Anda di halaman 1dari 7

MEKONIUM DALAM CAIRAN KETUBAN

Laporan ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Fetomaternal

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 3

1. Lulu Wardaningrum (P07124522014)


2. Madarina Fildza Amalia (P07124522015)
3. Maryan Baharuddin (P07124522016)
4. Melina Handayani (P07124522017)
5. Mia Andia Ningrum (P07124522018)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN YOGYAKARTA
PENDIDIKAN PROFESI BIDAN KELAS A
TAHUN AJARAN 2022/2023
1. Definisi Mekonium
Mekonium adalah zat yang ada di usus janin yang sedang berkembang dan merupakan
pertanda pergerakan usus pertama bayi baru lahir. Mekonium bisa berwarna hijau, coklat,
atau kuning. (Anchala & Mahima, 2019).
Saluran pencernaan janin terdiri dari berbagai hasil sekresi, seperti gliserophospholipid
dari paru, sel janin yang deskuamasi, lanugo, rambut kepala, dan vernix. Saluran
pencernaan janin juga mengandung zat yang tidak dapat dicerna dari cairan ketuban yang
tertelan. Warna hijau gelap disebabkan oleh pigmen, terutama biliverdin. (Williams,
2014) Adanya mekonium yang kental dari cairan ketuban merupakan indikasi
oligohidramnion, karena mekonium yang masuk ke dalam volume normal cairan
amniotik biasanya akan tampak tipis (Hofmeyr, et al., 2014)
2. Etiologi
Selain menjadi petanda bahwa neonatus dalam keadaan stress dan hipoksia, mekonium di
dalam air ketuban juga menunjukkan maturasi fungsi saluran cerna janin (Monen, et al.,
2014). Mekonium dapat keluar pada usia kehamilan matur oleh stimulasi vagal.
Mekonium juga dapat terekskresi pada saat hipoksia dan menstimulasi Arginine
Vasopressin (AVP) dari kelenjar hipofisis. AVP menstimulasi otot polos kolon untuk
berkontraksi, dan mengakibatkan mekonium mencemari ketuban (Williams, 2014).
Beberapa kondisi yang melibatkan pasase in-utero melipuri insufisiensi plasenta,
preeklamsia, oligohidramnion, infeksi peripartum, dan obat-obatan ibu tertentu seperti
kokain. Perjalanan mekonium dalam rahim sebelum usia kehamilan 32 minggu jarang
terjadi, dan pada bayi prematur, cairan ketuban bernoda mekonium dapat
mengindikasikan korioamnionitis, sepsis janin (mis. Listeriosis) atau kompresi tali pusat
dalam uterus. (Monen, et al., 2014)
Jika ditemukan mekonium selama proses persalinan dan kelahiran, perlu diamati tanda
fetal distress atau posisi janin letak sungsang. Adanya mekonium dalam air ketuban
bukan berarti neonatus mengalami fetal distress. Mekonium yang cair bukan merupakan
risiko atau tanda fetal distress, tapi merupakan tanda kematangan neonatus. Hal yang
lebih berbahaya bagi neonatus adalah jika ditemukan mekonium saat proses persalinan
sehingga harus dicari tanda-tanda fetal distress (Prawiroharjo, 2016) Warna hijau tua
mekonium disebabkan oleh penghancuran bilirubin. Mekonium dapat keluar per anum
2
bila timbul hipoksia berat, sehingga usus-usus mengadakan peristaltik, sedangkan
muskulus sfingter ani dalam keadaan lumpuh. Dengan demikian mekonium mencampuri
likuor amnii, yang kemudian berwarna kehijauan. Juga bila ada tekanan di dalam uterus
yang meningkat hingga menekan isi abdomen janin, contohnya pada letak sungsang,
mekonium secara mekanik akan keluar dari anus. (Prawiroharjo, 2016)
3. Patofisiologi
Mekonium dapat keluar pada usia kehamilan matur pada usia kehamilan 37 sampai 43
minggu oleh stimulasi vagal. Mekonium juga dapat terekskresi pada saat hipoksia dan
menstimulasi Arginine Vasopressin (AVP) dari kelenjar hipofisis. AVP menstimulasi
otot polos kolon untuk berkontraksi, dan mengakibatkan mekonium mencemari ketuban
(Williams, 2014).
Mekonium yang berada pada ketuban diakibatkan oleh relaksasi sfingter muskulus ani
diinduksi oleh kegagalan oksigenasi pada darah janin. Meskipun begitu para ahli obstetric
telah lama menyadari bahwa adanya mekonium saat persalinan menjadi permasalahan
dalam memprediksi fetal distress atau asfiksia (Williams, 2014). Insiden yang tinggi
diobservasi pada cairan ketuban selama kehamilan sering mewakili perkembangan
gastrointestinal janin dalam hubungannya dengan proses fisiologis yang normal.
Meskipun normal, mekonium menjadi hal yang berbahaya ketika terjadi asidemi janin.
Yang paling penting, jika asidemia terjadi akut, aspirasi mekonium terjadi tanpa
diprediksi dan tidak dapat dicegah (Williams, 2014).
Sindrom aspirasi mekonium sangat signifikan berhubungan dengan asidemia janin.
Analisa dari tipe asidemia janin berdasarkan gas darah umbilical menegaskan bahwa fetal
compromise berhubungan dengan sindrom aspirasi mekonium akut. Hal ini dikarenakan
kebanyakan janin yang mengalami asidemia memiliki peningkatan PCO2 yang tidak
normal (Williams, 2014). Faktor patologis yang berhubungan dengan air ketuban keruh
