Anda di halaman 1dari 17

Tindakan Resusitasi pada Asfiksia Neonatorum karena Aspirasi Mekonium

Dewi Suryanti
102013198
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510
Email: dewisuryanti84@gmail.com

Abstrak

Hipoksia akut maupun kronik dapat mengakibatkan keluarnya mekonium intrauterin. Sindrom
aspirasi mekonium (meconium aspiration syndrome, MAS) disebabkan aspirasi cairan amnion yang
mengandung mekonium. Derajat keparahan MAS berkaitan dengan derajat asfiksia dan jumlah
mekonium yang teraspirasi. Mekonium yang teraspirasi juga menyebabkan obstruksi jalan napas akut,
peningkatan resistensi jalan napas, atelektasis, dan hiperekspansi yang disebabkan oleh mekanisme
ball-valve. Fase obstruksi diikuti dengan fase inflamasi 12-24 jam sesudahnya yang mengakibatkan
kerusakan lebih lanjut. Aspirasi cairan lain (misalnya darah atau cairan amnion) mengakibatkan
kerusakan yang sama tetapi lebih ringan.

Kata kunci : Tindakan resusitasi pada asfiksia neonatorum, asfiksia, sindrom aspirasi mekonium

Abstract

Acute and chronic hypoxia can result in intrauterine meconium passage. Meconium aspiration
syndrome (meconium aspiration syndrome, MAS) due to aspiration of amniotic fluid containing
meconium. The severity of MAS with regard to the degree of asphyxia and the amount of aspirated
meconium. Aspirated meconium also cause acute airway obstruction, increased airway resistance,
atelectasis, and hyperexpansion caused by ball-valve mechanism. Phase obstruction followed by 1224 hours after the inflammatory phase resulting in further damage. Aspiration other fluids (eg, blood
or amniotic fluid) cause damage similar but lighter.

Keywords: action neonatal asphyxia resuscitation, asphyxia, meconium aspiration syndrome

Pendahuluan
Bayi baru lahir memerlukan adaptasi untuk dapat bertahan hidup diluar rahim,
terutama pada menit-menit pertama kehidupannya. Bila didalam rahim kebutuhan nutrisi dan
terutama oksigen dipenuhi seluruhnya oleh ibu melalui sirkulasi uteroplasenter, saat lahir dan
tali pusat dipotong, bayi baru lahir harus segera melakukan adaptasi terhadap keadaan ini
yaitu harus mendapatkan atau memproduksi oksigennya sendiri.Sebagian besar (kurang lebih
80%) bayi baru lahir dapat bernafas spontan, sisanya mengalami kegagalan bernafas karena
berbagai sebab.Keadaan inilah yang disebut asfiksianeonatorum.Pertolongan untuk bayi ini
disebut resusitasi.
Tujuan dari resusitasi ialah memberikan ventilasi yang adekuat, pemberian oksigen
dan curah jantung yang cukup untuk menyalurkan oksigen ke otak, janatung dan alat vital
lainnya.Asfiksia sendiri didefinisikan sebagai gagal nafas secara spontan dan teratur pada saat
lahir atau beberapa saat sesudah lahir.Kata asfiksia juga dapat memberi gambaran atau arti
kejadian di dalam tubuh bayi berupa hipoksia progresif, penimbunan CO2 (hiperkarbia) dan
asidosis. Penyebab asfiksia neonatorum dapat digolongkan ke dalam 3 faktor : faktor ibu,
faktor janin, dan faktor plasenta.1
Pada makalah ini didapatkan kasus Seorang ibu berusia 26 tahun, G1P0A0
kehamilan 38 minggu datang ke IGD diantar suaminya dengan keluhan keluar cairan ketuban
sudah sejak 1 hari yang lalu. Setelah dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik, pasien
segera direncanakan untuk emergency sectio cesaria. Segera setelah itu anak lahir dilakukan
resusitasi. Resusitasi dilakukan karena kemungkin besar bayi yang akan dilahirkan
mengalami afiksia.
Apapun penyebab yang melatarbelakangi asfiksia, segera setelah penjepitan tali pusat
menghentikan penyaluran oksigen dari plasenta, bayi akan mengalami depresi dan tidak
mampu untuk memulai pernafasan spontan yang memadai dan akan mengalami hipoksia
yang berat dan secara progresif akan menjadi asfiksia. Bila bayi mengalami keadaan ini untuk
pertama kalinya (apneu primer/gasping primer), berarti ia mengalami kekurangan oksigen,
maka akan terjadi pernafasan cepat dalam periode yang singkat. Bila segera diberikan
pertolongan dengan pemberian oksigen, biasanya dapat segera merangsang pernafasan
spontan. Bila tidak diberi pertolongan yang adekuat, maka bayi akan mengalami gasping
sekunder/apneu sekunder dengan tanda dan gejala yang lebih berat. Pertolongan dengan
resusitasi aktif dengan pemberian oksigen dan nafas buatan harus segera dimulai. Dalam
2

