Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH TEKNIK RADIOGRAFI 2

PEMERIKSAAN FARING,LARING DAN TRAKEA

Oleh kelompok 2 :

1. Muhammad Anggoro Faradito P1337430119029


2. Bayo Gepha Arbi Junior P1337430119032
3. Titha Indriyana P1337430119049
4. Nadya Oktoriza CP P1337430119053
5. Annisa Arruum Nugrahani P1337430119054
6. Dwi Oktafianti P1337430119056
7. Hilwa Qorry Rahmadani P1337430119063
8. Aninda Zelvintarani P P1337430119064
9. Meirina Widya Pangestika P1337430119068
10. Lisa Khoerunisa P1337430119071
11. Sari Nur Trisnani P1337430119074
12. Winda Putri P1337430119076
13. Rio Tirta Ahmadi P1337430119079

Kelas: 1B

PRODI DIII TEKNIK RADIODIAGNOSTIK DAN RADIOTERAPI SEMARANG


JURUSAN TEKNIK RADIODIAGNOSTIK DAN RADIOTERAPI
POLTEKKES KEMENKES SEMARANG
2019/2020

1
1.

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, yang telah
memberikan limpahan rahmat kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas
teknik radiografi 2 tentang faring, laring dan trakhea ini.
Kami menyadari bahwa makalah yang kami buat ini masih jauh dari kesempurnaan.
Untuk itu kami membutuhkan kritik dan saran yang membangun sehingga dapat menjadi
koreksi yang baik bagi kami.
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada :

1. Ibu Dwi Rochmayanti, S.ST., M.Eng selaku dosen pembimbing mata kuliah Teknik
Radiografi 2 Prodi D-III Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi Poltekkes Kemenkes
Semarang,
2. Rekan-rekan mahasiswa Prodi D-III Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi Poltekkes
Kemenkes Semarang,
3. Semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu yang telah mendukung
terselesaikannya makalah ini.

Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat tidak hanya bagi kami saja,melainkan juga
bermanfaat bagi para pembaca.

Semarang, 21 Januari 2020

Kelompok 2

2
Daftar Isi

Halaman Judul .......................................................................................................1


Kata Pengantar ......................................................................................................2
Daftar Isi ................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ..................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah .............................................................................5
1.3 Tujuan ................................................................................................5
1.4. Manfaat ............................................................................................5

BAB II ISI DAN PEMBAHASAN


2.1 Pengertian laring,faring,dan trakea....................................................6
2.2 Anatomi laring,faring,dan trakea........................................................7-10
2.3 Patofisologi pada laring, faring, dan trakea........................................11-13
2.4 Pemeriksaan radiologi pada laring, faring dan trakea.......................14-18
2.5 Contoh kasus pada pemeriksaan laring, faring, dan trakea................19-21

BAB III PENUTUP


1. Kesimpulan dan saran ...........................................................................22

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................23

3
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam kehidupan, setiap mahkluk hidup pasti melakukan aktivitas. Aktivitas ini
terusun dari berbagai sistem. Supaya mahkluk hidup tersebut dapat bertahan hidup.
Diantaranya aktivitas mahkluk hidup yang dapat menentukan kehidupan mahkluk hidup
adalah proses pencernaan dan pernafasan.

Pernafasan bagian atas, meliputi hidung, faring, laring, trakea, bronkus dan
bronkiolus. Saluran pernafasan dari hidung sampai bronkiolus dilapisi oleh membran
mukosa bersilia. Ketika masuk rongga hidung, udara disaring dihangatkan dan dilembabkan.
Ketiga proses ini meerupakan fungsi utama mukosa respirasi yang terdiri dari epitel toraks
bertingkat, bersilia dan bersel goblet. Permukaan epitel diliputi oleh lapisan mucus yang
disekresi oleh sel goblet dan kelnjar mukosa. Partikel debu yang kasar disaring oleh rambut-
rambut yang terdapat dalam lubang hidung, sedangkan partikel yang halus akan terjerat
dalam lapisan mucus. Gerakan silia mendorong lapisan mucus ke posterior didalam rongga
hidung, dan ke superior di dalam sistem pernafasan bagian bawah menuju ke faring. Dari
sini partikel haus akan tertelan atau dibatukan keluar. Lapisan mucus memberikan air untuk
kelembaban, dan banyaknya jaringan pembuluh darah dibawahnya akan menyuplai panas
ke udara inspirasi. Jadi udara inspirasi telah di sesuaikan sedemikian rupa, sehingga udara
yang mencapai faring hampir bebas debu, bersuhu mendekati suhu tubu dan
kelembabannya mencapai 100%.

