Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN PADA GANGGUAN JIWA

DENGAN KASUS HDR (harga diri rendah)

DI PUSKESMAS BABAKAN KOTA MATARAM

OLEH :

HUSNUL KHOTIMAH

035STYC17

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN JENJANG S1

MATARAM

2019
KATA PENGANTAR

Assamu’alaikum,War.Wab

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat, taufik, serat hidayah-
Nya Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, atas limpahan
rahmat dan hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan laporan dengan baik,
tepat waktunya yang berjudul “HDR”. Laporan pendahuluan ini disusun
sebagai salah satu tugas dari pengalaman belajar praktik(PBP) Di
puskesmas babakan. Dalam kesempatan ini saya mengucapkan terima
kasih yang sebesar besarnya kepada :
1. Ibu baiq heni rispawati.Ners,M.Kep. selaku dosen pembimbing akademik
2. Ibu yuliana S.Kep selaku ibu pembimbing lahan.

Saya menyadari bahwa dalam penyusunan laporan pendahuluan ini


masih jauh dari kata sempurna, baik dari segi penulisan, bahasa ataupun
penyusunannya. Oleh karena itu saya mengharapkan kritik dan saran yang
sifatnya membangun, khususnya dari dosen pembibimbing akademik
maupun ibu pembimbing lahan.

Mataram, 12 juli 2019

Penyusun

Husnul Khotimah
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ....................................................................................................... i

KATA PENGANTAR ..................................................................................................... ii

DAFTAR ISI .................................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................... 1


A. Latar Belakang ................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................... 2
C. Tujuan ............................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................ 3


A. Definisi HDR...................................................................................................... 3
B. Tanda dan gejalai HDR ......................................................................................
C. Klasifikasi HDR ..................................................................................................
D. Rentang respon....................................................................................................
E. Pohon masalah HDR...........................................................................................
F. Diagnosi keperawatan HDR...............................................................................
G. Mekanisme koping HDR ...................................................................................
H. Strategi pelaksanaan HDR .................................................................................
I. Penatalaksanaan ISPA .......................................................................................

BAB III PENUTUP ...........................................................................................................


A. Kesimpulan .........................................................................................................
B. Saran ...................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Perkembangan kebudayaan masyarakat banyak membawa perubahan
dalam segi kehidupan manusia. Setiap perubahan situasi kehidupan baik
positif maupun negatif dapat mempengaruhi keseimbangan fisik, mental, dan
psikososial seperti bencana dan konflik yang dialami sehingga berdampak
sangat besar terhadap kesehatan jiwa seseorang yang berarti akan
meningkatkan jumlah pasien gangguan jiwa(keliat, 2011).
Harga diri seseorang di peroleh dari diri sendiri dan orang lain.
Gangguan harga diri rendah akan terjadi jika kehilangan kasih sayang,
perilaku orang lain yang mengancam dan hubungan interpersonal yang buruk.
Tingkat harga diri seseorang berada dalam rentang tinggi sampai
rendah.Individu yang memiliki harga diri tinggi menghadapi lingkungan
secara aktif dan mampu beradaptasi secara efektif untuk berubah serta
cenderung merasa aman. Individu yang memiliki harga diri rendah melihat
lingkungan dengan cara negatif dan menganggap sebagai ancaman. (Keliat,
2011).
Menurut (Herman, 2011), gangguan jiwa ialah terganggunya kondisi
mental atau psikologi seseorang yang dapat dipengaruhi dari faktor diri
sendiri dan lingkungan. Hal-hal yang dapat mempengangaruhi perilaku
manusia ialah keturunan dan konstitusi, umur, dan sex, keadaan badaniah,
keadaan psikologik, keluarga, adat-istiadat, kebudayaan dan kepercayaan,
pekerjaan, pernikahan dan kehamilan, kehilangan dan kematian orang yang di
cintai, rasa permusuhan, hubungan antara manusia.