penangan asfiksia neonatorum, setiap apneu yang dilihat pertama kali harus dianggap sebagai
apneu sekunder.1
Perubahan biokimiawi yang terjadi dalam tubuh bayi asfiksia, dengan penilaian
analisa gas darah akan didapatkan hasil pada saat kejadian akan terjadi metabolisme aerob,
hipoksia (paO2 < 50 mmHg), hiperkarbia (paCO2 > 55 mmHg) dan asidosis (PH < 7,2). Bila
tidak segera dilakukan resusitasi akan berlanjut menjadi metabolisme anaerob dengan hasil
akhir terbentuk dan tertimbunnya asam laktat dalam darah dan jaringan tubuh bayi yang akan
berakibat kerusakan sel dan jaringan yang berujung pada kegagalan fungsi organ dan
kematian.
Asfiksia Neonaturum
Definisi
Asfiksia neonatorum adalah kegagalan napas secara spontan dan teratur pada saat
lahir atau beberapa saat setelah saat lahir yang ditandai dengan hipoksemia, hiperkarbia dan
asidosis(IDAI, 2004).
Menurut AAP (American Academic of Pediatric) asfiksia adalah suatu keadaan yang
disebabkan oleh kurangnya O2 pada udara respirasi, yang ditandai dengan:2
1.
2.
3.
4.

Asidosis (pH <7,0) pada darah arteri umbilikalis


Nilai APGAR setelah menit ke-5 tetap 0-3
Menifestasi neurologis (kejang, hipotoni, koma atau hipoksik iskemia ensefalopati)
Gangguan multiorgan sistem.

Faktor-Faktor Risiko penyebab Asfiksia Neonatorum


Beberapa kondisi tertentu pada ibu hamil dapat menyebabkan gangguan sirkulasi
darah uteroplasenter sehingga oksigen ke bayi menjadi berkurang.Hipoksia bayi di dalam
rahim ditunjukkan dengan gawat janin yang dapat berlanjut menjadi asfiksia bayi baru lahir.
Beberapa faktor tertentu diketahui dapat menjadi penyebab terjadinya asfiksia pada bayi baru
lahir, diantaranya :2
1. Faktor Ibu

Beberapa faktor pada ibu dapat memicu terjadinya asfiksia pada bayi baru lahir.
Contohnya:Hipertensi pada kehamilan, Anemia, infeksi berat, Perdarahan Anterpartum,
Paritas, amnionitis, kehamilan lewat waktu (serotinus).
Preeklampsia dan eklampsiapada ibu akan menyebabkan perkapuran di daerah
plasenta. Sedangkan bayi memperoleh makanan dan oksigen dari plasenta, dengan
adanya perkapuran di daerah plasenta, suplai makanan dan oksigen yang masuk ke janin
berkurang.
Komplikasi utama dari perdarahan antepartum adalah perdarahan yang menyebabkan
anemia dan syok yang menyebabkan keadaan ibu semakin jelek. Keadaan ini yang
menyebabkan gangguan ke plasenta yang mengakibatkan anemia pada janin bahkan
terjadi syok intrauterin yang mengakibatkan kematian janin intrauterine
2. Faktor Plasenta :
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi plasenta. Asfiksia
janin akan terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada plasenta.
Contoh :Lilitan tali pusat, tali pusat pendek, simpul tali pusat, prolapses tali pusat.
3. Faktor Bayi : Permaturitas, BBLR, Kelainan bawaan (kongenital), air ketuban
bercampur meconium (warna kehijauan).
4. Faktor Neonatus
Depresi tali pusat pernafasan bayi baru lahir dapat terjadi karena beberapa hal, yaitu
:Trauma persalinan misalnya perdarahan intracranial, penggunaan obat analgesia atau
anastesia, kelainan kongenital bayi.
5. Faktor Persalinan: perabdominal section caesarea, persalinan sungsang, partus lama
atau macet, Ketuban pecah dini.
Manifestasi Klinis
Asfiksia biasanya merupakan akibat hipoksia janin yang menimbulkan tanda-tanda klinis
pada janin atau bayi berikut ini :2
a.
b.
c.
d.
e.

