OLEH :
HUSNUL KHOTIMAH
035STYC17
Assamu’alaikum,War.Wab
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat, taufik, serat hidayah-Nya Puji
syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya
saya dapat menyelesaikan laporan dengan baik, tepat waktunya yang berjudul “ISPA”.
Laporan pendahuluan ini disusun sebagai salah satu tugas dari pengalaman belajar
praktik(PBP) Di puskesmas babakan. Dalam kesempatan ini saya mengucapkan terima
kasih yang sebesar besarnya kepada :
1. Ibu baiq heni rispawati.Ners,M.Kep. selaku dosen pembimbing akademik
2. Ibu yuliana S.Kep selaku ibu pembimbing lahan.
Saya menyadari bahwa dalam penyusunan laporan pendahuluan ini masih jauh
dari kata sempurna, baik dari segi penulisan, bahasa ataupun penyusunannya. Oleh
karena itu saya mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun, khususnya
dari dosen pembibimbing akademik maupun ibu pembimbing lahan.
Penyusun
Husnul Khotimah
DAFTAR ISI
A. Latar Belakang
ISPA adalah infeksi akut yang menyerang saluran pernapasan yaitu organ
tubuh yang di mulai dari hidung ke alveoli beserta adneksa( Romelan,2006). Infeksi
sakluran pernapasan akut (ISPA) merupakan salah satu penyebab kematian
tersering pada anak di negara berkembang.pada akhir tahun 2000,ISPA mencapai
enam kasus diantaranya1000 bayi dan balita. Tahun 2003 kasus kesakitan balita
akibat ISPA sebanyak lima dari 1000 balita (Oktaviani,2009). Setiap anak balita
diperkirakan mengalami 3-6 episode ISPA setiap tahunnya dan proporsi kematian
yang di sebabkan ISPA mencakup 20-30% (Suhandayani,2007).untuk
meningkatkan upaya perbaikan kesehatan masyarakat, Departemen kesehatan RI
menetapkan 10 program prioritas masalah kesehatan yang ditemukan dimasyarakat
untuk mencapai tujuan Indonesia sehat 2010, dimana salah satu diantaranya adalah
program pencegahan penyakit menular termasuk penyakit infeksi saluran
pernapasan akut (Depkes RI,2002).
Anak- anak merupakan kelompok masyarakat yang rentan untuk terserang
berbagai penyakit khususnya penyakit infeksi.menurut temuan organisasi kesehatan
dunia ( WHO) diperkirakan 10 juta anak meninggal tiap tahun.yang disebabkan
karena diare, HIV/AIDS, malaria, dan ISPA ( Depkes RI,2007). Penyakit ISPA
merupakan suatu masalah kesehatan utama di Indonesia karena masih tingginya
angka kejadian ISPA terutama pada anak- anak dan balita.ISPA mengakibatkan
sekita 20-30 dan kematian anak balita. ISPA merupakan salah satu penyebab
kunjungan pasien pada sarana kesehatan.sebanyak 40-60% kunjungan berobat
dipuskesmas dan 15-30% kunjungan berobat dirawat jalan dan rawat inap
(Triska,2007).
Tingginya angka kejadian ISPA pada bayi di Indonesia, salah satunya
disebabkan oleh pengetahuan ibu yang sangat kurang tentang ISPA. Pengetahuan
adalah hasil ‘’tahu’’ dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap
suatu objek tertentu sehingga dari pengetahuan tersebut dapat mempengaruhi
tindakan ibu terhadap penyakit ISPA.dengan meningkatnya pengetahuan ibu
tentang ISPA maka akan langsung berhubungan dalam menurunkan angka kejadian
ISPA (Notoatmodjo,2007). Beberapa faktor yang berkaitan dengan tingginya angka
insiden ISPA antara lain status gizi balita.keadaan gizi yang buruk muncul sebagai
faktor risiko penting yang mempermudah terjadinya ISPA ,hal ini berkaitan dengan
ketahanan tubuh balita.selain itu,kejadian ISPA juga dipengaruhi oleh kualitas
udara.perubahan kualitas udara umumnya disebabkan oleh adanya polusi yaitu
masuknya bahan pencemar dalam jumlah tertentu yang dapat menyebabkan
perubahan komponen atmosfir normal. Salah satu contoh permasalahan polusi
akibat asap rokok, gangguan sirkulasi udara ( ventilasi) dan asap yang terjadi di
dapur dapur tradisional ketika memasak (Aditama,1992). Berdasarkan latar
belakang di atas prevelensi terjadinya ISPA semakin banyak maka diharapkan bagi
mahasiswa keperawatan untuk mengatahui bagaimana asuhan keperawatan bagi
penderita ISPA maka kami membuat makalah ini.
