Anda di halaman 1dari 22

TUGAS KELOMPOK MATA KULIAH MATERNITAS II

DISUSUN OLEH KELOMPOK 1 :

 NUR AISYATUN
 VINNA NURKHOLIS
 ACHMAD NURHAMDI

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN UNIVERSITAS

ISLAM AS-SYAFI’IYAH

2020

TEORI ASUHAN KEPERAWATAN

PERSALINAN BERESIKO
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Wanita yang berusi di atas 35 tahun, selain tiknya mulai molemah, juga

kemungkinan munculnya berbagai resiko gangguan kesehatan, seperti darah


tinggi, diabetes, dan penyakit inin (Gunawan, 2010:82). Usia diatas 35 tahun
mengalami resiko persalinan lama seksio sesarea. (Helen, 2012) perempuan
hamil di atw 35 tahun cenderung memiliki resiko seperti preeklamsia,
diabetes, kehamilan ektopik, plasenta previa, abortus keguguran,

kelahiran prematur dan BBLR.(Hidayah, 2012:37) Usia reproduksi yang


dan aman untuk hamil dan melahirkan yaitu pada rentang 20-35 tahun,
sedangkan usia kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun merupakan usia
reproduksi beresiko tinggi Kehamilan dan persalinan pada usia kurang dari 20
tahun beresiko 2-4 kali lebih tinggi ditandingkan kehamilan dan persalinan
pada usia 20-35 tahun. (Yuniarti dalam Anggraini, 2018) United Nations
International Children's Emergency Fund (UNICEF) 2012 menyatakan bahwa
setiap tahun hampir 10.000 wanita meninggal karena makalah kehamilan dan
persalinan, Kehamilan sebagai keadaan yang fisiologis dapat dikut proses
patologis yang mengancam keadan ibu dan janin, (Anggraini 2018)

1.2 Rumusan Masalah

1.1.1 bagaimana konsep medis dari persalinan beresiko

1.1.2 bagaimana konsep keperawatan dari persalinan beresiko?

1.1.3 Tujuan

1.1.3.1Mahasiswa dapat mengetahui konsep medis dari persalinan beresiko


123J 1Mahasiswa dapat mengetahui konsep keperawatan dan persalinan
beresiko.
BAB II
KONSEP MEDIS

1.2.1 DEFINISI PERSALINAN

Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat


hidup dari uterus melalui vagina ke dunia luar (Wikjiosastro, 2002).
Sementara menurut Irene dan Margaret (2002) persalinan adalah proses
bergeraknya janin, plasenta dan membrane keluar dari uterus yang tidak
disadari yang menghasilkan affacement dan dilatasi cerviks yang
menghasilkan persalinan.

1.2.2. PENGERTIAN PERSALINAN BERESIKO

Persalinan Beresiko disebut juga dengan dystocia berasal dari bahasa


Yunani. Dys atau dus artinya jelek atau buruk, tocos artinya persalinan.
Persalinan Beresiko adalah persalinan yang membawa satu akibat buruk
bagi ibu dan anak. (Departemen of Gynekologi, 1999). Sementara
persalinan normal menurut WHO adalah persalinan yang dimulai secara
spontan, beresiko rendah pada awal persalinan dan tetap selama proses
persalinan. Bayi dilahirkan secara spontan dalam persentase belakang
kepala usia kehamilan 37 minggu sampai 42 minggu, setelah persalinan ibu
dan bayi dalam kondisi sehat. (Depkes, 2002).

1.2.3. Faktor-Faktor yang mempengaruhi persalinan Beresiko

1.1 Power adalah kekuatan oleh adanya His atau Kontraksi rahim.

Kontraksi rahim terjadi sejak awal persalinan yaitu pada kala I. His yang
tidak adekuat dapat mengakibatkan persalinan Beresiko pada setiap kala
persalinan. Pada awal kala I his masih jarang yaitu satu kali dalam 15 menit
dan kekuatan 20 detik, semakin lama makin cepat, yaitu 3 kali dalam 10
menit dengan kekuatan 60 detik, yang memerlukan waktu sekitar 8 sampai 12
jam pada primi para dan 12 jam pada multi para. Bila kontraksi rahim tidak
adekuat, dapat mengakibatkan serviks sebagai jalan lahir tidak terbuka. Oleh
karena itu untuk merangsang kontraksi rahim dilakukan induksi persalinan
dengan menggunakan sintosinon drip. Apabila kemajuan persalinan juga
tidak ada maka biasanya dilakukan tindakan bedah yaitu dengan seksio
sesaria (Sarwono, 2005).