termasuk hipertensi maternal, penyakit kardiorespiratori maternal, eklampsia, dan
berbagai sebab fetal distress. Keadaan air ketuban keruh menempati posisi penting
sebagai risiko sindrom aspirasi mekonium yang merupakan penyebab signifikan
morbiditas dan mortalitas janin (Williams, 2014).
Selama perkembangan janin, aspirasi mekonium terjadi dengan didahului hipoksia kronik
sebelumnya. Terdapat sekitar 60% janin yang didiagnosis sindrom aspirasi mekonium
3
dengan dengan pH darah arteri umbilical ≥7,20, menyiratkan bahwa sindrom aspirasi
mekonium tidak terkait dengan kondisi neonatus saat persalinan. Sepertihalnya tanda dari
hipoksia yaitu kadar eritropoetin janin dan jumlah eritrosit pada bayi baru lahir,
mengindikasikan bahaw hipoksia kronik terlibat dalam banyak kasus sindrom aspirasi
mekonium (Williams, 2014).
Air ketuban keruh bercampur mekonium dapat menyebabkan sindrom aspirasi mekonium
yang mengakibatkan asfiksia neonatorum yang selanjutnya dapat berkembang menjadi
infeksi neonatal. Insidens air ketuban keruh terjadi pada 6-25% kelahiran hidup, namun
tidak semua neonatus yang mengalami air ketuban keruh berkembang menjadi sindrom
aspirasi mekonium (Williams, 2014).
Apabila mekonium berada pada air ketuban selama empat jam atau lebih, maka dasar
kuku pada janin akan berawarna. Dan apabila mekonium tercampur dengan air ketuban
selama dua puluh empat jam atau lebih maka verniks kaseosa akan ikut berwarna. Selaput
ketuban dan tali pusat juga akan ikut berwarna oleh mekonium dalam kurun waktu tiga
jam dan makrofag dalam satu jam (Williams, 2014).
4. Diagnose ketuban mekonium
Hasil penelitian menunjukkan 56% janin dengan mekonium dalam air ketuban berat, 22%
janin dengan mekonium dalam air ketuban ringan, atau air ketuban jernih, mempunyai
ritme jantung yang abnormal. Ternyata diketahui total kematian perinatal pada semua
janin dengan mekonium dalam air ketuban dan semua janin dengan abnormalitas ritme
jantung hanya 3%. Berhubung terdapat kelemahan dalam tiap modalitas tersebut, maka
deteksi mekonium dalam air ketuban dan mekonium sebagai faktor resiko fetal distress
tidak begitu kuat. Oleh karena itu upaya mendiagnosis mekonium dalam air ketuban saja
dalam masa kehamilan tidak banyak dikerjakan lagi karena kurang bermanfaat (Williams,
2014).
5. Komplikasi ketuban mekonium
a. Sindrom Aspirasi Mekonium (SAM)
Terhirupnya mekonium pada saat atau sebelum persalinan dapat mengakibatkan
obstruksi saluran nafas akut, pneumonitis, disfungsi atau inaktivasi surfaktan, dan
hipertensi pulmonal. Jika terjadi pada kasus kronik, dapat menyebabkan kematian
janin atau mengakibatkan gangguan jangka panjang neurologis (Williams, 2014).
4
Sindrom Aspirasi Mekonium dapat menyebabkan asfiksia neonatorum yang
selanjutnya akan berkembang menjadi infeksi neonatal. Menurut World Health
Organization (WHO), asfiksia merupakan kegagalan bernapas secara spontan dan
teratur segera setelah lahir. Pada penderita asfiksia berat yang diduga diakibatkan
oleh sindrom aspirasi mekonium dapat memberikan gejala seperti:
1. Sebelum bayi lahir, alat pemantau janin menunjukkan terjadinya bradikardia.
2. Ketika lahir, cairan ketuban mengandung mekonium dengan warna kehijauan.
3. Bayi memiliki APGAR yang rendah.
4. Dengan bantuan alat laringoskopi, terlihat pita suara tampak berwarna kehijauan.
5. Terdengar suara nafas abnormal berupa ronchi kasar.
6. Pada pemeriksaan analisa gas darah, didapatkan kadar pH yang rendah,
penurunan pO2 serta peningkatan pCO2.
7. Pada rontgen dada menunjukkan adanya bercak di paru-paru. (Tryvanie & Hanna,
2017)
Morbiditas janin banyak berhubungan dengan mekonium kental. diduga bahwa
dalam banyak kasus, cairan ketuban cukup untuk mengencerkan mekonium dengan
pembersihan yang cepat melalui mekanisme fisiologis janin normal. SAM kadang
dapat disebabkan oleh mekonium encer. Bagaimanapun, banyak bayi baru lahir
mengalami hal serupa. Namun, sebagian asosiasi obstetrik memasukkan kehamilan
matur dan pertumbuhan janin terganggu yang merupakan faktor penyebab terbanyak.
Janin tersebut merupakan faktor resiko tertinggi karena sering mengalami cairan
ketuban yang berkurang dan mengalami tekanan pada tali pusat atau insufisiensi
uretroplasental. (Williams, 2014)
Penanganan dengan ventilator diperluan, karena beberapa aspek dari SAM
disebabkan oleh defisiensi surfaktan, terapi penggantian surfaktan telah diberikan
pada beberapa studi. Terapi extracorporeal membrane oxygenation (ECMO) telah
diberikan pada neonates dengan oksigenasi buruk meskipun telah diberikan
ventilator secara maksimal. (Williams, 2014) Pada review Cochrane ditemukan
bahwa penggantian surfaktan secara signifikan dapat menurunkan kebutuhan
oksigenasi membrane ekstrakorporeal. Meskipun ditemukan bahwa pemberian