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu definisi dan Etiologi dari penyakit ISPA?
2. Apa saja klasifikasi dari penyakit ISPA?
3. Bagaimanapathway dari penyakit ISPA?
4. Apa saja manifestasi klinis dari penyakit ISPA?
5. Apa saja pemeriksaan penunjang dari penyakit ISPA?
6. Apa saja komplikasi dari penyakit ISPA ?
7. Bagaimana penatalaksanaan dari penyakit ISPA?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui defnisi dan etiologi dari penyakit ISPA .
2. Untuk mengetahui klasifikasi dari penyakit ISPA
3. Untuk mengetahui pathway dari penyakit ISPA.
4. Untuk mengetahui manifestasi kinis dari penyakit ISPA.
5. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari penyakit ISPA .
6. Untuk mengetahui komplikasi dari penyakit ISPA
7. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari penyakit ISPA.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) adalah suatu penyakit yang
terbanyak diderita oleh anak- anak, baik dinegara berkembang maupun dinegara
maju dan sudah mampu dan banyak dari mereka perlu masuk rumah sakit karena
penyakitnya cukup gawat.
ISPA adalah penyakit infeksi akut yang melibatkan organ saluran pernapasan,
hidung, sinus, faring, atau laring trakea, bronchi dan alveoli Kemungkinan yang
terjadi adalah dikarenakan infeksi saluran pernafasan, yang dapat berakibat buruk
bagi kesehatan pernafasan mereka, tidak hanya pada masa tumbuh kembang namun
juga dapat berpengaruh hingga dewasa, karena penyakit-penyakit saluran
pernapasan pada bayi dan anak-anak mempunyai kemungkinan menyebabkan
kecacatan pada masa dewasa dikarenakan virus masuk ke paru dan merusak organ
disana dan susah untuk di sembuhkan.
Kesehatan respiratorika ini akan menuntun mereka pada perkembangan yang
optimal bersama-sama dengan system imun bayi dan anak-anak. Rentannya anak
adalah karena kekebalan tubuhnya belum begitu sempurna layaknya orang dewasa,
terlebih lagi pada anak yang memiliki riwayat ISPA pada keluarganya.
ISPA adalah infeksi akut yang menyerang saluran pernapasan yaitu organ
tubuh yang di mulai dari hidung ke alveoli beserta adneksa (Romelan, 2006).
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan salah satu penyebab kematian
tersering pada anak di negara berkembang. Pada akhir tahun 2000, ISPA mencapai
enam kasus di antara 1000 bayi dan balita. Tahun 2003 kasus kesakitan balita
akibat ISPA sebanyak lima dari 1000 balita (Oktaviani, 2009). Setiap anak balita
diperkirakan mengalami 3-6 episode ISPA setiap tahunnya dan proporsi kematian
yang disebabkan ISPA mencakup 20-30% (Suhandayani, 2007).
ISPA masih merupakan masalah kesehatan yang penting bagi bayi dan anak.
Fakta yang ditemukan tentang penyakit ISPA pada anak adalah:
1. Menyebabkan kematian bayi dan balita yang cukup tinggi yaitu kira-kira 1 dari 4
kematian yang terjadi.
2. 40 % - 60 % dari kunjungan di Puskesmas adalah oleh penyakit ISPA.
3. Dari seluruh kematian yang disebabkan oleh ISPA mencakup 20 - 30 %.
4. Kematian yang terbesar umumnya adalah karena pneumonia dan pada bayi
berumur kurang dari 2 bulan.
B. Etiologi
ISPA disebabkan oleh bakteri atau virus yang masuk ke saluran nafas.
Kebanyakan infeksi saluran pernafasan akut disebabkan oleh virus dan
mikroplasma. Etiologi ISPA terdiri dari 300 lebih jenis bakteri, virus,dan jamur.