DJJ kurang dari 100x/menit tidak teratur


Mekonium dalam air ketuban
Tonus otot buruk karena kekurangan oksigen pada otak, otot, dan organ lain
Depresi pernafasan karena otak kekurangan oksigen
Bradikardi (penurunan frekuensi jantung) karena kekurangan oksigen pada otot-otot

jantung atau sel-sel otak


f. Tekanan darah rendah karena kekurangan oksigen pada otot jantung, kehilangan darah
atau kekurangan aliran darah yang kembali ke plasenta sebelum dan selama proses
persalinan
4

g. Takipnu (pernafasan cepat) karena kegagalan absorbsi cairan paru-paru atau nafas tidak
teratur/megap-megap
h. Sianosis (warna kebiruan) karena kekurangan oksigen didalam darah
i. Penurunan terhadap refleks
j. Pucat
Definisi dan Insidensi Sindroma Aspirasi Mekonium
Sindroma aspirasi mekonium (SAM) merupakan sekumpulan gejala yang diakibatkan
oleh terhisapnya cairan amnion mekonial ke dalam saluran pernafasan bayi. Sindroma
aspirasi mekonium (SAM) adalah salah satu penyebab yang paling sering menyebabkan
kegagalan pernapasan pada bayi baru lahir aterm maupun post-term. Kandungan mekonium
antara lain adalah sekresi gastrointestinal, hepar, dan pancreas janin, debris seluler, cairan
amnion, serta lanugo. Cairan amnion mekonial terdapat sekitar 10-15% dari semua jumlah
kelahiran cukup bulan (aterm), tetapi SAM terjadi pada 4-10% dari bayi-bayi ini, dan
sepertiga diantara membutuhkan bantuan ventilator. Adanya mekonium pada cairan amnion
jarang dijumpai pada kelahiran preterm. Resiko SAM dan kegagalan pernapasan yang terkait,
meningkat ketika mekoniumnya kental dan apabila diikuti dengan asfiksia perinatal.
Beberapa bayi yang dilahirkan dengan cairan amnion yang mekonial memperlihatkan distres
pernapasan walaupun tidak ada mekonium yang terlihat dibawah korda vokalis setelah
kelahiran. Pada beberapa bayi, aspirasi mungkin terjadi intrauterine, sebelum dilahirkan.3
Etiologi Sindroma Aspirasi Mekonium
Etiologi terjadinya sindroma aspirasi mekonium adalah cairan amnion yang
mengandung mekonium terinhalasi oleh bayi. Mekonium dapat keluar (intrauterin) bila
terjadi stres / kegawatan intrauterin. Mekonium yang terhirup bisa menyebabkan
penyumbatan parsial ataupun total pada saluran pernafasan, sehingga terjadi gangguan
pernafasan dan gangguan pertukaran udara di paru-paru. Selain itu, mekonium juga berakibat
pada iritasi dan peradangan pada saluran udara, menyebabkan suatu pneumonia kimiawi. 3
Diagnosis dan Manifestasi klinis
Manifestasi klinis MAS bervariasi dan bergantung pada derajat hipoksia, jumlah serta
konsistensi mekonium yang teraspirasi.

Bayi dengan MAS sering menunjukkan tanda postmaturitas, yaitu kecil masa
kehamilan, kuku panjang akan bermanifestasi sebagai distres pernapasan, berupa

takipnu,

napas

cuping

hidung,

retraksi

interkostal,

peningkatan

diameter

anteroposterior dada, dan sianosis.


