Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH TEKNIK IMEJING

“PEMERIKSAAN RENOGRAM”

Dosen Pengampu : Ardi Soesilo Wibowo, ST, M.Si.

Disusun Oleh Kelompok 4 4B :

1. Dimas Achmad N P1337430215028

2. Anisa Damayanti S.P P1337430215019

3. Fitri Syafira Dely P1337430215040

4. Friscilla Hemayurisca P1337430215080

5. Ana Septiana P1337430215008

6. Suratri Sela P1337430215059

7. Bintang Hafizhuddin H P1337430215075

PRODI DIV TEKNIK RADIOLOGI


JURUSAN TEKNIK RADIODIAGNOSTIK DAN RADIOTERAPI SEMARANG
POLTEKKES KEMENKES SEMARANG
2018

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini
dengan baik. Dalam makalah ini penulis membahas mengenai Teknik Pemeriksaan
Renogram di Bidang Kedokteran Nuklir..Penyusunan makalah ini digunakan sebagai salah
satu syarat untuk menyelesaikan tugas mata kuliah Teknik Imejing.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu dalam penyusunan Makalah ini khususnya :

1. Bapak Warijan, SPd, A.Kep, Mkes selaku Direktur Poltekkes Kemenkes


Semarang.
2. Ibu Rini Indrati, S.Si, M.Kes selaku ketua Jurusan Teknik Radiodiagnostik dan
Radioterapi Poltekkes Kemenkes Semarang.
3. Ardi Soesilo Wibowo, ST, M.Si. selaku dosen pengampu mata kuliah
Kedokteran Nuklir

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak


kekurangan karena keterbatasan penulis. Oleh karena itu kritik dan saranyang membangun
sangat penulis harapkan. Semoga Makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kemajuan
ilmu pengetahuan dan wawasan kita semua khususnya dibidang intervensi
radiologi.Aamiin.

Semarang, September 2018

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................................... i


KATA PENGANTAR ................................................................................................. ii
DAFTAR ISI ............................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
A. LATAR BELAKANG ................................................................................. 1
B. RUMUSAN MASALAH ............................................................................. 2
C. TUJUAN ...................................................................................................... 2
D. MANFAAT .................................................................................................. 2
BAB II ISI ................................................................................................................... 3
A. ANATOMI DAN FISIOLOGI GINJAL ..................................................... 3
B. PEMERIKSAAN RENOGRAM ................................................................ 7
BAB III PENUTUP ..................................................................................................... 19
A. SIMPULAN ................................................................................................. 19
B. SARAN ........................................................................................................ 19
REFERENSI ................................................................................................................ 20

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kedokteran nuklir merupakan salah satu cabang ilmu kedokteran yang

dapat dikatakan relatif masih baru jika dibandingkan dengan disiplin ilmu

kedokteran lainnya.

Berawal dari ditemukannya zat radioaktif pada tahun 1896 oleh Henry

Becquerel yang secara kebetulan menemukan sinar nonvisual dari elemen Uranium

yang dapat menghitamkan plat foto, manusia mulai memanfaatkan tenaga nuklir

walaupun mula-mulanya hanya digunakan untuk keperluan militer. Baru setelah

dunia dikejutkan oleh ledakan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki pada Agustus

1945 yang dapat menelan ratusan ribu korban jiwa, maka para ahli terutama ahli

sarjana kedokteran mengharapkan agar tenaga nuklir dapat dimanfaatkan untuk

tujuan damai, diantaranya dalam bidang kedokteran.

Salah satu teknik kedokteran nuklir yang banyak digunakan untuk

mendiagnosis saat ini adalah Renogram. Pemeriksaan ini menggunakan

radiofarmaka yang dimasukkan melalui intravena.

Dalam pencitraan kedokteran nuklir, radiofarmaka diberikan melalui

intraven. Kemudian detector eksternal (gamma kamera) menangkap dan

membentuk gambar dari radiasi yang dipancarkan oleh radiofarmaka. Proses ini

tidak seperti sinar-X diagnostic dimana radiasi eksternal melewati tubuh untuk

membentuk sebuah gambaran. Pencitraan kedokteran nuklir juga dapat

disembunyikan sebagai pencitraan radionuklida atau scintigraphi nuklir.

1
Keunggulan dari kedokteran nuklir ini umumnya banyak membantu dalam

diagnostic pencitraan yang lebih spesifik organ atau jaringan (misalnya scan paru-

paru, scan jantung, scan tulang, scan otak, Renogram, dll).

Radiofarmaka digunakan dalam teraphy kedokteran nuklir yang

memancarkan radiasi pengion jarak pendek, sehingga meminimalkan efek samping

yang tidak diinginkan yang dapat merusak organ atau struktur yang ada

didekatnya. 

1.2. Rumusan Masalah

a. Bagaimana prosedur pemeriksaan penatalaksanaan pemeriksaan renogram?

b. Apa saja komponen input, output, alat bahan pada pemeriksaan Renogram di

bidang kedokteran nuklir?

1.3. Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan ini antara lain untuk :

a. Mengetahui prosedur penatalaksanaan pemeriksaan Renogram 

b. Untuk mengetahui komponen input dan output  seperti alat, bahan, , hasil

gambaran, ekspertise dan teori pada pelaksanaan Renogram

1.4.  Manfaat Penulisan

Manfaat yang diharapkan dapat diambil dari penulisan makalah ini adalah:

a. Mengetahui prosedur penatalaksanaan pemeriksaan Renogram 

b. Untuk mengetahui komponen input dan output  seperti alat, bahan, , hasil

gambaran, ekspertise dan teori pada pelaksanaan Renogram.

2
BAB II

ISI

2.1. Anatomi dan fisiologi Ginjal

A. Anatomi Tract Urinarius

Yang dimaksud dengan sistem urinaria adalah suatu sistem tentang

pembentukan urine mulai dari ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra

(Pearce, 1999).

1. Ginjal

Ginjal merupakan sistem ekskresi yang membersihkan darah dari

zat-zat yang tidak diperlukan oleh tubuh. Zat-zat tersebut merupakan hasil

dari reaksi-reaksi kimia yaitu: ureum, asam urat, kreatinin, fenol, sulfat dan

fosfat (Himawan, 1973).

Ginjal biasa juga disebut dengan ren atau kidney, terletak di belakang

rongga peritoneum dan berhubungan dengan dinding belakang dari rongga

abdomen, dibungkus lapisan lemak yang tebal. Ginjal terdiri dari dua buah

yaitu bagian kanan dan bagian kiri. Ginjal kanan lebih rendah dan lebih

tebal dari ginjal kiri, hal ini karena adanya tekanan dari hati. Letak ginjal

kanan setinggi lumbal I sedangkan letak dari ginjal kiri setinggi thorakal XI

dan XII. Bentuknya seperti biji kacang tanah dan margo lateralnya

berbentuk konveks dan margo medialnya berbentuk konkav. Panjangnya

sekitar 4,5 inchi (11,25 cm), lebarnya 3 inchi (7,5cm), dan tebalnya 1,25

inchi (3,75cm). Nefron merupakan bagian terkecil dari ginjal yang terdiri

3
dari glomerulus, tubulus proksimal, lengkung hendle, tubulus distal, dan

tubulus urinarius (papilla vateri).

Fungsi ginjal antara lain (Syaifuddin, 1997). :

a) Memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat toksik ata racun.

b) Mempertahankan suasana keseimbangan cairan.

c) Mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan tubuh.

d) Mempertahankan keseimbangan garam-garam dan zat-zat lain dalam

tubuh.

e) Mengeluarkan sisa-sisa metabolisme hasil akhir dari protein ureum,

kreatinin, dan amoniak.

Gambar 1 : Ginjal

2. Ureter

Ureter adalah lanjutan dari renal pelvis yang panjangnya antara 10

sampai 12 inchi (25-30 cm), dan diameternya sekitar 1 mm sampai 1 cm.

Ureter terdiri atas dinding luar yang fibrus, lapisan tengah yang berotot, dan

lapisan mukosa sebelah dalam. Ureter mulai sebagai pelebaran hilum ginjal,

4
dan letaknya menurun dari ginjal sepanjang bagian belakang dari rongga

peritoneum dan di depan dari muskulus psoas dan prosesus transversus dari

vertebra lumbal dan berjalan menuju ke dalam pelvis dan dengan arah oblik

bermuara ke kandung kemih melalui bagian posterior lateral. Pada ureter

terdapat 3 daerah penyempitan anatomis (Syaifuddin, 1997), yaitu :

a) Uretropelvico junction, yaitu ureter bagian proksimal mulai dari renal

pelvis sampai bagian ureter yang mengecil

b) Pelvic brim, yaitu persilangan antara ureter dengan pembuluh darah

arteri iliaka

c) Vesicouretro junction, yaitu ujung ureter yang masuk ke dalam Vesica

Urinaria (kandung kemih).

3.  Kandung Kemih

Kandung kemih merupakan muskulus membran yang berbentuk

kantong yang merupakan tempat penampungan urine yang dihasilkan oleh

ginjal, organ ini berbentuk seperti buah pir (kendi). Letaknya di dalam

panggul besar, sekitar bagian postero superior dari symphisis pubis. Bagian

kandung kemih terdiri dari fundus (berhubungan dengan rectal ampula pada

laki-laki, serta uterus bagian atas dari kanalis vagina pada wanita), korpus,

dan korteks. Dinding kandung kemih terdiri dari lapisan peritoneum

(lapisan sebelah luar), tunika muskularis (lapisan otot), tunika submukosa,

dan lapisan mukosa (lapisan bagian dalam). Kandung kemih bervariasi

dalam bentuk, ukuran, dan posisinya, tergantung dari volume urine yang

ada di dalamnya. Secara umum volume dari Vesica Urinaria adalah 350-

500 ml.

5
Kandung kemih berfungsi sebagai tempat penampungan sementara

(reservoa) urine, mempunyai selaput mukosa berbentuk lipatan

disebut rugae (kerutan) dan dinding otot elastis sehingga kandung kencing

dapat membesar dan menampung jumlah urine yang banyak (Pearce, 1999).

Gambar 2 : Kandung Kemih

Keterangan:

1.    Ureter
2.    Vesica urinaria
3.    Trigone
4.    Orifisium uretra eksternal
5.    Uretra

4. Uretra

   Uretra adalah saluran sempit yang terdiri dari mukosa membrane

dengan muskulus yang berbentuk spinkter pada bagian bawah dari kandung

kemih. Letaknya agak ke atas orivisium internal dari uretra pada kandung

kemih, dan terbentang sepanjang 1,5 inchi (3,75 cm) pada wanita dan 7-8

6
inchi (18,75 cm) pada pria. Uretra pria dibagi atas pars prostatika, pars

membran, dan pars kavernosa (Pearce, 1999).

Uretra berfungsi untuk transpor urine dari kandung kencing ke meatus

eksterna, uretra merupakan sebuah saluran yang berjalan dari leher kandung

kencing ke lubang air.

2.2 Pemeriksaan Renogram

Renogram adalah salah satu teknologi kedokteran untuk menganalisa fungsi

ginjal. Petugas radiologi akan menyuntikkan radioisotope ( hipuran radio iodium I-

131) dalam dosis kecil, yang akan keluar dari tubuh setelah

proses renogram selesai.

A. Peralatan yang digunakan

1. Gamma Kamera

Kamera gamma adalah kamera yang memanfaatkan pancaran radiasi

yang dipancarkan dari dalam tubuh pasien setelah diberikan suatu zat

radioaktif.

Pada prinsipnya pesawat atau alat di kedokteran nuklir hanya sebagai

detector, yaitu menangkap radiasi yang dipancarkan oleh radioaktif di

dalam tubuh pasien dan kemudian merubahnya menjadi data yang dapat

dilihat berupa gambar, angka, grafik dan warna.

Di kedokteran nuklir dibutuhkan suatu alat gamma kamera yang

mempunyai jumlah detector yang banyak.

7
Gambar 3 :Ruang pemeriksaan kedokteran nuklir

Gamma kamera terdiri dari:

a) Detector

Detector adalah alat yang dapat mengubah sinar gamma menjadi sinar

tampak.

b) Kolimator

Kolimator pada lensa gamma kamera digunakan untuk memfokuskan

sinar gamma.

Ada dua parameter spesifik dari kolimator, yaitu:

1) Spatial Resolution, menunjukkan ketajaman gambar dan memberikan

gambaran minimum dua struktur yang bisa dibedakan satu sama lain

2) Spatial Sensitivas, menggambarkan banyaknya sinar gamma yang

dapat melalui kolimator dan menembak detector.

8
 LEHR (Low Energy High Resolution)

Merupakan jenis kolimator yang menghasilkan energy gamma

150 KeV

 HELR (High Energy Low Resolution)

Merupakan jenis kolimator yang digunakan untuk energy lebih

dari 350KeV

 LEHS (Low Energy High Sensitivity)

Merupakan jenis kolimator high sensitive yang memungkinkan

untuk menerima jumlah cacah lebih banyak.

 LEGP (Low Energy General Purpose)

Merupakan jenis kolimator yang dapat menerima energy yang

dua kali lebih banyak. 

c) Photo Multiplier Tube (PMT)

Photo multiplier Tube berfungsi mengubah sinar tampak menjadi signal-

signal elektrik. Signal-signal elektrik ini akan diubah menjadi signal X, Y,

Z.

d) Catode Ray Tube (CRT)

Catode Ray Tube menggunakan signal X, Y untuk menentukan lokasi

ruang.

e) Pulse Height Analyzin (PHA)

Pulse Height Analyzin sebagai tempat memproses signal Z yang

menunjukkan besarnya energy yang masuk dan menumbuk Kristal

detector. Semua data-data ini akan disimpan dalam memori computer

9
dan akan diolah menjadi data-data visual berupa gambar, grafik, maupun

angka.

f) Kristal Scintilasi

Kristal scintilasi pada kamera gamma memiliki dua fungsi utama yakni

menyerap energy photon dan mengubah citra gamma ke citra cahaya

tampak. Kristal scintilasi pada umumnya terdiri dari natrium Iodida

(NaI) Kristal plus Thalium Acivated yang disebut Kristal

NaI(Tl).B.R.Bairi,1994.

2. Generator

Generator adalah induk dari radionuklida anak yang memiliki waktu

paruh yang panjang dan stabil dan dapat di elusikan dengan mudah menjadi

radionuklida anak.

Gambar 3: Generator Tc99m

10
Gambar 4: tempat dilakukan preparasi radioaktif

  Cara pengambilan atau pengelusian dari generator ke vial vacuum:

a) Ambil vial vacuum, basahi dengan alcohol

b) Masukkan vial vacuum ke dalam generator

c) Tusuk vial vacuum pada jarum yang ada pada container dari generator

d) Ambil vial vacuum yang sudah terisi oleh radionuklida Tc99m

e) Ukur aktifitasnya kurang lebih 2-5mCi

3. Curie Meter

Merupakan alat untuk mengukur aktifitas dari radioaktif yang telah

dielusikan. Tingkat aktifitas pada radiofarmaka Tc 99m yang digunakan

pada pemeriksaan Renogram 2-5mCi.

11
Gambar 5: Curie meter

4. Radiofarmaka

Radiofarmaka menurut B.R.Bairi. 1994 adalah senyawa aktif yang

dapat diberikan ke dalam tubuh baik secara per

oral maupun  parental untuk tujuan diagnostic. Radiofarmaka dikatakan

senyawa aktif karena merupakan persenyawaan antara radioaktif dan zat

pembawa.

Radiofarmaka merupakan sediaan farmasi dalam bentuk senyawa kimia

yang mengandung radioisotope yang diberikan pada pemeriksaan

kedokteran nuklir. Pancaran radiasi dari radioisotope pada organ target

itulah yang akan dicacah oleh detector (gamma kamera) untuk

direkonstruksikan menjadi citra ataupun grafik intensitas radiasi.

a) Zat Radioaktif

Menurut Holil, Achmad dan Iftah, Maghfirotul 2004, suatu zat

dikatakan radioaktif apabila zat tersebut mempunyai aktivitas yang

disebabkan oleh ketidakstabilan jumlah photon di dalam inti atom, dan

dalam proses menuju kestabilan zat tersebut akan memancarkan radiasi.

Syarat-syarat zat radioaktif yang digunakan dalam kedokteran nuklir:

12
1) Waktu paruh harus pendek, tetapi tidak boleh lebih pendek dari waktu

pemeriksaan.

2) Hanya memancarkan radiasi gamma

3) Energy dari radiasi gamma sekitar 50-400 KeV

4) Sifat kimianya non toxic

5) Harus ekonomis (radiofarmaka dapat diproduksi secara mudah dan

dalam jumlah yang banyak sehingga harganya murah)

b) Zat Pembawa (KIT)

Zat pembawa umur atau zat yang dapat mengikat unsure radioaktif

dan membawanya dengan mengikuti metabolisme tubuh yang akan

diperiksa.

Beberapa zat pembawa antara lain:

1) DTPA (Diethyline Triamine Pentacetic Acid), dapat dilabel dengan

Tc99m pada pemeriksaan scanning ginjal.

2) MDP (Methyline Disphosponate), dapat dilabelkan dengan Tc99m

pada pemeriksaan scanning tulang.

3) MAA (Macro Agregate Albumin), dilabelkan dengan Tc99m untuk

pemeriksaan perfusi lung scan.

4) MIBI (Metaxo Isobutil Isonitril) dilabelkan dengan Tc99m untuk

pemeriksaan tyroid scan

13
B. Indikasi Pemeriksaan

1. Menilai kelainan unilateral ginjal dan Hipertensi renal

2. Utuhnya pencangkokan arteri renalis

3. Mengevaluasi penderita obstruksi uropatik

4. Penderita alergi media kontras pada pemeriksaan radiologi

C. Keterbatasan Pemeriksaan Renogram

Pemeriksaan ini tidak spesifik.

D. Radiofarmaka

1. Dipergunakan I131 ORTHOHIPPURATE intravena dengan dosis 1/2 uCi per

kg berat badan ; memeancarkan sinar gamma 364 kev

2. Tc99m

E. Persiapan Pemeriksaan

1. Penderita dewasa : minum 400 ml air 20-30 menit sebelum pemeriksaan.

2. Penderita anak-anak : diberikan volume cairan sesuai dengan berat badan.

3. Penderita harus mengosongkan vesika urinaria sebelum pemeriksaan.

4. Melakuan proses elusi dan preparasi, yaitu pengambilan Tc 99m dan

pencampuran Tc99m dengan zat pembawa (DTPA).

5. Pada pemakaian radio farmaka I-131 Hippuran, penderita sebelumnya

diberikan larutan lugol test untuk memblok jaringan tiroid agar tidak

menangkap I-131.

14
F. Teknik Pemeriksaan

Posisikan pasien supine, arahkan kamera ke arah abdomen dimana ginjal

dan blass masuk dalam satu lapangan penyinaran.

Injeksikan radiofarmaka yang telah di siapkan dan pemeriksaan segera

dimulai. Proses pengolahan melalui program renal analisa data yang di terima

selama pemeriksaaan berjalan, oleh komputer pengolah data akan dihasilkan

serial gambar ginjal, grafik perfusi, grafik fungsi ginjal serta laju glomerulus.

G. Proteksi Radiasi

Proteksi radiasi merupakan suatu cabang ilmu pengetahuan atau teknik

yang mempelajari masalah kesehatan manusia maupun lingkungan dan

berkaitan dengan pemberian perlindungan kepada seseorang atau sekelompok

orang ataupun kepada keturunannya terhadap kemungkinan yang merugikan

kesehatan akibat paparan radiasi.(Drs.Mukhlisin Akhadi,2000)

Mengingat radiasi dapat membahayakan kesehatan, maka pemakaian

radiasi perlu diawasi, baik melalui peraturan-peraturan yang berkaitan dengan

pemanfaatan radiasi dan bahan-bahan radioaktif, maupun adanya badan

pengawas yang bertanggungjawab agar peraturan-peraturan tersebut diikuti. Di

Indonesia, badan pengawas tersebut adalah Bapeten (Badan Pengawas Tenaga

Nuklir).

15
Filosofi proteksi radiasi yang dipakai sekarang ditetapkan oleh Komisi

Internasional untuk Proteksi Radiasi (International Commission on

Radiological Protection, ICRP) dalam suatu pernyataan yang mengatur

pembatasan dosis radiasi, yang intinya sebagai berikut:

1. Suatu kegiatan tidak akan dilakukan kecuali mempunyai keuntungan yang

positif dibandingkan dengan risiko, yang dikenal sebagai azas justifikasi,

2. Paparan radiasi diusahakan pada tingkat serendah mungkin yang bisa

dicapai (as low as reasonably achievable, ALARA) dengan

mempertimbangkan faktor ekonomi dan sosial, yang dikenal sebagai azas

optimasi,

3. Dosis perorangan tidak boleh melampaui batas yang direkomendasikan oleh

ICRP untuk suatu lingkungan tertentu, yang dikenal sebagai azas limitasi.

Proteksi Radiasi Untuk petugas radiasi sebesar 50mSv pertahun. Usaha-

usaha yang dilakukan adalah:

1. Pada penyuntikan radiofarmaka, petugas disarankan menggunakan sarung

tangan agar menghindari terjadinya kontaminasi radioaktif.

2. Radiographer harus berlindung dibalik tabir proteksi radiasi pada saat

dilakukannya pemeriksaan.

3. Radiographer tidak diperkenankan untuk memegang pasien pada saat

dilakukannya pemeriksaan.

4. Radiographer harus menggunakan alat pencatat dosis radiasi personil (film

badge)

Proteksi radiasi untuk pasien, pada kedokteran nuklir, proteksi radiasi

yang dapat diberikan kepada pasien antara lain:

16
1. Membatasi dosis radionuklida yang akan diberikan kepada pasien, usahakan

sesuai dengan kebutuhan.

2. Usahakan pasien tidak terlalu banyak berkomunikasi dengan masyarakat

umum, terutama balita.

3. Pasien diminta untuk menunggu pada ruangan yang telah khusus disiapkan

untuk pasien.

4. Bila pasien ingin buang air kecil, pasien diminta buang air hanya pada toilet

yang telah disediakan (toilet dekontaminasi)

5. Peralatan yang telah digunakan dan terkontaminasi zat radioaktif (spuit,

jarum suntik, hand scoon dan vial) harus dibuang pada container limbah

radioaktif.

H. Penilaian

Pada pencitraan dinilai penangkapan radioaktivitas oleh kedua ginjal

untuk melihat kemampuan ginjal mengekstrasi radiofarmaka. Penilaian kurva

sebagai berikut:

Kurva normal memperlihatkan adanya tiga fase yang klasik.

1. Fase pertama initial: terjadi peningkatan secara cepat segera setelah

penyuntikan radiofarmaka yang menunjukkan kecepatan injeksi dan aliran

darah vaskuler ke dalam ginjal. Dari fase ini dapat pula dilihat teknik dari

penyuntikan radiofarmaka, apakah bolus atau tidak. Fase ini terjadi

DALAM 60 DETIK

17
2. Fase kedua sekresi: menunjukkan kenaikan yang lebih lamban dan

meningkat secara bertahap. Fase ini berkaitan dengan proses penangkapan

radiofarmaka oleh dan di dalam ginjal melalui proses difusi lewat sel-sel

tubuli kedalam lumen tubulus. Dalam keadaan normal fase ini mencapai

puncak dalam waktu 2 – 5 menit.

3. Fase ketiga/ekskresi: tampak kurva menurun dengan cepat setelah

mencapai puncak kurva yang menunjukkan keseimbangan antara

radioaktivitas yang masuk dan yang meninggalkan ginjal. Waktu paruh

efektif (T ½ max ) < 15 menit.

18
BAB III

PENUTUP

3.1.  Kesimpulan

A. Kedokteran nuklir digunakan untuk mendiagnosis suatu kelainan dengan cara

menyuntikan radiofarmaka ke dalam tubuh pasien

B. Dalam pemeriksaan Renogram dapat menilai fungsi filtrasi dari glomerulus,

dalam bentuk angka.

C. Gambar yang dihasilkan pada pemeriksaan renogram tidak spesifik, biasanya

gangguan pada ginjal merupakan kombinasi dari beberapa keadaan.

3.2 Saran

Perlu adanya saran dan kritik yang membangun ntuk penulis.

19
DAFTAR REFERENSI

Rasad, Sjahriar. 1992. Radiologi Diagnostik. Jakarta; Gaya Baru

http://widyafrs11.blogspot.co.id/2014/01/kedokteran-nukli renogram-erpf.html

diakses pada 28 Agustus 2018 pukul 11.30

kkni.blogspot.co.id/2009/11/kedokteran-nuklir-pada-pemeriksaan.html diakses

pada 31 Agustus 2018 pukul 20.47

20

Anda mungkin juga menyukai