1.2 Passage ( jalan lahir)

Waktu persalinan anak akan melewati jalan lahir, yang terdiri dari tulang
dan otot. Tulang panggul terdiri dari tiga bidang, yaitu pintu bawah panggul.
Selain itu otot-otot vagina dan perineum apabila kaku dapat menghalangi
lahirnya anak. Bila salah salah satu ukuran panggul tersebut tidak normal,
janin tidak dapat melewati jalan lahir sehingga harus dilahirkan dengan
seksio sesaria, vakum ekstraksi.

1.3 Passenger (anak)

Berat anak yang normal adalah 2500 sampai 4000 gram. Apabila ukuran
anak melebihi 4000 gram anak tidak bisa melewati jalan lahir. Untuk
mencegah macet persalinan dan robekan jalan lahir yang luas dan aspeksia
pada janin biasanya dilakukan persalinan dengan tindakan seksio sesaria.

1.4 Posisi Ibu

Posisi ibu mempengaruhi anatomi dan fisiologi penyesuaian untuk


kelahiran. Posisi yang benar memberi keuntungan . perobahan posisi sering
menghilangkan letih, penambahan kenyamanan dan memperbaiki sirkulasi.
Posisi yang benar termasuk jongkok, berdiri jalan. Dalam posisi yang benar
dapat membantu penurunan janin, kontraksi uterus umumnya lebih kuat dan
kuat dan juga efisien untuk dilatasi servik, menghasilkan persalinan yang
lebih pendek, cepat. Dalam penambahan posisi benar, mengambil posisi yang
benar menurunkan timbulnya tekanan tali umbilicalis.
1.2.4. Peran Karakteristik Ibu dalam Persalinan Beresiko

2.1 Umur

Pada umur ibu kurang dari 20 tahun rahim dan panggul belum tumbuh
mencapai ukuran dewasa. Akibanya apabila ibu hamil pada umur ini
mungkin mengalami persalinan lama atau macet, karena ukuran kepala bayi
lebih besar sehingga tidak dapat melewati panggul. Sedangkan pada umur ibu
yang lebih dari 35 tahun, kesehatan ibu sudah mulai menurun, jalan lahir
kaku, sehingga rigiditas tinggi. Selain itu beberapa penelitian yang dilakukan
bahwa komplikasi penelitian yang dilakukan bahwa komplikasi kehamilan
yaitu Preeklamasi, Abortus, partus lama lebih sering terjadi pada usia dini.
Lebih dari 35 tahun akibatnya ibu hamil. Lebih dari 35 tahun. Pada zaman
dahulu akibanya ibu hamil pada usi ini mungkin lebih besar anak cacat,
persalinan lama, yaitu lebih dari 12 jam pada primi para dan lebih dari 12 jam
dan 8 jam pada multi para. Selain itu dapat mengakibatkan perdarahan karena
uterus tidak berkontraksi (Depkes, 2001).

2.2 Paritas

Paritas adalah jumlah anak yang dilahirkan ibu. Sampai dengan paritas
tiga rahim ibu bisa kembali seperti sebelum hamil. Setiap kehamilan rahim
mengalami pembesaran, terjadi peregangan otot-otot rahim selama 9 bulan
kehamilan. Akibat regangan tersebut elastisitas otot-otot rahim tidak kembali
seperti sebelum hamil setelah persalinan. Semakin sering ibu hamil dan
melahirkan, semakin dekat jarak kehamiilan dan kelahiran, elastisitas uterus
semakin terganggu, akibatnya uterus tidak berkontraksi secara sempurna dan
mengakibatkan perdarahan pasca kehamilan (Sarwono, 2005).

2.3 Pendidikan

Ibu yang mempunyai pendidikan tinggi, yang bekerja di sektor formal


mempunyai akses yang lebih baik terhadap informasi tentang kesehatan,
lebih aktif menentukan sikap dan lebih mandiri mengambil tindakan
perawatan. Rendahnya pendidikan ibu, berdampak terhadap rendahnya
pengetahuan ibu. Untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Makin rendah
pengetahuan ibu, makin sedikit keiinginan memanfaatkan pelayanan
kesehatan (Rukmini, 2005).