5
surfaktan tidak menurunkan angka mortalitas, namun dapat mengurangi efek jangka
panjang pada bayi. (Williams, 2014).

6
DAFTAR PUSTAKA

Anchala, S. & Mahima, M., 2019. Neonatal microbiome - a brief review. The Journal Of Maternal-
Fetal & Neonatal Medicine, pp. 1-8.
Faiqoh, Devi. (2020). Hubungan Fetal Distress Pada Saat Intrauterine Terhadap Kejadian Ketuban
Mekonium Di RSUD DR. H. SLAMET Martodirdjo Pamekasan. (diakses pada tanggal 1 agustus
2022, pukul 18.00 wib https://eprints.umm.ac.id/68248/63/PENDAHULUAN.pdf)
Hofmeyr, G. J., Xu, H. & Eke, A., 2014. Amnioinfusion for meconium-stained liquor in labour.
Cochrane Database of Systematic Reviews, Volume Cochrane Database of Systematic Reviews
2014, Issue 1. Art. No.: CD000014, pp. 5-6.
Monen, L., Hasaart, T. & Kuppens, S., 2014. The aetiology of meconium-stained amniotic fluid:
pathologic hypoxia or physiologic foetal ripening? (Review). Early Human Development, Volume
90, p. 325–328.
Prawiroharjo, S., 2016. Janin Dalam Kehamilan. In: H. Wiknjosastro, A. B. Saifuddin & T.
Rachimhadhi, eds. Ilmu Kebidanan. 4 ed. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo,
pp. 79-80, 123, 319.
Tryvanie & Hanna, 2017. Sindroma Aspirasi Mekonium. J Medula Unila, Volume 7, pp. 1-4.
Williams, J. W., 2014. Intrapartum Assessment. In: G. Cunningham, K. Leveno, S. Bloom &
Catherine, eds. William Obstetric. 24 ed. United States: McGrawHill Education, pp. 141, 491-497.

Anda mungkin juga menyukai