B. Tujuan
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian
Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti dan
rendah diri yang berkepanjangan akibat evaluasi yang negative terhadap diri
sendiri atau kemampuan diri. Adanya perasaan hilang kepercayaan diri,
merasa gagal karena tidak mampu mencapai keinginan sesuai ideal diri.
(Yosep,2009).
Harga diri rendah adalah evaluasi diri dan perasaan tentang diri sendiri
atau kemampuan diri yang negative yang dapat secara langsung atau tidak
langsung diekspresikan. (Towsend,2008)
Gangguan harga diri rendah digambarkan sebagai perasaan yang negatif
terhadap diri sendiri, termasuk hilangnya percaya diri dan harga diri, merasa
gagal mencapai keinginan. (Budi Ana Keliat, 1999). Gangguan harga diri atau
harga diri rendah dapat terjadi secara :

1. Situasional, yaitu terjadi trauma yang tiba-tiba, misal harus operasi,


kecelakaan, dicerai suami, putus sekolah, putus hubungan kerja dll. Pada
klien yang dirawat dapat terjadi harga diri rendah karena privacy yang
kurang diperhatikan : pemeriksaan fisik yang sembarangan, pemasangan
alat yang tidak sopan (pemasangan kateter, pemeriksaan perianal, dll),
harapan akan struktur, bentuk dan ffungsi tubuh yang tidak tercapai
karena dirawat/sakit/penyakit, perlakuan petugas yang tidak menghargai.
2. Kronik, yaitu perasaan negatif terhadap diri telah berlangsung lama.
B. Tanda dan gejala
 Mengejek dan mengkritik diri.
 Merasa bersalah dan khawatir, menghukum atau menolak diri sendiri.
 Mengalami gejala fisik, misal: tekanan darah tinggi, gangguan
penggunaan zat.
 Menunda keputusan.
 Sulit bergaul.
 Menghindari kesenangan yang dapat memberi rasa puas.
 Menarik diri dari realitas, cemas, panic, cemburu, curiga dan
halusinasi.
 Merusak diri: harga diri rendah menyokong klieb untuk mengakhiri
hidup.
 Merusak atau melukai orang lain.
 Perasaan tidak mampu.
 Pandangan hidup yang pesimitis.
 Tidak menerima pujian.
 Penurunan produktivitas.
 Penolakan tehadap kemampuan diri.
 Kurang memperhatikan perawatan diri.
 Berpakaian tidak rapi.
 Berkurang selera makan.
 Tidak berani menatap lawan bicara.
 Lebih banyak menunduk.
 Bicara lambat dengan nada suara lemah.

C. Klasifikasi
1. Predisposisi
a. Faktor yang mempengaruhi harga diri
Meliputi penolakan orang tua, harapan orang tua tidak realistis,
kegagalan yang berulang, kurang mempunyai tanggung jawab
personal, ketergantungan pada orang lain dan ideal diri yang tidak
realistis.
b. Faktor yang mempengaruhi peran.
Dimasyarakat umunya peran seseorang disesuai dengan jenis
kelaminnya.Misalnya seseorang wanita dianggap kurang mampu,
kurang mandiri, kurang obyektif dan rasional sedangkan pria dianggap
kurang sensitive, kurang hangat, kurang ekspresif dibandingkan
wanita.Sesuai dengan standar tersebut, jika wanita atau pria berperan
tidak sesuai lazimnya maka dapat menimbulkan konflik diri maupun
hubungan sosial.

c. Faktor yang mempengaruhi identitas diri.


Meliputi ketidak percayaan, tekanan dari teman sebaya dan
perubahan struktur sosial. Orang tua yang selalu curiga pada anak akan
menyebabkan anak menjadi kurang percaya diri, ragu dalam
mengambil keputusan dan dihantui rasa bersalah ketika akan
melakukan sesuatu. Control orang yang berat pada anak remaja akan
menimbulkan perasaan benci kepada orang tua. Teman sebaya
merupakan faktor lain yang berpengaruh pada identitas. Remaja ingin
diterima, dibutuhkan dan diakui oleh kelompoknya,
d. Faktor biologis
Adanya kondisi sakit fisik yang dapat mempengaruhi kerja
hormon secara umum, yang dapat pula berdampak pada keseimbangan
neurotransmitter di otak, contoh kadar serotonin yang menurun dapat
mengakibatkan klien mengalami depresi dan pada pasien depresi
kecenderungan harga diri dikuasai oleh pikiran-pikiran negatif dan
tidak berdaya.
2. Presipitasi
Masalah khusus tentang konsep diri disebabkan oleh setiap situasi
yang dihadapi individu dan ia tidak mampu menyesuaikan. Situasi atas
stressor dapat mempengaruhi komponen.