Bakteri penyebab ISPA misalnya: Streptokokus Hemolitikus, Stafilokokus,
Pneumokokus, Hemofilus Influenza, Bordetella Pertusis, dan Korinebakterium
Diffteria.Untuk golongan virus penyebab ISPA antara lain golongan miksovirus
(termasuk di dalamnya virus para-influensa, virus influensa, dan virus campak),
dan adenovirus penyebab lain adalah faktor lingkungan rumah, seperti halnya
pencemaran udara dalam rumah, ventilasi rumah dan kepadatan hunian
rumah.pencemaran udara dalam rumah yang sangat berpengaruh terhadap kejadian
ISPA adalah asap pembakaran yang digunakan untuk memasak.dalam hal ini
misalnya bahan bakar kayu.selain itu, asap rokok yang ditimbulkan dari salah satu
atau lebih anggota yang mempunyai kebiasaan merokok juga menimbulkan resiko
terhadap terjadinya ISPA (Depkes RI,2002).
Menurut Notoatmodjo (2007), ventilasi rumah dibedakan menjadi dua yaitu
ventilasi alamiah dan ventilasi buatan.ventilasih alamiah yaitu dimana aliran udara
di dalam ruangan tersebut terjadi secara alamiah melalui jendela, pintu, lubang
angin, dan lubang-lubang pada dinding. Ventilasi alamiah tidak menguntungkan,
karena juga merupakan jalan masuknya nyamuk dan serangga lainnya ke dalam
rumah. Ventilasi buatan yaitu dengan mengunakan alat alat khusus untuk
mengalirkan udara misalnya kipas angin dan mesin penghisap udara.namun alat ini
tidak cocok dengan kondisi rumah di pedesaan. Ventilasi rumah yang kurang akan
lebih memungkinkan timbulnya ISPA pada bayi dan anak balita karena mereka
lebih lama berada di rumah sehingga dosis pencernaan tertentu akan lebih tinggi.
a. Faktor Pencetus ISPA
1) Usia
Anak yang usianya lebih muda, kemungkinan untuk menderita atau terkena
penyakit ISPA lebih besar bila dibandingkan dengan anak yang usianya lebih
tua karena daya tahan tubuhnya lebih rendah.
2) Status Imunisasi
Anak dengan status imunisasi yang lengkap, daya tahan tubuhnya lebih baik
dibandingkan dengan anak yang status imunisasinya tidak lengkap.
3) Lingkungan
Lingkungan yang udaranya tidak baik, seperti polusi udara di kota-kota besar
dan asap rokok dapat menyebabkan timbulnya penyakit ISPA pada anak.
b. Faktor Pendukung terjadinya ISPA
1) Kondisi Ekonomi
Keadaan ekonomi yang belum pulih dari krisis ekonomi yang berkepanjangan
berdampak peningkatan penduduk miskin disertai dengan kemampuannya
menyediakan lingkungan pemukiman yang sehat mendorong peningkatan
jumlah Balita yang rentan terhadap serangan berbagai penyakit menular
termasuk ISPA. Pada akhirnya akan mendorong meningkatnya penyakit ISPA
dan Pneumonia pada Balita.
2) Kependudukan
Jumlah penduduk yang besar mendorong peningkatan jumlah populasi Balita
yang besar pula. Ditambah lagi dengan status kesehatan masyarakat yang
masih rendah, akan menambah berat beban kegiatan pemberantasan penyakit
ISPA.
3) Geografi
Sebagai daerah tropis, Indonesia memiliki potensi daerah endemis beberapa
penyakit infeksi yang setiap saat dapat menjadi ancaman bagi kesehatan
masyarakat. Pengaruh geografis dapat mendorong terjadinya peningkatan
kaus maupun kemaian penderita akibat ISPA. Dengan demikian pendekatan
dalam pemberantasan ISPA perlu dilakukan dengan mengatasi semua faktor
risiko dan faktor-faktor lain yang mempengaruhinya.
4) Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
PHBS merupakan modal utama bagi pencegahan penyakit ISPA. Perilaku
bersih dan sehat tersebut sangat dipengaruhi oleh budaya dan tingkat
pendidikan penduduk. Dengan makin meningkatnya tingkat pendidikan di
masyarakat diperkirakan akan berpengaruh positif terhadap pemahaman
masyarakat dalam menjaga kesehatan Balita agar tidak terkena penyakit ISPA
yaitu melalui upaya memperhatikan rumah sehat dan lingkungan sehat.