Patofisiologi
Ada beberapa faktor penyebab dari mekonium. mekonium dalam rahim telah
dikaitkan dengan respon janin terhadap stres intrauterine
hipoksia janin, asfiksia, dan asidosis.

dan sering dikaitkan dengan

Hipoksia menyebabkan peningkatan peristaltik

gastrointestinal dan santai nada sfingter anal. kompresi sementara dari tali pusat atau kepala
janin juga menyebabkan respon vagal, yang dapat mengakibatkan mekonium. Mekonium
dalam cairan ketuban juga dapat hanya mewakili pematangan fungsi usus janin. Mekonium
jarang terjadi sebelum 34 minggu kehamilan, dan insiden meningkat hanya sedikit melalui 37
minggu kehamilan. Setelah usia kehamilan 37 minggu, meningkat insiden terus dengan
bertambahnya usia kehamilan. Perjalanan meconium pada janin matang difasilitasi oleh
mielinisasi serabut saraf, peningkatan tonus parasimpatis, dan kenaikan konsentrasi motilin
(peptida yang merangsang kontraksi otot usus).

hubungan antara gawat janin dan

peningkatan kadar motilin telah dilaporkan. Patofisiologi aspirasi mekonium dan MAS
adalah kompleks, dan waktu penghinaan awal sehingga MAS masih kontroversial. terengahengah intrauterin janin, obstruksi jalan napas mekanik, pneumonitis, inaktivasi surfaktan, dan
kerusakan pembuluh pusar semua memainkan peran dalam patofisiologi aspirasi mekonium.
Ada juga hubungan yang kuat antara MAS dan hipertensi pulmonal persisten pada bayi baru
lahir (PPHN).

Gambar 1. Patofisiologi Sindroma Aspirasi Mekonium (Clark, 2010)


Pemeriksaan penunjang
o

Darah perifer lengkap dan septic work-up untuk menyingkirkan infeksi.

Analisis gas darah menunjukkan hipoksemia. Hiperventilasi mengakibatkan alkalosis


repiratorik pada kasus ringan, tetapi pada kasus berat akan mengakibatkan asidosis
respiratorik.

Foto toraks menunjukkan hiperinflasi, diafragma mendatar, dan infiltrat kasar/bercak


iregular. Dapat ditemukan pneumotoraks atau pneumomediastinum.

Ekokardiografi diperlukan bila diduga terjadi persistent pulmonary hypertension of


the newborn (PPHN).

Diagnosis
a. Anamnesis : Gangguan/ kesulitan waktu lahir, lahir tidak bernafas atau menangis.
b. The First Golden Hour :periode emas satu jam pertama yang harus di capai dalam
penanganan bayi baru lahir dengan resiko tinggi/ kasus kegawatan bayi baru lahir.
Bila waktu tersebut terlampaui, dan bayi masih belum tertangani dengan optimal, maka
luaran bayi dalam hal kemampuan hidup, maupun hidup berkualitas dikemudian hari
akan mencapai tujuan survival intact (bayi hidup dengan gejala sisa/cacat).4
c. Pemeriksaan fisik: Asfiksia yang terjadi pada bayi biasanya merupakan kelanjutan dari
anoksia atau hipoksia janin.Diagnosis anoksia atau hipoksia janin dapat dibuat dalam

persalinan dengan ditemukannya tanda-tanda gawat janin. Tiga hal yang perlu mendapat
perhatian yaitu :
1. Pernafasan
Observasi pergerakan dada dan masukan udara dengan cermat.Lakukan auskultasi
bila perlu lalu kaji pola pernafasan abnormal, seperti pergerakan dada asimetris,
nafas tersengal, atau mendengkur. Tentukan apakah pernafasannya adekuat
(frekuensi baik dan teratur), tidak adekuat (lambat dan tidak teratur), atau tidak
sama sekali.
2. Denyut jantung
Kaji frekuensi jantung dengan mengauskultasi denyut apeks atau merasakan
denyutan umbilicus.Klasifikasikan menjadi >100 atau <100 kali per menit.Angka
ini merupakan titik batas yang mengindikasikan ada atau tidaknya hipoksia yang
signifikan.
3. Warna
Kaji bibir dan lidah yang dapat berwarna biru atau merah muda. Sianosis perifer
(akrosianosis) merupakan hal yang normal pada beberapa jam pertama bahkan
hari. Bayi pucat mungkin mengalami syok atau anemia berat. Tentukan apakah
bayi berwarna merah muda, biru, atau pucat.4,5
Skor APGAR5
Gejala/Tanda

Skor
0

Appearance
(warna kulit)

