Anda di halaman 1dari 9

Identifikasi maslah

Membaca skenario dan klarifikasi maslah

 Meconium Aspiration Syndrome (MAS) adalah sindrom atau kumpulan berbagai


gejala klinis dan radiologis akibat janin atau neonatus menghirup atau mengaspirasi
mekonium.Sindrom aspirasi mekonium dapat terjadi sebelum, selama, dan setelah
proses persalinan. Mekonium yang terhirup dapat menutup sebagian atau seluruh
jalan napas neonatus.Udara dapat melewati mekonium yang terperangkap dalam jalan
napas neonatus saat inspirasi.Mekonium dapat juga terperangkap dalam jalan napas
neonatus saat ekspirasi sehingga mengiritasi jalan napas dan menyebabkan kesulitan
bernapas (Sari Pediatri, Vol. 11.No. 3.2014.)
 Kehamilan post date disebut juga kehamilan serotinus, kehamilan lewat waktu,
kehamilan lewat bulan, prolonged pregnancy, extended pregnancy, posdate/postterm
atau pascamaturitas, adalah kehamilan yang berlangsung sampai 42 minggu (294 hari)
atau lebih, dihitung dari hari pertama haid terakhir menurut rumus Naegele dengan
siklus haid rata-rata 28 hari kata (Prawirohardjo, 2014).
 Ketuban pecah dini (KPD) adalah pecahnya selaput ketuban sebelum ada tanda-
tanda persalinan dan setelah satu jam tidak diikuti proses inpartu sebagaimana
mestinya. Apabila pembukaan pada primi kurang dari 3 cm dan pada multipara
kurang dari 5 cm. Hal ini dapat terjadi saat akhir kehamilan maupun sebelum
waktunya melahirkan (Maharrani & Nugrahini, 2017; Legawati & Riyanti, 2018;
Octavia & Fairuza, 2019; Puspitasari, 2019).
 Paritas kehamilan terlalu sering karena dapat memengaruhi embriogenesis, selaput
ketuban lebih tipis sehingga mudah pecah sebelum waktunya, dan semakin banyak
paritas semakin mudah terjadi infeksi amnion karena rusaknya struktur servik pada
persalinan sebelumnya. (Sudarto & Tunut (2016)
 Faktor Usia kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun Wanita yang berumur
kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun mempunyai risiko yang tinggi untuk
hamil karena akan membahayakan kesehatan dan keselamatan ibu hamil maupun
janinnya. Ibu hamil dengan usia tersebut beresiko mengalami gangguan kesehatan
seperti anemia. Kebutuhan terhadap gizi juga berpengaruh pada usia tersebut. Dari
segi biologis fungsi reproduksi seorang, usai dibawah 20 tahun rahim belum
berkembang sempurna untuk menerima keadaan janin dan belum matang dalam
menghadapi tuntutan beban moril, mental dan emosional dari segi psikisnya.