5) Lingkungan dan Iklim Global
Pencemaran lingkungan seperti asap karena kebakaran hutan, gas buang
sarana transportasi dan polusi udara dalam rumah merupakan ancaman
kesehatan terutama penyakit ISPA. Demikian pula perubahan iklim gobal
terutama suhu, kelembapan, curah hujan, merupakan beban ganda dalam
pemberantasan penyakit ISPA.
Agen infeksi adalah virus atau kuman yang merupakan penyebab dari
terjadinya infeksi saluran pernafasan. Ada beberapa jenis kuman yang
merupakan penyebab utama yakni golongan A -hemolityc streptococus,
staphylococus, haemophylus influenzae, clamydia trachomatis, mycoplasma
dan pneumokokus.
Usia bayi atau neonatus, pada anak yang mendapatkan air susu ibu
angka kejadian pada usia dibawah 3 bulan rendah karena mendapatkan
imunitas dari air susu ibu. Ukuran dari lebar penampang dari saluran
pernafasan turut berpengaruh didalam derajat keparahan penyakit. Karena
dengan lobang yang semakin sempit maka dengan adanya edematosa maka
akan tertutup secara keseluruhan dari jalan nafas.
Kondisi klinis secara umum turut berpengaruh dalam proses terjadinya
infeksi antara lain malnutrisi, anemia, kelelahan. Keadaan yang terjadi secara
langsung mempengaruhi saluran pernafasan yaitu alergi, asthma serta
kongesti paru.
Infeksi saluran pernafasan biasanya terjadi pada saat terjadi perubahan
musim, tetapi juga biasa terjadi pada musim dingin (Whaley and Wong;
1991; 1420).
C. Klasifikasi
Klasifikasi penyakit ISPA dibedakan untuk golongan umur di bawah 2 bulan dan
untuk golongan umur 2 bulan-5 tahun (Muttaqin, 2008) :
a. Golongan Umur Kurang 2 Bulan
1) Pneumonia Berat
Bila disertai salah satu tanda tarikan kuat di dinding pada bagian bawah atau
napas cepat. Batas napas cepat untuk golongan umur kurang 2 bulan yaitu 6x
per menit atau lebih.
2) Bukan Pneumonia (batuk pilek biasa)
Bila tidak ditemukan tanda tarikan kuat dinding dada bagian bawah atau
napas cepat. Tanda bahaya untuk golongan umur kurang 2 bulan, yaitu :
a) Kurang bisa minum (kemampuan minumnya menurun sampai kurang dari
½ volume yang biasa diminum)
b) Kejang
c) Kesadaran menurun
d) Stridor
e) Wheezing
f) Demam/dingin.
b. Golongan Umur 2 Bulan-5 Tahun
1) Pneumonia Berat
Bila disertai napas sesak yaitu adanya tarikan di dinding dada bagian bawah ke
dalam pada waktu anak menarik nafas (pada saat diperiksa anak harus dalam
keadaan tenang, tidak menangis atau meronta).
2) Pneumonia Sedang
Bila disertai napas cepat. Batas napas cepat ialah:
a) Untuk usia 2 bulan-12 bulan = 50 kali per menit atau lebih
b) Untuk usia 1-4 tahun = 40 kali per menit atau lebih.