Seluruh badan bitu Warna tubuh merah Warna kulit merah


atau pucat

muda,

tangan

dan muda

kaki kebiruan

tidak

seluruhnya,
ada

tanda

sianosis
Pulse

Tidak ada

<100x/menit

>100x/menit

(Denyut jantung)
Grimace
(Respon refleks)
Activity

Tidak

ada

atau Menagis kuat

terhadap stimulasi

menagis lemah

Tidak ada

Sedikit

gerak atau Bergerak aktif

fleksi

(Tonus Otot)
Respiration

respon Meringis

pada

ekstremitas
Tidak ada

Lemah

atau

tidak Baik dan teratur


8

(Pernafasan)

teratur

Interpretasi Skor APGAR5

Jumlah skor

Interpretasi

7-10

Normal

4-6

Asfiksia sedang

Catatan

Memerlukan tindakan medis


segera

seperti

penyedotan

lender yang menyumbat jalan


napas

atau

pemberian

oksigen

untuk

membantu

napas
0-3

Asfiksia berat

Resusitasi segera

Dilakukan pemantauan nilai APGAR pada menit ke-1 dan menit ke-5, bila nilai
APGAR 5 menit masih kurang dari 7 penilaian dilanjutkan tiap 5 menit sampai skor
mencapai 7. Nilai APGAR berguna untuk menilai keberhasilan resusitasi bayi baru lahir
dan menentukan prognosis, bukan untuk memulai resusitasi karena resusitasi dimulai 30
detik setelah lahir bila bayi tidak menangis. (bukan 1 menit seperti penilaian skor APGAR).
Tatalaksana
Langkah Awal

Resusitasi ;

Gambar 2 Algoritma penatalaksanaan resusitasi neonatus IDAI 2013, Buku Saku


Pelayanan Kesehatan Anak Di Rumah Sakit
Pada pemeriksaan atau penilaian awal dilakukan dengan menjawab 4 pertanyaan:
1.
2.
3.
4.

Apakah bayi cukup bulan?


Apakah air ketuban jernih?
Apakah bayi bernapas atau menangis?
Apakah tonus otot bayi baik atau kuat?

Bila terdapat jawaban tidak dari salah satu pertanyaan di atas maka bayi memerlukan satu
atau beberapa tindakan resusitasi berikut ini secara berurutan:
1.

Langkah awal dalam stabilisasi5


a. Memberikan kehangatan
Bayi diletakkan dibawah alat pemancar panas (radiant warmer) dalam keadaan
telanjang agar panas dapat mencapai tubuh bayi dan memudahkan eksplorasi seluruh
tubuh.
b. Memposisikan bayi dengan sedikit menengadahkan kepalanya
Bayi diletakkan telentang dengan leher sedikit tengadah dalam posisi
menghidu agar posisi farings, larings dan trakea dalam satu garis lurus yang akan
mempermudah masuknya udara. Posisi ini adalah posisi terbaik untuk melakukan
ventilasi dengan balon dan sungkup dan/atau untuk pemasangan pipa endotrakeal.
c. Membersihkan jalan napas sesuai keperluan
Aspirasi mekonium saat proses persalinan dapat menyebabkan pneumonia
aspirasi. Salah satu pendekatan obstetrik yang digunakan untuk mencegah aspirasi
adalah dengan melakukan penghisapan mekonium sebelum lahirnya bahu
(intrapartum suctioning).
Bila terdapat mekonium dalam cairan amnion dan bayi tidak bugar (bayi
mengalami depresi pernapasan, tonus otot kurang dan frekuensi jantung kurang dari
100x/menit) segera dilakukan penghisapan trakea sebelum timbul pernapasan untuk
mencegah sindrom aspirasi mekonium.Penghisapan trakea meliputi langkah-langkah

10

pemasangan laringoskop dan selang endotrakeal ke dalam trakea, kemudian dengan


kateter penghisap dilakukan pembersihan daerah mulut, faring dan trakea sampai
glottis.
Bila terdapat mekonium dalam cairan amnion namun bayi tampak bugar,
pembersihan sekret dari jalan napas dilakukan seperti pada bayi tanpa meconium.
d. Mengeringkan bayi, merangsang pernapasan dan meletakkan pada posisi yang benar
Bila setelah posisi yang benar, penghisapan sekret dan pengeringan, bayi
belum bernapas adekuat, maka perangsangan taktil dapat dilakukan dengan menepuk
atau menyentil telapak kaki, atau dengan menggosok punggung, tubuh atau
ekstremitas bayi.
2.

