Oleh:
MIRNA AYU DWI SAPUTRI
NIM: 201402091
Oleh:
MIRNA AYU DWI SAPUTRI
NIM: 201402091
ii
iii
iv
LEMBAR PERSEMBAHAN
Bismillahhirohmannirohim........
Dengan segala puja dan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa dan
atas dukungan dan doa dari orang- orang tercinta, akhirnya skripsi ini dapat
diselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya. Oleh karena itu, dengan rasa
bangga dan bahagian saya khaturkan rasa syukur dan terimakasih saya kepada :
Tuhan Yang Maha Esa, karena atas karunia-Nya yang begitu besar yang
telah memberikan kemudahan, kelancaran dan kekuatan yang luar biasa kepada
saya. Semoga keberhasilan ini menjadi satu langkah awal bagi saya untuk dapat
meraih cita-cita saya.
Bapak, Ibu, Mas Eki, Saya persembahkan karya sederhana ini yang saya
buat dengan sepenuh hati, sekuat tenaga dan pikiran untuk orang yang saya kasihi
dan saya sayangi. Juga yang telah memberikan dukungan moril maupun materi
serta doa dan saya yakin bahwa keberhasilan yang saya raih ini tidak lepas dari
doa - doa yang kalian panjatkan disetiap sujudnya.
Dosen Pembimbing, Untuk Ibu Asrina pitayanti, S.Kep., Ns., M.Kes dan
Bapak Priyoto, S.Kep,Ns., M.Kes yang telah memberikan bimbingan dan
masukan dalam penyusunan proposal dan skripsi dengan penuh kesabaran dan
ketelatenan. Semoga Allah memberikan balasan atas kebaikan yang telah
diberikan oleh bapak dan ibu. Dan untuk semua dosen STIKES Bhakti Husada
Mulia Madiun terimakasih yang telah mendidik dan membimbing saya selama ini.
Semoga Allah membalas semua kebaikan dan ilmu yang telah diajarkan.
Sahabatku Tercinta, teman-teman keperawatan 8A dan 8B, terimakasih
atas bantuan kalian, candaan kalian, mendukung dan menyemangati saya dalam
menyelesaikan skripsi ini. Semoga selamanya tetap dekat seperti ini.
v
vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Agama : Islam
Email : ayudwimirnna@gmail.com
Riwayat Pendidikan :
vii
ABSTRAK
viii
ABSTRACT
ix
DAFTAR ISI
x
2.3
Konsep lansia ................................................................................... 39
2.3.1 Definisi lansia ..................................................................... 39
2.3.2 Batasan usia lanjut .............................................................. 40
2.3.3 Perubahan yang terjadi pada lansia ..................................... 41
2.4 Kerangka teori ................................................................................. 50
2.5 Penerapan kerangka teori ................................................................. 51
BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN .... 52
3.1 Kerangka konseptual ....................................................................... 52
3.2 Hipotesis penelitian ......................................................................... 53
BAB 4 METODELOGI PENELITIAN .......................................................... 54
4.1 Desain penelitian ............................................................................. 54
4.2 Populasi dan sampel ........................................................................ 54
4.2.1 Populasi ............................................................................... 54
4.2.2 Sampel ................................................................................ 55
4.3 Teknik sampling .............................................................................. 56
4.4 Kerangka kerja penelitian ................................................................ 56
4.5 Variabel penelitian dan definisi operasional variabel ...................... 58
4.5.1 Variabel penelitian .............................................................. 58
4.5.2 Definisi operasional variabel .............................................. 58
4.6 Instrumen penelitian ........................................................................ 61
4.7 Uji validitas dan reliabilitas ............................................................. 61
4.7.1 Uji validitas ......................................................................... 61
4.7.2 Uji reliabitas ........................................................................ 62
4.8 Lokasi dan waktu penelitian ............................................................ 62
4.8.1 Lokasi penelitian ................................................................. 62
4.8.2 Waktu penelitian ................................................................. 62
4.9 Prosedur pengumpulan data ............................................................. 62
4.10 Teknik pengolahan data ................................................................... 64
4.11 Analisa data ..................................................................................... 65
4.12 Etika penelitian ................................................................................ 66
BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................... 67
5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian................................................ 67
5.2 Karakteristik Data Umum................................................................ 68
5.2.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ......... 68
5.2.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia ........................ 68
5.3 Data khusus ..................................................................................... 68
5.3.1 Karakteristik Konsumsi Air Putih ...................................... 68
5.3.2 Karakteristik Kejadian Konstipasi ...................................... 69
5.3.3 Analisa Hubungan Konsumsi Air Putih Dengan Kejadian
Konstipasi ........................................................................... 69
5.4 Pembahasan .................................................................................... 70
5.4.1 Konsumsi Air Putih ............................................................ 70
5.4.2 Kejadian Konstipasi ............................................................ 71
5.4.3 Analisis Hubungan Konsumsi Air Putih dengan Kejadian
Konstipasi ........................................................................... 72
5.5 Keterbatasan Penelitian .................................................................. 75
xi
BAB 6 PENUTUP .......................................................................................... 76
6.1 Kesimpulan ..................................................................................... 76
6.2 Saran ............................................................................................... 77
Daftar Pustaka
Lampiran
xii
DAFTAR TABEL
xiii
DAFTAR GAMBAR
xiv
DAFTAR SINGKATAN
xv
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kepada Allah SWT karena berkat rahmat dan
hidayah-Nya, proposal ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Proposal
dengan judul “Hubungan konsumsi air putih dengan kejadian konstipasi pada
lansia di Dusun Sidorejo Desa Karas Kecamatan Karas Kabupaten Magetan”.
Proposal ini disusun sebagai salah satu persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana
Keperawatan di Progam Studi Ilmu Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Bhakti Husada Mulia Madiun.
Penulis menyadari dengan sepenuh hati bahwa dalam kegiatan penyusunan
skripsi tidak akan terlaksana sebagaimana yang diharapkan tanpa adanya bantuan
dari berbagai pihak yang telah memberikan banyak bimbingan, arahan dan
motivasi pada penulis. Untuk itu, dalam kesempatan ini penulis ingin
menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. Bapak Murgiyanto selaku Kepala Desa Karas yang telah memberikan ijin
peneliti untuk melakukan penelitian didesa tersebut.
2. Bapak Zaenal Abidin, S.KM, M.Kes (Epid) sebagai Ketua STIKES Bhakti
Husada Mulia Madiun.
3. Ibu Mega Arianti Putri, S.Kep., Ns,. M.Kep sebagai Ketua Prodi S-1
Keperawatan STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun.
4. Ibu Asrina Pitayanti,S.Kep.,Ns.,M.Kes sebagai pembimbing 1 yang telah
memberikan bimbingan, dorongan, motivasi dan saran dengan sabar, tulus
dan ikhlas kepada peneliti dalam menyelesaikan proposal ini.
5. Bapak Priyoto,S.,Kep.,Ns.,M.Kes sebagai pembimbing II yang telah
memberikan bimbingan, dorongan, motivasi dan saran dengan sabar, tulus
dan ikhlas kepada peneliti dalam menyelesaikan proposal ini
6. Orang tua dan keluarga tercinta yang selalu memberikan dukungan dan
semangat serta doa yang tulus untuk saya agar dapat menyelesaikan
proposal ini.
xvi
xvii
BAB 1
PENDAHULUAN
Usia lanjut merupakan suatu proses yang alami yang tidak dapat dihindari.
aktifitas kerjanya menurun dan kecukupan gizi yang dibutuhkan lebih rendah
dibanding pada usia remaja dan dewasa. Salah satu yang harus diperhatikan pada
usia ini adalah konsumsi serat dan intake cairan setiap hari. Ini bertujuan agar
manusia lansia terhindar dari terjadinya kanker kolon, wasir, hemoroid dan
konstipasi. Insiden konstipasi mencapai puncak pada usia 60-70 tahun. Konstipasi
anus, dan menimbulkan rasa terganggu atau tidak nyaman pada rektum.
Konstipasi dapat terjadi pada semua lapisan usia, yang pada umumnya ditandai
dengan frekuensi buang air besar yang rendah (kurang dari 3 kali dalam satu
menganggap kesulitan buang air besar bukan masalah besar, hanya akibat dari
salah makan atau kurang minum air sehingga disepelekan dan dianggap akan
sembuh dengan sendirinya. Angka kecukupan air untuk usia di atas 50 tahun
keatas menurut AKG, tahun 2004 dalam Devi (2010) adalah 1,5-2 liter/hari.
Konstipasi dapat disebabkan oleh berbagai hal, seperti kurangnya asupan serat,
kurang asupan air, pengaruh obat yang dikonsumsi, pengaruh dari penyakit yang
1
diderita, hingga akibat kurang aktivitas fisik (Brown, 2011). Konstipasi dapat
mengakibatkan kanker usus besar (colon cancer) yang dapat berujung pada
sebesar 3,8% untuk lansia usia 60–69 tahun dan 6,3% pada lansia diatas usia 70
tahun (Kemenkes RI, 2013). Kejadian kanker kolon menempati urutan ke-4, dan
Indonesia, karsinoma kolon termasuk dalam sepuluh jenis kanker terbanyak dan
menempati urutan keenam dari penyakit keganasan yang ada. Dari hasil studi
setiap kali BAB, dan berapa gelas air yang diminum dalam sehari, sebagian lansia
di dusun Sidorejo desa karas Kecamatan Karas mengeluh feses keras saat BAB,
mereka juga mengatakan dalam sehari minum air putih rata-rata 3-5 gelas (@
250cc).