3) Bukan Pneumonia
Bila tidak ditemukan tarikan dinding dada bagian bawah dan tidak ada napas
cepat. Tanda bahaya untuk golongan umur 2 bulan-5 tahun yaitu :
a) Tidak bisa minum
b) Kejang
c) Kesadaran menurun
d) Stridor
e) Gizi buruk
D. Patofisologi
Perjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dengan berinteraksinya virus dengan
tubuh. Masuknya virus sebagai antigen ke saluran pernafasan menyebabkan silia
yang terdapat pada permukaan saluran nafas bergerak ke atas mendorong virus ke
arah faring atau dengan suatu tangkapan refleks spasmus oleh laring. Jika refleks
tersebut gagal maka virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa saluran
pernafasan
Iritasi virus pada kedua lapisan tersebut menyebabkan timbulnya batuk
kering. Kerusakan stuktur lapisan dinding saluran pernafasan menyebabkan
kenaikan aktifitas kelenjar mukus yang banyak terdapat pada dinding saluran nafas,
sehingga terjadi pengeluaran cairan mukosa yang melebihi noramal. Rangsangan
cairan yang berlebihan tersebut menimbulkan gejala batuk. Sehingga pada tahap
awal gejala ISPA yang paling menonjol adalah batuk. Adanya infeksi virus
merupakan predisposisi terjadinya infeksi sekunder bakteri. Akibat infeksi virus
tersebut terjadi kerusakan mekanisme mukosiliaris yang merupakan mekanisme
perlindungan pada saluran pernafasan terhadap infeksi bakteri sehingga
memudahkan bakteri-bakteri patogen yang terdapat pada saluran pernafasan atas
seperti streptococcus pneumonia, haemophylus influenza dan staphylococcus
menyerang mukosa yang rusak tersebut. Infeksi sekunder bakteri ini menyebabkan
sekresi mukus bertambah banyak dan dapat menyumbat saluran nafas sehingga
timbul sesak nafas dan juga menyebabkan batuk yang produktif.Invasi bakteri ini
dipermudah dengan adanya fakor-faktor seperti kedinginan dan malnutrisi.Suatu
laporan penelitian menyebutkan bahwa dengan adanya suatu serangan infeksi virus
pada saluran nafas dapat menimbulkan gangguan gizi akut pada bayi dan anak.
Virus yang menyerang saluran nafas atas dapat menyebar ke tempat-tempat yang
lain dalam tubuh, sehingga dapat menyebabkan kejang, demam, dan juga bisa
menyebar ke saluran nafas bawah. Dampak infeksi sekunder bakteripun bisa
menyerang saluran nafas bawah, sehingga bakteri-bakteri yang biasanya hanya
ditemukan dalam saluran pernafasan atas, sesudah terjadinya infeksi virus, dapat
menginfeksi paru-paru sehingga menyebabkan pneumonia bakteri. Penanganan
penyakit saluran pernafasan pada anak harus diperhatikan aspek imunologis saluran
nafas terutama dalam hal bahwa sistem imun di saluran nafas yang sebagian besar
terdiri dari mukosa, tidak sama dengan sistem imun sistemik pada umumnya.
Sistem imun saluran nafas yang terdiri dari folikel dan jaringan limfoid yang
tersebar, merupakan ciri khas system imun mukosa. Ciri khas berikutnya adalah
bahwa IgA memegang peranan pada saluran nafas atas sedangkan IgG pada saluran
nafas bawah. Diketahui pula bahwa sekretori IgA (sIgA) sangat berperan dalam
mempertahankan integritas mukosa saluran nafas. Dari uraian di atas, perjalanan
klinis penyakit ISPA ini dapat dibagi menjadi empat tahap, yaitu:
1. Tahap prepatogenesis, penyebab telah ada tetapi penderita belum menunjukkan
reaksi apa-apa.
2. Tahap inkubasi, virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa. Tubuh
menjadi lemah apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan sebelumnya memang
sudah rendah.
3. Tahap dini penyakit, dimulai dari munculnya gejala penyakit. Timbul gejala
demam dan batuk.
4. Tahap lanjut penyakit, dibagi menjadi empat, yaitu dapat sembuh sempurna,
sembuh dengan ateletaksis, menjadi kronis dan dapat meninggal akibat
pneumonia.
E. Pathway
F. Manifestasi Klinis
1. Batuk, pilek dengan nafas cepat atau sesak nafas
Pada umur kurang dari 2 bulan, nafas cepat lebih dari 60 x/mnt. Penyakit ini
biasanya dimanifestasikan dalam bentuk adanya demam, adanya obstruksi
hidung dengan sekret yang encer sampai dengan membuntu saluran pernafasan,
bayi menjadi gelisah dan susah atau bahkan sama sekali tidak mau.
2. Demam
Pada neonatus mungkin jarang terjadi tetapi gejala demam muncul jika anak
sudah mencaapai usia 6 bulan sampai dengan 3 tahun. Seringkali demam muncul
sebagai tanda pertama terjadinya infeksi. Suhu tubuh bisa mencapai 39,5⁰C-
40,5⁰C.