2.4 Perilaku Ibu

Perilaku adalah merupakan totalitas penghayatan dan aktifitas seseorang


yang merupakan hasil bersama baik eksternal maupun internal. Ibu hamil
harus berperilaku sehat, agar kehamilan tidak mempunyai masalah yang
dapat mengakibatkan komplikasi dalam persalinan. Adapun perilaku ibu
selama hamil meliputi: kunjungan, asupan gizi, makan tablet zat besi sejak
kehamilan 20 mg, senam hamil, perawatan jalan lahir, pemanfaatan layanan
kesehatan.

2.5 Status pasien

Menurut Roekmini dan Wiludjeng (2005) status ibu bersalin yang dirawat
di ruang bersalin terdiri dari 2 bagian yaitu ibu bersalin, ibu yang datang
sendiri dan ibu yang dirujuk. Bila ibu di rujuk sejak kala I kemungkinan ibu
masih bisa mendapatkan asuhan yang lengkap pada tiap tahap persalinan,
namun bila ibu dirujuk pada kala dua, tiga dan empat, biasanya kondisi ibu
sudah dalam bermasalah. Untuk menyelamatkan janin biasanya dilakukan
persalinan dengan tindakan persalinan yaitu: seksio sesaria, vakum ekstraksi,
induksi persalinan, manual plasenta dan lain-lain.
PERAN ASUHAN KEPERAWATAN DALAM PERSALINAN BERESIKO

A. Asuhan Selama Persalinan Kala I

Persalinan kala I adalah waktu yang diperlukan untuk pembukaan jalan


lahir dari 1 CM pada awal persalinan kala I sampai pembukaan serviks 10
CM. Waktu yang dibutuhkan 12 jam pada primi para dan 6 sampai 8 jam
pada multi para. His pada awal kala 1 tiap 10 -15 menit dan kekuatan 20
detik dan berangsur bertambah menjadi 3 kali dalam 10 menit dengan
kekuatan sekitar 60 detik menjelang bayi lahir. (Syaiffudin, 2002). Selama
kala I ibu perlu mendapatkan asuhan sayang ibu yang meliputi:

1. Dukungan emosional

Kelahiran seorang bayi akan mempengaruhi kondisi emosional seluruh


keluarga. Oleh karena itu usahakan suami atau anggota keluarga yang lain
terlibat dalam proses persalinan. Usahakan agar mereka melihat,
membantu jika memungkinkan. Selama persalinan ibu akan merasa nyeri
menderita dan merasa kuatir tentang proses persalinan yang akan
dilalui. Yakinkan ibu agar tidak merasa takut dan cemas dengan :

a) Memberikan dukungan dan meyakinkan diri pasien


b) Memberikan informasi mengenai proses dan kemajuan persalinanya
c) Mendengar keluhannya dan mencoba untuk sensistif terhadap perasaannya

2. Pengaturan posisi

Anjurkan ibu yang sedang dalam proses persalinan untuk mendapatkan


posisi yang paling nyaman. Berjalan, duduk atau jongkok akan membantu
proses penurunan kepala janin. Anjurkan ibu untuk berjalan dan bergerak,
tidak berbaring telentang. Tidur telentang dapat menekan pembuluh darah
(Vena Cava Inferior), yang dapat mengakibatkan suplai berdarah ke janin
berkurang sehingga bayi gawat janin. (Syaiffudin, 2005). Posisi yang
dianjurkan:
a. Melakukan perubahan posisi
b. Menganjurkan posisi sesuaid dengan keinginan ibu, jika ibu ingin di
tempat tidur dianjurkan tidur miring ke kiri
c. Menganjurkan ibu untuk berjalan-jalan di ruang bersalin
d. Anjurkan ibu didampingi suami atau keluarga untuk memijat atau
menggosok pungung dan membasuh muka antar kontraksi.
e. Ibu diperbolehkan melakukan aktifitas sesuai kesanggupannya .
f. Ajarkan ibu teknik relaksasi, cara bernafas. Ibu diminta untuk menarik
nafas panjang, menahan nafasnya sebentar kemudian dilepas dengan cara
meniup udara keluar sewaktu serasa kontraksi
3. Pemberian cairan

Anjurkan ibu untuk minum cairan yang mengandung nutrisi atau air bias.
Cairan akan memberi tenaga dan mencegah ibu dari dehidrasi yang akan
dapat mempengaruhi His. Dehidrasi akan membuat ibu lelah, menurunkan
kekuatan his.