Menurut penelitian amelia dyah kartika sari dan bambang wirjatmadi (2016)
tentang hubungan aktivitas fisik dengan kejadian konstipasi pada lansia di kota
lansia tidak melakukan aktivitas fisik dan 18 orang lansia cukup dalam melakukan
aktivitas fisik. Hasil uji statistik korelasi spearmen, didapat nilai p sebesar 0,000
dimana p < 0,1 yang berarti terdapat hubungan antara aktivitas fisik dengan
2
penduduk Indonesia masih kurang konsumsi serat dari sayur dan buah, kurang
olah raga dan bertambah makan makanan yang mengandung pengawet. Keadaan
ini tentu saja menimbulkan gangguan dalam pencernaan dengan keluhan yang
sering timbul antara lain kembung dan tidak dapat buang air besar secara lancar
meningkat seiring bertambahnya umur, terutama usia 65 tahun ke atas Pada suatu
penelitian pada orang berusia usia 65 tahun ke atas, terdapat penderita konstipasi
Konstipasi pada lansia disebabkan karena proses penuaan yang mereka alami
dan di dukung oleh beberapa faktor seperti kurang gerak, asupan cairan dan serat
tepat akan berdampak buruk pada kesehatan lansia salah satunya ialah kanker
upaya dalam bentuk pemberian tambahan gizi pada lansia saat posyandu lansia.
posyandu.
3
1.2 Rumusan masalah
konsumsi air putih dengan kejadian konstipasi pada lansia di Dusun Sidorejo Desa
Magetan
dalam bidang keperawatan tentang baiknya konsumsi air putih pada usia
lanjut.
4
1.4.2 Manfaat praktis
1. Bagi Responden
putih.
tenaga kesehatan menjadi sumber edukasi dan role mode bagi lansia itu
sendiri
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan atau sumber untuk
5
B AB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Definisi
air putih adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan
yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum. Air adalah
substansi kimia dengan rumus kimia H2O, di mana satu molekul air tersusun atas
dua atom hidrogen yang terikat secara kovalen pada satu atom oksigen. Air
bersifat tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau pada kondisi standar, yaitu
pada tekanan 100 kPa (1 bar) dan temperatur 273,15 K (0 °C). Zat kimia ini
melarutkan banyak zat kimia lainnya, seperti garam-garam, gula, asam, beberapa
pencernaan, dan juga mengeluarkan racun dari dalam tubuh. Air secara khusus
memiliki kualitas-kualitas yang unik dan kualitas ini dapat dimanfaatkan secara
metabolisme dalam tubuh dengan mengubah makanan menjadi energi. Air sangat
Pada prinsipnya semua air dapat diolah menjadi air putih. Sumber-sumber
6
a. Air Hujan
Air hujan merupakan penyubliman awan/uap air menjadi air murni. Walau
pada saat prestipasi merupakan air yang paling bersih, air tersebut
Maka untuk menjadikan air hujan sebagai sumber air minum hendaklah
pada waktu menampung air hujan jangan dimulai pada saat hujan mulai
b. Air Permukaan
telaga, waduk, rawa, terjun, dan sumur permukaan, sebagian besar dari air
c. Air Tanah
Air tanah berasal dari air hujan yang jatuh ke permukaan bumi yang
tanah menjadi lebih baik dan lebih murni dibandingkan dengan air
7
permukaan. Secara praktis air tanah adalah air bebas polutan karena berada
2.1.3 Manfaat Air putih dalam tubuh menurut Amirta (2007) untuk:
memenuhi kebutuhan air dalam tubuh. Suhu tubuh akan meningkat bila
kental bila tubuh kekurangan air. Hal ini disebakan cairan di dalam darah
nutrisi dan oksigen ke seluruh tubuh sehingga ketika tubuh kehilangan air
kulit sehingga kulit akan menjadi tampak kering, kusam, kasar, berkerut dan
tidak segar. Air sangat penting untuk mengatur struktur dan fungsi kulit.
8
Kecukupan air di dalam tubuh perlu untuk menjaga kelembaban,
kelembutan, dan elastisitas kulit akibat pengaruh panas dari luar tubuh.
mengeluarkan karbondioksida.
Air yang cukup di dalam tubuh akan melindungi dan melumasi gerakan
sendi dan otot. Air membantu melumasi sendi agar bergerak lebih luwes.
cairan.
lebih banyak dari biasanya, karena air berfungsi untuk menggantikan cairan
9
2.1.4 Tabel kebutuhan air yang dianjurkan untuk orang indonesia (per orang per
hari) menurut PERMENKES RI nomor 75 tahun 2013
10
2.1.5 Faktor yang mempengaruhi konsumsi air putih
a. Usia
Asupan cairan individu bervariasi berdasarkan usia. Dalam hal ini, usia
metabolik, serta berat badan. Bayi dan anak di masa pertunbuhan memiliki
Karenanya, jumlah cairan yang diperlukan dan jumlah cairan yang hilang
pada bayi dan anak-anak juga dipengaruhi oleh laju metabolik yang tinggi
serta kondisi ginjal mereka yang belum atur dibandingkan ginjal orang
gangguan ginjal, angka kecukupan air untuk usia di atas 50 tahun keatas
menurut AKG, tahun 2004 dalam Devi (2010) adalah 1,5-2 liter/hari.
b. Aktivitas
kelenjar keringat.
11
c. Iklim
melalui kulit dan pernapasan. Dalam situasi ini, cairan yang keluar
bertsuhu tinggi atau di dearah deangan kelembapan yang rendah akan lebih
sebanyak 700 ml per jam saat berada ditempat yang panas, sedangkan
d. Diet
e. Stress
12
konsentrasi glukosa darah, dan glikolisis otot. Mekanisme ini
f. Penyakit
dasar sel atau jaringan yang rusak (mis.Luka robek, atau luka bakar).
13
saat terjadi gangguan ginjal (mis., gagal ginjal) individu dapat mengalami
g. Tindakan Medis
h. Pengobatan
i. Pembedahan
selama pembedahan atau sekresi hormon ADH selama masa stress akibat
14
2.1.6 Hubungan air dengan konstipasi
Kolon menggunakan banyak air untuk memecah makanan padat. Air harus
sarinya dapat diserap. Apa pun yang dilarutkan kemudian akan diserap ke dalam
aliran darah dan dikirim ke hati untuk diproses. Komponen makanan yang tidak
dapat dipecah lebih lanjut akan dilewatkan melalui beberapa segmen usus dan
Bahan sisa metabolisme dalam saluran cerna akan membawa sejumlah air
yang telah digunakan untuk mencairkan makanan, dan hal ini tergantung pada
ketersediaan air di dalam tubuh. Air yang membawa sisa metabolisme akan
sepanjang kolon. Segmen terakhir ileum dan sebagian besar kolon berada dibawah
arahan pengatur air untuk menyerap kembali sebanyak mungkin air dari sisa
tubuh membutuhkan air, semakin besar usahanya untuk menyerap kembali air
yang tersedia dalam usus. Proses ini memberi tekanan besar pada sisa
metabolisme agar airnya dapat diabsorbsi kembali oleh mukosa atau dinding
bawah agar tersedia lebih banyak waktu untuk penyerapan ulang cairan pada sisa
metabolisme. Proses pencegahan hilangnya air ini adalah sebuah mekanisme lain
pencadangan air oleh tubuh. Salah satu bagian tubuh tempat hilangnya air akan
15
penyesuaian konsistensi dan kecepatan aliran bahan sisa. Feses menjadi keras
serta tidak cukup cair untuk mengalir ketika gerakan ampas metabolisme di kolon
menjadi lambat dan mukosa menyerap banyak air. Proses ini mengakibatkan
asupan air dan serat. Penyerapan ulang air di saluran pencernaan juga melibatkan
pengaturan katup di antara bagian terakhir usus kecil dan bagian awal kolon, yang
dikenal sebagai katup ileosekal. Katup menutup dan memberi waktu pada usus
halus untuk menyerap air sebanyak mungkin dari ampas metabolisme. Penutupan
katup bisa menjadi terlalu kuat dan menimbulkan spasme pada tingkat dehidrasi
kantung otot yang dapat menampung sekitar 1,5 2liter cairan (Smeltzer & Bare,
2008).
hingga ukurannya 50 kali lebih besar dari keadaan kosong. Jumlah cairan yang
banyak sesuai dengan kapasitas lambung diperlukan dalam satu kali pemberian di
pagi hari untuk proses pembersihan organ tubuh . Masuknya cairan dalam jumlah
Pemberian cairan atau minum air harian biasanya lebih bertujuan untuk memenuhi
rasa haus. Air bukan bertujuan untuk memenuhi rasa haus, tetapi membantu
16
jumlah banyak sebaiknya dilakukan pada pagi setelah bangun tidur. Hal ini
dikarenakan lambung berada dalam keadaan kosong pada pagi hari setelah bangun
tidur, sehingga dinding lambung dapat menyerap air dengan cepat untuk
Air mengisi lambung, mengalir ke usus dan membersihkan rongga usus. Air
membantu membersihkan organ mulai dari mulut, esofagus, ke lambung dan usus
halus serta bagian dari kolon hingga ke rektum. Air diabsorbsi di kolon dan
kotoran/ feses keluar dari tubuh melalui rektum. Setiap pagi kita membersihkan
seluruh saluran pencernaan melalui air yang kita minum agar feses lebih mudah
a. Mineral, air putih memiliki zat mineral yang alami. Sehingga perannya tidak
dapat di gantikan oleh cairan lain, dan inilah yang menjadikan air putih
b. Fluorida, kandungan dalam air berupa fluorida ini dapat membantu manusia
c. Kalsium dan Magnesium, kedua zat tersebut berperan sangat penting bagi
tubuh yakni guna menjaga kesehatan organ tubuh yang penting seperti
17
2.1.8 Perbedaan air hangat dan air dingin untuk pencernaan setelah makan :
menggupalkannya atau
menimbunnya.
mengganggu pencernaan.