Stressor yang dapat mempengaruhi gambaran diri adalah hilangnya


bagian tubuuh, tindakan operasi, proses patologi penyakit, perubahan
struktur dan fungsi tubuh, proses tumbuh kembang prosedur tindakan dan
pengobatan. Sedangkan stressor yang dapat mempengaruhi harga diri dan
ideal diri adalah penolakan dan kurang penghargaan diri dari orang tua
dan orang yang berarti, pola asuh yang tidak tepat, misalnya selalu
dituntut, dituruti, persaingan dengan saudara, kesalahan dan kegagalan
berulang, cita-cita tidak terpenuhi dan kegagalan bertanggung jawab
sendiri. Stressor pencetus dapat berasal dari internal dan eksternal:

 Trauma seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau


menyaksikan peristiwa yang mengancam kehidupan.
 Ketegangan peran berhubungan dengan peran atau posisi yang
diharapkan dan individu mengalaminya sebagai frustasi.

Ada tiga jenis transisi peran:

a. Transisi peran perkembangan adalah perubahan normative yang


berkaitan dengan pertumbuhan. Perubahan ini termasuk tahap
perkembangan dalam kehidupan individu atau keluarga dan
norma-norma budaya, nilai-nilai serta tekanan untuk
menyesuaikan diri.
b. Transisi peran situasi terjadi dengan bertambah atau berkurangnya
anggota keluarga melalui kelahiran atau kematian.
c. Transisi peran sehat-sakit terjadi akibat pergeseran dari sehat ke
keadaan sakit. Transisi ini dapat dicetuskan oleh kehilangan bagian
tubuh, perubahan ukuran, bentuk, penampilan atau fungsi tubuh,
perubahan fisik yang berhubungan dengan tumbuh kembang
normal. Perubahan tubuh dapat mempengaruhi semua komponen
konsep diri yaitu gambaran diri, identitas diri, peran dan harga diri.

D. Rentang respon

Keterangan:

 Aktualisasi diri adalah pernyataan diri positif tentang latar belakang


pengalaman nyata yang sukses diterima.
 Konsep diri positif adalah individu mempunyai pengalaman yang
positif dalam beraktualisasi.
 Harga diri rendah adalah transisi antara respon diri adaptif dengan
konsep diri maladaptif.
 Kerancuan identitas adalah kegagalan individu dalam kemalangan
aspek psikososial dan kepribadian dewasa yang harmonis.
 Depersonalisasi adalah perasaan yang tidak realistis terhadap diri
sendiri yang berhubungan dengan kecemasan, kepanikan serta tidak
dapat membedakan dirinya dengan orang lain.

E. Pohon masalah

Pohon masalah yang muncul menurut Fajariyah (2012) :


F. Diagnosis keperawatan

1. Gangguan citra tubuh


2. Kesiapan meningkatkan konsep diri
3. Harga diri rendah (kronis, situasional dan resiko situasional)
4. Ketidakefektifan performa peran
5. Gangguan identitas pribadi

G. Mekanisme koping

Mekanisme koping menurut Deden (2013) :

1. Jangka pendek :
 Kegiatan yang dilakukan untuk lari sementara dari krisis :
pemakaian obat-obatan, kerja keras, nonoton tv terus
menerus.
 Kegiatan mengganti identitas sementara: ikut kelompok
sosial, keagamaan, politik.
 Kegiatan yang memberi dukungan sementara : kompetisi
olah raga kontes popularitas.
 Kegiatan mencoba menghilangkan anti identitas sementara
: penyalahgunaan obat-obatan.
2. Jangka panjang
Menutup identitas : terlalu cepat mengadopsi identitas
yang disenangi dari orang-orang yang berarti, tanpa
mengindahkan hasrat, aspirasi atau potensi diri sendiri.
 Identitas negatif : asumsi yang pertentangan dengan nilai
dan harapan masyarakat.
3. Mekanisme pertahanan ego
Mekanisme pertahanan ego yang sering digunakan
adalah : fantasi, disasosiasi, isolasi, proyeksi, mengalihkan
marah berbalik pada diri sendiri dan orang lain.