4. Kebersihan

Infeksi yang dapat terjadi selama proses persalinan akan dapat


menyebabkan kematian atau penyakit pada janin. Penolong persalinan
harus mencari sesering mungkin, menggunakan alat yang steril untuk
mencegah infeksi. Ibu dalam proses persalinan dianjurkan berkemih setiap
2 jam agar tidak menghambat penurunan kepala janin dan kenyamanan
ibu. Tidak dianjurkan melakukan kateterisasi (mengeluarkan urin dengan
alat).
B. Asuhan Keperawatan Selama Persalinan Kala II

Persalinan kala II ditegakkan dengan melakukan pemeriksaan


dalam untuk memastikan pembukaan serviks sudah lengkap atau kepala
janin sudah tampak di vulva dengan diameter 5-6 cm. Penanganan yang
sebaiknya deiberikan pada ibu antara lain (Syaiffudin, 2002).

1) Anjurkan pendamping memberikan dorongan/ dukungan selama proses


persalinan dan kelahiran.dengan alasan memisahkan ibu orang yang
memberikan dukungan akan berkaitan dengan hasil persalinan yang baik.
2) Berikan dorongan dan besarkan hati ibu. Jelaskan kemajuan persalinan
pada ibu dan keluarga, serta ibu dalam meneran.
3) Biarkan ibu memilih posisi yang sesuai meneran
4) Penolong harus memberikan rasa aman dan nyaman, menghilangkan rasa
takut pada ibu,  memberikan dukungan moral serta membesarkan hati
ibu.dukungan ini membantu ibui agar santai. Memberikan pujian saat ibu
mengejan.
5) Menjaga kebersihan diri, agarn terhindar dari infeksindir. Jika ada darah
lendir atau cairan ketuban keluar dari vagina segera dibersihkan.
6) Mengipas dan memijat untuk menambah kenyamanan bagi ibu.
7) Memberi dukungan mental untuk mengurangi kecemasan atau ketakutan
ibu dengan cara: menjaga privasi ibu, penjelasan tentang proses dan
kemajuan persalinan.
8) Mengatur posisi ibu dalam membimbing mengedan dapat dipilih berbagai
macam posisi berikut: jongkok, tidur miring, setengah duduk. Posisi tegak
ada kaitannya dengan berkurangnya rasa nyeri, mudah mengedan,
kurangya mentrauma vagina dan perineum dan infeksi.
9) Menjaga kandung kemih tetap kosong, oleh karena itu itu ibu dianjurkan
berkemih sesering mungkin.
10) Memberikan cukup minum, disamping untuk memberi tenaga dan
mencegah dehidrasi.
11) Pada saat mengedan, bantu ibu memperoleh posisi yang paling nyaman.
Setian posisi memiliki keuntungannya masing-masing, misalnya posisi
setengah duduk dapat membantu turunya kepala janin jika persalinan
berjalan lambat.
12) Ibu di bimbing mengedan, selama his, anjurkan kepada ibu untuk
mengambil nafas. Mengedan tanpa diselingi bernafas, kemungkinan dapat
menurunkan PH pada arteri umbilcius yang dapat menyebabkan denyut
jantung tidak normal. Minta ibu bernafas selagi kontrraksi ketika kepala
janin akan lahir. Hal ini menjaga agar perineum meregang pelandan
mengontrol lainnya kepala serta mencegah robekan. Setelah bayi lahir
nilai warna kulit, tonus otot, kemampuan bernafas dan aktifitas.
13) Periksa denyut jantung janin (DJJ) pada saat kontraksi dan setelah setiap
kontraksi untuk memastikan janin tidak mengalami bradikardi ( <120x
/menit)

C. Asuhan Keperawatan Selama Persalinan Kala III

Asuhan pada kala III (Pengeluaran Aktif Plasenta) membantu


menghindarkan terjadinya perdarahan pasca persalinan. Penatalaksanaan aktif
kala III meliputi:

