan pada paru
yang menyebabkan tingginya tegangan pada alveolar sehingga tidak terjadi proses
difusi yang optimal.
Pada beberapa kasus kejadian ini bisa menyebabkan paru menjadi kolaps
sehingga menimbulkan atelektasis. Surfaktan mempunyai fungsi menurunkan
tegangan permukaan, memfasilitasi ekspansi alveolar dan mengurangi risiko
atelektasis. Efek negatif yang ditimbulkan dari defisiensi surfaktan adalah
pengurangan kapasitas residual karena paru tidak mengembang dan peningkatan
resistensi paru. Pemberian antenatal glucocorticoid mengurangi risiko HMD karena
dapat meningkatkan kematangan arsitektur fungsional paru dan menginduksi enzim
yang menstimulasi fosfolipid yang melepaskan surfaktan.
Penegakan diagnosis dari HMD didasarkan dari klinis bayi dengan gagal nafas
yang progresif ditambah dengan foto thorax yang menampilkan klinis ARDS, volum
paru yang rendah, serta gambaran difus reticuloglanular ground glass appearance
dengan air bronkogram.7 Penatalaksanaan pada bayi ini mencakup resusitasi pada
kelahiran dengan pemberian tekanan positif untuk menjaga agar paru-paru tidak
kolaps. sesuai alur resusitasi neonatus pada bayi ini dimulai dengan CPAP 7 cmH20
dan FiO2 21 %. VTP dinaikkan hingga PEEP 8 cmH2O dan FiO2 40%, namun pada
bayi ini perbaikan keadaam umu dengan menggunakan CPAP ditunjukkan dengan
saturasi yang mencapai >95%.
Pemberian antibiotik diberikan untuk mencegah resiko sepsis pada bayi,
pemberian antibiotik golongan ampicillin sulbactam + aminoglikosida atau
pemberian sefalosporin terbukti dapat mencegah sepsis pada neonatus. Diperlukan
kultur lebih lanjut untuk menentukan antibiotik spesifik dan menegakkan diagnosis
pada bayi.6
DAFTAR PUSTAKA

1. Hasan R, Alatas H. Perinatologi. Dalam: Ilmu Kesehatan Anak 3. FKUI.


Edisi 4. 1985:1051-7.

2. Wiknjosastro H, Saifuddin AB. Bayi Berat Lahir Redah. Dalam: Ilmu


Kebidanan. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Edisi 3. 2002:771-83.

3. Arifuddin J, Palada P. BBLR-LBW. Dalam: Perinatologi dan Tumbuh


Kembang. FKUI. 2004:9-11.

4. Behrman, RE, Kliegman RM. The Fetus and the Neonatal Infant, In: Nelson
Textbook of pediatrics. Saunders. Edisi 17. 2004. 550- 8.

5. Saifuddin, AB, Adrianz, G. Masalah Bayi Baru Lahir. Dalam: Buku Acuan
Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo. Edisi 1. 2000:376-8.

6. Rodriguez RJ,Martin R J, Fanaroff AA. Respiratory Distress Syndrome and


its Management. In: Neonatal-Perinatal Medicine, Disease of the fetus and
Infant. Elsevier Mosby. Edisi 8. 2006:1097-122.

7. Liu, J., N. Yang, dan Y. Liu. High Risk Factors Of Respiratory Distress
Syndrome In Term Neonates: A Retrospective Case Control Study. Balkan
Medical Journal. 2014;31:64- 68.

8. American Lung Association (ALA). Lung disease data at glance: Respiratory


distress syndrome (RDS). 2008

9. Mathai SS, Raju U, Kanitkar M. Management of Respiratory Distressin the


Newborn. Med J Armed Forces India. 2007;63(3):269-72.

10. Rusmawati, Anita, Haksari, Ekawaty, Naning, Roni. Downes score as a


clinical assessment for hypoxemia in neonates with respiratory distress.
Pediatrica Indonesiana. 2016:48-342.
11. Lawn JE, Cousens S, Zupan J. 4 Million neonatal deaths: When? Where? Why?.
Lancet. 2005

12. Mihaylova A, et al. Prevention Of Hyaline Membrane Disease ( HMD ) In Preterm


Infants. World Journal Of Pharmacy And Pharmaceutical Sciences. 2016;5(4):9-16

13. Tochie JN. Neonatal respiratory distress in a reference neonatal unit in Cameroon: an
analysis of prevalence, predictors, etiologies and outcomes. Pan African Medical
Journal. 2016;8688:1–10

14. Anggraini A. Faktor Risiko Kematian Neonatus dengan Penyakit Membran Hialin.
Sari Pediatri. 2013;15(2):75-80.

Anda mungkin juga menyukai