Udara mengalir dari faring menuju laring atau kotak suara. Laring terdiri dari
rangkaian cincin tulang rawan yang dihubungkan oleh otot-otot dan mengandung pita
suara. Ruang berbentuk segitiga diantara pita suara (yaitu glotis) bermuara kedalam trakea
dan membentuk bagian antara saluran pernafasan atas dan bawah.

4
1.1 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan laring, faring, dan trakea


2. Bagaimana anatomi laring, faring, dan trakea
3. Bagaimana patofisiologi pada laring, faring dan trakea
4. Bagaimana cara pemeriksaan pada laring, faring, dan trakea
5. Bagaimana contoh kasus laring, faring, dan trakea beserta proyeksinya

1.2 Tujuan

1.
2. Mengetahui persiapan pemeriksaan teknik radio
3. grafi laring, faring, dan trakea
4. Mengetahui patologis pemeriksaan teknik radiografi laring, faring, dan trakea
5. Mengetahui kegunaan pemeriksaan teknik radiografi laring, faring, dan
trakea
6. Mengetahui proyeksi dalam pemeriksaan teknik radiografi laring, faring, dan
trakea

1.3 Manfaat

Adapun manfaat penulisan makalah ini yaitu sebagai berikut :

1. Menjadi lebih mampu memilih jenis pemeriksaan radiologi yang tepat yang
akan dilakukan kepada pasien
2. Membantu dokter untuk menegakkan diagnosis pada pasien

5
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian laring, faring, dan trakea

Faring, laring, dan trakea merupakan sebagian organ dari sistem pernafasan
yang memiliki fungsinya sendiri. Faring meupakan organ berbentuk corong
sepanjang 13cm yang terususn atas jaringa fibromuscular yang berfungsi sebagai
saluran pencernaan dan juga sebagai saluran pernapasan. Faring terdiri dari atas
nasofaring, ororfaring, dan faringofaring.
Laring merupakan bagian terbawah dari saluran nafas bagian atas dan terletak
setinggi vertebra cervicalis 4-6, dimana pada anak-anak dan wanita letaknya
relatif lebih tinggi. Bentuk laring menyerupai limas segitiga terpancug dengan
bagian atas lebih terpancung dan bagian atas lebih besar dari bagian bawah.
Trakea hanya suatu pipa penghubung ke bronkus. Dimana bentuknya seperti
sebuah pohon oleh karena itu disebut pohon trakeobronkial.
Seluruh orgam sistem pernafasan harus bekerja sesuai fungsinya masing-
masing sehingga akan mendukung proses kinerja sistem itu sendiri. Jika kerja
suatu sistem tersebut terhambat mka kemungkinan adanya ketidaknormalan ini
dapat berupa penyakit. Laring , faring, dan trakea merupakan organ yang berada
di dalam tubuh yang tidak bisa dilihat langsung, oleh karena itu jika terdapat
kelainan pada organ tersebut maka di butuhkan pemeriksaan penunjang yaitu
pemeriksaan radiografi. Beberapa jenis pemeriksaan yang digunakan adalah
teknik pemeriksaan AP faring dan laring, Lateral faring dan laring, AP trakea, dan
lateral trakea.
Teknik pemeriksaan tersebut dilakukan dengan mengatur objek sedemikian
rupa sehingga dapat membantu diagnosa penyakit yang di derita oleh pasien.
Alat, bahan, dan pemosisian pasien serta objek yang diperiksa menjadi hal yang
penting untuk mendukung kualitas radiograf yang dihasilkan, sehingga
radiografer perlu memahami setiap prosedur pemeriksaan yang ada.