1. Memberikan oksitosin untuk merangsang uterus berkontraksi yang juga


mempercepat pelepasan plasenta. Oksotosin dapat diberikan dalam 2
menit setelah kelahiran bayi. Jika oksotosin tidak tersedia, rangsangan
puting payudara ibu atau susukan bayi guna menghasilkan oksitosin
alamiah.
2. Lakukan penegangan tali pusat terkendali ( PTT) dengan cara: satu tangan
diletakkan pada korups uteri tepat di atas simfisis puubis. Selama
kontraksi tangan mendorong korups uteri dengan gerakan dorso cranial
kearah beakang dan ke arah kepala ibu. Tangan yang lain memegang tali
pusat dan tunggu adanya kontraksi kuat (2-3 menit). Selama kontraksi
dilakukan tarikan terkendali pada tali pusat yang terus menerus, dalam
tegangan yang sama dengan tangan ke uterus.
3. PTT dilakukan hanya selama uterus berkontraksi. Tangan pada uterus
merasakan kontraksi atau ibu dapat juga memberi tahu petugas ketika ia
merasakan kontraksi. Ketika uterus sedang tidak berkontraksi, tangan
petugas dapat tetap berada pada uterus tetapi bukan melakukan PTT.
Ulangi langkah-langkah PTT pada setiap kontraksi sampai plasenta
terlepas.
4. Begitu plasenta terasa terlepas, plasenta di keluarkan dengan
menggerakkan tangan atau klem pada tali pusat mendekati plasenta.
Plasenta di keluarkan dengan gerakan ke bawah dan ke atas sesuai dengan
kalan lahir. Kedua tangan dapat memegang plasenta dan perlahan memutar
plasenta searah jarum jam untuk mengeluarkan selaput ketuban.
5. Segera setela plasenta dan selaputnya dikeluarkan, fundus uteri dipijat agar
menimbulkan kontraksi. Hal ini dapat mengurangi pengeluaran darah dan
mencegah perdarahan pasca persalinan, jika uterus tidak berkontraksi kuat
selama 10-15 detik atau jika perdarahan hebat terjadi maka segera laktoni
kompresi bimanual dalam. Jika atonia uteri tidak teratasi dalam waktu 1-2
menit, ikuti protokol untuk perdarahan pasca persalinan.
6. Jika amenggunakan manajemen aktif dan plasenta belum juga lahir dalam
waktu 30 menit, periksa kandung kemih dan lakukan katerisasi jika
kandung kemih penuh, periksa adanya tanda-tanda pelepasan plasenta,
berikan oksitosin 10 unit Intra muskuler dimana dosis ketiga dalam jarak
waktu 15 menit dari pemberian oksitosin dosis pertama, siapkan rujukan
jika tidak ada tanda-tanda pelepasan plasenta.
7. Periksa ibu secara seksama dan jahit semua robekan pada serviks atau
vagina atau perbaiki episiotomi

D.  Asuhan Selama Persalinan Kala IV

Dua jam pertama setelah persalinan merupakan awal yang kritis bagi ibu
dan bayi.kemungkinan perdarahan akibat tidak adanya kontraksi, uterus yang
lelah karena rahim ibu baru saja mengalami perubahan fisik. Rahim yang
selama inii membesar akan berangsur kembali seperti di luar hamil. Penolong
harus tinggal bersama ibu untuk memastikan kondisi fital sgn, keadaan
rahim. Asuhan kala IV meliputi:
1. Pemeriksaan undus uteri tiap 15 menit pada jam pertama dan setiap 20-30
menit selama jam kedua. Jika kontraksi tidak kuat, pijat uterus sampai
menjadi keras. Apabila uterus berkontraksi,otot uterus akan menjepit
pembuluh darah untuk menghentikan perdarahan. Hal ini dapat
mengurangi kehilangan darah dan mencegah perdarahan pasca persalinan
2. Pemeriksaan tekanan darah, nadi, kandung kemih dan perdarahan setiap
15 menit pada jam pertamadan setiap 30 menit selama jam kedua.
3. Menganjurkan ibu untuk minum demi mencegah dehidrasi dan
menawarkan ibu makanan dan minuman yang disukainnya
4. Membersihkan ibu, vulva, dan perineum. Kenakan pakaian ibu yang bersih
dan kering
5. Membiarkan ibu beristirahat karna lelah melahirkan bayinya dan
membantu ibu pada posisi yang aman.
6. Membiarkan bayi berada pada ibu untuk meningkatkan hubungan bayi dan
ibu sebagai permulaan dengan menyusui bayinya .
7. Segera seteslah bayi lahir adalah waktu yang tepat untuk memulai
memberikan ASI (Air Susu Ibu) karena menyusui juga membantu uterus
berkontraksi.
8. Jika ibu perlu ke kamar mandi, ibu boleh bangun dan dibantu karena
masih dalam keadaan lemah atu pusing setelah persalinan. Pastikan ibu
sudah buang air kecil dam 3 jam pasca persalinan.
9. Ajari ibu atauanggota keluarga tentang bagaimana merangsang kontraksi
mengenal tanda-tanda bahaya bagi ibu dan bayi.