H. Strategi pelaksanaan
1. SP-1 Pasien: Harga Diri Rendah Pertemuan Ke-1
Mendiskusikankemampuan dan aspek positif yang dimiliki pasien,
membantu pasien menilai kemampuan yang masih dapat digunakan,
membantu pasien memilih/menetapkan kemampuan yang akan dilatih,
melatih kemampuan yang sudah dipilih dan menyusun jadwal pelaksanaan
kemampuan yang telah dilatih dalam rencana harian.
a. Orientasi
 “Selamat pagi, Perkenalkan saya perawat Sinta. Saya
Mahasiswa Keperawtan UPH. Saya yang akan merawat
bapak dari jam 8 pagi sampai jam 3 sore nanti ya pak”
 “Bagaimana keadaan Ibu T hari ini? Ibu T terlihat segar“
 ”Bagaimana, kalau kita berbincang-bincang tentang
kemampuan dan kegiatan yang pernah Ibu T lakukan?
Setelah itu kita akan nilai kegiatan mana yang masih
dapat Ibu T dilakukan di rumah sakit. Setelah kita nilai,
kita akan pilih satu kegiatan untuk kita latih. Bagaimana
menurut Ibu T?”
 ”Dimana kita akan berbincang-bincang? Bagaimana kalau
di ruang tamu saja bu?Berapa lama kira-kira kita akan
ngobrol bu? Apakah cukup 20 menit? Oke cukup ya bu 20
menit”
b. Kerja
 “Ibu T, apa saja kemampuan Ibu T dimiliki? Bagus, apa
lagi? Saya buat daftarnya ya bu.Apa pula kegiatan rumah
tangga yang biasa Ibu T lakukan? Bagaimana dengan
merapihkan kamar?Menyapu ?Mencuci piring?Wah, bagus
sekali. Cukup banyak kemampuan dan kegiatan
yang Ibu T miliki “.
 ” Ibu T, dari lima kegiatan/kemampuan ini, yang mana
yang masih dapat dikerjakan di rumah sakit? Coba kita
lihat, yang pertama bisakah?yang kedua? sampai
5 (misalnya ada 3 yang masih bisa dilakukan).Bagus sekali
ada 3 kegiatan yang masih bisa dikerjakan di rumah sakit
ini”
 ”Sekarang, coba Ibu T pilih satu kegiatan yang masih bisa
dikerjakan di rumah sakit ini”.
 ” Ok, yang nomor satu, merapihkan tempat tidur?Kalau
begitu, bagaimana kalau sekarang kita latihan merapihkan
tempat tidur Ibu T?Mari kita lihat tempat tidur IbuT. Coba
lihat, sudah rapihkah tempat tidurnya?”
 “Nah kalau kita mau merapihkan tempat tidur, mari kita
pindahkan dulu bantal dan selimutnya.Bagus sekali bu.
Sekarang kita angkat spreinya dan kasurnya kita
balik. Nah, sekarang kita pasang lagi spreinya, kita mulai
dari arah atas, ya bagus bu T. Sekarang sebelah kaki, tarik
dan masukkan, lalu sebelah pinggir masukkan.Sekarang
ambil bantal, rapihkan dan letakkan di sebelah
atas/kepala.Mari kita lipat selimut, nah letakkan sebelah
bawah/kaki. Bagus, ibu bisa melakukannya”
 ”IbuT sudah bisa merapihkan tempat tidur dengan baik
sekali.Coba perhatikan bedakah dengan sebelum
dirapikan?Bagus ”
 “ CobaIbuT lakukan dan jangan lupa memberi tanda M
(mandiri) kalau IbuT lakukan tanpa disuruh, tulis B
(bantuan) jika diingatkan untuk melakukan dan T (tidak)
tidak melakukan”
c. Terminasi
 “Bagaimana perasaan Ibu T setelah berbincang-bincang
dan latihan merapihkan tempat tidur? Iya benar bu.
Ibu T ternyata banyak memiliki kemampuan yang
dapat dilakukan di rumah sakit ini. Salah satunya,
merapihkan tempat tidur yang sudah Ibu T praktekkan
dengan baik sekali. Nah, kemampuan ini dapat
dilakukan juga di rumah setelah pulang ya bu.”
 ”Sekarang, mari kita masukkan pada jadwal harian.
Ibu T mau berapa kali sehari merapihkan tempat
tidur?Bagus, dua kali yaitu pagi-pagi jam berapa ? Lalu
sehabis istirahat jamberapa?”
 ”Besok pagi kita latihan lagi kemampuan yang kedua.
Ibu T masih ingat kegiatan apa lagi yang mampu
dilakukan di rumah sakit selain merapihkan tempat
tidur? Ya bagus, cuci piring. Kalau begitu kita akan
latihan mencuci piring besok jam 8 pagi di dapur
ruangan ini sehabis makan pagi selama 20 menit,
menurut ibu bagaimana? Oke ibu, Sampai jumpa ya”