18
2.2 Konsep Konstipasi
2.2.1 Definisi
frekuensi pergerakan usus yang disertai dengan perpanjangan waktu dan kesulitan
terganggu atau tidak nyaman pada rektum. Konstipasi dapat terjadi pada semua
lapisan usia, yang pada umumnya ditandai dengan frekuensi buang air besar yang
Konstipasi juga berarti pelannya pergerakan tinja melalui kolon. Kondisi ini
sering berhubungan dengan sejumlah besar tinja yang kering dan keras pada kolon
& Hall, 1996). Konstipasi dalam konsep diagnosa keperawatan diartikan sebagai
kesulitan keluarnya feses yang tidak lengkap atau keluarnya feses yang sangat
19
rektosigmoid menunjukkan adanya disfungsi anorektal. Yang terakhir ditandai
2.2.2 Etiologi
a. Pola makan yang buruk, misalnya kurang mengonsumsi serat atau kurang
minum.
hipertiroidisme.
konstipasi biasanya akan reda saat Anda berhenti meminum obat tersebut.
berhubungan dengan pengaruh dari sepertiga fungsi utama kolon yaitu: transpor
20
mukosa (sekresi mukosa memudahkan gerakan isi kolon), aktivitas mioelektrik
normal dirangsang oleh distensi rektal melalui empat tahap: rangsangan refleks
penyekat rektoanal, relaksasi otot sfingter internal, relaksasi sfingter eksternal dan
salah satu dari empat proses ini dapat menimbulkan konstipasi (Smeltzer & Bare,
2008).
adanya massa fekal apabila dorongan untuk defekasi diabaikan. Hal ini
dorongan peristaltik tertentu agar terjadi defekasi. Efek awal retensi fekal adalah
nyeri kolik midabdominal atau abdomen bawah. Setelah proses ini berlangsung
sampai beberapa tahun, kolon kehilangan tonus dan menjadi sangat responsif
terhadap rangsang normal sehingga terjadi konstipasi. Atoni usus juga terjadi pada
(Smeltzer & Bare, 2008). Ada tiga mekanisme yang berperan pada konstipasi
idiopatik. Mekanisme itu terdiri dari peningkatan absorbsi cairan di kolon dengan
mundur yang meningkatkan waktu kontak dari chyme atau isi lumen dengan
21
mukosa dapat terjadi, jika kontraksi meningkat dalam amplitudo dan frekuensi
feses, sehingga feses sulit didorong. Feses yang kering dapat mengakibatkan
segmentasi dengan gerakan yang melambat. Hal ini membuat transit ampas
2.2.5 Diagnosis
fungsional dari Rome III adalah terpenuhinya 3 kriteria dibawah ini dalam 3 bulan
22
e. manuver manual untuk memfasilitasi setidaknya 25% defekasi (evakuasi
Setiap harinya, sekitar 750 cc chime masuk ke kolon dari ileum. Di kolon,
chime tersebut mengalami proses absorpsi air, natrium, dan kloride. Absorbsi ini
dibantu dengan adanya gerakan peristaltic usus. Dari 750 cc chime tersebut,
menjadi bentuk semisolid yang disebut feses. Selain itu, dalam saluran cerna
yang tidak dicerna. Proses fermentasi akan menghasilkan gas yang dikeluarkan
melalui anus setiap harinya, yang kita kenal dengan istilah flatus. Misalnya,
metan. Apabila terjadi gangguan pencernaan karbohidrat, maka akan ada banyak
gas yang terbentuk saat fermentasi. Akibatnya, seseorang akan merasa kembung.
asam amino, indole, statole, dan hydrogen sulphide. Oleh karenanya, apabila
terjadi gangguan pencernaan protein maka flatus dan fesesnya menjadi sangat bau
(Asmadi. 2008).
23
2.2.7 Akibat Konstipasi
a. Impaksi feses
d. Haemorrhoid
Tinja yang keras dan padat menyebabkan makin susahnya defekasi sehingga
e. Kanker kolon
f. Penyakit divertikular
24
2.2.8 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konstipasi pada Lansia
Menurut Wirakusumah (2003) ada dua istilah yang sering digunakan dalam
1. Dietary fiber(serat makanan) ialah semua jenis serat yang tetap dalam
kolon setelah pencernaan, baik serat larut air maupun serat tidak larut
air.
2. Crude fiber (serat kasar) ialah serat tumbuhan yang tidak larut dalam
b. Klasifikasi Serat
Serat larut air adalah serat yang larut dalam air kemudian membentuk
gel dalam saluran pencernaan dengan cara menyerap air. Soluble fiber
lain soluble fiber/serat larut ditemukan pada gandum, padi dan polong.
25
Pengaruh serat larut dalam saluran cerna berhubungan dengan
gumpalan/gel.
Serat tidak larut air yaitu serat yang tidak dapat larut dalam air dan
c. Sumber Serat
tauge, tomat, lobak, kembag kol, daun kelor, brokoli, buncis, kentang,
d. Anjuran konsumsi
Belum ada AKG untuk serat. Namun, untuk diet 2.000 kalori untuk orang
kompleks. Diet serat yang dianjurkan adalah 20 gram-35 gram per hari dan
26
cukup untuk pemeliharaan tanpa efek negatif terhadap kesehatan (Devi,
2010).
atau Angka Kecukupan Gizi (AKG) untuk Indonesia (Supariasa, dkk, 2001).
g. Keuntungan Serat
Konsumsi serat makanan, khususnya serat tak larut (tak dapat dicerna
dan tak larut air panas) menghasilkan kotoran yang lembek. Insoluble fibre
bersifat menahan air pada fragmen serat sehingga menghasilkan tinja yang
27
2.2.8.2 Intake cairan
fisiologis, yang memiliki proporsi besar dalam bagian tubuh, hampir 90% dari
total berat badan tubuh. Sementara itu, sisanya merupakan bagian padat dari
adalah bayi baru lahir 75% dari total berat badan, pria dewasa 57% dari total berat
badan, wanita dewasa 55% dari total berat badan, dan dewasa tua 45% dari total
berat badan. Persentase cairan tubuh bervariasi, bergantung pada faktor usia,
lemak dalam tubuh dan jenis kelamin (Alimul Hidayat, 2006). Di samping sumber
air yang nyata berupa air dan minuman lain, hampir semua makanan mengandung
air. Sebagian besar buah dan sayuran mengandung sampai 95% air, sedangkan
daging, ayam, dan ikan sampai 70-80%. Air juga dihasilkan di dalam tubuh
konstipasi dan dehidrasi. Konsumsi air diatur oleh rasa haus dan kenyang. Hal ini
terjadi melalui perubahan yang dirasakan oleh mulut, hipotalamus (pusat otak
yang mengontrol pemeliharaan keseimbangan air dan suhu tubuh) dan perut. Bila
konsentrasi bahan-bahan di dalam darah terlalu tinggi, maka bahan-bahan ini akan
menarik air dari kelenjar ludah. Mulut menjadi kering, dan timbul keinginan untuk
darah terlalu tinggi, maka timbul rangangan untuk minum. Pengaturan minum
28
Pada lansia, proses penuaan normal dapat mempengaruhi keseimbangan
cairan. Perubahan fisiologi yang terjadi antara lain respons haus sering menjadi
tumpul, nefron (unit fungsional ginjal) menjadi kurang mampu menahan air,
penurunan TBW (total body water) yang berhubungan dengan FFM (Fat Free
(Audrey Berman et.al, 2009). Angka kecukupan air untuk usia di atas 50 tahun
keatas menurut AKG, tahun 2004 dalam Devi (2010) adalah 1,5-2 liter/hari.
Intake cairan berpengaruh pada eliminasi fekal. Kolon menggunakan banyak air
untuk memecah makanan padat. Bahan sisa metabolisme dalam saluran cerna
akan membawa sejumlah air yang telah digunakan untuk mencairkan makanan,
dan hal ini tergantung pada ketersediaan air di dalam tubuh. Air yang membawa
semakin besar usahanya untuk menyerap kembali air yang tersedia di dalam usus.