E. KELAHIRAN YANG BERESIKO

Kondisi anemia dan Kekurangan Energi Kronis (KEK) pada ibu hamil
mempunyai dampak kesehatan terhadap ibu dan anak dalam kandungan, antara
lain meningkatkan risiko bayi dengan berat lahir rendah, keguguran, kelahiran
premature dan kematian pada ibu dan bayi baru lahir. Hasil survey
menunjukkan bahwa prevalensi anemia pada ibu hamil masih sangat tinggi,
yaitu 51 persen,dan pada ibu nifas 45 persen. Sedangkan prevalensi wanita usia
subur (WUS) menderita KEK pada tahun 2002 adalah 17,6 persen. Tidak jarang
kondisi anemia dan KEK pada ibu hamil menjadi penyebab utama terjadinya
perdarahan, partus lama, aborsi dan infeksi yang merupakan faktor kematian
utama ibu.

Malnutrisi bukan hanya melemahkan fisik dan membahayakan jiwa ibu,


tetapi juga mengancam keselamatan janin. Ibu yang bersikeras hamil dengan
status gizi buruk, berisiko melahirkan bayi berat badan lahir rendah 2-3 kali
lebih besar dibandingkan ibu dengan status gizi baik, disamping kemungkinan
bayi mati sebesar 1.5 kali.

Salah satu cara untuk mengetahui status gizi Wanita Usia Subur (WUS)
umur 15-49 tahun adalah dengan melakukan pengukuran Lingkar Lengan Atas
(LILA). Hasil pengukuran ini bisa digunakan sebagai salah satu cara dalam
mengidentifikasi seberapa besar seorang wanita mempunyai risiko untuk
melahirkan bayi BBLR. Indikator Kurang Energi Kronik (KEK) menggunakan
standar LILA <23,5cm. Dari hasil survei BPS tahun 2000-2005 gambaran risiko
KEK yang diukur berdasarkan LILA menurut kelompok umur menunjukkan
bahwa persentase wanita usia subur dengan LILA < 23.5 cm (berisiko KEK)
umur 15-49 tahun rata-rata adalah 15.49.

Penelitian Saraswati dan Sumarno (1998) menunjukkan bahwa ibu hamil


dengan kadar Hb <10 g/dl mempunyai risiko 2.25 kali lebih tinggi untuk
melahirkan bayi BBLR dibandingkan dengan ibu hamil dengan kadar Hb di atas
10 g/dl , dimana ibu hamil yang menderita anemia berat mempunyai risiko
untuk melahirkan bayi BBLR 4.2 kali lebih tinggi dibandingkan dengan ibu
yang tdak anemia berat.

Informasi yang dikumpulkan oleh Sub Commitee on Nutrition WHO


menunjukkan bahwa paling sedikit satu diantara dua kematian ibu di negara
sedang berkembang adalah akibat anemia gizi besi. Suatu studi di Indonesia
pada 12 rumah sakit pendidikan pada akhir tahun 1970 melaporkan bahwa
angka kematian ibu di kalangan penderita anemia adalah 3.5 kali lebih besar
dibandingkan dengan golongan ibu yang tidak anemia. Apabila kadar
hemoglobin kurang dari 8 gr%, risiko kematian maternal meningkat sekitar
delapan kali lebih tinggi dibandingkan dengan wanita tidak anemia.

Disparitas kematian ibu antar wilayah di Indonesia masih cukup besar dan
masih relatif lebih tinggi jika dibandingkan dengan negara-negara anggota
ASEAN misalnya resiko kematian ibu karena melahirkan di Indonesia adalah 1
dari 65, dibandingkan dengan 1 dari 1.100 di Thailand. Pada tahun 2002 angka
kematian ibu (AKI) di Indonesia angka 307 per 100.000 kelahiran hidup. Dari
lima juta kelahiran yang terjadi di Indonesia setiap tahunnya, diperkirakan
20.000 ibu meninggal akibat komplikasi kehamilan atau persalinan.