Ventilasi Tekanan Positive6

Gambar 4 . Sniffing position . Tekhnik kompresi dada, american academy of pediatric,


american heart association.2006. resusitasi Neonatus, USA. From
-

donadewani.blogspot.co.id/2014/05/resusitasi-neonatus_5.html?m=1
Pastikan bayi diletakkan dalam posisi yang benar.
Agar VTP efektif, kecepatan memompa (kecepatan ventilasi) dan tekanan ventilasi

harus sesuai
Kecepatan ventilasi sebaiknya 40-60 kali/menit
Tekanan ventilasi yang dibutuhkan sebagai berikut. Nafas pertama setelah lahir,
membutuhkan: 30-40 cm H2O. Setelah nafas pertama, membutuhkan: 15-20 cm H2O.
Bayi dengan kondisi atau penyakit paru-paru yang berakibat turunnya compliance,
membutuhkan: 20-40 cm H2O. Tekanan ventilasi hanya dapat diatur apabila

digunakan balon yang mempunyai pengukuran tekanan


Observasi gerak dada bayi: adanya gerakan dada bayi turun naik merupakan bukti
bahwa sungkup terpasang dengan baik dan paru-paru mengembang. Bayi seperti
menarik nafas dangkal. Apabila dada bergerak maksimum, bayi seperti menarik nafas
panjang, menunjukkan paru-paru terlalu mengembang, yang berarti tekanan diberikan
terlalu tinggi. Hal ini dapat menyebabkan pneumothoraks
11

Observasi gerak perut bayi: gerak perut tidak dapat dipakai sebagai pedoman ventilasi

yang efektif. Gerak paru mungkin disebabkan masuknya udara ke dalam lambung.
Penilaian suara nafas bilateral: suara nafas didengar dengan menggunakan stetoskop.
Adanya suara nafas di kedua paru-paru merupakan indikasi bahwa bayi mendapat

ventilasi yang benar


Observasi pengembangan dada bayi: apabila dada terlalu berkembang, kurangi
tekanan dengan mengurangi meremas balon. Apabila dada kurang berkembang,
mungkin disebabkan oleh salah satu penyebab berikut: perlekatan sungkup kurang

sempurna, arus udara terhambat, dan tidak cukup tekanan


Apabila dengan tahapan diatas dada bayi masih tetap kurang berkembang sebaiknya
dilakukan intubasi endotrakea dan ventilasi pipa-balon.

3.

Kompresi Dada

Gambar 5. Tekhnik kompresi dada, american academy of pediatric, american heart


association.2006. resusitasi Neonatus, USA. From
donadewani.blogspot.co.id/2014/05/resusitasi-neonatus_5.html?m=1
Teknik kompresi dada ada 2 cara:6
a. Teknik ibu jari (lebih dipilih)
- Kedua ibu jari menekan sternum, ibu jari tangan melingkari dada dan menopang
punggung
- Lebih baik dalam megontrol kedalaman dan tekanan konsisten
- Lebih unggul dalam menaikan puncak sistolik dan tekanan perfusi coroner
b. Teknik dua jari
- Ujung jari tengah dan telunjuk/jari manis dari 1 tangan menekan sternum, tangan
lainnya menopang punggung
- Tidak tergantung
- Lebih mudah untuk pemberian obat
c. Kedalaman dan tekanan
- Kedalaman 1/3 diameter anteroposterior dada
- Lama penekanan lebih pendek dari lama pelepasan curah jantung maksimum
d. Koordinasi VTP dan kompresi dada

12

1 siklus : 3 kompresi + 1 ventilasi (3:1) dalam 2 detik Frekuensi: 90 kompresi + 30


ventilasi dalam 1 menit (berarti 120 kegiatan per menit).
Untuk memastikan frekuensi kompresi dada dan ventilasi yang tepat, pelaku kompresi
mengucapkan satu dua tiga - pompa-

Gambar 6. Kombinasi VTP dan Kompresi Dada Tekhnik kompresi dada, American
-Academy of Pediatric, American Heart Association.2006. Resusitasi Neonatus, USA.
From donadewani.blogspot.co.id/2014/05/resusitasi-neonatus_5.html?m=1
4.