Proses ini memberikan tekanan besar pada sisa metabolisme agar airnya dapat
diabsorbsi kembali oleh mukosa atau dinding selaput dari kolon. Dampaknya tinja
menjadi lebih kering dari normal, menghasilkan feses yang keras (Guyton & Hall,
1996).
Aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot rangka
menari, mengasuh cucu, dan lain sebagainya (Darmojo & Martono, 2006).
29
b. Aktivitas fisik lansia
Lansia yang mengalami penuaan yang optimal akan tetap aktif dan tidak
tetap sehat. Adapun tipe-tipe aktivitas fisik yang dapat dilakukan lansia untuk
dalam mobilisasi.
dan sistem sirkulasi darah tetap sehat dan membuat tubuh mereka
30
Contoh membawa belanjaan, naik turun tangga, dan angkat berat atau
beban.
4. Kelenturan
luas lingkup gerak sendi akibat kekakuan otot dan tendon. Aktivitas
5. Keseimbangan
mudah terjatuh (Darmojo & Martono, 2006). Gaya hidup yang kurang
dan fisik semua lansia. Pada umumnya, para lansia akan mengalami penurunan
aktifitas fisik. Salah satu faktor penyebabnya adalah pertambahan usia yang dapat
31
merangsang terhadap timbulnya peristaltik. Penurunan aktivitas fisik dapat
melambatnya feses menuju rectum dalam waktu lama dan terjadi reabsorpsi cairan
feses sehingga feses mengeras. Aktivitas fisik juga membantu seseorang untuk
mempertahankan tonus otot. Tonus otot yang baik dari otot-otot abdominal, otot
2.2.8.4 Depresi
a. Pengertian
Depresi yaitu keadaan jiwa yang tertekan dan penurunan fungsi kognitif
merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia baik fungsi psikis mupun
fungsi fisik, yang berkaitan dengan alam perasaan yang sedih gejala penyertanya,
termasuk perubahan pada pola tidur dan nafsu makan, psikomotorik, konsentrasi,
anhedonia, kelelahan, rasa putus asa dan tak berdaya, serta gagasan bunuh diri
b. Penggunaan obat-obatan
kesehatan dan meningkatkan kualitas hidup, tetapi di lain pihak pengobatan pun
dapat mempengaruhi asupan kebutuhan gizi lansia. Efek ini timbul karena obat-
obatan tertentu dapat mempengaruhi proses penyerapan zat gizi. Tidak jarang
lansia harus mengkonsumsi obat-obatan dalam waktu yang cukup lama. Banyak
32
obatan antikolinergik, antasida aluminium, golongan narkotik, golongan
Contoh obat antasida aluminium yang umum dipakai seperti Mylanta, Gastrogel,
substansi penyebab nyeri pada tempat luka, dan meliputi aspirin dan salisilat,
beberapa efek samping yang tidak diinginkan. Efek samping yang paling umum
terjadi adalah pada saluran pencernaan yaitu menghambat aktivitas kontraktil dan
digunakan. Alkaloid yang berasal dari opium adalah morfin, codein, papaverine
dan noscapin. Obat golongan ini merangsang otot polos, berakibat spasme otot
33
absorpsi di usus. Obat diuretik yang umum dipakai misalnya Furosemide,
penurunan tonus pada otot lurik dan polos. Hipotiroidyaitu dimana produksi
dalam tubuh terhambat maka proses pengeluarannya pun juga lebih lambat
stimulus psikologis bagi individu untuk menahan buang air besar dan dapat
Kanker kolon adalah tumor ganas yang berasal dari mukosa kolon. Kanker
yang berada pada kolon kiri cenderung mengakibatkan perubahan pola defekasi
sebagai akibat iritasi dan respon refleks, perdarahan, mengecilnya ukuran feses,
34
dan konstipasi karena lesi kolon kiri yang cenderung melingkar mengakibatkan
adalah:
a. Emolien adalah agen surfaktan dari dokusat dan garamnya yang bekerja
halus. Produk ini meningkatkan sekresi air dan elektrolit dalam usus.
penyakit perianal akut, atau operasi dubur. Secara umum dokusat relatif
dalam usus. Lubrikan dapat diberikan peroral dengan dosis 15-45 ml, dan
Namun lubrikan memberikan potensi efek samping yang lebih besar. Resiko
efek samping itu diantaranya: minyak mineral dapat diserap secara sistemik
35
dan dapat menimbulkan reaksi asing dalam jaringan limfoid tubuh, dan
secara oral atau rektal. Laktulosa dimetabolisme oleh bakteri kolon menjadi
karena harganya yang mahal dan efektivitasnya yang tidak lebih efektif dari
merah muda.
36
konstipasi tidak diketahui. Sama seperti derivat difenilmetana, penggunaan
f. Katartik Saline terdiri dari ion-ion yang sulit diserap seperti magnesium,
sulfat, sitrat, dan fosfat yang bekerja dengan menghasilkan efek osmotik
sekresi cairan. Agen ini akan memberikan efek dalam waktu kurang dari 1
jam setelah pemberian dosis oral. Agen ini sebaiknya digunakan dalam
deplesi cairan.
glukosa, dan meningkatkan motilitas usus, terutama dalam usus halus. Efek
buang air besar biasanya akan dihasilkan 1-3 jam setelah mengkonsumsi
agen ini.
37
waktu tiga jam untuk evakuasi lengkap dari saluran gastrointestinal. Cairan
ini tidak dianjurkan untuk terapi rutin dan pada pasien dengan obstruksi
usus.
a. Aktivitas Fisik
b. Latihan
sama setiap hari. Saat optimal untuk defekasi adalah segera setelah bangun
tidur dan setelah makan, saat transit kolon tersingkat. Pasien-pasien harus
orang tidak terbiasa dengan posisi berjongkok, tetapi dapat dibantu dengan
38
toilet. Bantal juga dapat digunakan untuk membantu untuk menguatkan
otot-otot abdomen.
d. Konsumsi Air
minum setidaknya 8 gelas air per hari (sekitar 2 liter per hari). Konsumsi
segelas air putih ekstra untuk setiap kopi, teh, atau alkohol yang diminum.
e. Serat
2-3 bulan sebelum ada perbaikan gejala yang bermakna. Pendekatan ini
hanya efektif pada sebagian pasien dan masih sedikit bukti penelitian klinis
Dari beberapa referensi yang ada menjelaskan bahwa pengertian lanjut usia
tahun, tidak mempunyai atau tidak berdaya mencari nafkah untuk keperluan
39
undang No. 13 tahun dinyatakan bahwa usia 60 tahun keatas disebut sebagai
Lanjut usia ini dibedakan menjadi dua jenis yaitu usia kronologis yang
Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari suatu
merupakan suatu proses alamiah, yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap
kehidupannya, yaitu anak, dewasa dan tua. Memasuki usia tua berarti mengalami
penglihatan semakin memburuk, gerakan lambat dan figur tubuh yang tidak
proporsional (Nugroho, 2008). Jadi usia lanjut dapat kita artikan sebagai
40
b. Usia lanjut (elderly) adalah kelompok usia antara 60-70 tahun,
d. Usia sangat tua (very old) adalah kelompok usia di atas 90 tahun.
tentang kesejahteraan lanjut usia yang termaktub dalam BAB I pasal 1 ayat 2 yaitu
bahwa “lanjut usia adalah seseorang yang mencapai umur diatas 60 tahun”.
hidup manusia sebagai berikut : Umur 40-65 tahun : masa setengah umur
berikut : Lajut usia (geriatric age) lebih dari 65 atau 70 tahun, Young age yaitu
umur 70-75 tahun, Old yaitu umur 75-80 tahun, Very old yaitu umur lebih dari 80
tahun.
berkaitan dengan usia yang dilihat dalam kesehatan lansia. Banyak masalah-
masalah gastrointestinal yang dihadapi oleh lansia lebih erat dihubungkan dengan
gaya hidup mereka. Mitos umum dikaitkan dengan fungsi normal saluran
2007).
41
a. Rongga Mulut
Bagian rongga mulut yang lazim terpengaruh adalah gigi, gusi, dan lidah.
Kehilangan gigi penyebab utama adanya Periodontal disease yang biasa terjadi
setelah umur 30 tahun, penyebab lain meliputi kesehatan gigi yang buruk dan gizi
yang buruk. Indera pengecap menurun disebabkan adanya iritasi kronis dari
selaput lendir, atropi indera pengecap (± 80%), hilangnya sensitivitas dari syaraf
pengecap di lidah terutama rasa manis dan asin, hilangnya sensitivitas dari syaraf
b. Esofagus
Refleks muntah pada lansia akan melemah, kombinasi dari faktor-faktor ini
c. Lambung
Terjadi atrofi mukosa. Atrofi dari sel kelenjar, sel parietal dan sel chief akan
Ukuran lambung pada lansia menjadi lebih kecil, sehingga daya tampung
adalah akibat dari atrofi mukosa lambung dan penurunan motalitas lambung.