2. SP-2 Pasien: Harga Diri RendahPertemuan Ke-2


Melatih pasien melakukan kegiatan lain yang sesuai dengan
kemampuan pasien.
a. Orientasi
 “Selamat pagi, Ibu T masih ingat dengan saya? Iya
benar sekali bu, saya perawat Sinta yang akan merawat
Ibu dari jam 8 sampai jam 3 sore nanti ya bu”
 “Bagaimana perasaan Ibu T pagi ini? Wah, tampak
cerah”
 ”BagaimanaIbuT, sudah dicoba merapikan tempat tidur
sore kemarin/ Tadi pagi? Bagus (kalau sudah dilakukan,
kalau belum bantu lagi, sekarang kita akan latihan
kemampuan kedua ya bu?.Masih ingat apa kegiatan
ituIbuT?”
 ”Ya benar, kita akan latihan mencuci piring di dapur
ruangan ini, Waktunya sekitar 20 menit. Bagaimana
menurut ibu T?”
b. Kerja:
 “Ibu T, sebelum kita mencuci piring kita perlu siapkan
dulu perlengkapannya, yaitu sabut/tapes untuk
membersihkan piring, sabun khusus untuk mencuci
piring dan air untuk membilas. IbuT bisa menggunakan
air yang mengalir dari kran ini ya? Oh ya jangan lupa
sediakan tempat sampah untuk membuang sisa-
makanan”
 “Sekarang saya perlihatkan dulu ya caranya”
 “Setelah semua perlengkapan tersedia, IbuT ambil satu
piring kotor lalu buang dulu sisa kotoran yang ada di
piring tersebut ke tempat sampah.KemudianIbu T
bersihkan piring tersebut dengan menggunakan
sabut/tapes yang sudah diberikan sabun pencuci
piring. Setelah selesai disabuni, bilas dengan air bersih
sampai tidak ada busa sabun sedikitpun di piring
tersebut. Setelah itu IbuT bisa mengeringkan piring
yang sudah bersih tadi di rak yang sudah tersedia di
dapur. Nah selesai ibu”
 “Sekarang coba IbuT praktekkan kembali seperti yang
saya contohkan tadi bu”
 “Bagus sekali, Ibu T dapat mempraktekkan cuci pring
dengan baik. Sekarang dilap tangannya bu”