Pemberian Epinefrin dan atau Pengembang Volume (volume expander)


Keputusan untuk melanjutkan dari satu kategori ke kategori berikutnya ditentukan dengan

penilaian 3 tanda vital secara simultan (pernapasan, frekuensi jantung dan warna kulit).
Waktu untuk setiap langkah adalah sekitar 30 detik, lalu nilai kembali, dan putuskan untuk
melanjutkan ke langkah berikutnya.6
Penilaian
Penilaian dilakukan setelah 30 detik untuk menentukan perlu tidaknya resusitasi lanjutan.
Tanda vital yang perlu dinilai adalah sebagai berikut:5,6
1. Pernapasan
Resusitasi berhasil bila terlihat gerakan dada yang adekuat, frekuensi dan dalamnya
pernapasan bertambah setelah rangsang taktil.Pernapasan yang megap-megap adalah
pernapasan yang tidak efektif dan memerlukan intervensi lanjutan.
2. Frekuensi Jantung

13

Frekuensi jantung harus diatas 100x/menit. Penghitungan bunyi jantung dilakukan


dengan stetoskop selama 6 detik kemudian dikalikan 10 sehingga akan dapat
diketahui frekuensi jantung permenit.
3. Warna Kulit
Bayi seharusnya tampak kemerahan pada bibir dan seluruh tubuh.Setelah frekuensi
jantung normal dan ventilasi baik, tidak boleh ada sianosis sentral yang menandakan
hipoksemia. Warna kulit bayi yang berubah dari biru menjadi kemerahan adalah
petanda yang paling cepat akan adanya pernapasan dan sirkulasi yang adekuat.
Sianosis akral tanpa sianosis sentral belum tentu menandakan kadar oksigen rendah
sehingga tidak perlu diberikan terapi oksigen. Hanya sianosis sentral yang
memerlukan intervensi.
Penghentian Resusitasi
Bila tidak ada upaya bernapas dan denyut jantung setelah 10 menit, setelah usaha
resusitasi yang menyeluruh dan adekuat dan penyebab lain telah disingkirkan, maka
resusitasi dapat dihentikan. Data mutakhir menunjukkan bahwa setelah henti jantung
selama 10 menit, sangat tipis kemungkinan selamat, dan yang selamat biasanya menderita
cacat berat.
Intubasi Endotrakeal6
Alat dan Bahan pada pemasangan Laringoskop
1. Laringoskop dengan baterai dan lampu cadangan
2. Daun laringoskop yang lurus : no. 1 (untuk bayi cukup bulan), no. 0 (untuk bayi
kurang bulan)
3. Pipa ET no : 2.5, 3.0, 3.5, 4.0
4. Stilet
5. Kateter penghisap no. 10 atau lebih besar
6. Ganjal bahu
7. Sungkup oksigen
8. Ambubag
9. Penghisap lendir balon-kaca
10. Penghisap mekanis
11. Pipa lambung, ukuran 8F dan semprit 20 ml
12. Penghisap meconium
13. Stetoskop
14. Handscoen steril
15. Plester
16. Gunting
17. Pipa Oksigen
14

18. Balon resusitasi dengan sungkup


19. Obat-obatan resusitasi
Cara
a. Persiapan memasukkan laringoskop.
- Stabilkan kepala bayi dalam posisi sedikit tengadah/ektensi.
- Berikan O2 aliran bebas selama prosedur
b. Memasukkan laringoskopi
- Daun laringoskopi di sebelah kanan lidah
- Geser lidah ke sebelah kiri mulut
- Masukkan daun sampai batas pangkal lidah
c. Angkat daun laringoskop
- Angkat sedikit daun laringoskop
- Angkat seluruh daun, jangan hanya ujungnya
- Lihat daerah faring
- Jangan mengungkit daun
d. Melihat tanda anatomis
- Cari tanda pita suara, seperti garis vertical pada kedua sisi glottis (huruf V
terbalik)
- Tekan krikoid agar glotis terlihat
- Bila perlu, hisap lender untuk membantu visualisasi Memasukkan pipa
e. mencabut laringoskop
- Masukkan pipa dari sebelah kanan mulut bayi dengan lengkung pipa pada arah
-

horizontal
Jika pita suara tertutup, tunggu sampai terbuka
Memasukkan pipa sampai garis pedoman pita suara berada di batas pita suara
Batas waktu tindakan 20 detik (Jika 20 detik pita suara belum terbuka, hentikan
dan berikan VTP).

5.

Obat-obatan dan Cairan


a. Epinefrin
- Larutan = 1 : 10.000
- Cara = IV (pertimbangkan melalui ET bila jalur IV sedang disiapkan)
- Dosis : 0,1 0,3 mL/kgBB IV
- Kecepatan = secepat mungkin
- Catatan : Jangan memberikan dosis lebih tinggi secara IV
b. Bikarbonat Natrium 4,2%
c. Dekstron 10%
d. Nalokson

Pemeriksaan Penunjang
Analisa Gas Darah (AGD)
Analisa Gas Darah merupakan pemeriksaan yang penting dilakukan pada bayi baru
lahir yang mengalami keadaan sakit atau mengalami masa kritis.Dari analisa gas darah dapat
15

kita ketahui informasi mengenai oksigenasi pada bayi tersebut.Hambatan yang dapat ditemui
dalam melakukan pemeriksaan ini adalah dalam mnegambil sampel untuk pemeriksaan.
Lokasi pengambilan yang menunjukan analisis mengenai oksigenasi adalah pembuluh darah
arterial, akan tetapi tidak didapatkan perbedaan bermakna dalam lokasinya apakah dari
umbilikjus atau perifer.5
Pemeriksaan analisa gas darah, dimana pada neonatus dengan asfiksia neonatorum
didapatkan PaO2 < 50 mmH2O, PaCO2 < 55 mmH2O, dan pH < 7,3 yang merupakan
parameter terjadinya asfiksia.5
Komplikasi3
o

Air leak. Pneumotoraks atau pneumomediastinum terjadi pada 10-20% pasien dengan
MAS. Air leak terjadi lebih sering pada bayi yang mendapat ventilasi mekanik. Bila
terjadi pneumotoraks, maka harus ditata laksana segera.

Hipertensi pulmonal. Sebanyak 35% kasus PPHN berhubungan dengan MAS.


Ekokadiografi harus dilakukan untuk menentukan derajat keterlibatan pirau kanan ke
kiri terhadap hipoksemia dan mengeksklusi penyakit jantung bawaan. Pada kasus
MAS yang disertai PPHN, dapat dipertimbangkan pemberian inhalasi nitrit oksida
atau vasodilator sistemik seperti magnesium sulfat dengan bantuan inotropik untuk
mencegah hipotensi.

Prognosis
Dubia. Karena baik buruk keadaan bayi di tentukan oleh proses saat melakukan tindakan
resusitasi.
Kesimpulan
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi kegagalan napas secara spontan dan teratur pada
saat lahir atau beberapa saat setelah saat lahir yang ditandai dengan hipoksemia, hiperkarbia
dan asidosis.Faktor resiko terjadi asfiksia bermacam-macam yaitu faktor ibu, bayi, plasenta,
neonatus dan persalinan.Asfiksia pada bayi dapat diketahui dengan melakukan diagnosis
pada 30 detik pertama kehidupan bayi sehingga golden periode untuk melakukan tindakan
resusitasi adalah satu jam pertama kehidupan bayi.
Daftar Pustaka
16

1. Indarso F. Gawat nafas pada bayi baru lahir. Pelatihanpenanganan penderita gawat
darurat bagi tenaga medis dan paramedis se-wilayah Indonesia Timur. 2010:1-20.
2. Monintja HE. Masalah umum sindroma gawat nafas pada neonatus. Dalam: Monintja
HE, Aminullah A, Boedjang RF, Amir I. penyunting. Sindroma gawat nafas pada
neonate Naskah Lengkap PKB IKA FKUI XXIII; Jakarta. Balai Penerbit FKUI
1991:1-13.
3. Harris LL, Stark AR. Meconium aspiration. Dalam: Cloherty JP, Eichenwald EC,
Stark AR, penyunting. Manual of neonatal care. Edisi ke-6. Philadelphia: Lippincot
Williams

&

Wilkins;2008.

h.403-6.

From:

https://jurnalpediatri.com/2016/03/22/penaganan-terkini-aspirasi-mekonium-padabayi-baru-lahir/. 21 November 2016


4. Chair I. Resusitasi pada bayi baru lahir. Dalam: Marwoto BW, Widodo E, Kamarul I.
penyunting. Penanganan gangguan nafas pada neonatus. Forum Ilmiah Tahunan V
RSAB Harapan Kita. Jakarta 2011:17-25.
5. Marenstein GB. Predicting neonatal morbidity after perinaltal asphyxia: A scoring
system. Am J Obstet Gynecol 2007; 162:174-82.
6. Sabrine N, Singh J, Sinha SK. Medical management of birth asphyxia. Indian Pediatr
2009; 36:369-76.

17

Anda mungkin juga menyukai