Atrofi mukosa lambung merupakan akibat dari penurunan sekresi asam hidrogen-
42
vitamin B 12. Motilitas gaster biasanya menurun, dan melambatnya gerakan dari
sebagian makanan yang dicerna keluar dari lambung dan terus melalui usus halus
d. Usus Halus
duodenum enzim yang dihasilkan oleh pankreas dan empedu juga menurun,
sehingga metabolisme karbohidrat, protein, vitamin B12 dan lemak menjadi tidak
Pada lansia terjadi perubahan dalam usus besar termasuk penurunan sekresi
kolo menjadi berkurang. Keadaan ini akan menyebabkan absorpsi air dan
elektrolik meningkat (pada kolon sudah tidak terjadi absorpsi makanan), feses
menjadi lebih keras, sehingga keluhan sulit buang air besar merupakan keluhan
yang sering didapat pada lansia. Proses defekasi yang seharusnya dibantu oleh
kontraksi dinding abdomen juga seringkali tidak efektif karena dinding abdomen
f. Pankreas
Produksi enzim amilase, tripsin dan lipase akan menurun sehingga kapasitas
metabolisme karbohidrat, protein dan lemak juga akan menurun. Pada lansia
43
sering terjadi pankreatitis yang dihubungkan dengan batu empedu. Batu empedu
pankreas oleh enzim elastase dan fosfolipase-A yang diaktifkan oleh tripsin dan/
g. Hati
protein dan lemak. Disamping juga memegang peranan besar dalam proses
terjadi perubahan akibat atrofi sebagiab besar sel, berubah bentuk menjadi
jaringan fibrous. Hal ini akan menyebabkan penurunan fungsi hati (Darmojo &
Martono, 2006). Proses penuaan telah mengubah proporsi lemak empedu tanpa
dalam sistem empedu yang juga terjadi pada pasien-pasien yang obesitas (Stanley,
2007).
mineral. Jaringan otot rangka melekat pada rangka dan bertanggung jawab untuk
fungsional. Klasifikasi struktural didasarkan pada ikatan materi tulang dan apakah
44
yang dimungkinkan pada persendian. Bila artikulasis di antara tambahan tulang,
dan resorpsi tulang. Efek penurunan tulang adalah makin lemahnya tulang :
vertebra lebih lunak dan dapat terteka dan tulang berbatang panjang kurang
tahanan terhadap penekukan dan menjadi lebih cenderung fraktur. Serat otot
mempengaruhi pencapaian suplai oksigen dan nutrisi. Massa, tonus, dan kekuatan
otot semuanya menurun : otot lebih menonjol dari ekstremitas yang menjadi kecil
dan lemah, dan tangan kurus dan tampak bertulang. Penyusupan dan sklerosis
pada tendon dan otot mengakibatkan perlambatan respon selama tes refleks
Kolagen sebagai protein pendukung utama pada kulit, tendon, kartilago, dan
mobilitas pada jaringan tubuh. Sel kolagen mencapai puncak mekaniknya karena
penuaan, kekakuan dari kolagen mulai menurun. Kolagen dan elastin yang
45
kemampuan untuk meningkatkan kekuatan otot, kesulitan bergerak dari duduk ke
berdiri, jongkok dan berjalan dan hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-
b. Kartilago
mengalami klasifikasi di beberapa tempat seperti pada tulang rusuk dan tiroid.
Fungsi kartilago menjadi tidak efektif tidak hanya sebagai peredam kejut, tetapi
pada sendi besar penumpu berat badan. Akibat perubahan itu sendi mudah
c. Sistem Skeletal
penurunan. Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada sistem skeletal
46
penyempitan didkus intervertebral dan penekanan pada kolumna vertebralis.
Implikasi dari hal ini adalah postur tubuh menjadi lebih bungkuk dengan
Implikasi dari hal ini adalah peningkatan terjadinya risiko fraktur (Stanley, 2007).
d. Sistem Muskular
Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada sistem muskular akibat
Implikasi dari hal ini adalah perlambatan waktu untuk bereaksi, pergerakan yang
kurang aktif. Perubahan kolumna vertebralis, akilosis atau kekakuan ligamen dan
sendi, penyusutan dan sklerosis tendon dan otot, dan perubahan degeneratif
ekstrapiramidal. Implikasi dari hal ini adalah peningkatan fleksi (Stanley, 2007).
e. Sendi
Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada sendi akibat proses
menua: Pecahnya komponen kapsul sendi dan kolagen. Implikasi dari hal ini
ligamen dan sendi. Implikasi dari hal ini adalah peningkatan risiko cedera
(Stanley, 2007).
Sistem neurologis, terutama otak adalah suatu faktor utama dalam penuaan.
terlihat tejadi pada otak itu sendiri. Walaupun bagian lain dari sistem saraf pusat
47
juga terpengaruh. Perubahan ukuran otak yang dipengaruhi oleh atrofi girus dan
dilatasi sulkus dan ventrikel otak. Korteks serebal adalah daerah otak yang paling
besar dipengaruhi oleh kehilangan neuron. Penurunan aliran darah serebral dan
sensorik dan respon motorik pada susunan saraf pusat. Hal ini terjadi karena SSP
pada lanjut usia mengalami perubahan. Berat otak pada lansia berkurang berkaitan
dengan berkurangnya kandungan protein dan lemak pada otak sehingga otak
menjadi lebih ringan. Akson,dendrit dan badan sel saraf banyak mengalami
berfungsi untuk komunikasi antar sel mengalami perubahan menjadi lebih tipis
dan kehilangan kontak antar sel. Daya hantar saraf mengalami penurunan 10%
sehingga gerakan menjadi lamban. Akson dalam medula spinalis menurun 37%.
keseimbangan, kekuatan otot, reflek, perubahan postur dan waktu reaksi. Hal itu
cell loss, fibrosis, infiltrasi limfosit, dan sebagainya. Perubahan karena usia pada
Martono, 2006). Perubahan pada sistem endokrin akibat penuaan antara lain
48
produksi dari hampir semua hormon menurun, fungsi paratiroid dan sekresinya
tidak berubah, terjadinya pituitari yaitu pertumbuhan hormon ada tetapi lebih
rendah dan hanya di dalam pembuluh darah; berkurang produksi ACTH, TSH,
FSH, dan LH. Menurunnya aktivitas tiroid, menurunnya BMR (Basal Metabolic
Rate) dan menurunnya daya pertukaran zat. Menurunnya produksi aldosteron dan
49
2.3.4 Kerangka Teori
Keperawatan
Membantu Melalui
pelaksanaan
aktivitasn
Dapat Melakukan kegiatan kehidupan,
melakukan Individu - Preventif menyamankan dan
aktivitas hidup - Kenyamanan komponen
sehari-hari - mencoba ketergantungan
keperawatan agar
klien
50
2.3.5 Penerapan Kerangka Teori
Konstipasi
dapat menyebabkan feses keras, BAB yang tidak tuntas, dan status frekuensi
51
BAB 3
Keterangan :
: Diukur
: Tidak diukur
: Berhubungan
Gambar 3.1 Kerangka Konsep Hubungan Konsumsi Air Putih Dengan Kejadian
Konstipasi Pada Lansia Di Dusun Sidorejo Desa Karas Kecamatan
Karas Kabupaten Magetan.
52
Dari gambar 3.1 dapat dijelaskan bahwa penelitian ini peneliti ingin melihat
hubungan konsumsi air putih dengan kejadian konstipasi pada lansia. konstipasi
dapat berhubungan dengan konsumsi air putih yang sesuai dengan kebutuhan
tubuh. faktor penyebab konstipasi yaitu kurang serat, kurang cairan/konsumsi air,
Dari faktor penyebab konstipasi peneliti mengambil satu faktor penyebab yaitu
pada lansia yaitu usia, aktivitas, iklim, diet, stress, penyakit, tindakan medis,
konsumsi air putih sesuai dengan kebutuhan tubuh. Dari intervensi konsumsi air
putih dapat dilihat ada hubungan dengan kejadian konstipasi pada lansia.
3.2 Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini yaitu ada hubungan konsumsi air putih
dengan kejadian konstipasi pada lansia di Dusun Sidorejo Desa Karas Kecamatan
53
BAB 4
METODE PENELITIAN
diukur pada saat penelitian berlangsung. Penelitian ini menggunakan data primer
untuk mengetahui hubungan konsumsi air putih dengan kejadian konstipasi pada
Dimana variabel bebas yaitu konsumsi air putih dan variabel terikat yaitu
variabel independent dan dependent hanya satu kali pada satu saat (Nursalam,
2016).
4.2.1 Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas : obyek atau subyek
yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti
untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya, bukan hanya orang tetapi
juga obyek dan benda-benda alam yang lain. Populasi juga bukan sekedar jumlah
yang ada pada obyek atau subyek yang dipelajari, tetapi meliputi seluruh
karakteristik atau sifat yang dimiliki oleh obyek atau subyek itu (Sugiyono, 2011).
54
Besarnya populasi dalam penelitian ini adalah lansia dengan usia 60-70
Kabupaten Magetan.
4.2.2 Sampel
dan populasi yang dapat mewakili kriteria populasi (Nursalam, 2016). Besar
Keterangan :
n : Perkiraan sampel
N : Jumlah Populasi
𝑁
𝑛=
1 + 𝑁 (𝑑2 )
65
𝑛=
1 + 65(0,052 )
65
𝑛=
1,1625
𝑛 =55,9
𝑛 = 55
responden.