6
2.2 Anatomi Laring, Faring, dan Trakea

Laring

Laring adalah organ suara (Gambar 1 5-3 dan 1 5-4). Berfungsi sebagai saluran udara
antara faring dan trakea, laring juga merupakan salah satu divisi dari sistem
pernapasan.

7
Laring adalah struktur tubular yang dapat bergerak, lebih luas di atas daripada di
bawahnya kira-kira 1,5 inci (3,8 cm) panjangnya. Terletak di bawah akar lidah. Otot
leher terletak didepan laring dan dibelakang laring terletak laringofaring dan vetebra
servikalis. Pada sisi lain terdapat lubang kelenjar tiroid. Laring disusun oleh bebrapa
tulang rawan tidak beraturan yang dipersatukan oleh ligamen dan membrane-
membrane.

Tulang rawan tiroid dibentuk oleh dua lempeng tulang rawan datar yang
digabungkan bersama kebagian depan untuk membentuk tonjolan laryngeal atau biasa
disebut dengan adam’s apple (buah jakun). Disebelah atas tonjolan laring tersebut
terdapat suatu noktah tiroid. Tulang rawan tiroid pada pria lebih besar daripada
wanita. Bagian atas dilapisi oleh epitel berjenjang dan bagian bawahnya oleh epitel
bersilia. Tulang rawan krikodeus terletak dibawah tulang rawan tiroid dan berbentuk
seperti suatu cincin bertanda pasa bagian belakangnya. Tulang tersebut membentuk
dinding lateral dan posterior laring dan dilapisi oleh epitel bersilia.

Saluran masuk laring miring, miring ke belakang saat turun. Seperti kantong fossa
disebut reses piriform terletak di setiap sisi laring dan eksternal lubangnya. Relung
piriform baik-baik saja ditampilkan sebagai area segitiga pada proyeksi frontal ketika
dibungkus dengan udara (Manuver Valsalva) atau ketika diisi dengan media buram.

Pintu masuk laring dijaga superior dan anterior oleh epiglotis secara lateral dan
posterior dengan lipatan selaput lendir. Lipatan ini, yang memperpanjang sekitar batas
laring masuk dari persimpangan mereka dengan epiglotis, berfungsi sebagai sfingter
saat menelan. Rongga laring dibagi menjadi tiga kompartemen oleh dua pasang lipatan
mukosa yang memanjang anteroposterior dari dinding lateral. Pasangan lipatan
superior adalah vestibular lipatan, atau pita suara palsu. Ruang angkasa di atas mereka
disebut laring ruang depan. Dua lipatan bawah dipisahkan satu sama lain oleh celah
median disebut rima glottidis. Mereka dikenal sebagai pita suara, atau pita suara sejati
(lihat Gbr. 1 5-5). Pita suara adalah ligamen vokal yang ditutupi oleh pita suara.
Ligamen dan rima glottidis membuatnya alat vokal laring dan secara kolektif disebut
sebagai glotis.

8
Faring

Faring berfungsi sebagai bagian untuk keduanya udara dan makanan, dan dengan
demikian umum untuk sistem pernapasan dan pencernaan (lihat Gambar.1 5-2).
Faring adalah struktur tubulus muskulomembran yang terletak di depan vertebra dan
di belakang hidung, mulut, dan laring. Sekitar 5 inci (13 cm) panjangnya, faring
memanjang dari permukaan bawah tubuh dari tulang sphenoid dan bagian basilar dari
tulang oksipital inferior ke tingkat disk antara vertebra serviks keenam dan ketujuh, di
mana ia menjadi terus menerus dengan kerongkongan. Faring rongga dibagi lagi
menjadi hidung, mulut, dan bagian laring.

Nasofaring terletak di posterior di atas langit-langit lunak dan keras. (Bagian atas langit-
langit keras membentuk lantai nasofaring.) Di luar nasofaring berkomunikasi dengan lubang
hidung bagian belakang. Tergantung dari aspek posterior langit-langit lunak adalah kecil
proses kerucut, uvula. Di atap dan posterior nasofaring, di antara lubang-lubang tabung
pendengaran, mukosa mengandung massa limfoid jaringan yang dikenal sebagai tonsil
faring (atau kelenjar gondok ketika diperbesar). Hipertrofi jaringan ini mengganggu
pernapasan hidung dan umum terjadi pada anak-anak. Keadaan ini ditunjukkan dengan baik
dalam radiografi lateral nasofaring.

Orofaring adalah bagian yang memanjang dari langit-langit lunak ke tingkat hyoid tulang.
Basis, atau akar, dari lidah membentuk dinding anterior orofaring. Faring Laring terletak di
posterior laring, dinding anteriornya dibentuk oleh permukaan posterior laring. Faring laring
memanjang ke bawah dan terus menerus dengan kerongkongan.

9
Faring nasal dan oral yang mengandung udara divisualisasikan dengan baik dalam gambar
lateral, kecuali selama aksi fonasi, ketika langit-langit lunak berkontraksi dan cenderung
mengaburkan faring hidung. Sebuah buram media diperlukan untuk demonstrasi lumen
faring laring, meskipun bisa buncit dengan udara selama manuver VaLsaLva (peningkatan
tekanan intrathoracic yang dihasilkan oleh paksa upaya kedaluwarsa melawan glottis
tertutup).

Trakea

Trakea dimulai dari bagian bawah laring dan melewati bagian depan hidung menuju dada.
Trakea diabgi atas bagian kiri dan kanan bronkus utama yang sejajar dengan vertebrae
thoraciae yang kelima. Panjangnya sekitar 12 cm. Terletak disebelah bawahnya dengan
“manubrium sternum” di depannya. Esophagus terletak dibelakang trakea, memisahkannya
dari badan vertebrae torasik. Pada sisi-sisi lain trakea terdapat paru-paru, dengan lobus
kelenjar tiroid disebelah atasnya. Dinding trakea tersusun atas otot involunter dan jaringan
fibrosa yang diperkuat oleh cincin tulang rawan hialin yang tidak sempurna. Defisiensi dalam
tulang rawan terletak pada bagian belkang, dimana trakea mampu mengembang tanpa
gangguan, tetapi tulang rawan mempertahankan kepatenan jalan nafas. Trakea
dihubungkan dengan epithelium yang mengandung sel-sel goblet yang menyekresi mucus.
Silia membersihkan mucus dan partikel-partikel asing yang dihisap ke arah laring.

10
2.3 Patofisiologi pada Laring, Faring, dan Trakea

A. Laringitis
Radang pada laring. Penderita serak atau kehilangan suara. Penyebabnya
antara lain adalah; karena infeksi, terlalu banyak merokok, minum minuman
alkohol, atau banyak bicara.

Normal larynx Inflamed larynx

Gambar. Patologi laringitis dan CT-Scan laringitis

B. Faringitis
Radang pada faring akibat infeksi oleh bakteri Streptococcus. Tenggorokan
sakit dan tampak berwarna merah, rasa haus dan kering pada tenggorokan,
kadang bersamaan dengan pembesaran tonsil. Penderita hendaknya istirahat
dan diberi antibiotik.

Gambar. Patologi faringitis dan citra radiografi faringitis

11
C. Kanker Laring
Kanker laring adalah keganasan pada pita suara, kotak suara (laring) atau
daerah lainnya di tenggorokan. Kanker di laring hampir selalu merupakan
karsinoma sel skuamosa. Ia kanker yang biasa terjadi pada seorang perokok.

Gambar. Patologi kanker laring

D. Epiglotitis
Epiglotitis adalah suatu infeksi epiglottis, yang bsa menyebabkan
penyumbatan saluran pernafasan.

Gambar. Patologi epiglotitis dan citra radiograf epiglotitis

12
E. Retropharyngeal Abses
Retropharyngeal Abses adalah infeksi temggorokan seperti radang
tenggorokan dan tonsil yang disebabkan oleh serangan bakteri pada jaringan
tenggorokan, sehingga dapat mengganggu jalannya system pernafasan.

Gambar. Patologi retropharyngeal Abses dan citra radiografnya

F. Acute Laryngotracheobronkitis
Acute Laryngotracheobronkitis adalah inflamasi yang menginfeksi laring,
trakea, dan bronkus. Infeksi ini ditandai dengan adanya kumpulan muskus
yang dapat menyumbat jalannya pernafasan.

Gambar. Patologi Acute Laryngotracheobronkitis dan citra radiografnya

13
2.4 Pemeriksaan radiologi pada laring, faring dan trakea

 persiapan pasien
1. meminta kpada pasien untuk melepaskan aksesoris di sekitar daerah
pemeriksaan seperti anting-anting, kalung, jepit rambut, dll.
2. Menjelaskan prosedur pemeriksaan.
3. Mensimulasikan penggunaan alat proteksi radiasi.
4. Mengkonfirmasikan apakah sudah paham tentang penggunaan alat proteksi
radiasi.
5. Membantu memakaikan alat proteksi radiasi.

 Alat dan bahan


1. Pesawat sinar-x
2. Computed radiography
3. IP 18x24 cm (untuk farig dan laring) IP 24x30 cm (untuk trakea)
4. Gonad shield
5. Softbag
6. Marker
7. Grid/bucky

 Teknik pemeriksaan
1. Proyeksi AP Faring dan Laring

a) PP : Supine di atas meja pemeriksaan dan tangan rileks disamping


tubuh
b) PO :
a. Mengatur MSP tubuh tepat pada pertengahan meja
pemeriksaan,
b. Mengatur kedua bahu simetris,
c. Mengatur tepi atas kaset setinggi auricle,
d. Meletakkan pertengahan kaset setinggi C4 atau jakun,
e. Kepala hiperekstensi dan pandangan lurus kedepan, agar tidak
superposisi antara mandibula dengan areal laryngeal.

14
c) CR : vertical tegak lurus terhadap terhadap kaset
d) CP : pada c4 atau jakun
e) FFD : 100 cm
f) FE : 55-65 Kvp, 16-20 mAs (pada saat eksposi, melakukan ponasi
“i”)
g) Soft tissue teknik
h) Kriteria proyeksi AP Larinx dan pharinx
Berikut ini harus ditunjukkan dengan jelas:
• Area dari mandibula yang ditumpangkan dan pangkal tengkorak ke
apeks paru-paru dan mediastinum superior
• Tidak ada tumpang tindih area laring dengan mandibula
• Tidak ada rotasi leher
• Tenggorokan penuh dengan udara di awal studi
• Densitas radiografi yang memungkinkan visualisasi pharyngolaryngeal
struktur.

15
16
2. Proyeksi lateral faring dan laring

a) PP : berdiri menyamping pada salah satu sisi yang diperiksa dekat


dengan kaset
b) PO :
a. Mengatur MCP tubuh pada pertengahan bucky
b. Tepi atas kaset setinggi dengan auricle
c. Tekan bahu dan letakkan tangan pada posterior tubuh
d. Pandangan lurus kedepan
c) CR : horizontal tegak lurus terhadap kaset
d) CP : pada C4 atau jakun
e) FFD : 120 cm
f) FE : 60-65 kVp, 16-20 mAs
g) Soft tissue teknik
h) Kriteria proyeksi lateral faring dan laring
 Terlihat soft tissue pada struktur pharyngelayngeal
 Tidak ada superposisi trakea terhadap bahu
 Tidak terjadi superposisi bahu dan laring
 Superimpose bayangan mandibular
 Gambaran udara pada faring dan laring

17
3. Proyeksi AP trakea

a) PP : erect dan bahu sejajar terhadap kaset


b) PO :
a. MSP pada pertengahan kaset
b. Istirahatkan dagu dengan acanthiomeatal perpendicular
dengan kaset
c. Batas atas kaset 3-4 cm dibawah MAE
c) CP : pada sternal notch
d) CR : perpendicular dengan kaset
e) FFD : 102 cm
f) FE : 60-65 kVp, 16-20 mAs
g) Kriteria radiograf
 Tampak udara pada larinx dan tracea dari cervical 3 sampai
thoracal 4
 Terlihat vertebrae cervicalis sampai vertebrae thoracalis

18
4. Proyeksi lateral trakea

a) PP : duduk / erect tegak bila memungkinkan


b) PO :
a. Letakkan anterior larinx dan trachea sejajar pada cervical
dan vertebrae thorakal
b. Rotasikan shoulder ke posterior dengan kedua lengan ke
bawah, letakkan tangan dibelakang tubuh
c) CP : C6 atau C7 (diantara pertengahan prominent di tiroid dan
jugular notch)
d) CR : Tegak lurus terhadap kaset
e) FFD : 108 cm
f) Ekspose: inspirasi pelan-pelan
g) Kriteria radiograf :
 Terlihat faring, laring dan trakea
 Tampak udara pada laring dan tracea dari cervical 3 sampai
thoracal 4tervisualisasi pada cervical 5
 Terlihat vertebrae cervicalis sampai vertebrae thoracalis
 Tidak ada rotasi pada sternum

19
2.5 Contoh kasus

Kasus medis

Seorang pria berumur 40 tahun dibawa ke departemen THT rawat jalan


dengan sejarah 10 hari batuk kering, demam, dan nyeri tenggorokan. Dia juga
melaporkan penurunan berta badan sekitar 5kg selama 8 minggu sebelumnya.
Pemeriksaan fisik tidak tidak mengungkapkan limfadenopati servikal. Laringoskopi
langsung mengkapkan edema difus dan pembengkakan pada laring supraglottic dan
epiglotis, konsisten dengan laringitis supraglottic dan epiglotis. Kedua pita suara yang
hyperemic, dan lesi nodular yang dicatat pada ventrikel mukosa laring bilateral.
Radiografi lateral leher menunjukkan penebalan epiglotis dan lipat
aryoepiglottic (gambar 5.1). penyelidikkan laboratorium menunjukkan tingkat
sedimentasi eritrosit menangkat (ESR) dari 80 mm pada jam pertama. Produksi
sputum adalah minim, dan pemeriksaan dahak negatif untuk BTA (AFB). Diagnosis
klinis presumtif epiglotis akut dan dibuat pasien dimukai pada azitromisin oral.
Namun, ia tidak membaik dan batuk memburuk, menjadi produktif di alam selama
10 hari kedepan.
Sebuah rontgen dada polos (CXR) dan CT scan leher dan dada dilakukan. Hasil
cxr menunjukkan lesi inflirtatif reticulonodular bilateral di zona atas (gambar 5.2).
kontras di sempurnakan CT scan leher dilakukan pada 16-slice scanner (GE
Lightspeed ™, General Electric, USA). Ini mengungkapkan penebalan dan
peningkatan epiglotis dan kedua lipatan aryoepiglottic, yang posae piriform, dan
kedua pita suara, termasuk komisura anterior (gambar 5.3) ada pola anterior
dominan keterlibatan dengan latarbelakang menyebar beberapa, fokus, rendah
redaman daerah dan pemusnahan dari pesawat lemak paralaryngeal. Tersebar
kelenjar getah bening leher rahim berukuran sedang juga mencatat (gambar 5.3A).
CT scan dada (tidak di tampilkan) memebenarkan temuan CXR dan menunjukkan
inflitrat fibronodular apikal bilateral. Pemeriksaan dahak diulang dan positif untuk
hasil asam-cepat.

20
Gambar 5.1 lateral radiograf leher Gambar 5.2 AP rontgen dada menunjukkan
menunjukkan epiglotis menebal (panah lesi inflitratif reticulonodular (panah) di
panjang) dan jaringan pra-epiglotis (panah kedua zona atas.
pendek).

Gambar 5.3 axial CT scan kontras ditingkatkan. Pada tingkat supraglotic (A) ada penebalan jaringan lunak dan peningkatan
baik lipatan aryoepiglotic dan sinus piriforms (panah putih), dengan kiri dalam simpul kelompok serviks getah bening
(panah hitam). Pada tingkat pita suara palsu, ada penebalan dan peningkatan dalam jaringan lunak paralaryngeal bilateral
(panah). Pada tingkat glotis (c) ada penebalan jaringan lunak yang meluas ke komisura anterior (panah).

Gambar 5.4

21
 jenis kasus :

Pasien pria berumur 40 tahun dengan diagnosa pertama laringiris supraglotic dan
epiglotitis, dan diagnosa akhir TB paru.
 Teknik pemeriksaan :
Teknik pemeriksaannya dilakukan dengan cara foto X-ray konvensional dengan
proyeksi lateral faring dan laring, kemudian dilanjutkan foto thorax AP serta
didukung dengan pemeriksaan CT scan.
 Pembahasan kasus :
Pada kasus tersebut, pasien pria berumur 40 tahun, pasien dilakukan pemeriksaan X-
ray konvensional pada faring dan laring dengan proyeksi lateral, proyeksi ini sama
dan sudah terdapat pada teknik pemeriksaan faring dan laring. Dikarenakan
pemeriksaan X-ray konvensional belum dapat memperlihatkan patologi objek
dengan detail serta adanya dugaan patologi lain sehingga dilakukan x-ray thorax AP
dan di dukung dengan menggunakan CT-scan. Setelah pemeriksaan dilakukan, pasien
yang awalnya didiagnosa laringitis superglotis dan epiglotis mendapatkan hasil
diagnosa akhur bahwa pasien mengidap TB paru yang mana bakteri TB
menyebabkan infeksi pada epiglotis laring.

22
BAB III

PENUTUP

1. Kesimpulan
 hasil radiograf sudah memenuhi standar teknik pemeriksaan, hanya saja
perlu selalu mengingat untuk mengekstensi kepala pasien pad proyeksi AP
dan lateral dan menarik shoulder pasien kebelakang pada proyeksi lateral.
Perlunya meningkatan faktor eksposi untuk menghasilkan kontras dan
densitas yang cukup pada proyeksi AP trakea maupun laring dan faring.
 Kasus medis yang didapatkan sudah sesuai dengan jenis-jenis patologi yang
sudah dipaparkan penulis, yaitu patologi laringitis dan eppiglotitis (diagnosa
awal).
 Penegakan diagnose pada kasus sudah sama dengan teknik pemeriksaan
faring dan laring yang telah dipraktekkan yaitu proyeksi lateral untuk
memperlihatkan patologi laringitis dan epiglotitis.
2. Saran
 Proyeksi AP Trakea
Mencoba menggunakan modalitas lain agar mendapatkan kontras dan
densitas yang maksimal dengan faktor eksposi yang sama pula. Dan jangan
lupa untuk meletakkan marker pada bagian kaset yang masuk dalam
lapangan penyinaran, sehingga marker tidakterpotong.
 Proyeksi Lateral Trakea
Jangan lupa untuk mengekstensikan kepala pasien dan menarik shoulder
pasien kebelakang pada pasien yang sesungguhnya agar mandibula tidak
super posisi dengan vertebrae cervikal dan shoulder tidak menutupi rongga
trakea.
 Proyeksi AP Faring dan Laring
Jangan lupa untuk mengekstensikan kepala pasien pada pasien yang
sesungguhnya agar mandibula tidak superposisi dengan objek. Dan jangan
lupa untuk mengatur kaset dengan baik agar seluruh bagian objek seperti
nasofaring dapat masuk terproyeksikan pula.
 Proyeksi Lateral Faring dan Laring
Jangan lupa untuk mengekstensikan kepala pasien pada pasien yang
sesungguhnya agar mandibula tidak superposisi dengan vertebrae servikal.
Dan mengatur luas kolimasi dengan baik agar bagian objek tidak terpotong.

23
DAFTAR PUSTAKA

 Interactive Atlas of Human Anatomy v.3


 Merrill's Atlas of Radiographic Positioning and Procedures 13th Edition
 Laporan kasus Karsinoma Nasofaring stase telinga hidung dan tenggorokan
Fakultas Kedokteran dan Ilmu KesehatanUniversitasTanjungpura Pontianak
 JurnalDiagnosis dan Penatalaksanaan Tumor GanasLaring Dolly Irfandy, Sukri
Rahman FakultasKesehatan UNAND

24

Anda mungkin juga menyukai