c. Terminasi :
 ”Bagaimana perasaan Ibu T setelah latihan cuci piring?”
 “Bagaimana jika kegiatan cuci piring ini dimasukkan
menjadi kegiatan sehari-hari IbuT?Mau berapa
kali IbuT mencuci piring? Bagus sekali IbuT mencuci
piring tiga kali setelah makan.“ CobaIbu T lakukan dan
jangan lupa memberi tanda M (mandiri) kalau Ibu T
lakukan tanpa disuruh, tulis B (bantuan) jika diingatkan
untuk melakukan dan T (tidak) tidak melakukan”
 ”Besok kita akan latihan untuk kemampuan ketiga,
setelah merapihkan tempat tidur dan cuci piring. Masih
ingat kegiatan apakah itu? Ya benar kita akan latihan
mengepel. Mau jam berapa bu kita melakukan latihan
mengepel nya?Oke baik besok jam 9 pagi ya bu setelah
ibu selesai merapikan tempat tidur dan mencuci piring.
Dimana kita akan melakukan latihannya bu? Oke baik
bu, kita muali dari ruangan ini saja ya bu. Kalau begitu
saya permisi dulu ya bu, Sampai jumpa”

3. SP-3Keluarga:Harga Diri Rendah Pertemuan Ke-1


Mendiskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat
pasien di rumah, menjelaskan tentang pengertian, tanda dan gejala
harga diri rendah, menjelaskan cara merawat pasien dengan harga diri
rendah, mendemonstrasikan cara merawat pasien dengan harga diri
rendah, dan memberi kesempatan kepada keluarga untuk
mempraktekkan cara merawat.
a. Orientasi
 “Selamat pagi bapak/ibu, perkenalkan saya perawat sinta
yang merawat ibu T dari jam 8 pagi ini sampai nanti jam 3
sore”
 “Bagaimana keadaan Bapak/Ibu pagi ini?”
 “Bagaimana kalau pagi ini kita bercakap-cakap tentang cara
merawat Ibu T? Berapa lama waktu Bapak/Ibu butuhkan?30
menit saja?Baik pak/bu.Kita berbincang-bincangnya diruang
wawancara saja bagaimana pak/bu? Oke, mari kita
keruangan wawancara”
b. Kerja
 “Apa yang bapak/Ibu ketahui tentang masalah Ibu T”
 “Ya memang benar sekali Pak/Bu, IbuT itu memang terlihat
tidak percaya diri dan sering menyalahkan dirinya sendiri.
Misalnya padaIbu T, sering menyalahkan dirinya dan
mengatakan dirinya adalah orang paling bodoh sedunia.
Dengan kata lain, Ibu T memiliki masalah harga diri rendah
yang ditandai dengan munculnya pikiran-pikiran yang selalu
negatif terhadap diri sendiri. Bila keadaanIbuT ini terus-
menerus seperti itu,Ibu T bisa mengalami masalah yang
lebih berat lagi, misalnya IbuT jadi malu bertemu dengan
orang lain dan memilih mengurung diri”
 “Sampai disini, bapak/Ibu mengerti apa yang dimaksud
harga diri rendah?”
 “Bagus sekali bapak/Ibu sudah mengerti”
 “Setelah kita mengerti bahwa masalah IbuT dapat menjadi
masalah serius, maka kita perlu memberikan perawatan yang
baik untuk Ibu T”
 ”Bpk/Ibu, apa saja kemampuan yang dimilikiIbuT? Ya
benar, dia juga mengatakan hal yang sama(kalau sama
dengan kemampuan yang dikatakan IbuT)”
 ” IbuT itu telah berlatih dua kegiatan yaitu merapihkan
tempat tidur dan cuci piring.Serta telah dibuat jadual untuk
melakukannya.Untuk itu, Bapak/Ibu dapat
mengingatkanIbuT untuk melakukan kegiatan tersebut
sesuai jadwal. Tolongbantu menyiapkan alat-alatnya ya
Pak/Bu dan jangan lupa memberikan pujian agar harga
dirinya meningkat. Ajak pula memberi tanda cek list pada
jadwal kegiatannya”.
 ”Selain itu, bila Ibu T sudah tidak lagi dirawat di Rumah
sakit, bapak/Ibu tetap perlu memantau perkembanganIbu T.
Jika masalah harga dirinya kembali muncul dan tidak
tertangani lagi, bapak/Ibu dapat membawaIbuT ke
puskesmas”
 ”Nah, bagaimana kalau sekarang kita praktekkan cara
memberikan pujian kepadaIbuT”
 ”Temui Ibu T dan tanyakan kegiatan yang sudah dia lakukan
lalu berikan pujian yang yang mengatakan: Bagus sekaliIbu
T, kamu sudah semakin terampil mencuci piring”
 ”Coba Bapak/Ibu praktekkan sekarang. Bagus”
c. Terminasi:
 ”Bagaimana perasaan Bapak/bu setelah percakapan kita
ini?”
 “Dapatkah Bapak/Ibu jelaskan kembali maasalah yang
dihadapi T dan bagaimana cara merawatnya?”
 “Bagus sekali bapak/Ibu dapat menjelaskan dengan
baik.Nah setiap kali Bapak/Ibu kemari lakukan seperti itu
dan di rumah juga demikian ya pak/bu.”
 “Bagaimana kalau kita bertemu lagi dua hari mendatang
untuk latihan cara memberi pujian langsung kepada IbuT.
Jam berapa Bapak/Ibu datang? Baik saya tunggu ya. Sampai
jumpa”