55
4.3 Teknik Sampling
sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah simple random samping,
populasi tersebut. Sehingga semua sampel yang ada memiliki peluang yang sama
1. Membuat nomor undian sejumlah populasi, yaitu nama responden dari 01-
undian.
4. Jika tidak ada responden pada nomor undian yang keluar maka dikocok lagi.
5. Jika telah terpenuhi undang lansia sesuai nama pada sampel dan disuruh
atau kaitan antara konsep satu terhadap konsep yang lainnya atau antara variabel
satu dengan variabel yang lain dari masalah yang diteliti. Konsep tidak dapat
56
diukur dan diamati secara langsung. Agar dapat diukur dan diamati, maka konsep
itu harus dijabarkan kedalam variabel-variabel. Dari variabel itulah konsep dapat
Populasi
Seluruh lansiadi Dusun S idorejo Desa Karas Kecamatan Karas Kabupaten
Magetan
Teknik Sampling :
Simple random sampling
Sampel
Lansia usia 60-70 tahun di Dusun Sidorejo Desa Karas
Pengumpulan data :
Menggunakan Angket /kuesioner
Pengolahan data :
Editing, Coding, Skoring, Data Entry, Cleaning
Analisa Data :
Uji chi square
Gambar 4.1 Kerangka kerja hubungan konsumsi air putih dengan kejadian
konstipasi pada lansia di Dusun Sidorejo Desa Karas Kecamatan
Karas Kabupaten Magetan.
57
4.5 Variabel Penelitian
masing (Azwar, 2010). Variabel dalam penelitian ini ada 2 yaitu variabel
1. Variabel Independent
2. Variabel Dependent
Variabel Dependent (terikat) adalah aspek tingkah laku yang diamati dari
organisme yang dikenai stimulus atau disebut juga faktor yang diamati dan
diukur menentukan ada atau tidaknya hubungan atau pengaruh dari variabel
kejadian konstipasi.
58
Tabel 4.1 Definisi Operasional Variabel Penelitian
Konsumsi air Jumlah air yang Menghitung jumlah air yang Lembar tabulasi nominal 1 : kurang dari 1 liter
putih diminum individu setiap diminum lansia perhari. dan gelas ukur 2 : lebih dari 1 liter
hari
kejadian Suatu keadaan dimana 1. Harus disertai 2 atau lebih gejala- Kuesioner Nominal 1 : tidak konstipasi
gejala berikut :
konstipasi waktu seseorang BAB a. mengejan berlebihan minimal 2 : konstipasi
b. feses keras
fesesnya keras. c. perasaan tidak puas
d. sensasi obstruksi anorektal
e. evakuasi dengan bantuan jari,
penekanan dasar pelvis
f. kurang dari 3 kali defekasi
per minggu.
2. Lama berlangsungnya proses BAB.
3. Riwayat konstipasi dalam 3 bulan
59
4.6 Instrumen penelitian
Instrumen atau alat penelitian adalah alat-alat yang akan digunakan untuk
dan 1 item pertanyaan untuk konsumsi air putih. Pertanyaan yang digunakan
adalah angket tertutup atau berstruktur dimana angket tersebut dibuat sedemikian
rupa sehingga responden hanya tinggal memilih atau menjawab yang sudah
a. Uji validitas
untuk mengukur konsep yang seharusnya diukur. Menurut sugiono (2010), untuk
60
sebanyak 15. Uji validitas dalam penelitian ini menggunakan uji Pearson Product
Moment dengan bantuan program SPSS versi 16. Butir pertanyaan kuesioner
dikatakan valid jika diperoleh hasil perhitungan r hitung > r tabel (0,444) dengan
b. Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat
pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Hal ini berarti menunjukkan
sejauh mana hasil pengukuran itu tetap konsisten atau tetap valid bila dilakukan
pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama, dengan menggunakan
Pada penelitian ini menggunakan uji reabilitas SPSS versi 16. Uji
menggunakan alpha chronbach’s. Dalam uji reabilitas r hasil adalah alpha > r
tabel pertanyaan tersebut reliabel, begitu juga suatu instrumen dikatakan reliabel
Kabupaten Magetan.
-mei 2018.
61
4.9 Prosedur Pengumpulan Data
(Nursalam, 2011).
Dari DINKES dan puskesmas mahasiswa akan diberi data yang diinginkan,
didesanya.
3. Calon responden yang ditemui langsung oleh peneliti dan bersedia menjadi
kuesioner.
ada informasi yang kurang jelas. Pemberian kuesioner dilakukan mandiri oleh
kuesioner yang belum lengkap langsung dilengkapi saat itu juga. Semua
62
kuesioner yang telah diisi dikumpulkan oleh peneliti untuk kemudian diseleksi
sebagai berikut :
1. Editing
tetapi apabila tidak memungkinkan maka data yang tidak lengkap tersebut
2. Coding
data yang terdiri dari beberapa kategori. Coding juga merupakan kegiatan
merubah data berbentuk huruf menjadi data berbentuk angka (Hartono, 2011).
1 : tidak konstipasi
2 : konstipasi
63
3. Scoring
tidak, jika tidak maka tidak konstipasi, jika iya maka konstipasi.
4. Data Entry
Data yang dalam bentuk “kode” (angka dan huruf) dimasukan ke dalam
progam atau “software” komputer. Dalam proses ini dituntut ketelitian dari
orang yang melakukan “data Entry” ini. Apabila tidak maka terjadi bias, meski
5. Cleaning
Apabila semua data dari setiap sumber data atau responden selesai
64
4.11 Analisa Data
1. Analisa Univariat
berbentuk numerik yaitu usia dan jenis kelamin. Sedangkan data yang
2. Analisa Bivariat
uji statistik dengan komputerisasi SPSS versi 16.0. Karena data penelitian
65
2. Anonimity (tanpa nama)
lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan
data dan atau hasil penelitian yang akan disajikan (Alimul Aziz, 2007).
3. Confidentiality (Kerahasiaan)
peneliti. Hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil
66
BAB 5
Pada bab ini akan disajikan hasil dan pembahasan dari pengumpulan data
konsumsiair putih dengan kejadian konstipasi pada lansia di Dusun Sidorejo Desa
Karas Kecamatan Karas Kabupaten Magetan pada bulan mei, dengan jumlah
Sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan pada penelitian maka hasil
berisi tentang data univariat dan data bivariat. Data univariat berisi tentang
bivariat berisi tentang hasil hubungan konsumsi air putih dengan kejadian
Kabupaten Magetan.
67
5.2 Karakteristik data umum
(52,7%).
bahwa usia responden 60-65 tahun berjumlah 33 orang (60 %) dan usia
68
5.3 Data Khusus
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Konsumsi Air Putih Pada Lansia Di Dusun
Sidorejo Desa Karas Kecamatan Karas Kabupaten Magetan
No Konsumsi air putih Frekuensi Percent % Rata-rata iar
yang
diminum
1 Kurang dari 1 liter 29 52,7 900 cc/ hari
2 Lebih dari 1 liter 26 47,3
Total 55 100.0
Sumber : Data primer diolah 2018
69
5.3.3 Analisa hubungan konsumsi air putih dengan kejadian konstipasi
5.3.3.1 Hubungan konsumsi air putih dengan kejadian konstipasi pada lansia
di Dusun Sidorejo Desa Karas Kecamatan Karas Kabupaten Magetan
Tabel 5.6 Hasil uji hubungan konsumsi air putih dengan kejadian
konstipasi pada lansia di Dusun Sidorejo Desa Karas Kecamatan
Karas Kabupaten Magetan
Konsumsi Kejadian konstipasi
Total %
air putih Tidak konstipasi % konstipasi %
Kurang dari
5 17,2 % 24 82,8 % 29 100 %
1 liter
Lebih dari
22 84,6 % 4 15,4 5 26 100 %
1 liter
Total 27 49,1 % 28 50,9 % 55 100 %
P value 0,000
Data primer diolah 2018
konsumsi air putih kurang dari 1 liter sebanyak 29 responden (52,7%) dan
5.4 Pembahasan
terhadap responden pada bulan Mei 2018 dan setelah diolah, maka penulis akan
pada lansia didusun Sidorejo Desa Karas Kecamatan Karas Kabupaten Magetan.
70
5.4.1 Konsumsi Air Putih Pada Lansia Didusun Sidorejo Desa Karas
Kecamatan Karas Kabupaten Magetan.
menunjukan bahwa lansia mengonsumsi air putih kurang dari 1 liter sebanyak 29
responden (52,7%). Kurangnya konsumsi air putih itu disebabkan oleh responden
yang lebih sering meminum kopi, teh dan minuman lain dalam jumlah hampir
sama dengan air putih yang dikonsumsi perhari. Pengukuran konsumsi air putih
pada responden melalui wawancara dan mengukur gelas yang diberi air untuk
Hal ini serupa dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Fani
Saputra, Marlenywati dan Ismael Saleh (2014) menunjukan hasil konsumsi air
putih pada lansia diwilayah kerja puskesmas saigon kecamatan pontianak timur
pada kategori kurang yaitu (86,2%), sedangkan pada kategori cukup yaitu
sebanyak (13,8%).
Rata-rata air yang diminum lansia di dusun sidorejo desa karas kecamatan
air putih pada lansia yaitu perubahan rasa haus dan dahaga menurun, sehingga
aktifitas kerjanya menurun dan kecukupan gizi yang dibutuhkan lebih rendah
71
5.4.2 Kejadian Konstipasi Pada Lansia Di Dusun Sidorejo Desa Karas
Kecamatan Karas Kabupaten Magetan
responden yaitu seluruh lansia Didusun Sidorejo Desa Karas Kecamatan Karas
Hasil dari tabel 5.5 dari 55 responden yang mengejan berlebihan ada 29
responden (52,7%), yang mengalami feses keras ada 28 responden (50,9%), yang
mengalami perasaan tidak puas setelah BAB ada 28 responden (50,9 %), yang
kembali ke kamar mandi untuk BAB ada 28 responden (50,9 %), yang
seperti kurangnya asupan serat, kurang asupan air, pengaruh obat yang
dikonsumsi, pengaruh dari penyakit yang diderita, hingga akibat kurang aktivitas
fisik. Sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Amelia Dyah,
Kartika Sari, dan Bambang Wirjatmadi kota madiun (2016) menunjukan hasil
Konstipasi pada lansia terjadi karena feses yang keras, perasaan tidak puas
setelah BAB, dan mengejan yang berlebihan. Konstipasi dapat diatasi dengan
memenuhi kebutuhan serat, cairan, dan aktivitas fisik yang cukup seperti olahraga.
72
5.4.3 Hubungan Konsumsi Air Putih Dengan Kejadian Konstipasi Pada
Lansia Di Dususn Sidorejo Desa Karas Kecamatan Karas Kabupaten
Magetan
kurang mengonsumsi serat atau kurang minum, kurang aktif dan jarang
melakukan olahraga, mengabaikan keinginan untuk buang air besar, rasa tidak
responden yaitu seluruh lansia di dusun sidorejo desa karas kecamatan karas
dari 1 liter dan tidak konstipasi ada 5 (17,2 %), konstipasi tidak terjadi karena
lansia tersebut mengonsumsi sayur dan buah lebih sering. Untuk yang
mengonsumsi air putih lebih dari 1 liter dan konstipasi ada 4 (15,4 %), konstipasi
terjadi tidak hanya karena konsumsi air putih, bisa juga karena kurang asupan
serat, kurang aktivitas fisik, gangguan mental dan penyakit. Dan untuk total
keseluruhan yang mengonsumsi air putih kurang dari 1 liter dan mengakibatkan
(52,7%) sementara responden yang mengonsumsi air putih lebih dari 1 liter
dapatkan ρ value 0,000 < α = 0,05 artinya H1 diterima, sehingga ada hubungan
antara konsumsi air putih dengan kejadian konstipasi pada lansia di Dusun
73
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Fani
gangguan buang air besar berupa berkurangnya frekuensi buang air besar, sensasi
tidak puas buang air besar, terdapat rasa sakit, perlu ekstra mengejan atau feses
yang keras. Dalam praktek sehari-hari dikatakan konstipasi bila buang air besar
kurang dari 3 kali seminggu atau 3 hari tidak buang besar atau buang air besar
masuk kategori lansia yang rentan untuk terkena konstipasi sering terjadi pada
lanjut usia umur 60 tahun, sebagian besar konstipasi pada usia lanjut berhubungan
Menurut Amirta (2007) konsumsi air yang cukup akan membantu organ-
organ pencernaan seperti usus besar agar berfungsi mencegah konstipasi karena
berjalan dengan sempurna dengan komsumsi air yang cukup. Selain untuk
mencegah konstipasi air putih juga memiliki manfaat lain untuk kesehatan seperti
Semakin tubuh kekurangan air, gerak kolon akan semakin lambat agar
tersedia lebih banyak waktu untuk penyerapan ulang pada sisa metabolisme.
Untuk itu perlunya peningkatan konsumsi air putih pada lansia agar kejadian
74
5.5 Keterbatasan Penelitian
responden.
75
BAB 6
PENUTUP
6.1. Kesimpulan
hubungan konsumsi air putih dengan kejadian konstipasi pada lansia di Dusun
1. Konsumsi air putih pada lansia mayoritas kurang dari 1 liter (52,7%) di
3. Ada hubungan antara konsumsi air putih dengan kejadian konstipasi pada
6.2. Saran
1. Bagi Responden
cairan tersebut dapat diperoleh dari air putih, teh, kopi, kuah sayur dan
76
2. Bagi Tenaga Kesehatan
untuk meneliti lebih lanjut tentang konsumsi air putih dengan kejadian
77
DAFTAR PUSTAKA
AKG. 2013. Permenkes Ri Nomor 75 Tahun 2013 Tentang Angka Kecukupan Gizi
Yang Dianjurkan Bagi Bangsa Indonesia. Menteri kesehatan R1. Jakarta.
Alimul, Aziz. 2007. Metode Penelitian Kebidanan & Tehnik Analisa Data.
Jakarta : Salemba Medika.
Amirta , Yolanda. 2007. Sehat Murah Dengan Air. Purwokerto : Keluarga Dokter.
Azizah, Lilik Ma’ Rifatul. 2011. Keperawatan Lanjut Usia. Edisi 1. Yogyakarta:
Graha Ilmu.
Berman, Audrey. 2009. Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis Kozier & Erb.
Jakarta : EGC.
Brown, J. E. 2011. Nutrition Through The Life Cycle. 4th Edition. Usa :
Wadsworth Cengage Learning.
Darmojo & Martono. 2004. Buku Ajar Geriatri ( Ilmu Kesehatan Usia Lanjut ).
Jakarta: FKUI
Drossman Da, Dumitrascu Dl.2006. Rome III : New Standard For Functional
Gastrointestinal Disorders. J Gastrointestin Liver Dis.
Kusharto C. 2006. Serat Makanan Dan Peranannya Bagi Kesehatan. Jurnal Gizi
Dan Pangan.
Stanley, Mickey. 2007. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Edisi 2. Jakarta :EGC.
Smeltzer, Suzane C., And Bare, Brenda G. 2008. Buku Ajar Kesehatan Medical
Bedah, Volume 2, Edisi 8. Jakarta : Buku Kedokteran EGC.
Supariasa, I.D.N. 2004. Penilaian Status Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Dengan hormat,
Saya sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan STIKES
Bhakti Husada Mulia Madiun,
Nama : Mirna Ayu Dwi Saputri
Nim : 201402091
Bermaksud melakukan penelitian tentang “Hubungan Konsumsi Air Putih
Dengan Kejadian Konstipasi Pada Lansia Di Dusun Sidorejo Desa Karas
Kecamatan Karas Kabupaten Magetan”. Sehubung dengan ini, saya mohon
kesediaan saudara untuk bersedia menjadi responden dalam penelitian yang akan
saya lakukan. Kerahasiaan data pribadi saudara akan sangat kami jaga dan
informasi yang akan saya gunakan untuk kepentingan penelitian.
Demikian permohonan saya, atas perhatian dan kesediaan saudara saya
ucapkan terima kasih.
Dengan hormat,
Saya sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan STIKES
Bhakti Husada Mulia Madiun,
Nama : Mirna Ayu Dwi Saputri
Nim : 201402091
Bermaksud melakukan penelitian tentang “Hubungan Konsumsi Air Putih
Dengan Kejadian Konstipasi Pada Lansia Di Dusun Sidorejo Desa Karas
Kecamatan Karas Kabupaten Magetan”.
Adapun informasi yang saudara berikan akan dijamin kerahasiaanya saya
tanggung jawab apabila informasi yang diberikan merugikan saudara.
Sehubungan dengan hal tersebut, apabila saudara setuju ikut serta dalam
penelitian ini dimohon untuk menandatangani kolom yang telah disediakan.
Untuk kesedian dan kerjasamanya saya mengucapkan terima kasih.
Nama :
Usia :
Jenis kelamin :
Kuesioner Konstipasi
Kuesioner konstipasi baku diambil dari jurnal Agarwal Sharma dengan jumlah
item 8 soal.
Kriterian penilaian :
- Untuk pertanyaan A nilainya 1
- Dan dikatan tidak konstipasi jika semua kriteria tidak terpenuhi dan
nilainya 0
KONSUMSI
NO NAMA USIA KODE Ket
AIR
1 Tn. W 68 950 cc 1 Kurang dari 1 liter
2 Tn. S 65 900 cc 1 Kurang dari 1 liter
3 Ny. P 60 1100 cc 2 Lebih dari 1 liter
4 Ny. W 60 850 cc 1 Kurang dari 1 liter
5 Ny. S 60 1200 cc 2 Lebih dari 1 liter
6 Ny. P 61 900 cc 1 Kurang dari 1 liter
7 Tn. P 65 900 cc 1 Kurang dari 1 liter
8 Tn. S 65 900 cc 1 Kurang dari 1 liter
9 Ny. M 62 1150 cc 2 Lebih dari 1 liter
10 Ny. K 65 950 cc 1 Kurang dari 1 liter
11 Tn. L 68 1100 cc 2 Lebih dari 1 liter
12 Ny. M 70 800 cc 1 Kurang dari 1 liter
13 Ny. W 70 1050 cc 2 Lebih dari 1 liter
14 Ny. W 68 1200 cc 2 Lebih dari 1 liter
15 Ny. B 65 1100 cc 2 Lebih dari 1 liter
16 Ny. J 66 1100 cc 2 Lebih dari 1 liter
17 Ny. M 65 900 cc 1 Kurang dari 1 liter
18 Tn. N 62 1250 cc 2 Lebih dari 1 liter
19 Tn. K 67 950 cc 1 Kurang dari 1 liter
20 Ny. U 67 1050 cc 2 Lebih dari 1 liter
21 Tn. M 64 1100 cc 2 Lebih dari 1 liter
22 Ny. S 69 1050 cc 2 Lebih dari 1 liter
23 Ny. K 70 900 cc 1 Kurang dari 1 liter
24 Tn. H 65 950 cc 1 Kurang dari 1 liter
25 Ny. W 65 900 cc 1 Kurang dari 1 liter
26 Tn. J 60 1150 cc 2 Lebih dari 1 liter
27 Tn. S 60 1250 cc 2 Lebih dari 1 liter
28 Ny. T 61 850 cc 1 Kurang dari 1 liter
29 Ny. U 61 900 cc 1 Kurang dari 1 liter
30 Tn. D 62 1100 cc 2 Lebih dari 1 liter
31 Tn. A 62 950 cc 1 Kurang dari 1 liter
32 Ny. D 65 1050 cc 2 Lebih dari 1 liter
33 Ny. P 70 800 cc 1 Kurang dari 1 liter
34 Tn. S 70 900 cc 1 Kurang dari 1 liter
35 Ny. M 60 950 cc 1 Kurang dari 1 liter
36 Tn. K 60 1250 cc 2 Lebih dari 1 liter
37 Tn. Z 63 900 cc 1 Kurang dari 1 liter
38 Ny. T 66 850 cc 1 Kurang dari 1 liter
KONSUMSI
NO NAMA USIA KODE Ket
AIR
39 Tn. S 65 1100 cc 2 Lebih dari 1 liter
40 Tn. B 70 1150 cc 2 Lebih dari 1 liter
41 Tn. D 60 950 cc 1 Kurang dari 1 liter
42 Ny. E 65 1100 cc 2 Lebih dari 1 liter
43 Ny. M 65 900 cc 1 Kurang dari 1 liter
44 Tn. S 63 1100 cc 2 Lebih dari 1 liter
45 Ny. F 69 1250 cc 2 Lebih dari 1 liter
46 Ny. L 70 950 cc 1 Kurang dari 1 liter
47 Ny. R 70 1050 cc 2 Lebih dari 1 liter
48 Ny. L 60 900 cc 1 Kurang dari 1 liter
49 Tn. Y 68 950 cc 1 Kurang dari 1 liter
50 Tn. S 70 1150 cc 2 Lebih dari 1 liter
51 Tn. K 65 900 cc 1 Kurang dari 1 liter
52 Ny. M 62 1200 cc 2 Lebih dari 1 liter
53 Ny. P 67 1250 cc 2 Lebih dari 1 liter
54 Tn. B 69 950 cc 1 Kurang dari 1 liter
55 Tn. E 69 900 cc 1 Kurang dari 1 liter
Lampiran 9
Kuesioner
Nomor Skor Kode Ket
1 2 3 4 5 6 7 8
1 1 1 1 1 1 1 1 1 3 2 Konstipasi
2 1 1 1 1 1 1 1 1 3 2 Konstipasi
3 0 0 0 0 0 1 1 0 0 1 Tidak konstipasi
4 1 1 1 1 1 1 1 1 3 2 Konstipasi
5 0 0 0 0 0 1 1 0 0 1 Tidak konstipasi
6 0 0 0 0 0 1 1 0 0 1 Tidak konstipasi
7 1 1 1 1 1 1 1 1 3 2 Konstipasi
8 1 1 1 1 1 1 1 1 3 2 Konstipasi
9 0 0 0 0 0 1 1 0 0 1 Tidak konstipasi
10 1 1 1 1 1 1 1 1 3 2 Konstipasi
11 0 0 0 0 0 1 1 0 0 1 Tidak konstipasi
12 1 1 1 1 1 1 1 1 3 2 Konstipasi
13 0 0 0 0 0 1 1 0 3 1 Tidak Konstipasi
14 0 0 0 0 0 1 1 0 0 1 Tidak konstipasi
15 1 1 1 1 1 1 1 1 3 2 Konstipasi
16 0 0 0 0 0 1 1 0 0 1 Tidak konstipasi
17 1 1 1 1 1 1 1 1 3 2 Konstipasi
18 0 0 0 0 0 1 1 0 0 1 Tidak konstipasi
19 1 1 1 1 1 1 1 1 3 2 Konstipasi
20 0 0 0 0 0 1 1 0 0 1 Tidak konstipasi
21 0 0 0 0 0 1 1 0 0 1 Tidak konstipasi
22 0 0 0 0 0 1 1 0 0 1 Tidak konstipasi
23 1 1 1 1 1 1 1 1 3 2 Konstipasi
24 1 1 1 1 1 1 1 1 3 2 Konstipasi
25 1 1 1 1 1 1 1 1 3 2 Konstipasi
26 0 0 0 0 0 1 1 0 0 1 Tidak konstipasi
27 0 0 0 0 0 1 1 0 0 1 Tidak konstipasi
28 1 1 1 1 1 1 1 1 3 2 Konstipasi
29 0 0 0 0 0 1 1 0 0 1 Tidak konstipasi
30 0 0 0 0 0 1 1 0 0 1 Tidak konstipasi
31 1 1 1 1 1 1 1 1 3 2 Konstipasi
32 0 0 0 0 0 1 1 0 0 1 Tidak konstipasi
33 1 1 1 1 1 1 1 1 3 2 Konstipasi
34 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 Tidak konstipasi
35 1 1 1 1 1 1 1 1 3 2 Konstipasi
36 0 0 0 0 0 1 1 0 0 1 Tidak konstipasi
37 1 1 1 1 1 1 1 1 3 2 Konstipasi
38 1 1 1 1 1 1 1 1 3 2 Konstipasi
Nomor Kuesioner Skor Kode Ket
39 1 1 1 1 1 1 1 1 3 2 Konstipasi
40 0 0 0 0 0 1 1 0 0 1 Tidak konstipasi
41 1 1 1 1 1 1 1 1 3 2 Konstipasi
42 0 0 0 0 0 1 1 0 0 1 Tidak konstipasi
43 1 1 1 1 1 1 1 1 3 2 Konstipasi
44 1 1 1 1 1 1 1 1 3 2 Konstipasi
45 0 0 0 0 0 1 1 0 0 1 Tidak konstipasi
46 1 1 1 1 1 1 1 1 3 2 Konstipasi
47 1 1 1 1 1 1 1 1 3 2 Konstipasi
48 1 0 0 0 0 1 1 0 3 1 Tidak konstipasi
49 1 1 1 1 1 1 1 1 3 2 Konstipasi
50 0 0 0 0 0 1 1 0 0 1 Tidak konstipasi
51 1 1 1 1 1 1 1 1 3 2 Konstipasi
52 0 0 0 0 0 1 1 0 0 1 Tidak konstipasi
53 0 0 0 0 0 1 1 0 0 1 Tidak konstipasi
54 0 0 0 0 0 1 1 0 0 1 Tidak konstipasi
55 1 1 1 1 1 1 1 1 3 2 konstipasi
Lampiran 10
Statistics
usia jenis_kelamin
N Valid 55 55
Missing 0 0
jenis_kelamin
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Usia
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Statistics
konsumsi_air_pu kejadian_konstip
tih asi
N Valid 55 55
Missing 0 0
konsumsi_air_putih
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
N Valid 55
Missing 0
Mean 1015.45
Median 950.00
Mode 900
Std. Deviation 130.835
Range 450
Minimum 800
Maximum 1250
Sum 55850
konsumsi_air_putih
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
b. Kejadian Konstipasi
kejadian_konstipasi
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
c. Kuesioner konstipasi
Statistics
s1 s2 s3 s4 s5 s6 s7 s8
N Valid 55 55 55 55 55 55 55 55
Missi
0 0 0 0 0 0 0 0
ng
s1
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
s2
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
s3
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
s4
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
s6
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
s7
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
s8
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Cases
konsumsi_air_putih *
55 100.0% 0 .0% 55 100.0%
kejadian_konstipasi
kejadian_konstipasi
tidak
konstipasi konstipasi Total
Expected
14.2 14.8 29.0
Count
% within
konsumsi_air 17.2% 82.8% 100.0%
_putih
Expected
12.8 13.2 26.0
Count
% within
konsumsi_air 84.6% 15.4% 100.0%
_putih
Total Count 27 28 55
Expected
27.0 28.0 55.0
Count
% within
konsumsi_air 49.1% 50.9% 100.0%
_putih
Chi-Square Tests
N of Valid Casesb 55
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 12,76.