3. Meningismu
Adalah tanda meningeal tanpa adanya infeksi pada meningens, biasanya terjadi
selama periodik bayi mengalami panas, gejalanya adalah nyeri kepala, kaku dan
nyeri pada punggung serta kuduk, terdapatnya tanda kernig dan brudzinski.
4. Anorexia
Biasa terjadi pada semua bayi yang mengalami sakit. Bayi akan menjadi susah
minum dan bhkan tidak mau minum.
5. Vomiting
Biasanya muncul dalam periode sesaat tetapi juga bisa selama bayi tersebut
mengalami sakit.
6. Diare (mild transient diare), seringkali terjadi mengiringi infeksi saluran
pernafasan akibat infeksi virus.
7. Abdominal pain, nyeri pada abdomen mungkin disebabkan karena adanya
lymphadenitis mesenteric.
8. Sumbatan pada jalan nafas/Nasal, pada saluran nafas yang sempit akan lebih
mudah tersumbat oleh karena banyaknya sekret.
9. Batuk, merupakan tanda umum dari tejadinya infeksi saluran pernafasan,
mungkin tanda ini merupakan tanda akut dari terjadinya infeksi saluran
pernafasan.
10. Suara nafas, biasanya terdapat wheezing, stridor, crackless, dan tidak
terdapatnya suara pernafasan .
G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan kultur dan biopsi adalah proses yang paling sering digunakan
dalam menegakkan diagnosis pada gangguan pernapasan atas.
1. Kultur : Kultur tenggorok dapat dilakukan untuk mengidentifikasi organisme
yang menyebabkan faringitis.
2. Biopsi : Prosedur biopsi mencakup tindakan mengeksisi sejumlah kecil jaringan
tubuh, dilakukan untuk memungkinkan pemeriksaan sel-sel dari faring, laring,
dan rongga hidung.
3. Pemeriksaan pencitraan
Termasuk di dalamnya pemeriksaan sinar-X jaringan lunak, CT Scan,
pemeriksaan dengan zat kontras dan MRI (pencitraan resonansi magnetik).
Pemeriksaan tersebut mungkin dilakukan sebagai bagian integral dari
pemeriksaan diagnostik untuk menentukan keluasan infeksi.
H. Komplikasi
ISPA (saluran pernafasan akut ) sebenarnya merupakan self limited disease
yang sembuh sendiri dalam 5 ± 6 hari jika tidak terjaidi infasi kuman lain, tetapi
penyakit ispa yang tidak mendapatkan pengibatan dan perawatan yang baik dapat
menimbulkan penyakit seperti :
1. Sinusitis paranosal
Komplikasi ini hanya terjadi pada anak besar karena pada bayi dan anak
kecil sinus paranasal belum tumbuh. Gejala umum tampak lebih besar, nyeri
kapala bertambah, rasa nyeri dan nyeri tekan biasanya di daerah sinus frontalis
dan maksilaris. Proses sinusitis sering terjadi kronik dengan gejala malaise,
cepat lelah dan sukar berkonsentrasi (pada anak besar). Kadang kadang disertai
sumbatan hidung, nyeri kepala hilang timbul, bersin yang terus menerus disertai
secret purulen dapat unilateral ataupun bilateral.sinusitis paranasal ini dapat
diobati dengan memberikan antibiotic.
2. Penutupan tuba eusthachii
Tuba eusthachii yang buntu member gejala tuli dan infeksi dapat
menembus langsung kedaerah telingah tengah dan menyebabkan otitis media
akut.gejala OMA pada anak kecil dan bayi dapat disertai suhu badan yang tinggi
(hiperperiksia) kadang menyebabkan kejang demam.anak sangat gelisah, terlihat
nyeri bila kepala digoyangkan juga disertai muntah atau diare.
3. Penyebaran infeksi
Penjalaran infeksi sekunder dari nasofaring kearah bawah seperti
laryngitis,trakeitis,bronkitiis dan bronkopneumonia. Selain itu dapat pula terjadi
komplikasijauh,misalnya terjadi meningitis pirulen (Adelle,2011).
I. Penatalaksanaan
Pedoman penatalaksanaan kasus ISPA akan memberikan petunjuk standar
pengobatan penyakit ISPA yang akan berdampak mengurangi penggunaan
antibiotik untuk kasus-kasus batuk pilek biasa, serta mengurangi penggunaan obat
batuk yang kurang bermanfaat. Strategi penatalaksanaan kasus mencakup pula
petunjuk tentang pemberian makanan dan minuman sebagai bagian dari tindakan
penunjang yang penting bagi pederita ISPA.
Pencegahan dapat dilakukan dengan :
a. Menjaga keadaan gizi agar tetap baik.
b. Immunisasi.
c. Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan.
d. Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA
Prinsip perawatan ISPA antara lain :
a. Menigkatkan istirahat minimal 8 jam perhari
b. Meningkatkan makanan bergizi
c. Bila demam beri kompres dan banyak minum
d. Bila hidung tersumbat karena pilek bersihkan lubang hidung dengan sapu tangan
yang bersih
e. Bila badan seseorang demam gunakan pakaian yang cukup tipis tidak terlalu
ketat.
f. Bila terserang pada anak tetap berikan makanan dan ASI bila anak tersebut
masih menetek
Penatalaksanaan Medis :
a. Medikasi : gunakan semprot hidung atau tetes hidung dua atau tiga kali sehari
atau sesuai yang diharuskan untuk mengatasi gejala hidung tersumbat.
b. Diberikan antibiotik apabila penyebabnya adalah bakteri.
BAB III
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas pasien (Meliputi : nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan,
tanggal masuk RS, tanggal pengkajian, no. MR, diagnosa medis, nama orang
tua, umur orang tua, pekerjaan, agama, alamat, dan lain-lain)
a. Umur : kebanyakan infeksi saluran pernapasan yang sering mengenai anak
usia di bawah 3 tahun,terutama pada bayi kurang dari 1 tahun. Beberaapa
penelitian menunjukkan bahwa anak pada usia muda akanmlebih sering
menderita ISPA daripada udia yang lebih lanjut . ( Anggana Rafika,2009 )
b. Jenis kelamin : angka kesakitan ISPA sering terjadi pada usia kurang dari 2
tahun,dimana angka kesakitan ISPA anak perempuan lebih tinggi daripada
laki laki di negara Denmark ( Anggana Rafika,2009)
c. Kondisi lingkungan : kepadatan hunian seperti luar ruang per orang, jumlah
anggota keluarga dan masyarakat di duga merupakan faktor resiko untuk
ISPA. Penelitian oleh Khocet al (2003) membuktikan bahwa kepadatan
hunian (crowded) mempengaruhi secara bermakna pravalensi ISPA berat.
Diketahui bahwa penyebab terjadinya ISPA dan penyakit gangguan
pernapasan lain adalah rendahnya kualitas udara di dalam rumah ataupun
diluar rumah baik secara biologis, fisik maupun kimia. Adanya ventilasi
rumah yang kurang sempurna dan asap tengku di dalam rumah seperti yang
terjadi di Negara Zimbabwe akan mempermudah terjadinya ISPA anak
(Anggana Rafika,2009).
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan uutama : klien mengeluh demam
b. Riwayat penyakit sekarang : dua hari sebelumnya klien mengalami demam
mendadak,sakit kepala,badan lemah,nyeri otot dan sendi, nafsu makan
menurun, batuk, filek, dan sakit tenggorokan.
c. Riwayat penyakit dahulu : klien sebelumnya sudah pernah mengalami
penyakit sekarang.
d. Riwayat penyakit keluarga : menurut anggota keluarga ada juga yang pernah
mengalami sakit seperti penyakit klien tersebut.
e. Riwayat social : klien mengatakan bahwa klien tinggal di lingkungan yang
berdebu dan padat penduduknya.
f. Riwayat tumbuh kembang : BB, TB, perkembangan tiap tahap (berguling,
duduk, merangkak, berjalan)
g. Riwayat nutrisi : pemberian ASI, pemberian susu formula,pola perubahan
nutrisi tiap tahap usia sampai nutrisi saat ini.
4. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik difokuskan pada pengkajian sistem pernapasan :
a. Pengkajian tanda – tanda vital dan kesadaran klien
b. Inspeksi :
1) Membrane mukosa hidung faring tampak kemerahan
2) Tonsil tampak kemerahan dan edema
3) Tampak batuk tidak produktif
4) Tidak ada jaringan parut padda leher
5) Tidak tampak penggunaan otot otot pernnapasan tambahan.pernapasan
cuping hidung, tachypnea, dan hiperventilasi.
c. Palpasi
1) Adanya demam
2) Teraba adanya pembesaran kelenjar limfe pada daerah leher/nyeri tekan
pada nodus limfe servikalis.
3) Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tyroid
d. Perkusi : Suara paru normal (resonance)
e. Auskultasi
1) Suara napas vesikuler /tidak terdengar ronchi pada kedua sisi paru
2) Bentuk dada : normal
3) Pola nafas: teratur /tidak teratur
4) Jenis nafas : vesikuler
5) Suara nafas tambahan : ronchi/wheezing
6) Sesak nafas : tidak
7) Alat bantu nafas : tidak
8) Masalah keperawatan : bersihan jalan nafas tidak efektif
Focus utama pada pengkajian pernafasan ini adalah pola,kedalaman,usaha
serta irama dari pernapasan.
1. Pola cepat ( trachynea) atau normal
2. Kedalaman: nafas normal,dangkal atau terlalu dalam yang biasanya
dapat kita amati melalui pergerakan rongga dada dan pergerakan
abdomen.usaha : kontinyu,terputus –putus,atau tiba tiba berhenti disertai
dengan adanya bersin.
3. Irama pernafasan: bervariasi tergantung pada pola dan kedalaman
pernafasan.
f. Pemeriksaan lain
1. Sistem kardiovaskuler B2
Irama jantung : normal,bunyi jantung: normal,akral : panas,masalah
keperawatan : hyperthermia
2. Sistem persyarafan B3
Kesadaran:composmentis,penglihatan: normal,pendengaran :
normal,penciuman : tidak normal
( tertutup mucus )
3. Sistem perkemihan B4
Jumlah urin: normal,warna : normal (kuning),bentuk alat kelamin:
normal,uretra : normal
4. Sistem pencernaan B5
Nafsu makan: menurun,Mulut : bersih,Mukosa : lembab ,tenggorokan :
nyeri telan,Perut : kembung,Pembesaran hepar : tidak,Pembesaran lien :
tidak,Buang air besar : tidak teratut,Masalah keperawatan : pemenuhan
nutrisi kurang dari kebuthan.
5. Sistem musculoskeletal dan integument B6
Kemampuan gerak sendi : bebas,warna kulit : normal,turgor : baik, odema:
tidak ada,
B. Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermi
2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
3. Ketidakefektifan Pola Nafas
4. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
5. Nyeri akut
C. Intervensi Keperawatan
E. Evaluasi
Evaluasi addalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan
dalam pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi
tujuan atau intervensi keperawatan ditetapkan (Brooker, 2001).Evaluasi yang
diharapkan pada pasien dengan myocarditis (Doenges, 1999) adalah :
1. Suhu tubuh pasien dalam rentang normal antara 36,0⁰C-37,5⁰C
2. Klien dapat mencapai BB yang direncanakan mengarah kepada BB normal.
3. Nyeri hilang atau terkontrol
4. Tidak terjadi komplikasi pada klien
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Seperti yang diuraikan diatas bahwa ISPA mempunyai variasi klinis yang
bermacam-macam, maka timbul persoalan pada pengenalan (diagnostik) dan
pengelolaannya. Sampai saat ini belum ada obat yang khusus antivirus. Idealnya
pengobatan bagi ISPA bakterial adalah pengobatan secara rasional. Pengobatan
yang rasional adalah apabila pasien mendapatkan antimikroba yang tepat sesuai
dengan kuma penyebab. Untuk dapat melakukan hal ini , kuman penyebab ISPA
dideteksi terlebih dahulu dengan mengambil material pemeriksaan yang tepat,
kemudian dilakukan pemeriksaan mikrobiologik , baru setelah itu diberikan
antimikroba yang sesuai.
B. Saran
Semoga tulisan sederhana ini dapat menjadi ilmu yang bermanfaat bagi
pembaca. Laporan ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi pembaca terutama
perawat dalam membuat asuhan keperawatan
DAFTAR PUSTAKA