Setelah di adakan nya promosi kesehatan tentang anemia pada ibu hamil,
peserta penyuluhan tersebut diharapkan:

a) Memahami dan mengerti tujuan promosi kesehatan tentang anemia


khususnya pada ibu hamil
b) Menerapkan pola hidup sehat dan nutrisi yang seimbang, sebagaimana
yang telah dianjurkan pada promkes tentang anemia tersebut
c) Mengetahui cara penanganan dan pencegahan apabila ibu telah menderita
anemia agar tidak terjadi kemungkinan komplikasi penyakit lain
d) Diharapkan dengan adanya promosi kesehatan, dapat munurunkan tingkat
anemia dimasyarakat terutama ibu hamil.
F. PENCEGAHAN INFEKSI PADA BAYI

a) Bayi Baru Lahir Beresiko Tinggi Terinfeksi Apabila Ditemukan


Ibu menderita eldampsia
b) Ibu dengan diabetes mellitus
c) Ibu mempunyai penyakit bawaan

Riwayat Kelahiran

 Persalinan lama
 Persalinan dengan tindakan (ekstraksi cunam/vakum, seksio sesarea)
 Ketuban pecah dini
 Air ketuban hijau kental

Riwayat Bayi Baru Lahir


 Trauma lahir
 Lahir kurang bulan
 Bayi kurang mendapat cairan dan kalori
 Hipotermia pada bayi

Infeksi Pada Neonatus


Infeksi pada neonatus lebih sering ditemukan pada bayi berat badan lahir
rendah.
Patogenesis Infeksi pada neonatus dapat melalui beberapa cara. Blame (1961)
membaginya dalam 3 golongan :

1. Infeksi antenatal
Kuman mencapai janin melalui peredaran darah ibu ke placenta.
Disini kuman itu melewati batas placenta dan mengadakan
perkembangbiakan. Infeksi ini bisa masuk ke janin melalui vena
umbilikalis. Kuman memasuki janin melalui beberapa jalan, yaitu :
a) Virus : rubella
b) Spirokaeta : sifilis
c) Bakteria
2. Infeksi Intranatal
Infeksi melalui cara ini lebih sering terjadi dari pada cara yang lain.
Kuman dari vagina naik dan masuk ke dalam rongga amnion
setelah ketuban pecah. Ketuban pecah lama mempunyai peran
penting dalam timbulnya plasentitis dan amnionitis. Infeksi dapat
pula terjadi walaupun ketuban masih utuh, misalnya pada partus
lama. Janin kena infeksi karena mengihalasi liquor yang septic
sehingga kuman-kuman memasuki peredaran darahnya dan
meyebabkan septicemia (keracunan darah oleh bakteri patogenik)

3. Infeksi postnatal
Infeksi ini terjadi sesudah bayi lahir lengkap dan biasanya
merupakan infeksi yang menyebabkan kematian terjadi sesudah
bayi lahir sebagai akibat penggunaan alat, atau perawatan yang
tidak steril. Infeksi pada bayi cepat sekali meluas menjadi infeksi
umum, sehingga gejalanya tidak tampak lagi. Walaupun demikian
diagnosis dini dapat dibuat kalau kita cukup waspada bahwa
kelainan tingkah laku bayi dapat merupakan tanda-tanda
permulaan infeksi umum. Kalau bayi BBLR selama 72 jam
pertama tidak menunjukkan gejala-gejala penyakit tertentu, tiba-
tiba tingkah lakunya berubah, maka mungkin hal ini disebabkan
oleh infeksi, melalui gejalanya :
Malas minum, gelisah, frekuensi pernapasan meningkat, berat
badan tiba-tiba turun, pergerakan kurang, diare, dan kejang.
G. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan. Pada tahap ini
semua data dikumpulkan secara sistematis guna menentukan status kesehatan
pasien saat ini. Pengkajian harus dilakukan secara komprehensif terkait dengan
aspek biologis, psikologis, sosial, maupun spiritual pasien (Asmadi, 2008). 10

Menurut Ilmiah (2015), fokus pengkajian pada Kala III persalinan dengan
masalah keperawatan risiko perdarahan post partum adalah kontraksi atau his,
tekanan darah, nadi dan suhu, sedangkan menurut Manurung (2011)
pengkajian umum pada kala III persalinan adalah sebagai berikut:

a. Waktu dimulainya persalinan kala III.

b. Tanda-tanda pengeluaran plasenta (pengeluaran darah tiba-tiba, perubahan


ukuran dan bentuk uterus, tali pusat memanjang saat diregangkan).