4. SP-4 Keluarga: Harga Diri RendahPertemuan Ke-2


Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien
dengan masalah harga diri rendah langsung kepada pasien
a. Orientasi
 “Selamat pagiBapak/Ibu?”
 ” Bagaimana perasaan Bapak/Ibu hari ini?”
 ”Bapak/Ibu masih ingat latihan merawat Ibu
Bapak/Ibu seperti yang kita pelajari dua hari yang lalu?”
 “Baik, hari ini kita akan mampraktekkannya langsung
kepada Ibu T, Waktunya 20 menit. Bagaimana menurut
bapak/ibu? Oke kalau begitu, sekarang mari kita temui Ibu
T”
b. Kerja:
 ”Selamat pagi Ibu T. Bagaimana perasaan Ibu T hari ini?”
 ”Hari ini saya datang bersama anak Ibu T. Seperti yang
sudah saya katakan sebelumnya, anakIbu T juga ingin
merawat Ibu T agar cepat pulih.”
 (kemudian saudara berbicara kepada keluarga sebagai
berikut)
 ”Nah Pak/Bu, sekarang Bapak/Ibu bisa mempraktekkan apa
yang sudah kita latihkan beberapa hari lalu yaitu
memberikan pujian terhadap perkembangan orang tua
Bapak/Ibu (Perawat mengobservasi keluarga
mempraktekkan cara merawat pasien seperti yang telah
dilatihkan pada pertemuan sebelumnya)”
 ”Bagaimana perasaanIbu T setelah berbincang-bincang
dengan anak Ibu T?”
 ”Baiklah, sekarang saya dan anakIbu T ke ruang perawat
dulu (Perawat dan keluarga meninggalkan pasien untuk
melakukan terminasi dengan keluarga)”
c. Terminasi:
 “ Bagaimana perasaan Bapak/Ibu setelah kita latihan tadi?”
 “Mulai sekarang Bapak/Ibu sudah bisa melakukan cara
merawat seperti yang tadi kepada IbuT ya”.
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

B. SARAN
DAFTAR PUSTAKA

Stuart, W. Gail.(2016). Keperawatan Kesehatan Jiwa.Singapore:


Elsevier

Yusuf, Ah, Rizky Fitryasari PK dan Hanik Endang Nihayati.


(2015). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika

Keliat, Budi Anna. 2011. Keperawatan Kesehatan Jiwa


Komunitas: CMHN(Basic Course). Jakarta: EGC

Boyd MA, Hihart MA. Psychiatric nursing : contemporary


practice. Philadelphia : Lipincott-Raven Publisher. 1998

Keliat BA. Proses kesehatan jiwa. Edisi 1. Jakarta : EGC. 1999

Stuart GW, Sundeen SJ. Buku saku keperawatan jiwa. Edisi 3.


Jakarta : EGC. 1998

Anda mungkin juga menyukai