Sedangkan, usia wanita di atas 35 tahun dan sering melahirkan memiliki fungsi
reproduksi yang sudah mengalami kemunduran (degradasi) dbandingkan fungsi
reproduksi normal. Hal ini bisa menyebabkan terjadinya komplikasi pasca persalinan
terutama ketuban pecah dini (Purwaningtyas & Prameswari, 2017; Octavia & Fairuza,
2019).
 Primipara kondisi ibu yang pertama kali hamil. Hal ini disebabkan karena beberapa
faktor terutama pada kondisi psikologis ibu hamil seperti emosi, termasuk kecemasan
dalam kehamilan. Pada ibu yang mengalami kecemasan, emosi saat hamil akan
mengganggu kondisi ibu karena kelenjar adrenal akan menghasilkan hormon kortisol
(Rahayu, 2018; Wahyuni, R., Windari, AP. & Putra H, 2020).
 Multipara adalah kondisi ibu yang mengalami kehamilan beberapa kali, sekitar 2-4
kali. Menurut Rahayu (2018) konsistensi serviks yang tipis dialami oleh ibu hamil
multipara sehingga memungkinkan terjadi KPD lebih besar akibat adanya tekanan
intrauterin pada saat persalinan karena mempercepat pembukaan serviks yang
menyebabkan ibu hamil berisiko mengalami ketuban pecah sebelum pembukaan
lengkap.
 Tali pusat merupakan jaringan ikat yang menghubungkan antara plasenta dan janin
yang memiliki peranan penting dalam interaksi antara ibu dan janin selama masa
kehamilan. Gangguan sirkulasi tali pusat dapat menyebabkan asfiksia terhadap organ
dan metabolisme janin baik akut maupun kronis, sehingga pada akhirnya akan
mempengaruhi kluaran bayi lahir.Gangguan aliran tali pusat dapat menyebabkan
asfiksia pada janin, yang menimbulkan efek terhadap organ dan metabolisme janin
baik akut maupun kronis, sehingga pada akhirnya akan mempengaruhi luaran bayi
lahir yang dapat mempengaruhi luaran bayi lahir.
 koil atau lilitan pada tali pusat akan mempengaruhi aliran darah di dalam pembuluh
darah umbilikalis. Semakin banyak koil pada tali pusat dapat mengakibatkan lintasan
pembulah darah menjadi berlekuk dan memungkinkan terjadinya kompresi pada
pembuluh darah. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya aliran turbulensi dalam
pembuluh darah. Akibat terjadinya turbulensi dalam pembuluh darah umbilikalis,
maka akan menganggu aliran darah dari plasenta menuju ke janin sehingga asupan ke
bayi akan berkurang
Identifikasi masalah:
 Ibu mengeluh cairan keluar melalui vagina sebelum waktunya
 Ibu mengeluh bayinya seperti bodong pada tali pusatnya
 Ibu mengeluh saat merasakan kontraksi terdapat cairan berwarna hijau keruh

Brainstorming dan analisis masalah

Brainstorming pertanyaan .
1. Apa yang menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini ?
2. Apa saja Faktor Risiko pada KPD?
3 Apa tindakan yg dilakukan ketika terjadinya KPD?
4. Mengapa ibu hamil mengalami emosi & kecemasan lebih tinggi pada kehamilan
primipara?
5. apakah yang bisa terjadi pada bayi jika ibu mengalami KPD?
6 .apa pengobatan jika bayi mengalami meconium aspirasi syndrom?
7. komplikasi apa yg d timbulkan jika terjadi ketuban pecah dini ?
8. Apa yang dapat mempengaruhi faktor-faktor resiko terjadinya sindrom aspirasi
mekonium?
9. Ada beberapa tanda dan keluhan yang bisa dialami oleh bayi yang mengalami
aspirasi mekonium?
10. apa penyebab terjadinya prolaps tali pusat?
11. Bagaimana snjuran untuk mencegah ketuban keruh?
12. dampak KPD sebelum 23 minggu ?

Brainstormng jawaban
1. mahasiswa D menjawab penyebab KPD belum jelas tetapi KPD berhubungan
dengan hipermotilitas rahim yang sudah lama , tipis, infeksi, multipara disproporsi ,
serviks inkompeten
2. mahasiswa N menjawab faktor resiko 4 T terlalu muda, terlalu tua , terlalu banyak
anak dan terlalu dekat jaraknya.
4. mahasiswa A menjawab karena ibu yg pertama hamil memiliki faktor trauma pd
kondisi psikologis nya
6. mahasiswa E menjawab pembersihan jalan napas bayi dengan alat suction
Pemasangan alat bantu napas agar paru tetap berfungsi dengan baik Penggunaan
penghangat bayi untuk menjaga suhu tubuh tetap stabil Fisioterapi dada untuk
membantu mengencerkan cairan yang masuk ke paru Pemberian antibiotik bila
terdapat indikasi infeksi
7. mahasiswa D menjawab
1. Chorioamnionitis (infeksi yg menyelimuti janin)
Chorioamnionitis berisiko menimbulkan infeksi serius pada ibu dan janin Komplikasi
pada ibu antara lain seperti endometritis (infeksi pada rahim), Asherman syndrome,
peradarahan pasca salin, pneumonia, meningitis, hingga sepsis Komplikasi pada janin
dapat menyebabkan infeksi perinatal, sepsis, hingga kematian
2. Tali pusat tertekan/ kompresi tali pusat
3. Bayi lahir prematur
8. mahasiswa S menjawab faktor ibu, faktor janin dan penolong persalinan.
1.Faktor ibu: adanya penyakit kronik pre eklampsia/eklampsia, hipertensi, diabetes
mellitus (DM), profil biofisik abnormal, merokok, penyakit paru kronik, penyakit
kardiovaskular kronik, minum jamu dan oligohidramnion.
2.Faktor janin : adanya gawat janin/ hipoksia akut intrauterin, intra uterine growth
retardation (IUGR), aterm dan postterm.
3.Faktor penolong dipengaruhi oleh ketersediaan alat suction dan ketrampilan dari
penolong sendiri.
9 mahasiswa P menjawab
1. Gangguan pernapasan, seperti napas yang terlalu cepat, sulit bernapas, munculnya
suara “grok” saat bernapas
2. Henti napas atau apnea
3.Sianosis, yang ditandai dengan bibir dan kulit berwarna kebiruan
4.Bayi tampak lemas atau kurang aktif bergerak saat lahir
10. mahasiswa D menjawab
1. Bayi lahir prematur
2. Hamil anak gemeli
3. Polihidramnion
4. Posisi bayi sungsang
5. Ukuran tali pusat lebih panjang dari ukuran normal
11. mahasiswa F menjawab
1) Ibu dan keluarga harus tepat dan benar menghitung HPHT
2) Rutin memeriksakan kehamilannya di dokter/bidan setiap bulannya.
3) Hindari stress pada ibu
4) Jangan mengkomsumsi obat-obatan/jamu-jamuan yang berbahaya.
5) Lakukan pemeriksaan USG minimal 1x dalam hamil muda dan 1x saat hamil tua
6) Bila mengalami penyakit selama hamil, segera periksakan diri ke dokter/ bidan
7) Ibu dan keluarga harus lebih memperhatikan kondisi ibu dan janinnya
12. mahasiswa A menjawab jika KPD sebelum 23 minggu harus di evaluasi kondisi
ibu dan janin beresiko atau tidak mungkin dokter akan memberi obat pelemas rahim
dan penambah cairan amnion . jadi bagi ibu yang beresiko KPD harus sering sering
periksa.

Synthesis dan reporting

A. Meconium Aspiration Syndrome (MAS)


Adalah kondisi saat janin atau bayi yang baru lahir menghirup ketuban yang
tercampur dengan feses pertamanya (mekonium). Kondisi ini dapat berlangsung
sebelum, selama, atau setelah proses persalinan.
1. Meconium adalah feses pertama bayi yang memiliki tekstur kental, lengket,
dan berwarna hijau gelap. Umumnya, bayi akan mengeluarkan mekonium
dalam 24–48 jam pertama setelah dilahirkan. Namun, pada beberapa kasus,
bayi dapat mengeluarkan mekonium saat masih di dalam rahim.
2. Penyebab Aspirasi Mekonium
Aspirasi mekonium bisa terjadi saat janin mengalami stres, kemudian
menghirup mekonium yang tercampur dengan air ketuban. Stres yang terjadi
pada janin juga bisa menyebabkan keluarnya mekonium sebelum waktunya.
Pengeluaran mekonium sebelum waktunya juga bisa meningkatkan risiko
terjadinya aspirasi mekonium.
Ada beberapa kondisi yang bisa menyebabkan janin mengalami stres dan
meningkatkan risiko terjadinya aspirasi mekonium, yaitu:
 Kehamilan yang sudah lebih dari 40 minggu
 Persalinan yang sulit atau lama
 Kondisi kesehatan yang dialami oleh ibu hamil, seperti hypertensi atau
diabetes
 Kondisi medis janin, seperti hipoksia
 Gangguan pertumbuhan janin
3. Gejala Aspirasi Mekonium
Mekonium adalah feses pertama bayi yang memiliki tekstur kental, lengket,
dan berwarna kehijauan. Keluarnya mekonium dalam 48 jam pertama setelah
kelahiran merupakan salah satu tanda normalnya perkembangan saluran
pencernaan bayi. Namun, saat mekonium terhirup oleh janin sebelum atau
selama persalinan, akan muncul beragam keluhan dan gejala. Bahkan, jika
mekonium sampai menyumbat saluran napas, janin bisa kesulitan bernapas.
Kondisi tersebut dapat berakibat fatal.
Ada beberapa tanda dan keluhan yang bisa dialami oleh bayi yang mengalami
aspirasi mekonium, yaitu:
 Gangguan pernapasan, seperti napas yang terlalu cepat, sulit bernapas,
munculnya suara “grok” saat bernapas
 Henti napas atau apnea
 Sianosis yang ditandai dengan bibir dan kulit berwarna kebiruan
 Bayi tampak lemas atau kurang aktif bergerak saat lahir
4. Diagnose Aspirasi Mekonium
Aspirasi mekonium bisa ditentukan melalui pemeriksaan yang dilakukan saat
bayi baru dilahirkan. Saat bayi lahir, dokter akan melakukan pemeriksaan
menyeluruh pada bayi. Salah satu pemeriksaan yang pertama kali akan
dilakukan adalah penilaian skor Apgar, untuk memastikan bayi yang lahir
sehat. Jika hasil penilaian skor Apgar rendah, dokter akan melakukan
pertolongan pertama, sembari melakukan pemeriksaan lanjutan seperti:
 Analisa gas darah, untuk mengevaluasi kadar oksigen dan karbon
dioksida
 Rontgen dada, untuk melihat kondisi paru-paru bayi
5. Pengobatan aspirasi meconium
Saat bayi mengalami aspirasi mekonium, dokter akan melakukan tindakan
untuk mengeluarkan mekonium dari saluran napas. Dokter akan melakukan
penyedotan (suction) dari mulut, hidung, dan dari tenggorokan bayi bila
memang diperlukan. Apabila bayi tetap tidak bernapas dan skor Apgar tidak
kunjung naik, maka dokter akan melakukan resusitasi untuk mengembalikan
fungsi pernapasan. Dokter juga bisa memasangkan alat bantu napas dan
memindahkan bayi ke Neonatal Insentiv Care Unit (NICU) untuk menjalani
perawatan intensif.
Jika diperlukan, dokter juga dapat memberikan perawatan tambahan berupa:
 Terapi oksigen, untuk memastikan ada cukup oksigen di dalam darah
 Antibiotik, untuk mengobati infeksi
 Surfaktan, untuk membantu paru-paru berkembang dengan baik
Selain itu, dokter akan memasang penghangat khusus untuk mencegah
terjadinya hipotermia dan melakukan tes darah secara berkala untuk
memantau kondisi bayi.
6. Komplikasi Aspirasi Mekonium
Jika cepat mendapatkan pertolongan, bayi yang mengalami aspirasi mekonium
bisa pulih. Namun, jika terlambat ditangani, kondisi ini dapat berakibat fatal.
Selain itu, aspirasi mekonium juga bisa meningkatkan risiko terjadinya
beberapa kondisi, seperti:
 Peradangan dan infeksi pada paru-paru karena mekonium tidak
sengaja terhirup dan masuk ke area paru-paru.
 Paru-paru mengembang berlebihan hingga rusak karena mekonium
menyumbat saluran pernapasan bayi.
 Pneumothorax atau penumpukan udara berlebihan di rongga pleura
yang menyebabkan paru-paru sulit mengembang
 Hipertensi pulmonal persisten pada bayi baru lahir, yaitu tekanan
darah tinggi di pembuluh paru-paru yang dapat membuat bayi
kesulitan bernapas
 Kerusakan otak permanen karena kondisi aspirasi mekonium yang
parah dapat membatasi oksigen ke otak,
7. Pencegahan Aspirasi Mekonium
Langkah terbaik untuk mencegah terjadinya aspirasi mekonium adalah
melakukan pemeriksaan kehamilan secara rutin dan mencegah terjadinya stres
pada janin. Jika ibu hamil memiliki faktor risiko yang bisa meningkatkan
risiko terjadinya aspirasi mekonium, seperti hipertensi atau diabetes, ikutilah
anjuran dan terapi yang diberikan oleh dokter.
Ibu hamil juga wajib menjaga kesehatan dan menghindari paparan asap
merokok selama masa kehamilan, karena merokok dapat meningkatkan risiko
terjadinya gangguan aliran oksigen, bahkan kurangnya oksigen (hipoksia)
pada janin. (alodokter.com/aspirasi-mekonium)
B. Ketuban pecah dini
1. Definisi
Ketuban pecah dini atau premature rupture of the membrane (PROM) adalah
pecahnya ketuban sebelum inpartu yaitu apabila pembukaan pada primi
kurang dari 3 cm dan pada multi para kurang dari 5 cm ( Mochtar, Rustam,
1998).
Ketuban Pecah Dini (KPD) didefinisikan sebagai pecahnya ketuban sebelum
waktunya melahirkan. Hal ini dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun jauh
sebelum waktunya melahirkan. KPD preterm adalah KPD sebelum usia
kehamilan 37 minggu. KPD yang Memanjang adalah KPD yang terjadi lebih
dari 12 jam sebelum waktu melahirkan (Depkes, FKUI, 2008).
K pecah dini (KPD) merupakan masalah penting dalam obstetri berkaitan
dengan penyulit kelahiran prematur dan terjadinya infeksi korioamnionitis
sampai sepsis, yang meningkatkan morbiditas dan mortalitas perinatal dan
menyebabkan infeksi ibu (Sarwono, 2008). Dalam keadaan normal 8-10%
perempuan hamil aterm akan mengalami ketuban pecah dini (Sarwono, 2008).
2. Penyebab KPD
Penyebab KPD belum diketahui secara pasti, namun kemungkinan yang
menjadi faktor predisposisi adalah infeksi yang terjadi secara langsung pada
selaput ketuban ataupun asenderen dari vagina atau serviks. Selain itu fisiologi
selaput ketuban yang abnormal, serviks inkompetensia, kelainan letak janin,
usia wanita kurang dari 20 tahun dan di atas 35 tahun, faktor golongan darah,
faktor multigravi-ditas/paritas, merokok, keadaan sosial ekonomi, perdarahan
antepartum, riwayat abortus dan persalinan preterm sebelumnya, riwayat KPD
sebelumnya, defisiensi gizi yaitu tembaga atau asam askorbat, ketegangan
rahim yang berlebihan, kesempitan panggul, kelelahan ibu dalam bekerja,
serta trauma yang didapat misalnya hubungan seksual, pemeriksaan dalam dan
amniosintesis (Tahir, 2012).
Pada paritas, resiko KPD banyak terjadi pada multipara dan grande multi para
disebabkan motilitas uterus berlebih, kelenturan leher rahim yang berkurang
sehingga dapat terjadi pembukaan dini pada serviks. Sedangkan pada usia,
bertambahnya usia wanita berhubungan dengan menurunnya fungsi dan
kemampuan organ tubuh sehingga meningkatkan resiko timbulnya kelainan –
kelainan (Anwar, 2007).
3. Patogenesis terjadinya KPD secara singkat yaitu akibat penurunan kandungan
kolagen dalam membran sehingga memicu terjadinya ketuban pecah dini dan
ketuban pecah preterm. Wanita yang pernah mengalami KPD pada kehamilan
atau menjelang persalinan maka pada kehamilan berikutnya akan lebih
beresiko dari pada wanita yang tidak pernah mengalami KPD sebelumnya
karena komposisi membran yang menjadi rapuh dan kandungan kolagen yang
semakin menurun pada kehamilan berikutnya.

Anda mungkin juga menyukai