c. Kondisi selaput amnion, kotiledon (lengkap atau tidak) serta bentuk plasenta

H. Diagnosa Keperawatan
Beberapa diagnosa yang muncul menurut SDKI, 2017 adalah

1. nyeri akut b/d agen pencedera fisik

2. hipovolemia b/d kehilangan cairan aktif perdarahan

3. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif


I. intervensi keperawatan

no Standar diagnosa Standar luaran Standar


keperawatan indonesia (SDKI) keperawatan intervensi
indonesia (SLKI) keperawatan
indonesia (SIKI)
1. Nyeri akut b/d agen pencedera Tujuan , setelah Pemantauan
fisik dilakukan managemen nyeri
tindakan Tindakan
keperawatan Observasi
selama 3x24 jam 1. identifikasi
diharapkan nyeri lokasi,
berkurang karakteristik,
Kriteria hasil durasi, frekuensi,
1. pasien mampu kualitas nyeri
mengenali kapan 2. identifikasi
nyeri terjadi skala nyeri
2. dapat 3. identifikasi
menggambarkan faktor yang
faktor penyebab memperberat dan
nyeri memperingan
3. menggunakan nyeri
tindakan 4. monitor efek
pengurangan nyeri samping
tanpa analgetik penggunaan
4. menggunakan analgetik
analgetik yang
digunakan Terapetik
1. berikan tekhnik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri (misal,
terapi pijat, terapi
musik, kompres
air dingin /
hangat)
2. fasilitasi
istirahat dan tidur
3. kontrol
lingkungan yang
memperberat nyeri

Edukasi
1. ajarkan tekhnik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri

Kolaborasi
1. kolaborasi
pemberian
analgetik, jika
perlu
2 Hipovomelia b/d kehilangan Tujuan : setelah Pemantauan
cairan aktif (pendarahan) dilakukan manajemen
tindakan hipovolemia
keperawatan tindakan :
selama 3x24 jam observasi :
diharapkan tigkat 1. Periksa tanda
status cairan dan gejala
membaik hipovolemia
2. Monitor intake
Kriteria hasil dan output cairan
1. Kekuatan nadi,  
turgor kulit, output  
urine membaik Terapeutik :
1. Hitung
2.Pengisian vena
kebutuhan cairan
membaik
2. Berikan posisi
3. Dispnea, edema
Trendelenburg
anasarka menurun
3. Berikan asupan
4. Distensi vena
cairan oral
jugularis menurun
 
5. Keluhan haus
Edukasi :
dan konsentrasi
1. Anjurkan
urine menurun
memperbanyak
6. Frekuensi nadi,
asupan cairan oral
tekanan darah
 
membaik
Kolaborasi :
7. Kadar Hb, Ht
1. Kolaborasi
membaik
pemberian cairan
8. Intake cairan
IV isotonis
membaik
2. Kolaborasi
pemberian cairan
IV hipotonis
3. Kolaborasi
pemberian cairan
koloid
4. Kolaborasi
pemberian produk
darah
 

3 Resiko infeksi berhubungan Tujuan : setelah Intervensi utama :


dengan prosedur invasif dilakukan pencegahan
tindakan infeksi Tindakan
keperawatan Observasi :
selama 1x24 jam 1. Monitor tanda
diharapkan dan gejala infeksi
Tingkat infeksi lokal dan sistemik
menurun Kriteria
hasil : Terapeutik :
1. Demam 1. Cuci tangan
menurun sebelum dan
2.Kemerahan sesudah kontak
menurun dengan pasien dan
3. Nyeri menurun lingkungan pasien
4. Bengkak 2. Pertahankan
menurun tehnik aseptik
5. Kadar sel darah
putih membaik Edukasi :
1. Jelaskan tanda
dan gejala infeksi
2. Ajarkan cara
mencuci tangan
dengan benar
3. Anjurkan
meningkatkan
asupan nutrisi
4. Anjurkan
meningkatkan
asupan cairan

DAFTAR PUSTAKA
Bobak dkk, 2005, Buku Ajar Keperawatan Maternitas, Edisi IV, Cetakan I,

EGC. Jakarta.

Doroles, 2009, Masalah yang akan dihadapi bayi lahir


prematur, http://www.bayumukti.com, diakses 23 april 2010

Krisnadi.R Sofie dkk, 2009, Prematuritas, Aditama, Bandung.

Manuaba I.B.G, 2008, Gawat Darurat, Obstetric Ginekologi dan Obstetric


Ginekolosi Social untuk Profesi Bidan, Cetakan I, EGC. Jakarta.

Nakita, 2007,Merawat Bayi Prematur,http://www.halalguide.com, diakses 24


Februari 2007

Nugroho Taufan, 2010, Kasus Emergency Bidan, Nuna Medika, Yogyakarta

Oxorn Harry, 2010, Ilmu Kebidanan: Patologi & Fisiologi Persalinan, Yayasan


Essentia Medika, Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai